PEKERJAAN SOSIAL MEDIS PEKERJAAN SOSIAL ONKOLOGI (ONCOLOGY SOCIAL WORK) Dosen : Adi Fahrudin, Ph. D Dra. Dayne Trikora W Disusun oleh : Kelompok VIII (Kelas IIB/REHSOS) 1. Rizki Zaenal A.A (07.04.068) 2. Retno Wijayanti (07.04.076) 3. Dhiyah Tri Resmiati (07.04.091) 4. Triyas Febriana P (07.04.096) 5. Andi Ary Arsanto P (07.04.136) SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG 2009 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas segala Ridha dan Karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penyusun, sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini dengan Judul “Pekerjaan Sosial Onkologi”. Penyusunan makalah ini merupakan tugas pengganti Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pekerjaan Sosial Medis. Dalam penyusunan penyusunan makalah ini, penyusun telah banyak mendapat bantuan dan dorongan baik materil maupun moril dari berbagai pihak. Sehingga dengan itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Adi Fahrudin, Ph. D dan Dra. Dayne Trikora W selaku dosen pembimbing mata kuliah Pekerjaan Sosial Medis. 2. Seluruh rekan-rekan dan semua pihak yang telah ikut memberikan dorongan demi penyelesaian penyusunan makalah ini. Semoga bantuan, bimbingan dan petunjuk yang Bapak dan Ibu serta rekanrekan berikan menjadi amal saleh dan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhirnya penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penyusun mengharapkan saran dan kritikan yang konstruktif dari semua pihak. Mudahmudahan penyusunan makalah ini bermanfaat. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Taufik Hidayah-Nya pada kita semua. Amin… . Bandung, April 2009 PENYUSUN DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………... i DAFTAR ISI……………………………………………………………….. ii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang…………………………………………………………. 1 1.2. Tujuan Penulisan………………………………………………………. 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1. PEKERJAAN SOSIAL ONKOLOGI 2.1.1. Asosiasi Praktek Onkologi dari Lingkup Pekerja Sosial……………. 2 2.1.2. Sejarah Psiko-Onkologi……………………………………………... 3 2.1.3. Perawatan dan Epiderminologi Kanker……………………………… 5 2.1.4. Bagaimana Kanker Diobati?................................................................ 6 2.1.5. Kanker sebagai Penyakit Kronis…………………………………….. 8 2.2. KANKER DAN KELUARGA 2.2.1. Pemberitahuan Anak-anak……………………………………............. 9 2.2.2. Kanker pada Orang Tua dan Dampaknya Bagi Anak Kecil………….. 10 2.2.3. Kanker pada Orang Tuan dan Dampaknya Bagi Remaja…………….. 11 2.2.4. Anak yang Terkena Kanker…………………………………………… 12 2.2.5. Kanker pada Anak Usia Sekolah……………………………………… 15 2.2.6. Anggota Keluarga Tua yang Terkena Kanker……………………………….. 17 BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN…………………………………………………………. 19 3.2. SARAN………………………………..................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 21 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pekerjaan sosial onkologi adalah spesialisasi praktek pekerjaan sosial yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang terserang kanker. Landasan konseptualnya adalah psiko-onkologi yang mempelajari tentang kejiwaan, sosial, tingkah laku, dan dampak kanker, baik bagi individu, keluarga, maupun masyarakat. Sehubungan dengan ini, pekerja sosial dibutuhkan untuk memberikan perhatian kepada orang-orang yang terserang kanker tersebut. Psiko-onkologi adalah ranah dari studi dan praktek yang berkaitan dengan psikologis, sosial, dan kebutuhan dari individu, keluarga, dan masyarakat yang berhubungan dengan kanker. Berdasarkan itu, pekerja sosial dapat mengetahui intervensi-intervensi yang adaptif dan psikososial klien dengan langkah-langkah yang berbeda dari pengembangan penyakit, yang meliputi hasil diagnosa, keputusan perawatan dan inisiasi, mengatasi akibat sampingan perawatan, penghentian perawatan, orang-orang yang selamat, kambuh, atau metastasis, dan terminal penyakit. Dalam dekade yang baru, kanker telah bertransisi menjadi suatu penyakit yang kronis, sehingga kebutuhan klien bergeser, yaitu pengaruh jangka panjang dari kanker dan perawatan. Pengembangan-penggembangan ini, mendorong pekerja sosial untuk mengembangkan intervensi untuk memenuhi kebutuhankebutuhan klien 1.2. Tujuan Penulisan a. Mengetahui setting pekerjaan sosial, yaitu pekerjaan sosial onkoloi. b. Mengetahui peran pekerja sosial onkologi dalam membantu klien menghadapi penyakitnya BAB II ISI 2.1. PEKERJAAN SOSIAL ONKOLOGI 2.1.1. Asosiasi Praktek Onkologi dari Lingkup Pekerja Sosial Asosiasi Standard dan Praktek Pekerjaan Sosial Onkologi (1998) menjelaskan lingkup praktek dalam pekerjaan sosial onkologi yaitu : ▪ Pelayanan kepada orang-orang yang selamat dari kanker dan keluarganya melalui praktek klinis dengan jasa psikososial dan program-program di seluruh tahap-tahap mengenai kanker. ▪ Pelayanan kepada institusi-institusi dan para agen untuk meningkatkan pengetahuan tentang psikososial, sosial, faktor-faktor dan budaya, serta dampak untuk mengatasi kanker dan efeknya. ▪ Pelayanan kepada kelompok, melalui pendidikan, konsultasi, riset, programprogram, dan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan orangorang yang selamat dari kanker. ▪ Pelayanan profesi, agar orientasinya tepat, pengawasan dan evaluasi dari pekerja sosial klinis dalam pekerjaan sosial onkologi, serta mempromosikan pelatihan dan pendidikan professional pekerjaan sosial onkologi dan mengembangkan pengetahuan melalui riset lain dan klinis. Sumber : http://www.aosw.org/mission/scope.html. Pada pekerjaan sosial onkologi, kebutuhan psikososial merupakan bagian dari pengobatan kanker. Komunitas medis lebih memusatkan pada perlakuan biologis untuk memberikan perawatan, kurang berhasil memberikan kesan dalam perbaikan kualitas hidup pasien. Perhatian kualitas hidup saat ini mulai disesuaikan dengan penyakit medis masih membawa noda sosial karena menggambarkan rintangan pencarian perawatan medis untuk individu dan keluarga. Batas psikososial makin jelas dengan adanya pembatasan pembiayaan dan kekurangan secara klinis sehubungan dengan gejala sosial dan psikologis. Dari itu, para peneliti berusaha untuk menghasilkan literatur tentang psikoonkologi (Belanda, 1998). Sekarang ini, para pekerja sosial telah banyak mengembangkan lebih luas dan lebih khusus pada dampak kanker baik bagi individu maupun bagi keluarga. 2.1.2. Sejarah Psiko-Onkologi Pada putaran abad XX, dunia medis dan teknologi membuat hasil diagnosa kanker yang sulit dan hampir selalu berakhir. Sebagian kecil orang sudah mengetahui kanker dan mereka memiliki ketakutan akan penularan dan hasil stigmanisasi (Sontag, 2001). Penderita kanker sering dihadapkan pada rasa sakit yang tidak terkendali dan kerena debilisasi sehingga kekurangan penahan sakit yang cukup, kehilangan daya pikat, dan harga dirinya (Holland, 1998). Karena cacat yang parah, diagnosis kanker jarang diumumkan, bahkan kepada pasien, dan berita kematiannya sering dikatakan sebagai “penyakit keras”. Pada tahun 1920-an, ditemukan teknik radiasi dan penggunaannya serta perawatannya. Selama waktu tersebut, mulai ada penggabungan perawatan psikologis dan fisik dalam fasilitas yang sama. Selain itu, Lembaga Amerika untuk Mengontrol Kanker, yang merupakan pelopor untuk Lembaga Kanker Amerika (www.cancer.org) mulai mendidik masyarakat untuk pendeteksian kanker. Mereka mengembangkan iklan masyarakat untuk melawan kepesimisan para dokter dalam menghadapi perawatan untuk penderita kanker. Pada tahun 1940-an, mereka melatih para sukarelawan, orang-orang yang selamat dari kanker untuk memberikan informasi dan konseling seputar kanker hingga mempersiapkan masyarakat untuk pengobatan atau untuk menyesuaikan pasien untuk perawatan. Program ini dianggap sebagai pelopor pencapaian kesembuhan, dan berhasil pada tahun 1950-an. Saat itu, praktek medis menyembunyikan diagnosis kanker dari pasien sehingga berdampak kepada kepercayaan pasien dengan dokter. Sedangkan para pekerja sosial dan psikiater memungkinkan membagi hasil diagnosa kanker, dengan pertimbangan agar menjaga kepercayaan. Namun para dokter berkeras, bahwa apa yang mereka lakukan bertujuan untuk melindungi, dan diagnosis hanya diceritakan dengan anggota keluarga untuk “menyelamatkan” dan para pasien untuk mengatasi kematian tertentu. Ruth Abrahams, pelopor pekerjaan sosial onkologi, berusaha untuk memperbaiki komunikasi antara pasien dengan dokter. Perdebatan itu berlangsung hingga beberapa dekade. Pada tahun 1960-an dan 1970-an, orang-orang yang selamat dari kanker meningkat, yaitu dengan mengkombinasikan perawatan, seperti menggunakan pembedahan dalam menghubungkan kemoterapi atau radiasi. Melalui riset yang dilakukan oleh Elisabeth Kubler-ross, tanatologi, studi sosial dan psikologis dari aspek kematian dapat diselidiki. Organisasi-organisasi psiko-onkologi berkembang. Pada awal tahun 1980-an, Lembaga Kanker Amerika memberikan dorongan konferensi tingkat pertama dalam psiko-onkologi yang mendiskusikan tentang perhatian-perhatian psikologis yaitu oleh para pekerja sosial medis dan psikiatri. Akhir abad XX, riset, pembiayaan, dan penerbitan-penerbitan ilmiah didedikasikan pada psiko-onkologi, serta banyaknya peluang yang ditawarkan kepada pekerja sosial. Pada awal abad ke-21, pelayanan psiko-onkologi meningkat dalam bidang perawatan kanker (Blum, Clark, & Marcusen, 2001). Berkembang pula variasi pengaturan, termasuk riset, komunitas, dan pelatihan rumah sakit, serta pusat perawatan kanker, pusat komunitas kesehatan, penginapan-penginapan, dan institusi pelatihan lainnya. Selain itu, organisasiorganisasi pekerjaan sosial onkologi nasional dan internasional memusatkan usaha pada perbaikan perawatan psikososial pasien-pasien kanker dan keluarga-keluarga mereka melalui standar praktek dan professional pekerjaan sosial onkologi, seperti tindakan yang menentukan hidup dan mati, manajemen rasa sakit, penghargaan konferensi-konferensi nasional dan riset. (www.aosw.org). 2.1.3. Perawatan dan Epiderminologi Kanker Berdasarkan Riset al, 2003, satu dari dua pria dan satu dari tiga wanita akan mengembangkan kanker. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua orang dapat terserang kanker kapanpun. Kanker adalah kekacauan sel yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal di dalam tubuh secara tidak terkendali. Penyakit ini merusak material umum, memimpin perkembangan sel yang tidak normal (karsinogenesis). Sel-sel ini muncul dengan cara yang tidak semestinya bila dibandingkan dengan sel sehat, yaitu lebih cepat membelah, gagal berkembang, memperbaiki kekurangan dengan menugaskan dan melengkapi fungsi-fungsi genetik. Ketika sel kanker menyerang dan menghancurkan jaringan kesehatan atau menjalar dalam tubuh, pertumbuhan sel tersebut menjadi ganas, sehingga dibuat diagnosa bahwa itu kanker. Jika pertumbuhan kanker tidak terdeteksi, menyebabkan organ-organ khusus berhenti berfungsi (Eyre, Lange, & Morris, 2001). Bagi kebanyakan orang yang terserang kanker, khususnya bagi mereka yang pertumbuhan sel kankernya cepat, kanker menyebabkan kematian. Sedangkan bagi yang pertumbuhan sel kankernya lebih lambat, terutama pada lanjut usia, mereka bisa meninggal karena kanker tapi mungkin juga tidak. Beberapa tipe kanker lebih mudah dideteksi dan diobati. Saat ini, angka kematian kanker berkurang. Sementara itu, rata-rata kelangsungan hidup penderita berubah berdasarkan jenis dan tingkatan yang diperoleh dari diagnosa kanker. Secara keseluruhan, kurang dari setengah orang yang didiagnosa terserang kanker akan mati (Eyre et al, 2001). Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kanker diantaranya : usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, geografi, lingkungan, ekonomi, dan ras. Orang-orang dengan usia lanjut berkemungkinan besar mengembangkan kanker daripada orang-orang usia muda, karena usia dan kondisi tubuh yang memungkinkan terserang kanker, serta sistem imun yang telah menurun. Perbedaan pengaruh kanker pada pria dan wanita ada pada tingkatannya, bahwa pria lebih beresiko lebih besar terserang kanker daripada wanita. Pada beberapa kasus, kanker bersifat turun-temurun. Resikonya bisa meningkat dari generasi ke generasi. Pengaruh lingkungan, keadaan sosial, dan kurangnya perawatan medis berperan pada penanganan kanker dan berhubungan dengan kematian (McGinnis, William Russo & Knickerman, 2002). Selain itu, penggunaan bahan kimia beracun, radiasi, virus-virus, penggunaan alkohol dan tembakau, pemilihan makanan, dan perilaku-perilaku reproduktif juga mempengaruhi. Wanita yang terserang kanker payudara dan mempunyai anak, beresiko memperpanjang produksi ekstrogen yang tak terputuskan. Geografi juga mempengaruhi perkembangan kanker, terkait dengan gaya hidup, kualitas lingkungan. Akhirnya, rendahnya status sosial-ekonomi meningkatkan resiko kanker. 2.1.4. Bagaimana Kanker Diobati? Tujuan perawatan kanker yaitu untuk menghilangkan tumor, mencegah semakin tumbuhnya kanker, menyediakan keseimbangan diantara tindakan penyembuhan, dan memperhatikan kualitas hidup karena dampak setelah perawatan. Perawatan dilakukan berdasarkan tahapan dan jenis kanker. Jenis kanker menandakan pengaruhnya terhadap tubuh dan adanya tanda-tanda kemajuan di dalam tubuh. Selain itu juga menjadi pertimbangan ketika menentukan pilihan perawatan kesehatan individu, kualitas hidup, status finansial dan jumlah jaminan asuransi, keefektifan dan efek samping dari perawatan (Eyre et al, 2001). Untuk menahan perkembangan kanker, dapat dilakukan perawatan konvensional, yaitu pembedahan, kemoterapi, dan radiasi. Pembedahan digunakan untuk pencegahan, diagnosa, dan perawatan kanker bagi pasien, sedangkan bagi dokter untuk memperoleh jaringan yang berguna untuk pengujian laboratorium. Bekas pembedahan pun berhasil diobati. Pembedahan sering dikombinasikan dengan perawatan-perawatan lainnya, termasuk radiasi atau kemoterapi. Radiasi menggunakan sinar x untuk melumpuhkan sel-sel kanker. Metode ini penting walaupun dampaknya kecil dari kesehatan sel-sel (Eyre et al, 2001). Lalu mulai berkembang pula kombinasi perawatan dengna perawatan pembedahan yang dikombinasikan dengan radiasi dan kemoterapi. Radiasi, kegunaan partikel-pertikel energi menargetkan sel-sel kanker untuk mengubah kode genetik, merupakan pilihan perawatan yang sering digunakan untuk melawan kanker yang agresif karena itu dapat ditargetkan pada bidang-bidang yang dipengaruhi. Sebagai pembanding, kemoterapi menyerang sel-sel kanker di tubuh dan organ/ bagian badan sehat sering terpengaruh juga selama perawatan. Seperti radiasi, kemoterapi dapat digunakan untuk tujuantujuan paliatif atau yang sedang sembuh dan sering dikombinasikan dengan perawatan-perawatan yang lain tergantung pada jenis kanker dan perawatannya. Kemoterapi termasuk dalam kombinasi dari obat-obat pelawan kanker, intensitas dan jangka waktu dan berusaha memaksimalkan efek perawatan dan memperkecil dampak di organ/ bagian badan yang sehat (Bir-bir &Berkows, 2004). Dampak dari kemoterapi menjadi sangat besar dan sering menyebabkan kegelisahan yang besar. Efek samping yang tidak menyeluruh termasuk mual dan muntah, rambut rontok, sakit mulut, pertambahan berat badan, kelelahan, kurang rangsangan sex, dan depresi. Para pekerja sosial membantu pasien-pasien untuk mengatur efek-efek samping ini dengan mengajari mereka pengurangan tekanan, menguasai