-1- WALIKOTA PAREPARE WALIKOTA PA PERATURAN DAERAH

advertisement
WALIKOTA PAREPARE
WALIKOTA PA
PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE
NOMOR 11 TAHUN 2011
TENTANG
KAWASAN KONSERVASI ALAM DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PAREPARE,
Menimbang
: a.
b.
c.
bahwa sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah
No.2 Tahun 2011
tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 2 bahwa
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan berdasarkan asas tangung jawab,
kelestarian dan berkelanjutan, keserasian dan
keseimbangan, keterpaduan, manfaat, keadilan,
partisipatif, keamanan, keselamatan, kearifan lokal, tata
kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah;
bahwa khususnya yang terkait dengan kepentingan dan
upaya-upaya perlindungan lingkungan dalam bentuk
penyelamatan berbagai jenis tumbuhan, satwa,
ekosistem dan bentang alam, untuk pengaturan iklim,
tata air, kesuburan tanah, pencegahan longsor dan
banjir serta bencana alam lainnya,maka dipandang
perlu untuk menetapkan pengaturan mengenai
kegiatan dan kawasa-kawasan konservasi alam di
daerah dan kegiatan-kegiatannya;
bahwa penetapan dan pengaturan kawasan-kawasan
Konservasi Alam Daerah dilakukan selain untuk
kepentingan lingkungan, juga ditujukan untuk
kepentingan
peningkatan
kesejahteraan
hidup
masyarakat di daerah, baik dari sisi ekonomi,
pendidikan dan penelitian, budi daya, kesehatan,
keamanan dan keselamatan, estetika dan rekreasi,
penyediaan bahan, maupun untuk peningkatan nilainilai kemanusiaan;
-2d.
e.
Mengingat
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
bahwa pengelolaan kawasan-kawasan dan kegiatan
konservasi alam yang dilakukan secara baik dengan
memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan
kelestarian akan menjadi salah satu sektor penunjang
penerimaan Pendapatan Asli Daerah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d
perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Kawasan
Konservasi Alam Daerah.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1822);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 99, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
Undang-undang No.12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Republik Indonesia Nomor 3478);
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang
Pengesahan United Nation Convention on Biological
Diversity - Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3556);
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang
Pengesahan United Nations Framework Convention
on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan
Iklim) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3557);
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran
-3Negara Republik Indonesia Nomor 3888)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik
Indonesia 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4377);
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
9. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang
Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the
Convention on Biological Diversity (Protokol
Cartagena tentang Keamanan Hayati) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
88);
10. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4433) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5073);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
-412. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4725);
13. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739);
14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998
tentang Kawasan Suaka Alam dan kawasan
Pelestarian Alam (lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 132);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3803);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 14) ;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999
tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3804);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau
Kerusakan Laut (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3816);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
-5-
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 57, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001
tentang Pengendalian Kerusakan dan atau
Pencemaran Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4076);
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang
Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 119);
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 35,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3411);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun
2006 tentang Jenis dan Produk Hukum Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun
2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum
Daerah;
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.29 Tahun
2009
tentang
Pedoman
Konservasi
Kenaekaragaman Hayati di Daerah;
Peraturan Daerah Kota Parepare Nomor 4 Tahun
2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Tahun 2005-2025 (Lembaran
Daerah Kota Parepare Tahun 2009 Nomor 4);
Peraturan Daerah Kota Parepare Nomor 5 Tahun
2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Tahun 2008-2013 (Lembaran
Daerah Kota Parepare Tahun 2009 Nomor 5);
Peraruran Daerah Kota Parepare Nomor 2 tahun
2011 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kota
Parepare tahun 2011 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Daerah Kota Parepare Nomor 69);
Peraturan Daerah Kota Parepare Nomor 10 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
-6Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PAREPARE
dan
WALIKOTA PAREPARE
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG KAWASAN KONSERVASI
ALAM DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Parepare.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat
3.
4.
5.
6.
daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah
Daerah.
Walikota adalah Walikota Parepare.
Pengelola Kawasan Konservasi Alam Daerah adalah
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berada di
lingkungan Pemerintah Daerah yang diberikan
kewenangan, tugas pokok dan fungsi sebagai
penyelanggara teknis urusan pemerintahan di bidang
penelitian, pengembangan, penerapan teknologi,
konservasi, penataan ruang dan penataan lingkungan.
Kawasan Konservasi Alam Daerah adalah kawasan
lindung yang ditetapkan dalam bentuk kawasan Taman
Hutan Raya, Kawasan Kebun Raya, Kawasan Taman
Laut, Kawasan bercak sungai, Rawa dan Estuari,
Kawasan Resapan dan Mata Air serta Kawasan Hutan
Kota.
