BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung Jagung ( Zea mays L. ) adalah tanaman pangan kedua setelah padi. Di dunia ini jagung adalah tanaman makanan ketiga setelah gandum dan padi. Jagung berasal dari Mexico dan disana telah dibudidayakan selama ribuan tahun. Tanaman jagung sudah lama diusahakan petani Indonesia dan merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Jagung memiliki peranan penting dalam industri berbasis agribisnis ( AAK, 1993 ) Jagung merupakan tanaman semusim ( annual ). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80 -150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 – 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman bisa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan ( seperti padi ), pada umumnya jagung tidak memiliki ini ( Wikipedia, 2008 ). Bunga betina jagung berupa tongkol yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan rambut. Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun senagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman. 1 Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaiman sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi dan gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia poaceae. Setiap stoma dikelilingi selsel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah ( diklin ) dalam satu tanaman. Tiap kantum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae ( tunggal : gluma ). Bunga jantan tumbuh dibagian puncak tanaman, berupa karangan bunga. Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga beina tersusun dalam tongkol. Tungkol tumbuh dari buku, diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya bisa menghasilkan satu tongkol produktf meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya. 2 2.2 Ketahanan Varietas Varietas Tahan adalah varietas tanaman yang mempunyai kemampuan untuk menolak atau menghindar, sembuh kembali dan mentolelir dari serangan hama atau penyakit yang tidak dipunyai oleh tanaman lain yang sejenis dan pada tingkat serangan yang sama. Varietas Tahan merupakan varietas yang mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan varietas lain pada tingkat populasi hama yang sama (Samsudin,2008). Sifat ketahanan varietas ada 2 macam yaitu: 1. Ketahanan vertikal yaitu tipe ketahanan ini dikendalikan oleh gen tunggal (monogenik) atau oleh beberapa gen dan hanya efektif terhadap biotipe hama tertentu. Secara umum sifat ketahanan vertikal mempunyai ciri-ciri yaitu biasanya diwariskan oleh gen tunggal atau hanya sejumlah kecil gen relatif mudah diidentifikasi dan banyak dipakai dalam program perbaikan ketahanan genetik , menghasilkan ketahanan genetik tingkat tinggi, tidak jarang mencapai imunitas, tetapi jika timbul biotipe baru maka ketahanan ini akan mudah patah dan biasanya tanaman menjadi sangat rentan terhadap biotipe tersebut dan biasanya menunda awal terjadinya epidemi, tetapi apabila terjadi epidemi maka kerentanannya tidak akan berbeda dengan kultivar yang rentan (Sumarno, 1992). 3 2. Ketahanan horisontal adalah memberikan batasan umum ketahanan horizontal sebagai suatu tipe ketahanan nir-spesifik yang berlaku terhadap semua jenis biotipe dari suatu hama. Varietas dengan tipe ketahanan demikian dapat diperoleh dengan cara mempersatukan beberapa gen ketahanan minor ke dalam suatu varietas dengan karakter agronomik yang unggul melalui pemuliaan. Ciri-ciri khusus dari sifat ketahanan horisontal adalah biasanya memiliki tingkat ketahanan yang lebih rendah dibandingkan dengan tipe ketahanan vertikal, dan jarang didapat immunitas diwariskan secara poligenik dan dikendalikan oleh beberapa atau banyak gen, pengaruhnya terlihat dari penurunan laju perkembangan epidemi. Ketahanan horizontal disebut juga ketahanan kuantitatif. Tanaman yang memiliki ketahanan demikian masih menunjukan sedikit kepekaan terhadap hama tetapi memiliki kemampuan untuk memperlambat laju perkembangan epidemic (Sumarno, 1992). Jagung hibrida varietas Bima 10 mempunyai potensi hasil pipilan kering mencapai 13.09 t ha-1. Hibrida ini memiliki umur masak fisiologis 100 hst, biomass bagian tanaman di atas mencapai 7.28 t ha-1, kadar karbohidrat 79.714%, kadar protein hibrida 10.981%, kadar lemak 5.272% serta tahan terhadap penyakit helmintosporium dan karat daun, namun peka terhadap penyakit bulai. 