APLIKASI TEKNOLOGI BAR CODE UNTUK MENURUNKAN KESALAHAN DALAM PEMBERIAN OBAT DAN TRANSFUSI DARAH Mariyam, NPM 0906505136 Program Pasca Sarjana Kekhususan Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2010 Abstrak Beberapa kesalahan dalam pemberian pelayanan kesehatan ke pasien adalah kesalahan dalam pengobatan (medication errors) dan kesalahan transfusi darah (mistransfusion). Kesalahan pengobatan merupakan segala bentuk kejadian yang menyebabkan pengobatan tidak sesuai, mengakibatkan cedera pada pasien selama pengobatan tersebut berada dalam kontrol tenaga kesehatan dan pasien. Sekitar 44.000- 98.000 orang di Amerika Serikat meninggal setiap tahunnya akibat dari kesalahan pengobatan. Sedangkan kesalahan dalam pemberian transfuse adalah darah ditransfusikan pada penerima yang salah. Untuk mencegah kesalahan tersebut dibutuhkan suatu perkembangan teknologi informasi. Teknologi Bar code merupakan system berbasis teknologi dikombinasikan dengan koneksi internet melalui server dan sentral komputerisasi digunakan untuk meningkatkan akurasi data administrasi medis di unit pelayanan kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan system pendukung keputusan klinis berbasis computer terbukti dapat meningkatkan pelayanan klinik pada 68 % studi. Beberapa penelitian melaporkan keefektifan Bar code dalam mencegah kesalahan dalam pemberian obat (medication error) dan kesalahan pemberian transfusi darah (mistransfusion) sehingga meningkatkan keselamatan pasien. Kata kunci: Teknologi bar code, medication errors, mistransfusion LATAR BELAKANG Pada era globalisasi saat ini sejalan dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kesehatan semakin meningkat yang salah satunya adalah kebutuhan akan pelayanan kesehatan di Rumah sakit. Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut maka pelayanan kesehatan di rumah sakit harus ditingkatkan. Mutu pelayanan rumah sakit sangat erat kaitannya dengan perkembangan teknologi yang diterapkan di rumah sakit tersebut. Berdasarkan sistematis Kawanoto, dkk (dikutip oleh Pinzon R, 2007) pada 70 penelitian terdahulu menunjukkan bahwa system pendukung klinis berbasis computer terbukti meningkatkan pelayanan klinik pada 68 % studi. Di Indonesia, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini belum secara maksimal diterapkan dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit yang salah satunya pelayanan pemberian asuhan keperawatan oleh perawat kepada pasien. Perawat merupakan salah satu petugas kesehatan yang mempunyai kontribusi besar dalam pelayanan kesehatan pada pasien. Perawat secara 24 jam berada disamping pasien. Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, perawat diharapkan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan strandar yang ada. Namun kadang terjadi suatu kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien, antara lain kesalahan dalam pemberian obat yang tidak sesuai dengan enam benar, benar obat, benar pasien, benar rute, benar waktu, dan benar dokumentasi. Kesalahan yang lain misalnya pemberian transfusi darah pada pasien yang membutuhkan kecermatan dalam pencocokan antara darah yang ada dengan komponen darah yang sesuai dengan pasien. Telah dilaporkan sebanyak 44.000-98.000 orang di Amerika serikat meninggal akibat dari kesalahan pengobatan. Pada tahun 1997 kesalahan obat dilaporkan dapat memperpanjang lama rawat hingga 1,74 hari (van Onzenoort et al., 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Nanang 2009 untuk mengetahui Drug Related Problem (DPR) yang terjadi pada pasien DHF meliputi indikasi butuh obat, obat dengan indikasi yang tidak sesuai, obat salah, interaksi obat, dosis lebih dan dosis kurang di bangsal pediatric rumah sakit Swasta di Yogyakarta pada 2006 menunjukkan hasil bahwa dosis kurang sebanyak 14 %, dosis lebih terjadi pada 10 pasien dan obat salah terjadi pada 4 pasien (Nanang, 