WALIKOTA PAREPARE WALIKOTA PA PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN KONSERVASI ALAM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. b. c. bahwa sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah No.2 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 2 bahwa Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas tangung jawab, kelestarian dan berkelanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, keadilan, partisipatif, keamanan, keselamatan, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah; bahwa khususnya yang terkait dengan kepentingan dan upaya-upaya perlindungan lingkungan dalam bentuk penyelamatan berbagai jenis tumbuhan, satwa, ekosistem dan bentang alam, untuk pengaturan iklim, tata air, kesuburan tanah, pencegahan longsor dan banjir serta bencana alam lainnya,maka dipandang perlu untuk menetapkan pengaturan mengenai kegiatan dan kawasa-kawasan konservasi alam di daerah dan kegiatan-kegiatannya; bahwa penetapan dan pengaturan kawasan-kawasan Konservasi Alam Daerah dilakukan selain untuk kepentingan lingkungan, juga ditujukan untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat di daerah, baik dari sisi ekonomi, pendidikan dan penelitian, budi daya, kesehatan, keamanan dan keselamatan, estetika dan rekreasi, penyediaan bahan, maupun untuk peningkatan nilainilai kemanusiaan; -2d. e. Mengingat : 1. 2. 3. 4. 5. 6. bahwa pengelolaan kawasan-kawasan dan kegiatan konservasi alam yang dilakukan secara baik dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan kelestarian akan menjadi salah satu sektor penunjang penerimaan Pendapatan Asli Daerah; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Kawasan Konservasi Alam Daerah. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); Undang-undang No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3478); Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Convention on Biological Diversity - Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3556); Undang-undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3557); Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran -3Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 9. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 88); 10. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5073); 11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); -412. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 13. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); 14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan kawasan Pelestarian Alam (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3803); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14) ; 18. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3804); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan -5- 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4076); Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119); Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3411); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Produk Hukum Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.29 Tahun 2009 tentang Pedoman Konservasi Kenaekaragaman Hayati di Daerah; Peraturan Daerah Kota Parepare Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kota Parepare Tahun 2009 Nomor 4); Peraturan Daerah Kota Parepare Nomor 5 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2008-2013 (Lembaran Daerah Kota Parepare Tahun 2009 Nomor 5); Peraruran Daerah Kota Parepare Nomor 2 tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kota Parepare tahun 2011 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kota Parepare Nomor 69); Peraturan Daerah Kota Parepare Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. -6Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PAREPARE dan WALIKOTA PAREPARE MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG KAWASAN KONSERVASI ALAM DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Parepare. 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat 3. 4. 5. 6. daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. Walikota adalah Walikota Parepare. Pengelola Kawasan Konservasi Alam Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berada di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberikan kewenangan, tugas pokok dan fungsi sebagai penyelanggara teknis urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, penerapan teknologi, konservasi, penataan ruang dan penataan lingkungan. Kawasan Konservasi Alam Daerah adalah kawasan lindung yang ditetapkan dalam bentuk kawasan Taman Hutan Raya, Kawasan Kebun Raya, Kawasan Taman Laut, Kawasan bercak sungai, Rawa dan Estuari, Kawasan Resapan dan Mata Air serta Kawasan Hutan Kota. Kawasan Hutan Penelitian dan Wanawisata (KHPW) Andi Mannaungi adalah merupakan kawasan hutan penelitian yang didominasi oleh jenis tumbuhan dan berbagai jenis satwa yang sifatnya memiliki prospek untuk dikembangkan berbagai kegiatan penelitian, -7- 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. disamping perannya sebagai wadah untuk pelestarian dan pengembangan. Keanekaragaman hayati adalah berupa galur keturunan sumber daya genetika tumbuhan dan satwa yang dapat diturunkan ke generasi berikutnya, baik yang berada pada jenis mupun pada variasi di dalam jenis, berupa galur murni maupun buatan, termasuk pula keanekaragaman hayati dalam bentuk komunitas dan ekosistem. Konservasi Insitu adalah pelestarian jenis tumbuhan dan/atau satwa pada habitat alami, yang merupakan habitat asli dari tumbuhan atau satwa yang bersangkutan. Konservasi eksitu adalah pelestarian jenis tumbuhan dan/atau satwa di luar habitat alami, atau dilakukan pada kawasan buatan sehingga koleksi di dalam kawasan meskipun terdapat jenis setempat tetapi didominasi oleh jenis-jenis yang dimasukkan dari luar habitat tersebut. Konservasi sumber daya alam adalah penghematan penggunaan sumber daya alam dan memperlakukannya berdasarkan hukum alam Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Kawasan kebun raya adalah kawasan konservasi yang secara khusus diperuntukkan bagi koleksi tumbuhan yang berasal dari kawasan pesisir pantai,baik yang merupakan jenis-jenis pembangun formasi mangrove maupun jenis-jenis terrestrial di pesisir. Kawasan Keanekaragaman Hayati adalah kawasan yang diperuntukkan bagi kepentingan koleksi dan pelestarian jenis-jenis tumbuhan yang sifatnya dapat dijadikan sebagai indukan (galur turunan) untuk kepentingan pemuliaan dan budi daya. Kawasan bercak sungai adalah kawasan yang ditetapkan pada lokasi-lokasi tertentu yang memiliki formasi vegetasi yang cukup,tingkat kerawanan -8- 15. 16. 17. 18. 19. 20. bencana sedang sampai tinggi, serta memiliki daya dukung sebagai habitat. Kawasan rawa adalah areal genangan air yang bersifat permanen, baik yang merupakan bagian dari aliran sungai maupun bukan, yang muncul secara alami dan tidak dikelola sebagai areal budi daya, yang memiliki daya dukung sebagai habitat satwa/biota perairan dan sumber cadangan air baku Kawasan estuary adalah areal yang merupakan perpaduan antara ekosistem pantai dengan ekosistem terrestrial, terutama yang terletak di wilayah aliran sungai, yang ditandai dengan formasi hutan mengrove, air tawar atau payau yang merupakan ekosistem yang kaya jenis plasma nutfah, serta merupakan habitat bagi satwa/biota perairan yang sangat khas Kawasan resapan dan mata air adalah areal yang memilki potensi dan kemanfaatan secara permanen sebagai sumber air dan daerah resapan, yang sifatnya permanen, dan sangat rentan terhadap gangguan ketercemaran dan kerusakan akibat aktivitas manusia atau secara alami. Kawasan hutan kota adalah kawasan hutan buatan, yang ditempatkan di lokasi-lokasi yang memungkinkan, terutama pada kawasan-kawasan kota yang telah atau diestimasikan akan mengalami pengurangan ruang terbuka hijau karena sifatnya sebagai kawasan pengembangan. Peran serta masyarakat adalah proses kegiatan yang dilaksanakan masyarakat baik secara sendiri maupun kelompok, untuk ikut dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan melalui prosesperencanaan,penetapan, pelaksanaan, pemantauan/pengawasan serta evaluasi Masyarakat adalah keseluruhan orang yang terdiri dari perseorangan, kelompok, maupun organisasi yang peduli dengan sumber daya alam dan