4 Tabel 1. Deskripsi Jagung Varietas Bima 10 Karakter Varietas bima 10 Tanggal dilepas Asal Umur 50% keluar rambut Masak fisiologis Tinggi tanaman Batang Warna batang Warna daun Keragaman tanaman Perakaran Kerebahan Bentuk malai Warna malai (anthera) Warna sekam (glume) Warna rambut Bentuk tongkol Kedudukan tongkol Kelobot Tipe biji Baris biji Warna biji Jumlah baris/tongkol Bobot 1000 bijji Rata-rata hasil Potensi hasil Kandungan karbohidrat Kandungan protein Kandungan lemak Ketahanan 30 November 2010 N153/Mr15 Agak dalam ± 57 hari setelah tanam ± 100 hari setelah tanam ± 209 cm kokoh hijau tua hijau tua Seragam Sangat baik Tahan rebah Semi kompak Krem Hijau Krem Krem Besar kerucut, panjang ± 26 cm silindris ± 117 cm pertengahan tanaman Menutup tongkol dengan baik dan rapat mutiara Lurus Kuning 12-14 baris ± 414 g 11,3 t/ha pipilan kering 13,1 t/ha pipilan kering ± 79,7% ± 11,0% ± 5,3% agak tahan terhadap penyakit bulai (Peronosclerospora maydis L.), tahan penyakit karat dan bercak daun ( 10http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content& view=article&id=92:bima-10-jagung-hibrida&catid=44:database-varietas-jagung ) 5 2.3 Penyakit Bulai ( Downy mildew) Penyakit bulai merupakan masalah paling penting pada tanaman jagung di Indonesia baik dimasa lalu maupun sekarang. Gejala bulai pada tanaman jagung dicirikan dengan adanya klorotik pada sebagian atau seluruh helaian daun dari tanaman terinfeksi. Bentuk tepung putih dari konidiofor tampak pada permukaan atas dan bawah daun terinfeksi bulai. Varietas jagung yang tahan bulai umumnya potensi hasilnya rendah. Pembentukan varietas jagung unggul produksi tinggi sering melupakan ketahanan terhadap penyakit bulai sehingga evaluasi fungisida efektif terus dilakukan sampai didapatkannya fungisida berbahan aktif metalaksil yang sangat efektif. Komponen teknologi pengendalian penyakit bulaipun kemudian tersedia. Walaupun varietas tahan bulai dan fungisida sistemik yang efektif tersedia, namun demikian penyakit bulai pada jagung masih menjadi masalah utama (Subandi, 1988; Wakman, 2004). Gambar 1. Konidia Peronoscleospora maydis 6 Kerugian karena penyakit bulai pada jagung sangat bervariasi pada tiap daerah. Petak-petak tertentu dapat menderita kerugian 90%, sehingga penyakit menyebabkan penanaman jagung mengandung risiko tinggi. Namun dengan ditemukannya cara pengobatan biji dengan metaliksil ( Ridomil ) kerugian karena penyakit bulai bisa berkurang (Sudana et al. 2002). Penyakit bulai ditandai dengan warna daun tanaman muda yang mendadak menjadi bergaris-garis kuning pucat ( klorosis ) atau bahkan putih yang kemudian menyebar keseluruh daun. Pada serangan yang berat, seluruh tubuh tanaman berwarna kuning pucat dan kemudian mati. Penyakit ini apabila menyerang pada stadium pertumbuhan awal dapat menyebabkan 100% kegagalan panen ( Semangun, 2004). Pada dikotil, serangan bulai dikenal memberikan gejala yang berbeda dan dikenal sebagai penyakit embun. Perkembangan penyakit bulai dipengaruhi oleh kelembaba dan suhu udara. Kelembaban diatas 80%, suhu 28-300C dan adanya embun ternyata dapat mendorong perkembangan penyakit. Infeksi oleh sclerospora maydis pada jagung dilakukan oleh konidia melalui stomata. Konidia ini terbentuk pada jam 1:00 s/d 2:00 pagi apa bila suhu 240C dan permukaan daun tertutup embun. Konidia yang sudah masak akan disebarkan oleh angin pada jam 2:00 s/d 3:00 pagi dan berlangsung sampai jam 6:00 s/d 7:00 pagi. Konidia yang disebarkan oleh angin, apabila jatuh pada permukaan daun yang berembun, akan segera berkecambah (Wakman, 2002). 