SEJARAH SEBAGAI ILMU TERTUA Pendahuluan Manusia sebagai homo sapiens memiliki potensi untuk menyimpan pengalamannya di dalam memorinya (ingatan), dan sewaktu-waktu diperlukan dapat di produksi (dikeluarkan) baik dalam angan-angannya maupun dalam bentuk cerita. Bahasa dan kemudian tulisan memungkinkan cerita disampaikan kepada orang lain, dan akhirnya terakumulasi menjadi suatu kebudayaan. Tradisi, lembaga-lembaga budaya, dan sejarah merupakan suatu sarana sosialisasi kebudayaan kepada generasi penerus. Bagi suatu kelompok, pengalaman kolektif yang terhimpun dalam suatu kebudayaan merupakan landasan untuk menentukan identitasnya. Identitas seseorang dikembalikan ke asal-usulnya dan keluarga besarnya. Begitu juga identitas suatu bangsa dikembalikan kepada pengalaman bersama di masa lampau. Bahkan dalam penulisan sejarah sering melacak sampai ke masa mitologi. Pencakupan mitos dalam sejarah dapat dipahami karena pemikiran sejarah sangat erat hubungannya dengan pandangan hidup. Bagi bangsa-bangsa kuno, mitos-mitos juga merupakan realitas yang tidak ada bedanya dengan sejarah (Sartono, 1993: 58-60): Pengertian Asal Kata Sebelum pengertian sejarah sebagai suatu disiplin ilmu berkembang di Indonesia, kata sejarah sudah lama dikenal. Kata sejarah berasal dari bahasa Arab “syajaratun” yang artinya “pohon” atau “keturunan” atau “asal-usul”, yang kemudian sebagai kata dalam bahasa Melayu “syajarah” dan akhirnya menjadi kata “sejarah” dalam bahasa Indonesia (Widja, 1988: 6). Disini “pohon” mengandung pengertian suatu percabangan genealogis dari suatu kelompok yang kalau dibuat bagannya menyerupai profil pohon yang ke atas penuh dengan cabang-cabang dan ranting-ranting; ke bawah juga menggambarkan percabangan dari akar-akar, dari akar yang lebih besar sampai ke akar-akar rambutnya. Memang kata syajarah dimaksudkan sebagai gambaran silsilah/keturunan. Tidak mengherankan bila historiografi tradisional kebanyakan intinya adalah tulisan asal-usul keturunan (silsilah) yang dibumbui dengan gambaran yang bersifat religio-magis, sesuai dengan alam pikiran masyarakat pada waktu itu. Kata-kata bahasa daerah yang sering dipakai untuk menggambarkan silsilah/asal-usul adalah kisah, hikayat, tarih, tambo, dan riwayat. Kata-kata babad, kidung, pamancangah juga mengandung unsur silsilah meskipun sering dirangkai dengan gambaran kejadian/peristiwa. Sesuai dengan makna syajaratun maka penulisan sejarah lebih menekankan peranan orang-orang besar seperti penguasa (raja), sehingga penulisan sejarah seringkali bersifat istana sentris. Penulisah semacam ini juga terjadi di Barat dalam bentuk mitologi, namun Barat telah memasuki suatu babak baru dengan dikenalnya “istoria” (bahasa Yunani, berarti sejarah). Sejarah merupakan disiplin ilmu tertua di Barat, karena istoria mengandung pengertian ilmu, yaitu “belajar dengan cara bertanya-tanya”. Aristoteles mengartikan istoria dengan “penelitian”, yaitu suatu penelaahan sistematis mengenai seperangkat gejala alam. Pada waktu itu Aristoteles menulis buku tentang taksonomi tumbuhan yang diberinama istoria. Tidak heran bila di Belanda masih terpakai juga istilah natuurlijke historie (sejarah alam, terutama biologi) (Sartono, 1993: 60; Widja, 1988: 7). Pada waktu itu belum ada usaha membatasi pengertian istoria bagi gejala yang menyangkut kehidupan manusia saja, tetapi mencakup gejala alam secara keseluruhan. Baru pada perkembangan kemudianlah muncul dua istilah, yaitu “scientia” yang lebih mengkhususkan pada penelaahan sistematis yang sifatnya non-kronologis atas gejala alam; sedangkan kata “istoria” lebih dikhususkan bagi penelaahan sistematis yang bersifat kronologis atas gejala yang menyangkut kehidupan manusia. Perbedaan asal kata “sejarah” dan “istoria” (bahasa Inggris, history) menunjukkan perbedaan watak/isi tradisi kesejarahan di Indonesia dan di Barat. Di Barat, dari semula pengertian history sudah menunjuk pada keilmuan, walaupun masih diperlukan perkembangan yang cukup lama agar benar-benar menjadi suatu disiplin keilmuan dalam pengertian “sejarah kritis”. Batasan Pengertian Sejarah Sejarah adalah suatu studi yang berusaha