BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan

advertisement
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Cemas merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh penyebab
yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak
nyaman dan merasa terancam (Stuart dan Sundeen, 1998). Craig (dalam
Rachmad,2009) mengatakan bahwa kecemasan adalah sebagai perasaan yang
tidak tenang, rasa khawatir, atau ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas
atau tidak diketahui.
Durand dan Barlow (2006) mengatakan kecemasan adalah keadaan
suasana hati yang ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan
jasmaniah dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya
atau kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan khawatir.
Menurut
Nettina
(dalam
Ratih,
2012)
kecemasan
adalah
perasaan
kekhawatiran subjektif dan ketegangan yang dimanifestasikan untuk tingkah
laku psikologis dan berbagai pola perilaku. Kecemasan adalah suatu keadaan
patologis yang ditandai oleh perasaan ketakutan disertai tanda somatik
pertanda sistem saraf otonom yang hiperaktif (Kaplan dan Saddock, 1997).
Darajat (dalam Siswati, 2000) menyatakan bahwa kecemasan adalah
manifestasi dari berbagai proses emosi yang tercampur aduk yang terjadi
tatkala orang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin atau
10
11
konflik. Ada segi yang disadari dari kecemasan itu seperti rasa takut, tak
berdaya, terkejut, rasa berdosa atau terancam, selain juga segi–segi yang
terjadi diluar kesadaran dan tidak dapat menghindari perasaan yang tidak
menyenangkan.
Menurut Carpenito (2000) kecemasan merupakan keadaan individu
atau kelompok saat mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi
sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan atau ancaman
tidak spesifik. Sedangkan menurut Ollendick (dalam De Clerq, 1994)
berpendapat bahwa kecemasan menunjuk pada keadaan emosi yang
menentang atau tidak menyenangkan, yang meliputi interpretasi subjek dan
rangsangan fisiologis (reaksi badan secara fisik) misal: bernafas lebih cepat,
jantung berdebar-debar dan berkeringat.
Menurut Loekmono (dalam Yuniasanti, 2010) kecemasan adalah
respon takut terhadap suatu situasi. Kecemasan dan ketakutan memiliki
komponen fisiologis yang sama tetapi kecemasan tidak sama dengan
ketakutan. Penyebab kecemasan berasal dari dalam dan sumbernya sebagian
besar tidak diketahui sedangkan ketakutan merupakan respon emosional
terhadap ancaman atau bahaya yang sumbernya biasanya dari luar yang
dihadapi secara sadar. Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu
fungsi sehari-hari, pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang
wajar (Maramis, 2005).
Kecemasan ringan dapat mendorong meningkatnya performa dan
tingkat kecemasan ini masih tergolong normal. Namun apabila kecemasan
12
sangat besar, justru akan sangat mengganggu (Fausiah dalam Mathofani,
2012).
Berdasarkan beberapa uraian tersebut, peneliti mengambil kesimpulan
yang dimaksud kecemasan adalah suatu keadaan atau reaksi emosi yang tidak
menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran, terkejut, keprihatinan dan
rasa takut yang dialami oleh seseorang ketika berhadapan dengan pengalaman
yang sulit dan menganggap sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi,
yang ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmani seperti
jantung berdebar-debar, bernafas lebih cepat dan berkeringat.
2. Sumber – sumber Kecemasan
Freud (dalam Suryabrata, 1993) menyebutkan ada lima macam sumber
kecemasan,yaitu:
1. Frustasi (tekanan perasaan)
Menurut Kartono dan Gulo (dalam Nugroho, 2011) frustasi adalah
kegagalan memperoleh kepuasan, rintangan terhadap aktivitas yang
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, keadaan emosional yang
diakibatkan oleh rasa terkekang, kecewa, dan kekalahan. Darajat (1990)
suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan
terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan, atau menyangka akan
terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya.
