P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 Hubungan Karakteristik Pasien dengan Mekanisme Koping dan Keteraturan Penggunaan Insulin pada Penderita Diabetes Mellitus (Relationship Characteristics Patients with Coping Mechanism and Regularity of Insulin in Patients with Diabetes Mellitus) Putri Maya Sari1*; Helmi Arifin1; & Arina Widya Murni2 1Faculty of Pharmacy, University of Andalas, Padang of Internal Medicine DR.M. Djamil Hospital, Padang 2Department *Corresponding email: [email protected] ABSTRAK Keberhasilan tujuan koping diabetes mellitus diharapkan agar terkendalinya gula darah, hal ini tidak terlepas dari kepatuhan serta kontinuitas dalam pengobatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan karakteristik pasien dengan mekanisme koping dan keteraturan penggunaan insulin pada penderita diabetes mellitus. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan responden sebanyak 61 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteritik pasien tidak ada hubungan dengan keteraturan penggunaan insulin kecuali jenis kelamin dan pekerjaan (p<0.05), ada hubungan koping dengan karakteritik pasien yaitu pendidikan, status ekonomi, status psikologi dan lama penyakit pasien (p<0.05). Dapat disimpulkan bahwa koping efektif digunakan pasien berpendidikan tinggi, status ekonomi tinggi, diagnosa penyakit >10 tahun kecuali pasien dengan gangguan depresi. Rendahnya keteraturan penggunaan insulin ditemui pada pasien laki-laki dan pasien yang tidak bekerja. Kata Kunci: Diabetes mellitus; Karakteristik; Keteraturan; Mekanisme koping PENDAHULUAN Terapi insulin merupakan suatu keharusan bagi penderita DM terutama DM tipe 1. Walaupun sebagian besar penderita DM tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin di samping terapi Anti Diabetik Oral (Soegondo, 2008). Insulin digunakan sebagai terapi untuk mencapai dan mempertahankan kadar gula darah mendekati batas normal agar dapat mencegah dan menunda komplikasi jangka panjang ketika upaya diet dan OHO gagal mengendalikan kadar gula darah hingga mendekati normal. American Diabetes Association (ADA) melaporkan terapi insulin membuat ketidaknyamanan bagi pasien karena pemberiannya harus memakai jarum suntik (ADA, 2007). Sebagai contoh, mungkin kebutuhan insulin merupakan ancaman psikologis yang berkaitan dengan kecemasan terhadap injeksi, fobia jarum, takut hipoglikemia, kekhawatiran tentang reaksi orang lain terhadap suntikan, dan kekhawatiran tentang keparahan dan kemajuan diabetes (Polonsky, et al., 2005). Sedangkan perawatan diri yang kompleks serta banyak aturan yang harus dijalani sering kali membingungkan dan membuat penderita mengalami stres seperti frustasi, marah, dan kecil hati (Notoatmodjo, 2003). Menurut Bianchi (2004) permasalahan stres pada penderita diabetes ini erat kaitannya dengan cara atau strategi pemecahan masalah 166 P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 (coping) yang dilakukan oleh penderita bivariat untuk melihat hubungan antara diabetes. Jika individu kurang atau tidak mampu variabel dependen dengan variabel independen dalam menggunakan mekanisme koping dan (Hastono, 2007). Uji hipotesis menggunakan uji gagal dalam beradaptasi maka individu akan Chi square dengan alternatif uji Fisher. mengalami berbagai penyakit baik fisik maupun mental (Rasmun, 2004). Keberhasilan tujuan HASIL DAN DISKUSI koping DM diharapkan agar terkendalinya gula Analisa Univariat Karakteristik Pasien Pasien DM tipe 2 yang menggunakan insulin eksogen pada bulan September hingga Desember 2013, yang memenuhi kriteria sampel adalah sebanyak 61 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 23 pasien (37,7%) dan perempuan sebanyak 38 pasien (62,3%), rentang usia pasien terbanyak adalah 45-64 tahun (72,1%), sebagian besar (73,8%) pasien berpendidikan tinggi, lebih dari separuh (52,5%) pasien tidak bekerja, memiliki diagnosa DM tipe 2 > 10 tahun (50,8%), sebagian besar pasien memiliki status ekonomi yang tinggi (90,2%) dan memiliki status psikologi normal (75,4%). darah dimana hal ini tidak terlepas dari kepatuhan serta kontiniutas dalam pengobatan. Walaupun demikian tidak semua individu mampu menggunakan koping efektif dalam menghadapi masalah, hal ini tergantung bagaimana individu berespon terhadap stres sehingga menggunakan koping tidak efektif. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan rancangan cross sectional. Studi cross sectional mengukur variabel dependen dan independen secara bersamaan (Chandra, 2008). Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah penderita DM tipe 2, pasien DM yang menggunakan insulin, pasien DM dengan usia lebih dari 18 tahun, pasien DM yang menggunakan insulin lebih dari tiga bulan. Data diperoleh ketika pasien melakukan kunjungan ke poliklinik khusus diabetes mellitus penyakit dalam RSUP. DR. M. Analisa Univariat Koping Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar (80,3%) koping pasien DM tipe 2 yang menggunakan koping adaptif. Gambar 1 menunjukkan bahwa mekanisme koping yang paling banyak dipakai adalah religion (93,4%), diikuti planning (52,5%), active coping (47,5%) dan self distraction (45,9%). Sedangkan mekanisme koping yang sedikit dipakai adalah substance use (1,6%), positive reframing (29,5%), using emotional support (32,8%). Djamil Padang. Pasien yang sudah memenuhi kriteria inklusi diberikan kuesioner HADS untuk melihat apakah pasien memiliki simtom ansietas dan/atau depresi. Tahap kedua pasien diberikan kuesioner untuk keteraturan mengetahui menggunakan penggunaan keteraturan insulin dan insulin dalam alasan ketidakteraturan pasien. Tahap ketiga pasien diberikan kuesioner Brief COPE untuk mengetahui mekanisme koping yang digunakan oleh pasien. Teknik analisis data dilakukan secara bertahap meliputi: Analisis univariat untuk menghitung distribusi frekuensi. Analisis Analisa Bivariat Karakteristik Pasien dengan Koping Dari hasil penelitian diketahui karakteristik responden yang memiliki koping adaptif lebih tinggi ditemui pada karakteristik responden yang berusia ≥65 tahun, berpendidikan tinggi (88,9%), pada kelompok responden yang bekerja (82,8%), memiliki status ekonomi tinggi (85,5%), lama diagnosa >10 tahun (93,5%). Diketahui terdapat hubungan yang signifikan (p<0,05) antara 167 P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 koping adaptif dengan usia pasien DM tipe 2 dengan pada rentang ≥65 tahun, responden yang Berdasarkan statistik terdapat hubungan yang berpendidikan tinggi, responden dengan status signifikan (p<0,05) antara koping maladaptif ekonomi dengan yang tinggi, responden dengan responden status yang psikologi tidak bekerja. depresi pasien. kelompok diagnosa penyakit > 10 tahun. Diketahui persentase koping maladaptif lebih Berdasarkan statistik tidak terdapat hubungan tinggi pada kelompok responden dengan status yang signifikan (p>0,05) antara koping adaptif psikologi depresi. Gambar 1. Persentase mekanisme koping yang digunakan responden Analisa Bivariat Hubungan Karakteristik ≥65 tahun yang mendominasi, hal tersebut dengan Keteraturan Penggunaan Isulin sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ikhsan Persentase rendah (2007), dengan semakin cukup umur, tingkat terhadap insulin, lebih tinggi pada kelompok kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih usia 45-64 tahun (65,9%), responden berjenis matang dalam berfikir dan bekerja. Hal ini jenis kelamin laki-laki (87% ), pasien yang sebagai hasil dari pengalaman dan kematangan memiliki pendidikan tinggi (66,7%), responden jiwanya. yang tidak bekerja (75,9%), responden dengan mengenai hubungan usia terhadap keteraturan lama diagnosa >10 tahun (67,7%). Secara penggunaan insulin eksogen pasien terlihat statistik terdapat hubungan yang signifikan bahwa, pada usia responden 45-64 tahun (p<0,05) antara keteraturan rendah dengan memiliki hasil keteraturan yang rendah dalam responden yang berjenis kelamin laki-laki dan penggunaan insulin eksogen. Namun, hasil ini responden yang tidak bekerja. Secara statistik tidak memiliki hubungan yang bermakna secara tidak statistik. terdapat keteraturan hubungan