lingkungan. -9BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, serta mencegah terjadinya potensi kerusakan dan memperbaiki, memulihkan krisis lingkungan dengan tetap melakukan penataan,pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan sumber daya alam dan lingkungan agar dapat berfungsi untuk kemakmuran rakyat dan tetap lestari. (2) Tujuan ditetapkan Peraturan Daerah ini adalah : a. melakukan penetapan dan pengaturan kawasankawasan konservasi alam untuk kepentingan lingkungan, juga ditujukan untuk kepentingan kesejahteraan hidup masyarakat di daerah, baik dari sisi ekonomi, pendidikandan penelitian, buididaya, kesehatan, keamanan dan keselamatan, estetika dan rekreasi, serta peningkatan nilai-nilai kemanusiaan; b. agar Pengelolaan kawasan-kawasan konservasi alam yang dilakukan secara bijaksana dengan memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan dan kelestarian akan menjadi salah satu sektor penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD); c. mewujudkan komitemen bersama antara eksekutif, legislatif dan masyarakat terhadap Peraturan Daerah ini agar dapat diimplementasikan secara optimal. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup pengelolaan konservasi alam yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi konservasi sumberdaya alam hayati serta ekosistem dalam wilayah daerah. -10BAB IV KAWASAN KONSERVASI ALAM Pasal 4 (1) Pemerintah Daerah menetapkan kawasan konservasi alam di Daerah, baik yang bersifat kawasan konservasi insitu maupun exsitu, atau kombinasi keduanya, yang meliputi bentuk-bentuk sebagai berikut: a. kawasan Hutan Penelitian dan Wanawisata (KHPW) H.Andi Mannaungi di kompleks hutan alitta Kelurahan Bukit Harapan, seluas kurang lebih 84 (delapan puluh empat) hektar, sebagai kawasan konservasi eksitu; b. kawasan kebun raya, yang terletak di Jompie Kelurahan Bukit Harapan, seluas kurang lebih 13 (tiga belas) hektar, sebagai kawasan konservasi eksitu; c. kawasan Keanekaragaman Hayati, yang terletak di Bilalangnge Kelurahan Lemoe, seluas 120 (seratus dua puluh) hektar, sebagai kawasan konservasi eksitu; d. kawasan taman laut, yang terletak pada kelurahan Lumpue, seluas 34 (tiga puluh empat) hektar, sebagai kawasan konservasi insitu; e. kawasan bercak sungai, rawa dan estuari, yang ditetapkan dalam bentuk kawasan bercak sempadan sungai, kawasan rawa, dan kawasan muara sungai, seluas kurang lebih 49 (empat puluh sembilan) hektar. (2) Untuk kawasan-kawasan konservasi alam daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d,dibuatkan dokumen dalam bentuk rencana induk, peta dan gambar situasi, topografi, aksesibilats, desain internal, dan gambaran tipe fisik kawasan. (3) Untuk kawasan-kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1) huruf e, ditetapakan sesuai dengan kondisi di lapangan dan diatur dengan Peraturan Walikota. -11(4) Kawasan konservasi alam daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditetapkan sesuai dengan ketentuan peruntukan kawasan yang tercantum dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah atau dokumen lainnya. BAB V KAWASAN HUTAN PENELITIAN DAN WANAWISATA (KHPW) H.ANDI MANNAUNGI Pasal 5 (1) (2) Kawasan Hutan Penelitian dan Wanawisata (KHPW) H.Andi Mannaungi adalah kawasan lindung yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan,pendidikan dan pelatihan, budi daya dan pariwisata. Selain pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Kawasan Hutan Peneltian dan Wanawisata (KHPW) H. Andi Mannaungi merupakan kawasan yang dipertahankan sebagai hutan tetap, dengan fungsi: a. pengaturan tata air dan pengaturan iklim mikro; b. daerah tangkapan hujan; c. pencegahan bahaya longsor dan erosi; d. penyimpanan dan sumber plasma nutfah; e. pendidikan dan penelitian; dan f. kepariwisataan. Pasal 6 (1) Kawasan Hutan Penelitian dan wanawisata (KHPW) H. Andi Mannaungi dibagi ke dalam blok peruntukan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan dan prinsip konservasi, yang meliputi: a. blok inti, yang dipertahankan sebagai hutan tetap dan dibiarkan berkembang secara alami, seluas 26 (dua puluh enam ) hektar; b. blok koleksi, yang dimanfaatkan sebagai blok pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau -12penangkaran/penglepasan satwa, pendidikan dan wisata alam, seluas 52 (lima puluh dua) hektar;dan c. blok pemanfaatan intensif, yang dimanfaatkan sebagai blok budidaya, penempatan prasarana pengembangan agribisnis, serta pelatihan dan percontohan, seluas 6 (enam) hektar. (2) Ketentuan mengenai pengelolaan dan penetapan blok Taman Hutan Penelitian dan wanawisata (KHPW) H. Andi Mannaungi diatur dengan Peraturan Walikota. BAB VI KAWASAN KEBUN RAYA Pasal 7 (1) Kebun Raya Parepare merupakan kawasan konservasi tumbuhan yang dimanfaatkan untuk tempat koleksi tumbuhan khas pesisir dalam bioregion Wallacea, tumbuhan asli Indonesia, tumbuhan budidaya terbatas, untuk penelitian dan pendidikan, informasi dan pendataan, serta penangkaran dan wisata alam. (2) Selain peruntukan dimaksud pada ayat (1), Kebun Raya juga dipertahankan dengan fungsi utama: a. perlindungan tata air dan pengatur iklim mikro; b. daerah tangkapan hujan; c. pencegahan bahaya longsor dan erosi; d. tempat penyimpanan dan sumber keanekaragaman hayati; e. penelitian dan pendidikan; dan f. kepariwisataan. (3) Ketentuan pengelolaan dan penetapan blok atau vak di Kebun Raya Parepare sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan sistem manajemen kebun raya dan diatur dengan Peraturan Walikota. -13BAB VII KAWASAN KEANAEKARAGAMAN HAYATI Pasal 8 (1) Kawasan Keanekaragaman Hayati merupakan kawasan konservasi tumbuhan dan/atau satwa yang dimanfaatkan untuk tempat koleksi berbagai jenis tanaman/satwa budi daya atau memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman/satwa budi daya, ditetapkan untuk jenis-jenis yang bermanfaat sebagai : a. tanaman buah; b. tanaman produksi; c. tanaman industri; d. tanaman obat/fitofarmaka; e. tanaman hias (ornamental plants); f. tanaman rempah; g. tanaman bahan kerajinan; h. ikan, dan satwa untuk kesenangan (pets); dan i. lain-lain jenis tanaman atau satwa yang dapat menjadi sumber usaha agribisnis. (2) Jenis-jenis tumbuhan atau satwa yang dikembangkan di dalam Kawasan kenaekaragaman hayati dapat berupa jenis-jenis asli atau hasil pemuliaan/hibridisasi, baik berupa jenis setempat maupun jenis yang dimasukkan. (3) Kawasan Keanekaragaman Hayati dibagi ke dalam blok-blok sesuai peruntukannnya, yang meliputi: a. blok inti, yang merupakan blok yang dikhususkan bagi koleksi tanaman atau satwa yang dapat dibudidayakan, yang masih merupakan jenis asli, baik setempat maupun dimasukkan, seluas 60 (enam puluh) hektar; b. blok pengembangan, yang merupakan blok yang dikhususkan bagi koleksi tanaman atau satwa budi daya, yang merupakan hasil pemuliaan, seluas 36 (tiga puluh enam) hektar; c. blok pemanfaatan intensif, yang merupakan blok untuk kepentingan penempatan prasarana, pelatihan dan percontohan, pengembangbiakan, serta pusat kegiatan wisata, seluas 24 (dua puluh empat) hektar. -14- (4) Dalam pengelolaan Kawasan Keanekaragaman Hayati pada bagian blok inti, ditetapkan bagian yang membutuhkan pengelolaan secara khusus dari Pemerintah Daerah, yaitu Gua Kelelawar Tompangnge, yang pengelolaannya harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip dan manajemen suaka margasatwa. Pasal 9 (1) Pengelolaan Kawasan Keanekaragaman Hayati harus dipadukan dengan pengelolaan kegiatan agrowisata yang merupakan kawasan penyangga (buffer zone) bagi Kawasan Keanakaragaman Hayati, yang pengelolaannya dilakukan dengan melibatkan warga masyarakat di sekitar kawasan sebagai pelaku utama, yaitu dalam bentuk kelompok usaha agrowisata yang berada dibawah pengaturan dan pembinaan Pemerintah Daerah; (2) Luas dan letak kawasan agrowisata yang merupakan kawasan penyangga (buffer zone) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah; (3) Ketentuan mengenai pengelolaan Kawasan Keanakaragaman Hayati dan penyelenggaraan kegiatan agrowisata diatur dengan Peraturan Walikota. BAB VIII KAWASAN TAMAN LAUT Pasal 10 (1) Kawasan Taman Laut merupakan kawasan konservasi alam yang yang dimanfaatkan untuk pelestarian dan pemanfaatan terumbu karang, lamun, serta komunitas dan ekosistem perairan lainnya, baik untuk kepentingan sumber