2. Konflik
Konflik terjadi ketika terdapat dua kebutuhan atau lebih yang berlawanan
dan harus dipenuhi dalam waktu yang sama. Hal ini ditambahkan Darajat
13
(1990) konflik adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang
bertentangan atau berlawanan satu sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi
dalam waktu yang sama. Badudu dan Zain (dalam Nugroho, 2011)
mengemukakan bahwa konflik adalah ketidakpastian di dalam suatu
pendapat emosi dan tindakan orang lain. Keadaan mental merupakan
hasil implus-implus, hasrat-hasrat, keinginan, dan sebagainya yang saling
bertentangan namun bekerja pada saat yang sama.
3. Ancaman
Badudu dan Zain (dalam Nugroho,2011) mengemukakan bahwa ancaman
merupakan peringatan yang harus diperhatikan dan diatasi agar tidak
terjadi.
4. Harga diri
Harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi
merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk berdasarkan pengalaman
individu. Individu yang kurang mempunyai harga diri akan menganggap
bahwa dirinya tidak cakap atau cenderung kurang percaya pada
kemampuan dirinya dalam menghadapi lingkungan secara efektif dan
akhirnya akan mengalami berbagai kegagalan (Mustikawati, dalam
Nugroho, 2011)
5.
Lingkungan
Freud (dalam Suryabrata, 1993) mengatakan bahwa faktor yang yang
dapat mempengaruhi kecemasan adalah lingkungan di sekitar individu.
14
Adanya dukungan dari lingkungan, mampu mengurangi kecemasan pada
individu tersebut.
3. Aspek – aspek Kecemasan
Greenberger dan Padesky (dalam Emjifari, 2012) menyatakan bahwa
kecemasan berasal dari dua aspek, yakni aspek kognitif dan aspek kepanikan
yang terjadi pada seseorang, diantaranya adalah:
a.
Aspek kognitif
1. Kecemasan disertai dengan persepsi bahwa seseorang sedang berada
dalam bahaya atau terancam atau rentan dalam hal tertentu, sehingga
gejala fisik kecemasan membuat seseorang siap merespon bahaya atau
ancaman yang menurutnya akan terjadi.
2. Ancaman tersebut bersifat fisik, mental atau sosial, diantaranya adalah
(a). Ancaman fisik terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan
terluka secara fisik; (b). Ancaman mental terjadi ketika sesuatu membuat
khawatir bahwa dia akan menjadi gila atau hilang ingatan; (c). Ancaman
sosial terjadi ketika seseorang percaya bahwa dia akan ditolak,
dipermalukan, merasa malu atau dikecewakan.
3. Persepsi ancaman berbeda-beda untuk setiap orang.
4. Sebagian orang, karena pengalaman mereka bisa terancam dengan begitu
mudahnya dan akan lebih sering cemas. Orang lain mungkin akan
memiliki rasa aman dan keselamatan yang lebih besar. Tumbuh di
lingkungan yang kacau dan tidak stabil bisa membuat seseorang
menyimpulkan bahwa dunia dan orang lain selalu berbahaya.
15
5. Pemikiran tentang kecemasan berorientasi pada masa depan dan sering
kali memprediksi malapetaka. Pemikiran tentang kecemasan sering
dimulai dengan keragu-raguan dan berakhir dengan hal yang kacau,
pemikiran tentang kecemasan juga sering meliputi citra tentang bahaya.
Pemikiran-pemikiran ini semua adalah masa depan dan semuanya
memprediksi hasil yang buruk.
b. Aspek kepanikan
Panik merupakan perasaan cemas atau takut yang ekstrem. Rasa panik
terdiri atas kombinasi emosi dan gejala fisik yang berbeda. Seringkali rasa
panik ditandai dengan adanya perubahan sensasi fisik atau mental, dalam diri
seseorang yang menderita gangguan panik, terjadi lingkaran setan saat gejalagejala fisik, emosi, dan pemikiran saling berinteraksi dan meningkat dengan
cepat. Pemikiran ini menimbulkan ketakutan dan kecemansa serta merangsang
keluarnya adrenalin. Pemikiran yang katastrofik dan reaksi fisik serta
emosional yang lebih intens yang terjadi bisa menimbulkan dihindarinya
aktivitas atau situasi saat kepanikan telah terjadi sebelumnya
4. Bentuk – bentuk Kecemasan
Menurut Darajat (1990) ada tiga macam kecemasan, yaitu:
1. Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang
mengancam dirinya. Cemas ini lebih dilihat kepada rasa takut, karena
sumbernya jelas terlihat dalam pikiran.
2. Rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
16
3. Rasa cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan halhal yang berlawanan dengan kenyakinan atau hati nurani.
Cattel (dalam De Clerd, 1994) membagi kecemasan dalam dua jenis,
yaitu :
1. State Anxiety, adalah reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi
tertentu, yang dirasakan sebagai suatu ancaman. State Anxiety beragam
dalam aktivitas dan waktu, contoh: saat menghadapi ujian. Keadaan ini
ditentukan oleh perasaan ketegangan yang subjektif.
2. Trait Anxiety, menunjuk pada ciri atau sifat seseorang yang cukup stabil
yang mengarahkan seseorang untuk menginterpretasikan suatu keadaan
sebagai
suatu
ancaman
yang
disebut
dengan
anxiety
proness
(kecenderungan akan kecemasan). Orang ini cenderung untuk merasakan
berbagai macam keadaan sebagai keadaan yang membahayakan atau
mengancam, cenderung untuk menggapai dengan reaksi kecemasan.
5. Gejala - gejala Kecemasan
Simtom-simtom somatis yang dapat menunjukkan ciri-ciri kecemasan
menurut Stern (1964) adalah muntah-muntah, diare, denyut jantung yang
bertambah keras, seringkali buang air, nafas sesak disertai tremor pada otot.
Kartono (1981) menyebutkan bahwa kecemasan ditandai dengan emosi yang
tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan
excited atau gempar gelisah. Darajat (1990) mengklasifikasikan gejala
kecemasan sebagai berikut:
17
a.
Gejala Fisik (Fisiologis)
Gejala fisiologis meliputi jantung berdebar-debar, meningkatnya denyut
nadi, tekanan darah meningkat, keringat berlebih, tidur tidak nyenyak,
nafsu makan hilang, dan nafas sesak. Menurut De Clerq (1994) gejala
fisiologis yang mungkin timbul pada orang yang mengalami kecemasan
anatara lain bernafas lebih cepat, berkeringat dan jantung berdebar-debar.
b.
Gejala Mental (Psikologis)
Gejala psikologis meliputi perasaan takut, perasaan akan tertimpa bahaya
atau kecelakaan, tidak mampu memusatkan perhatian, tidak berdaya, rasa
rendah diri, hilangnya rasa percaya diri dan tidak tentram. Tallis (1992)
menambahkan tentang gelaja psikologis yaitu bingung, tegang, khawatir.
Hurlock (1996) mengatakan bahwa kecemasan dapat ditandai dengan
adanya rasa khawatir, kegelisahan, dan perasaan tidak aman.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gejala kecemasan
merupakan hal-hal yang nampak sebagai tanda-tanda individu yang mengalami
rasa cemas baik dari dalam maupun dari luar, baik gejala fisik maupun gejala
psikologis.
6.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart & Sudden
(1998), yaitu:
18
a.
Faktor eksternal
1.
Ancaman integritas diri
Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan
dasar (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan).
2.
Ancaman sistem diri
Antara lain: ancaman terhadap identitas diri, harga diri, hubungan
interpersonal, kehilangan, dan perubahan status dan peran.
b.
Faktor internal
1.
Potensial stresor
Stresor psikososial merupakan keadaan yang menyebabkan perubahan
dalam kehidupan sehingga individu dituntut untuk beradaptasi.
2.
Maturitas
Kematangan kepribadian inidividu akan mempengaruhi kecemasan
yang dihadapinya. Kepribadian individu yang lebih matur maka lebih
sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu
mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.
3.
