7 Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pandangan Umum Heat Exchanger Heat exchanger / alat penukar kalor pada dasarnya adalah sebuah alat yang merupakan tempat pertukaran atau transfer energi dalam bentuk panas atau kalor dari suatu sumber atau fluida ke sumber yang lain. Adapun transfer energi atau perpindahan kalor yang terjadi didalam system ini berlangsung lewat 3 cara, dimana mekanisme perpindahan panas itu dapat dilaksanakan dengan : 1. Perpindahan panas konduksi 2. Perpindahan panas konveksi 3. Perpindahan panas radiasi Khusus perpindahan panas yang kita bicarakan dalam kasus alat penukar kalor ini menyangkut butir 1 dan 2 yaitu secara konduksi dan konveksi. Perpindahan panas disebut secara konduksi, jika panas / kalor mengalir dari tempat yang temperaturnya tinggi ke tempat yang temperaturnya lebih rendah, tetapi media untuk perpindahan panas tidak mengalir ke tempat yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas secara konduksi dapat berlangsung dengan media gas, cairan atau padatan. Perpindahan panas disebut konveksi jika cairan atau gas yang temperaturnya tinggi mengalir ke tempat yang temperaturnya lebih rendah, memberikan panasnya pada permukaan yang temperaturnya lebih rendah. Jadi pada perpindahan panas konveksi diperlukan media cairan atau gas. Proses perpindahan panas yang terjadi didalam sistim heat exchanger dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, maksudnya adalah : 1. Heat exchanger secara langsung, dimana fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin ( tanpa ada pemisah ) dalam suatu bejana ( vessel ) atau ruangan tertentu. 2. Heat exchanger secara tidak langsung, dimana fluida panas tidak berhubungan langsung ( indirect contact ) dengan fluida dingin. Jadi Universitas Mercu Buana 8 proses perpindahan panasnya itu mempunyai media perantara, seperti pipa, pelat atau peralatan jenis lainnya. Umumnya untuk jenis ini dibedakan atas dua jenis yaitu : • Heat Exchanger jenis Heater ( pemanas ) • Heat Exchanger jenis Cooler ( pendingin ) Peralatan yang termasuk jenis pertama ( langsung ) adalah : jet condenser, pesawat desuperheater pada ketel ( water injection desuperheater) , pesawat deaerator ( yaitu air umpan ketel yang di injeksikan dengan uap ). Sedangkan jenis kedua ( tidak langsung ) adalah kondensor dan evaporator pada mesin refrigerator / chiller, pesawat pemanas uap lanjut pada ketel ( pemanasan uap basah menjadi kering dengan gas panas pembakaran ), pemanas air pendahuluan ( economizer ), pemanas udara pembakaran ( air pre heater ) dan lain-lain. 2.2. Aliran Fluida dan Distribusi Temperatur Pada Heat Exchanger Apabila ditinjau aliran fluida pada heat exchanger ini, maka dapat dibagi dalam 3 macam aliran yaitu : 1. Aliran sejajar atau parallel flow 2. Aliran berlawanan arah atau counter flow 3. Aliran kombinasi, gabungan aliran sejajar dan berlawanan. Aliran fluida diatas, terjadi pada heat exchanger konstruksi shell dan tubes atau biasanya disebut dengan Tubular Exchanger Equipment, sedangkan untuk heat exchanger yang kontak langsung, tidak ada pengelompokan jenis aliran ini. Universitas Mercu Buana 9 Gambar 2.1. ( a ) Aliran sejajar, ( b ) Aliran berlawanan , ( c ) Aliran kombinasi 2.2.1. Aliran dan Distribusi Temperatur Heat Exchanger Tak Langsung. Pada heat exchanger jenis ini , tube berfungsi sebagai pemisah antara fluida panas dan fluida matang , dingin. Untuk itu diperlukan pertimbangan yang dalam menentukan yang mengalir melalui pipa , Ditinjau dari perubahan fase yang terjadi pada heat exchanger , maka apakah fluida panas atau fluida mana fluida dingin. jenis ini dapat dikelompokan dalam 2 jenis, yaitu : a). Heat exchanger yang mengakibatkan perubahan fase dan b). Heat exchanger tanpa perubahan fase. Untuk jenis yang pertama seperti proses kondensasi uap di dalam kondensor dan proses penguapan larutan didalam evaporator. Jenis kedua biasanya terjadi pada proses pendinginan gas ( nitrogen, oksigen ) di dalam cooler. 2.2.2. Heat Exchanger Tanpa Perubahan Fase. Heat exchanger jenis ini sangat banyak dipergunakan pada industri kimia, textile, pengolahan kayu dan lain sebagainya. Pada kasus ini , fluida panas memberikan panas pada fluida dingin , namun kedua jenis fluida itu tidak mengalami perubahan fase, tetapi akan mengalami penurunan temperature ( fluida panas ) dan kenaikan temperature ( fluida dingin ). Aliran fluida panas maupun fluida dingin dalam HE saling melintas satu sama lain tidak hanya satu kali saja, tetapi dapat dibuat beberapa kali. Lintasan aliran fluida ( baik yang panas maupun yang dingin ) dalam HE disebut pass Universitas Mercu Buana 10 atau lintasan. Biasanya shell pass ini lebih sedikit dari tube pass ( lintasan aliran melalui tube ), tetapi adakalanya lintasan ( tube pass dan shell pass ) itu sama, misalnya 1 – 1. Berikut Gambar dibawah ini menunjukan distribusi temperature dari HE dengan 1- 1 pass, sedangkan aliran fluidanya ada yang parallel ( parallel flow ) dan yang berlawanan ( counter flow ) ( Gambar 2.2 dan 2.3 ). Gambar 2.2. Distribusi temperature-panjang ( luas ) pipa pada HE dengan aliran parallel dan 1 – 1 pass Gambar 2.3. Distribusi temperature-panjang ( luas ) pipa pada HE dengan aliran berlawanan dan 1 – 1 pass Universitas Mercu Buana 11 2.3. Klasifikasi Heat Exchanger. Melihat begitu banyaknya alat penukar kalor ( heat exchanger ), maka dapat diklasifikasikan berdasarkan bermacam-macam pertimbangan, yaitu : A. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas Tipe kontak tidak langsung o Tipe yang Langsung Dipindahkan • Terdiri dari satu fase • Tipe dari banyak fase • Tipe yang ditimbun ( storage type ) • Tipe fluidized bed Tipe yang kontak langsung • Immiscible fluids • Gas Liquid • Liquid Vapor. B. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir • Dua Jenis Fluida • Tiga Jenis Fluida atau lebih C. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas • Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya. • Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran. • Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass aliran • masing-masing. Kombinasi cara konveksi dan radiasi. D. Klasifikasi berdasarkan konstruksi Konstruksi Tubular ( Shell and Tube ) • Tube Ganda ( Double Tube ) • Konstruksi Shell and Tube • Sekat plat ( Plate Baffle ) • Sekat batang ( Rod Baffle ) Universitas Mercu Buana 12 • Konstruksi Tube Spiral Kontruksi Tipe Plat • Tipe plat • Tipe lamella • Tipe spiral • Tipe pelat koil Konstruksi dengan Luas Permukaan Diperluas ( extended surface ) • Sirip pelat ( plat fin ) • Sirip pelat ( tube fin ) E. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran Aliran dengan satu pass ( lintasan ) • Aliran berlawanan • Aliran Paralel • Aliran melintang • Aliran split • Aliran yang dibagi ( divided ) Aliran multipass ( banyak lintasan ) o Permukaan yang diperbesar ( extended surface ) • Aliran counter / berlawanan menyilang • Aliran parallel/ searah menyilang • Aliran Kompound o Shell dan tube • Aliran parallel yang berlawanan • Aliran split • Aliran dibagi ( divided ) o Multipass plat. • 2.4. N parallel plat multi pass. Heat Exchanger Tipe Shell dan Tube. Heat exchanger tipe shell dan tube sejauh ini merupakan jenis yang paling banyak dipergunakan, karena konstruksinya yang relatif sederhana dan Universitas Mercu Buana 13 mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengoperasikan beragam fluida kerja. Selain itu heat exchanger ini telah memiliki metode desain dan kode mekanik ( mechanical code ) yang mapan dan telah diterapkan selama berpuluh tahun untuk berbagai keperluan. terdiri atas sebuah Konstruksi heat exchanger ini shell dan tube bundle yang Satu fluida mengalir melalui shell dan satu diameternya lebih kecil. fluida lainnya tersebar didalam tube bundle. 1 4 3 2 Keterangan : 1. 2. 3. 4. A. B. C. D. Shell atau badan HE Stationary head flangle – Channel or Bonnet Channel cover ( tutup saluran ) Nozzle Baffle ( sekat ) Tubes Tie – rods Plat tube Gambar 2.4. Bagian Utama Heat Exchanger Shell and Tube 1-1 Pass 1 2.5. Konstruksi Heat Exchanger Shell dan Tube. Perancangan dan pembuatan heat exchanger shell dan tube merujuk kepada standar dari Tubular of Exchanger Manufacturers Association ( TEMA ). Standar ini telah menentukan bentuk, ukuran dan susunan dari heat exchanger shell dan tube. _________________ 1 Tunggul M Sitompul, Alat Penukar Kalor, hal 9 Universitas Mercu Buana 14 Konstruksi heat exchanger shell dan tube secara umum dapat dibagi dalam empat bagian utama, yaitu : 1. Bagian depan yang tetap atau Front Head Stationary ( Stationary Head ) 2. Shell, yang merupakan badan alat penukar kalor. 3. Bagian ujung belakang atau Rear End Head ( Rear Head ). 4. Berkas Tube atau Tube Bundle 2.5.1. Stationary Head dan Rear Head. TEMA telah membuat suatu standar mengenai bentuk dari stationary head dan rear head. berikut ini, Profil dari standar tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5 Stationary head merupakan salah satu bagian ujung dari heat exchanger. Pada bagian ini terdapat saluran masuk fluida yang akan mengalir melalui tube. Ada dua jenis Stationary yaitu : Bonnet dan Channel. Apabila fluida yang mengalir dalam tube bersih biasanya digunakan stationary jenis Bonet , B , yang terpisah dengan tube bundle. Sedangkan A dan C merupakan stationary head jenis Chanel untuk dimana head menyatu dengan tube sheet dan membersihkan ( cleaning ) bagian dalam tube dilakukan dengan melepas penutup ( removable cover ). Rear head merupakan ujung yang lain dari heat exchanger. Rear head jenis L, M dan B merupakan jenis yang paling sering dipergunakan dan dipasang pada heat exchanger dengan tube sheet tetap ( fixed tube sheet ). Pada saat perancangan dan penggunaannya perlu diperhatikan perbedaan koefisien ekspansi antara shell dan tube. Untuk mengatasi hal ini maka dipasang sambungan ekspansi ( expantion joint ). Pembersihan sisi shell atau sebelah luar tube dilakukan secara kimia. Sedangkan bagian dalam tube dapat dibersihkan baik secara kimia maupun mekanis. Rear head jenis U merupakan konstruksi yang paling sederhana . Terdiri atas tube yang dibengkokan dan disusun pada tube sheet. Ekspansi thermal dapat diatasi dengan adanya bengkokan U. Dipergunakan untuk aliran fluida dalam tube yang bersih karena sulit membersihkannya akibat adanya bengkokan. Tekanan kerja relatif lebih tinggi dibanding dengan jenis L, M