keterampilan-keterampilan, dan mengenai proses perawatan kanker secara umum, dengan demikian mengurangi kegelisahan dan membantu klien selama proses perawatan. Pendekatan bersifat percobaan untuk mengobati kanker merupakan pilihan populer untuk penderita kanker yang tidak menanggapi dengan baik metodametoda konvensional dan untuk orang-orang yang mengalami kekambuhan dari penyakit atau metastase, penyebaran sel-sel kanker ke bagian-bagian lain dari tubuh (Eyre et al., 2001). Pasien-pasien dapat mengakses perawatan ini dengan berpartisipasi dalam percobaan klinis, atau riset untuk menguji keefektifan intervensi-intervensi baru. Para pasien yang berpartisipasi dalam uji klinis secara umum menerima semua perawatan gratis, dan beberapa tetap membayar kembali biaya perawatan, biaya perjalanan dan biaya penginapan. Tetapi ada penghalang untuk berpartisipasi dalam uji klinis yaitu kerasnya protokol-protokol riset, sehingga tidak semua orang dapat dibantu oleh uji perawatan, hanya yang memenuhi syarat saja. 2.1.5. Kanker sebagai Penyakit Kronis Dampak dari diagnosa kanker berjangkauan luas. Fisik, emosional, kejiwaan, dan keuangan merupakan pertanyaan yang dibangun, termasuk: mengapa saya? Akankah saya mampu bekerja? Apakah saya akan mati? Selama tahap awal dari hasil diagnosa dan penyesuaian, kunci tugas para pekerja sosial adalah untuk membantu individu-individu dan keluarga-keluarga mengatasi reaksi-reaksi mereka pada diagnosa dan mengumpulkan sumber daya sebagai penolong secara emosional untuk membuat keputusan perawatan. Dalam masyarakat kita, kanker sering disebut sebagai setan, ganas, misterius, menaikkan mitologi meliputi penyakit (Sontag, 2001). Diperkirakan di atas sembilan juta orang di seluruh negara sudah selamat dari kanker dan tingkat kematian dari empat kanker paru-paru yang memimpin, dada, prostata, dan colorectal sudah berkurang (Ries et al., 2003). Sejak angka orang-orang yang terserang kanker lebih besar dan mengalami efek samping jangka panjang dari perawatan, menjadi pertimbangan bahwa kanker adalah penyakit yang kronis, kadang-kadang kondisi yang dialami pasien lebih parah dibandingkan kondisi awal. Kanker juga tentunya mempengaruhi kerja organ tubuh, salah satunya kerja organ reproduksi, sehingga para pekerja sosial dapat berkolaborasi dengan para dokter dan keluarga untuk menyediakan dukungan pendidikan mengenai dampak perawatan kanker dalam kesuburan dan memberikan keamanan dan forum pribadi untuk mendiskusikan pilihan-pilihan yang reproduktif. 2.2. KANKER DAN KELUARGA Ketika orang tua didiagnosa kanker, ada akibat-akibat yang ditimbulkan yang mempengaruhi sistem sosial. Dampak tersebut mempengaruhi keluarga dan teman-teman, juga mempengaruhi tempat kerja, sekolah anak, dan komunitas organisasi. 2.2.1. Pemberitahuan Anak-anak Hal yang penting saat orangtua terkena kanker adalah bagaimana dan kapan memberi tahu anak-anak mereka. Banyak keluarga menunda pemberitahuan untuk menghindari “ketakutan” atau beban anak-anak. Namun pada kenyataannya anak-anak biasanya mengetahui sesuatu yang serius terjadi dalam keluarga tanpa penjelasan dari orang dewasa yang dipercaya. Anak-anak biasanya mempercayai pemikiran mereka untuk menjelaskan apa yang mereka lihat. Dalam situasi ini, anak-anak mungkin menyalahkan diri mereka sendiri terhadap sakit orang tuanya. Dalam teori, anak-anak sebaiknya dijelaskan secepat mungkin (Biank & Sori, 2003). Peran pekerja sosial di sini adalah memberikan semangat dan menyarankan orang tua untuk melibatkan anak-anak dalam diskusi tentang kanker dari awal, sehingga anak-anak percaya informasi yang mereka terima melalui pengalaman kanker (Furman, 1974). Orang tua sebaiknya berdiskusi dengan anakanak mereka mengenai mitos dan persepsi yang salah yang berkembang ketika seseorang didiagnosa kanker. Pekerja sosial dapat membantu orang tua memberikan informasi tentang kanker kepada anak-anak mereka dengan bahasa pendekatan, karena anak-anak biasanya memiliki banyak pertanyaan ketika mengetahui orang tuanya terkena kanker. Sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab dengan jelas, sesuai dengan usia mereka, memberikan anak-anak informasi yang mereka butuhkan dan minta dan menyediakan mereka dengan suatu kesempatan bertanya untuk klarifikasi lebih jauh (BIank & Sori, 2003). Sebagai contoh, anak-anak harus belajar bahwa kanker tidak menular segingga tidak menyebabkan orang tuanya atau orang lain yang dicintai terkena kanker. Pekerja sosial dibutuhkan untuk membangun percakapan antara orang tua dengan anak-anak mereka. Selain itu, pekerja sosial dapat membantu menyatukan keluarga dengan teman-teman, tetangga, dan organisasi komunitas untuk membentuk kelompok untuk meringankan tekanan yang dialami oleh orang tua yang terkena kanker. Kelompok untuk memotivasi penderita kanker berguna untuk siapapun menghadapi diagnosis kanker, tetapi dapat secara khusus membantu orang tua yang terkena kanker. Pembentukan suatu kelompok untuk memotivasi penderita kanker berguna untuk membantu menggunakan sumber daya yang dimiliki penderita sebaik-baiknya. Mereka adalah teman-teman dan anggota keluarga. Di rumah, mereka perlu diidentifikasi untuk mengetahui apa yang dapat mereka lakukan untuk menggantikan tugas orang yang terkena kanker. Misalnya saja, siapa yang bertugas untuk memasak dan merencanakan makanan, tugas perawatan, dan lain-lain. Selain itu anak-anak dapat dilibatkan dalam beberapa pilihan, tanpa membebani mereka, misalnya membantu dengan tugas-tugas sederhana sekitar rumah. 