Pendidikan
Tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap kemampuan
berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu semakin
mudah berpikir rasional dan menangkap informasi baru. Kemampuan
analisis akan mempermudah individu dalam menguraikan masalah
baru.
19
4.
Respon koping
Mekanisme koping digunakan seseorang saat mengalami kecemasan.
Ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan
penyebab terjadinya perilaku patologis.
5.
Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan
individu mudah mengalami kecemasan.
6.
Keadaan fisik
Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah mengalami
kelelahan fisik. Kelelahan fisik yang dialami akan mempermudah
individu mengalami kecemasan.
7. Tipe kepribadian
Individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah mengalami gangguan
akibat kecemasan daripada orang dengan tipe kepribadian B. Misalnya
dengan orang tipe A adalah orang yang memiliki selera humor yang
tinggi, tipe ini cenderung lebih santai, tidak tegang dan tidak gampang
merasa cemas bila menghadapi sesuatu, sedangkan tipe B ini orang
yang mudah emosi, mudah curiga, tegang maka tipe B ini akan lebih
mudah merasa cemas.
8.
Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing lebih mudah mengalami
kecemasan dibandingkan di lingkungan yang yang sudah dikenalnya.
20
9.
Dukungan sosial
Dukungan sosial dan lingkungan merupakan sumber koping individu.
Dukungan sosial dari kehadiran orang lain membantu seseorang
mengurangi kecemasan sedangkan lingkungan mempengaruhi area
berfikir individu.
10. Usia
Usia muda lebih mudah cemas dibandingkan individu dengan usia
yang lebih tua.
11. Humor
Humor dapat menimbulkan reflek tertawa dan tertawa mampu
mengurai ketegangan syaraf dan mengurangi rasa cemas.
12. Jenis kelamin
Gangguan kecemasan tingkat panik lebih sering dialami wanita
daripada pria.
B. Kepekaan Humor
1.
Pengertian Kepekaan Humor
Humor berasal dari kata umor yaitu You-moors= cairan-mengalir
(Hartanti, 2008). Menurut Driver (dalam Hartanti, 2008) humor merupakan
sifat dari sesuatu atau suatu situasi yang kompleks yang menimbulkan
keinginan untuk tertawa. Secara sederhana humor didefinisikan sebagai
sesuatu yang lucu. Eysenck (dalam Fitriani&Hidayah, 2012) mengatakan
sesuatu yang bersifat humor adalah sesuatu yang dapat membuat tertawa.
Marten (dalam Jones, 2010) menjelaskan humor sebagai reaksi emosi ketika
21
sesuatu terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan dan reaksi emosi itu
membawa kesenangan atau kebahagiaan.
Rasa humor diartikan sebagai suatu kualitas mental yang menghasilkan
sesuatu yang lucu, yang dapat ditertawakan, menggelikan, jenaka,
menyenangkan, serta merupakan variasi khusus dari temperamen, disposisi,
kehendak hati atau mood. Kualitas mental ini kemudian dituangkan dalam
bentuk tawa, yaitu suatu fenomena gerakan tubuh, seperti suara, ekspresi
wajah dan gerakan tubuh yang membentuk ekspresi instingtif mengenai
kegembiraan, keriangan atau suatu perasaan yang menggelikan (Ziv dalam
Jones, 2006).
Chapman dan Foot (dalam Jones, 2006) mendefinisikan humor ke dalam
tiga bentuk, yaitu sebagai stimulus, respon dan bagian dari watak atau
kepribadian. Humor dikatakan sebagai stimulus karena dapat menimbulkan
respon tertawa atau tersenyum, sedangkan sebagai respon karena humor
mendatangkan tertawa, serta humor sebagai watak, menunjukkan bahwa rasa
humor yang dimiliki oleh individu merupakan ciri kepribadian, dimana setiap
manusia mempunyai rasa humor namun intensitasnya berbeda-beda.
Di Indonesia humor dikenal sebagai suatu rasa atau gejala yang
merangsang individu secara mental untuk tertawa atau cenderung tertawa.
