BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang humor telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Namun penelitian tentang humor dalam bahasa Banggai belum pernah dilakukan. Hal ini sesuai kenyataan di perpustakaan induk Universitas Negeri Gorontalo maupun di perputakaan fakultas Sastra dan Budaya maupun di internet. Penelitian yang dilakukan oleh Samsu Umar Universitas Negeri Gorontalo (2005) yang berjudul “Humor dalam Bahasa Gorontalo”. Dalam penelitian ini membahas tentang jenis humor dalam bahasa Gorontalo, bentuk penggunaan humor dalam bahasa Gorontalo, dan fungsi humor dalam bahasa Gorontalo. Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Penelitian yang dilakukan oleh Salam (2007) yang berjudul “Humor Bahasa Tolaki”. Dalam penelitian ini membahas bentuk penggunaan bahasa humor dalam bahasa Tolaki yang dilihat dari jenis humor bahasa Tolaki, bentuk penyampaian humor dalam bahasa Tolaki serta fungsinya bagi masyarakat Tolaki. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Simpulan dari penelitian ini yaitu bentuk penyampaian humor dalam bahasa Tolaki disampaikan melalui lisan, yakni percakapan, dialog, pantun/syair, ceritera dan lewat RRI. Jenis humor terdiri atas humor anak sekolah, remaja, kegiatan makan, petani, masyarakat, dukun, pegawai, pedagang, pernikahan, pantun/syair, dan ceritera. Fungsi humor bahasa Tolaki yakni untuk mengingatkan, untuk menegur, memberitahukan keadaan sesuatu, untuk meyakinkan, untuk menggambarkan sesuatu, dan untuk menghibur. Dari kedua kajian yang relevansi di atas terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada penelitian tentang humor. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Samsu Umar melakukan penelitian humor namun dalam bahasa Gorontalo, penelitian yang dilakukan oleh Salam yaitu penelitian humor namun bahasa Tolaki. Sedangkan penelitian yang dilakukan adalah penelitian humor namun dalam bahasa Banggai. Berdasarkan perbedaan di atas, maka penelitian ini layak diteliti 2.2 Humor 2.2.1 Hakikat Humor Teori mengenai humor yang berhasil dirangkum Pradopo, dkk, (1987: 5) dibedakan atas 3 kelompok. Teori-teori itu adalah teori superioritas dan degradasi, teori penyimpangan frustasi dalam harapan dan biosasi, dan teori tentang pelepasan ketegangan pembebasan. Teori superioritas mengatakan bahwa humor merupakan aktivitas menertawakan sesuatu yang dianggap lebih rendah, lebih jelek, dan sebagainya. Teori yang kedua menyatakan bahwa humor terjadi karena ada penyimpangan antara konsep dengan objeknya, peloncatan secara tiba-tiba dari suatu konteks ke konteks yang lain, dan adanya penggabungan dua peristiwa atau makna sesungguhnya saling terpisah. Teori ketiga menyatakan bahwa humor terjadi kaena adanya pembebasan dari ketegangan dan tegangan psikis. Teori-teori ini pula mencoba membuat rumusa yang mutlak dan universal mengenai humor tanpa menyadari sifat relatifnya. Humor adalah abnormalitas yang menimbulkan tawa, dan yang tertawa adalah manusia. Unsur manusia itu membuat humor menjadi relatif. Sesuatu yang abnormal yang ada pada suatu saat menimbulkan kelucuan, pada saat lain dapat menjadi tidak lucu. Hal yang dianggap masyarakat tertentu lucu dapat menjadi tidak lucu bagi masyarakat yang lain (Pradopo, dkk, 1987: 5). Pada intinya teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa humor itu menimbulkan rasa tertawa karena hal-hal berikut 1) Ada sesuatu yang rendah, atau lebih jelek penuturannya pada orang lain, tetapi enggan untuk mengatakannya secara langsung kepada yang bersangkutan, sehingga menimbulkan rasa tertawa bagi yang mendengarnya. 