untuk mendapatkan pengertian tentang segala sesuatu yang telah dialami (termasuk yang diucapkan, dipikirkan, dan dilaksanakan) oleh manusia di masa lampau yang bukti-buktinya masih bisa diketemukan masa sekarang. Dari batasan tersebut ada beberapa poin penting berkaitan dengan ciri-ciri ilmu sejarah, yaitu: 1. Konsep “rerum gestarum” (sejarah sebagai aktualitas) dan “res gestae” (sejarah sebagai peristiwa). Sejarah sebagai aktualitas telah lenyap bersama dengan masa lalu, namun sebagai peristiwa ia meninggalkan jejak-jejaknya. Atas dasar jejak-jejaknya itulah manusia menyusun fakta-fakta untuk akhirnya dirangkai dengan cara-cara tertentu menjadi cerita sejarah. 2. Pengalaman masa lalu dalam bentuk suatu peristiwa khusus (particulars). Dalam mengkaji peristiwa sebagai peristiwa (event) terutama menaruh perhatian pada peristiwa khusus, yaitu peristiwa-peristiwa yang mungkin ada persamaan jenisnya dengan peristiwa lainnya, tetapi tidak pernah sama betuk (identik). 3. Kronologi (urutan perkembangan) peristiwa, untuk mengartikan perubahan/perkembangan, suatu yang menjadi landasan utama bagi persambungan atau urut-urutan peristiwa-peristiwa tersebut.1 Batasan sejarah beserta dengan ciri-ciri yang menyertai tersebut merupakan rambu-rambu dalam menulis sejarah, untuk membedakan dengan ilmu-ilmu lainnya terutama ilmu sosial atau humaniora yang juga menjadikan masa lampau manusia sebagai bagian dari obyek studinya, meskipun dengan cara dan titik perhatian yang berbeda. Dengan demikian, batasan sejarah beserta dengan ciri-cirinya tidak perlu membatasi kita dalam meneliti masa lampau. Banyak yang sependapat kalau kita tidak perlu memberikan perhatian yang berlebihan pada permasalahan semantik (batasan), dan kita lebih baik mengerjakan penelitian tanpa memikirkan tentang ruang lingkup atau batas-batas disiplin ilmu dan membiarkan hasil-hasil pekerjaan kita menentukan batas-batasnya itu.2 Akhirnya, karena segala sesuatu di masa lampau hakekatnya “menyejarah” (mengandung unsur historis, yaitu memuat unsur waktu) maka secara luas sejarah mencakup materi dari semua ilmu sosial dan humaniora. Dalam kedudukan ini sejarah bersifat mensintesakan unsur-unsur ilmu yang mempelajari masa lampau manusia. Untuk itu sejarah harus mengadopsi pendekatan-pendekatan dalam ilmu sosial dan humaniora; dan inilah yang dinamakan sejarah melalui pendekatan multidimensional, agar didapatkan tulisan sejarah yang deskriptif-analitis. Catatan: Definisi sejarah yang komperehensif dan paripurna adalah definisi yang disajikan Ibn Kaldun sebagaimana dapat dikaji dalam kutipan berikut:3 Sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban dunia; tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat itu, seperti keliaran, keramahtamahan dan solidaritas golongan; tentang revolusi-revolusi dan pemberontakan1 Sam Wineburg, 2006: 17. Amal dan Winarno, t.t.: 9 3 H. Haikal, “Penelitian Sejarah yang Menggigit”, Jurnal Kependidikan, Th. 21, No., 1, 1991, hal. 109. 2 pemberontakan dengan akibat timbulnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara dengan tingkat bermacam-macam; tentang macam-macam kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencapai penghidupannya maupun dalam bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan dan pertukangan; dan pada umumnya, tentang segala perubahan yang terjadi dalam masyarakat karena watak masyarakat itu sendiri…. Kuntowijoyo, PIS, hal. 17 Pernahkah Anda bermain-main dengan batang korek api? Sekalipun batang korek api terserak-serak tidak jelas bentuknya, Anda harus menyusunnya jadi petak-petakan, orangorangan, rumah-rumahan dan sebagainya. Ada definisi sejarah yang tautologis yang mengatakan bahwa sejarah adalah apa yang dikerjakan sejarawan. Tautologi ini menegaskan bahwa sejarawan mempunyai kebebasan dalam rekonstruksi. Yang mengikat sejarawan hanyalah “batang korek api” yang berupa fakta sejarah. Perumpamaan lain, sejarawan itu seperti dalang, ia dapat memainkan apa saja. Akan tetapi, ia dibatasi oleh dua hal yaitu wayang dan lakon. Taruhlah wayang itu sebagai fakta, dan lakon itu sebagai tema yang dipilih sejarawan.