Humor dapat berupa rasa, atau kesadaran di dalam diri individu atau kepekaan
humor, dan bisa berupa suatu gejala atau hasil cipta, dari dalam maupun luar
diri inidividu tersebut (Saraswati, 1998). Petter Nusser (dalam Ripa, 2010)
22
menghubungkan humor dengan suasana menyenangkan dan juga sebagai
kemampuan membuat orang lain tertawa.
Kepekaan humor adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
humor sebagai cara menyelesaikan masalah, keterampilan menciptakan
humor, kemampuan menghargai atau menanggapi humor (Hartanti, 2002).
Baughman (dalam Ripa, 2010) mengemukakan bahwa kepekaan humor
merupakan kualitas manusia yang sangat berharga untuk membantu dalam
memahami ketidaksesuaian. Menurut O’ Connell (dalam Ripa,2010) kepekaan
humor adalah kemampuan untuk mengubah perseptual kognitif secara cepat
pada kerangka berpikir. Kepekaan humor dapat mengubah sudut pandang
seseorang, merubah sesuatu yang dianggap negatif menjadi lebih positif.
Menurut Hurlock (1990) melalui kepekaan humor yang dimiliki,
individu dapat memperoleh perspektif yang lebih baik tentang diri sendiri.
Individu yang memiliki kepekaan humor dapat mengembangkan pemahaman
diri dan memandang dirinya secara realistik. Meskipun tidak menyukai apa
yang dilihatnya, dengan kepekaan humor yang dimiliki individu dapat
melakukan pengembangan, penerimaan diri dan menambah kematangan
psikisnya.
Menurut Sarwono (1996) kesan lucu menuntut persyaratan tertentu,
yaitu terdapat kepekaan humor pada individu yang melihat kejadian humor.
Jika individu tidak cukup peka, maka kejadian seperti apapun tidak akan
menimbulkan kesan lucu.
23
Hasanat dan Subandi (1998) mengatakan humor dinilai dapat
menimbulkan emosi positif, sebab humor menjadikan seseorang dapat
tersenyum ataupun tertawa dan memunculkan ekspresi wajah positif. Dapat
disimpulkan emosi positif yang ditimbulkan dari humor merupakan salah satu
upaya coping yang berfokus pada emosi. Humor dan kepekaan humor yang
tinggi dapat membuat seseorang menjadi lebih rileks, tidak tegang lagi,
sehingga pikiran pun dapat lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan
masalah.
Mindess (dalam Hartanti, 2002) berpendapat bahwa fungsi humor yang
paling
penting
dan
paling
fundamental
adalah
kekuatannya
untuk
membebaskan diri dari banyak rintangan dan pembatasan dalam kehidupan
sehari-hari. Humor dapat melepas individu dari berbagai tuntutan yang dapat
dialami dan dapat membebaskannya dari perasaan inferioritas. Bila digunakan
secara cermat, humor dapat menciptakan suasana yang lebih rileks, memacu
komunikasi pada persoalan-persoalan sensitif, menjadi sumber wawasan suatu
konflik, membantu mengatasi pola sosial yang kaku dan formal, serta
mempermudah pengungkapan perasaan atau impuls dengan cara aman dan
tidak mengancam (Herkowitz, dalam Hartanti, 2002).
Kepekaan humor berbeda pada setiap orang dan dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti pengetahuan, latar belakang social dan budaya.
24
2.
Aspek - aspek Humor
Eysenck (dalam Hartanti, 2008) menyatakan bahwa batasan-batasan
yang digunakan dalam kepekaan humor terdiri dari tiga cara, yaitu:
a. The Conformist Sense, yaitu tingkat kesamaan antara individu satu
dengan lainnya dalam mengapresiasi materi-materi humor. Hal ini
menunjukkan kemampuan individu dalam menanggapi atau pun
memberikan penghargaan terhadap humor.
b. The Quantitative Sense, yaitu seberapa sering idividu tersenyum dan
tertawa, serta seberapa mudah individu merasa gembira. Hal ini
menunjukkan kemampuan individu dalam menggunakan humor
sebagai cara dalam menyelesaikan masalah, karena efek senyum dan
tertawa akan dapat mengurai ketegangan atau kekakuan.
c. The Productive Sense, yaitu seberapa banyak individu menceritakan
cerita-cerita lucu dan membuat individu lain gembira. Dalam hal ini
menunjukkan kemampuan atau keterampilan individu dalam
menciptakan suatu humor.