2.2.2. Kanker pada Orang Tua dan Dampaknya Bagi Anak Kecil Reaksi orang tua pada kanker seringkali berubah atas waktu sesuai medikasi, perawatan, dan perkembangan penyakit. Bahkan dalam keluarga kedua orangtua, anak-anak dapat merasa putus asa karena kebanyakan pemberi perawatan harus menjaga kerja mereka sementara pengambilan pada banyak tugas di rumah dan menghabiskan lebih banyak waktu memberikan dukungan pada rekan mereka yang sakit. Perawat lainnya dipaksa kembali ke tempat kerja, sesuai tekanan keuangan dimana kanker dapat berada di keluarga. Orang tua dengan kanker seingkali tidak bisa mengerjakan semua tugas yang mereka ingin kerjakan sebelumnya pada diagnosis sederhanan mereka karena mereka dilibatkan dalam pemulihan mereka sendiri. Beberapa masalah yang dialami oleh anak kecil ketika mengetahui orang tuanya terkena kanker adalah kesulitan mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan, walaupun banyak anak-anak melihat guru mereka sebagai orang dewasa yang bisa diajak bicara, mereka seringkali anak-anak tersebut memiliki masalah konsentrasi di sekolah, karena mereka terpikir tentang apa yang terjadi di rumah. Kanker biasanya merupakan penyakit yang kronis, ini dapat mempengaruhi sistem keluarga untuk paling tidak 3 sampai 5 tahun. Selain itu pada beberapa anak, mereka tidak memiliki kenangan akan orang tuanya ketika kedua orang tuanya masih sehat. Anak-anak juga tidak ingin bermain dengan teman-temannya, karena mereka takut anak-anak lain akan bertanya pertanyaan dimana mereka tidak dapat menjawab. Anak-anak juga kehilangan waktu aktif dengan orang tuanya dan meninggalkan kebiasaan waktu bermain dengan temanteman untuk menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Beberapa anak-anak akan secara berulang menanyakan pertanyaan yang sama dan, sejak respon anakanak pada kesakitan dibentuk oleh cara dimana informasi ditunjukkan pada mereka, hal ini penting untuk menjawab pertanyaan ini tiap waktu mereka bertanya. Pekerja sosial dapat berperan dalam hal ini, diantaranya yaitu : 1. Membantu anak-anak dan keluarga, memberikan informasi kepada mereka tentang mekanisme kanker sesuai dengan tingkatan usia. 2. Menyediakan kesempatan untuk anak-anak memainkan peranan sebelum berbicara pada teman-teman. 3. Membantu orang tua menjawab pertanyaan sehingga mereka siap ketika anak-anak mulai bertanya. 4. Memfasilitasi pertemuan keluarga dimana informasi dibahas dengan semua anggota keluarga. 2.2.3. Kanker pada Orang Tuan dan Dampaknya Bagi Remaja Secara perkembangan, remaja ditandai dengan suatu giliran sistematis menuju fleksibilitas terbesar atas batasan keluarga, mengizinkan remaja kebebasan terbesar untuk pindah ke dunia. Diagnosis kanker orang tua dapat menggambarkan remaja kembali ke sistem keluarga pada suatu waktu ketika secara perkembangan mereka sebaiknya bekerja menuju pemisahan dan individu (Erikson, 1963). Remaja merasa dampak kanker pada tingkatan terdalam dibandingkan yang dirasakan anak yang masih kecil. Mereka khawatir bahwa keluarga mereka tidak akan pernah “normal” kembali dan bahwa hidup akan berubah selamanya. Argumen mereka adalah cara untuk memancing orang tua mereka seperti yang mereka lakukan yaitu untuk melakukan suatu perlawanan, kemudian dapat beranggapan bahwa kanker tidak begitu serius. Dalam cara ini kemudian, mereka dapat menolak bahwa kanker ada. Adanya pekerja sosial di sini dapat membantu yaitu: 1. Pekerja Sosial sebaiknya menemani dalam kasus anak-anak dari rumah tangga orang tua tunggal dari rasa ketakutan akan ketertinggalan. 2. Pekerja Sosial juga dapat memfasilitasi diskusi untuk menjamin mereka bagaimana kebutuhan mereka akan bertemu dalam suatu emergensi atau jika sesuatu lebih permanen menyebabkan kebutuhan untuk suatu perubahan yang serius dalam keluarga. 3. Pekerja sosial dapat juga membantu orang tua dengan menghubungkan mereka untuk mendukung sumber daya untuk mereka sendiri, sehingga mereka tidak perlu menggunakan anak-anak atau remaja sebagai orang kepercayaan (Cwikel & Behar, 1999). 4. Pekerja Sosial menghubungkan anak-anak dan remaja dengan sumber daya, seperti kelompok pendukung yang tersedia, dimana kebutuhan mereka dapat terpenuhi (Christ, 2000). 