BAB II

advertisement
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
BAB II
PROFIL SANITASI SAAT INI
2.1. GAMBARAN WILAYAH
2.1.1
Kondisi Geografis, Batas Administrasi Daerah, Luas Wilayah dan Topografis
Kondisi geografis Kota Baubau antara lain dapat digambarkan dari
letak geografis dan batas administrasi, luas wilayah, topografi dan
kelerengan, morfologi, geomorfologi, hidrologi, geologi serta kesesuaian
lahan dan jenis tanah.
a. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi
Secara geografis Kota Baubau terletak di bagian Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara
yang berupa wilayah kepulauan. Kota Baubau berada di Pulau Buton dengan
posisi koordinat 5021’ - 5030’ Lintang Selatan dan diantara 122030’ – 122045’
Bujur Timur. Dari sisi letaksecara nasional, Kota Baubau merupakan kota yang
memiliki letak strategis. Kota Baubau adalah daerah penghubung (connecting
area) antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia
(KTI). Selain itu bagi masyarakat daerah hinterlandnya (Kabupaten Buton,
Kabupaten Muna, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten
Buton Tengah dan Kabupaten Buton Selatan), Kota Baubau berperan sebagai
daerah akumulator hasil produksi dan distributor kebutuhan daerah tersebut.
Kota Baubau yang berada pada Selat Baubau dan merupakan mulut Tenggara
dari wilayah Laut Teluk Bone berada pada pergeseran titik episentrum
ekonomi kelautan kawasan pasifik sebagai masa depan bagi pertumbuhan
kawasan Timur Indonesia. Letak Kota Baubau juga berdekatan dengan ALKI 2
dan ALKI 3.. Jalur ALKI ini dapat dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang
dilalui agar mempunyai akses ke pasar internasional, terutama ke Asia Pasifik
(gambar
1.1).
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
Gambar 1.1
Baubau
Peta Garis Depan Konektivitas Global Indonesia
Sumber: MP3EI 2011-2025
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
Secara fisik, Kota Baubau terletak pada Selat Buton dan dikelilingi
oleh
kecamatan-kecamatan
dari
Kabupaten
Buton.
Batas-batas
administrasi Kota Baubau adalah sebagai berikut:
a. sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kapontori Kabupaten
Buton;
b. sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pasarwajo Kabupaten
Buton;
c. sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Batauga Kabupaten
Buton Selatan; dan
d. sebelah barat berbatasan dengan Selat Buton.
Gambar 1.2 Peta Administrasi Kota Baubau
Sumber : RTRW Kota Baubau 2013-2034
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
Secara adminstratif wilayah Kota Baubau terbagi menjadi 8
Kecamatan dan 43 Kelurahan, sebagaimana diuraikan berikut ini :
 Kecamatan Wolio terdiri atas 7 kelurahan, meliputi : Kelurahan
Bataraguru, Kadolokatapi, Tomba, Wale, Batulo, Wangkanapi, dan
Bukit Wolio Indah;
 Kecamatan Betoambari terdiri atas 5 kelurahan, meliputi :Kelurahan
Sulaa, Waborobo, Lipu, Katobengke dan Labolawa;
 Kecamatan Sorawolio terdiri atas 4 kelurahan, meliputi : Kelurahan
Kaisabu Baru, Karya Baru, Bungi, dan Gonda Baru;
 Kecamatan Murhum terdiri atas 5 kelurahan, meliputi : Kelurahan
Baadia, Melai, Wajo, Lamangga dan Tanganapada;
 Kecamatan Bungi terdiri atas 5 kelurahan, meliputi : Kelurahan
Liabuku, Waliabuku, Ngkari-Ngkaring, Tampuna dan Kampeonaho;
 Kecamatan Lea-Lea terdiri atas 5 kelurahan, meliputi :
Kelurahan
Lowu-Lowu, Kantalai, Kalia-Lia, Palabusa, dan Kolese;
 Kecamatan Kokalukuna terdiri atas 6 kelurahan, meliputi : Kelurahan
Kadolomoko, Kadolo, Waruruma, Lakologou, Liwuto dan Sukanayo;
 Kecamatan Batupoaro terdiri atas 6 kelurahan, meliputi : Kelurahan
Tarafu, Wameo, Bone-Bone, Kaobula, Lanto dan Nganganaumala.