bahan, pendidikan, penelitian, budidaya, dan wisata alam; (2) Selain untuk pemanfatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kawasan Taman Laut juga merupakan kawasan yang dipertahankan untuk fungsi-fungsi: -15a. perlindungan lingkungan perairan; b. penyangga kehidupan bagi berbagai jenis biota, sebagai tempat mencari makan, berkembang biak dan sebagai tempat berlindung; c. pencegahan abrasi pantai; dan d. penyimpanan dan sumber keanekaragaman hayati. Pasal 11 Kawasan Taman Laut dibagi ke dalam beberapa blok sesuai dengan peruntukannya, yang meliputi: a. blok inti, adalah blok yang ditetapkan sebagai kawasan terumbu tetap yang dibiarkan berkembang secara alami; b. blok pengembangan, adalah blok yang disediakan untuk pengembangan jumlah dan keragaman jenisjenis karang, yang dilakukan dengan sistem pengelolaan tertentu; c. blok pemanfaatan intensif, adalah blok yang diperuntukan bagi kepentingan pemanfaatan, yang meliputi kegiatan wisata bahari, budi daya, percontohan dan pengambilan spesimen untuk kepentingan yang diizinkan; dan d. blok daratan, adalah blok yang diperuntukkan bagi penempatan prasarana/sarana, pendidikan dan pelatihan, informasi dan pendataan, dan penunjang wisata. Pasal 12 (1) Pemanfaatan Kawasan Taman Laut dilakukan dengan melibatkan warga masyarakat nelayan yang berada di sekitar kawasan, dalam bentuk kelompok usaha, yang secara utama meliputi kegiatan budidaya karang, perikanan, dan kegiatan penunjang wisata; (2) Ketentuan mengenai pengelolaan, penetapan blok, dan pelibatan warga masyarakat di kawasan taman laut diatur dengan Peraturan Walikota. -16BAB IX KAWASAN BERCAK SUNGAI, RAWA DAN ESTUARI Pasal 13 (1) Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari merupakan kawasan konservasi alam yang mencakup perlindungan terhadap sungai dan tebingnya pada lokasi tertentu berupa bercak ruang, rawa dan badan air, serta ekosistem payau yang berada di muara sungai, yang bertujuan untuk kepentingan pengamanan kawasan, pendidikan dan penelitian, budi daya, serta untuk wisata alam; (2) Selain tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari juga ditujukan untuk mempertahankan fungsi-fungsi: a. pencegahan longsor, erosi dan abrasi; b. pencegahan intrusi; c. pengaturan iklim mikro; d. sumber air baku; e. habitat satwa; dan f. penyimpanan dan sumber keanekaragaman hayati. Pasal 14 (1) Pemerintah Daerah menetapkan lokasi-lokasi yang tergolong Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari yang meliputi: a. kawasan bercak sungai dalam bentuk perlindungan dan pelestarian bagian dari sungai, tebing dan formasi vegetasi di setiap sisi, serta dasar sungai dan badan air, meliputi: 1) Kelurahan Galung Maloang; 2) Kelurahan Lompoe; 3) Kelurahan Lemoe; 4) Kelurahan Bumi Harapan; 5) Kelurahan Watang Bacukiki; 6) Kelurahan Lumpue; dengan luas masing-masing 5 (lima) hektar; b. untuk kawasan rawa dalam bentuk perlindungan dan pelestarian tepi rawa, dasar rawa dan badan air, serta formasi vegetasi di tepi dan di badan air, -17- c. terletak di Kelurahan Bumi Harapan dan Kelurahan Bukit Harapan, dengan luas masingmasing 2500 m2 (dua ribu lima ratus) meter persegi; untuk kawasan estuari dalam bentuk perlindungan dan pelestarian muara sungai, tebing dan formasi vegetasi mangrove, serta dasar sungai dan badan air, meliputi: 1. muara Sungai Karajae, terletak di Kelurahan Sumpang Minangae, Bumi Harapan, Lumpue dan Watang Bacukiki, seluas 12 (dua belas) hektar dari muara ke hulu; 2. muara Sungai Soreang, terletak di Kelurahan Bukit Harapan dan Kelurahan Watang Soreang, dengan luas seluruhnya 2 (dua) hektar. (2) Pada Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari dilakukan pengelolaan dan pemanfaatan sesuai karakter ekosistem sungai, rawa dan estuari, dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan warga masyarakat di sekitar serta kepentingan konservasi; (2) Khusus untuk konservasi estuari, ditetapkan sistem pengelolaan formasi mangrove sebagai tempat untuk kepentingan pendidikan dan penelitian, perlindungan satwa, ikan dan biota perairan lainnya, budidaya, serta wisata; (3) Ketentuan mengenai pengelolaan dan penetapan blok di