2.2.4. Anak yang Terkena Kanker Orang tua merasa hancur ketika mereka diinformasikan bahwa anak mereka memiliki kanker. Ketidakberdayaan yang menguasai mereka membuat mereka bertanya ” mengapa bukan saya?” Mereka menunjukkan shok emosi dan dapat mengembangkan kesedihan ketika mereka menyadari bahwa banyak mimpi dan harapan pada anak tidak akan pernah terwujud. Pada awalnya, orang tua kewalahan dengan perawatan, dan bagaimana menjaga anak mereka yang sakit di rumah. Emosi mereka diuji ketika melihat anak mereka mengalami prosedur pengobatan yang berlarut-larut dan menyakitkan. Orang tua mungkin mengalami rasa bersalah karena merasa terlambat mengenali gejala anak mereka atau berpikir bahwa mereka gagal menjaga anak mereka sebagaimana mestinya. Mereka bisa menjadi lebih protektif terhadap anak mereka dalam suatu usaha menurunkan perasaan was-was mereka. Hal ini dapat menghalangi pengalaman sekolah anak dan perkembangan kepercayaan diri pribadi. Orang tua juga mengalami pemisahan was-was sebagaimana mereka melawan untuk menjaga anak mereka sementara penghasilan suatu kehidupan, tanggung jawab rumah tangga berkinerja normal, dan penjagaan anak-anak mereka yang lain (Shild dan kawan – kawan, 1995). Pada beberapa kasus, banyak keluarga memutuskan untuk mengirimkan anak yang terkena kanker dirawat di kota lain karena alasan kepentingan. Hal ini dapat memisahkan keluarga dan menyebabkan perkembangan koalisi yang kuat diantara anak yang sakit dan orang tua yang merawat. Hal ini dapat merusak kesejahteraan saudara kandung yang ada, yang merasa dilalaikan, tidak dianggap, atau dibebani (Hamama, Ronen & Feifin, 2000). Semua anak, baik yang sakit maupun yang sehat, dipengaruhi oleh reaksi emosional atas orang tua. Anak-anak yang sakit seringkali merasa bersalah sebagai penyebab orang tua menjadi begitu khawatir. Pekerja sosial dalam hal ini, dapat membantu, yaitu pekerja sosial harus mengakses reaksi orang tua dan dampak mereka pada anak-anak dan merujuk keluarga yang menderita untuk beronsultasi. Untuk anak-anak, sakit yang serius mungkin mengganggu resolusi tugas normal dari tiap derajat perkembangan psikososial (lihat tabel 17.1). Ketika seorang anak didiagnosa kanker, mereka dapat mengalami rasa was-was yang meningkat, depresi, isolasi dan regresi (Zebrack & Chesler, 2001). Anak-anak dapat mengembangkan masalah makan sebagai suatu mekanisme membantu mereka meningkatkan kontrol atas situasi mereka. Banyak ketakutan yang diusik tentang suatu yang tidak pernah mengalami kehadiran normal. Yang lainnya memiliki gejala yang bersifat terdahulu termasuk nausea dan sebelumnya muntahmuntah pada perawatan sebagai suatu hasil kondisi klasikal atau rasa was-was. Untuk remaja, kanker menghalangi perkembangan seksual. Psikoseksual yang hilang terdiri dari fertilisasi, mens, rambut kemaluan, libido dan ereksi. Kanker dapat juga menghalangi eksplorasi remaja atas identitas seksualnya; Contohnya, anak perempuan yang mengalami kebotakan. Mereka cenderung tinggal di rumah lebih lama, kurang suka untuk menikah, dan baru menikah ketika sudah tua. Mereka takut kambuh, karena merasa dapat menghalangi keinginan untuk mencakup hidup, berpikir tentang keturunan, dan mimpi masa mendatang. Pekerja sosial sebaiknya sadar bahwa ketidakberlanjutan perawatan dilaporkan 33% anak-anak dibawah 13 tahun dan 59% remaja (Keene dan kawankawan, 2000; Richardson & Sanchez, 1998). Sementara orang tua bertanggung jawab atas komplain anak-anak mereka, seorang anak bisa menolak. Sementara absorpsi pribadi ini merupakan suatu bagian normal dari perkembangan remaja, dimana yang mengalami suatu sakit yang serius seringkali memiliki masalah pertumbuhan seperti hal ini mereka akan menjadi dewasa. Hal ini cenderung mengembangkan menuju suatu fokus egosentris, meninggalkan masa remaja yang cederung berhubungan dengan kesulitan nantinya dalam hidup. Tabel 17.1 Kanker masa anak-anak dan Perkembangan Psikososial Usia Dampak Kanker pada Perkembangan Masa Anak- Keutamaan anak Berdasarkan Tahapan Erikson dari yang Perkembangan Psikososial (Erikson, 1963; Sori & berdampak Biank, 2004) Dibawah Hospitalisasi, pemisahan dari orang tua, prosedur Harapan 18 bulan yang menyakitkan dapat menghalangi dengan penetapan kepercayaan dan kasih sayang 1-3 Anak memiliki kesempatan terbatas untuk ekspresi pribadi. Kontrol orang tua diintensifkan, perubahan Kemauan pasivitas, menghalangi penetapan otonomi. Anak merasa sedikit kontrol atas hidup 4-5 Anak merasa bersalah karena sakit, untuk Tujuan kekhawatiran orang tua, dan untuk penerimaan perhatian yang lebih dibandingkan saudara kandung. Hal ini dapat membawa pada suatu halangan eksesif atas inisiatif (melawan rasa bersalah) dan menghalangi perkembangan yang sesungguhnya. Hal ini berdampak pada kerja sekolah Catatan: ada suatu kejadian tertinggi atas msalah di anak-anak hanya mulai sekolah untuk waktu pertama (kemungkinan karena perawatan sakit menghalangi pemisahan normal dan individu selama periode perkembangan ini 6-11 Ketrampilan Anak merasa suatu rasa rendah dan kekurangan, dibandingkan suatu perkembangan normal menuju industri, pencapaian dan penyelesaian. Sakit dapat menghalangi tugas-tugas atas penetapan Remaja konsep yang jelas atas peran dan indentitas (termasuk Loyalitas identitas seksual), otonomi dan diferensiasi pribadi. Dewasa Sakit seringkali membawa pada fokus gejala fisik dan perubahan secara badaniah, dimana memelihara absorpsi pribadi dan bisa membawa pada suatu rasa Keakraban dan cinta isolasi 2.2.5. Kanker pada Anak Usia Sekolah Sekolah mengalami suatu dampak signifikan pada perkembangan dan dukungan selama kanker masa kanak-kanak. Anak -anak seringkali