Kawasan Hutan Penelitian dan Wanawisata (KHPW)
Andi Mannaungi adalah merupakan kawasan hutan
penelitian yang didominasi oleh jenis tumbuhan dan
berbagai jenis satwa yang sifatnya memiliki prospek
untuk dikembangkan berbagai kegiatan penelitian,
-7-
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
disamping perannya sebagai wadah untuk pelestarian
dan pengembangan.
Keanekaragaman hayati adalah berupa galur
keturunan sumber daya genetika tumbuhan dan satwa
yang dapat diturunkan ke generasi berikutnya, baik
yang berada pada jenis mupun pada variasi di dalam
jenis, berupa galur murni maupun buatan, termasuk
pula keanekaragaman hayati dalam bentuk komunitas
dan ekosistem.
Konservasi Insitu adalah pelestarian jenis tumbuhan
dan/atau satwa pada habitat alami, yang merupakan
habitat asli dari tumbuhan atau satwa yang
bersangkutan.
Konservasi eksitu adalah pelestarian jenis tumbuhan
dan/atau satwa di luar habitat alami, atau dilakukan
pada kawasan buatan sehingga koleksi di dalam
kawasan meskipun terdapat jenis setempat tetapi
didominasi oleh jenis-jenis yang dimasukkan dari luar
habitat tersebut.
Konservasi sumber daya alam adalah penghematan
penggunaan
sumber
daya
alam
dan
memperlakukannya berdasarkan hukum alam
Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolan
sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya
dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan
nilainya.
Kawasan kebun raya adalah kawasan konservasi yang
secara khusus diperuntukkan bagi koleksi tumbuhan
yang berasal dari kawasan pesisir pantai,baik yang
merupakan jenis-jenis pembangun formasi mangrove
maupun jenis-jenis terrestrial di pesisir.
Kawasan Keanekaragaman Hayati adalah kawasan
yang diperuntukkan bagi kepentingan koleksi dan
pelestarian jenis-jenis tumbuhan yang sifatnya dapat
dijadikan sebagai indukan (galur turunan) untuk
kepentingan pemuliaan dan budi daya.
Kawasan bercak sungai adalah kawasan yang
ditetapkan pada lokasi-lokasi tertentu yang memiliki
formasi vegetasi yang cukup,tingkat kerawanan
-8-
15.
16.
17.
18.
19.
20.
bencana sedang sampai tinggi, serta memiliki daya
dukung sebagai habitat.
Kawasan rawa adalah areal genangan air yang bersifat
permanen, baik yang merupakan bagian dari aliran
sungai maupun bukan, yang muncul secara alami dan
tidak dikelola sebagai areal budi daya, yang memiliki
daya dukung sebagai habitat satwa/biota perairan dan
sumber cadangan air baku
Kawasan estuary adalah areal yang merupakan
perpaduan antara ekosistem pantai dengan ekosistem
terrestrial, terutama yang terletak di wilayah aliran
sungai, yang ditandai dengan formasi hutan mengrove,
air tawar atau payau yang merupakan ekosistem yang
kaya jenis plasma nutfah, serta merupakan habitat bagi
satwa/biota perairan yang sangat khas
Kawasan resapan dan mata air adalah areal yang
memilki potensi dan kemanfaatan secara permanen
sebagai sumber air dan daerah resapan, yang sifatnya
permanen, dan sangat rentan terhadap gangguan
ketercemaran dan kerusakan akibat aktivitas manusia
atau secara alami.
Kawasan hutan kota adalah kawasan hutan buatan,
yang
ditempatkan
di
lokasi-lokasi
yang
memungkinkan, terutama pada kawasan-kawasan kota
yang telah atau diestimasikan akan mengalami
pengurangan ruang terbuka hijau karena sifatnya
sebagai kawasan pengembangan.
Peran serta masyarakat adalah proses kegiatan yang
dilaksanakan masyarakat baik secara sendiri maupun
kelompok, untuk ikut dalam pengelolaan sumber daya
alam
dan
lingkungan
melalui
prosesperencanaan,penetapan,
pelaksanaan,
pemantauan/pengawasan serta evaluasi
Masyarakat adalah keseluruhan orang yang terdiri dari
perseorangan, kelompok, maupun organisasi yang
peduli dengan sumber daya alam dan lingkungan.
-9BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mewujudkan
pembangunan
berkelanjutan
yang
berwawasan
lingkungan, serta mencegah terjadinya potensi
kerusakan dan memperbaiki, memulihkan krisis
lingkungan
dengan
tetap
melakukan
penataan,pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pengawasan sumber daya alam dan lingkungan agar
dapat berfungsi untuk kemakmuran rakyat dan tetap
lestari.