b. Luas Wilayah
Wilayah daratan Kota Baubau sebagian besar terdapat di daratan Pulau Buton
yang memanjang di Selat Buton dan terdapat 1 (satu) pulau yaitu Pulau
Makassar (Puma). Luas wilayah Kota Baubau berdasarkan Undang‐Undang
Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Baubau adalah seluas 221
Km² atau 22.110 hektar, namun berdasarkan hasil digitasi atas peta rupabumi
Bakosurtanal luas wilayah adalah 293.10 Km² atau 29.310,99 hektar. Untuk
lebih jelasnya luas dan persentase wilayah kecamatan di Kota Baubau dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
Tabel 2.1
Luas dan Persentase Wilayah Kecamatan di Kota Baubau
LUAS (km2)
NO
KECAMATAN
LUAS (km )
2
(Data BPS)
%
(Digitasi Peta
RTRW)
%
DEVIASI
LUAS
DEVIASI
LUAS
(km2)
(%)
1.
Betoambari
27.89
12.62
31.40
10.71
3.51
11.18
2.
Murhum
4.90
2.22
5.01
1.71
0.11
2.20
3.
Batupoaro
1.55
0.70
1.96
0.67
0.41
0.41
4.
Wolio
17.33
7.84
29.25
9.98
11.92
20.92
5.
Kokalukuna
9.44
4.27
18.36
6.26
8.92
48.58
6.
Sorawolio
83.25
37.67
110.52
37.72
27.27
24.67
7.
Bungi
47.71
21.59
62.47
21.31
14.76
23.62
8.
Lea-Lea
28.93
13.09
34.13
11.64
5.20
15.23
BAUBAU
221
100
293.10
100
72.1
146.81
Sumber : RTRW Kota Baubau, 2014-2034.
c. Topografi dan Kelerengan
Kondisi topografi wilayah Kota Baubau relatif bervariasi mulai dari
topografi yang datar, bergelombang hingga berbukit. Kawasan yang
mempunyai kemiringan lahan 0 – 8% adalah kawasan yang berada dibagian
Utara dan Barat wilayah Kota Baubau, semakin ke Timur, kemiringan semakin
besar dan merupakan perbukitan yang membentang dari Utara ke Selatan.
Daerah tertinggi sebagian berada di Kecamatan Sorawolio.Topografi
wilayah datar berada pada tempat-tempat yang saat ini merupakan pusatpusat
permukiman
di
Kecamatan
Murhum,
sebagian
Kecamatan
Betoambari dan Kecamatan Wolio. Berdasarkan kondisi topografi
tersebut, maka Kota Baubau dapat
dibagi atas tiga keadaan wilayah,
meliputi :
1).
Lahan Datar; terdapat di sepanjang pantai dengan
ketinggian 5 meter diatas permukaan laut dan tersebar di wilayah
kecamatan dan Kecamatan Sorawolio dengan kemiringan 0 – 8%.
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
2).
Daerah Agak Datar; terdapat di bagian utara dan tenggara pusat Kota
Baubau dengan ketinggian 5–10 m diatas permukaan laut.
3).
Daerah bergelombang; berada pada ketinggian sekitar 60 meter diatas
permukaan laut dengan kemiringan 15 – 30%, terutama terdapat di
Kecamatan Betoambari.
d. Morfologi
Secara
umum
kondisi
fisik
wilayah
Kota
Baubau
memiliki
karakteristik wilayah pesisir. Morfologi perkembangan Kota Baubau
tumbuh pada dataran rendah disepanjang pinggir pantai dan Daerah
Aliran Sungai, dengan limitasi perkembangan berupa kondisi bentang
alam yang relatif berbukit dan tandus dibeberapa bagian daratan,
menyebabkan perkembangan kawasan ini relatif lambat sehingga
membutuhkan dukungan kebijakan pemerintah untuk menstimulasi
pertumbuhan kawasan ini.
