ANALISIS SATUAN MEDAN UNTUK IDENTIFIKASI KAWASAN PENYEBAB BANJIR DI SUB DAS JATI KABUPATEN TRENGGALEK Ibrahim Qurannysains Azhary Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] Abstrak Sub DAS Jati merupakan salah satu dari tiga Sub DAS penyumbang debit air terbesar di Kabupaten Trenggalek. Pada wilayah Sub DAS ini sering mengalami banjir, Perubahan warna air sungai menjadi kuning pekat karena tercampur oleh material lumpur dan peningkatan tinggi muka air sungai merupakan indikator awal penurunan fungsi DAS. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi erosi lahan pada beberapa lereng pada Sub DAS tersebut. Indikasi ini dapat diartikan bahwa telah terjadi penurunan kemampuan lahan dalam memberikan respon terhadap kejadian hujan yang terjadi di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan karakteristik medan daerah penelitian, lokasi-lokasi yang berpotensi menyebabkan banjir. Metode penelitian yang digunakan adalah survey. Subjek dalam penelitian ini adalah medan pada Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Penentuan sampel penelitian didasarkan pada bentuk lahan, penggunaan lahan serta jenis tanah pada satuan medan wilayah Sub DAS Jati. Teknik pengumpulan data adalah observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis skoring dan analisis diskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa daerah penelitian mempunyai karakteristik medan yang bervariasi yaitu kemiringan lereng terjal hingga sangat terjal, pada Sub DAS bagian hulu dan tengah didominasi oleh jenis tanah Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol yang bersifat rentan terhadap terjadinya erosi, pada bagian hilir didominasi oleh jenis tanah Aluvial Coklat kelabu yang bersifat kedap air, bentuk lahan pada Sub DAS hilir didominasi oleh bentuk lahan Dataran Antar Perbukitan (A.2.3) dengan litologi endapan kipas alluvium muda dari sungai dimana bahan koluvial di lereng bawah dan kaki diendapkan karena erosi dan gravitasi dari lereng atas, pada Sub DAS tengah didominasi bentuk lahan Perbukitan Tektonik (T.12.1) dengan litologi (Napal, Batu Gamping, Batu Pasir) terbentuk karena proses tektonik berupa proses (angkatan, lipatan, dan patahan), pada Sub DAS hulu didominasi bentuk lahan Punggung Perbukitan (V.3.2.1) dengan litologi (Andsit, Basalt, Breksi) yang terbentuk karena aktivitas gunung berapi, nilai laju infiltrasi (agak lambat, agak cepat dan cepat), penggunan lahan berupa (hutan, kebun, pemukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan, semak belukar, ladang), serta curah hujan tinggi hingga sangat tinggi. Hasil pengolahan dan analisa data menunjukan bahwa daerah penelitian memiliki tingkat limpasan permukaan sedang serta tinggi. Teridentifikasi beberapa satuan medan yang diduga kuat menjadi penyebab terjadinya banjir pada kawasan Sub DAS Jati. Satuan medan tersebut adalah satuan medan V3.Kb.IV.KLCKLt, satuan medan V3.Pk.III.KLCKLt, satuan medan T12.Ps.III.Lt dan satuan medan A2.Pk.II.ACKL. Kata kunci: satuan medan, daerah aliran sungai, perubahan penggunaan lahan, infiltrasi, limpasan permukaan. Abstract Jati Sub-watershed is one of the three sub watersheds largest contributor to water discharge Trenggalek. In the Sub watershed is often experienced flooding, river water color changes to yellow material thick as mud and mixed by an increase in water level the river is an early indicator of watershed impairment. It shows that the soil erosion on some slopes on the sub-watershed. This indication means that there has been a decrease in the ability of land to provide a response to rainfall events that occurred in the region. This study aimed to describe the characteristics of the study area battlefield, the locations that could potentially cause flooding. The method used was a survey. Based on this kind of research is descriptive quantitative. Subjects in this study is a sub-watershed field at Regency Teak Psychology. Determination of the study sample was based on land form, land use and soil type on the force field Jati Sub watershed. Techniques of data collection is observation and documentation. Analyzed using descriptive scoring and analysis.The results showed that the characteristics of the study area has a varied terrain slope is steep to very steep slopes, in the sub-watershed upstream and middle part is dominated by soil type and Reddish Brown Latosol Litosol that are prone to erosion, the downstream section is dominated by soil type Alluvial gray brown that is watertight, land forms on the downstream sub-watershed is dominated by hills Inter Plain Landform (A.2.3) with sediment lithology young fan alluvium of the river where the material koluvial at the foot of the slope below and precipitated due to erosion and gravity of the upper slope, in the middle of the sub-watershed is dominated by Hills Land Tectonics (T.12.1) with lithology (Marl, Limestone, Sandstone) formed by tectonic processes such as process (force, folds, and faults), the sub-watershed upstream land dominated by Hills Squad ( V.3.2.1) with lithology (Andsit, Basalt, Breccia) formed due to volcanic activity, the value of infiltration rate ( little slow, little faster and faster), in the form of land use (forests, orchards, residential, irrigated, rainfed rain, shrubs, fields), rainfall and high to very high. Processing and data analysis results show that the study area has a moderate rate of surface runoff and high. Identified several terrain units who allegedly being the cause of flooding in the Jati subwatershed. The terrain unit is a V3.Kb.IV.KLCKLt terrain unit, V3.Pk.III.KLCKLt terrain units, T12.Ps.III.Lt terrain unit and A2.Pk.II.ACKL terrain unit. Keywords: terrain units, watersheds, land use change, infiltration, surface runoff. PENDAHULUAN Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi ditentukan oleh tingkat curah hujan dan tingkat peresapan air ke dalam tanah. Dapat diartikan bahwa banjir merupakan peristiwa terbenamnya daratan karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan lebat peluapan air sungai atau pecahnya bendungan sungai. Permasalahan banjir diyakini sebagai dampak dari sistem tata air di wilayah DAS yang buruk. Banjir yang terjadi kemudian mengakibatkan penumpukan sedimen diwilayah hilir dan kawasan waduk, hal tersebut berkaitan dengan kondisi hutan di bagian hulu DAS tersebut. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS yaitu dari segi fungsi tata air. Sehingga aktivitas perubahan tata guna lahan yang dilaksanakan di daerah hulu DAS tidak hanya berpengaruh dimana kegiatan tersebut berlangsung (hulu DAS), tetapi juga akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan pengangkutan sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air lainnya hingga lahan-lahan di sekitar DAS menjadi kritis. Melalui analisis satuan medan kawasan peyebab banjir dapat teridentifikasi. Analisis satuan medan pada hakekatnya merupakan proses menduga medan untuk berbagai penggunaan lahan. Dimana dalam analisis tersebut mempertimbangkan berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan faktorfaktor pembatasnya, serta berusaha mencari berbagai informasi dari medan tersebut. Satuan Medan adalah suatu bidang lahan yang berhubungan dengan sifat-sifat fisik permukaan dan dekat permukaan yang kompleks dan penting bagi manusia (Zuidam & Van Zuidam-Cancelado,1979), dan memiliki kemiripan dalam karakteristik fisik lahan seperti iklim, relief, proses geomorfologi, struktur batuan, tanah dan hidrologi, sedangkan vegetasi dan penggunaan lahan dianggap sebagai faktor indikasi. Berdasarkan konsep tersebut, dapat dikemukakan bahwa perbedaan karakteristik medan, akan berpengaruh terhadap bentuk dan pola penggunaan lahan, sedangkan bentuk penggunaan lahan sendiri merupakan indikator atau cerminan dari karakteristik medan dan tingkat kesesuaian medan suatu wilayah. Sub DAS Jati merupakan salah satu dari tiga Sub DAS penyumbang debit air terbesar di Kabupaten Trenggalek. Pada kurun waktu sepuluh tahun terakhir, wilayah Sub DAS ini sering mengalami banjir, yaitu pada tahun 2006,2007,2008 dan 2011. Sebagai contoh yaitu banjir yang terjadi di Desa Salamrejo dan Desa Sumberingin pada tahun 2008. Pada saat kejadian banjir tinggi muka air melebihi tinggi dari orang dewasa yaitu mencapai lebih dari 1,5 m, sehingga persawahan serta pemukiman penduduk setempat menjadi tergenang. Selain itu banjir yang terjadi mengakibatkan ruksaknya berbagai sarana prasarana yang ada serta korban jiwa. Permasalahan lain yang timbul akibat banjir pada Sub DAS Jati adalah menjadi terhambatnya aksesibilas antara Kabupaten Ponorogo dengan Kabupaten Trenggalek, mengingat pada kawasan tersebut terdapat jalur yang menghubungkan antar dua wilayah kabupaten tersebut. Perubahan warna air sungai menjadi kuning pekat karena tercampur oleh material lumpur dan peningkatan tinggi muka air sungai merupakan indikator awal penurunan fungsi DAS. Hal tersebut menunjukan bahwa pada beberapa lereng diindakasikan mengalami erosi lahan. Indikasi ini dapat diarahkan bahwa telah terjadi penurunan kemampuan lahan dalam memberikan respon terhadap kejadian hujan yang terjadi di wilayah tersebut. Agar dampak yang ditimbulkan oleh banjir tidak semakin parah dan dapat terminimalisir, maka diteksi dini dan penanganan terhadap permasalahan tersebut perlu dilakukan sesegera dan semaksimal mungkin. RUANG LINGKUP DAN METODE Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan karakteristik medan daerah penelitian, lokasi-lokasi yang berpotensi menyebabkan banjir. Metode penelitian yang digunakan adalah survey. Berdasarkan jenisnya penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah medan pada Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Penentuan sampel penelitian didasarkan pada bentuk lahan, penggunaan lahan serta jenis tanah pada satuan medan wilayah Sub DAS Jati. Teknik pengumpulan data adalah observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis skoring dan analisis diskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah medan pada kawasan Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Untuk penentuan sampel penelitian didasarkan pada bentuk lahan, penggunaan lahan serta jenis tanah pada satuan medan kawasan Sub DAS Jati. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan pada masing-masing satuan medan. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data bentuk-bentuk erosi dan konservasi pada daerah penelitian, data pola dan jenis penggunaan lahan, laju infiltrasi dan data morfometri daerah aliran sungai. Sedangkan data sekunder berupa data Data Curah Hujan tahun 2000-2011, peta lereng, peta tanah, peta penggunaan lahan skala 1:25.000 untuk wilayah daerah Sub DAS Jati yang diperoleh dari instansi terkait. Analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah dengan pengharkatan (scoring) dilanjutkan dengan analisis diskriptif. Identifikasi kawasaan penyebab banjir didasarkan beberapa variabel yaitu pengunaan lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan serta bentuk lahan (proses terbentuknya, litologi, relief lereng). Pemberian nilai atau scoring dilakukan dengan memberikan nilai pada variabel pengunaan lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan sehingga dapat diketahui kriteria kelas limpasan permukaan kawasan Sub DAS Jati yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Peta Limpasan Permukaan Sub DAS Jati. Kondisi limpasan permukaan serta kondisi bentuk lahan daerah penelitian dapat dijadikaan sebagai acuan untuk mendiskripsikan karakteristik satuan medan daerah penelitian sehingga teridentifikasi agihan satuan medan manakah yang berpotensi menyebabkan banjir pada wilayah tersebut. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian HASIL 1. Satuan Medan Daerah Penelitian Berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian maka dari 56 satuan medan diperoleh 15 satuan medan sebagai titik pengamatan. Hasil ini didapat berdasarkan pertimbangan dari parameter-parameter yang berpengaruh terhadap terjadinya banjir yaitu bentuk lahan, penggunaan lahan dan jenis Tanah. Jadi, dari 56 satuan medan diambil 15 titik sampel, dimana tiga parameter tersebut terdapat pada satu satuan medan dan dapat mewakili secara keseluruhan. Sebaran satuan medan yang terseleksi adalah A2.Kb.II.Lt, A2.Pk.II.ACKL, A2.Ps.II.Lt, A2.Tg.III.ACKL, T12.Kb.III.Lt, T12.Pk.III.Lt, T12.Ps.III.Lt, T12.Sb.III.KLCKLt, T12.Tg.III.ACKL, V3.Kb.III.Lt, V3.Kb.IV.KLCKLt, V3.Pk.III.KLCKLt , V3.Pk.III.Lt, V3.Ps.III.Lt,. V3.Tg.III.ACKL 2. Karakteristik Medan daerah Penelitian Karakteristik medan daerah penelitian bisa diketahui setelah didapat data dari lapangan. Tujuan pengkajian kerakteristik pada daerah penelitian adalah agar mempermudah dalam menganalis sebaran agihan penyebab banjir pada daerah penelitian. Untuk menegetahui karakteristik medan pada daerah penelitian maka digunakan variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:1) Infiltrasi, 2) Kemiringan lereng, 3) Penutup lahan, 4) Curah Hujan, 5) Bentuk Lahan. Data karakteristik medan yang diperoleh berdasarkan pengamatan di lapangan serta dari data sekunder digunakan sebagai acuan dalam analisis kawan penyebab banjir wilayah Sub Das Jati. Data karakteristik satuan medan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik Satuan Medan Lokasi Penelitian no/ Simbol Satuan Bentuk titik Litologi medan lahan 1. A2.Kb.III.Lt 2. A2.Pk.II.ACKL 3. A2.Ps.II.ACKL 4. A2.Tg.III.ACKL 5. T12.Kb.III.Lt 6. 7. 8. 9. 10. T12.Pk.III.Lt T12.Ps.III.Lt T12.Sb.III.KLCKLt T12.Tg.III.ACKL V3.Kb.III.Lt 11. V3.Kb.IV.KLCKLt 12. 13. 14. V3.Pk.III.KLCKLt V3.Pk.III.Lt V3.Ps.III.Lt 15. V3.Tg.III.ACKL Sumber: Analisis data A.2.3 (Koluvial) Colluvial Slope Wash T.12.1 (Perbukitan Tektonik) V.3.2.1 (Lahar Bagian Tengah) Proses Geomorfologi Endapan kipas aluvium muda berasal dari sungai Bahan koluvial di lereng bawah dan kaki, diendapkan karena erosi dan gravitasi dari lereng atas Napal, batu gamping, batu pasir Terbentuk sebagai akibat dari proses tektonik (orogenesis dan epirogenesis) berupa proses angkatan, lipatan, dan atau patahan. Andesit, basal, breksi Terbentuk karena aktivitas vulkan / gunung berapi (resen atau subresen). Relief Lereng Infiltrasi (cm/menit) Penggunaan lahan Curah Hujan Kemiringan lereng Luas (Ha) 26.7 %- 30,5% 0,201 Perkebunan Sangat Tinggi 2,00 2,5% - 8,7% 0,102 Pemukiman Sangat Tinggi Rata-rata 2% 0,618 Persawahan Sangat Tinggi 44,2% - 64,2% (lereng Bawah dominan >15% dan lereng atas 34,4% 30,5% - 45,5% 40.4% - 46,6% 40,4% - 42,4% 50% 46,6%-83,9% Lereng Bawah 17,63% - 24,93% Lereng Atas 45% 57,7% 23,2% - 40,5% 44,5% 42,% 0,300 Tegalan Sangat Tinggi Terjal Landai hingga miring Landai hingga miring Terjal 2,000 Perkebunan Sangat Tinggi Terjal 217,54 1,300 0,500 1,800 0,700 1,304 Pemukiman Persawahan Semak Belukar Tegalan Perkebunan Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Terjal Terjal Terjal Terjal Sangat Terjal 49,60 3,.94 68,19 15,80 306,39 2,902 Perkebunan Sangat Tinggi Sangat Terjal 422,11 1,912 1,100 0,500 Pemkiman Pemukiman Persawahan Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi 59,08 15,36 28,51 26,7% - 30,5% 3,103 Tegalan Sangat Tinggi Terjal Terjal Terjal Landai hingga miring 320,21 809,05 50,39 24,58 Tabel 2 Tingkat Pengaruh Kondisi Medan Terhadap Terjadinya Limpasan Permukaan di Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek No/ Titik Simbol Satuan Medan 1 A2.Kb.III.Lt 2 A2.Pk.II.ACKL 3 A2.Ps.II.ACKL 4 A2.Tg.III.ACKL 5 T12.Kb.III.Lt 6 T12.Pk.III.Lt 7 T12.Ps.III.Lt 8 T12.Sb.III.KLCKLt 9 T12.Tg.III.ACKL 10 V3.Kb.III.Lt 11 V3.Kb.IV.KLCKLt 12 V3.Pk.III.KLCKLt 13 V3.Pk.III.Lt 14. V3.Ps.III.Lt 15. V3.Tg..III.ACKL Sumber: Analisi Data Koordinat Lokasi Penelitian 111° 37' 29.8648" E 7.1793" S 111° 39' 35.4689" E 0.2322" S 111° 39' 16.4364" E 50.6520" S 111° 38' 27.1932" E 11.4050" S 111° 36' 51.6948" E 44.6371" S 111° 38' 9.2870" E 7.8364" S 111° 37' 28.4366" E 32.7788" S 111° 36' 49.2426" E 32.7788" S 111° 38' 45.5199" E 16.8086" S 111° 37' 18.1714" E 23.0265" S 111° 37' 18.8649" E 24.3002" S 111° 35' 30.0288" E 41.2335" S 111° 37' 53.7454" E 44.7190" S 111° 38' 34.6331" E 7.9551" S 111° 39' 0.7326" E 39.0579" S Infilrasi 8° 6' 2 8° 5' 3 8° 5' 1 8° 6' 2 8° 6' 1 8° 6' 1 8° 6' 1 8° 6' 1 8° 6' 1 8° 5' 1 8° 5' 1 8° 6' 1 8° 5' 1 8° 5' 1 8° 4' 1 Penggunaan Lahan Curah Hujan Kemiringan Lereng Jumlah Kelas 2 4 3 11 Sedang 4 4 2 13 Tinggi 3 4 2 10 Sedang 3 4 3 12 Tinggi 2 4 3 11 Sedang 4 4 3 12 Tinggi 3 4 3 11 Sedang 2 4 3 10 Sedang 3 4 3 11 Sedang 2 4 4 11 Sedang 2 4 4 11 Sedang 4 4 3 12 Tinggi 4 4 3 12 Tinggi 3 4 3 11 Sedang 3 4 2 10 Sedang 3. Tingkat Limpasan Permukaan Daerah Penelitian Tingkat limpasan permukaan adalah gambaran mengenai sebaran satuan medan yang memiliki potensi menyumbangkan debit air pada kawasan Sub DAS Jati. Untuk dapat menyusunnya maka perlu dilakukan pengharkatan atau scoring pada masingmasing variabel penelitian. Varibel yang dipakai antara lain laju infiltrasi tanah, Penggunaan lahan, Curah Hujan dan kemiringan lereng. Langkah setelah proses pengharkatan adalah penjumlahan pada setiap variabel penelitian yang kemudian digunakan sebagai penentuan tingkat limpasan permukaan. Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut maka dapat diketahui bahwa kriteria sedang dan tinggi mendominasi pada daerah penelitian. Berikut adalah tabel sebaran limpasan permukaan Sub DAS Jati beserta luasannya. Tabel 3 Sebaran Limpasan Permukaan pada wilayah Sub DAS Jati Tingkat Limpasan Satuan Medan Luas Permukaan Rendah Tidak ada 0 Ha Sedang Tinggi A2.Ps.II.Lt, A2.Kb.II.Lt T12.Kb.III.Lt, T12.Ps.III.Lt, T12.Sb.III.KLCKLt, T12.Tg.III.ACKL, V3.Kb.III.Lt, V3.Kb.IV.KLCKLt, V3.Ps.III.Lt,V3.Kb.III.ACKL A2.Pk.II.ACKL, A2.Tg.II.ACKL, T12.Pk.III.Lt, V3.Pk.III.Lt, V3.Pk.III.KLCKLt., Jumlah Sumber: Analisis Data 2012 3589,85 Ha 540,56 Ha Desa Tidak ada Wonokerto, Puru, Jombok, Nglebo, Sumberbening, Gamping Kedung sigit, Salamrejo, Buluagung, Nglongsor ,Jati 4.130,41 Ha Limpasan permukaan tinggi menempati satu pertiga bagian dari daerah penelitian dengan penggunaan lahan berupa perkebunan dan pemukiman dan memiliki jenis tanah Litosol pada lereng tengah dan Auvial Coklat Kelabu pada kawasan hilir. Untuk kriteria tingkat limpasan permukaan sedang sebagian besar berada pada kawasan lereng tengah. Sehingga apabila di analogikan air hujan yang turun pada daerah hulu akan memberikan sumbangan debit air yang besar hal ini karena adanya pengaruh kondisi bentuk lahan yang kedap 4. Perubahan Penggunaan Lahan Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek Tahun 2000 – Tahun 2011 Analisis pola penggunaan lahan dan perubahannya merupakan hasil analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang penggunaan lahan lokasi penelitian. Informasi yang didapatkan berupa jenis penggunaan lahan, luas penggunaan lahan beserta luas perubahan penggunaan lahan. Terdapat perbedaan yang mencolok antara peta penggunaan lahan 2000 dan peta penggunaan lahan 2011. Hal ini mempengaruhi terjadinya banjir pada kawasan Sub DAS Jati. Perbandingan antara peta penggunaan lahan tahun 2000 dan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Jenis Penggunaan Lahan Sub DAS Jati Tahun 2000 dan Tahun 2011 Tahun 2011 Tahun 2000 Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) % Luas (Ha) % Hutan 841,39 30,83 0,75% 20,37% Perkebunan/Kebun Pemukiman 257,47 6,23% 1121,13 537,64 242,71 5,88% Sungai 0,29 0,01% 0,15 Sawah Irigasi 1429,64 34,61% 795,32 Sawah Tadah Hujan 0 0% 154,80 Semak/Belukar 0 0% 464,25 Tanah Ladang/Tegalan 1358,90 32,90% 1026,30 Luas Total 4130,41 100% 4130,41 Sumber: Analisi Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan Tahun 2011 27,14% 13,02% 0,01% 19,26% 3,75% 11,24% 24,85% 100% 5. Perubahan Nilai Laju Infiltrasi Tanah di Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek Tahun 2000 – Tahun 2011 Pada penelitian kali ini penunis mencoba memprediksi nilai laju infiltrasi pada tahun 2000 dengan menggunakan batuan Peta Satuan medan Sub Das Jati Tahun 2000, dimana pendugaan tersebut didasarkan pada indikator penggunaan lahan dan hasil perhitungan nilai infiltrasi dari hasil penelitian di lapangan. Untuk kondisi jenis tanah dan bentuk lahan tidak dijadikan acuan, karena pada selang waktu sepuluh tahun jenis tanah tidak akan mengalami perubahan yang cukup signifikan, namun hanya penggunaan lahan dan kondisi lereng mikro saja yang telah berubah. Berikut adalah tabel pendugaan nilai laju infiltrasi tahun 2000. Tabel 5 Pendugaan Laju Infiltrasi Sub DAS Jati Tahun 2000 Tahun 2011 Tahun 2000 No. Laju Infiltrasi Laju Infiltrasi Satuan Medan Satuan Medan (cm/menit) (cm/menit) 1. A2.Kb.III.Lt 0,201 A2.Kb.III.Lt 0,201 2. A2.Pk.II.ACKL 0,123 A2.Pk.II.ACKL 0,123 3. A2.Pk.II.ACKL 0,123 A2.Ps.II.ACKL 0,618 4. A2.Tg.III.ACKL 0,3 A2.Tg.III.ACKL 0,300 5. T12.Ht.III.Lt 2,0 T12.Kb.III.Lt 2,0 6. 7. 8. 9. 10. 11. T12.Pk.III.Lt T12.Ps.III.Lt T12.Sb.III.KLCKLt T12.Tg.III.ACKL V3.Kb.III.Lt V3.Kb.IV.KLCKLt 1,3 0,5 1,8 0,7 1,304 2,902 T12.Pk.III.Lt T12.Tg.III.Lt T12.Ht.III.KLCKLt T12.Tg.III.ACKL V3.Ht..III.Lt V3.Kb.IV.KLCKLt 1,3 0,5 3,103 0,7 3,103 2,902 12. 13. V3.Pk.III.KLCKLt V3.Pk.III.Lt 1,911 1,1 V3.Pk.III.KLCKLt V3.Ht.III.Lt 1,911 3,103 14. V3.Ps.III.Lt 0,5 V3.Ps.III.Lt 15. V3.Tg..III.ACKL 3,103 V3.Tg..III.ACKL Sumber: Analisi Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan Tahun 2011 0,5 3,103 PEMBAHASAN 1. Karakteristik satuan medan Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek Data tabel 2. menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki kelas infiltrasi yang didominasi kriteria sangat cepat dan cepat dengan bentuk lahan punggung perbukitan pada bagian hulu, perbukitan tektonik pada bagian lereng tengah dan dataran antar perbukitan pada hilir. Terdapat tiga macam jenis tanah yaitu Aluvial Coklat Kekelabuan, Litosol Mediteran, Asosiasi Litosol dan Latosol Coklat Kemerahan, dimana kondisi tersebut memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kondsi resapan pada daerah penelitian. Meninjau kondisi topografi wilayah dan kemiringan lerengnya, Hasil dari temuan lapangan tersebut dipandang sangat signifikan bahwa kawasan Sub DAS Jati memiliki berbagai resiko degradasi lahan potensial maupun aktual yang besar karena kondisi lerengnya yang sangat curam. Kondisi lahan-lahan miring yang telah dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman dan perkebunan menyebabkan terjadinya erosi lahan yaitu dimulai dari proses lupasan kemudian pengangkutan dan berakhir dengan pengendapan. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi tanah pada lapisan atas yang didominasi oleh jenis tanah Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol dimana jenis tanah terebut bertekstur liat, berdrainase sedang dan memiliki nilai erodibilitas 0,43 metrik dan tergolong rentan terhadap longsor (Sumber: Kironoto, 2003). Faktor erodibilitas tanah ialah kemampuan/ketahanan partikel tanah terhadap pengelupasan dan pemindahan tanah akibat energi kinetik hujan. Nilai erodibilitas tanah selain tergantung pada topografi, kemiringan lereng dan akibat perlakuan manusia. Tabel nilai erodibilitas pada berbagai jenis tanah dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Nilai Erodibilitas Tanah No Jenis Tanah 1. Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol 2. Latosol Kuning Kemerahan dan Litosol 3. Kompleks Mediteran dan Litosol 4. Latosol Kuning Kemerahan 5. Grumusol 6. Alluvial 7. Regosol 8. Latosol Sumber: Kironoto, 2003 Nilai K (metric) 0,43 0,36 0,46 0,56 0,20 0,47 0,40 0,31 Semakin bertambahnya aktivitas manusia pada daerah yang relatif terjal di Sub DAS bagian hulu menyebabkan pada daerah tersebut banyak mengalami degradasi lahan. Pada DAS hulu dan DAS tengah banyak lahan yang dimanfaatkan sebagai ladang/tegalan dan tanaman musiman. Hal tersebut kurang baik dimana perakaran yang kuat sangat diperlukan untuk menahan laju erosi. Selain itu tekstur tanah berperan dalam menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah, serta mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air, permeabilitas tanah dan berbagai sifat fisik maupun kimia tanah lainnya. Kondisi tanah yang bertekstur lempung berpasir juga mempengaruhi terhadap terjadinya erosi pada kawasan tersebut. Dalam penelitian ini Daerah Aliran Sungai dibagi menjadi tiga Sub DAS yaitu Sub DAS Hulu, Sub DAS Tengah, dan Sub DAS bagian Hilir. Hal tersebut agar dalam mengkaji dan membahas hasil penelitian lebih mudah dan lebih fokus. Berikut adalah analisa tentang kondisi agihan satuan medan pada Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. a) Sub DAS Jati Hulu Pada Daerah hulu secara genetik merupakan daerah yang memiliki bentukan lahan asal vulkan yaitu bentuk lahan Punggung Perbukitan (V.3.2.1) dengan batuan penyusun berupa batuan-batuan beku yaitu Andesit, Breaksi dan Basalt yang terbentuk dari aktifitas vulkan (resen atau subresen). Sampel pada lereng atas diwakili oleh satuan medan V3.Kb.IV.KLCKLt penggunaan lahan kebun, kemiringan lereng 45-57,6%, tanah Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol, berdasarkan pengukuran lapangan kemudian dilanjutkan dengan perhitungan menggunakan rumus Horton satuan medan ini memiliki nilai laju infiltrasi sebesar 2,902 cm/menit dan tergolong dalm kelas cepat. Satuan medan V3.Pk.III.KLCKLt penggunaan lahan berupa pemukiman, kemiringan lereng 23,2-40,5%, tanah Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol, nilai laju infiltrasi sebesar 1,911 cm/menit lebih rendah dibandingkan satuan medan sebelumnya karena pada satuan medan sebelumnya penggunaan lahannya berupa kebun yang memiliki simpanan permukaan lebih baik dari pada penggunaan lahan pemukiman. Satuan medan V3.Pk.III.Lt penggunaan lahan berupa pemukiman, kemiringan lereng rata-rata 44,5% tanah Litosol, namun nilai laju infiltrasi lebih rendah dibandingkan satuan medan sebelumnya yaitu sebesar 1,1cm/menit, hal ini dikarenakan kondisi jenis tanah berupa tanah Litosol. Tanah Litosol tidak berkembang baik karena pengaruh iklim yang lemah atau terlalu agresif, letusan gunungapi, atau topografi dengan kemiringan yang tinggi, proses pembentukan tanah ini lebih lambat dari proses penghilangan tanah akibat dari erosi, sehingga solum tanah cenderung semakin dangkal. Hal tersebut yang menyebabkan tanah Litosol memiliki resapan yang tergolong rendah. Satuan medan V3.Ps.III.Lt penggunaan lahan berupa persawahan, kemiringan lereng 42,5%, jenis tanah Litosol dengan nilai laju infiltrasi sebesar 0,5 cm/menit, kondisi infiltrasi pada satuan medan ini juga lebih rendah dibanding satuan medan sebelumnya karena penggunaan lahan yang ada berupa pemukiman, dimana penggunaan lahan permukiman memiliki simpanan permukaan yang rendah, hal ini disebabkan karena adanya pemadatan struktur tanah sehingga apabila hujan, air tidak langsung meresap ke dalam tanah dan mengalami pengatusan dahulu sebelum menuju pada sungai utama. Satuan medan V3.Tg.II.ACKL penggunaan lahan berupa tegalan, kemiringan lereng 26,7% -30,5% tanah Aluvial Coklat Kelabu, nilai laju infiltrasi lebih besar dari satuan medan yang lain pada kawasan bentuk lahan punggung perbukitan yaitu sebesar 3,103 cm/menit. Meninjau topografinya daerah satuan medan V3.Tg.II.ACKL memiliki relief yang relatif agak miring, dengan kondisi tanah berupa Aluvial Coklat Kelabu seharusnya laju infiltrasi lebih rendah namun pada kenyataanya justru berbanding terbalik, hal tersebut terjadi karena adanya pengolahan lahan pada lahan tegalan tersebut yang mampu mengubah struktur tanah akan menjadi semakir besar. Curah hujan dan intensitas hujan daerah daerah penelitian sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan terjadinya gerakan massa tanah pada kawasan yang berpotensi menimbulkan erosi lahan. Kondisi tersebut diperkuat dengan morfometri lereng yang didominasi oleh kemiringan curam hingga sangat curam. b) Sub DAS Jati Tengah