(2) Tujuan ditetapkan Peraturan Daerah ini adalah :
a. melakukan penetapan dan pengaturan kawasankawasan konservasi alam untuk kepentingan
lingkungan, juga ditujukan untuk kepentingan
kesejahteraan hidup masyarakat di daerah, baik
dari sisi ekonomi, pendidikandan penelitian,
buididaya, kesehatan, keamanan dan keselamatan,
estetika dan rekreasi, serta peningkatan nilai-nilai
kemanusiaan;
b. agar Pengelolaan kawasan-kawasan konservasi alam
yang dilakukan secara bijaksana dengan
memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan dan
kelestarian akan menjadi salah satu sektor
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD);
c. mewujudkan komitemen bersama antara eksekutif,
legislatif dan masyarakat terhadap Peraturan
Daerah ini agar dapat diimplementasikan secara
optimal.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 3
Ruang lingkup pengelolaan konservasi alam yang diatur
dalam Peraturan Daerah ini meliputi konservasi sumberdaya
alam hayati serta ekosistem dalam wilayah daerah.
-10BAB IV
KAWASAN KONSERVASI ALAM
Pasal 4
(1) Pemerintah Daerah menetapkan kawasan konservasi
alam di Daerah, baik yang bersifat kawasan konservasi
insitu maupun exsitu, atau kombinasi keduanya, yang
meliputi bentuk-bentuk sebagai berikut:
a. kawasan Hutan
Penelitian dan Wanawisata
(KHPW) H.Andi Mannaungi di kompleks hutan
alitta Kelurahan Bukit Harapan, seluas kurang lebih
84 (delapan puluh empat) hektar, sebagai kawasan
konservasi eksitu;
b. kawasan kebun raya, yang terletak di Jompie
Kelurahan Bukit Harapan, seluas kurang lebih 13
(tiga belas) hektar, sebagai kawasan konservasi
eksitu;
c. kawasan Keanekaragaman Hayati, yang terletak di
Bilalangnge Kelurahan Lemoe, seluas 120 (seratus
dua puluh) hektar, sebagai kawasan konservasi
eksitu;
d. kawasan taman laut, yang terletak pada kelurahan
Lumpue, seluas 34 (tiga puluh empat) hektar,
sebagai kawasan konservasi insitu;
e. kawasan bercak sungai, rawa dan estuari, yang
ditetapkan dalam bentuk kawasan bercak sempadan
sungai, kawasan rawa, dan kawasan muara sungai,
seluas kurang lebih 49 (empat puluh sembilan)
hektar.
(2)
Untuk kawasan-kawasan konservasi alam daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c dan huruf d,dibuatkan dokumen
dalam bentuk rencana induk, peta dan gambar situasi,
topografi, aksesibilats, desain internal, dan gambaran
tipe fisik kawasan.
(3)
Untuk kawasan-kawasan konservasi sebagaimana
dimaksud pada pasal 4 ayat (1) huruf e, ditetapakan
sesuai dengan kondisi di lapangan dan diatur dengan
Peraturan Walikota.
-11(4)
Kawasan konservasi alam daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peruntukan kawasan yang tercantum dalam
dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah atau
dokumen lainnya.
BAB V
KAWASAN HUTAN PENELITIAN DAN WANAWISATA (KHPW)
H.ANDI MANNAUNGI
Pasal 5
(1)
(2)
Kawasan Hutan Penelitian dan Wanawisata (KHPW)
H.Andi Mannaungi adalah kawasan lindung yang
terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan
dan/atau satwa alami atau buatan, jenis asli dan/atau
bukan
asli,
pengembangan
ilmu
pengetahuan,pendidikan dan pelatihan, budi daya dan
pariwisata.
Selain pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) , Kawasan Hutan Peneltian dan Wanawisata
(KHPW) H. Andi Mannaungi merupakan kawasan
yang dipertahankan sebagai hutan tetap, dengan
fungsi:
a. pengaturan tata air dan pengaturan iklim mikro;
b. daerah tangkapan hujan;
c. pencegahan bahaya longsor dan erosi;
d. penyimpanan dan sumber plasma nutfah;
e. pendidikan dan penelitian; dan
f.
kepariwisataan.
Pasal 6
(1)
Kawasan Hutan Penelitian dan wanawisata (KHPW) H.
Andi Mannaungi dibagi ke dalam blok peruntukan
yang ditetapkan sesuai dengan tujuan dan prinsip
konservasi, yang meliputi:
a. blok inti, yang dipertahankan sebagai hutan tetap
dan dibiarkan berkembang secara alami, seluas 26
(dua puluh enam ) hektar;
b. blok koleksi, yang dimanfaatkan sebagai blok
pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau
-12penangkaran/penglepasan satwa, pendidikan dan
wisata alam, seluas 52 (lima puluh dua) hektar;dan
c. blok pemanfaatan intensif, yang dimanfaatkan
sebagai blok budidaya, penempatan prasarana
pengembangan agribisnis, serta pelatihan dan
percontohan, seluas 6 (enam) hektar.