e. Geomorfologi
Kondisi bentangan alam atau geomorfologi merupakan elemen
penting
dalam
penentuan
kesesuaian
pemanfaatan
lahan
atau
kemampuan daya dukung lahan. Kota Baubau dikelilingi oleh daerah
belakang (hinterland) berupa dataran yang termasuk dalam kelas
kelerengan agak curam yaitu berkisar antara 15–40% dan kelerengan
sebagian tempat diatas 40% serta beberapa bagian wilayah dengan
kelerengan antara 2–15% yang terdapat di Kecamatan Murhum dan
Kecamatan Bungi. Kelerengan yang cukup tinggi merupakan limitasi
dalam pengembangan pusat-pusat permukiman Kota Baubau terutama ke
arah Selatan, pada wilayah-wilayah dengan kelerengan diatas 15%
dimanfaatkan untuk perkebunan dan hutan.
f.
Hidrologi
Kota Baubau memiliki dua sungai yang besar yaitu Sungai Baubau
yang membatasi Kecamatan Wolio dan Kecamatan Murhum/Kecamatan
Betoambari dan membelah ibukota Baubau dan bermuara di Selat Buton.
Sungai tersebut umumnya memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
sumber tenaga, irigasi dan kebutuhan rumah tangga. Yang kedua adalah
Sungai Bungi yang merupakan sumber air bersih PDAM.
Keadaan hidrologi di Kota Baubau umumnya dipengaruhi oleh
sumber air yang berasal dari Mata Air Wakonti dan Mata Air Wamembe.
Kondisi hidrologi yang teramati meliputi air permukaan dan air tanah
yang terdapat dalam wilayah Kota Baubau.
 Air Permukaan, Sumber air permukaan di Kota Baubau berasal dari
aliran air Sungai Baubau yang melintas dalam wilayah Kota Baubau
membagi wilayah Kecamatan Wolio, Kecamatan Murhum dan
Betoambari dan sungai ini bermuara di Selat Buton. Di samping itu juga
terdapat sumber air bersih PDAM yang menggunakan sumber air baku
dari Sungai Bungi dan mata air dari Kaongke-Ongkea di Kecamatan
Sorawolio.
 Air Tanah Dalam, Selain air permukaan, sumber air yang dapat
dimanfaatkan untuk masyarakat Kota Baubau dan pendatang yaitu air
tanah dalam dengan tingkat kedalaman 40 – 80 meter. Kondisi air
tanah di Kota Baubau umumnya dipengaruhi oleh sumber air yang
berasal dari mata air Wakonti dan mata air Wamembe berupa mata air
yang berasal dari mata air dengan debit terbatas. Beberapa sumber air
mengalir sepanjang tahun walaupun dengan debit yang terbatas,
sedangkan mata air Bungi, mata air Koba mempunyai kapasitas debit
yang cukup baik begitu juga dengan sumber air Kaongke-Ongkea di
Kecamatan Sorawolio.
g. Geologi
Secara topografis fisiografis, Kota Baubau terletak pada bagian Barat
Daya dari Pulau Buton, dimana dikontrol oleh pola struktur tektonik yang
berarah Timur Laut – Tenggara dan sebagian kecil menunjukkan arah
pergerakan Barat Laut – Tenggara.
Formasi geologi sebagai pembentuk struktur batuan di wilayah Kota
Baubau yang berada di Pulau Buton Bagian Selatan memiliki karakteristik
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
yang kompleks. Hal ini dicirikan oleh adanya jenis satuan batuan yang
bervariasi akibat pengaruh struktur geologi. Beberapa jenis batuan yang
dapat ditemukan diwilayah Kota Baubau pada umumnya antara lain :
Batuan Molasa Celebes Sarasin (Qtms) terdapat disebagian besar
Kecamatan Wolio, Kokalukuna, Bungi, Lea-Lea dan Sorawolio;Batu
Gamping (Kl) terdapat disebagian besar wilayah Kecamatan Betoambari
(bagian timur), Batuan Sedimen (S) menempati sebagian besar wilayah
Kecamatan Sorawolio; dan Batuan Ultra Basa (Ub) yang hanya terdapat
di wilayah Kecamatan Sorawolio.