dan N. Universitas Mercu Buana 15 Gambar 2.5. Jenis – jenis Stationary head dan rear head 2 Rear head P, S, T dan W termasuk kedalam jenis floating head yang didesain untuk bekerja pada tekanan dan temperature yang tinggi. Jenis P ( outside packed floating head ) direncanakan untuk menanggulangi adanya ekspansi dari tube. Jenis B ( split ring floating head ) merupakan jenis yang digabung antara penahan dan penutupnya ( floating head backing device and floating head cover ). Konstruksi ini mampu menahan ekspansi yang terjadi dalam tube sebab dapat bergerak dalam rear head. Pada jenis T ( pull through floating head ) tube dilepaskan dengan hanya melepaskan stationary head. bundle dapat Pada jenis W ( externally sealed ______________________ 2 Perry, Robert H, Don Green, Perry’s Chemical Enginnering Handbook, hal 11 - 5 Universitas Mercu Buana 16 floating tube sheet ) dipergunakan latern ring diikat bersama-sama dengan paking. 2.5.2. Shell ( badan heat exchanger ) Shell adalah bagian tengah head exchanger dan merupakan rumah untuk tube bundle. Antara shell dan tube bundle terdapat fluida yang menerima atau melepaskan panas sesuai dengan proses yang terjadi. Pertimbangan untuk memilih aliran yang dibelah dan aliran yang dibagi ( split and devide flow ) ialah, untuk mengurangi penurunan tekanan ( pressure drops ) sisi shell, sebab pressure drops merupakan faktor kontrol pada perancangan dan operasi heat exchanger. Bentuk dari shell dan klasifikasinya telah ditetapkan oleh TEMA , seperti dapat dilihat pada Gambar 2.6. berikut : Gambar 2.6. Jenis shell dan klasifikasinya 3 ________________ 3 Perry, Robert H, Don Green, Perry’s Chemical Enginnering Handbook, hal 11 - 5 Universitas Mercu Buana 17 Shell jenis E merupakan bentuk yang paling sederhana dengan saluran masuk berada pada bagian ujung yang satu dari head exchanger dan saluran keluar berada pada bagian ujung yang lain dengan posisi saling berhadapan. Dipergunakan pada heat exchanger dengan single pass dan memiliki efisiensi thermal yang baik. Jenis F memiliki dua laluan shell akibat adanya sekat longitudinal. Susunan ini dipergunakan dalam aplikasi dimana dibutuhkan temperatur keluar fluida panas mendekati temperatur masuk fluida dingin dan juga untuk menghindari laju aliran yang rendah Penurunan tekanan yang terjadi pada penggunaan delapan kali lebih besar tekanan yang terjadi pada shell jenis E, akan tetapi shell jenis dari E. penurunan masih dapat diterima untuk keperluan-keperluan khusus. Yang membatasi penggunaan jenis ini adalah kemungkinan kebocoran melalui celah antara sekat longitudinal dan shell. Untuk meningkatkan efektivitas thermal sering digunakan jenis G atau disebut juga jenis aliran split ( split flow ). Utamanya digunakan pada reboiler, tetapi adakalanya dipergunakan pada aliran dimana tidak terjadi perubahan fase. Penurunan tekanannya hampir sama dengan shell jenis E. Pada tekanan kerja yang rendah seperti pada pendingin gas ( gas cooler ) dan pengembunan ( condensor ) dipergunakan shell jenis J, yaitu : divide flow dengan satu saluran masuk dan dua saluran keluar. tekanannya hampir delapan kali shell diperkenalkan adalah shell jenis X, jenis E. Jenis Penurunan terakhir yang dimana aliran dalam shell menyilang murni ( pure cross flow ) terhadap tube bundle tanpa sekat menyilang. Penggunaan jenis ini memberikan penurunan tekanan yang sangat rendah. 2.5.3. Tube ( pipa ). Kemampuan melepaskan atau menerima panas suatu alat penukar panas dipengaruhi oleh besarnya luas permukaan ( heating surface ). permukaan itu tergantung dari panjang, dipergunakan pada alat penukar kalor itu. ukuran Besarnya luas dan jumlah tubes yang Susunan tubes ini dipengaruhi Universitas Mercu Buana 18 besarnya penurunan tekanan aliran fluida didalam shell. Penentuan susunan pipa-pipa ( tube ) pada alat penukar kalor sangat prinsip sekali, ditinjau dari segi operasi dan segi pemeliharaan. Berikut ini terdapat beberapa susunan tubes alat penukar kalor, yaitu : 1. Tube dengan susunan segitiga ( triangular pitch ) 2. Tube dengan susunan segitiga diputar 30o ( rotated triangular atau in-line triangular pitch ). 3. Tube dengan susunan bujur sangkar ( in-line square pitch ) 4. Tube dengan susunan berbentuk belah ketupat, atau bentuk bujur sangkar yang diputar 45o ( diamond square pitch ). Susunan tube yang segitiga ini sangat populer dan baik dipakai melayani fluida kotor berlumpur atau yang bersih ( fouling or non-fouling ). Pembersihan tube Koefisien dilakukan dengan cara kimia ( chemical cleaning ). perpindahan panas lebih baik dibanding dengan susunan pipa bujur sangkar ( in-line square pitch ). Susunan tube segitiga banyak dipergunakan dan menghasilkan perpindahan panas yang baik per-satu satuan penurunan tekanan ( per unit pressure drops ), disamping itu letaknya tube lebih kompak ( Gambar 2.7a ) Tube yang disusun berbentuk sudut 60 o atau 30o seperti Gambar 2.7d tidak sepopuler jenis pertama, mempunyai karakter yang lebih jelek. Koefisien perpindahan panasnya tidak baik, tetapi masih lebih baik bila dibandingkan dengan jenis susunan pipa yang bujur sangkar ( in-line square pitch ). Besarnya penurunan tekanan yang terjadi kurang lebih sama dengan