dalam Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari ditetapkan sesuai kebutuhan dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi diatur dengan Peraturan Walikota. BAB X KAWASAN RESAPAN DAN MATA AIR Pasal 15 (1) Kawasan Resapan dan Mata Air merupakan kawasan konservasi alam yang bertujuan untuk menjaga tetap -18tersedianya wilayah resapan dengan tutupan vegetasi yang cukup, tersedianya pasokan air bersih, dan untuk tempat wisata terbatas; (2) Selain untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kawasan Resapan dan Mata Air juga bertujuan untuk menjaga dan memelihara fungsi: a. daerah tangkapan hujan; b. pengaturan tata air; c. penjagaan ketersediaan cadangan air tanah; d. sumber air untuk masyarakat; e. pencegahan banjir dan erosi; dan f. habitat satwa. Pasal 16 (1) Lokasi dan luas setiap jenis Kawasan Resapan dan Mata Air ditetapkan berdasarkan kondisi nyata setempat, wilayah bias atau daerah pengaruh, karakter ekosistem di lokasi, dan pengaruh tepi; (2) Ketentuan mengenai pengelolaan, penetapan luas, dan penetapan zona-zona yang dipandang perlu di dalam Kawasan Resapan dan Mata Air, disesuaikan dengan prinsip-prinsip konservasi diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XI KAWASAN HUTAN KOTA Pasal 17 (1) Kawasan Hutan Kota marupakan kawasan yang dimanfaatkan sebagai hutan peneduh dan penyelaras lansekap kota, untuk pendidikan, serta untuk tempat olahraga dan rekreasi bagi warga masyarakat; (2) Selain untuk kemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kawasan Hutan Kota juga bertujuan untuk mempertahankan fungsi-fungsi: a. kawasan tangkapan hujan dan resapan air; b. pengaturan iklim mikro; -19c. penetralisir polusi; d. habitat satwa; dan e. sumber bahan keanekaragaman hayati. Pasal 18 (1) Untuk kepentingan pembangunan dan/atau pengembangan Kawasan Hutan Kota, Pemerintah Daerah menetapkan jenis-jenis tanaman yang dijadikan penyusun formasi vegetasi hutan kota, dengan mengutamakan jenis-jenis lokal yang sesuai; (2) Luas dan lokasi Kawasan Hutan Kota, serta penetapan jenis-jenis tanaman untuk penyusun vegetasi hutan kota, diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XII KELEMBAGAAN Pasal 19 (1) Dalam rangka terlaksananya pengelolaan kawasan konservasi alam di Daerah, Pemerintah Daerah menetapkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai pelaksana teknis pengelolaan kawasan, yang bertanggungjawab kepada Walikota; (2) SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah SKPD yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan urusan berdasarkan fungsi dan tugas pokok dan sesuai dengan tanggung jawabnya. Pasal 20 (1) Untuk efektifnya pelaksanaan tugas-tugas pengelolaan kawasan konservasi alam di Daerah, baik secara lokal maupun sektoral, maka pada SKPD dimaksud dalam Pasal 19 dibentuk Badan Koordinasi Kawasan Konservasi Alam Daerah (BK3AD), yang beranggotakan unsur-unsur tekait. -20(2) Struktur kelembagaan, ruang lingkup keanggotaan dan tugas-tugas BK3AD dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota. BAB XIII PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN Pasal 21 (1) Pemerintah Daerah berkewajiban menjamin terselenggaranya penetapan dan dukungan legalitas Kawasan Konservasi Alam Daerah, dengan menetapkan pemenuhan persyaratan sebagai berikut: a. setiap Kawasan Konservasi Alam harus ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah, atau paling kurang ditetapkan dalam Rencana Detil Tata Ruang Daerah; b. memiliki analisis fisibilitas dan rencana induk (master plan); c. memiliki status sebagai kawasan yang telah ditetapkan secara resmi; d. memiliki batas fisik kawasan yang jelas serta memiliki kelengkapan data fisik lainnya. (2) Dikecualikan dari ketentuan dimaksud pada ayat (1) adalah Kawasan Konservasi Alam Daerah dalam bentuk Kawasan Resapan dan Mata Air, serta Kawasan Hutan Kota. Pasal 22 (1) Pengelolaan teknis Kawasan Konservasi Alam Daerah dilakukan dalam bentuk penyelenggaran kegiatan di dalam dan/atau di sekitar kawasan, yang meliputi: a. pembangunan batas fisik dan pengamanan kawasan; b. penyediaan infrastruktur di dalam dan di sekitar kawasan; c. pengembangan isi kawasan sesuai