DiskusiPasien merupakan neonatus kurang bulan (usia gestasi 34

advertisement
DiskusiPasien merupakan neonatus kurang bulan (usia gestasi 34 minggu, berat lahir 1805
gram) yang mengalami distres napas saat lahir dan tersangka SNAD. Neonatus kurang bulan
(NKB) didefinisikan sebagai neonatus yang lahir sebelum usia gestasi 37 minggu terhitung
sejak hari pertama menstruasi terakhir.1 Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010
menunjukkan bahwa angka kelahiran NKB di Indonesia adalah 11,1%.2 Prematuritas
merupakan penyebab kematian kedua pada kelompok usia di bawah 5 tahun dan penyebab
kematian yang utama pada bulan pertama kehidupan. Dari tahun 1990 hingga tahun 2010
terjadi peningkatan angka kejadian persalinan prematur dan Indonesia berada di peringkat
kelima dalam deretan 10 negara yang berkontribusi dalam 60% persalinan prematur di
dunia.3 Data dari laporan fetomaternal 2009 menunjukkan angka kelahiran neonatus kurang
bulan di rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebesar 25%.4
Penyebab kelahiran prematur sulit ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan
oleh satu faktor, tetapi sebagian besar merupakan akibat interaksi beberapa faktor. Persalinan
prematur dapat dipicu oleh beberapa mekanisme, termasuk infeksi, inflamasi, iskemia atau
perdarahan uteroplasenta, distensi uterus, stres, dan proses imunologis lain.5 Pada kasus ini,
bedah kaisar dilakukan atas indikasi infeksi intrapartum dengan faktor risiko infeksi yang
jelas pada ibu, yaitu demam 7 hari, takikardi, ketuban pecah 28 jam dan berbau, serta
keputihan dalam jumlah banyak.
Permasalahan yang timbul pada NKB merupakan konsekuensi dari imaturitas
berbagai sistem organ. Imaturitas neurologis meningkatkan risiko perdarahan intraventrikuler
dan apnu prematuritas, imaturitas surfaktan bermanifestasi sebagai distres napas, sedangkan
imaturitas sistem imun meningkatkan risiko infeksi. Imaturitas sistem organ lainnya dapat
mencakup sistem kardiovaskular, sistem hematopoesis, masalah metabolik seperti
hiperbilirubinemia dan hipoglikemia, gangguan penglihatan dan pendengaran, serta masalah
tumbuh kembang.6
Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis penyakit sistemik, disertai bakteremia yang
terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.6 Berdasarkan patofisiologinya, sepsis
neonatorum dibagi menjadi dua kategori yaitu sepsis awitan dini dan awitan lambat. Sepsis
awitan dini adalah sepsis dengan waktu awitan kurang dari usia 72 jam dan biasanya
disebabkan oleh mikroorganisme dari jalan lahir. Sepsis awitan dini seringkali merupakan
salah satu faktor yang menimbulkan distres napas pada bayi baru lahir.7 Selain distres napas,
bayi dapat diduga mengalami sepsis jika ditemukan penurunan kesadaran (letargis dan
iritabilitas), instabilitas suhu (hipotermi atau hipertermi), gangguan sirkulasi (takikardi,
hipotensi, pemanjangan CRT, sianosis, mottling, pucat), gangguan pernafasan (distres
pernafasan, takipnu, apnu pada usia kurang dari 24 jam), gangguan metabolik (hipoglikemia
atau hiperglikemia, asidosis metabolik), ikterus dan toleransi minum yang buruk.8 Faktor
risiko sepsis awitan dini yaitu korioamnionitis, ibu demam intrapartum (>38oC), kelahiran
<37 minggu, ketuban pecah dini >18 jam, kolonisasi GBS pada ibu, bayi sebelumnya dengan
infeksi GBS, bakteriuria GBS, dan antibiotic profilaksis intrapartum yang tidak adekuat.