susunan tube segitiga. Susunan tube bujur sangkar membentuk sudut 90o ( in-line square pitch ) banyak dipergunakan dengan pertimbangan seperti berikut : a. Apabila penurunan tekanan ( presuure drops ) yang terjadi pada alat penukar kalor itu sangat kecil. b. Apabila pembersihan yang dilakukan pada bagian luar tube adalah dengan cara pembersihan mekanis ( mechanical cleaning ). susunan seperti ini , Sebab pada terdapat celah antara tube yang dipergunakan untuk pembersihannya. Universitas Mercu Buana 19 c. Susunan ini memberikan perilaku yang baik, bila terjadi aliran turbulen, tetapi untuk aliran laminar akan memberikan hasil yang kurang baik. Gambar 2.7. Susunan tube. ( a ) Bujur Sangkar, ( b ) Bujur Sangkar diputar 45 o ( diamond ), ( c ) Segitiga ( triangular ), ( d ) Segitiga diputar ( in-line 4 triangular ) __________________ 4 Tunggul M Sitompul, Alat Penukar Kalor, hal 44 Universitas Mercu Buana 20 Ditinjau dari segi perpindahan panasnya, maka susunan ini mempunyai koefisien perpindahan panas yang lebih kecil dari susunan tube sebelumnya. Susunan tube yang membentuk 45 o atau susunan belah ketupat ( diamond square pitch ) seperti Gambar 2.7b dan 2.7c kondisi merupakan jenis menengah. Jenis ini baik dipergunakan pada kondisi operasi yang penurunan tekanan kecil, tetapi lebih besar dari penurunan tekanan jenis bujur sangkar. Pembersihan bagian luar tube dilakukan dengan pembersihan mekanis seperti jenis bujur sangkar. dibanding Susunan tube ini relatif dengan susunan tube yang membentuk 30 o lebih baik terhadap aliran ( jenis segi tiga ) Gambar 2.7a. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemilihan susunan tube heat exchanger, ialah : a. Besarnya penurunan tekanan ( pressure drops ) b. Aliran fluida luar tube, laminar atau turbulen c. Fouling atau non-fouling yang mengalir diluar tube. d. Cara yang dilakukan untuk pembersihan bagian luar tubes secara mekanis ( mechanical cleaning ) atau kimia ( chemical cleaning ). A. Diameter Diameter luar tube berkisar 0,5 sampai 2,0 inchi, sedangkan diameter dalamnya beragam tergantung kepada standar yang digunakan. Umumnya standar yang digunakan adalah BWG suatu institusi yang melakukan standarisasi pipa. BWG 14, ( Birmingham Wire Gage ) Misalnya tube dengan kode 1 angka 1 menunjukan diameter luar tube adalah : 1 inchi, BWG menunjukan standar yang dipakai dan 14 menunjukan kode diameter dalam menurut standar BWG mulai dari 0000 sampai 24 yang menunjukan tebal dinding tube dari 0,454 sampai 0,022 inchi. Pertimbangan thermohidrolik menghendaki penggunaan tube dengan diameter kecil karena memberikan densitas yang lebih tinggi, akan permukaan perpindahan panas tetapi untuk kepentingan pembersihan tube, penggunaannya dibatasi hingga diameter minimum 20 mm. Universitas Mercu Buana 21 B. Panjang Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan penukar kalor adalah ukuran panjang tube. Tidak banyak variasi ukuran panjang tube yang tersedia untuk dipasang. Standar yang sering dipasang adalah 6 ft ( 0,83 m ) , 8 ft ( 2,44 m ) , 12 ft ( 3,66 m ) dan 16 ft ( 4,88 m ). Secara umum ukuran tube yang lebih panjang memberikan biaya yang lebih rendah dari pada memgunakan tube yang lebih pendek untuk luas permukaan yang sama. Hal ini diameter shell yang digunakan akan menjadi lebih kecil, flens dan tube sheet menjadi lebih tipis dan lebih sedikit lubang yang dibuat. Penambahan panjang lebih diminati manakala laju aliran dalam tube relative rendah dan diperlukan agar mencapai kecepatan yang ditentukan. Akan tetapi tube yang cukup panjang akan menimbulkan kesulitan pada saaat penyusunan sekat-sekat ( baffle ) didalam Untuk memperoleh unjuk kerja yang terbaik, perbandingan antara panjang tube dengan shell . umumnya dipakai diameter shell adalah 5 sampai 10. C. Tube Bundle Tata letak tube bundle merupakan bagian yang penting dalam perancangan thermohidrolik penukar kalor. Perencanaan secara terinci meliputi perhitungan tekanan fluida dalam shell dan tube yang dapat mempengaruhi resiko kebocoran antara kebocoran ini perlu diperhatikan kemurnian dari fluida yang tube bundle dan sheet. Resiko karena mengalir dalam untuk beberapa penukar aplikasi kalor merupakan syarat utama yang tidak bisa ditoleransi. Perancangan mekanik dari tube bundle meliputi pertimbangan secara seksama dari ekspansi shell. thermal tube bundle dan penempatannya didalam Dalam proses perancangannya berkaitan erat dengan jenis rear head yang digunakan, seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Jenis tube bundle yang secara luas dipergunakan adalah fixed tube Universitas Mercu Buana 22 sheet , floating head dan U – tube bundle. tube sheet menggunakan rear head Tube bundle jenis fixed jenis L , M, dan N. memegang peranan Jenis floating menggunakan rear head jenis U. 2.5.4. Komponen Pendukung Komponen pendukung juga merancang unit heat exchanger, komponen penting dalam karena setiap perubahan dari komponen- tersebut akan mempengaruhi performa dari HE sendiri. beberapa komponen pendukung yang Ada sangat diperlukan seperti , baffle , tube sheet, nossel dan lain-lain. A. Baffle ( Sekat ) Sekat ( baffle ) yang dipasang pada heat exchanger mempunyai beberapa fungsi , diantaranya