ANALISIS SATUAN MEDAN UNTUK

advertisement
ANALISIS SATUAN MEDAN UNTUK IDENTIFIKASI KAWASAN
PENYEBAB BANJIR DI SUB DAS JATI KABUPATEN TRENGGALEK
Ibrahim Qurannysains Azhary
Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected]
Abstrak
Sub DAS Jati merupakan salah satu dari tiga Sub DAS penyumbang debit
air terbesar di Kabupaten Trenggalek. Pada wilayah Sub DAS ini sering mengalami
banjir, Perubahan warna air sungai menjadi kuning pekat karena tercampur oleh
material lumpur dan peningkatan tinggi muka air sungai merupakan indikator awal
penurunan fungsi DAS. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi erosi lahan pada
beberapa lereng pada Sub DAS tersebut. Indikasi ini dapat diartikan bahwa telah
terjadi penurunan kemampuan lahan dalam memberikan respon terhadap kejadian
hujan yang terjadi di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan
karakteristik medan daerah penelitian, lokasi-lokasi yang berpotensi menyebabkan
banjir. Metode penelitian yang digunakan adalah survey. Subjek dalam penelitian ini
adalah medan pada Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Penentuan sampel
penelitian didasarkan pada bentuk lahan, penggunaan lahan serta jenis tanah pada
satuan medan wilayah Sub DAS Jati. Teknik pengumpulan data adalah observasi
dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis skoring dan analisis diskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa daerah penelitian mempunyai karakteristik
medan yang bervariasi yaitu kemiringan lereng terjal hingga sangat terjal, pada Sub
DAS bagian hulu dan tengah didominasi oleh jenis tanah Latosol Coklat Kemerahan
dan Litosol yang bersifat rentan terhadap terjadinya erosi, pada bagian hilir
didominasi oleh jenis tanah Aluvial Coklat kelabu yang bersifat kedap air, bentuk
lahan pada Sub DAS hilir didominasi oleh bentuk lahan Dataran Antar Perbukitan
(A.2.3) dengan litologi endapan kipas alluvium muda dari sungai dimana bahan
koluvial di lereng bawah dan kaki diendapkan karena erosi dan gravitasi dari lereng
atas, pada Sub DAS tengah didominasi bentuk lahan Perbukitan Tektonik (T.12.1)
dengan litologi (Napal, Batu Gamping, Batu Pasir) terbentuk karena proses tektonik
berupa proses (angkatan, lipatan, dan patahan), pada Sub DAS hulu didominasi
bentuk lahan Punggung Perbukitan (V.3.2.1) dengan litologi (Andsit, Basalt, Breksi)
yang terbentuk karena aktivitas gunung berapi, nilai laju infiltrasi (agak lambat, agak
cepat dan cepat), penggunan lahan berupa (hutan, kebun, pemukiman, sawah irigasi,
sawah tadah hujan, semak belukar, ladang), serta curah hujan tinggi hingga sangat
tinggi. Hasil pengolahan dan analisa data menunjukan bahwa daerah penelitian
memiliki tingkat limpasan permukaan sedang serta tinggi. Teridentifikasi beberapa
satuan medan yang diduga kuat menjadi penyebab terjadinya banjir pada kawasan
Sub DAS Jati. Satuan medan tersebut adalah satuan medan V3.Kb.IV.KLCKLt,
satuan medan V3.Pk.III.KLCKLt, satuan medan T12.Ps.III.Lt dan satuan medan
A2.Pk.II.ACKL.
Kata kunci: satuan medan, daerah aliran sungai, perubahan penggunaan
lahan, infiltrasi, limpasan permukaan.
Abstract
Jati Sub-watershed is one of the three sub watersheds largest contributor to
water discharge Trenggalek. In the Sub watershed is often experienced flooding,
river water color changes to yellow material thick as mud and mixed by an increase
in water level the river is an early indicator of watershed impairment. It shows that
the soil erosion on some slopes on the sub-watershed. This indication means that
there has been a decrease in the ability of land to provide a response to rainfall
events that occurred in the region. This study aimed to describe the characteristics of
the study area battlefield, the locations that could potentially cause flooding. The
method used was a survey. Based on this kind of research is descriptive quantitative.
Subjects in this study is a sub-watershed field at Regency Teak Psychology.
Determination of the study sample was based on land form, land use and soil type on
the force field Jati Sub watershed. Techniques of data collection is observation and
documentation. Analyzed using descriptive scoring and analysis.The results showed
that the characteristics of the study area has a varied terrain slope is steep to very
steep slopes, in the sub-watershed upstream and middle part is dominated by soil
type and Reddish Brown Latosol Litosol that are prone to erosion, the downstream
section is dominated by soil type Alluvial gray brown that is watertight, land forms
on the downstream sub-watershed is dominated by hills Inter Plain Landform
(A.2.3) with sediment lithology young fan alluvium of the river where the material
koluvial at the foot of the slope below and precipitated due to erosion and gravity of
the upper slope, in the middle of the sub-watershed is dominated by Hills Land
Tectonics (T.12.1) with lithology (Marl, Limestone, Sandstone) formed by tectonic
processes such as process (force, folds, and faults), the sub-watershed upstream land
dominated by Hills Squad ( V.3.2.1) with lithology (Andsit, Basalt, Breccia) formed
due to volcanic activity, the value of infiltration rate ( little slow, little faster and
faster), in the form of land use (forests, orchards, residential, irrigated, rainfed rain,
shrubs, fields), rainfall and high to very high. Processing and data analysis results
show that the study area has a moderate rate of surface runoff and high. Identified
several terrain units who allegedly being the cause of flooding in the Jati subwatershed. The terrain unit is a V3.Kb.IV.KLCKLt terrain unit, V3.Pk.III.KLCKLt
terrain units, T12.Ps.III.Lt terrain unit and A2.Pk.II.ACKL terrain unit.
Keywords: terrain units, watersheds, land use change, infiltration, surface
runoff.
PENDAHULUAN
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan
yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Kita bisa melihat banjir sebagai suatu
bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang
bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air
yang mengalir di permukaan Bumi ditentukan oleh tingkat curah hujan dan
tingkat peresapan air ke dalam tanah. Dapat diartikan bahwa banjir merupakan
peristiwa terbenamnya daratan karena volume air yang meningkat. Banjir dapat
terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan lebat
peluapan air sungai atau pecahnya bendungan sungai.
Permasalahan banjir diyakini sebagai dampak dari sistem tata air di
wilayah DAS yang buruk. Banjir yang terjadi kemudian mengakibatkan
penumpukan sedimen diwilayah hilir dan kawasan waduk, hal tersebut berkaitan
dengan kondisi hutan di bagian hulu DAS tersebut. Ekosistem DAS hulu
merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap
seluruh bagian DAS yaitu dari segi fungsi tata air. Sehingga aktivitas perubahan
tata guna lahan yang dilaksanakan di daerah hulu DAS tidak hanya berpengaruh
dimana kegiatan tersebut berlangsung (hulu DAS), tetapi juga akan menimbulkan
dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan pengangkutan
sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air lainnya hingga lahan-lahan
di sekitar DAS menjadi kritis.
Melalui analisis satuan medan kawasan peyebab banjir dapat
teridentifikasi. Analisis satuan medan pada hakekatnya merupakan proses
menduga medan untuk berbagai penggunaan lahan. Dimana dalam analisis
tersebut mempertimbangkan berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan faktorfaktor pembatasnya, serta berusaha mencari berbagai informasi dari medan
tersebut. Satuan Medan adalah suatu bidang lahan yang berhubungan dengan
sifat-sifat fisik permukaan dan dekat permukaan yang kompleks dan penting bagi
manusia (Zuidam & Van Zuidam-Cancelado,1979), dan memiliki kemiripan
dalam karakteristik fisik lahan seperti iklim, relief, proses geomorfologi, struktur
batuan, tanah dan hidrologi, sedangkan vegetasi dan penggunaan lahan dianggap
sebagai faktor indikasi. Berdasarkan konsep tersebut, dapat dikemukakan bahwa
perbedaan karakteristik medan, akan berpengaruh terhadap bentuk dan pola
penggunaan lahan, sedangkan bentuk penggunaan lahan sendiri merupakan
indikator atau cerminan dari karakteristik medan dan tingkat kesesuaian medan
suatu wilayah.
Sub DAS Jati merupakan salah satu dari tiga Sub DAS penyumbang debit
air terbesar di Kabupaten Trenggalek. Pada kurun waktu sepuluh tahun terakhir,
wilayah Sub DAS ini sering mengalami banjir, yaitu pada tahun 2006,2007,2008
dan 2011. Sebagai contoh yaitu banjir yang terjadi di Desa Salamrejo dan Desa
Sumberingin pada tahun 2008. Pada saat kejadian banjir tinggi muka air melebihi
tinggi dari orang dewasa yaitu mencapai lebih dari 1,5 m, sehingga persawahan
serta pemukiman penduduk setempat menjadi tergenang. Selain itu banjir yang
terjadi mengakibatkan ruksaknya berbagai sarana prasarana yang ada serta korban
jiwa. Permasalahan lain yang timbul akibat banjir pada Sub DAS Jati adalah
menjadi terhambatnya aksesibilas antara Kabupaten Ponorogo dengan Kabupaten
Trenggalek,
mengingat
pada
kawasan
tersebut
terdapat
jalur
yang
menghubungkan antar dua wilayah kabupaten tersebut. Perubahan warna air
sungai menjadi kuning pekat karena tercampur oleh material lumpur dan
peningkatan tinggi muka air sungai merupakan indikator awal penurunan fungsi
DAS. Hal tersebut menunjukan bahwa pada beberapa lereng diindakasikan
mengalami erosi lahan. Indikasi ini dapat diarahkan bahwa telah terjadi penurunan
kemampuan lahan dalam memberikan respon terhadap kejadian hujan yang terjadi
di wilayah tersebut. Agar dampak yang ditimbulkan oleh banjir tidak semakin
parah dan dapat terminimalisir, maka diteksi dini dan penanganan terhadap
permasalahan tersebut perlu dilakukan sesegera dan semaksimal mungkin.
RUANG LINGKUP DAN METODE
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan karakteristik medan daerah
penelitian, lokasi-lokasi yang berpotensi menyebabkan banjir. Metode penelitian
yang digunakan adalah survey. Berdasarkan jenisnya penelitian ini bersifat
deskriptif kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah medan pada Sub DAS
Jati Kabupaten Trenggalek. Penentuan sampel penelitian didasarkan pada bentuk
lahan, penggunaan lahan serta jenis tanah pada satuan medan wilayah Sub DAS
Jati. Teknik pengumpulan data adalah observasi dan dokumentasi. Analisis data
menggunakan analisis skoring dan analisis diskriptif.
Subjek dalam penelitian ini adalah medan pada kawasan Sub DAS Jati
Kabupaten Trenggalek. Untuk penentuan sampel penelitian didasarkan pada
bentuk lahan, penggunaan lahan serta jenis tanah pada satuan medan kawasan Sub
DAS Jati. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan
pada masing-masing satuan medan. Data primer yang dibutuhkan dalam
penelitian ini meliputi data bentuk-bentuk erosi dan konservasi pada daerah
penelitian, data pola dan jenis penggunaan lahan, laju infiltrasi dan data
morfometri daerah aliran sungai. Sedangkan data sekunder berupa data Data
Curah Hujan tahun 2000-2011, peta lereng, peta tanah, peta penggunaan lahan
skala 1:25.000 untuk wilayah daerah Sub DAS Jati yang diperoleh dari instansi
terkait.
Analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah dengan
pengharkatan (scoring) dilanjutkan dengan analisis diskriptif. Identifikasi
kawasaan penyebab banjir didasarkan beberapa variabel yaitu pengunaan lahan,
kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan serta bentuk lahan (proses
terbentuknya, litologi, relief lereng). Pemberian nilai atau scoring dilakukan
dengan memberikan nilai pada variabel pengunaan lahan, kemiringan lereng, jenis
tanah, curah hujan sehingga dapat diketahui kriteria kelas limpasan permukaan
kawasan Sub DAS Jati yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Peta
Limpasan Permukaan Sub DAS Jati. Kondisi limpasan permukaan serta kondisi
bentuk lahan daerah penelitian dapat dijadikaan sebagai acuan untuk
mendiskripsikan karakteristik satuan medan daerah penelitian sehingga
teridentifikasi agihan satuan medan manakah yang berpotensi menyebabkan banjir
pada wilayah tersebut.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
HASIL
1. Satuan Medan Daerah Penelitian
Berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian maka dari 56 satuan
medan diperoleh 15 satuan medan sebagai titik pengamatan. Hasil ini didapat
berdasarkan pertimbangan dari parameter-parameter yang berpengaruh terhadap
terjadinya banjir yaitu bentuk lahan, penggunaan lahan dan jenis Tanah. Jadi, dari
56 satuan medan diambil 15 titik sampel, dimana tiga parameter tersebut terdapat
pada satu satuan medan dan dapat mewakili secara keseluruhan. Sebaran satuan
medan yang terseleksi adalah A2.Kb.II.Lt, A2.Pk.II.ACKL, A2.Ps.II.Lt,
A2.Tg.III.ACKL, T12.Kb.III.Lt, T12.Pk.III.Lt, T12.Ps.III.Lt,
T12.Sb.III.KLCKLt, T12.Tg.III.ACKL, V3.Kb.III.Lt, V3.Kb.IV.KLCKLt,
V3.Pk.III.KLCKLt , V3.Pk.III.Lt, V3.Ps.III.Lt,. V3.Tg.III.ACKL
2. Karakteristik Medan daerah Penelitian
Karakteristik medan daerah penelitian bisa diketahui setelah didapat data
dari lapangan. Tujuan pengkajian kerakteristik pada daerah penelitian adalah agar
mempermudah dalam menganalis sebaran agihan penyebab banjir pada daerah
penelitian. Untuk menegetahui karakteristik medan pada daerah penelitian maka
digunakan variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Variabel yang digunakan
adalah sebagai berikut:1) Infiltrasi, 2) Kemiringan lereng, 3) Penutup lahan, 4)
Curah Hujan, 5) Bentuk Lahan.
Data karakteristik medan yang diperoleh berdasarkan pengamatan di
lapangan serta dari data sekunder digunakan sebagai acuan dalam analisis kawan
penyebab banjir wilayah Sub Das Jati. Data karakteristik satuan medan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik Satuan Medan Lokasi Penelitian
no/
Simbol Satuan
Bentuk
titik
Litologi
medan
lahan
1.
A2.Kb.III.Lt
2.
A2.Pk.II.ACKL
3.
A2.Ps.II.ACKL
4.
A2.Tg.III.ACKL
5.
T12.Kb.III.Lt
6.
7.
8.
9.
10.
T12.Pk.III.Lt
T12.Ps.III.Lt
T12.Sb.III.KLCKLt
T12.Tg.III.ACKL
V3.Kb.III.Lt
11.
V3.Kb.IV.KLCKLt
12.
13.
14.
V3.Pk.III.KLCKLt
V3.Pk.III.Lt
V3.Ps.III.Lt
15.
V3.Tg.III.ACKL
Sumber: Analisis data
A.2.3
(Koluvial)
Colluvial
Slope
Wash
T.12.1
(Perbukitan
Tektonik)
V.3.2.1
(Lahar
Bagian
Tengah)
Proses
Geomorfologi
Endapan
kipas
aluvium
muda
berasal dari
sungai
Bahan koluvial di
lereng bawah dan
kaki, diendapkan
karena erosi dan
gravitasi dari
lereng atas
Napal, batu
gamping,
batu pasir
Terbentuk sebagai
akibat dari proses
tektonik
(orogenesis dan
epirogenesis)
berupa proses
angkatan, lipatan,
dan atau patahan.
Andesit,
basal,
breksi
Terbentuk karena
aktivitas vulkan /
gunung berapi
(resen atau
subresen).
Relief Lereng
Infiltrasi
(cm/menit)
Penggunaan
lahan
Curah
Hujan
Kemiringan
lereng
Luas
(Ha)
26.7 %- 30,5%
0,201
Perkebunan
Sangat Tinggi
2,00
2,5% - 8,7%
0,102
Pemukiman
Sangat Tinggi
Rata-rata 2%
0,618
Persawahan
Sangat Tinggi
44,2% - 64,2%
(lereng
Bawah dominan
>15% dan lereng atas
34,4% 30,5% - 45,5%
40.4% - 46,6%
40,4% - 42,4%
50%
46,6%-83,9%
Lereng Bawah
17,63% - 24,93%
Lereng Atas 45% 57,7%
23,2% - 40,5%
44,5%
42,%
0,300
Tegalan
Sangat Tinggi
Terjal
Landai hingga
miring
Landai hingga
miring
Terjal
2,000
Perkebunan
Sangat Tinggi
Terjal
217,54
1,300
0,500
1,800
0,700
1,304
Pemukiman
Persawahan
Semak Belukar
Tegalan
Perkebunan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Terjal
Terjal
Terjal
Terjal
Sangat Terjal
49,60
3,.94
68,19
15,80
306,39
2,902
Perkebunan
Sangat Tinggi
Sangat Terjal
422,11
1,912
1,100
0,500
Pemkiman
Pemukiman
Persawahan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
59,08
15,36
28,51
26,7% - 30,5%
3,103
Tegalan
Sangat Tinggi
Terjal
Terjal
Terjal
Landai hingga
miring
320,21
809,05
50,39
24,58
Tabel 2 Tingkat Pengaruh Kondisi Medan Terhadap Terjadinya Limpasan Permukaan di Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek
No/
Titik
Simbol Satuan
Medan
1
A2.Kb.III.Lt
2
A2.Pk.II.ACKL
3
A2.Ps.II.ACKL
4
A2.Tg.III.ACKL
5
T12.Kb.III.Lt
6
T12.Pk.III.Lt
7
T12.Ps.III.Lt
8
T12.Sb.III.KLCKLt
9
T12.Tg.III.ACKL
10
V3.Kb.III.Lt
11
V3.Kb.IV.KLCKLt
12
V3.Pk.III.KLCKLt
13
V3.Pk.III.Lt
14.
V3.Ps.III.Lt
15.
V3.Tg..III.ACKL
Sumber: Analisi Data
Koordinat Lokasi
Penelitian
111° 37' 29.8648" E
7.1793" S
111° 39' 35.4689" E
0.2322" S
111° 39' 16.4364" E
50.6520" S
111° 38' 27.1932" E
11.4050" S
111° 36' 51.6948" E
44.6371" S
111° 38' 9.2870" E
7.8364" S
111° 37' 28.4366" E
32.7788" S
111° 36' 49.2426" E
32.7788" S
111° 38' 45.5199" E
16.8086" S
111° 37' 18.1714" E
23.0265" S
111° 37' 18.8649" E
24.3002" S
111° 35' 30.0288" E
41.2335" S
111° 37' 53.7454" E
44.7190" S
111° 38' 34.6331" E
7.9551" S
111° 39' 0.7326" E
39.0579" S
Infilrasi
8° 6'
2
8° 5'
3
8° 5'
1
8° 6'
2
8° 6'
1
8° 6'
1
8° 6'
1
8° 6'
1
8° 6'
1
8° 5'
1
8° 5'
1
8° 6'
1
8° 5'
1
8° 5'
1
8° 4'
1
Penggunaan
Lahan
Curah Hujan
Kemiringan Lereng
Jumlah
Kelas
2
4
3
11
Sedang
4
4
2
13
Tinggi
3
4
2
10
Sedang
3
4
3
12
Tinggi
2
4
3
11
Sedang
4
4
3
12
Tinggi
3
4
3
11
Sedang
2
4
3
10
Sedang
3
4
3
11
Sedang
2
4
4
11
Sedang
2
4
4
11
Sedang
4
4
3
12
Tinggi
4
4
3
12
Tinggi
3
4
3
11
Sedang
3
4
2
10
Sedang
3. Tingkat Limpasan Permukaan Daerah Penelitian
Tingkat limpasan permukaan adalah gambaran mengenai sebaran satuan medan
yang memiliki potensi menyumbangkan debit air pada kawasan Sub DAS Jati. Untuk
dapat menyusunnya maka perlu dilakukan pengharkatan atau scoring pada masingmasing variabel penelitian. Varibel yang dipakai antara lain laju infiltrasi tanah,
Penggunaan lahan, Curah Hujan dan kemiringan lereng. Langkah setelah proses
pengharkatan adalah penjumlahan pada setiap variabel penelitian yang kemudian
digunakan sebagai penentuan tingkat limpasan permukaan. Berdasarkan hasil
pengolahan data tersebut maka dapat diketahui bahwa kriteria sedang dan tinggi
mendominasi pada daerah penelitian. Berikut adalah tabel sebaran limpasan permukaan
Sub DAS Jati beserta luasannya.
Tabel 3 Sebaran Limpasan Permukaan pada wilayah Sub DAS Jati
Tingkat Limpasan
Satuan Medan
Luas
Permukaan
Rendah
Tidak ada
0 Ha
Sedang
Tinggi
A2.Ps.II.Lt, A2.Kb.II.Lt
T12.Kb.III.Lt, T12.Ps.III.Lt,
T12.Sb.III.KLCKLt,
T12.Tg.III.ACKL,
V3.Kb.III.Lt,
V3.Kb.IV.KLCKLt,
V3.Ps.III.Lt,V3.Kb.III.ACKL
A2.Pk.II.ACKL,
A2.Tg.II.ACKL,
T12.Pk.III.Lt, V3.Pk.III.Lt,
V3.Pk.III.KLCKLt.,
Jumlah
Sumber: Analisis Data 2012
3589,85 Ha
540,56 Ha
Desa
Tidak ada
Wonokerto, Puru,
Jombok, Nglebo,
Sumberbening,
Gamping
Kedung sigit,
Salamrejo, Buluagung,
Nglongsor ,Jati
4.130,41 Ha
Limpasan permukaan tinggi menempati satu pertiga bagian dari daerah
penelitian dengan penggunaan lahan berupa perkebunan dan pemukiman dan memiliki
jenis tanah Litosol pada lereng tengah dan Auvial Coklat Kelabu pada kawasan hilir.
Untuk kriteria tingkat limpasan permukaan sedang sebagian besar berada pada kawasan
lereng tengah. Sehingga apabila di analogikan air hujan yang turun pada daerah hulu
akan memberikan sumbangan debit air yang besar hal ini karena adanya pengaruh
kondisi bentuk lahan yang kedap
4. Perubahan Penggunaan Lahan Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek Tahun
2000 – Tahun 2011
Analisis pola penggunaan lahan dan perubahannya merupakan hasil analisis
Sistem Informasi Geografis (SIG) yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang
penggunaan lahan lokasi penelitian. Informasi yang didapatkan berupa jenis
penggunaan lahan, luas penggunaan lahan beserta luas perubahan penggunaan lahan.
Terdapat perbedaan yang mencolok antara peta penggunaan lahan 2000 dan peta
penggunaan lahan 2011. Hal ini mempengaruhi terjadinya banjir pada kawasan Sub
DAS Jati. Perbandingan antara peta penggunaan lahan tahun 2000 dan tahun 2011 dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Jenis Penggunaan Lahan Sub DAS Jati Tahun 2000 dan Tahun 2011
Tahun 2011
Tahun 2000
Jenis
Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
%
Luas (Ha)
%
Hutan
841,39
30,83
0,75%
20,37%
Perkebunan/Kebun
Pemukiman
257,47
6,23%
1121,13
537,64
242,71
5,88%
Sungai
0,29
0,01%
0,15
Sawah Irigasi
1429,64
34,61%
795,32
Sawah Tadah Hujan
0
0%
154,80
Semak/Belukar
0
0%
464,25
Tanah Ladang/Tegalan
1358,90
32,90%
1026,30
Luas Total
4130,41
100%
4130,41
Sumber: Analisi Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan Tahun 2011
27,14%
13,02%
0,01%
19,26%
3,75%
11,24%
24,85%
100%
5. Perubahan Nilai Laju Infiltrasi Tanah di Sub DAS Jati Kabupaten
Trenggalek Tahun 2000 – Tahun 2011
Pada penelitian kali ini penunis mencoba memprediksi nilai laju infiltrasi pada
tahun 2000 dengan menggunakan batuan Peta Satuan medan Sub Das Jati Tahun 2000,
dimana pendugaan tersebut didasarkan pada indikator penggunaan lahan dan hasil
perhitungan nilai infiltrasi dari hasil penelitian di lapangan. Untuk kondisi jenis tanah
dan bentuk lahan tidak dijadikan acuan, karena pada selang waktu sepuluh tahun jenis
tanah tidak akan mengalami perubahan yang cukup signifikan, namun hanya
penggunaan lahan dan kondisi lereng mikro saja yang telah berubah. Berikut adalah
tabel pendugaan nilai laju infiltrasi tahun 2000.
Tabel 5 Pendugaan Laju Infiltrasi Sub DAS Jati Tahun 2000
Tahun 2011
Tahun 2000
No.
Laju Infiltrasi
Laju Infiltrasi
Satuan Medan
Satuan Medan
(cm/menit)
(cm/menit)
1. A2.Kb.III.Lt
0,201
A2.Kb.III.Lt
0,201
2. A2.Pk.II.ACKL
0,123
A2.Pk.II.ACKL
0,123
3. A2.Pk.II.ACKL
0,123
A2.Ps.II.ACKL
0,618
4. A2.Tg.III.ACKL
0,3
A2.Tg.III.ACKL
0,300
5. T12.Ht.III.Lt
2,0
T12.Kb.III.Lt
2,0
6.
7.
8.
9.
10.
11.
T12.Pk.III.Lt
T12.Ps.III.Lt
T12.Sb.III.KLCKLt
T12.Tg.III.ACKL
V3.Kb.III.Lt
V3.Kb.IV.KLCKLt
1,3
0,5
1,8
0,7
1,304
2,902
T12.Pk.III.Lt
T12.Tg.III.Lt
T12.Ht.III.KLCKLt
T12.Tg.III.ACKL
V3.Ht..III.Lt
V3.Kb.IV.KLCKLt
1,3
0,5
3,103
0,7
3,103
2,902
12.
13.
V3.Pk.III.KLCKLt
V3.Pk.III.Lt
1,911
1,1
V3.Pk.III.KLCKLt
V3.Ht.III.Lt
1,911
3,103
14. V3.Ps.III.Lt
0,5
V3.Ps.III.Lt
15. V3.Tg..III.ACKL
3,103
V3.Tg..III.ACKL
Sumber: Analisi Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan Tahun 2011
0,5
3,103
PEMBAHASAN
1.
Karakteristik satuan medan Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek
Data tabel 2. menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki kelas infiltrasi
yang didominasi kriteria sangat cepat dan cepat dengan bentuk lahan punggung
perbukitan pada bagian hulu, perbukitan tektonik pada bagian lereng tengah dan dataran
antar perbukitan pada hilir. Terdapat tiga macam jenis tanah yaitu Aluvial Coklat
Kekelabuan, Litosol Mediteran, Asosiasi Litosol dan Latosol Coklat Kemerahan,
dimana kondisi tersebut memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kondsi
resapan pada daerah penelitian.
Meninjau kondisi topografi wilayah dan kemiringan lerengnya, Hasil dari
temuan lapangan tersebut dipandang sangat signifikan bahwa kawasan Sub DAS Jati
memiliki berbagai resiko degradasi lahan potensial maupun aktual yang besar karena
kondisi lerengnya yang sangat curam. Kondisi lahan-lahan miring yang telah
dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman dan perkebunan menyebabkan terjadinya
erosi lahan yaitu dimulai dari proses lupasan kemudian pengangkutan dan berakhir
dengan pengendapan. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi tanah pada lapisan atas yang
didominasi oleh jenis tanah Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol dimana jenis tanah
terebut bertekstur liat, berdrainase sedang dan memiliki nilai erodibilitas 0,43 metrik
dan tergolong rentan terhadap longsor (Sumber: Kironoto, 2003). Faktor erodibilitas
tanah ialah kemampuan/ketahanan partikel tanah terhadap pengelupasan dan
pemindahan tanah akibat energi kinetik hujan. Nilai erodibilitas tanah selain tergantung
pada topografi, kemiringan lereng dan akibat perlakuan manusia. Tabel nilai erodibilitas
pada berbagai jenis tanah dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6 Nilai Erodibilitas Tanah
No
Jenis Tanah
1.
Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol
2.
Latosol Kuning Kemerahan dan Litosol
3.
Kompleks Mediteran dan Litosol
4.
Latosol Kuning Kemerahan
5.
Grumusol
6.
Alluvial
7.
Regosol
8.
Latosol
Sumber: Kironoto, 2003
Nilai K (metric)
0,43
0,36
0,46
0,56
0,20
0,47
0,40
0,31
Semakin bertambahnya aktivitas manusia pada daerah yang relatif terjal di Sub
DAS bagian hulu menyebabkan pada daerah tersebut banyak mengalami degradasi
lahan. Pada DAS hulu dan DAS tengah banyak lahan yang dimanfaatkan sebagai
ladang/tegalan dan tanaman musiman. Hal tersebut kurang baik dimana perakaran yang
kuat sangat diperlukan untuk menahan laju erosi. Selain itu tekstur tanah berperan
dalam menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan
kemampuan pengikatan air oleh tanah, serta mempengaruhi kapasitas tanah untuk
menahan air, permeabilitas tanah dan berbagai sifat fisik maupun kimia tanah lainnya.
Kondisi tanah yang bertekstur lempung berpasir juga mempengaruhi terhadap terjadinya
erosi pada kawasan tersebut.
Dalam penelitian ini Daerah Aliran Sungai dibagi menjadi tiga Sub DAS yaitu
Sub DAS Hulu, Sub DAS Tengah, dan Sub DAS bagian Hilir. Hal tersebut agar dalam
mengkaji dan membahas hasil penelitian lebih mudah dan lebih fokus. Berikut adalah
analisa tentang kondisi agihan satuan medan pada Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek.
a) Sub DAS Jati Hulu
Pada Daerah hulu secara genetik merupakan daerah yang memiliki bentukan
lahan asal vulkan yaitu bentuk lahan Punggung Perbukitan (V.3.2.1) dengan batuan
penyusun berupa batuan-batuan beku yaitu Andesit, Breaksi dan Basalt yang terbentuk
dari aktifitas vulkan (resen atau subresen). Sampel pada lereng atas diwakili oleh satuan
medan V3.Kb.IV.KLCKLt penggunaan lahan kebun, kemiringan lereng 45-57,6%,
tanah Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol, berdasarkan pengukuran
lapangan kemudian dilanjutkan dengan perhitungan menggunakan rumus Horton satuan
medan ini memiliki nilai laju infiltrasi sebesar 2,902 cm/menit dan tergolong dalm kelas
cepat. Satuan medan V3.Pk.III.KLCKLt penggunaan lahan berupa pemukiman,
kemiringan lereng 23,2-40,5%, tanah Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol,
nilai laju infiltrasi sebesar 1,911 cm/menit lebih rendah dibandingkan satuan medan
sebelumnya karena pada satuan medan sebelumnya penggunaan lahannya berupa kebun
yang memiliki simpanan permukaan lebih baik dari pada penggunaan lahan
pemukiman. Satuan medan V3.Pk.III.Lt penggunaan lahan berupa pemukiman,
kemiringan lereng rata-rata 44,5% tanah Litosol, namun nilai laju infiltrasi lebih rendah
dibandingkan satuan medan sebelumnya yaitu sebesar 1,1cm/menit, hal ini dikarenakan
kondisi jenis tanah berupa tanah Litosol. Tanah Litosol tidak berkembang baik karena
pengaruh iklim yang lemah atau terlalu agresif, letusan gunungapi, atau topografi
dengan kemiringan yang tinggi, proses pembentukan tanah ini lebih lambat dari proses
penghilangan tanah akibat dari erosi, sehingga solum tanah cenderung semakin dangkal.
Hal tersebut yang menyebabkan tanah Litosol memiliki resapan yang tergolong rendah.
Satuan medan V3.Ps.III.Lt penggunaan lahan berupa persawahan, kemiringan lereng
42,5%, jenis tanah Litosol dengan nilai laju infiltrasi sebesar 0,5 cm/menit, kondisi
infiltrasi pada satuan medan ini juga lebih rendah dibanding satuan medan sebelumnya
karena penggunaan lahan yang ada berupa pemukiman, dimana penggunaan lahan
permukiman memiliki simpanan permukaan yang rendah, hal ini disebabkan karena
adanya pemadatan struktur tanah sehingga apabila hujan, air tidak langsung meresap ke
dalam tanah dan mengalami pengatusan dahulu sebelum menuju pada sungai utama.