Pada kawasan lereng tengah secara genetik memiliki bentukan lahan asal tektonik dengan kode lahan (T12.1) dengan batuan penyusun berupa batuan-batuan sedimen yang mudah telarut air yaitu Napal, batu Gamping, batu Pasir. Merupakan Akwifer yang baik namun rentan terhadap erosi. Dengan kondisi tersebut terbentuk struktur tanah yang yang kurang rapat dengan dengan porositas yang kecil dan permeabilitas yang besar menyebabkan tanah mudah terkikis oleh air hujan dan terlarut ke sungai. Sampel pada lereng tengah terwakili oleh satuan medan T12.Kb.III.Lt, penggunaan lahan kebun, kemiringan lereng 15% -34,4% , jenis tanah Litosol, nilai laju infiltrasi 2,0 cm/menit. Satuan medan T12.Pk.III.Lt penggunaan lahan persawahan, kemiringan lereng 30,5-45,5% jenis tanah litosol dengan nilai laju infiltrasi sebesar 1,3 cm/menit. Satuan medan T12.Ps.III.Lt, penggunaan lahan persawahan, kemiringan lereng 40,5-46.6% jenis tanah Litosol, nilai laju infiltrasi 0,5 cm/menit. Satuan medan T12.Sb.III.KLCKLt, penggunaan lahan persawahan, kemiringan lereng 40,5-46.6% jenis tanah Litosol, nilai infiltrasi sebesar 1,8 cm/menit. Satuan medan T12.Tg.III.ACKL penggunaan lahan berupa tegalan, kemiringan lereng rata-rata 50% jenis tanah Litosol, nilai laju infiltrasi 0,7 cm/menit. Pada tanah ini didominasi oleh tanah Litosol. Tanah Litosol yang berada pada topografi yang tidak rata atau lingkungan alkalis dapat menyebabkan lempung yang terbentuk sangat peka terhadap erosi. c) Sub DAS Jati Hilir Pada lereng bawah atau hilir wilayah Sub DAS Jati didominasi oleh bentukan lahan asal Aluvial. Hasil analisis lapangan menunjukan bahwa nilai laju infiltrasi pada lahan tersebut tergolong lambat. Bentuk lahan pada kawasan ini tergolong dalam bentuk lahan Koluvial (A.2.3) Dicirikan oleh kondisi lahan datar dan agak datar yang berada diantara perbukitan dan wilayah kaki lereng bukit/gunung, terbentuk karena proses fluvial dan koluvial aluvial merupakan suatu landform muda (risen atau sub risen) yang terbentuk dari proses fluvial (aktivitas sungai) ataupun gabungan dari proses alluvial dan koluvial. Pada lereng bawah diwakili oleh satuan medan A2.Kb.II.Lt penggunaan lahan berupa Kebun, kemiringan lereng 26.7%- 30,5% dengan nilai laju infiltrasi sebesar 0.201cm/menit. Satuan medan A2.Pk.II.ACKL penggunaan lahan berupa Pemukiman, kemiringan lereng 2,5% - 8,7%, jenis tanah Alivial Coklat Kelabu, nilai laju infiltrasi sebesar 0,123 cm/menit. satuan medan A2.Ps.II.ACKL penggunaan lahan berupa persawahan, kemiringan lereng 2%, jenis tanah Alivial Coklat Kelabu, nilai laju infiltrasi sebesar 0,618 cm/menit. Satuan medan A2.Tg.III.ACKL penggunaan lahan berupa Tegalan, kemiringan lereng 44,2% - 64,2%, nilai laju infiltrasi sebesar 0,3 cm/menit. Pada lereng bawah tejadi sebuah anomaly dimana pada satuan medan A2.Tg.III.ACKL yang seharusnya memiliki nilai laju infiltrasi tinggi tetapi justru nilai laju infiltrasinya lebih rendah dari pada satuan medan A2.Ps.II.ACKL. begitu juga dengan satuan medan A2.Ps.II.ACKL nilai infiltrasi lebih besar dari pada satuan medan A2.Kb.III.Lt, hal tersebut dapat terjadi karena kondisi persawahan yang kering, sehingga memudahkan air meresap ke dalam tanah. Bahan induk yang berupa liat dan lempung menyebabkan sebagian besar kawasan ini memiliki nilai laju infiltrasi yang rendah. 2. Sebaran Agihan Satuan Medan yang Berpotensi Menyebabkan Banjir Berdasarkan dari indikator-indikator satuan unit medan pada tabel karakteristik satuan medan teridentifikasi beberapa agihan satuan medan yang diduga kuat sebagai penyebab terjadinya banjir di kawasan Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Pada kawasan hulu satuan medan yang memberikan sumbangan besar terhadap terjadinya banjir di kawasan Sub DAS Jati adalah satuan medan V3.Kb.IV.KLCKLt. Satuan ini berada di Desa Jombok, Desa Wonokerto, Desa Pule dan Desa Puru. Hasil penyekoran menunjukan bahwa limpasan permukaan pada satuan medan tersebut tergolong dalam kriteria sedang, namun pada kawasan tersebut ditemukan banyak kondisi medan yang telah mengalami degradasi lahan pada kemiringan lereng yang terjal. Di temukan pada beberapa lereng tidak adanya tanaman penutup sehingga hal tersebut memungkinkan adanya erosi pada medan tersebut. Selain itu hal tersebut juga dapat menyebabkan penyumbatan dan pemadatan pada tanah karena terkena butiran-butiran air hujan sehingga secara otomatis akan menurunkan nilai laju infiltrasi pada medan tersebut. Asumsi di atas diperkuat dengan jenis tanah pada medan tersebut berupa tanah Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol, dimana pada jenis tanah Latosol Coklat Kemerahan kandungan liatnya sangat tinggi, sedangnkan tanah Litosol adalah tanah dengan material bahan induk campuran Batuan Endapan Tuff dan Batuan Vulkan apabila jenis tanah ini berada pada topografi yang tidak rata maka dapat menyebabkan lempung yang terbentuk sangat peka terhadap erosi sehingga pada beberapa medan drainasenya kurang baik. Dengan luas agihan 422,10 Ha dan banyaknya lahan kritis, maka satuan medan tersebut akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap tejadinya banjir di wilayah Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Satuan medan V3.Kb.III.Lt dan V3.Pk.III.Lt juga merupakan satuan medan yang menjadi penyebab banjir di Sub DAS Jati karena pada satuan medan ini diduga mengalami penurunan nilai laju infiltrasi karena perubahan kondisi penggunaan lahannya. Alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi lahan akan memperbesar kemungkinan terjadinya degradasi lahan pada wilayah tersebut. Perubahan