2009). Selain kesalahan pengobatan juga terdapat kesalahan dalam tranfusi, dilaporkan terjadi 1 kesalahan administrasi dari setiap 12000 unit transfuse di Amerika Serikat (Askeland et al., 2008). Sejumlah studi menunjukkan di New York pada 10 tahun terakhir ditemukan sejumlah kesalahan transfusi. Menurut penelitian dilaporkan bahwa reaksi transfusi darah yang tidak diharapkan ditemukan pada 6,6% responden, dimana 55% berupa demam, 14% menggigil, 20% reaksi alergi terutama urtikaria, 6% hepatitis serum positif, 4% reaksi hemolitik dan 1% overload sirkulasi (Sudoyo, 2006). Sistem Administrasi Pengobatan Bar code (Bar code Medication dministration System / BCMA) merupakan sistem berbasis teknologi barcode yang dikombinasikan dengan koneksi internet melalui server dan sentral koputerisasi yang digunakan untuk meningkatkan akurasi data administrasi medis di unit pelayanan kesahatan. Produk ini pertama kali dikembangkan di Kansas, USA, pada 1995 dan pada perk embangannya teknologi ini digunakan sebagai sistem penunjang data di RS dan memberikan manfaat dalam meningkatkan angka keselamatan pasien (Wideman, 2009). Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan efektivitas penggunaan sistem komputer untuk memperbaiki praktek peresepan, meningkatkan kepatuhan terhadap standar pelayanan medik, dan mengurangi risiko kesalahan pengobatan. Melalui sistem BCMA ini maka perawat dapat memindai barcode sebelum obat diberikan pada pasien dan keakuratan data serta identifikasi pemberian obat jelas terdokumentasi sebelum dan setelahnya. Bar code juga berguna untuk mendeteksi dan mencegah kesalahan identifikasi, mengurangi proporsi reject sampel darah dan meningkatkan keselamatan pasien. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk menelaah hasil perkembangan teknologi Bar code yang memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia terutama di Rumah sakit sehingga diharapkan menurunkan kesalahan perawat dalam pemberian obat maupun kesalahan dalam pemberian transfuse darah sehingga keselamatan pasien terjamin. TINJAUAN LITERATUR Bar code berasal dari bahasa Inggris, bar berarti batang sedangkan code berarti sandi/ kode. Jadi secara harfiah bar code berarti kode batang. Sedangkan menurut istilah, bar code berarti garis-garis hitam yang dibuat menurut kode tertentu, umumnya digunakan sebagai identifikasi terhadap suatu objek atau barang. .Kode ini dicetak di atas stiker atau di kotak bungkusan barang. Kode tersebut akan dibaca oleh alat pengimbas (Bar code reader) yang akan menerjemahkan kode ini ke data/ informasi yang mempunyai arti. Bar code dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Bar code 1 dimensi yang terdiri dari garis-garis yang berwarna putih dan hitam. Warna putih untuk nilai 0 dan warna hitam untuk nilai 1. Bar code 2 dimensi, sudah tidak berupa garis-garis lagi akan tetapi seperti gambar, jadi formasi yang tersimpan di dalamnya akan lebih besar. Spesifikasi untuk tipe barcode, ukuran, penempatan dan mutu semuanya tergantung kepada di mana pembacaan barcode tersebut akan dilakukan. Gambar 1: Bar code dengan scanner, jenis bar code (Dartt & Schneider, 2010) Gambar 2: Diagram Bar code administratin medicine (BCAM) (Southern Arizona Veterans Administration Health Care System (SAVAHCS) Training Guide, 2000) Bar code medication administration (BCMA) sistem bar code yang dirancang sebagai media pencegah kekeliruan pengobatan (medication errors) dan meningkatkan keselamatan pasien dengan system validasi 6 benar dalam administrasi pengobatan. Perawat, farmasi dan TI berkolaborasi untuk meningkatkan keamanan pasien (Foote & Coleman, 2008). Sistem ini terdiri atas alat pembaca bar code, media komputer portable seperti Personal Digital Assistant (PDA) dengan koneksi wireless, sebuah server, dan beberapa software lainnya yang mendukung koneksi hardware dengan sistem database dan sistem