Pada kasus ini, pasien menunjukkan gejala letargi, distres napas, dan ikterik yang
sesuai dengan gambaran klinis sepsis. Faktor risiko sepsis neonatal pada pasien ini adalah
prematuritas sedangkan faktor risiko infeksi dari ibu antara lain demam lebih dari 1 minggu,
nyeri perut, ketuban pecah dini > 24 jam dan berbau, serta keputihan dalam jumlah yang
banyak dan berbau. Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
darah perifer lengkap (melihat jumlah leukosit dan trombosit), hitung rasio netrofil imatur
dibandingkan total (rasio I/T), CRP, dan prokalsitonin, serta kultur darah. Pemeriksaan
penunjang pada pasien menunjukkan hemoglobin 13,6 g/dL, leukosit 11250/uL, rasio IT 0,07
(hari pertama), CRP 0,1 mg/L dan peningkatan petanda infeksi yaitu prokalsitonin 0,16
ng/mL (usia 3 hari). Prokalsitonin merupakan petanda sepsis yang lebih baik daripada CRP,
rasio I/T, maupun hitung leukosit. Sensitivitas PCT untuk mendeteksi sepsis 92,8%, dan
spesifisitas 75%, lebih tinggi dibandingkan CRP (sensitivitas 50%, spesifisitas 69,4 %), rasio
I/T (sensitivitas 14,25%), dan hitung leukosit (sensitivitas 14,25%).9 Biakan darah pada
pasien menunjukkan hasil steril. Namun dari penelitian.. didapatkan biakan steril pada ..%
kasus sepsis.
Tata laksana sepsis neonatorum adalah pemberian antibiotik untuk mengeliminasi
kuman penyebab. Sebelum mikroorganisme penyebab diketahui dari biakan darah, terapi
empiris diberikan sesuai pola kuman dan resistensi. Terapi definitif ditentukan selanjutnya
berdasarkan hasil biakan.10,11 Penggunaan antibiotika pada neonatus sebaiknya dilanjutkan selama
48-72 jam sambil menunggu hasil biakan darah pada pasien tersangka sepsis. Sampai adanya bukti,
rekomendasi pemberian antibiotika selama 10-14 hari dapat digunakan bila didapatkan sepsis dengan
biakan darah positif tanpa meningitis.12 Pasien pada kasus ini mendapatkan antibiotika lini ke 3
sejak awal yaitu meropenem karena tanda-tanda infeksi intra uterin yang sudah jelas. Durasi
pemberian antibiotika untuk kuman gram positif dianjurkan 10-14 hari sedangkan untuk
kuman gram negatif minimal 21 hari.10,11 Untuk bayi prematur dengan hasil biakan steril,
waktu penghentian antibiotik masih kontroversial. Keputusan untuk mengganti maupun
menambah antibiotik harus mempertimbangkan keadaan klinis serta pemeriksaan penunjang
sebagai alat bantu. Antibiotika pada pasien ini telah diberikan selama 6 hari dan ditambahkan
dengan amikasin karena terdapat perburukan klinis berupa instabilitas suhu, muntah dan
perdarahan merah segar dari OGT.
Sindrom gawat napas (SGN) merupakan diagnosis klinis pada bayi prematur dengan
distres napas, meliputi takipneu (>60x/menit), retraksi dada, dan sianosis pada udara ruangan
yang menetap atau progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan, dan ditandai oleh
gambaran radiologis yang khas (pola retikulogranular dan peripheral air bronchogram).
