bio.unsoed.ac.id

advertisement
I. PENDAHULUAN
Pemanasan global (global warming) adalah fenomena terjadinya peningkatan
suhu di bumi akibat konsentrasi gas rumah kaca yang melebihi batas ambang. Gas
rumah kaca (GRK) tersebut mampu menyerap radiasi panas matahari yang
menyebabkan terperangkapnya panas di atmosfer bumi. Berdasarkan hasil Konvensi
PBB mengenai perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate
Change), ada 6 jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu karbon dioksida (CO2),
dinitrogen oksida (N2O), metana (CH4), sulfur heksafluorida (SF6), perfluorokarbon
(PFC), dan hidrofluorokarbon (HFC). Gas CO2 merupakan penyusun GRK terbesar
yang dianggap paling berperan sebagai penyebab pemanasan global karena laju
peningkatannya yang cukup pesat. Oleh karena itu, CO2 dipakai sebagai standar atau
acuan bagi perubahan komposisi atmosfer dan perubahan iklim global (IPCC, 2007).
Pemanasan global akan terus terjadi apabila konsentrasi GRK di atmosfer terus
meningkat. Berdasarkan pantauan IPCC (2007), konsentrasi CO2 di atmosfer telah
meningkat hingga mencapai 28% dalam kurun waktu 150 tahun dan menyebabkan
kenaikan suhu sebesar 0,5oC. Peningkatan suhu ini menyebabkan terjadinya perubahan
iklim (climate change). Menurut Trenberth et al. (1995), penyebab perubahan iklim
sangat terkait dengan aktivitas manusia, yang secara langsung telah menyebabkan
komposisi atmosfer berubah karena peningkatan konsentrasi GRK, khususnya CO2.
Mimuroto dan Koizumi (2003) juga mengatakan bahwa kontribusi CO2 terhadap
pemanasan global mencapai lebih dari 60%. Akumulasi CO2 secara terus menerus
memicu terjadinya pemanasan global yang mengakibatkan peningkatan suhu serta
perubahan iklim.
Menurut Fischer et al. (2002), sektor pertanian terkena dampak cukup serius
akibat adanya perubahan iklim. Hal ini menimbulkan masalah bagi hasil produksi
pertanian, terutama tanaman pangan. Perubahan iklim mempengaruhi curah hujan serta
bio.unsoed.ac.id
pergeseran musim yang mengakibatkan hasil panen menurun secara signifikan dan
potensi gagal panen semakin besar. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk
meminimalisir terjadinya pemanasan global. Menurut Susilo (2008), upaya yang dapat
dilakukan yaitu dengan mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer melalui penanaman
vegetasi karena dapat berperan dalam mereduksi CO2.
Menurut Kimball (2002), fotosintesis adalah proses penyusunan dari senyawa
organik sederhana, yaitu H2O dan CO2, menjadi senyawa organik yang kompleks yang
1
memerlukan cahaya dan klorofil dalam prosesnya. Menurut Campbell (2002), secara
alamiah tumbuhan mampu mereduksi CO2 melalui fotosintesis. Selama fotosintesis,
tumbuhan menyerap CO2 dan air selanjutnya diubah menjadi karbohidrat. Hasil
fotosintesis ditransport ke seluruh bagian tumbuhan menggunakan buluh tapis, sebagai
bagian dari berkas pengangkut. Daun menggunakan floem untuk mengirimkan gula ke
akar dan bagian-bagian dari tumbuhan yang tidak berfotosintesis. Gula harus ditransport
ke dalam floem sebelum diekspor ke rosot gula (akar, kuncup, batang, dan buah). Rosot
gula merupakan konsumen atau tempat penyimpan gula netto. Gula bergerak dari sel-sel
mesofil ke floem melalui simplas, melewati plasmodesmata. Rangkaian terjadinya
reaksi fotosintesis menurut Salisbury dan Ross (1995), adalah sebagai berikut:
Cahaya matahari
6CO2 + 6H2O
C6H12O6 + 6O2 + energi
Klorofil
Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), proses penimbunan karbon dalam tubuh
tumbuhan (biomassa) disebut proses sekuestrasi (C-Sequestration). Ada banyak faktor
yang dapat mempengaruhi suatu tanaman dalam menyerap karbon dioksida. Menurut
Gratimah (2009), kemampuan tanaman untuk menyerap CO2 tergantung pada jenis
tanaman, umur tanaman, dan jarak tanam. Menurut Lakitan (1993), faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi daya serap CO2 pada suatu tanaman adalah spesies tumbuhan,
umur tanaman, pengaruh laju translokasi fotosintat, dan faktor lingkungan. Menurut
Vallenders et al. (2003), luas permukaan daun dan bentuk morfologi daun dapat
mempengaruhi penyerapan CO2 pada tanaman. Purwaningsih (2007) mengatakan
bahwa daya serap CO2 tiap tanaman dipengaruhi oleh jumlah daun tiap pohonnya.
