I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lele merupakan komoditas ikan air tawar yang digemari masyarakat karena dagingnya yang lunak, gurih, dan tidak banyak tulangnya. Produksi lele di Yogyakarta pada tahun 2009 mencapai 7.902 ton (Sundiyanto, 2011). Kementrian Kelautan dan Perikanan akan mengupayakan peningkatan produksi lele 450%, yaitu dari 200.000 ton tahun 2009 menjadi 900.000 ton pada tahun 2014 (KKP, 2010). Tingginya nilai produksi lele dan dengan meningkatnya minat konsumsi masyarakat terhadap lele memacu tumbuhnya unit-unit pengolahan lele yang berpotensi menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan lele merupakan limbah organik yang berupa kepala, sirip dan jeroan (usus, hati, jantung, gonad yang mencapai 60-70% dari berat total (Muljanah, 2009). Limbah tersebut akan menjadi masalah lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik. Selama ini limbah yang dimafaatkan baru kulit ikan lele untuk dijadikan krupuk kulit, sedangkan sisanya dikubur atau dibuang. Pemanfaatan limbah merupakan solusi terbaik untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Selama ini limbah pengolahan lele hanya dimanfaatkan untuk pakan unggas dengan nilai jual yang rendah padahal limbah jeroan lele masih memiliki kandungan protein yang tinggi. Bhaskar et al. (2008) menyatakan bahwa limbah industri perikanan misalnya jeroan memiliki kandungan protein yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pembuatan protein hidrolisat. Berbagai penelitian tentang hidrolisat protein ikan yang dibuat secara enzimatis telah dilakukan, yaitu dengan memanfaatan ikan bernilai ekonomis rendah seperti kecap ikan, hidrolisat tulang sebagai penyedap rasa makanan (Rebeca et al., 1991; Hoyle dan Merrit, 1994; Shahidi et al., 1994 Shahidi et al., 1995) atau limbah ikan hasil samping proses pengolahan ikan (Baek dan Cadwallader, 1995; Benjakul dan Morrissey, 1997; Morioka et al., 199; Synowiecki dan Al-Khateeb, 2000). Hidrolisis enzimatis merupakan pilihan metode kimiawi, karena metode ini menghasilkan asam-asam amino bebas dan peptida dengan rantai pendek yang bervariasi. Produk tersebut memiliki rentang kegunaan yang lebih luas dalam industri pangan (Kunst, 2000). Hidrolisat Protein Ikan (HPI) merupakan salah satu bentuk pemanfaatan ikan lele yang cukup potensial. Hidrolisat protein ikan adalah produk cairan yang dibuat dari ikan dengan penambahan enzim 1 proteolitik untuk mempercepat hidrolisis dalam kondisi terkontrol dengan hasil akhir berupa campuran komponen protein (Pigott dan Tucker, 1990). HPI memiliki sifat fungsional yang tinggi. Produk tersebut lebih baik dibandingkan dari sumber hewani lainnya karena memiliki komposisi protein cukup lengkap (Koesoemawardani et al., 2008). HPI terdiri dari peptida sederhana (oligopeptida) hasil hidrolisis peptida komplek. Beberapa penelitian di Jepang mengungkapkan bahwa beberapa produk olahan memanfaatkan hidrolisat protein untuk sup, bumbu dalam kecap (penambah flavor), minuman berprotein tinggi, biskuit, dan saus (Barzana dan Gracia, 1994). Hidrolisat protein ikan (HPI) telah terbukti memiliki antioksidan (Je et al., 2008). Salah satu contoh pemanfaatan HPI adalah untuk pembuatan pepton yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme dan dibutuhkan dalam perkembangan bioteknologi (Wijayanti, 2009). HPI dapat diproduksi secara kimia dan enzimatis. HPI dari jeroan lele berpotensi digunakan sebagai sumber asam amino dan peptida bioaktif. Terbentuknya asam amino dan peptida merupakan hasil dari proses hidrolisisis protein, baik secara kimiawi maupun enzimatis. Hidrolisis protein menggunakan enzim lebih menguntungkan karena reaksi lebih mudah dikendalikan dan dapat mencegah terjadinya rasemisasi asam amino serta pembentukan kisinoalanin yang bersifat toksik (Clemente, 2000). Enzim protease yang digunakan dapat berasal dari hewan, tumbuhan, maupun mikroba. Protease tumbuhan yang dikenal antara lain papain, bromelin, dan keratinase. Protease hewan yang paling dikenal adalah tripsin, kimotripsin, pepsin, dan rennin. Namun demikian, mikroorganisme adalah sumber enzim yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan tanaman dan hewan karena lebih mudah dalam hal memproduksinya (Boyer, 1971). Urutan asam amino dan struktur protein yang sangat beragam dalam ikan serta spesifitas enzim protease yang beragam dapat menghasilkan berbagai macam peptida yang potensial bersifat bioaktif. Produk hidrolisis protein dari limbah pengolahan ikan oleh protease dilaporkan mengandung berbagai jenis peptida yang berfungsi sebagai antioksidan (Harnedy dan FitzGerald, 2012). Oleh karena itu jeroan hati lele berpotensi untuk mendapatkan HPI atau peptida bioaktif limbah dengan dihidrolisis sebagai bahan baku pembentuk hidrolisat protein dan peptida bioaktif. 2 B. Tujuan 1. Mengetahui ekstrak protein terlarut dengan penambahan amonium sulfat dan dialisis 2. Mengetahui aktivitas antibakteri dari hidrolisat protein hati lele (Clarias gariepinus) secara enzimatis. 3. Mengetahui aktivitas antioksidan dari hidrolisat protein hati lele (Clarias gariepinus) secara enzimatis. C. Manfaat Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah mengetahui adanya aktifitas antioksidan dan antibakteri hidrolisat protein yang dihasilkan dari presipitasi amonium sulfat dan dialisis protein jeroan hati ikan lele. Selain itu dapat mendukung pemanfaatan sumberdaya perikanan secara bertanggung jawab serta berkelanjutan dan ramah lingkungan yang tertuang dalam Code of Conduct Responsible Fisheries (CCRF) yaitu dengan cara meminimalkan limbah industri pengolahan ikan (khususnya lele dumbo) dan memanfaatkan limbah jeroan ikan (khususnya hati) menjadi produk bernilai tambah (value added product). 3