yang signifikan Sementara itu, Puspitasari hasil (2002) penelitian dalam (p>0,05) antara keteraturan rendah dengan penelitiannya mengemukakan bahwa variabel responden yang berusia 45-64 tahun, pasien umur kurang berpengaruh terhadap tingkat yang memiliki lama diagnosa >10 tahun dan kepatuhan. Bat (2003), mengemukakan bahwa pasien yang berpendidikan tinggi. di Amerika Serikat orang yang berusia lanjut Berdasarkan persentase usia responden terhadap koping adaptif terlihat kelompok usia cenderung mengikuti anjuran dokter, lebih memiliki tanggung jawab, lebih tertib, lebih teliti, lebih bermoral, dan lebih berbakti dari 168 P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 pada usia muda. Dimana pada penelitian ini usia faktor yang memengaruhi strategi coping adalah 45-64 tahun terdapat sebagian reponden yang tingkat pendidikan. Seseorang dengan tingkat masih yang pendidikan yang semakin tinggi akan semakin bahwa tinggi pula kompleksitas kognitifnya, demikian berkarier. dikemukakan Sesuai oleh dengan Amril (2002), kesibukan bekerja (sebagai buruh) dalam pula rangka memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga pendidikan dengan keteraturan penggunaan menyebabkan penderita sulit menyesuaikan insulin eksogen dalam penelitian ini terlihat program bahwa responden yang berpendidikan tinggi pengobatan dengan kegiatannya sehari-hari dan lupa minum obatnya. Pada hasil sebaliknya. Sementara itu hubungan memiliki keteraturan yang rendah terhadap penelitian mengenai hubungan jenis kelamin dengan mekanisme penggunaan insulin, namun hubungannya secara statistik tidak bermakna. koping pasien terlihat bahwa jenis kelamin laki- Senewe (1997) mengemukakan bahwa laki memiliki persentase yang tinggi terhadap proporsi tertinggi penderita yang tidak teratur mekanisme koping adaptif. Hasil penelitian ini berobat adalah pada pendidikan rendah/SD sesuai dengan pernyataan Broverman (dalam (33,6%). Sedangkan hasil yang mendukung Widyawati, 2002) mengatakan bahwa pria pada penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan dasarnya lebih mampu menyesuaikan diri oleh Suliha (1991), mengatakan bahwa proporsi daripada wanita berdasarkan sikapnya dalam penderita yang berpendidikan tinggi (61,11%) menghadapi suatu masalah. Sementara itu ternyata tidak patuh berobat. Namusra (200) berdasarkan mengemukakan hasil penelitian terhadap dengan tinggginya angka hubungan jenis kelamin dengan keteraturan keteraturan yang rendah dalam penggunaan penggunaan insulin eksogen pasien terlihat insulin bahwa memiliki berpendidikan tinggi merupakan hal yang diluar keteraturan yang rendah, hal ini memiliki harapan, karena seharusnya dengan pendidikan hubungan yang bermakna secara statistik. Hasil yang tinggi mereka telah mengerti tentang penelitian dengan bahaya penyakit. Hasil tersebut bisa diakibatkan penelitian Eliska (2005), bahwa jenis kelamin oleh perbedaan sikap individual dari masing- tidak mempunyai pengaruh terhadap ketekunan masing berobat pada penderita TB Paru. Sedangkan merupakan indikator bahwa seseorang telah hasil R. Pant (2009) penelitian mendukung hasil menempuh jenjang pendidikan formal dalam penelitian ini yang dikutip oleh Tanggap (2011), bidang menyebutkan memiliki seseorang telah menguasai beberapa bidang rendah tertentu. Sehingga belum tentu seseorang yang jenis kelamin ini keteraturan laki-laki bertolak bahwa berobat belakang laki-laki yang lebih dibandingkan perempuan. Berdasarkan pendidikan responden tertentu, karena bukan yang pendidikan indikator bahwa dengan apa yang dianjurkan, hal ini dapat dipengaruhi mekanisme oleh pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial koping mengemukakan pada penderita antara koping, terlihat bahwa tingginya persentase adapatif pada berpengetahuan yang baik akan melaksanakan hubungan responden eksogen responden yang budaya (Fitriyani, bahwa 2012). pengetahuan Locke tidak berpendidikan tinggi. Menaghan yang dikutip hanya didapat secara formal melainkan juga oleh McCrae (1984) mengemukakan salah satu melalui pengalaman (Nugroho, 