2) Ada penyimpangan dari sesuatu yang diharapkan oleh seseorang dari orang lain, sehingga menimbulkan berbagai bentuk reaksi dari orang yang mengharapkan berupa: raut muka atau mimik dengan pandangan mata yang meyakinkan atau dengan kata-kata yang spontanitas sesuai dengan kondisi pada saat itu. 3) Humor itu terjadi karena orang ingin membebaskan diri dari ketegangan dan tekanan psikis. Tingkah laku verbal yang dinilai lucu biasanya bergantung pada beberapa hal. Pertama, bunyi kata-kata yang dipilih, makna kata-kata itu, makna terselubung, dan bahkan kontras atau penyelewengan dari suatu aturan, kebiasaan atau budaya. Arwah Setiawan (dalam Suhadi, 1989), mengatakan sebagai berikut: Humor itu adalah rasa atau gejala yang merangsang kita untuk tertawa atau cenderung tertawa secara mental, ia bisa berupa rasa, atau kesadaran, di dalam diri kita (sense of humor); bisa berupa suatu gejala atau hasil cipta dari dalam maupun dari luar diri kita. Bila dihadapkan pada humor, kita bisa langsung tertawa lepas atau cenderung tertawa saja; misalnya tersenyum atau merasa tergelitik di dalam batin saja. Rangsangan yang ditimbulkan haruslah rangsangan mental untuk tertawa, bukan rangsangan fisik. Persoalan humor oleh beberapa orang dianggap sebagai persoalan teori estetik , yang dicoba untuk diterangkan lewat berbagai teori tentang humor. Teori humor mencoba menerangkan bagaimana suatu hal dapat membangkitkan tawa atau geli pada seseorang. Pengertian humor yang paling awam, ialah sesuatu yang lucu, yang menimbulkan kegelian atau tawa. Humor identik dengan segala sesuatu yang lucu, yang membuat orang tertawa. Humor itu kualitas untuk menghimbau rasa geli atau lucu, karena keganjilannya atau ketidakpantasannya yang menggelikan; paduan antara rasa kelucuan yang halus di dalam diri manusia dan kesadaran hidup yang iba dengan sikap simpatik. Humor merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia normal, sebagai sarana berkomunikasi untuk menyalurkan perasaan, pelampiasan tekanan problematik yang dialami seseorang, dan memberikan suatu wawasan yang arif sambil tampil menghibur. Keberadaan humor dalam kehidupan manusia adalah sejak manusia mengenal bahasa, melakukan komunikasi antar-personal. Teori humor amat beragam, namun secara menyeluruh semua cenderung ke maksud yang sama. Sesuatu yang menggelikan, mempesona, aneh, identik dengan kelucuan, dan, akhirnya, merangsang seseorang untuk tertawa atau tersenyum. Rahardi (2007: 32) mengatakan bahwa di dalam cabang ilmu bahasa Pragmatik dijelaskan, bahwa sosok kejenakaan atau kelucuan itu dapat terjadi karena ada proses komunikasi yang sifatnya tidak dapat dipercaya. Prinsip-prinsip kebahasaan di dalam bahasa pragmatik itu semuanya dilanggar dengan sengaja oleh penuturnya. Tujuannya yakni untuk memunculkan lawakan yang lucu atau jenaka atau disebut humor. 2.2.2 Bentuk-bentuk Humor Komedian yang terkenal yaitu Ben Johnson, yang satu karyanya berjudul Man Out of His Humor (dalam Setiawan, 1990: 35). Karya tersebut memperlihatkan dua bentuk humor yang berbeda dalam kehidupan, yaitu a) Humor dalam kata-kata adalah bentuk kelucuan atau kegelian yang diungkapkan melalui kata-kata atau kalimat dalam ucapan seseorang; b) Humor dalam tingkah laku adalah bentuk kelucuan melalui gerak tubuh seseorang. Dari kedua bentuk humor tersebut, maka peneliti memfokuskan penelitian pada humor dalam kata-kata, tetapi tidak mengesampingkan tingkah laku. Karena, tanpa tingkah laku maka humor kata-kata tidak tercapai sesuai yang diinginkan oleh orang yang berhumor. 