yaitu : 1. Struktur untuk menahan tube bundle 2. Damper untuk menahan atau mencegah terjadinya getaran ( vibration ) pada tube. 3. Sebagai alat untuk mrngontrol dan mengarahkan aliran fluida yang mengalir diluar tube ( shell side ). Ada beberapa jenis baffle untuk heat exchanger seperti , sekat pelat berbentuk segment ( segmental baffles plate ), sekat batang ( rod baffle ), sekat longitudinal dan sekat impingement. Tetapi umumnya dipergunakan adalah Pemilihan dipergunakan memerlukan pertimbangan sekat segment. tehnis dan yang sering jenis baffle yang operasional karena berpengaruh pada besarnya penurunan tekanan, pola aliran dan distribusi aliran dalam heat exchanger. Guna penurunan keperluan penurunan tekanan yang rendah dipergunakan jenis sekat disc and doughnut yang dapat mengurangi penurunan tekanan sampai 60 %. Pemasangan sekat pada heat exchanger dibatasi oleh jarak ( spacing ) maksimum dan minimum antar sekat. TEMA telah merekomendasikan jarak minimum dan maksimum antar sekat , sebagai berikut : Universitas Mercu Buana 23 a) Jarak minimum Sekat segmental sebaiknya memiliki jarak antara sekat yang tidak kurang dari 1/5 dari diameter dalam shell atau 50 mm. b) Jarak maksimum. Penentuan jarak maksimum selalu memperhatikan kemampuan tube untuk menahan lendutan yang mungkin terjadi akibat beratnya sendiri untuk panjang tertentu. Dan panjang tube maksimum tanpa memerlukan penjangga untuk menghindari lendutan telah direkomendasikan oleh TEMA. (a) (b) Gambar 2.8. Jenis Baffle Heat Exchanger, ( a ) Baffle segment tunggal , ( b ) Baffle disc and doughnut. 5 _____________________________ 5 Tunggul M Sitompul, Alat Penukar Kalor, hal 84 - 85 Universitas Mercu Buana 24 B. Tube sheet ( pelat untuk tube ) Pelat yang berfungsi sebagai tempat untuk mengikat tube adalah pelat tube atau tube sheet. Pelat dilubangi dengan diameter lebih besar dari diameter luar tube. Tube dimasukan kedalam lubang tersebut, lalu di ikat. Umumnya cara pengikatnya, adalah : pengikatan roll dan pengikatan las ( welding ) . Selanjutnya tube sheet dapat dikelompokan dalam 2 jenis yaitu : 1. Pelat tube stationer ( stationery tube sheet ) 2. Pelat tube mengambang ( floating tube sheet ). Biasanya tube sheet dibuat dari satu pelat saja, tetapi untuk bahan-bahan berbahaya dan bersifat korosi seperti, chlorine, hydrogen chloride, sulfur dioxide dan lain-lain, dimana bisa terjadi percampuran akibat bocoran dari sisi shell ke sisi tube atau sebaliknya yang menimbulkan bahaya, maka tube sheet sering dibuat dari pelat ganda ( double sheet ). Susunan tube pada pelat tube berhubungan erat dengan susunan tube pada sekat ( baffle ). Yang menentukan banyaknya pass / lintasan aliran pada sisi tube adalah layout tube sheet. tube sheet Dari bentuk dan susunan lubang pada dapat diketahui berapa lintasan aliran yang terjadi pada sisi tube heat exchanger. Mengingat pelat tube stationer dan floating akan saling melengkapi di dalam operasi, susunan tube pada kedua tube sheet ini tidak sama. Disamping itu susunan tube pada pelat tube yang jumlah pass nya berbeda, akan berbeda pula bentuknya. C. Nozzle ( nossel ) Untuk jalan masuk dan keluar fluida dipasang nossel. . di dalam heat exchanger Minimal diperlukan 4 buah nosel, yaitu : 2 buah untuk fluida dalam tube dan 2 buah untuk fluida luar tube atau di dalam shell. Penempatan nossel ini dipengaruhi oleh jumlah lintasan atau pass aliran. Nossel dilengkapi dengan flens untuk menyambungkan pipa-pipa ke heat exchanger. Dipilih flens yang sudah di standarisasi ( ASA, DIN, JIS ) , sehingga Universitas Mercu Buana 25 akan lebih memudahkan dalam pengadaan dan pemeliharaan. Flens standar dinyatakan ukuran dan serie nya yang dipengaruhi oleh temperature, tekanan kerja penukar kalor, serta jenis fluidanya. 2.6. Analisa Termal Heat Exchanger Dalam menentukan nilai thermal dari sebuah heat exchanger, terlebih dahulu kita harus mengetahui laju energi yang dilepaskan / diterima oleh fluida panas maupun fluida dingin. Adapun persamaan yang dimaksud adalah : a) Laju energi panas yang dilepaskan oleh aliran fluida panas, q h ( W ) q h = mh C p , h (Th , i − Th , o ) 6) ( 2-1 } Dimana : : laju aliran massa fluida panas ( kg/s ) : konstanta fluida panas pada tekanan constant ( J/kg.C ) : Temperatur aliran fluida panas masuk HE ( o C ) : Temperatur aliran fluida panas keluar HE ( oC ) mh C p,h T h,i T h,o b) Laju energi panas yang diterima oleh aliran fluida dingin, q c ( W ) 7) q c = mc C p ,c (Tc ,i − Tc ,o ) ( 2-2 ) Dimana : m c : laju aliran massa fluida dingin ( kg/s ) C p,c : konstanta fluida dingin pada tekanan constant ( J/kg.C ) T c,i : Temperatur aliran fluida dingin masuk HE ( oC ) T c,o : Temperatur aliran fluida dingin keluar HE ( oC ) c) Apabila sistim dianggap adiabatic, maka : qh = qc = q ________________ 6 7 Frank Kreith, Prinsip-prinsip Perpindahan Panas, hal 555 ibid, hal 555 Universitas Mercu Buana 26 2.6.1. Laju Perpindahan Panas Keseluruhan Sebagai pokok pembahasan pada perencanaan heat exchanger adalah masalah perpindahan kalor. dingin, Dianggap bahwa fluida panas berpindah ke fluida terjadi dengan sempurna. Bila laju aliran panas yang dilepaskan oleh fluida panas, besarnya q persatuan waktu, maka