inventori. Aplikasi BCMA dengan Powerchart (program elektronik yang digunakan departemen keperawatan untuk dokumentasi) yang dapat menvalidasi perawat untuk mencatat administrasi obat, menggunakan sebuah computer dan bar code scanner yang disentuhkan ke kartu pengobatan. Kemudian dihubungkan dengan sebuah jaringan wereless ke elektronik MAR. Jika scan pengobatan tidak cocok, pesanan pengobatan untuk pasien pada system menunjukkan alarm (Foote & Coleman, 2008). Proses aplikasi bar code dalam administrasi pengobatan dimulai dengan obat yang diadvis oleh dokter di masukkan ke pusat order catatn kesehatan medis elektronik. Kemudian apoteker memverifikasi order dan obat dikirim ke unit keperawatan. Pada awal tiap shift, semua laporan yang terkait dengan pemberian obat ke pasien di cetak /diprint out oleh perawat yang saat itu sedang bertanggung jawab memberikan obat. Laporan tersebut menjadi informasi bagi perawat terhadap waktu/ kapan jadwal pemberian obat kepada pasien. Kemudian perawat melakukan registrasi/ memasukkan data tersebut ke sistem kode bar/ BCMA ketika saatnya untuk memulai pemberian obat. Kemudian perawat memindahkan kotak obat ke ruangan atau samping tempat tidur pasien yang akan diberikan obat. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi secara lisan/ verbal pasien dan melakukan scanning atau menandai pengenal unik kode bar pada pasien. Tindakan ini mendapat sinyal dan disampaikan ke layar laptop Virtual Due List (VDL). Saat tiba waktu pemberian obat perawat mengambil unit dosis obat dari laci kotak obat dan menandai kode bar. Layar VDL akan menunjukkan apakah ada ketidakcocokan antara pengenal dan pengobatan pasien, dan jika ada maka akan muncul tanda atau pesan yang membutuhkan tindakan. Jika pemberian obat yang berlebih diberikan pada pasien yang sama dan pada waktu yang bersamaan maka perawat tetap harus memilih dan menandai dosis unit obat sampai semua obat telah diberikan. Setelah penandaan otomatis maka dilanjutkan dengan dokumentasi terhadap obat yang diberikan (yang dapat secara manual diperbaiki jika dosis ditolak atau diberikan). Jika pengobatan pasien dan kode bar obat tersebut kompatibel dengan demikian perawat bisa dan mampu mengelola obat dengan benar. Pada akhir kegiatan shift , laporan obat yang telah diberikan dapat dicetak untuk menentukan apakah semua obat telah diberikan ke pasien dengan tepat. Sedangkan Sistem manajemen transfusi darah berbasis komputer dikembangkan dengan menghubungkan jaringan sistem informasi rumah sakit dengan bar code klien (Sistem identifikasi unit darah klien) dan alat tes pre transfusi otomatis. Bar code identitas disebarkan pada setiap klien disemua ruangan. Aplikasi dari sistem ini adalah sistem transfusi OLCOS (Olympus, Inc) dimana sistem ini bekerja pada jaringan rumah sakit. Komputer induk (OLCOS Client PC) di pusat pelayanan transfusi yang menyimpan seluruh data klien dan komponen darah, dihubungkan pada komputer klien di masing-masing ruangan dan kamar operasi dengan kabel dan teknologi nirkabel, untuk membentuk jaringan local (Ohsaka et al., 2008). Gambar3: Skema sistem manajemen transfusi berbasis komputer yang berkoneksi dengan sistem informasi rumah sakit, sistem identitas unit darah klien dan alat pemeriksaan pre transfusi otomatis (Ohsaka, et al., 2008) Gambar: Barcode gelang pasien (kiri atas), kartu phlebotomy mobile dengan laptop (tengah atas), Katu order perawat dengan label bar code yang discan dengan sinar scanner bar code (kanan atas), label kantong komponen darah (kanan bawah) dan tampilan layar program software produk transfuse darah (kanan bawah) (Askeland, et al., 2008) PEMBAHASAN Pemberian obat dan transfusi darah merupakan ketrampilan kritis perawat professional yang yang terdiri dari beberapa proses untuk meyakinkan keselamatan pasien. Proses administrasi pengobatan terdiri dari 6 benar yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar rute, benar reaksi da benar waktu. Secara tradisional proses ini membutuhkan waktu hingga 30 menir per pasien dan ini tergantung jumlah obat yang harus diberikan oleh perawat (Foote & Coleman, 2008). Padahal perawat tidak hanya melakukan pemberian obat ke pasien tetapi masih banyak lagi yang perlu dikerjakan, misalnya pemberian trasfusi. Pada pemberian transfusi untuk keamanan perawat harus tepat dalam mengidentifikasi pasien, sampel darah dan komponen darah. Untuk mengurangi kesalahan perawat dan meningkatkan keselamatan pasien diperlukan teknologi modern seperti system bar code yang telah dipromosikan oleh Departemen Urusan Veteran Medical center di Topeka Texas pada tahun 1999- 2001. Sejak dipromosikan system bar cod tersebut rumah sakit banyak yang menerapkan dalam pemberian obat dan transfuse darah. System sangat antusias diterima oleh staff dan tenaga kesehatan. Sytem Bar code mempunyai tujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien dan kepuasan pasien, meningkatkan efisiensi dan kepuasan perawat serta menurunkan niaya rawat pasien (Foote & Coleman, 2008). Beberapa penelitian terkait dengan keuntungan dalam penggunaan Bar code telah banyak dilaporkan. Penelitian yang dilakukan oleh Foote, dkk 2008 menunjukkan bahwa teknologi Bar code mengurangi kesalahan pengobatan hingga 80 %. Ini sangat positif dalam mengidentifikasi pasien. Penerapan bar code dalam administrasi pengobatan dapat diterapkan dibeberapa unit perawat. Pada tahun 2009 Helmon Dkk telah melakukan studi observasional sebelum dan sesudah penerapan BCMA pada 2 unit medical surgical dan 2 ICU. Sebelum diterapkan BCMA, perlu print out Medician Administration Record (MAR) setiap hari dan setelah itu dilakukan penyimpanan lembar data administrasi obat tersebut. Setelah BCMA diterapkan hasilnya menurunkan kesalahan pemberian obat di unit medical surgical (Helmons, Wargel, & Daniels, 2009). Bar code mengurangi sejumlah kesalahan khususnya waktu pemberian obat pada ICU medical dewasa (DeYoung, Vanderkooi, & Barletta, 2009). Pada studi yang dilakukan oleh Fowler pada agustus 2007 dimana studi ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan perawat dengan adanya system bar code, kepuasan perawat setelah penerapan system bar code dalam administrasi pengobatan selama 3 dan 6 bulan, hasil dalam studi ini dilaporkan bahwa sebuah system administrasi bar code menunjukkan mekanisme yang aman dalam mengiriman entri obat mulai dari order sampai pemberian ke pasien. Kepuasan staff dengan perubahan pada system administrasi pengobatan berkembang dengan sejalannya waktu dengan mengharap tetap ada pengembangan system bar code (Fowler, Sohler, & Zarillo, 2009) Selain pemberian obat, bar code juga bisa diterapkan pada proses transfuse ke pasien. Sistem manajemen transfusi darah berbasis komputer memberikan keuntungan yang besar bagi dunia keperawatan pada umumnya dan bagi klien pada khususnya. Dengan adanya sistem ini maka terjadinya kesalahan manusia (human errors) dalam melakukan transfusi dapat dicegah dan keamanan transfusi bagi klien dapat ditingkatkan dengan memastikan bahwa darah yang tepat untuk klien yang tepat (Marconi, 2007). Sistem ini dapat mengurangi terjadinya kesalahan manusia dalam memberikan transfusi karena sistem ini mengurangi sejumlah prosedur manual dalam beberapa langkah dari proses transfusi. Oleh karena itu kesalahan dalam memberikan transfusi dapat dicegah sehingga efek samping yang dapat merugikan klien akibat mistransfusi dapat dihindari. Pada tahun 2005 Universitas of Lowa Hospital and Clinic (UIHC) menerapkan bar code pada pelaksanan pemberian transfuse didapatkan terdapat penurunan sejumlah kesalahan sampel darah dan mencegah keterlambatan pemberian transfuse ke pasien (Askeland, et al., 2008). Selain itu juga dapat digunakan dalan pengecekan pretransfusi disamping tempat tidur pasien