ILMU&TEKNOLOGI selatan, Kosta Rika, pantai barat Amerika Serikat, Alaska, Jepang, Filipina, Indonesia, hingga ke Selandia Baru. Pada sabuk ini terdapat daerah penunjaman atau zona subduksi, yang di atasnya muncul sejumlah hot spot (titik api). Wilayah ini kemudian mengeluarkan magma ke permukaan bumi dan terbentuklah gunung berapi. Beberapa lempeng samudra menunjam lempeng benua, seperti lempeng Nazka, yang melesak masuk ke bawah lempeng Amerika Selatan. Lempeng Juan de Fucas menunjam lempeng Amerika Utara. Di Indonesia, lempeng IndoAustralia menunjam lempeng Eurasia di bawah Jawa dan Sumatera. Sri Widiyantoro, Ketua Kelompok Keahlian Ilmu dan Teknik Geofisika Institut Teknologi Bandung, menjelaskan bahwa tunjaman subduksi litosfer samudra dapat mencapai batas mantel dan inti bumi. Di Amerika Tengah, kedalamannya mencapai 3.000 kilometer. "Di bawah Pulau Jawa, kedalaman penunjaman bisa mencapai 1.500 kilometer," kata Widiyantoro, yang publikasi ilmiahnya berjudul "The Evidence for Deep Mantle Circulation from Global Tomography" di rilis dalam jurnal Nature. Tunjaman lempeng yang terus-menerus itu ternyata menimbulkan retakan besar yang membuat air laut masuk dan sebagian ditangkap serta diangkut dalam mantel bumi. Dari temuan ini, para ahli semakin yakin bahwa banyak gunung berapi membutuhkan air untuk letusan mereka. Di dalam mantel bagian atas, air menurunkan suhu leleh batuan. Sebagai konsekuensinya, batu itu mencair lebih cepat dan dapat naik dalam bentuk magma ke permukaan bumi. RABU, 22 DESEMBER 2010 Selama ini, para ahli menjelaskan, di dalam mantel, suhu dan tekanan tinggi memerasnya keluar dari lempeng subduksi serta air naik kembali ke permukaan. Dalam perjalanan kembali, terjadi pembentukan magma sehingga menciptakan gunung berapi serta letusannya. "Meski demikian, jalur yang pasti, air turun ke mantel dan kembali ke permukaan sejauh ini tidak pernah ditampilkan dalam satu konteks kesatuan," kata Worzewski. Untuk pertama kalinya di dunia, tim peneliti menemukan adanya jalur air lengkap dari dasar laut hingga kedalaman 120 kilometer dan kembali ke permukaan dengan menggunakan metode elektromagnetik. Pada metode ini, instrumen khusus mengukur medan elektromagnetik bumi, dari mana distribusi konduktivitas tanah dapat diturunkan. Menurut Worzewski, konduktivitas batuan air yang lebih tinggi dapat dideteksi dengan baik. Di darat, metode ini telah digunakan untuk beberapa waktu. "Pengukuran pada kedalaman lebih dalam jauh lebih sulit," ujar Dr Marion Jegen, pembimbing doktor untuk Worzewski. Dr Jegen menjadi anggota kelompok kerja metode magnetotelurik yang diterapkan di laut di Jerman. Pada 2007 dan 2008, instrumen rantai berkesinambungan disebarkan di zona subduksi lepas pantai Kosta Rika. Lalu, diperluas hingga 200 kilometer di lepas pantai dan 160 kilometer di darat di luar gugusan gunung berapi di Kosta Rika. Instrumen di daratan dipasok oleh Freie Universitat Berlin, sedangkan di dasar laut, instrumen baru dikembangkan di Kiel. Data baru Worzewski dan rekan-rekannya mam- PROSES PENUNJAMAN Cairan yang terlepas dari sedimen bawah lempeng Cairan yang terlepas melalui pori-pori & retakan Cairan yang terlepas melalui kerak samudra Lempeng utama Mantel Penunjaman lapisan litosfer dra tle mu n sa d ma rak ze Ke ntini rpe se Deserpentinization dari mantel samudra pu memvisualkan siklus air di zona subduksi untuk pertama kalinya. "Kami memiliki indikasi adanya proses pengayaan air di kerak bumi dan bahwa kami mendeteksi secara lokal dapat ditemukan di zona subduksi lainnya," kata Worzewski. Menurut dia, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan proses yang lebih terperinci. Sebelumnya, jurnal Nature terbitan Oktober 2010 menurunkan tulisan tentang hasil penelitian ilmuwan Universitas Oxford. Mereka menemukan penjelasan tentang letusan gunung berapi di sepanjang "Cincin Api Pasifik". Sebagian besar batuan cair yang keluar dari gunung berapi itu ternyata kaya akan air. Di sisi lain, rantai vulkanik bertanggung jawab atas sebagian besar letusan dahsyat dalam sejarah, seperti letusan Gunung Krakatau pada 1883 dan letusan Gunung Toba, 74 ribu tahun silam. Selama 50 tahun ini, para ahli mengakui bentuk busur vulkanik terjadi ketika satu lempeng samudra tenggelam di bawah yang lain. Banyak model yang diajukan, tapi tidak ada yang bisa menjelaskan lokasi dan sempitnya busur vulkanik. Menurut Profesor Philip England dari Departemen Ilmu Kebumian Universitas A13 Oxford, letusan gunung berapi dalam "Cincin Api Pasifik" sangat keras dibanding gunung berapi di Eropa. "Karena batuan cair mengandung proporsi air yang tinggi dan gas superpanas yang menyediakan kekuatan untuk ledakan," katanya. Air ini dibebaskan dari lempeng yang turun di bawah gunung berapi dan menurunkan titik leleh batuan di mantel. ● UNTUNG WIDYANTO | SCIENCEDAILY