Perjalanan penyakit bergantung pada ukuran bayi, beratnya penyakit, penggunaan terapi
pengganti surfaktan, adanya infeksi, derajat pirau aliran darah pada duktus arteriosus
persisten, dan adanya penggunaan alat bantu ventilasi saat awal.6 Faktor predisposisi untuk
terjadinya SGN yaitu prematuritas, kelahiran secara bedah kaisar, asfiksia, diabetes maternal,
hipertensi maternal, familial disposition, kehamilan multipel, hipotermi, malnutrisi, hemolytic
disease of the newborn. Diagnosis banding dari SGN yaitu transient tachypneu of the
newborn (TTN), yaitu sindrom distres napas pada neonatus cukup bulan atau mendekati
cukup bulan akibat gangguan bersihan cairan paru janin setelah lahir yang dapat membaik
sendiri. Gejalanya meliputi takipneu, hipoksia ringan dan distres pernapasan. Umumnya
membaik dalam 72-96 jam.13 Pada kasus ini didapatkan faktor risiko yaitu prematuritas,
kelahiran secara bedah kaisar, dan faktor risiko infeksi pada ibu. Kondisi distres napas pada
kasus berangsur membaik dalam waktu 8 jam setelah pemberian CPAP, dan dari gambaran
rontgen thoraks tidak ditemukan …sehingga diagnosis distres napas pada pasien lebih sesuai
untuk TTN.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan yang umum terjadi pada bayi, dengan insidens
60–80%. Sumber bilirubin yang utama adalah penghancuran hemoglobin. Neonatus late
preterm seperti pada kasus ini memiliki faktor risiko 5,7 kali mengalami hiperbilirubinemia
dibandingkan neonatus dengan umur kehamilan 39-49 minggu.14 Pada bayi prematur
peningkatan bilirubin disebabkan oleh jumlah eritrosit yang lebih banyak dan umur eritrosit
yang lebih singkat, sedangkan proses ambilan bilirubin oleh sel hati dan proses konjugasi
belum matur. Proses penghancuran sel darah merah yang cepat, diperberat dengan kondisi
infeksi, hipoksia, asidosis, hipotermia, dan hemolisis, menyebabkan produksi bilirubin
meningkat tanpa diimbangi dengan kemampuan ekskresi yang baik. Puasa pada awal
kehidupan bayi prematur juga meningkatkan siklus enterohepatik sehingga ikut berkontribusi
pada kondisi hiperbilirubinemia.6
Pada
pasien
ini
faktor
risiko
yang
mungkin
menyebabkan
terjadinya
hiperbilirubinemia adalah prematuritas dan infeksi. Pasien tampak ikterik sejak usia 48
jamdan saat itu hasil pemeriksaan bilirubin total 7,7 mg/dL, lebih tinggi dari ambang batas
terapi sinar (panduan pemberian terapi sinar dapat dilihat pada tabel 4), namun saat itu belum
dilakukan terapi sinar. Pada usia 4 hari kuning tampak bertambah (Kramer III) dan
diputuskan untuk melakukan terapi sinar sambil dilakukan pemeriksaan bilirubin ulang
(terapi sinar blind). Didapatkan peningkatan kadar bilirubin saat itu (bilirubin total 13,5
mg/dL).
Tabel 4. Rekomendasi terapi hiperbilirubinemia pada bayi prematur yang sehat dan
sakit6
Berat badan
(gram)
<1500
1500-2000
2000-2500
Kadar serum bilirubin total (mg/dL)
Bayi sehat
Bayi sakit
Fototerapi
Transfusi tukar
Fototerapi Transfusi tukar
5-8
13-16
4-7
10-14
8-12
16-18
7-10
14-16
12-15
16-18
10-12
16-18
Penilaian ikterus secara visual seringkali digunakan untuk memutuskan terapi sinar
pada pasien padahal akurasi metode tersebut belum terbukti. Sebuah studi di Spanyol15
menunjukkan korelasi antara indeks Kramer dengan bilirubin serum namun penelitian lain
oleh Szabo menunjukkan Kramer tidak akurat untuk memperkirakan kadar bilirubin serum
karena banyak dipengaruhi faktor subjektivitas, terang/gelapnya ruangan saat menilai ikterus,
warna kulit, dan sebagainya.15 Jika fasilitas laboratorium tersedia, bilirubin serum sebaiknya
diperiksa untuk mendapatkan kadar bilirubin serum yang sebenarnya sebelum terapi sinar
dimulai, dan untuk evaluasi pasca-terapi.
Hingga saat ini fototerapi masih merupakan terapi utama pada kasus ikterus
neonatorum. Fototerapi dengan panjang gelombang 400-500 nm dengan sinar biru dianggap
paling efektif dalam menurunkan kadar bilirubin indirek dalam serum.6,16 mekanisme kerja
terapi sinar utk hiperbil. Transfusi tukar indikasi.....
Pada saat lahir, nilai normal hemoglobin dari vena sentral pada bayi dengan usia
gestasi >34 minggu adalah 14-20 g/dL, dengan nilai rata-rata 17g/dL. Bayi prematur
memiliki nilai hemogolobin yang lebih rendah. Pada bayi cukup bulan yang sehat, nilai
hemoglobin akan bertahan sampai usia tiga minggu kehidupan, dan kemudian akan menurun
hingga mencapai nilai 11g/dL pada usia 8-12 minggu. Hal ini dikenal sebagai anemia
fisiologis pada bayi. Pada bayi prematur, penurunan terlihat lebih cepat, mencapai nilai 7-9
g/dL pada usia 4-8 minggu. Anemia pada bayi prematur ini berkaitan dengan kombinasi
antara penurunan jumah sel darah merah saat lahir, kehilangan darah secara iatrogenik saat
pengambilan sampel darah, waktu hidup sel darah merah yang lebih singkat, produksi
eritropoetin yang inadekuat, serta pertumbuhan badan yang cepat.6,17,18
Oleh karena penurunan yang cepat dari kadar hemoglobin yang terjadi pada banyak
bayi prematur berkaitan dengan kondisi dan gejala klinis yang abnormal, anemia pada bayi
prematur tidak dianggap sebagai kondisi yang fisiologis. Beberapa studi melaporkan bahwa
kadar hemoglobin antara 6-8 g/dL pada bayi prematur berkaitan dengan penurunan berat
badan, apnu, peningkatan denyut jantung dan frekuensi napas, dan peningkatan konsumsi
oksigen.
Diagnosis harus cek apa saja? Diagnosis diferensial? Infeksi? Prematurity?
Tata laksana... Kapan transfusi?
Daftar Pustaka
1. Stoll BJ, Chapman IA. The high risk infant. Dalam: Kliegman RM, Berhman RE,
Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
Philadelphia: Saunders; 2004. h.705-9.
2. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan kementrian kesehatanRI. Riset
kesehatan dasar (Riskesdas) 2010. 2010.
3. Blencowe H, Cousens S, Chou D, Oestergaard MZ, Say L, Moller AB, dkk. 15 million
preterm births priorities for action based on national, regional and global estimates.
Dalam: World Health Organisation, penyunting. Born too soon, the global action report
on preterm birth. Edisi ke-Geneva: WHO press; 2012. h.16-32.
4. Divisi Perinatologi - Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Laporan fetomaternal 2009.
RSCM. 2009.
5. Goldenberg RL, Culhane JF, Iams JD. Epidemiology and causes of preterm birth.
Lancet. 2008;371:75-84.
6. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Neonatology: management, procedures, oncall problems, diseases and drugs. 2009;6. New York, McGraw Hill Lange.
7. Chacko B, Sohi I. Early onset neonatal sepsis. Indian J Pediatr. 2005;72:26.
8. Pusponegoro TS. Sepsis pada neonatus (sepsis neonatal). Sari Pediatri. 2000:96-102.
9. Sucilathangam G, Amuthavalli K, Velvizhi G, Ashihabegum NA, Jeyamurugan T,
Palaniappan N. Early diagnosis markers for neonatal sepsis: comparing procalcitonin
(PCT) and C-reactive protein (CRP). J Clin Diag Res. 2012;6:627-31.
10. Polin RA, Committee on fetus and newborn. Management of neonates with suspected
or proven early-onset bacterial sepsis. Pediatrics. 2012;129:1006-15.
11. Aminullah A. Sepsis padabayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2010. h.170-87.
12. Sivanandari S, Soraisham AS, Swamam K. Choice and duration of antimicrobial
therapy for neonatal sepsis and meningitis. Int J Pediatr. 2011:1-9.
13. Stroustrup A, Trasande L, Holzman IR. Randomized controlled trial of restrictive fluid
management in transient tachypnea of the newborn. J Pediatr. 2012;160:38-43.
14. Bhutani VK. Late preterm births: najor cause of prematurity and adverse outcomes of
neonatal hyperbilirubinemia. Indian Pediatr. 2012;49:704-5.
15. Acosta-Torres SM, Torres-Espina MT, Coline-Araujo JA, Colina-Chourio JA.
Usefullness of the Kramer's index in the diagnosis of hyperbilirubinemia of the
newborn. Invest Clin. 2012;53:148-56.
16. Maisels MJ, Watchko JF, Bhutani VK, Stevenson DK. An approach to the management
of hyperbilirubinemia in the preterm infant less than 35 weeks of gestation. J Perinatol.
2012:1-5.
17. Widness JA. Pathophysiology, diagnosis, and prevention of neonatal anemia. Neo Rev.
2000;1:61-8.
18. Strauss RG. Anemia of prematurity: pathophyiology and treatment. Blood Rev.
2010;24:221-5.
Download