laju aliran panas yang diterima oleh fluida yang dingin sebesar q pula. Kemampuan untuk menerima kalor itu dipengaruhi 3 hal yaitu : 1. Koefisien perpindahan panas keseluruhan ( the overall heat transfer coefficient ), dinyatakan dengan U. ( W / m2 .K ) 2. Luas perpindahan panas dinyatakan dengan A. ( m2 ) 3. Selisih temperature rata-rata ( mean temperature difference, the driving temperature force ), dinyatakan dengan ∆ T m ( K ) Hubungan antara besaran tersebut adalah : 8) q = U. A. ∆Tm ( 2-3 ) 2.6.2. Perpindahan Panas Konduksi. Adalah suatu perpindahan panas, dimana energi berpindah dari daerah bertemperatur tinggi ke daerah bertemperatur rendah yang terjadi dalam satu medium ( padat, cair atau gas ) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam aliran panas konduksi , perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa ada perpindahan molekul yang cukup besar. Persamaan laju perpindahan energi nya : q k =−kA ∂T ∂x 9) ( 2-4 ) _______________ 8 9 Homan J.P, Perpindahan Panas, hal 481 Frank Kreith, Prinsip-prinsip Perpindahan Panas, hal 7 Universitas Mercu Buana 27 Dimana : q k = laju perpindahan panas konduksi ( Watt ) = konduktivitas thermal ( W / m. K ) = luas penampang melalui mana panas mengalir dengan cara konduksi ( m2 ) = gradient suhu pada penampang tersebut, yaitu laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x. ( K/m2 ) k A jT / jx Konduksi Melalui Dinding Silinder Aliran panas radial berpenampang dengan cara konduksi melalui silinder lingkaran yang berlubang merupakan satu lagi soal konduksi satu dimensi. Contohnya seperti konduksi melalui pipa dan isolasi pipa. silinder Jika itu homogen dan cukup panjang sehingga pengaruh ujung-ujungnya dapat diabaikan dan suhu permukaan dalamnya konstan pada T i sedangkan suhu luarnya dipertahankan seragam pada T o , q k =−k A maka persamaan 2-2 menjadi , 10) ∂T ∂r ( 2-5 ) Dimana : jT / jr = gradient suhu dalam arah radial . Untuk silinder berlubang , luasnya merupakan fungsi jari-jari dan 10) A = 2. π. r. l ( 2-6 ) Selanjutnya , r adalah jari-jari dan l panjang silinder, maka laju aliran panas konduksi dinyatakan sebagai persamaan diatas 10 . Selanjutnya , r adalah jari-jari dan l panjang silinder, maka laju aliran panas konduksi dinyatakan sebagai berikut : q k 10) = − k . 2 .π . r. l. ∂T ∂r ( 2-7 ) _____________ 10 Frank Kreith, Prinsip-prinsip Perpindahan Panas, hal 28 Universitas Mercu Buana 28 Pemisahan variabel-variabel dan integrasi antara T o pada r o pada r i menghasilkan : q k = dan T i 11) Ti − To l n r(o / ri ) 2π k l ( 2-8 ) Selanjutnya tahanan thermal untuk silinder berlubang adalah : 11) Rk = ln ( ro / ri ) 2 π . k. l ( 2-9 ) 2.6.3. Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas disebut secara konveksi jika cairan atau gas yang temperaturnya tinggi mengalir ke tempat yang temperaturnya lebih rendah, memberikan panasnya pada permukaan yang temperaturnya lebih rendah. Jadi pada perpindahan panas konveksi diperlukan media cairan atau gas. Adapun persamaan perpindahan panas konveksi yaitu : 12) q c = h c . A . ( Tw – Ta ) ( 2-10 ) Persamaan diatas disebut hukum Newton dan h c disebut koefisien perpindahan panas konveksi rata-rata, satuannya adalah panas persatuan waktu persatuan luas permukaan persatuan beda suhu ( W / m.2K ) Tahanan thermal konveksinya dinyatakan dengan persamaan : 13) rc = ∆T qc ( 2-11 ) _____________ 11 12 13 ibid, hal. 29 Sri Warnijati Agra, Perpindahan panas konduksi dan radiasi, hal. 3 Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal. 25 Universitas Mercu Buana 29 Selanjutnya dengan persamaan 2-3, berikut : di dapat penyederhanaan sebagai 14) rc = 1 hc . A ( 2-12 ) A. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi dalam Pipa, h i Koefisien perpindahan panas konveksi dalam pipa merupakan fungsi dari sifat fluida ( k, Cp dan lain-lain ), kecepatan fluida, skala panjang dan bentuk permukaan, adapun parameter performan nya sebagai berikut : a. Aliran di dalam pipa adalah laminar ( Re < 2100 ) maka parameter persamaan-persamaan nya sebagai berikut : 1/ 3 hd d N u = i i = 1.8 R 1 /63 P 1 e/ 3 ri k L µ µ w 15) 0.1 ( 2-13 ) Dimana : Nu hi di k Pr µ µw Re : : : : : : : bilangan Nusselt koefisien pp konveksi aliran fluida dalam pipa ( W / m2 .K ) diameter dalam tube ( m ) konduktifitas thermal fluida ( W / m.K ) angka Prandtl, berkisar 0,6 – 100 viskositas fluida pada temperature kerja ( N. s/m2 ) viskositas fluida pada temperature dinding tube ( N. s/m2 ) : bilangan Reynolds, di dapat dari , Re = ρ v Di µ 16) ( 2-14 ) __________________ 14 15 16 ibid, hal 25 Holman J.P, Perpindahan Kalor, hal 255 ibid, hal 195 Universitas Mercu Buana 30 Dengan, ρ : massa jenis fluida ( kg / m3 ) v : kecepatan rata-rata aliran fluida ( m / s ) µ : viskositas dinamik fluida ( N. s/m2 ) Selanjutnya , kecepatan rata-rata di dapat dengan persamaan : 17) v= Dimana : mc ρ . Ai ( 2-15 ) m c : laju aliran massa fluida didalam pipa ( kg / s ) Ai : luas penampang aliran di dalam pipa ( m2 ) Ai = π 4 Di b. Dalam kondisi aliran turbulen ( Re > 4000 ) 18) 1/ 3 N u = 0.0 Dimana : d i adalah d R2 0.8 P 7e1 / 3 r i L µ µw 0.1 ( 2-16 ) diameter dalam pipa dan L adalah panjang pipa, keduanya dinyatakan dalam satuan meter. Persamaan diatas berlaku bagi : 0,7 < Pr < 17000 c. Bila perbedaan temperatur aliran utama – temperatur permukaan besar, maka persamaan nya menjadi : 19) N u = 0.0 2R 30.8eP n r ( 2-17 ) Dimana : n = 0,4 untuk keadaan pemanasan ke dalam aliran di dalam pipa n = 0,3 untuk keadaan pendinginan ke dalam aliran di dalam pipa __________________ 17 18 ibid, hal 195 ibid, hal 254 Universitas Mercu Buana 31 B. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi di luar Pipa, h o Aliran fluida mengalir di sisi luar pipa mempunyai koefisien perpindahan panas yang tergantung dari aliran dan derajad turbulensi yang merupakan fungsi dari luas aliran, kecepatan fluida dan ukuran dan susunan dari tube. Untuk perhitungan koefisien perpindahan panas di luar pipa atau di dalam shell menggunakan persamaan sebagai berikut : a. Aliran fluida di sisi shell. 20) µ k ho = jh. . Pr1 / 3 . de µ w 0.14 ( 2-18 ) Dimana : J h = faktor perpindahan panas ( data eksperimental, fungsi Re, Baffle Cut, bentuk susunan berkas pipa ) h o = koefisien pp konveksi aliran fluida di luar pipa ( W / m2 .K ) d e = diameter ekuivalen shell ( m ) b. Bilangan Reynolds aliran fluida di sisi shell : 23) Re = Gs d e µ = us d e ρ ( 2-19 ) µ Dimana : 23) Gs = ms As 23) dan us = Gs ρ ( 2-20 ) ________________________ 19 20 23 Holman J.P, Perpindahan Kalor, hal 252 Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal 104 ibid, hal 104 Universitas Mercu Buana 32 de = 24 Untuk susunan pipa segiempat, maka : 1.2 do ( 7p 2 t − 0.7 d 5o 2 ) ( 2-21 ) Untuk susunan pipa yang berbentuk segitiga, maka : de = 1.1 do As = ( 0p t 2 − 0.9 ( pt − d o ) D . l do s d 1o 2 24 ) ( 2-22 ) ( 2-23 ) B Dimana : As Gs Pt ms lB Ds = = = = = = luas aliran pada isi shell ( m2 ) laju aliran fluida persatuan luas pada bagian shell ( kg/m2.s ) jarak antar tube ( m ) laju aliran fluida ( kg /s ) jarak antar sekat ( m ) diameter dalam shell ( m ) 2.6.4. Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan (Global), U Perpindahan panas antara dua fluida yang dipisahkan oleh tebal tube terjadi secara konduksi dan konveksi. Jika konduksi dan konveksi secara ber urutan , maka tahanan panas yang terlibat ( konduksi dan konveksi ) dapat dijumlahkan untuk memperoleh koefisien perpindahan panas keseluruhan, U. a. Perpindahan panas konveksi : fluida panas – permukaan dalam pipa maka dapat menggunakan persamaan : q i = h i . Ai . ( Th – Tw,i ) 12) ( 2-24 ) ___________ 23 24 Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal 150 Holman J.P, Perpindahan Kalor, hal 276 Universitas Mercu Buana 33 b. Perpindahan panas konduksi radial di dalam permukaan pipa. dapat menggunakan persamaan : qk = 11) 2π k L (Tw,i − Tw,o ) l (nd o / d i ) ( 2-25 ) c. Perpindahan panas konveksi permukaan luar pipa – aliran fluida dingin q o = h o . Ao . ( Tw,o – Tc ) ( 2-26 ) d. Apabila sistemnya adiabatic, maka : q i = q k = q o = q 25) q = Th − Tc 1 ln (d o / d i ) 1 + + hi Ai 2π k L ho Ao ( 2-27 ) atau q = U. A o . ( Th – Tc ) ( 2-28 ) Selanjutnya dapat dijabarkan : 25) l (dno / d i ) 1 1 1 1 1 = = = + + U U i A U oA hi AA 2π k l ho Ao i 2.6.5. Beda Temperatur Rata-Rata Logaritmik, ( 2-29 ) ∆ Tm Pada gambar dibawah ini menunjukan bahwa beda temperature rata-rata antara fluida panas dan fluida dingin pada waktu masuk dan pada waktu keluar keluar tidaklah sama, maka perlu menentukan nilai rata-ratanya ( LMTD, log mean temperature difference ).. __________ 25 idem., hal. 482 Universitas Mercu Buana 34 (b) (a) Gambar 2.9. Profil temperatur untuk aliran berlawanan ( a ) dan sejajar ( b ) Laju pertukaran panas di dalam heat exchanger, 26) q = U. A. ∆ Tm Dimana : ∆T m • : beda temperature rata-rata logaritmik, oC Laju aliran massa fluida panas, ditunjukan dengan persamaan : mh . Ch = • q (Th.1 − Th.2 ) Laju aliran massa fluida dingin, ditunjukan dengan persamaan : mc . Cc = q (Tc.1 − Tc.2 ) Dari kedua persamaan diatas disubstitusikan ke dalam persamaan sebelumnya, akan memberikan : 27) q =U .A (Th 2 − Tc 2 ) − (Th1 − Tc1 ) ln . (Th 2 − Tc 2 ) / (Th1 − Tc1 ) __________ 26 27 idem., hal. 490 idem., hal. 491 Universitas Mercu Buana 35 Selanjutnya persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi : 27) ∆Tm = ∆T1 − ∆T2 ∆T2 − ∆T1 = ln (∆T1 / ∆T2 ) ln (∆T2 / ∆T1 ) 2-30 2.6.6. Faktor Pengotoran ( fouling factor ) Dalam operasinya, permukaan perpindahan panas akan dilapisi beberapa endapan atau deposit yang biasanya terdapat dalam sistim aliran, atau permukaan mengalami korosi sebagai akibat interaksi antara fluida dengan bahan yang digunakan dalam konstruksi penukar kalor. Dalam hal ini, lapisan akan memberikan tahanan termal tambahan terhadap aliran kalor dan pada akhirnya akan menurunkan efisiensi perpindahan panas. Pengaruh dari hal diatas dinyatakan dengan factor pengotoran ( fouling factor ), atau tahanan pengotoran. Untuk tahanan thermal terhadap permukaan bersih ( clean surface ) sudah ditunjukan pada persamaan 2-29, fouling adalah : maka tahanan thermal untuk permukaan 28) 1 1 l (dno / d i ) 1 R f ,i R f ,o = + + + + U hi AiA 2 π k l ho Ao Ai Ao 2-31 Dimana : R f,i : tahanan thermal fouling-aliran di dalam pipa, m2K / W R f,o : tahanan thermal fouling-aliran di permukaan luar pipa, m2K / W R f = R f .i + R f .o 28) 2-32 __________ 27 28 idem., hal. 490 idem., hal. 486 Universitas Mercu Buana 36 Faktor pengotoran harus didapatkan juga dari percobaan, yaitu dengan menentukan U untuk kondisi bersih ( clean ) dan kondisi kotor ( design ) pada heat exchanger . Sehinggga dapat di definisikan berikut : 28) Rf = 1 1 − Ud Uc 2-33 Untuk mengetahui factor pengotoran yang disarankan dapat dilihat pada lampiran 8 dan 9. Dari tabel dapat disajikan berbagai macam fluida yang saling berinteraksi di dalam heat exchanger. 2.6.7. Efektivitas Adalah sangat penting untuk mengetahui seberapa besar nilai effisiensi efektifitas dari sebuah unit heat exchanger, karena ini menyangkut kemampuan dari unit untuk beroperasi secara kontinu tanpa adanya gangguan. Effektivitas dari heat exchanger merupakan perbandingan antara laju perpindahan kalor aktual / nyata dengan laju perpindahan kalor maksimum. Selanjutnya dapat didefinisikan sebagai berikut : ε= 29) qact . qmax . 2-34 Dimana : q act q max : laju perpindahan panas aktual / nyata, Watt : laju perpindahan panas maksimum, Watt 30) qmax . = Cmin . . ∆Tmax 2-35 ∆ Tmax. : beda temperatur maksimum, oC C min. Temperatur fluida panas masuk dikurangi temperatur fluida dingin masuk. : kapasitas panas minimum aliran fluida , Watt / oC ___________ 29 30 Holman J.P, Perpindahan Kalor, hal. 498 idem , hal. 499 Universitas Mercu Buana 37 C min. diambil nilai yang ter rendah dari kapasitas panas aliran fluida dingin atau fluida panas, yaitu : Kapasitas panas aliran fluida dingin : Cc = mc . C p.c Kapasitas panas aliran fluida panas : Ch = mh . C p.h Dimana : mc C p,c mh C p,h : laju aliran massa fluida dingin ( kg/s ) : konstanta fluida dingin pada tekanan constant ( J/kg.C ) : laju aliran massa fluida panas ( kg/s ) : konstanta fluida panas pada tekanan constant ( J/kg.C ) 2.6.8. Penurunan Tekanan ( Pressure Drops ) Disetiap perencanaan heat exchanger selalu factor penurunan tekanan ( pressure drops ) sangat diperhitungkan, karena ini menyangkut performance dari aliran fluida yang melewati heat exchanger. Faktor-faktor seperti baffle, belokan, diameter ( tube & shell ), panjang dan sebagainya sangat mempengaruhi terjadinya pressure drops. Ada 2 aspek penting didalam perhitungan pressure drops, yaitu : perhitungan penurunan tekan di sisi shell dan perhitungan penurunan tekanan di sisi tube. a) Penurunan tekanan disisi shell. ∆ Ps Besaran pressure drops yang terjadi pada sisi shell dapat menggunakan persamaan berikut : 31) f . G . D . ( N + 1) ∆ Ps = s s 10s.i 5,22 x 10 . d e .sg . θ s 2 Dimana : fs 2-36 : koefisien gesek fluida pada sisi shell, ft2 / in2 ___________ 31 Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal. 147 Universitas Mercu Buana 38 de D s.i : diameter ekuivalen , ft : diameter dalam shell, ft : spesifik grafity fluida di dalam shell : jumlah sekat / baffle. : kecepatan rata-rata aliran dalam shell, lb/ft2.h ratio viskositas dinamik fluida di dalam shell sg N Gs φs: µ φs = c µ w.o µc , µw.o , 0 ,14 viskositas dinamik fluida, lb/ft.h viskositas dinamik air pada temperatur permukaan tube, lb/ft.h b) Penurunan Tekanan pada Sisi Tube, ∆ Pt Besaran pressure drops yang terjadi pada sisi tube persamaan berikut : dapat menggunakan 32) 2 f t . Gt . L . n ∆ Pt = 5,22 x 1010 . d i .sg . θ t 2-37 Dimana : : koefisien gesek fluida pada sisi tube, ft2 / in2 : diameter dalam tube , ft : spesifik grafity fluida di dalam tube : jumlah lintasan / pass : kecepatan rata-rata aliran dalam tube, lb/ft2.h : ratio viskositas dinamik fluida di dalam tube, lb/ft.h ft di sg n Gt φt µ φt = h µ w.i 0 ,14 µh , viscositas dinamik fluida di dalam tube, lb/ft.h µw.i L , viskositas dinamik nitrogen pada , lb/ft.h : panjang tube, ft pada temperatur dinding dalam tube ___________ 32 Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal. 147 Universitas Mercu Buana 39 4.2. Perhitungan Kekuatan Untuk perencanaan heat exchanger hal penting pula untuk diketahui adalah kekuatan bahan dari unit itu sendiri, dikarenakan menyangkut faktor keselamatan di dalam pengoperasian alat tersebut. Gari Gambar 2.10, dapat dijelaskan bagaimana tegangan yang terjadi pada shell atau tube . Gambar 2.10. Tegangan yang terjadi pada shell / tube Kesetimbangan gaya : P . L . d i = 2 Sb . L . t Fokus utama dari peninjauan untuk perhitungan kekuatan bahan yaitu : a) Perhitungan kekuatan shell. 33) ts = Pi . Ds.i + C 2 . Sb 2-38 Dimana : ts Pi : tebal minimum pelat shell yang di ijinkan, mm : tekanan kerja maksimum yang di ijinkan , bar ___________ 33 Kurmi.R.S & Gupta.J.K. Machine Design , hal. 176 Universitas Mercu Buana 40 D s.i Sb : diameter dalam shell, mm : kekuatan tarik ( tensile strength ) material shell , N / mm2 Kekuatan tarik ini, perlu dilakukan koreksi dengan factor keamanan ( safety factor ) S f , maka Sb = C St fs N / mm 2 : faktor korosi yang diijinkan ( corrosion allowance ), mm b) Perhitungan kekuatan tube 33) tt .m = Pi . d i + C 2 . Sb 2-39 Dimana : di Sb C : diameter dalam tube , = 16 mm : kekuatan tarik ( tensile strength ) material tube , N / mm2 : faktor korosi yang diijinkan ( corrosion allowance ), mm. Universitas Mercu Buana 41 Universitas Mercu Buana