7 2.4 Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit Tumbuhan dikatakan sehat atau normal, apabila tumbuhan tersebut dapat melaksanakan fungsi-fungsi fisiologisnya sesuai potensi genetik terbaik yang dimilikinya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup pembelahan, difersiasi dan perkembangan sel yang normal, penyerapan air dan mineral dari tanah dan mentranslokasinya keseluruh bagian tumbuhan, fotosintesis dan translokasi hasilhasil fotosintesis ke tempat-tempat penggunaan dan penyimpanannya, metabolisme senyawa-senyawa yang disintesis, reproduksi dan penyimpanan persediaan makanan untuk reproduksi. Pertumbuhan dan hasil tumbuhan tersebut tumbuh, dan pada pemeliharaan dalam kisaran faktor-faktor lingkungan tertentu, seperti suhu, kelembaban dan cahaya. Sesuatu yang mempengaruhi kesehatan tumbuhan berkemungkinan besar juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksinya, dan akan dapat menurunkan kegunaannya bagi manusia ( Kalshoven 1981 ). a. Pengaruh Suhu Tumbuhan umumnya tumbuh pada kisaran suhu 1sampai 400C, kebanyakan jenis tumbuhan tumbuh sangat baik antara 15 dan 300C. (http://tinjauan-teknispenyakit-bulai jagung.htm). Tumbuhan berbeda kemampuan bertahannya terhadap suhu ekstrim pada tingkat pertumbuhan yang berbeda. Misalnya, tumbuhan yang lebih tua, dan lebih keras akan lebih tahan terhadap suhu rendah dibanding kecambah muda. Jaringan atau organ berda dari tumbuhan yang sama mungkin sangat bervariasi kesensitivannya ( kepekaannya ) terhadap suhu rendah yang sama. Tunas jauh lebih sensitif ( peka ) dibanding daun dan sebagainya. 8 b. Pengaruh Suhu Tinggi Pada umumnya tumbuhan lebih cepat rusak dan lebih cepat meluas kerusakannya apabila suhu lebih tinggi dari suhu maksimum untuk pertumbuhannya dibanding apabila suhu lebih rendah dari suhu minimum. Pengaruh suhu tinggi pada pertumbuhan berhubungan dengan faktor lingkungan yang lain, terutama kelebihan cahaya, kekeringan, kekurangan oksigen, atau angin kencang bersamaan dengan kelembaban relatif yang rendah. Suhu tinggi biasanya berperan dalam kerusakan yang tampak pada bagian terkena sinar matahari. c. Pengaruh Suhu Rendah Kerusakan tumbuhan yang disebabkan oleh suhu rendah lebih besar dibnading dengan suhu tinggi. Suhu dibawa titik beku menyebabkan berbagai kerusakan terhadap tumbuha. d. Pengaruh Kelembaban Tanah Rendah Gangguan kelembaban didalam tanah mungkin bertanggung jawab terhap lebih banyaknya tumbuhan yang tumbuh jelek dan menjadi tidak produktif sepanjang musim. Kekurangan air mungkin juga terjadi secara lokal pada jenis tanah tertentu, kemiringan tertentu atau lapisan tanah yang tipis yang dibawahnya tardapat batu atau pasir. Tumbuhan yang menderita karena kekurangan kelembaban tanah biasanya tetap kerdil, hiaju pucat sampai kuning terang, mempunyai daun, bunga dan buah sedikit, kecil dan jarang, dan jika kekeringan berlanjut tumbuhan layu dan mati. Tumbuhan yang lemah karena kekeringa juga lebih rentan terhadap serangan patogen dan serangga tertentu. e. Pengaruh Kelembaban Tanah Tinggi 9 Akibat kelebihan kelembaban tanah yang disebabkan banjir atau drainase yang jelek, bulu-bulu akar tumbuhan membusuk, mungkin karena menurunnya suolai oksigen ke akar. Kekurangan oksigen menyebabkan sel-sel akar mengalami stres, sesak napas dan kolapsi. Keadaan basah, an-aerob menguntungkan pertumbuhan mikroorganisme an-aerob, yang selama proses hidupnya membentuk substansi seperti nitrit, yang beracun bagi tumbuhan. Disamping itu, sel-sel akar yang rusak secara langsung oleh kekurangan oksigen akan kehilangan permeabilitas selektifnya dan dapat memberi peluang terambilnya zat-zat besi atau bahan-bahan beracun lain oleh tumbuhan. Drainase yang jelek menyebabkan tumbuhan tidak vigor, seringkali menyebabkan dan daun berwarna hijau pucat atau hijau kekuningan. Banjir selama musim tanam dapat menyebabkan kelayuan tetap dan kematian tumbuhan semusim sukulen dalam dua sampai tiga hari. f. Pengaruh Cahaya Kekurangan cahaya memperlambat pembentukan klorofil dan mendorong pertumbuhan ramping dengan ruas yang panjang, kemudian menyebabkan daun berwarna hijau pucat, pertumbuhan seperti kumparan, dengan gugurnya daun bunga secara prematur. Keadaan tersebut dikenal dengan etiolasi. Tumbuhan teretiolasi didapatkan dilapangan hanya apabila tumbuhan tersebut ditanam dibawah pohon atau benda lain. Kelebihan cahaya agak jarang terjadi di alam dan jarang merusak tumbuhan. Banyak kerusakan yang berhubungan dengan cahaya mungkin akibat suhu tinggi yang menyertai intensitas cahaya tinggi. 10