penggunaan lahan berbeda pada setiap unitnya tergantung pada lokasi medan dan faktor pengubahnya. Pada kawasan tersebut sebagian besar penggunaan lahan telah berubah dari awalnya yang berupa hutan berubah semakin luas menjadi kawasan budidaya pertanian seperti ladang/tegalan dan kebun. Satuan medan lain yang juga diduga kuat meyebabkan terjadinya banjir di Sub DAS Jati adalah satuan medan V3.Pk.III.KLCKLt, tersebar di Desa Jombok dan Desa Wonokerto. Satuan medan ini mempunyai nilai laju infiltrasinya tergolong ke dalam kelas cepat yaitu dengan nilai laju infiltrasi sebesar 1,192 cm/menit. Nilai laju infiltrasi tanah yang tinggi menunjukkan bahwa satuan medan tersebut memiliki kemampuan menyimpan air dalam jumlah yang banyak di dalam tanah, akan tetapi kondisi bentuk lahan pada bagian lereng atas dan tengah merupakan bentukan lahan berupa punggung perbukitan yang memiliki struktur batuan beku yang cukup keras dan kedap air dengan jenis tanah Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol. Hal tersebut menunjukan bahwa satuan medan tersebut merupakan akwifer yang baik namun karena penggunaan lahannya berupa pemukiman menyebabkan satuan medan ini sering mengalami limpasan permukaan. Pada lereng tengah satuan medan yang berpotensi menyebabkan banjir adalah agihan satuan medan T12.Ps.III.Lt. Memiliki Tanah litosol yang berada pada topografi yang tidak rata maka dapat menyebabkan lempung yang terbentuk sangat peka terhadap erosi. Litologi yang tersusun berupa Napal dan batu Gamping membuat kawasan ini merupakan kawasan yang memilik permebilitas yang kurang baik. Napal sendiri merupakan kalsium karbonat atau kapur kaya lumpur atau batu lumpur yang mengandung sejumlah variabel tanah liat dan aragonit. Sedangkan batu Kapur merupakan jenis batuan sedimen yang kedap air dan juga memiliki permeabilitas yang kurang baik. Berdasarkan hasil perhitungan dilapangan nilai infiltrasi pada satuan medan tersebut tergolong rendah pada dibandingkan satuan medan yang lain pada bentukan lahan perbukitan tektonik. Adanya konversi lahan pada satuan medan tersebut juga mempengaruhi kondisi tanah pada medan tersebut. Perubahan penggunaan lahan yang awalnya berupa tegalan menjadi persawahan menyebabkan berkuangnya tajuktajuk tanaman yang berfungsi sebagai pelindung tanah. Kondisi topografi yang agak miring dengan curah hujan yang cukup tinggi menyebabkan limpasan permukaan yang tinggi juga akan menyebabkan air limpasan akan membawa material lumpur atau pasir kemudian terendap di sungai yang mengakibatkan sedimentasi pada sungai dan mengakibatkan daya tampung sungai menjadi kurang maksimal. Satuan medan A2.Pk.II.ACKL juga merupakan agihan yang teridentifikasi menyebabkan banjir pada kawasan Sub DAS Jati. Agihan satuan medan ini memiliki wilayah yang cukup luas yaitu 319.546 Ha berada pada kawasan hilir dengan kondisi lereng yang cukup datar dengan jenis tanah Aluvial Coklat Kelabu. Formasi geologi yang tersusun pada satuan medan tersebut merupakan Akwifer Alluvial memiliki struktur batuan sedimen dengan jenis tanah Aluvial yang kedap terhadap air sehingga mengakibatkan limpasan permukaan pada kawasan ini cukup tinggi. Adanya konversi lahan dari sawah menjadi kawasan pemukiman menyebabkan nilai laju infiltrasi pada satuan medan tersebut juga semakin rendah. Satuan medan ini merupakan titik terendah pada kawasan Sub DAS Jati dan merupakan kawasan yang sering terkena banjir. Akibat kondisi penggunaan lahan yang kurang tepat, nilai infiltrasi yang rendah, kondisi lereng yang sangat terjal dan limpasan permukaan yang tinggi pada kawasan hulu ditambah lagi dengan kondisi tanah yang sangat peka terhadap erosi pada beberapa medan menyebabkan terjadinya erosi lahan yang menimulkan pendangkalan pada sungai. Dengan intensitas hujan yang sangat tinggi, nilai resapan yang rendah pada kawasan hilir dan adanya penurunan daya tampung sungai menyebabkan meluapnya Sungai Jati dan menggenangi beberapa tempat di daerah hilir Sub DAS ini. Perlu adanya arahan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang tepat pada beberapa unit medan agar DAS dapat berfungsi sebagai mana mestinya. KESIMPULAN DAN SARAN Daerah penelitian memiliki karakteristik medan kemiringan lereng terjal hingga sangat terjal, terdapat terdapat tiga bentuk lahan yaitu (A.2.3) Bentuk Lahan dataran perbukitan yang memiliki litologi endapan kipas alluvium muda dari sungai dengan proses terbentuknya dari bahan koluvial dinding lereng bawah dan lereng kaki, diendapkan karena grafitasi dari lereng atas, (T.12.1) bentuk Lahan Perbukitan Tektonik dengan litologi Napal, Batu Gamping, Batu Pasir terbentuk karena proses tektonik berupa proses angkatan, lipatan, dan patahan, (V.3.2.1) dengan litologi Andesit, Basalt, Breaksi terbentuk karena aktivitas gunung berapi. Struktur geologi pada dagian hulu merupakan bentukan lahan yang kedap air serta dipengaruhi oleh kondisi jenis tanah Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol yang rentan terhadap erosi. Penggunan lahan pada DAS bagian hulu juga kurang tepat, dimana banya terdapat pemanfaatan lahan berupa ladang/tegaalandan tanaman semusim pada lereng yang terjal. Daerah penelitian memiliki tiga kelas tingkat sumbangan limpasan permukaan yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Hasil pengolahan serta analisis data menunjukkan bahwa pada daerah penelitian didominasi oleh tingkat limpasan permukaan sedang terdapat pada satuan medan A2.Ps.II.Lt, A2.Kb.III.Lt , T12.Kb.III.Lt, T12.Ps.III.Lt, T12.Sb.III.KLCKLt, T12.Tg.III.ACKL, T12.Kb.III.Lt . V3.Kb.III.Lt, V3.Kb.IV.KLCKLt, V3.Ps.III.Lt, V3.Tg.III.ACK dengan luas 3589,85 Ha . Tingkat limpasan permukaan tinggi berada pada satuan medan A2.Pk.II.ACKL, A2.Tg.II.ACKL, T12.Pk.III.Lt, V3.Pk.III.Lt, V3.Pk.III.KLCKLt. dengan luas 540,56 Ha. Hal ini menunjukan bahwa daerah tersebut memiliki resapan yang kurang baik. Berdasarkan analisis dari karakteristik medan pada daerah penelitian teridentifikasi beberapa satuan medan yang potensi menyebabkan banjir pada wilayah Sub DAS Jati. Satuan medan tersebut adalah V3.Kb.IV.KLCKLt, V3.Pk.III.KLCKLt, T12.Ps.III.Lt, A2.Pk.II.ACKL. Variabel yang paling berpengaruh terhadap terjadinya banjir di Sub DAS Jati adalah pengelolaan dan penggunaan lahan, jenis tanah dan kondisi lereng. Secara umum satuan medan pada bagian hulu memiliki penggunaan lahan yang kurang sesuai dengan konservasi lahan, memiliki kondisi lereng yang sangat terjal dan limpasan permukaan yang tinggi. Dengan kondisi tanah yang sangat peka terhadap erosi otomatis akan menyebabkan terjadinya erosi lahan pada beberapa medan yang mengakibatkan pendangkalan pada sungai karena adanya tanah yang terbawa oleh air limpasan permukaan. Nilai resapan yang rendah serta adanya penurunan daya tampung sungai pada kawasan hilir menyebabkan meluapsa sungai pada kawasan Sub DAS ini. Berdasarkan hasil analisa, kawasan Sub DAS Jati telah mengalami kerusakan dan degradasi lahan yang berakibat pada bertambahnya kapasitas sedimen pada sungai Jati sehingga perlu adanya usaha rehabilitasi, konservasi dan menegemen lahan yang tepat guna mengatasi permasalahan banjir pada daerah tersebut. Berdasarkan hasil analisa dan data sebagaimana telah diuraikan tersebut maka dapat diberikan beberapa saran. Mengingat pada sepanjang sungai Jati mempunyai kemiringan terjal, maka pengunaan penutup lahan berupa tanaman yang mempunyai perakaran yang kuat sangat disarankan. Perlu adanya pengawasan dari pemerintah agar masyarakat tidak masyarakat tidak mempergunakan lahan sesuai kaidah konservasi lahan. Menerapkan usaha konservasi lahan dan rehabilitasi tanah pada daerah pemukiman, lahan kosong dan semak belukar karena lokasi tersebut berperan besar terhadap terjadinya peningkatan erosi. Kurang sesuainya tanaman penutup serta banyaknya lahan-lahan kosong pada daerah miring mampu menyebakan terjadinya erosi tebing. Mempertahankan fungsi tanah seperti sewajarnya dengan pemanfaatan vegetasi dengan sebaik mungin, memanipulasi topografi mikro sesuai dengan kaidah konservasi lahan, memperbaiki daya tahan tanah strukur tanah yang ada dengan cara vegetatif atau mekanis. Restorasi sungai ataupun membuat bangunan pengontrol air (waduk) sangat perlu mengingat jumlah debit air yang dihasilkan oleh sub DAS tersebut melebihi dari daya tamping sungai serta diterapkan bangunan pengendali banjir pada daerah yang memikiki kemiringan curam. DAFTAR RUJUKAN Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Badan Pusat Statistik. 2011. Trenggalek dalam Angka 2011. Kabupaten Trenggalek : BPS Kabupaten Trenggalek. BAPPEDA Kabupaten Trenggalek. 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Trenggalek. Tahun 2002-2012. Trenggalek : BAPPEDA Kabupaten Trenggalek. BPBD Kabupaten Trenggalek.2011. Daftar Kerusakan Bencana Akibat Banjir dan Tanah longsor Kabupaten Trenggalek. Tahun 2012. Trenggalek : BPBD Kabupaten Trenggalek. BP DAS. 2008. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RTL-RLKT). Surabaya: BP DAS Brantas. Budiyanto, Eko. 2009. Sistem Infomasi Geografis Untuk Analisis Perubahan Penggunaan Lahan. (Online) (http://elqy-allaboutgeography.blogspot.com /2012/04/sistem-informasi-geografis-untuk.html diakses 9 April 2012). CD, Soemarwoto. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional Dibyosaputro, Suprapto. 2001. Survai dan Pemetaan Geomorfologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Dirjen Penataan Ruang, 2002. Pedoman Umum Mitigasi Bencana., (http: //Disaster Risk Management.blogspot.com/Mitigasi Bencana Banjir. diakses 11 April 2012). Harjowigeno, Sarwono. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : CV Akademika Pressindo. Kodatie, Robert J dan Rostam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta : Andi. Lee, Richard. 1990. Hidrologi Hutan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Noordwijk, dkk. 2004. Peranan Agroforestri Dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS). Jurnal Agrivita, (Online), Vol. 26 No.1 (http://www.worldagroforestrycentre.org/Sea/Publications/files/ journal/JA001504.pdf, diakses 15 November 2012). Pawitan. 2010. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Hidrologi Daerah Aliran Sungai. ([email protected]). Prahasta, Eddy. 2011.Tutorial ArcGIS Dekstop untuk Bidang Geodesi dan Informatika. Bandung: Penerbit Informatika. Purwantoro, Suhadi dan B. Saiful Hadi. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta Tahun 1987-1996 Berdasarkan Foto Udara. Sitorus. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan, Bandung: Tarsito. Suryantoro, Agus. 2009. Integrasi Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta: LP2IP. Tim Penyusun. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Malang: Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang. Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta : Beta Offset. Zuidam, R.A. 1978. Terrain Analysis and Classification Using Areal Photographs, A Geomorphologi Approach. Itc Textbook of photo Interpretation VII-6. Ensche The Netherlands. Gambar 2 Peta Sebaran Agihan Satuan Medan yang Berpotensi Menyebabkan Banjir di Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek