1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Penggunaan morfin untuk pelayanan kesehatan masih sangat rendah yng diakibatkan oleh ketersediaan morfin di rumah sakit yang sangat rendah. Ketersediaan yang rendah ini disebabkan karena rendahnya distribusi dari PBF. Ketersediaan yang rendah di apotek swasta terjadi karena ketakutan untuk terjadinya kriminalisasi. Dukungan berupa perlindungan hukum dalam peresepan morfin telah dirasakan oleh para dokter. 2. Pemerintah yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, Badan pengawas Obat dan Makanan, BUMN produsen dan distributor morfin telah malakukan penjaminan akses morfin. Penjaminan akses morfin belum dilaksanakan secara khusus kecuali aspek pengamanan sediaan farmasinya. Hasil dari penjaminan ini masih belum dapat meningkatkan akses morfin secara optimal. Upaya pengamanan sediaan farmasi morfin agar tidak jatuh ke jalur ilegal mempengaruhi kesiapan pengelola obat menyediakan morfin. Organisasi profesi kesehatan sangat mendukung peningkatan akses morfin. Namun demikian dokter sebagai penulis resep masih enggan meresepkan morfin untuk mengobati nyeri berat. Upaya pemerintah menyediakan akses terhadap morfin sangat baik diupaya regulasi, pemilihan obat, dan jaminan mutu obat. Namun masih lemah di 1 2 manajemen suplai, penggunaan obat yang rasional, pengembangan SDM, dan riset. Pemantauan dan evaluasi telah diupayakan menggunakan aplikasi elektronik untuk memudahkan apoteker pengelola obat melakukan input data. 3. Kelemahan utama dalam penyediaan akses morfin adalah keengganan dokter untuk meresepkan morfin dan ketersediaan morfin di rumah sakit. Penyerapan penggunaan morfin hanya sekitar 30% dari rencana kebutuhan. Ketersediaan morfin di rumah sakit tergantung dari ketepatan perencanaannya. 4. Dokter tidak mempunyai hambatan dari aspek hukum dalam peresepan dan tidak pernah ada upaya kriminalisasi dalam pelayanan morfin untuk pasien. Diperlukan upaya sosialisasi penggunaan morfin untuk nyeri berat. Diperlukan pelatihan tatalaksana peresepan morfin termasuk penilaian derajat nyeri. Diperlukan upaya pengenalan morfin baik kemanfaatan klinik maupun risiko efek sampingnya, termasuk kemungkinan munculnya toleransi. 5. Diperlukan kebijakan khusus dari pemerintah untuk meningkatkan penggunaan morfin bagi pasien nyeri berat. Program pelayanan paliatif dapat menjadi salah satu wahana peningkatan akses penggunaan morfin. Dokter layanan primer dapat menjadi ujung tombak pelayanan paliatif di keluarga. 2 3 B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas disarankan bagi Pemerintah untuk mendorong peresepan morfin dalam tatalaksana nyeri berat dengan kerangka sebagai berikut, 1. Untuk Kementerian Kesehatan : a. Pembahasan secara khusus dalam Konas jaminan ketersediaan morfin dan analgetika opioid untuk pelayanan medis. Meskipun sampai saat ini dirasakan tidak ada hambatan hukum dalam persepan morfin, perlu disiapkan perlindungan hukum bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang meresepkan dan memberikan morfin ke pasien. b. Memperkuat dan mendorong pelaksanaan program penggunaan morfin untuk nyeri berat baik melalui Program Pelayanan Paliatif maupun program lain yang menyasar penderita nyeri berat. c. Melakukan perencanaan kebutuhan morfin dengan dasar pola penyakit. 2. Untuk BPOM dan Kementerian Kesehatan a. Memperkuat pengawasan produksi dan distribusi untuk memastikan ketersediaan morfin di rumah sakit yang memerlukannya. b. Bersama Asosiasi Profesi mendorong dan memfasilitasi bagi dokter yang menangani penderita nyeri berat untuk meresepkan morfin. c. Bersama Asosiasi Profesi mendorong dan mempersiapkan apoteker dalam kompetensinya mengelola morfin dan terus mengawal agar tidak terjadi kebocoran ke jalur ilegal. 3 4 d. Bersama penegak hukum untuk mebuat kebijakan yang dapat melindungi profesi kesehatan dan pasien yang menerima pengobatan morfin. 4