(2)
Ketentuan mengenai pengelolaan dan penetapan blok
Taman Hutan Penelitian dan wanawisata (KHPW) H.
Andi Mannaungi diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB VI
KAWASAN KEBUN RAYA
Pasal 7
(1) Kebun Raya Parepare merupakan kawasan konservasi
tumbuhan yang dimanfaatkan untuk tempat koleksi
tumbuhan khas pesisir dalam bioregion Wallacea,
tumbuhan asli Indonesia, tumbuhan budidaya terbatas,
untuk penelitian dan pendidikan, informasi dan
pendataan, serta penangkaran dan wisata alam.
(2) Selain peruntukan dimaksud pada ayat (1), Kebun Raya
juga dipertahankan dengan fungsi utama:
a. perlindungan tata air dan pengatur iklim mikro;
b. daerah tangkapan hujan;
c. pencegahan bahaya longsor dan erosi;
d. tempat
penyimpanan
dan
sumber
keanekaragaman hayati;
e. penelitian dan pendidikan; dan
f.
kepariwisataan.
(3) Ketentuan pengelolaan dan penetapan blok atau vak di
Kebun Raya Parepare sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilakukan sesuai dengan sistem manajemen kebun
raya dan diatur dengan Peraturan Walikota.
-13BAB VII
KAWASAN KEANAEKARAGAMAN HAYATI
Pasal 8
(1) Kawasan Keanekaragaman Hayati merupakan kawasan
konservasi
tumbuhan
dan/atau
satwa
yang
dimanfaatkan untuk tempat koleksi berbagai jenis
tanaman/satwa budi daya atau memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai tanaman/satwa budi daya,
ditetapkan untuk jenis-jenis yang bermanfaat sebagai :
a. tanaman buah;
b. tanaman produksi;
c. tanaman industri;
d. tanaman obat/fitofarmaka;
e. tanaman hias (ornamental plants);
f.
tanaman rempah;
g. tanaman bahan kerajinan;
h. ikan, dan satwa untuk kesenangan (pets); dan
i.
lain-lain jenis tanaman atau satwa yang dapat
menjadi sumber usaha agribisnis.
(2) Jenis-jenis tumbuhan atau satwa yang dikembangkan
di dalam Kawasan kenaekaragaman hayati dapat
berupa jenis-jenis asli atau hasil pemuliaan/hibridisasi,
baik berupa jenis setempat maupun jenis yang
dimasukkan.
(3) Kawasan Keanekaragaman Hayati dibagi ke dalam
blok-blok sesuai peruntukannnya, yang meliputi:
a. blok inti, yang merupakan blok yang dikhususkan
bagi koleksi tanaman atau satwa yang dapat
dibudidayakan, yang masih merupakan jenis asli,
baik setempat maupun dimasukkan, seluas 60
(enam puluh) hektar;
b. blok pengembangan, yang merupakan blok yang
dikhususkan bagi koleksi tanaman atau satwa budi
daya, yang merupakan hasil pemuliaan, seluas 36
(tiga puluh enam) hektar;
c. blok pemanfaatan intensif, yang merupakan blok
untuk
kepentingan
penempatan
prasarana,
pelatihan dan percontohan, pengembangbiakan,
serta pusat kegiatan wisata, seluas 24 (dua puluh
empat) hektar.
-14-
(4) Dalam pengelolaan Kawasan Keanekaragaman Hayati
pada bagian blok inti, ditetapkan bagian yang
membutuhkan pengelolaan secara khusus dari
Pemerintah Daerah, yaitu Gua Kelelawar Tompangnge,
yang pengelolaannya harus disesuaikan dengan
prinsip-prinsip dan manajemen suaka margasatwa.
Pasal 9
(1) Pengelolaan Kawasan Keanekaragaman Hayati harus
dipadukan dengan pengelolaan kegiatan agrowisata
yang merupakan kawasan penyangga (buffer zone)
bagi Kawasan Keanakaragaman Hayati, yang
pengelolaannya dilakukan dengan melibatkan warga
masyarakat di sekitar kawasan sebagai pelaku utama,
yaitu dalam bentuk kelompok usaha agrowisata yang
berada dibawah pengaturan dan pembinaan
Pemerintah Daerah;
(2) Luas dan letak kawasan agrowisata yang merupakan
kawasan penyangga (buffer zone) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Rencana Tata
Ruang Wilayah Daerah;
(3) Ketentuan
mengenai
pengelolaan
Kawasan
Keanakaragaman Hayati dan penyelenggaraan kegiatan
agrowisata diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB VIII
KAWASAN TAMAN LAUT
Pasal 10
(1) Kawasan Taman Laut merupakan kawasan konservasi
alam yang yang dimanfaatkan untuk pelestarian dan
pemanfaatan terumbu karang, lamun, serta komunitas
dan ekosistem perairan lainnya, baik untuk kepentingan
sumber bahan, pendidikan, penelitian, budidaya, dan
wisata alam;
(2) Selain untuk pemanfatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kawasan Taman Laut juga merupakan
kawasan yang dipertahankan untuk fungsi-fungsi:
-15a. perlindungan lingkungan perairan;
b. penyangga kehidupan bagi berbagai jenis biota,
sebagai tempat mencari makan, berkembang biak
dan sebagai tempat berlindung;
c. pencegahan abrasi pantai; dan
d. penyimpanan dan sumber keanekaragaman hayati.