2000). Selain itu 169 P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 pengetahuan juga didapat sarana Berdasarkan hasil yang didapat oleh informasi yang tersedia di rumah, seperti radio peneliti, yang menunjukkan tingginya prevalensi dan televisi. Di sisi lain, responden dengan status tingkat rendah keteraturan penggunaan insulin yang kurang. memiliki Hal ini didukung oleh Amril (2002), bahwa pendidikan menyatakan melalui yang bahwa lebih mereka kepercayaan yang lebih terhadap saran dokter. Berdasarkan hasil yang didapat oleh ekonomi yang rendah terhadap kesibukan bekerja sebagai buruh dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga peneliti dilapangan bahwa distribusi yang lebih menyebabkan penderita sulit menyesuaikan besar koping adaptif pada responden yang program bekerja. Hal ini sesuai dengan teori yang sehari-hari dikemukakan oleh Erick dalam Ikhsan (2007), Berdasarkan hasil yang didapat oleh peneliti bahwa seseorang yang bekerja akan banyak dilapangan diketahui terdapat hubungan antara pengalaman dalam menyelesaikan masalah yang status psikologi dengan koping yaitu status secara tidak langsung dapat meningkatkan psikologi depresi terhadap koping maladaptif.. keterampilan dan menggunakan koping yang Hal ini menandakan penggunaan koping yang lebih konstruktif. Berdasarkan hubungan status tidak ekonomi terhadap mekanisme koping, diketahui psikologi seseorang. Peyrot (dalam D’arrigo, bahwa persentase koping adaptif lebih tinggi 2000) mengatakan bahwa strategi koping yang pada responden yang memiliki status ekonomi dilakukan oleh penderita diabetes sangatlah yang tinggi, secara statistik hubungan tersebut berpengaruh terhadap kondisi stresnya yakni bermakna. apabila Stuart & Sundeen (2005) pengobatan dan efektif dengan lupa dapat kegiatannya minum obatnya. mempengaruhi penderita diabetes penyesuaian salah satunya dari faktor eksternal yaitu kopingnya, maka individu tersebut berhasil dukungan ekonomi. Menurut Billings dan Moos mengatasi masalah yang dihadapi dan begitu (dalam Mu’tadin, 2002), seseorang dengan pula status akan mempunyai penyesuaian yang buruk dengan menampilkan bentuk koping yang kurang aktif, strategi kopingnya, maka individu tersebut tidak kurang berhasil mengatasi masalah yang dihadapi. realistis, ekonomi dan rendah lebih fatal untuk sebaliknya. baik mempunyai menyebutkan sumber-sumber koping individu sosial yang status Jika dengan penderita strategi diabetes menampilkan respons menolak, dibandingkan dengan seseorang dengan status ekonomi yang KESIMPULAN Dari lebih tinggi. Dimana dengan tingginya status ekonomi seseorang maka tuntutan hidup penelitian pasien memikili status ekonomi rendah, sehingga keteraturan besarnya tekanan yang menjadi pemicu stressor sebagai berikut: seseorang 1. Tidak Menurut Asti (2006) dapat diambil kesimpulan, bahwa ada beberapa karakteristik tentunya lebih berkurang dibanding orang yang berbeda.. ini DM tipe 2 dengan penggunaan terdapat koping insulin hubungan dan eksogen antara usia kehidupan yang tidak mapan dapat memberikan terhadap koping adaptif pasien, dan terhadap efek lingkungan yang tidak mendukung dalam keteraturan penggunaan insulin eksogen. tercapainya tujuan kepatuhan pasien. 2. Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan keteraturan penggunaan insulin 170 P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 eksogen, namun tidak berhubungan dengan keteraturan penggunaan insulin eksogen. mekanisme koping pasien. Diketahui jenis Diketahui semakin tinggi status ekonomi kelamin pasien laki-laki ternyata memiliki maka koping yang digunakan keteraturan yang rendah dalam penggunaan semakin efektif dan pasien dengan status insulin eksogen. ekonomi yang rendah diketahui memiliki 3. Adanya hubungan terhadap koping berhubungan penggunaan antara pasien, namun terhadap insulin pendidikan eksogen. keteraturan yang sedang dalam penggunaan tidak keteraturan insulin eksogen. 