pediatric (Ohsaka, Abe, Nakamura, Ohsawa, & Sugita, 2009) KESIMPULAN Bar code merupakan suatu perkembangan teknologi informasi yang sangat berguna bagi rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan dengan meningkatkan keselamatan pasien. Bar code dapat diterapkan dalam administrasi pengobatan pasien dan administrasi pemberian transfuse darah pada pasien. Dimana kedua tindakan ini merupakan suatu proses yang membutuhkan ketelitian pada setiap step tindakan. Dengan diterapkan bar code diharapkan dapat mencegah kesalahan dalam pemberian pengobatan dan transfuse darah sehingga keselamatan pasien terjaga. Manfaat yang luar biasa dengan penerapan teknologi ini seyogyanya diterapkan juga di Indonesia. Rumah sakit di Indonesia diharapkan mulai mencoba mengembangkan system informasi yang pada ahirnya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dengan mulai menyiapkan infrastruktur yang matang dan terorganisasi dengan jelas. Saat nantinya teknologi bar code ini telah diterapkan dibutuhkan sosialisai dan pelatihan terhadap tenaga kesehatan yang terkait dengan system yaitu perawat, farmasi, dokter dan TI itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Askeland, R. W., McGrane, S., Levitt, J. S., Dane, S. K., Greene, D. L., Vandeberg, J. A., et al. (2008). Improving transfusion safety: implementation of a comprehensive computerized bar code-based tracking system for detecting and preventing errors. Transfusion, 48(7), 1308-1317. Dartt, L. R., & Schneider, R. (2010). Development of a training program for bar-codeassisted medication administration in inpatient pharmacy. American Journal Of Health-System Pharmacy: AJHP: Official Journal Of The American Society Of Health-System Pharmacists, 67(19), 1592-1594. DeYoung, J. L., Vanderkooi, M. E., & Barletta, J. F. (2009). Effect of bar-code-assisted medication administration on medication error rates in an adult medical intensive care unit. American Journal Of Health-System Pharmacy: AJHP: Official Journal Of The American Society Of Health-System Pharmacists, 66(12), 1110-1115. Foote, S. O., & Coleman, J. R. (2008). Medication Administration: The Implementation Process of Bar-Coding for Medication Administration to Enhance Medication Safety. [Article]. Nursing Economic$, 26(3), 207-210. Fowler, S. B., Sohler, P., & Zarillo, D. F. (2009). Bar-Code Technology for Medication Administration: Medication Errors and Nurse Satisfaction. [Article]. MEDSURG Nursing, 18(2), 103-109. Helmons, P. J., Wargel, L. N., & Daniels, C. E. (2009). Effect of bar-code-assisted medication administration on medication administration errors and accuracy in multiple patient care areas. American Journal Of Health-System Pharmacy: AJHP: Official Journal Of The American Society Of Health-System Pharmacists, 66(13), 1202-1210. Marconi, M., Sirchia, G., (2007). Increasing transfusion safety by reducing human errors. Curr Opin Hematol, 7:382-6 Ohsaka, A., Abe, K., Nakamura, Y., Ohsawa, T., & Sugita, S. (2009). Issuing of blood components dispensed in syringes and bar code-based pretransfusion check at the bedside for pediatric patients. Transfusion, 49(7), 1423-1430. Ohsaka, A., Abe, K., Ohsawa, T., Miyake, N., Sugita, S., & Tojima, I. (2008). A computerassisted transfusion management system and changed transfusion practices contribute to appropriate management of blood components. Transfusion, 48(8), 1730-1738. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., et. al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI van Onzenoort, H. A., van de Plas, A., Kessels, A. G., Veldhorst-Janssen, N. M., van der Kuy, P.-H. M., & Neef, C. (2008). Factors influencing bar-code verification by nurses during medication administration in a Dutch hospital. American Journal Of HealthSystem Pharmacy: AJHP: Official Journal Of The American Society Of HealthSystem Pharmacists, 65(7), 644-648.