Struktur geologi sangat mempengaruhi pola penyebaran batuan dan
keterdapatan bahan galian. Dari aspek bencana geologi kemungkinan relatif
kecil, begitu pula dengan kemungkinan pengaruh gelombang laut, karena
secara geografis Kawasan Pelabuhan Baubau berada di bagian Barat Pulau
Buton sehingga terlindungi dari pengaruh gelombang Laut Banda. Walaupun
demikian, dibeberapa pesisir yang terkena arus gelombang laut musim Barat
memperlihatkan abrasi jangka panjang yang meruntuhkan tebing-tebing
pantai tersebut.
h. Kesesuaian Lahan dan Jenis Tanah
Beberapa
variabel
untuk
menentukan
penilaian
kesesuaian
lahan/kemampuan tanah untuk mendukung aktivitas diatasnya antara lain
dipengaruhi oleh jenis tanah, luas wilayah berdasarkan limitasi/daerah
permbatas. Jenis tanah di Kota Baubau pada umumnya sama dengan jenis
tanah di Kabupaten Buton (terutama wilayah yang berada di Pulau
Buton), yaitu didominasi oleh pedzolik merah kuning dan mediteran yang
memerlukan perlakuan khusus bila dimanfaatkan untuk pertumbuhan
tanaman.
Berdasarkan tekstur tanahnya, 90,89% adalah tanah dengan tekstur
sedang dan sisanya yaitu 6,20% bertekstur kasar dan 2,91% bertekstur
halus. Oleh karena itu, wilayah Kota Baubau cocok untuk pengembangan
permukiman perkotaan dan semua aktivitas pendukungnya. Limitasi
pengembangan pemanfaatan lahan yang paling dominan yaitu berupa
tutupan batu seluas 18.909 Ha. Sedangkan daerah yang memiliki resiko
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
terjadinya erosi yaitu seluas 377 Ha yang tersebar di Kecamatan Wolio
seluas 73 Ha dan di Kecamatan Sorawolio seluas 304 Ha.
Wilayah Kota Baubau didominasi oleh tanah dengan kedalaman
efektif antara 30-90 cm, kedalaman efektif tanah pada interval tersebut
sesuai bagi pengembangan permukiman dan pengembangan aktivitas
perkotaan. Luas wilayah dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm
hanya terdapat di Kecamatan Bungi yaitu seluas 4.479 Ha atau 15,05%
yang sebagian besar dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Sedangkan
untuk kedalaman efektif tanah kurang dari 30 cm seluas 2.378 Ha
(7,99%) dan sisanya adalah wilayah dengan kedalaman efektif tanah
antara 30 sampai dengan 90 cm seluas 22.901 Ha (76,96%).
2.1.2.
Gambaran Umum Demografis Kota Baubau
a. Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Peran Kota Baubau sebagai pusat aktifitas dan perekonomian
masyarakat
di
wilayah
Sulawesi
Tenggara
bagian
Kepulauan,
menyebabkan perbedaan yang cukup signifikan antara jumlah penduduk
siang dan malam karena besarnya jumlah penduduk komuter dari
beberapa daerah disekitarnya. Dari hasil pendataan BPS jumlah penduduk
tetap non komuter di Kota Baubau dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2010 – 2014),
rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,51% yaitu dari 136.991
orang menjadi 151.485. Selengkapnya perkembangan penduduk Kota
Baubau selama kurun waktu 2010-2014 dapat dilihat pada Gambar 1.4
berikut ini :
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
Gambar 1.4
Grafik Perkembangan Penduduk Kota Baubau Tahun 2010-2014
151,485
136,991
2010
139,717
2011
142,576
2012
145,427
2013
2014
Sumber : BPS, Baubau Dalam Angka tahun 2015, diolah
b. Sebaran dan Kepadatan Penduduk
Kepadatan
penduduk
adalah
angka
yang
menunjukkan
perbandingan jumlah penduduk pada suatu daerah dengan luas lahan
yang tersedia setiap kilometer persegi. Tingkat kepadatan penduduk
merupakan indikator yang sangat penting karena dapat memberikan
gambaran tentang kemampuan suatu daerah dalam memberikan daya
tampung dan daya dukung wilayah terhadap jumlah penduduk.Tingginya
laju pertumbuhan penduduk di Kota Baubau juga ditandai dengan tingkat
kepadatan penduduk yang terus menerus meningkat dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan penduduk ini selain dikarenakan adanya fertilitas yang
cukup tinggi (pertumbuhan penduduk alami) juga disebabkan adanya
pertumbuhan penduduk migrasi, dimana terdapat migrasi masuk yang
lebih besar dari pada migrasi keluar atau dengan kata lain penduduk yang
datang lebih banyak dibanding dengan penduduk yang keluar Kota
Baubau. Aktivitas ekonomi yang ada di Kota Baubau menjadikan daya
tarik (Full Factors) bagi sebagaian orang yang mencari penghidupan di
Kota Baubau.
