Uploaded by User26855

pak anda deadline kamis finish banget

advertisement
Nama :Renaldi Fadliansyah
NIM
:19407144023
Prodi :Ilmu Sejarah
"Menjadi Sejarawan di Era 4.0: Kualifikasi yang Dibutuhkan dan Prospek Pekerjaaannya"
Pada prinsipnya, para sejarawan diharuskan berpegang teguh dengan kaedah-kaedah
penulisan sejarah secara ketat, rinci dan valid. Ciri ilmiah menjadi hal pokok dalam menuliskan
hasil penelitian sejarah antara lain memiliki tujuan dan objek tertentu baik (objek material
maupun objek formal). Penggunaan metode yang konsisten dalam arti diterapkan dalam
keseluruhan uraian secara terpadu dan saling terkait. Bersifat sistematis, artinya uraian tidak
saling bertentangan melainkan runtut dan saling mengikat antara satu objek dengan objek
lainnya. Bersifat empiris, yaitu hasil karya sejarah sesungguhnya merupakan rekonstruksi
kejadian masa lalu yang diperoleh melalui pengalaman dan observasi (empirical fact). Ciri
pokok lainnya adalah bersifat rasional, objektif, dan dapat diverifikasi Tidak demikian halnya
dengan sejarawan informal yang menuliskan karya sejarah tanpa dibekali pendidikan akademik
dalam bidang sejarah secara mendalam. Namun, sebagaimana pengakuan sejarawan , seperti
Azyumardi Azra, Ibrahim Alfian, dan Kuntowijoyo, mereka mengapresiasi dengan baik apa
yang dihasilkan oleh para sejarawan informal. Karena paling tidak telah memenuhi kriteria
minimal karakteristik dan fungsinya dalam penulisan sejarah. Kriteria yang dimaksud yaitu:
Pertama,tema, yaitu perumusan pokok terhadap suatu objek yang akan dibahas apakah politik,
ideologi, adat istiadat, dan tradisi budaya. Kedua, sumber data, yaitu rujukan seorang penulis
ketika melakukan eksplorasi karya-karya yang dihasilkannnya baik sumber primer maupun
sumber sekunder. Ketiga, metodologi dan pendekatan, yaitu sesuatu cara atau jalan untuk
bertindak menuntun peneliti dengan seperangkat aturan tertentu sehingga dapat melakukan
aktivitas penelitian dengan lebih terarah. Keempat, konsep dan model, yaitu suatu abstraksi
mengenai suatu gejala atau realitas. Sedangkan proses penentuan konsep disebut
konseptualisasi, yaitu aktifitas membagi dan memilah serta mengelompokkan atas dasar
persamaan dan perbedaan tentang suatu objek yang diteliti.
Dari penentuan konsep tersebut, maka akan melahirkan model tertentu seperti model
penelitian empiris, heuristik, fenomenologi atau metafisik. Kelima, persprektif, yaitu cara
seorang sejarawan atau peneliti mengamati dan membingkai masalah yang sedang diteliti.
Tidak dapat disangkal bahwa suatu objek yang diteliti terdiri atas berbagai aspek, akan tetapi
tidak semua aspek dalam satu objek dapat dilihat secara keseluruhan. Sebab itu, diperlukan
perspektif tertentu dalam melihatnya. Objek yang sama dapat memiliki hasil yang berbeda
sesuai dengan perspektif yang digunakan untuk melihatnya. Sejauh penelitian dan analisis yang
dilakukan terhadap karya-karya yang dihasilkan oleh tiga sejarawan informal, dalam artikel
ini, karya-karya tersebut telah memenuhi kelima langkah di atas yang dapat diterima sebagai
metode dan sistem penulisan sejarawan informal, khususnya di Indonesia.Banyak dari mereka
yang menghasilkan karya kesejarahan dan telah memberikan kontribusi kepada aspek-aspek
tertentu pengetahuan tentang sejarah manusia dan bangsa Indonesia. Tidak diragukan lagi
bahwa ini telah membantu untuk memahami sejarah secara lebih baik.Tetapi kita juga harus
mempunyai daya tarik tersendiri agar karya sejarawan tetap berkembang di era Industri 4.0
ini.
Tentu saja ada kualifikasi yang harus kita penuhi agar dapat bersaing di era Industri 4.0
.Dalam laman World Economic Forum juga dijelaskan ada beberapa skill yang dibutuhkan para
sejarawan untuk bisa menghadapi dan beradaptasi di era Industri 4.0. Skill tersebut adalah
pemecahan masalah yang kompleks, berpikir secara kritis, memiliki kreativitas, manajemen
manusia yang baik, baik dalam berkoordinasi dengan orang lain, memiliki kecerdasan
emosional, penilaian dan pengambilan keputusan yang baik, berorientasi servis, negosiasi, dan
fleksibilitas kognitif. Itu adalah kualifikasi umum yang harus kita kuasai,sedangkan ada
kualifikasi khusus bagi seorang sejarawan yaitu menemukan, merangkai dan menuliskan
kembali fakta-fakta sejarah yang masih tersebar (bahkan berserakan) dan juga Berdedikasi
pada profesi dan integritas pribadi, baik sebagai sejarawan peneliti maupun sebagai sejarawan
pendidik Dan yang terpenting adalah mampu Menghidupkan peristiwa lampau dalam
penyampaian yang lebih menarik agar seseorang lebih mudah dalam memahami peristiwa
secara menyeluruh dengan benar. Belakangan ini telah tampil beberapa sejarawan yang
memiliki sifat lebih populis dalam menuliskan sejarah, khususnya Sejarah Nasional Indonesia.
Beberapa karya dari Asvi Warman Adam, seorang sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), menurut saya cocok dengan kriteria ini. Tulisan dalam beberapa karyanya
(salah satunya yang berjudul Pelurusan Sejarah, 2013) saya nilai mudah dan cocok bagi
masyarakat Indonesia. Tulisannya tidak terlalu menekankan pada konsep-konsep sejarah
maupun konsep lain yang digunakan dalam pendekatan multidimensional, tetapi menekankan
pada fakta yang ada dalam masyarakat. Memang cenderung hanya berupa deskripsi dan narasi
tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, namun cukup dapat memberi
informasi bagi masyarakat Indonesia tentang apa yang sebenarnya terjadi pada sejarah
masyarakat Indonesia sebagai suatu bangsa.
Ada pula penulisan sejarah yang di muat dalam bentuk majalah. Yaitu majalah Historia yang
didirikan oleh Bonny Triana. Ini juga menjadi salah satu alternatif lain karena karya sejarah
biasanya diterbitkan dalam bentuk jurnal, maupun buku sehingga cenderung mengasosiasikan
diri dengan kalangan akademisi. Penerbitan karya sejarah dalam bentuk majalah dapat
mendobrak asosiasi penerbitan karya sejarah dengan kalangan akademisi. Artinya dapat
mendobrak karya sejarah yang cenderung bersifat elitis. Saya berharap bahwa karya sejarah
tidak hanya dapat dinikmati oleh sebagian kalangan akademisi saja, namun dapat dinikmati
oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Karena informasi tentang peristiwa masa lampau
sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia agar ingatan kolektif bangsa tidak
disalahgunakan demi kepentingan beberapa orang dan golongan saja. Memang ada tokoh yang
mengatakan bahwa, “sejarah adalah milik pemenang”, namun kita juga tidak bisa mengelak
dari tokoh lain yang mengatakan “masyarakat harus tahu sejarahnya” dan kata-kata Bung
Karno “JAS MERAH: Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah”. Dan untuk prospek kerja para
sejarawan sendiri cukup luas, biasanya bekerja di perguruan tinggi, pusat kearsipan, agensi
pemerintah, museum, penulis lepas, dan konsultan. Pasar kerja bagi lulusan doktoral ilmu
sejarah sangat sedikit dan menjadi semakin buruk, banyak di antaranya bekerja paruh waktu
membantu mengajar dengan bayaran rendah dan ketiadaan tunjangan.
44Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), h. 83-85.
http://gerakanaksara.blogspot.com/2014/07/peran-sejarawan-dan-historiografi.html
https://media.neliti.com/media/publications/218559-sejarah-dan-pendidikan-sejarah.pdf
Download