Pasal 11
Kawasan Taman Laut dibagi ke dalam beberapa blok sesuai
dengan peruntukannya, yang meliputi:
a. blok inti, adalah blok yang ditetapkan sebagai kawasan
terumbu tetap yang dibiarkan berkembang secara
alami;
b. blok pengembangan, adalah blok yang disediakan
untuk pengembangan jumlah dan keragaman jenisjenis karang, yang dilakukan dengan sistem
pengelolaan tertentu;
c. blok
pemanfaatan intensif, adalah blok yang
diperuntukan bagi kepentingan pemanfaatan, yang
meliputi kegiatan wisata bahari, budi daya,
percontohan dan pengambilan
spesimen untuk
kepentingan yang diizinkan; dan
d. blok daratan, adalah blok yang diperuntukkan bagi
penempatan prasarana/sarana, pendidikan dan
pelatihan, informasi dan pendataan, dan penunjang
wisata.
Pasal 12
(1)
Pemanfaatan Kawasan Taman Laut dilakukan dengan
melibatkan warga masyarakat nelayan yang berada di
sekitar kawasan, dalam bentuk kelompok usaha, yang
secara utama meliputi kegiatan budidaya karang,
perikanan, dan kegiatan penunjang wisata;
(2)
Ketentuan mengenai pengelolaan, penetapan blok, dan
pelibatan warga masyarakat di kawasan taman laut
diatur dengan Peraturan Walikota.
-16BAB IX
KAWASAN BERCAK SUNGAI, RAWA DAN ESTUARI
Pasal 13
(1)
Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari merupakan
kawasan
konservasi
alam
yang
mencakup
perlindungan terhadap sungai dan tebingnya pada
lokasi tertentu berupa bercak ruang, rawa dan badan
air, serta ekosistem payau yang berada di muara
sungai,
yang
bertujuan
untuk
kepentingan
pengamanan kawasan, pendidikan dan penelitian, budi
daya, serta untuk wisata alam;
(2)
Selain tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1),
Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari juga
ditujukan untuk mempertahankan fungsi-fungsi:
a. pencegahan longsor, erosi dan abrasi;
b. pencegahan intrusi;
c. pengaturan iklim mikro;
d. sumber air baku;
e. habitat satwa; dan
f. penyimpanan dan sumber keanekaragaman hayati.
Pasal 14
(1) Pemerintah Daerah menetapkan lokasi-lokasi yang
tergolong Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari
yang meliputi:
a. kawasan
bercak
sungai
dalam
bentuk
perlindungan dan pelestarian bagian dari sungai,
tebing dan formasi vegetasi di setiap sisi, serta
dasar
sungai dan badan air, meliputi:
1) Kelurahan Galung Maloang;
2) Kelurahan Lompoe;
3) Kelurahan Lemoe;
4) Kelurahan Bumi Harapan;
5) Kelurahan Watang Bacukiki;
6) Kelurahan Lumpue;
dengan luas masing-masing 5 (lima) hektar;
b. untuk kawasan rawa dalam bentuk perlindungan
dan pelestarian tepi rawa, dasar rawa dan badan
air, serta formasi vegetasi di tepi dan di badan air,
-17-
c.
terletak di Kelurahan Bumi Harapan dan
Kelurahan Bukit Harapan, dengan luas masingmasing 2500 m2 (dua ribu lima ratus) meter
persegi;
untuk
kawasan
estuari
dalam
bentuk
perlindungan dan pelestarian muara sungai,
tebing dan formasi vegetasi mangrove, serta dasar
sungai dan badan air, meliputi:
1. muara Sungai Karajae, terletak di Kelurahan
Sumpang Minangae, Bumi Harapan, Lumpue
dan Watang Bacukiki, seluas 12 (dua belas)
hektar dari muara ke hulu;
2. muara Sungai Soreang, terletak di Kelurahan
Bukit Harapan dan Kelurahan Watang
Soreang, dengan luas seluruhnya 2 (dua)
hektar.