Salah satu jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk menyerap CO2 adalah
jagung (Purwanto, 2012). Menurut Gardner et al. (1991), jagung (Z. mays) merupakan
tanaman pangan semusim yang mampu beradaptasi dengan baik pada faktor pembatas
antara lain iklim, curah hujan, dan kesuburan tanah. Goldsworthy dan Fisher (1980)
bio.unsoed.ac.id
mengatakan bahwa tumbuhan C4 memiliki sifat tertentu antara lain daun mempunyai
laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tumbuhan C3, fotorespirasi dan transpirasi
rendah, serta efisien dalam penggunaan air. Lakitan (1993), menambahkan bahwa
jagung merupakan tanaman C4 yang efektif berfotosintesis pada intensitas cahaya
matahari yang tinggi. Berbeda dengan tumbuhan C3 yang dapat mencapai titik jenuh
pada kisaran tertentu, namun tumbuhan C4 justru masih mengalami peningkatan yang
2
signifikan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tanaman jagung dapat tumbuh dengan
baik pada daerah terbuka dengan tingkat intensitas cahaya yang tinggi.
Keuntungan tumbuhan C4 adalah enzim PEP karboksilase mempunyai daya
menarik CO2 lebih tinggi daripada RuBP karboksilase, sehingga PEP karboksilase
masih dapat mengikat CO2 walaupun kadar CO2 di daun lebih rendah daripada di udara.
Tumbuhan C4 masih dapat mengikat CO2 dengan stomata setengah tertutup karena
untuk mengurangi transpirasi, sehingga efisien dalam penggunaan air. Pemecahan asam
malat di dalam sel seludang berkas menyebabkan kadar CO2 dalam kloroplas relatif
tinggi, sehingga daur Calvin lebih giat (Salisbury & Ross, 1995).
Lahan di desa Gumelem Kecamatan Susukan Kab. Banjarnegara sangat luas,
yang ditanami dengan bermacam-macam tanaman pangan. Tanaman jagung (Z. mays)
paling banyak dibudidayakan karena waktu panennya yang relatif singkat dan tingginya
permintaan pasar. Temperatur udara di desa Gumelem cukup tinggi, yaitu antara 27350C dan kelembaban udara berkisar antara 68-80%, yang membuat tanaman jagung
tumbuh subur di daerah ini. Warga umumnya menanam jagung varietas hibrida pioneer
21. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui daya serap karbon
dioksida oleh tanaman jagung pada strata umur yang berbeda.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat diajukan perumusan
masalah sebagai berikut :
1. Berapa banyak CO2 yang mampu diserap oleh tanaman jagung (Z. mays).
2. Apakah umur tanaman jagung (Z. mays) mempunyai hubungan dengan daya serap
CO2.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui banyaknya CO2 yang mampu diserap oleh tanaman jagung (Z. mays).
2. Mengetahui hubungan antara umur tanaman jagung (Z. mays) dengan daya serap
CO2.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
bio.unsoed.ac.id
hubungan antara variasi umur tanaman jagung dengan daya serap CO2 serta dapat
memberikan pengetahuan secara luas mengenai pentingnya peran tanaman dalam
mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer sehingga mampu meminimalisir dampak dari
pemanasan global.
3
Download