Satuan medan V3.Tg.II.ACKL penggunaan lahan berupa tegalan, kemiringan lereng
26,7% -30,5% tanah Aluvial Coklat Kelabu, nilai laju infiltrasi lebih besar dari satuan
medan yang lain pada kawasan bentuk lahan punggung perbukitan yaitu sebesar 3,103
cm/menit. Meninjau topografinya daerah satuan medan V3.Tg.II.ACKL memiliki relief
yang relatif agak miring, dengan kondisi tanah berupa Aluvial Coklat Kelabu
seharusnya laju infiltrasi lebih rendah namun pada kenyataanya justru berbanding
terbalik, hal tersebut terjadi karena adanya pengolahan lahan pada lahan tegalan tersebut
yang mampu mengubah struktur tanah akan menjadi semakir besar. Curah hujan dan
intensitas hujan daerah daerah penelitian sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan
terjadinya gerakan massa tanah pada kawasan yang berpotensi menimbulkan erosi
lahan. Kondisi tersebut diperkuat dengan morfometri lereng yang didominasi oleh
kemiringan curam hingga sangat curam.
b) Sub DAS Jati Tengah
Pada kawasan lereng tengah secara genetik memiliki bentukan lahan asal
tektonik dengan kode lahan (T12.1) dengan batuan penyusun berupa batuan-batuan
sedimen yang mudah telarut air yaitu Napal, batu Gamping, batu Pasir. Merupakan
Akwifer yang baik namun rentan terhadap erosi. Dengan kondisi tersebut terbentuk
struktur tanah yang yang kurang rapat dengan dengan porositas yang kecil dan
permeabilitas yang besar menyebabkan tanah mudah terkikis oleh air hujan dan terlarut
ke sungai. Sampel pada lereng tengah terwakili oleh satuan medan T12.Kb.III.Lt,
penggunaan lahan kebun, kemiringan lereng 15% -34,4% , jenis tanah Litosol, nilai laju
infiltrasi 2,0 cm/menit. Satuan medan T12.Pk.III.Lt penggunaan lahan persawahan,
kemiringan lereng 30,5-45,5% jenis tanah litosol dengan nilai laju infiltrasi sebesar 1,3
cm/menit. Satuan medan T12.Ps.III.Lt, penggunaan lahan persawahan, kemiringan
lereng 40,5-46.6% jenis tanah Litosol, nilai laju infiltrasi 0,5 cm/menit. Satuan medan
T12.Sb.III.KLCKLt, penggunaan lahan persawahan, kemiringan lereng 40,5-46.6%
jenis tanah Litosol, nilai infiltrasi sebesar 1,8 cm/menit. Satuan medan
T12.Tg.III.ACKL penggunaan lahan berupa tegalan, kemiringan lereng rata-rata 50%
jenis tanah Litosol, nilai laju infiltrasi 0,7 cm/menit. Pada tanah ini didominasi oleh
tanah Litosol. Tanah Litosol yang berada pada topografi yang tidak rata atau lingkungan
alkalis dapat menyebabkan lempung yang terbentuk sangat peka terhadap erosi.
c) Sub DAS Jati Hilir
Pada lereng bawah atau hilir wilayah Sub DAS Jati didominasi oleh bentukan
lahan asal Aluvial. Hasil analisis lapangan menunjukan bahwa nilai laju infiltrasi pada
lahan tersebut tergolong lambat. Bentuk lahan pada kawasan ini tergolong dalam bentuk
lahan Koluvial (A.2.3) Dicirikan oleh kondisi lahan datar dan agak datar yang berada
diantara perbukitan dan wilayah kaki lereng bukit/gunung, terbentuk karena proses
fluvial dan koluvial aluvial merupakan suatu landform muda (risen atau sub risen) yang
terbentuk dari proses fluvial (aktivitas sungai) ataupun gabungan dari proses alluvial
dan koluvial. Pada lereng bawah diwakili oleh satuan medan A2.Kb.II.Lt penggunaan
lahan berupa Kebun, kemiringan lereng 26.7%- 30,5% dengan nilai laju infiltrasi
sebesar 0.201cm/menit. Satuan medan A2.Pk.II.ACKL penggunaan lahan berupa
Pemukiman, kemiringan lereng 2,5% - 8,7%, jenis tanah Alivial Coklat Kelabu, nilai
laju infiltrasi sebesar 0,123 cm/menit. satuan medan A2.Ps.II.ACKL penggunaan lahan
berupa persawahan, kemiringan lereng 2%, jenis tanah Alivial Coklat Kelabu, nilai laju
infiltrasi sebesar 0,618 cm/menit. Satuan medan A2.Tg.III.ACKL penggunaan lahan
berupa Tegalan, kemiringan lereng 44,2% - 64,2%, nilai laju infiltrasi sebesar 0,3
cm/menit. Pada lereng bawah tejadi sebuah anomaly dimana pada satuan medan
A2.Tg.III.ACKL yang seharusnya memiliki nilai laju infiltrasi tinggi tetapi justru nilai
laju infiltrasinya lebih rendah dari pada satuan medan A2.Ps.II.ACKL. begitu juga
dengan satuan medan A2.Ps.II.ACKL nilai infiltrasi lebih besar dari pada satuan medan
A2.Kb.III.Lt, hal tersebut dapat terjadi karena kondisi persawahan yang kering,
sehingga memudahkan air meresap ke dalam tanah. Bahan induk yang berupa liat dan
lempung menyebabkan sebagian besar kawasan ini memiliki nilai laju infiltrasi yang
rendah.
2. Sebaran Agihan Satuan Medan yang Berpotensi Menyebabkan Banjir
Berdasarkan dari indikator-indikator satuan unit medan pada tabel karakteristik
satuan medan teridentifikasi beberapa agihan satuan medan yang diduga kuat sebagai
penyebab terjadinya banjir di kawasan Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Pada
kawasan hulu satuan medan yang memberikan sumbangan besar terhadap terjadinya
banjir di kawasan Sub DAS Jati adalah satuan medan V3.Kb.IV.KLCKLt. Satuan ini
berada di Desa Jombok, Desa Wonokerto, Desa Pule dan Desa Puru. Hasil penyekoran
menunjukan bahwa limpasan permukaan pada satuan medan tersebut tergolong dalam
kriteria sedang, namun pada kawasan tersebut ditemukan banyak kondisi medan yang
telah mengalami degradasi lahan pada kemiringan lereng yang terjal. Di temukan pada
beberapa lereng tidak adanya tanaman penutup sehingga hal tersebut memungkinkan
adanya erosi pada medan tersebut. Selain itu hal tersebut juga dapat menyebabkan
penyumbatan dan pemadatan pada tanah karena terkena butiran-butiran air hujan
sehingga secara otomatis akan menurunkan nilai laju infiltrasi pada medan tersebut.