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
Tabel. I.2
Persebaran dan Kepadatan Penduduk
Kota Baubau Tahun 2014
Kecamatan
Luas Wilayah
(km2)
27,89
4,9
1,55
17,33
9,44
83,25
47,71
28,93
Jumlah
Kepadatan
(Jiwa/km2)
646
4.349
18.482
2.420
1.961
94
164
253
Betoambari
18.023
Murhum
21.311
Batupoaro
28.648
Wolio
41.948
Kokalukuna
18.512
Sorawolio
7.853
Bungi
7.848
Lea-lea
7.342
Kota
221
151.485
685
Baubau
SULTRA
38.14
2.230.569
58
Sumber : BPS, Baubau dlm angka 2015, diolah
Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Kota Baubau juga
ditandai dengan tingkat kepadatan penduduk yang terus meningkat
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 kepadatan penduduk Kota
Baubau sebesar 480 orang per km2 kemudian tahun 2010 sebesar 620
orang per km2 selanjutnya pada tahun 2014 meningkat hingga 685
orang per km2. Kecamatan Batupoaro memiliki kepadatan paling
tinggi yaitu 18.482 orang/km², sedangkan Kecamatan Sorawolio
dengan luas wilayah terbesar justru memiliki kepadatan penduduk
terkecil yaitu 94 orang / km².
c.
Rasio Jenis Kelamin
Rasio jenis kelamin (sex ratio) adalah angka yang menggambarkan
perbandingan banyaknya penduduk laki-laki terhadap 100 penduduk
perempuan. Pada tahun 2014 dari 151.485 jiwa penduduk, tercatat
32.348 Kepala Keluarga atau rata-rata satu keluarga terdiri dari 4,7 jiwa.
Perbandingan penduduk perempuan dengan penduduk laki-laki atau rasio
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
jenis kelamin penduduk tahun 2014 sebesar 97,5 yang berarti dari setiap
100
orang
penduduk
perempuan
terdapat
98
orang
laki-laki.
Perkembangan sex ratio dapat dilihat pada tabel 1.3
Tabel 1.3 Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Kota Baubau Tahun 2010 - 2014
Tahun
Jumlah
Penduduk
Laki-Laki
Perempuan
Rasio Jenis
Kelamin
2010
2011
2012
2013
2014
136.991
139. 717
142.576
145.302
151.485
67.651
68.997
70.408
71.817
74.780
69.340
70.720
72.168
73.610
76.705
97,6
97,53
97,56
97,56
97,5
Sumber : BPS, Baubau dalam Angka tahun 2015, Diolah
d. Struktur Penduduk Berdasarkan Umur
.