6. Adanya hubungan antara status psikologi Diketahui terhadap mekanisme koping pasien, namun semakin tinggi pendidikan pasien maka tidak berhubungan terhadap keteraturan koping yang digunakan semakin efektif. penggunaan insulin eksogen. Diketahui 4. Adanya hubungan antara pekerjaan pasien pasien yang memiliki status psikologi terhadap keteraturan penggunaan insulin depresi menggunakan koping yang tidak eksogen, namun tidak berhubungan dengan efektif. mekanisme koping pasien. Diketahui pasien 5. 7. Adanya hubungan antara lama diagnosa yang tidak bekerja memiliki keteraturan penyakit dengan koping pasien, namun yang rendah dalam penggunaan insulin tidak berhubungan dengan keteraturan eksogen. terhadap penggunaan insulin eksogen. Adanya hubungan antara status ekonomi Diketahui semakin lama pasien menderita terhadap koping adaptif pasien dan adanya DM tipe 2 maka koping yang digunakan hubungan pasien semakin efektif. status ekonomi terhadap DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Association (ADA). 2007. Hyperglycemic crisis in diabetes. Diabetes Care. 27(1).94- 102. Amril, Yun. 2002. Keberhasilan Directly Observed Therapy (DOTS) pada Pengobatan TB Paru Kasus Baru di BP4 Surakarta (Tesis). Jakarta: Universitas Indonesia. Asti, Tri. 2006. Kepatuhan pasien: Faktor penting dalam keberhasilan terapi. InfoPOM. 7(5). 3. Bate, K, L., & Jerums, G. 2003. Preventing complications of Diabetes. The Medical Journal Australia. 179. 498-503. Bianchi, E.R.F. 2004. Stress and Coping among Cardiovascular Nurses: a Survey In Brazil. Issues in Mental Health Nursing. 25. 737–745. Chandra, B. 2008. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: EGC. D'arrigo, T., 2000. Stress and Diabetes. Diabetes Forecast. 53(4). 56. Eliska, 2005. Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan, dan Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2005 (Skripsi). Medan: Universita Sumatera Utara. Fitriyani, 2012. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Citangkil dan Puskemas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon (Skripsi). Depok: Universitas Indonesia. Hastono. 2007. Analisis Data Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jakarta: UI. Ikhsaan, Muhammad. 2007. Analisis Hubungan Karakteristik dengan Mekanisme Koping Keluarga yang Anggota Keluarganya dirawat di Instalasi Rawat Darurat BLU RS Dr Wahidin Sudirohuso. Makasar:UniversitasHasanuddin. McCrae, R.R. 1984. Situasional Determinant of Coping Responses: Loss, Threatand Challenge. Journal of Personality and Social Psychology. 46(4). 919-928. Mu’tadin, Z. 2002. Strategi Coping. Grounded Theory pada Gay dan Masyarakat Surabaya. Jurnal Psikologi Alternatif Antitesis. 1(1). 120-151. 171 P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat (edisi pertama). Jakarta: PT Rineka Cipta. Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Jeronlik: Jakarta: EGC. Polonsky WH, Fisher L, Guzman s, Villa-Caballero L, & Edelman SV. 2005. Psychological insulin resistance in patients with type 2 diabetes: the scope of the problem. Diabetes Care. 28. 2543-2545. Senewe, F.P. 1997. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keteraturan Berobat di Puskemas se Kota Administrative Depok, Tahun 1996 (Tesis). Depok: Universitas Indonesia. Soegondo. 2002. Diagnosa dan klasifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Di dalam; Soegondo S, Soewondo P, dan Subekti I, editor. Depok: Universitas Indonesia. Stuart & Sundeen. 1998. Principles and practice of psyciatric nursing. Fifth Edition. St. Louis, Missouri: Mosby. Suliha, I. 199. Studi Tentang Perilaku Kepatuhan Datang Kontrol Penderita TB Paru dengan Pengobatan Jangka Pendek dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi di RS Persahabatan Jakarta Tahun 1990 (Tesis). Depok: Universitas Indonesia. Tanggap Tirtana, Bertin. 2011. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dengan Resistensi Obat Tuberkulosis Di Wilayah Jawa Tengah (Skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro. Widyawati, S. 2002. Penyesuaian Diri Remaja ditinjau dari Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Jenis Kelamin (Skripsi). Semarang: Universitas Soegijapranata. 172