Asumsi di atas diperkuat dengan jenis tanah pada medan tersebut berupa tanah Asosiasi
Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol, dimana pada jenis tanah Latosol Coklat
Kemerahan kandungan liatnya sangat tinggi, sedangnkan tanah Litosol adalah tanah
dengan material bahan induk campuran Batuan Endapan Tuff dan Batuan Vulkan
apabila jenis tanah ini berada pada topografi yang tidak rata maka dapat menyebabkan
lempung yang terbentuk sangat peka terhadap erosi sehingga pada beberapa medan
drainasenya kurang baik. Dengan luas agihan 422,10 Ha dan banyaknya lahan kritis,
maka satuan medan tersebut akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
tejadinya banjir di wilayah Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Satuan medan
V3.Kb.III.Lt dan V3.Pk.III.Lt juga merupakan satuan medan yang menjadi penyebab
banjir di Sub DAS Jati karena pada satuan medan ini diduga mengalami penurunan nilai
laju infiltrasi karena perubahan kondisi penggunaan lahannya. Alih fungsi lahan yang
tidak sesuai dengan kaidah konservasi lahan akan memperbesar kemungkinan terjadinya
degradasi lahan pada wilayah tersebut. Perubahan penggunaan lahan berbeda pada
setiap unitnya tergantung pada lokasi medan dan faktor pengubahnya. Pada kawasan
tersebut sebagian besar penggunaan lahan telah berubah dari awalnya yang berupa
hutan berubah semakin luas menjadi kawasan budidaya pertanian seperti ladang/tegalan
dan kebun.
Satuan medan lain yang juga diduga kuat meyebabkan terjadinya banjir di Sub
DAS Jati adalah satuan medan V3.Pk.III.KLCKLt, tersebar di Desa Jombok dan Desa
Wonokerto. Satuan medan ini mempunyai nilai laju infiltrasinya tergolong ke dalam
kelas cepat yaitu dengan nilai laju infiltrasi sebesar 1,192 cm/menit. Nilai laju infiltrasi
tanah yang tinggi menunjukkan bahwa satuan medan tersebut memiliki kemampuan
menyimpan air dalam jumlah yang banyak di dalam tanah, akan tetapi kondisi bentuk
lahan pada bagian lereng atas dan tengah merupakan bentukan lahan berupa punggung
perbukitan yang memiliki struktur batuan beku yang cukup keras dan kedap air dengan
jenis tanah Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol. Hal tersebut menunjukan
bahwa satuan medan tersebut merupakan akwifer yang baik namun karena penggunaan
lahannya berupa pemukiman menyebabkan satuan medan ini sering mengalami
limpasan permukaan.
Pada lereng tengah satuan medan yang berpotensi menyebabkan banjir adalah
agihan satuan medan T12.Ps.III.Lt. Memiliki Tanah litosol yang berada pada topografi
yang tidak rata maka dapat menyebabkan lempung yang terbentuk sangat peka terhadap
erosi. Litologi yang tersusun berupa Napal dan batu Gamping membuat kawasan ini
merupakan kawasan yang memilik permebilitas yang kurang baik. Napal sendiri
merupakan kalsium karbonat atau kapur kaya lumpur atau batu lumpur yang
mengandung sejumlah variabel tanah liat dan aragonit. Sedangkan batu Kapur
merupakan jenis batuan sedimen yang kedap air dan juga memiliki permeabilitas yang
kurang baik. Berdasarkan hasil perhitungan dilapangan nilai infiltrasi pada satuan
medan tersebut tergolong rendah pada dibandingkan satuan medan yang lain pada
bentukan lahan perbukitan tektonik. Adanya konversi lahan pada satuan medan tersebut
juga mempengaruhi kondisi tanah pada medan tersebut. Perubahan penggunaan lahan
yang awalnya berupa tegalan menjadi persawahan menyebabkan berkuangnya tajuktajuk tanaman yang berfungsi sebagai pelindung tanah. Kondisi topografi yang agak
miring dengan curah hujan yang cukup tinggi menyebabkan limpasan permukaan yang
tinggi juga akan menyebabkan air limpasan akan membawa material lumpur atau pasir
kemudian terendap di sungai yang mengakibatkan sedimentasi pada sungai dan
mengakibatkan daya tampung sungai menjadi kurang maksimal.
Satuan medan A2.Pk.II.ACKL juga merupakan agihan yang teridentifikasi
menyebabkan banjir pada kawasan Sub DAS Jati. Agihan satuan medan ini memiliki
wilayah yang cukup luas yaitu 319.546 Ha berada pada kawasan hilir dengan kondisi
lereng yang cukup datar dengan jenis tanah Aluvial Coklat Kelabu. Formasi geologi
yang tersusun pada satuan medan tersebut merupakan Akwifer Alluvial memiliki
struktur batuan sedimen dengan jenis tanah Aluvial yang kedap terhadap air sehingga
mengakibatkan limpasan permukaan pada kawasan ini cukup tinggi. Adanya konversi
lahan dari sawah menjadi kawasan pemukiman menyebabkan nilai laju infiltrasi pada
satuan medan tersebut juga semakin rendah. Satuan medan ini merupakan titik terendah
pada kawasan Sub DAS Jati dan merupakan kawasan yang sering terkena banjir.
Akibat kondisi penggunaan lahan yang kurang tepat, nilai infiltrasi yang rendah,
kondisi lereng yang sangat terjal dan limpasan permukaan yang tinggi pada kawasan
hulu ditambah lagi dengan kondisi tanah yang sangat peka terhadap erosi pada beberapa
medan menyebabkan terjadinya erosi lahan yang menimulkan pendangkalan pada
sungai. Dengan intensitas hujan yang sangat tinggi, nilai resapan yang rendah pada
kawasan hilir dan adanya penurunan daya tampung sungai menyebabkan meluapnya
Sungai Jati dan menggenangi beberapa tempat di daerah hilir Sub DAS ini. Perlu
adanya arahan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang tepat pada beberapa unit
medan agar DAS dapat berfungsi sebagai mana mestinya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Daerah penelitian memiliki karakteristik medan kemiringan lereng terjal hingga
sangat terjal, terdapat terdapat tiga bentuk lahan yaitu (A.2.3) Bentuk Lahan dataran
perbukitan yang memiliki litologi endapan kipas alluvium muda dari sungai dengan
proses terbentuknya dari bahan koluvial dinding lereng bawah dan lereng kaki,
diendapkan karena grafitasi dari lereng atas, (T.12.1) bentuk Lahan Perbukitan Tektonik
dengan litologi Napal, Batu Gamping, Batu Pasir terbentuk karena proses tektonik
berupa proses angkatan, lipatan, dan patahan, (V.3.2.1) dengan litologi Andesit, Basalt,
Breaksi terbentuk karena aktivitas gunung berapi. Struktur geologi pada dagian hulu
merupakan bentukan lahan yang kedap air serta dipengaruhi oleh kondisi jenis tanah
Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol yang rentan terhadap erosi. Penggunan lahan
pada DAS bagian hulu juga kurang tepat, dimana banya terdapat pemanfaatan lahan
berupa ladang/tegaalandan tanaman semusim pada lereng yang terjal.
Daerah penelitian memiliki tiga kelas tingkat sumbangan limpasan permukaan
yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Hasil pengolahan serta analisis data menunjukkan
bahwa pada daerah penelitian didominasi oleh tingkat limpasan permukaan sedang
terdapat pada satuan medan A2.Ps.II.Lt, A2.Kb.III.Lt , T12.Kb.III.Lt, T12.Ps.III.Lt,
T12.Sb.III.KLCKLt, T12.Tg.III.ACKL, T12.Kb.III.Lt . V3.Kb.III.Lt,
V3.Kb.IV.KLCKLt, V3.Ps.III.Lt, V3.Tg.III.ACK dengan luas 3589,85 Ha . Tingkat
limpasan permukaan tinggi berada pada satuan medan A2.Pk.II.ACKL,
A2.Tg.II.ACKL, T12.Pk.III.Lt, V3.Pk.III.Lt, V3.Pk.III.KLCKLt. dengan luas 540,56
Ha. Hal ini menunjukan bahwa daerah tersebut memiliki resapan yang kurang baik.
Berdasarkan analisis dari karakteristik medan pada daerah penelitian
teridentifikasi beberapa satuan medan yang potensi menyebabkan banjir pada wilayah
Sub DAS Jati. Satuan medan tersebut adalah V3.Kb.IV.KLCKLt, V3.Pk.III.KLCKLt,
T12.Ps.III.Lt, A2.Pk.II.ACKL. Variabel yang paling berpengaruh terhadap terjadinya
banjir di Sub DAS Jati adalah pengelolaan dan penggunaan lahan, jenis tanah dan
kondisi lereng. Secara umum satuan medan pada bagian hulu memiliki penggunaan
lahan yang kurang sesuai dengan konservasi lahan, memiliki kondisi lereng yang sangat
terjal dan limpasan permukaan yang tinggi. Dengan kondisi tanah yang sangat peka
terhadap erosi otomatis akan menyebabkan terjadinya erosi lahan pada beberapa medan
yang mengakibatkan pendangkalan pada sungai karena adanya tanah yang terbawa oleh
air limpasan permukaan. Nilai resapan yang rendah serta adanya penurunan daya
tampung sungai pada kawasan hilir menyebabkan meluapsa sungai pada kawasan Sub
DAS ini. Berdasarkan hasil analisa, kawasan Sub DAS Jati telah mengalami kerusakan
dan degradasi lahan yang berakibat pada bertambahnya kapasitas sedimen pada sungai
Jati sehingga perlu adanya usaha rehabilitasi, konservasi dan menegemen lahan yang
tepat guna mengatasi permasalahan banjir pada daerah tersebut.
Berdasarkan hasil analisa dan data sebagaimana telah diuraikan tersebut maka
dapat diberikan beberapa saran. Mengingat pada sepanjang sungai Jati mempunyai
kemiringan terjal, maka pengunaan penutup lahan berupa tanaman yang mempunyai
perakaran yang kuat sangat disarankan. Perlu adanya pengawasan dari pemerintah agar
masyarakat tidak masyarakat tidak mempergunakan lahan sesuai kaidah konservasi
lahan. Menerapkan usaha konservasi lahan dan rehabilitasi tanah pada daerah
pemukiman, lahan kosong dan semak belukar karena lokasi tersebut berperan besar
terhadap terjadinya peningkatan erosi. Kurang sesuainya tanaman penutup serta
banyaknya lahan-lahan kosong pada daerah miring mampu menyebakan terjadinya erosi
tebing. Mempertahankan fungsi tanah seperti sewajarnya dengan pemanfaatan vegetasi
dengan sebaik mungin, memanipulasi topografi mikro sesuai dengan kaidah konservasi
lahan, memperbaiki daya tahan tanah strukur tanah yang ada dengan cara vegetatif atau
mekanis. Restorasi sungai ataupun membuat bangunan pengontrol air (waduk) sangat
perlu mengingat jumlah debit air yang dihasilkan oleh sub DAS tersebut melebihi dari
daya tamping sungai serta diterapkan bangunan pengendali banjir pada daerah yang
memikiki kemiringan curam.
DAFTAR RUJUKAN
Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Badan Pusat Statistik. 2011. Trenggalek dalam Angka 2011. Kabupaten Trenggalek :
BPS Kabupaten Trenggalek.
BAPPEDA Kabupaten Trenggalek. 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Trenggalek. Tahun 2002-2012. Trenggalek : BAPPEDA Kabupaten Trenggalek.
BPBD Kabupaten Trenggalek.2011. Daftar Kerusakan Bencana Akibat Banjir dan
Tanah longsor Kabupaten Trenggalek. Tahun 2012. Trenggalek : BPBD
Kabupaten Trenggalek.
BP DAS. 2008. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
(RTL-RLKT). Surabaya: BP DAS Brantas.
Budiyanto, Eko. 2009. Sistem Infomasi Geografis Untuk Analisis Perubahan
Penggunaan Lahan. (Online) (http://elqy-allaboutgeography.blogspot.com
/2012/04/sistem-informasi-geografis-untuk.html diakses 9 April 2012).
CD, Soemarwoto. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional
Dibyosaputro, Suprapto. 2001. Survai dan Pemetaan Geomorfologi. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Dirjen Penataan Ruang, 2002. Pedoman Umum Mitigasi Bencana., (http: //Disaster
Risk Management.blogspot.com/Mitigasi Bencana Banjir. diakses 11 April
2012).
Harjowigeno, Sarwono. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : CV
Akademika Pressindo.
Kodatie, Robert J dan Rostam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta : Andi.
Lee, Richard. 1990. Hidrologi Hutan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Noordwijk, dkk. 2004. Peranan Agroforestri Dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi
Daerah Aliran Sungai (DAS). Jurnal Agrivita, (Online), Vol. 26 No.1
(http://www.worldagroforestrycentre.org/Sea/Publications/files/ journal/JA001504.pdf, diakses 15 November 2012).
Pawitan. 2010. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Hidrologi
Daerah Aliran Sungai. ([email protected]).
Prahasta, Eddy. 2011.Tutorial ArcGIS Dekstop untuk Bidang Geodesi dan Informatika.
Bandung: Penerbit Informatika.
Purwantoro, Suhadi dan B. Saiful Hadi. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di
Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta Tahun 1987-1996 Berdasarkan Foto
Udara.
Sitorus. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan, Bandung: Tarsito.
Suryantoro, Agus. 2009. Integrasi Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta:
LP2IP.
Tim Penyusun. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi,
Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Malang: Kementerian
Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang.
Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta : Beta Offset.
Zuidam, R.A. 1978. Terrain Analysis and Classification Using Areal Photographs, A
Geomorphologi Approach. Itc Textbook of photo Interpretation VII-6. Ensche
The Netherlands.
Gambar 2 Peta Sebaran Agihan Satuan Medan yang Berpotensi Menyebabkan Banjir
di Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek
Download