kehilangan nilai sekolah yang signifikan, dimana berdampak pada pembelajaran kelas dan hubungan sesama. Guru memiliki peran yang penting ketika mengetahui ada anggota yang didiagnosa kanker. Karena seorang guru merupakan poin kunci dari kontak untuk seorang anak yang sakit, keluarga sehingga harus menyampaikan informasi yang akurat tentang kondisi anak dan perawatan. Sementara respek harapan anak, suatu rencana sebaiknya dikembangkan untuk menginformasikan teman sekelas dan orang tua mereka tentang kondisi anak Pekerja sosial dapat berperan dalam membantu anak usia sekolah yang terkena kanker, yaitu : 1. Membantu orang tua, anak-anak, dan guru mengeksplorasi cara pembagian informasi ini dengan memfasilitasi pertemuan antara keluarga dan guru. 2. Berpartisipasi dalam pelatihan guru dan anggota sekolah tentang bagaimana mengalamatkan urusan orang tua lain dan anak-anak dan menjaga anak yang sakit seperti yang dibutuhkan. 3. Mengeksplorasi kemungkinan selama guru memimpin diskusi tentang kanker. Izin harus ada dari keluarga sebelum percakapan tersebut, dengan bukti bahwa nilai pelajaran anak menurun. 4. Mempersiapkan teman-teman sekelas sehingga ketika anak tersebut mengalami beberapa perubahan emosional atau fisik, teman-teman sekelas dapat membantu memahami sehingga mereka dapat mendukung anak tersebut. 5. Menjaga kontak dengan perawat sekolah, yang seringkali bertindak sebagai perantara antara rumah, ruang kelas dan rumah sakit. 6. Membuat suatu penaksiran mengenai ketidakwajaran awal atas sosial, akademis dan faktor keluarga yang dapat menjadi penghalang saat anak masuk sekolah kembali. 7. Pekerja sosial onkologi sebaiknya bekerjasama dengan pekerja sosial sekolah untuk mengatur beberapa penilaian khusus yang mungkin diperlukan oleh anak yang terkena kanker setelah perawatan. Pada diagnosa awal, anak-anak sebaiknya didorong untuk menjaga kontak dengan teman dekat. Bagi anak yang terkena kanker, dia dapat menjaga ikatan sekolah dan teman-teman melihat pada kankernya sebagai sesuatu hal yang lain dibandingkan suatu kalimat kematian (Biank & Sori, 2001). Anak yang sehat diarahkan untuk membantu teman mereka yang sakit dibandingkan mengembangkan perasaan bersalah karena meninggalkan teman mereka. Anak-anak dapat memiliki masalah dengan sekolah saat masuk kembali setelah mereka meninggalkan ruang kelas untuk periode waktu yang lama. Membantu anak kembali ke sekolah adalah peran penting untuk pekerja sosial sekolah, perawat sekolah dan guru. Pekerja sosial onkologi sebaiknya bekerjasama dengan pekerja sosial sekolah untuk memfasilitasi transisi ini. Halangan terbesar ketika kembali ke sekolah adalah ketakutan anak atas rekasi teman sekelas (Shilds dan kawan-kawan, 1995). Pekerja sosial sekolah sebaiknya memiliki informasi medis yang akurat untuk menghilangkan mitos, tahayul dan sikap negatif. Sekolah harus bekerjasama dengan keluarga untuk membantu anak-anak merasa nyaman ketika mereka kembali ke ruang kelas. Pertemuan regular diantara pekerja sekolah, perawat sekolah, pekerja sosial onkologi, guru dan orang tua sebaiknya dijadwalkan. Dalam hal ini, pekerja sosial sekolah dibutuhkan karena pekerja sosial dilibatkan dengan keluarga selama anak didiagnosa. Hal ini akan membantu anak tetap terhubung selama perawatan dan memfasilitasi masuk sekolah kembali ketika perawatan usai. Guru merupakan peran yang penting karena memberikan informasi yang untuk mengatasi kecemasan siswa lain dan orang tua. Sejak saudara kandung dari anak yang terkena kanker sering dipengaruhi secara signifikan yang berlawanan dengan kanker, pelatihan staf adalah cara yang ditempuh untuk memberikan tanda kepada guru-guru yang lain mengenai situasi anak (Hamama dan kawan-kawan, 2000). Pekerja sosial sekolah sebaiknya menghadiri pertemuan staf dengan tim perawatan kesehatan, guru dan orang tua. Sejak ketidakmampuan pembelajaran dapat berkembang sebagai suatu hasil kemoterapi dan radiasi, pekerja sosial sekolah dapat menemukan secara umum dengan guru untuk mengakses perkembangan akademis dengan anak untuk mengakses depresi, kecemasan, atau masalah keluarga (Shilds dan kaan-kawan, 1995). Penyerahan untuk psikoterapi individu adalah sangat krusial, jika anak memiliki hubungan sosial, emosional, atau kesulitan keluarga. 2.2.6. Anggota Keluarga Tua yang Terkena Kanker Anggota keluarga tua menghadapi tantangan yang unik ketika didiagnosa terkena kanker. Salah satunya ketika usia merupakan faktor resiko terbesar untuk terkena kanker. Mereka seringkali dikecualikan dari trial klinikal semata-mata pada dasar usia, dan dokker dapat menjauhkan diri dari penawaran perawatan agresif dibawah anggapan bahwa pasien tua tidak dapat secara fisik menangani efek samping yang buruk (Marcusen & Clark, 2001). Kehilangan keuangan, yaitu penurunan dalam penghasilan tetap setelah pemecatan, ketersediaan sumber daya yang terbatas pada orang dewasa tua yang mungkin dapat berguna untuk mengatasi suatu diagnosa kanker. Kesulitan pembayaran untuk perawatan tidak ditutupi oleh perawatan medis, kesulitan menemukan transportasi dan dari fasilitas perawatan merupkaan tantangan tersendiri