2.2.3 Humor dan Penyimpangan Makna Makna merupakan unsur bahasa yang sering digunakan oleh penutur atau penulis dalam membangun humor. Hal ini tampak karena keluasan dan banyaknya peluang yang terbuka dari makna itu. Makna mempunyai wilayah yang luas karena seperti yang dikemukakan Poerdawarminta (dalam Pradopo, dkk, 1987: 16), makna merupakan kemungkinan atau beberapa kemungkinan arti yang belum begitu jelas. Ketidakjelasan dapat terjadi karena banyaknya kesatuan arti yang terkandung dalam kata tertentu dan dapat juga terjadi karena kelonggaran-kelonggaran yang disediakan oleh hubungan komponen-komponen dari kesatuan arti kata tertentu. Menurut Kridalaksana (Pradopo, dkk, 1987: 16) komponen makna adalah satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk kata atau ujaran. Makna dapat menyempit, meluas dan bahkan berubah sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Berdasarkan uraian di atas, maka penyimpangan makna dalam humor dapat saja disebabkan oleh hal-hal berikut ini: 1) Pergeseran Komponen Makna Makna kata terdiri atas beberapa komponen dan hanya merupakan kemungkinankemungkinan yang belum jelas. Setelah kata yang mengandung makna digunakan dalam tuturan dalam konteks, barulah batas-batas makna itu menjadi jelas. Misalnya pada kata monyet yang mempunyai komponen berbulu banyak dan jelek. Jika orang mengatakan monyet itu mempunyai seekor anak. Maka, makna kalimat tersebut adalah seekor binatang yang beranak. Namun, jika orang itu seperti monyet maka, makna kalimat tersebut tidak sama dengan kalimat pertama. Akan timbul makna bahwa orang itu bersifat seperti monyet yang jelek. Oleh karena itu, adanya kemungkinan pergeseran makna kata yang sedemikian, semakin membuka untuk membuat humor. 2) Pergeseran Makna atas Dasar Polisemi Menurut Poerdawarminta (Pradopo, dkk, 1987: 18) kebanyakan bahasa, termasuk bahasa Indonesia, mengandung kata-kata yang polisemik atau yang banyak artinya. Hal ini tidak menutup kemungkinan dalam bahasa Banggai mengandung kata yang polisemi. Jika sebuah kata memiliki arti yang banyak, akan membuka peluang bagi orang yang suka berhumor untuk memanfaatkan makna kata-kata tersebut. 3) Pergeseran Makna atas Dasar Afektif Menurut Pateda (2011: 95) makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan kata atau kalimat. Oleh karena makna afektif berhubungan dengan reaksi pendengar atau pembaca dalam dimensi rasa, maka dengan sendirinya makna afektif berhubungan pula dengan gaya bahasa. 2.2.4 Fungsi Humor Fungsi humor menurut Rahmanadji (dalam http:// sastra. um. ac. Id/ wpcontent/ uploads/ 2009/ 10/ Sejarah-Teori-Jenis-dan-Fungsi-Humor. pdf) yaitu: (1) Melaksanakan segala keinginan dan segala tujuan gagasan atau pesan, misalnya komunikasi yang sifatnya serius, pesan-pesan atau gagasan yang akan disampaikan biasanya tidak mudah terjalin antara kedua belah pihak, apalagi pertemuan merupakan pertemuan baru, maka medium humor dalam tahap komunikasi akan mempercepat terbukanya pintu keakraban (2) Menyadarkan orang bahwa dirinya tidak selalu benar maksudnya biasanya mengkritik seseorang karena tidak dapat menyampaikan secara langsung maka disampaikan melalui media humor. (3) Mengajar orang melihat persoalan dari berbagai sudut; artinya mengajarkan orang melihat persolan dari sudut politik, sosial, ekonomi maupun pendidikan. (4) Menghibur maksudnya menghibur yaitu untuk