(2) Pada Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari
dilakukan pengelolaan dan pemanfaatan sesuai
karakter ekosistem sungai, rawa dan estuari, dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
warga masyarakat di sekitar serta kepentingan
konservasi;
(2) Khusus untuk konservasi estuari, ditetapkan sistem
pengelolaan formasi mangrove sebagai tempat untuk
kepentingan pendidikan dan penelitian, perlindungan
satwa, ikan dan biota perairan lainnya, budidaya, serta
wisata;
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan dan penetapan blok
di dalam Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari
ditetapkan sesuai kebutuhan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip konservasi diatur dengan Peraturan
Walikota.
BAB X
KAWASAN RESAPAN DAN MATA AIR
Pasal 15
(1) Kawasan Resapan dan Mata Air merupakan kawasan
konservasi alam yang bertujuan untuk menjaga tetap
-18tersedianya wilayah resapan dengan tutupan vegetasi
yang cukup, tersedianya pasokan air bersih, dan untuk
tempat wisata terbatas;
(2) Selain untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kawasan Resapan dan Mata Air juga bertujuan
untuk menjaga dan memelihara fungsi:
a. daerah tangkapan hujan;
b. pengaturan tata air;
c. penjagaan ketersediaan cadangan air tanah;
d. sumber air untuk masyarakat;
e. pencegahan banjir dan erosi; dan
f. habitat satwa.
Pasal 16
(1) Lokasi dan luas setiap jenis Kawasan Resapan dan Mata
Air ditetapkan berdasarkan kondisi nyata setempat,
wilayah bias atau daerah pengaruh, karakter ekosistem
di lokasi, dan pengaruh tepi;
(2) Ketentuan mengenai pengelolaan, penetapan luas, dan
penetapan zona-zona yang dipandang perlu di dalam
Kawasan Resapan dan Mata Air, disesuaikan dengan
prinsip-prinsip konservasi diatur dengan Peraturan
Walikota.
BAB XI
KAWASAN HUTAN KOTA
Pasal 17
(1) Kawasan Hutan Kota marupakan
kawasan yang
dimanfaatkan sebagai hutan peneduh dan penyelaras
lansekap kota, untuk pendidikan, serta untuk tempat
olahraga dan rekreasi bagi warga masyarakat;
(2) Selain untuk kemanfaatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kawasan Hutan Kota juga bertujuan untuk
mempertahankan fungsi-fungsi:
a. kawasan tangkapan hujan dan resapan air;
b. pengaturan iklim mikro;
-19c. penetralisir polusi;
d. habitat satwa; dan
e. sumber bahan keanekaragaman hayati.
Pasal 18
(1) Untuk
kepentingan
pembangunan
dan/atau
pengembangan Kawasan Hutan Kota, Pemerintah
Daerah menetapkan jenis-jenis tanaman yang dijadikan
penyusun formasi vegetasi hutan kota, dengan
mengutamakan jenis-jenis lokal yang sesuai;
(2)
Luas dan lokasi Kawasan Hutan Kota, serta penetapan
jenis-jenis tanaman untuk penyusun vegetasi hutan
kota, diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XII
KELEMBAGAAN
Pasal 19
(1) Dalam rangka terlaksananya pengelolaan kawasan
konservasi alam di Daerah, Pemerintah Daerah
menetapkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
sebagai pelaksana teknis pengelolaan kawasan, yang
bertanggungjawab kepada Walikota;
(2) SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
SKPD yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan
urusan berdasarkan fungsi dan tugas pokok dan sesuai
dengan tanggung jawabnya.
Pasal 20
(1) Untuk efektifnya pelaksanaan tugas-tugas pengelolaan
kawasan konservasi alam di Daerah, baik secara lokal
maupun sektoral, maka pada SKPD dimaksud dalam
Pasal 19
dibentuk Badan Koordinasi Kawasan
Konservasi Alam Daerah (BK3AD), yang beranggotakan
unsur-unsur tekait.
-20(2) Struktur kelembagaan, ruang lingkup keanggotaan dan
tugas-tugas BK3AD dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Walikota.
BAB XIII
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN
Pasal 21
(1) Pemerintah
Daerah
berkewajiban
menjamin
terselenggaranya penetapan dan dukungan legalitas
Kawasan Konservasi Alam Daerah, dengan menetapkan
pemenuhan persyaratan sebagai berikut:
a. setiap Kawasan Konservasi Alam harus ditetapkan
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah, atau
paling kurang ditetapkan dalam Rencana Detil Tata
Ruang Daerah;
b. memiliki analisis fisibilitas dan rencana induk
(master plan);
c. memiliki status sebagai kawasan yang telah
ditetapkan secara resmi;
d. memiliki batas fisik kawasan yang jelas serta
memiliki kelengkapan data fisik lainnya.
(2) Dikecualikan dari ketentuan dimaksud pada ayat (1)
adalah Kawasan Konservasi Alam Daerah dalam bentuk
Kawasan Resapan dan Mata Air, serta Kawasan Hutan
Kota.
Pasal 22
(1) Pengelolaan teknis Kawasan Konservasi Alam Daerah
dilakukan dalam bentuk penyelenggaran kegiatan di
dalam dan/atau di sekitar kawasan, yang meliputi:
a. pembangunan batas fisik dan pengamanan
kawasan;
b. penyediaan infrastruktur di dalam dan di sekitar
kawasan;
c. pengembangan isi kawasan sesuai dengan tipe dan
peruntukan, baik melalui penyediaan maupun
eksplorasi;
-21d. pengaturan pemanfaatan kawasan;
e. penyelenggaraan dokumentasi dan informasi
kawasan;
f. pemeliharaan dan pelestarian kawasan;
g. pembinaan sumber daya manusia pengelola
kawasan;
h. pengembangan akses, kemitraan dan kerjasama
dengan lembaga-lembaga terkait; dan
i. pendidikan, pelatihan
dan pelibatan warga
masyarakat.
(2) Pengelola
kawasan
konservasi
alam
Daerah
memberlakukan tata cara pengelolaan kawasan yang
bersifat standar, serta memperhatikan ketentuanketentuan konservasi sumber daya alam hayati,
ekosistem dan/atau ketentuan dan protokol berkenaan
dengan keanekaragaman hayati, baik yang berlaku
secara nasional maupun internasional.
Pasal 23
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan pengembangan
kawasan konservasi alam di Daerah berupa
penambahan jumlah lokasi dan/atau luas kawasan
konservasi
alam,
yang
dilakukan
dengan
memperhatikan kondisi, kebutuhan dan kelayakan
rencana lokasi pengembangan;
(2) Pengembangan kawasan konservasi alam sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Daerah ini.
BAB XIV
PEMBIAYAAN KAWASAN
Pasal 24
(1) Dalam rangka menjamin terselenggaranya kegiatan
konservasi alam di Daerah, termasuk peningkatan daya
guna kawasan terhadap kehidupan warga masyarakat,
Pemerintah Daerah menetapkan alokasi pembiayaan
-22dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) setiap tahun anggaran;
(2) Penetapan alokasi pembiayaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan berdasarkan program
perencanaan
prioritas
kawasan,
dengan
memperhatikan hal-hal yang dipersyaratkan dalam
Pasal 21 ayat (1) dan kegiatan-kegiatan dimaksud
dalam Pasal 22.
Pasal 25
(1) Selain alokasi pembiayaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24, Pemerintah Daerah mengupayakan
sumber-sumber pembiayaan lainnya, baik dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, hibah atau
bantuan internasional, maupun dari sektor swasta dan
keswadayaan masyarakat;
(2) Penggunaan biaya yang diperoleh dari sumber-sumber
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
Pembiayaan konservasi alam di Daerah, dapat juga diperoleh
dari hasil pemanfaatan kawasan konservasi dalam bentuk
penerimaan Pendapatan Asli Daerah, yang pelaksanaannya
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 27
Penyelenggaraan pengelolaan kawasan konservasi alam
dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang dilakukan
dengan memperhatikan keselarasan antara aspek konservasi
dengan aspek pemanfaatan.
Pasal 28
-23-
(1) Pelibatan peran serta masyarakat dilakukan dalam
bentuk kegiatan yang terkait dengan pemanfaatan
kawasan, yang meliputi:
a. pemeliharaan dan pengamanan kawasan;
b. pengembangan isi kawasan dan promosi kawasan;
c. penyelenggaraan kegiatan budi daya sesuai
dengan peruntukan kawasan;
d. penyelenggaraan agrowisata dan/atau wisata
alam;
e. pembinaan kelompok-kelompok Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) bidang agribisnis
dalam daerah pengaruh kawasan;
f.
pendidikan dan pelatihan;
g. pengambilan spesimen koleksi dan tukar-menukar
koleksi;
h. penyediaan bahan kebutuhan kawasan;
i.
penguatan kelembagaan masyarakat.
(2) Peran serta masyarakat dapat dilakukan secara
perorangan, kelompok maupun kelembagaan, dalam
bentuk organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya,
kelompok usaha, kelompok tani dan nelayan, atau
berdasarkan profesi, minat dan hobi;
(3) Pelibatan peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan
Walikota.
Pasal 29
(1) Pemerintah
Daerah
berkewajiban
memberikan
pembinaan dan dukungan terhadap kelembagaan nonpemerintah dan organisasi kemasyarakatan yang
bergerak secara khusu di bidang konservasi alam
hayati dan ekosistem serta di bidang usaha agribisnis
yang berorientasi pada perlindungan, pemanfaatan,
dan pelestarian jenis-jenis tumbuhan dan satwa ;
(2) Pemerintah Daerah mengembangkan upaya kemitraan
secara khusus dalam pengelolaan internal kawasan
konservasi dengan melibatkan pihak ketiga yang
-24berbentuk lembaga konservasi alam, lembaga
penelitian, atau perusahaan dan yayasan yang bergerak
di bidang pelestarian alam, penangkaran dan/atau
pengembangan agribisnis;
(3) Pengembangan
upaya
kemitraan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan
kesepakatan yang dituangkan dalam suatu Perjanjian
Kerjasama atau sejenisnya.