bagi dewasa tua yangterkena kanker. Kehilangan fisik, baik umum dan diasosiasikan dengan perawatan kanker, adalah umum untuk tertua, pembatasan kebebasan dan mobilitas. Diantara kehilangan ini perubahan dalam seksualitas dan imej pribadi, topik seringkali ditolak atau dihindari oleh profesional perawat kesehatan dan anggota keluarga yang mengerti dengan baik (Rohan, Berkman, walker, & Holmes, 1994; lihat bab 12 pada seksualiats). Pemberian perubahan ini, hal ini dapat dipahami bahwa dewasa tua berada pada resiko besar untuk depresi. Depresi pada deasa tua, seringkali salah diagnosa sebagai dementia atau bagian yang dipertimbangkan atas proses alamiah dari usia, pencegahan orang dewasa dari penerimaan perawatan yang sesuai (Marcusen & Clark, 2001). Seperti usia dewasa, mereka mengalamai suatu resiko terbesar akan diagnosa ganda dan seringkali dibutuhkan untuk mengatur perawatan ganda. Dewasa tua bisa salah atas tanda peringatan kanker awal, salah pengambilan gejala untuk sakit umum dan rasa sakit atas umur atau sebagai gejala dari kelainan yang berbeda. Jika kanker tidak terdeteksi seluruhnya, dapat menyebabkan kurang suksesnya perawatan. Sementara banyak orang dewasa mengalami rasa sakit kronis, hal ini seringkali tidak terdeteksi dan tidak terawat (Rohan dan kawan-kawan, 1994). Dalam sutuasi ini, pekerja sosial dapat memfasilitasi diskusi dengan dokter untuk menjamin medikasi rasa sakit yang memadai, dan mempersiapkan kemungkinan trjadinya depresi. Satu perubahan utama dalam hubungan pasien dokter atas beberapa dekade lalu adalah harapan bahwa pasien mengambil lebih banyak kontrol dalam pemilihan suatu kursus tindakan untuk melawan kanker. Sementara ini menyediakan pasien dengan lebih banyak kekuatan dalam menghadapi suatu penyakit, banyak orang dewasa tidak biasa pada advokasi tersebut dan lebih pada menjaga suatu hubungan yang lebih tradisional dengan dokter, menerima rekomendasi mereka (Marcusen & Clark, 2001). Pekerja sosial dibutuhkan untuk menjadi instrumental klien dewasa tua menghadapi kanker dengan menghubungkan klien dengan jaringan pendukung yang tersedia dan sumber daya untuk mengatasi depresi dan rasa sakit. Keakraban dengan regulasi medicare dan hubungan dengan program komunitas akan membantu mendukung klien dewasa tua dalam komunitas mereka sendiri, pemeliharaan otonomi dan martabat. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Pekerja sosial onkologi menunjukkan suatu tantangan yang unik. Praktek langsung bekerja dengan pasien kanker dan keluarganya seringkali terbebani baik secara fisik dan emosional meruapakan pekerjaan yang tidak mudah. Walaupun usaha kita menunjukkan usaha yang terbaik, tidak membuat kanker menjauh. Sehingga upaya yang maksimal dari semua pihak sangat dibutuhkan Banyak dari pekerjaan ini yang melibatkan perjalanan dengan klien dan keluarga menuju penelusuran jalanan, membantu mereka dalam memilih melalui eksistensial dan dilema etika tentang kuantitas melawan kualitas hidup. Hal ini berguna untuk memenuhi kebutuhan perawatan pada klien. Dukungan dari kelompok pemotivasi klien untuk melawan kanker juga sangat dibutuhkan klien baik dari fisik maupun psikis. Peran pekerja sosial pun menjadi kompleks, karena menghadapi kebutuhan mereka yang berbeda. Misalnya saja peran pekerja sosial pada klien orang tua yang memiliki anak kecil dan remaja, selain itu berbeda pula peran pekerja sosial yang membantu orang tua ketika mengetahui anaknya terkena kanker. Perlakuan yang berbeda juga berlaku bagi klien dewasa tua, karena berhubungan dengan faktor usia. Kanker selamanya tidak dianggap sebagai suatu bencana. Banyak orang yang telah sembuh dari kanker menganggap bahwa kanker memberikan banyak pelajaran bagi mereka. Mengajarkan untuk lebih memperhatikan kesehatan serta mengajarkan mereka lebih bijak dalam memandang hidup. 3.2. Saran Seperti yang telah diketahui bersama bahwa saat ini kanker telah bergeser menjadi penyakit kronis, sehingga kebutuhan klien pun telah berubah. Klien dengan penyakit kanker tentunya membutuhkan sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan untuk menghadapi penyakitnya tersebut. Sehingga disarankan baik bagi klien maupun bagi pekerja sosial onkologi untuk menjangkau sumbersumber tersebut. Salah satu bentuknya adalah informasi-informasi yang didapat melalui buku, majalah, audiovisual, saluran telepon, situs internet, maupun kelompok chat yang berguna untuk mendukung proses perawatan dan pemulihan. Dengan bergesernya kanker menjadi penyakit kronis, tentunya kebutuhan klien pun semakin kompleks, sehingga kemampuan pekerja sosial onkologi perlu ditingkatkan untuk dapat membantu klien memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pendeteksian penyakit kanker sejak dini juga sangat dibutuhkan untuk menghindari resiko yang lebih besar. Pendeteksian penyakit kanker sejak dini juga membantu memaksimalkan perawatan karena pendeteksian yang terlambat, misalnya saja pada usia dewasa tua membuat perawatan menjadi kurang maksimal karena dipengaruhi oleh faktor usia. DAFTAR PUSTAKA Sarah Gehlert, Browne Teri Arthur. 2006. Hand Book of Health Social Work.