dengan tipe dan peruntukan, baik melalui penyediaan maupun eksplorasi; -21d. pengaturan pemanfaatan kawasan; e. penyelenggaraan dokumentasi dan informasi kawasan; f. pemeliharaan dan pelestarian kawasan; g. pembinaan sumber daya manusia pengelola kawasan; h. pengembangan akses, kemitraan dan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait; dan i. pendidikan, pelatihan dan pelibatan warga masyarakat. (2) Pengelola kawasan konservasi alam Daerah memberlakukan tata cara pengelolaan kawasan yang bersifat standar, serta memperhatikan ketentuanketentuan konservasi sumber daya alam hayati, ekosistem dan/atau ketentuan dan protokol berkenaan dengan keanekaragaman hayati, baik yang berlaku secara nasional maupun internasional. Pasal 23 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan pengembangan kawasan konservasi alam di Daerah berupa penambahan jumlah lokasi dan/atau luas kawasan konservasi alam, yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi, kebutuhan dan kelayakan rencana lokasi pengembangan; (2) Pengembangan kawasan konservasi alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. BAB XIV PEMBIAYAAN KAWASAN Pasal 24 (1) Dalam rangka menjamin terselenggaranya kegiatan konservasi alam di Daerah, termasuk peningkatan daya guna kawasan terhadap kehidupan warga masyarakat, Pemerintah Daerah menetapkan alokasi pembiayaan -22dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahun anggaran; (2) Penetapan alokasi pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan program perencanaan prioritas kawasan, dengan memperhatikan hal-hal yang dipersyaratkan dalam Pasal 21 ayat (1) dan kegiatan-kegiatan dimaksud dalam Pasal 22. Pasal 25 (1) Selain alokasi pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pemerintah Daerah mengupayakan sumber-sumber pembiayaan lainnya, baik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, hibah atau bantuan internasional, maupun dari sektor swasta dan keswadayaan masyarakat; (2) Penggunaan biaya yang diperoleh dari sumber-sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 26 Pembiayaan konservasi alam di Daerah, dapat juga diperoleh dari hasil pemanfaatan kawasan konservasi dalam bentuk penerimaan Pendapatan Asli Daerah, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB XV PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 27 Penyelenggaraan pengelolaan kawasan konservasi alam dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dilakukan dengan memperhatikan keselarasan antara aspek konservasi dengan aspek pemanfaatan. Pasal 28 -23- (1) Pelibatan peran serta masyarakat dilakukan dalam bentuk kegiatan yang terkait dengan pemanfaatan kawasan, yang meliputi: a. pemeliharaan dan pengamanan kawasan; b. pengembangan isi kawasan dan promosi kawasan; c. penyelenggaraan kegiatan budi daya sesuai dengan peruntukan kawasan; d. penyelenggaraan agrowisata dan/atau wisata alam; e. pembinaan kelompok-kelompok Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bidang agribisnis dalam daerah pengaruh kawasan; f. pendidikan dan pelatihan; g. pengambilan spesimen koleksi dan tukar-menukar koleksi; h. penyediaan bahan kebutuhan kawasan; i. penguatan kelembagaan masyarakat. (2) Peran serta masyarakat dapat dilakukan secara perorangan, kelompok maupun kelembagaan, dalam bentuk organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya, kelompok usaha, kelompok tani dan nelayan, atau berdasarkan profesi, minat dan hobi; (3) Pelibatan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 29 (1) Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan pembinaan dan dukungan terhadap kelembagaan nonpemerintah dan organisasi kemasyarakatan yang bergerak secara khusu di bidang konservasi alam hayati dan ekosistem serta di bidang usaha agribisnis yang berorientasi pada perlindungan, pemanfaatan, dan pelestarian jenis-jenis tumbuhan dan satwa ; (2) Pemerintah Daerah mengembangkan upaya kemitraan secara khusus dalam pengelolaan internal kawasan konservasi dengan melibatkan pihak ketiga yang -24berbentuk lembaga konservasi alam, lembaga penelitian, atau perusahaan dan yayasan yang bergerak di bidang pelestarian alam, penangkaran