BAB XVI
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 30
Setiap orang atau badan berkewajiban untuk menjaga
dan memelihara kawasan konservasi beserta segenap
isinya, sesuai tata cara yang ditentukan
meliputi :
a. mematuhui ketentuan-ketentuan yang berlaku
untuk/di dalam kawasaan konservasi;
b. menjaga, memelihara dan memanfaatkan kawasan
sesuai dengan fungsi dan peruntukan kawasan;
c. membantu pemerintah di dalam pengawasan,
pengamanan dan pemanfaatan kawasan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 31
Setiap orang atau badan dilarang melakukan tindakantindakan yang dapat membahayakan kelestarian
kawasan konservasi alam, yang meliputi:
a. memasuki kawasan tanpa izin, termasuk berada di
dalam kawasan yang sifatnya tidak diperuntukkan
bagi umum kecuali dengan izin;
b. melakukan perusakan dan/atau pencemaran, baik
terhadap isi kawasan maupun properti kawasan;
c. melakukan
pengambilan
atau
memasukkan
tumbuhan/satwa dari dan ke dalam kawasan tanpa
izin;
-25d. melakukan tindakan pemanfaatan kawasan tidak
sesuai dengan peruntukan;
e. melakukan perbuatan-perbuatan lain yang tidak
sesuai dengan etika dan prosedur keselamatan umum,
membahayakan kelestarian kawasan dan/atau
merugikan manajemen kawasan;
f. mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau
menduduki kawasan secara tidak sah.
Pasal 32
(1) Kawasan-kawasan konservasi alam Daerah dalam
bentuk Kawasan Taman Hutan Penelitian dan
Wanawisata, Kawasan Kebun Raya, Kawasan
Kenakaragaman Hayati, Kawasan Taman Laut, serta
Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari, dilarang
diubah fungsinya atau dialihfungsikan untuk
kepentingan lain dan/atau dikurangi luasnya;
(2) Kawasan-kawasan konservasi alam daerah dalam
bentuk Kawasan Resapan dan Mata Air dan areal
tutupan vegetasinya, dapat diubah dan dialihfungsikan
dengan ketentuan:
a. kondisinya
tidak
memungkinkan
untuk
dipertahankan
disebabkan
terjadinya
kemunduran potensi sumber daya; dan
b. dilakukan kompensasi dalam bentuk penetapan
kawasan pengganti yang sesuai untuk areal
tutupan vegetasinya, dengan kawasan pengganti
yang paling kurang sama luasnya.
Pasal 33
Di dalam wilayah Daerah, setiap orang atau badan
dilarang :
a. melakukan pengambilan spesimen tumbuhan,
perburuan atau penangkapan satwa liar, kecuali
bagi orang atau badan yang memilki kewenangan
yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
-26b. melakukan perdagangan tumbuhan atau satwa
yang tergolong jenis yang dilindungi berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
c. melakukan kegiatan pemanfataan sumberdaya alam
hayati serta ekosistemnya dengan cara yang
mengakibatkan terjadinya kerusakan/pencemaran.
BAB XVII
PENYIDIKAN
Pasal 34
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah dan Penyidik Umum diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang kehutanan dan
lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana jo Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Pemerintah Daerah.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
adanya tindak pidana
atas pelanggaran
peraturan daerah;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di
tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa
tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda atau surat ;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f.
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah
mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak
terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut
bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya
melalui penyidik memberitahukan haltersbut
-27-
i.
kepada
penuntut
umu,
tersangka
atau
keluarganya ; dan
melakukan tindakan lain menurut hukum yang
dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan
dimulainya
penyidikan
dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut
umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 30, Pasal
31, Pasal 33 dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelanggaran.
Pasal 36
Selain ketentuan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (1) dapat pula dikenakan sanksi sesuai
ketentuan perundang-undangan .
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Peraturan Daerah
diundangkan.
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan
Peraturan
Daerah
ini
dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Parepare.
-28-
Ditetapkan di Parepare
pada tanggal 09 September 2011
Plt.WALIKOTA PAREPARE
WAKIL WALIKOTA,
SJAMSU ALAM
Diundangkan di Parepare
pada tanggal 09 September 2011
SEKRETARIS DAERAH KOTA PAREPARE,
MUHAMMAD HATTA B.
LEMBARAN DAERAH KOTA PAREPARE TAHUN 2011 NOMOR 15
Download