menghilangkan kejenuhan dalam hidup sehari-hari yang bersifat rutin. (5) Melancarkan pikiran artinya dengan humor maka stres akibat tekanan jiwa akan mudah hilang dan pikiran akan kembali lancar. (6) Membuat orang mentoleransi sesuatu. Dalam hal ini, banyak orang yang tidak ingin mendapat kritik secara langsung sehingga dengan menggunakan media humor orang dapat menyampaikan kritikan dan orang yang mendapat kritikan dapat mentoleransi sesuatu atau kritikan yang disampaikan. (7) Membuat orang memahami soal pelik. Maksudnya hal-hal yang jarang ada atau yang aneh atau tidak biasanya dapat diketahui melalui humor. Berdasarkan ketujuh fungsi humor di atas, maka dapat disimpulkan bahwa humor dapat menghibur pendengar. Dengan humor kita dapat menuangkan kritik maupun pesan kepada orang lain dan mengajarkan orang untuk dapat melihat persoalan dari berbagai sudut. Humor juga dapat melancarkan pikiran yang dalam keadaan tegang untuk menjadi lebih baik. Danandjaya (dalam Suhadi, 1989: 220), mengatakan sebagai berikut fungsi humor yang paling menonjol, yaitu sebagai sarana penyalur perasaan yang menekan diri seseorang. Perasaan itu bisa disebabkan oleh macam-macam hal, seperti ketidakadilan sosial, persaingan politik, ekonomi, suku bangsa atau golongan, dan kekangan dalam kebebasan gerak, seks, atau kebebasan mengeluarkan pendapat. Jika ada ketidakadilan biasanya timbul humor yang berupa protes sosial atau kekangan seks, biasanya menimbulkan humor mengenai seks . 2.2.5 Jenis-jenis Humor Jenis humor menurut Setiawan (1988: 218) dapat dibedakan menurut kriterium bentuk ekspresi . Sebagai bentuk ekspresi dalam kehidupan kita, humor dibagi menjadi tiga jenis yakni (1) Humor personal, yaitu kecenderungan tertawa pada diri kita, misalnya bila kita melihat sebatang pohon yang bentuknya mirip orang sedang buang air besar. (2) Humor dalam pergaulan, misalnya senda gurau di antara teman, kelucuan yang diselipkan dalam pidato atau ceramah di depan umum. (3) Humor dalam kesenian, atau seni humor. 2.3 Bahasa 2.3.1 Hakikat Bahasa Alisjahbana (dalam Pateda, 2008: 9) berpendapat bahasa adalah ucapan pikiran dan perasaan manusia dengan teratur dengan memakai alat bunyi. Berdasarkan definisi tersebut maka bahasa dibagi atas dua bagian, yakni bagian madi atau isi berupa pikiran dan perasaan, dan bagian lahir, berupa bentuk yang berwujud bunyi jika bahasa itu diujarkan, dan berwujud huruf-huruf jika bahasa tersebut tertulis. 2.3.2 Bentuk-bentuk Bahasa Menurut Chaer (2011: 2) bentuk-bentuk bahasa dalam berbagai bidang antara lain: (1) Bidang jurnalistik yaitu bidang bahasa yang bersifat lugas, hemat kata, dan menarik. (2) Bidang kesusastraan yaitu bidang bahasa yang menekankan pada segi keindahan. (3) Bidang militer yaitu bidang bahasa yang sangat menekankan pada segi ketegasan. (4) Bidang agama yaitu bidang bahasa yang menekankan pada segi keagamaan. (5) Bidang kejenakaan yaitu bidang bahasa yang mengundang tawa, kelucuan, kegelian bagi para pendengarnya. Kejenakaan atau biasa dikenal dengan humor sangat berperan dalam membangun komunikasi. Dalam komunikasi, keberhasilan seorang komunikator dalam berkomunikasi adalah jika pesan yang disampaikannya cepat diterima oleh komunikan sesuai dengan apa yang dimaksud si komunikator. Keberhasilan seorang pelaku humor ketika stimulus humor yang dilancarkannya diterima oleh penerima humor sebagaimana yang dimaksud oleh pelaku humor tersebut. Dalam memahami makna humor akan berhubungan dengan bentuk penggunaan humor dalam masyarakat.