dan/atau pengembangan agribisnis; (3) Pengembangan upaya kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam suatu Perjanjian Kerjasama atau sejenisnya. BAB XVI KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 30 Setiap orang atau badan berkewajiban untuk menjaga dan memelihara kawasan konservasi beserta segenap isinya, sesuai tata cara yang ditentukan meliputi : a. mematuhui ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk/di dalam kawasaan konservasi; b. menjaga, memelihara dan memanfaatkan kawasan sesuai dengan fungsi dan peruntukan kawasan; c. membantu pemerintah di dalam pengawasan, pengamanan dan pemanfaatan kawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 31 Setiap orang atau badan dilarang melakukan tindakantindakan yang dapat membahayakan kelestarian kawasan konservasi alam, yang meliputi: a. memasuki kawasan tanpa izin, termasuk berada di dalam kawasan yang sifatnya tidak diperuntukkan bagi umum kecuali dengan izin; b. melakukan perusakan dan/atau pencemaran, baik terhadap isi kawasan maupun properti kawasan; c. melakukan pengambilan atau memasukkan tumbuhan/satwa dari dan ke dalam kawasan tanpa izin; -25d. melakukan tindakan pemanfaatan kawasan tidak sesuai dengan peruntukan; e. melakukan perbuatan-perbuatan lain yang tidak sesuai dengan etika dan prosedur keselamatan umum, membahayakan kelestarian kawasan dan/atau merugikan manajemen kawasan; f. mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan secara tidak sah. Pasal 32 (1) Kawasan-kawasan konservasi alam Daerah dalam bentuk Kawasan Taman Hutan Penelitian dan Wanawisata, Kawasan Kebun Raya, Kawasan Kenakaragaman Hayati, Kawasan Taman Laut, serta Kawasan Bercak Sungai, Rawa dan Estuari, dilarang diubah fungsinya atau dialihfungsikan untuk kepentingan lain dan/atau dikurangi luasnya; (2) Kawasan-kawasan konservasi alam daerah dalam bentuk Kawasan Resapan dan Mata Air dan areal tutupan vegetasinya, dapat diubah dan dialihfungsikan dengan ketentuan: a. kondisinya tidak memungkinkan untuk dipertahankan disebabkan terjadinya kemunduran potensi sumber daya; dan b. dilakukan kompensasi dalam bentuk penetapan kawasan pengganti yang sesuai untuk areal tutupan vegetasinya, dengan kawasan pengganti yang paling kurang sama luasnya. Pasal 33 Di dalam wilayah Daerah, setiap orang atau badan dilarang : a. melakukan pengambilan spesimen tumbuhan, perburuan atau penangkapan satwa liar, kecuali bagi orang atau badan yang memilki kewenangan yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; -26b. melakukan perdagangan tumbuhan atau satwa yang tergolong jenis yang dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan; c. melakukan kegiatan pemanfataan sumberdaya alam hayati serta ekosistemnya dengan cara yang mengakibatkan terjadinya kerusakan/pencemaran. BAB XVII PENYIDIKAN Pasal 34 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah dan Penyidik Umum diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kehutanan dan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana jo Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang adanya tindak pidana atas pelanggaran peraturan daerah; b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda atau surat ; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan haltersbut -27- i. kepada penuntut umu, tersangka atau keluarganya ; dan melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XVIII KETENTUAN PIDANA Pasal 35 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 30, Pasal 31, Pasal 33 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. Pasal 36 Selain ketentuan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dapat pula dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan . BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Peraturan Daerah diundangkan. ini mulai berlaku pada tanggal Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Parepare. -28- Ditetapkan di Parepare pada tanggal 09 September 2011 Plt.WALIKOTA PAREPARE WAKIL WALIKOTA, SJAMSU ALAM Diundangkan di Parepare pada tanggal 09 September 2011 SEKRETARIS DAERAH KOTA PAREPARE, MUHAMMAD HATTA B. LEMBARAN DAERAH KOTA PAREPARE TAHUN 2011 NOMOR 15