Komposisi penduduk Kota Baubau Tahun 2014 berdasarkan
kelompok umur menunjukkan bahwa sekitar 63,34% atau 92.110
jiwa termasuk usia produktif, sedangkan sekitar 36,66% atau
sebanyak 53.317 jiwa merupakan penduduk non produktif. Penduduk
terbanyak terdapat pada kelompok umur 15 – 19 tahun yaitu sebesar
2.229 jiwa dan jumlah penduduk terkecil berada pada kelompok
umur 70 -74 sebesar 183 jiwa
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
Gambar 1.5
Piramida Penduduk Kota Baubau Tahun 2014
75 +
70 – 74
65 – 69
60 – 64
55 – 59
50 – 54
45 – 49
40 – 44
35 – 39
30 – 34
25 – 29
20 – 24
15 – 19
10 – 14
5–9
0–4
-10000
-8000
-6000
Perempuan 8,52
7,99
10 –
14
7,13
Laki-laki
(8,4
(7,6
0–4 5–9
(8,8
-4000
-2000
0
2000
4000
6000
8000
15 –
19
8,62
20 –
24
8,21
25 –
29
6,66
30 –
34
5,73
35 –
39
5,00
40 –
44
4,58
45 –
49
3,85
50 –
54
3,04
55 –
59
2,39
60 –
64
1,56
65 –
69
1,25
70 –
74
831
(8,2
(7,7
(6,3
(5,4
(4,7
(4,5
(3,7
(3,0
(2,1
(1,4
(1,0
(653
10000
75 +
1,27
(683
Sumber : BPS, Baubau Dalam Angka tahun 2015, diolah
Implikasi lain yang perlu disikapi dari piramida penduduk ini
adalah tingginya jumlah penduduk pada kelompok umur 10-49 tahun
lebih besar dari jumlah penduduk usia 50 tahun keatas dan usia 5
tahun kebawah, yang berarti bahwa Kota Baubau satu dekade ke
depan akan memperoleh Bonus Demografi, yaitu kondisi ketika
jumlah penduduk produktif (berusia 15-64 tahun) mendominasi
populasi Kota. Saat bonus demografi datang, pertumbuhan ekonomi
bakal melonjak, pendapatan per kapita melambung, dan sektor-sektor
produksi akan tumbuh luar biasa pesat. Siklus ini hanya akan datang
sekali dalam sekian ratus atau bahkan sekian ribu tahun bagi sebuah
bangsa. Bonus Demografi akan terjadi pada 2020-2030. Tanda-tanda
bonus demografi sudah muncul. Sejak dua tahun silam, tingkat
kelahiran di Kota Baubau khususnya dan Indonesia pada umumnya
menurun, diikuti oleh meningkatnya jumlah penduduk usia produktif.
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
2.1.3 Kebijakan Pembangunan
a. Rencana Struktur Ruang Kota Baubau
Rencana struktur ruang wilayah kota merupakan kerangka sistem pusat-pusat
kegiatan kegiatan kotayang berhierarki dan satu sama lain dihubungkan oleh
sistem jaringan prasarana wilayah kota. Rencana struktur ruang wilayah kota
berfungsi:
1. Sebagai arahan pembentuk sistem pusat-pusat kegiatan wilayah kota yang
memberikan layanan bagi wilayah kota;
2. Sebagai arahan perletakan jaringan prasarana wilayah kota sesuai dengan
fungsi jaringannya yang menunjang keterkaitan antar pusat-pusat kegiatan
kota; dan
3. Sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima
tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun.
Rencana struktur ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan:
1. Kebijakan dan strategi penataan ruangwilayah kota;
2. Kebutuhan pengembangan dan pelayanan wilayah kota dalam rangka
mendukung kegiatan sosial ekonomi;
3. Daya dukung dan daya tampung wilayah kota; dan
4. Ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rencana Struktur Ruang Kota Baubau yang telah disusun dapat dilihat dalam
peta penyajian Rencana Struktur Ruang pada gambar berikut ini.
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
Gambar 2.3 Peta Rencana Struktur Ruang Kota Baubau
Sumber: Revisi RTRW Kota Baubau 2013-2034
b. Rencana Pola Ruang
Rencana pola pemanfaatan ruang adalah pengalokasian aktifitas kedalam suatu
ruang berdasarkan struktur pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan
sebelumnya. Secara umum, pola ruang di Kota Baubau diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Untuk lebih jelasnya
rencana pola ruang di Kota Baubau dapat dilihat pada Gambar 2.1...
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
Gambar 2.3 Peta Rencana Pola Ruang Kota Baubau
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
c.
Pemutahiran Strategi Sanitasi Kota
Kota Baubau Pokja Sanitasi Tahun 2016
2.2. KEMAJUAN PELAKSANAAN SSK
2.2.1. Air limbah domestik
2.2.2. Pengelolaan persampahan
2.2.3. Drainase perkotaan
2.3. PROFIL SANITASI SAAT INI
2.4. AREA BERESIKO DAN PERMASALAHAN MENDESAK SANITASI
Download