3.
Jenis - jenis Humor
Menurut Suhadi (dalam Nazifah, 2008) humor dapat digolongkan
berdasarkan 3 hal:
a. Penampilan
Berdasarkan penampilannya humor dapat dibedakan menjadi
humor lisan, humor tulisan dan humor gerakan tubuh. Perbedaan ketiga
25
jenis humor ini terletak pada media penyampaian humor itu. Ketiganya
bisa tampil bersamaan atau terpisah sesuai kebutuhan si pembuatnya.
b. Tujuan dibuatnya
Berdasarkan tujuan dibuatnya, dibedakan menjadi humor kritik,
humor meringankan beban perasaan dan humor semata-mata hiburan.
c. Bentuk ekspresinya
Dibedakan menjadi humor personal yaitu kecenderungan tertawa
pada diri sendiri bila kita melihat sesuatu yang menggelitik atau
merangsang kita untuk tertawa, humor pergaulan yaitu humor yang
muncul dalam percakapan, senda gurau, pidato dan humor dalam
kesenian atau seni humor.
Sedangkan jenis humor menurut Sarwono (1996), yaitu :
a. Jenis gerak (Slap Stick)
Humor jenis gerak, sangat sederhana, mudah dan tidak memerlukan
pemikiran yang canggih. Humor jenis ini bisa ditanggap oleh semua
orang.
b. Jenis Intelektual
Humor jenis intelektual memerlukan pemikiran dan daya tangkap
tertentu untuk mencerna. Humor intelektual mengandalkan diri pada
asosiasi-asosiasi
dan
harapan-harapan
yang
dibangun
atau
dikebambangkan pada awal cerita dan ditutup dengan klimaks yang
aneh atau tak terduga pada akhir ceritanya. Biasanya lelucon ini sering
terdapat pada teki-teki.
26
c. Jenis Gabungan
Humor jenis gabungan membutuhkan persyaratan intelektual
tertentu tetapi tidak secanggih intelektual murni. Humor gabungan
masih terbantu oleh gerak dan gaya visual. Contohnya : seseorang yang
berbusana pembantu tetapi berbicara tentang bisnis dengan gaya
layaknya seorang bos.
4.
Manfaat Humor
Humor memiliki banyak manfaat, baik yang bersifat pelepasan
maupun pemuasan kebutuhan seseorang. Humor membuat seseorang sadar
bahwa dirinya tidak selalu benar dan mengajarkan pada dirinya untuk melihat
persoalan dari berbagai sudut. Humor bersifat menghibur, dapat melancarkan
pikiran dan dapat membuat seseorang mentolerir sesuatu. Menurut (Ziv dalam
Jones, 2006) humor merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengatasi
kecemasan dan kebingungan karena dapat mengalihkannya kepada hal-hal
yang lebih menghibur.
Apabila dihadapkan pada masalah yang pelik, humor dapat
mempermudah seseorang untuk memahaminya, demikian pendapat Sudjoko
(dalam Nazifah, 2008). Secara, garis besar humor mempunyai empat fungsi,
yaitu:
a.
Fisiologik
Humor dapat mengalihkan susunan kimia internal seseorang dan
mempunyai akibat yang sangat besar terhadap sistem tubuh, termasuk
27
sistem syaraf. Peredaran darah, endoktrin dan sistem kekebalan (Klein
dalam Hasanat dan Subandi, 1998).
b.
Psikologik
Secara
psikologik,
humor
dapat
menolong
individu
saat
menghadapi kesukaran. Menurut Sheehy (dalam Hasanat dan Subandi,
1998) humor dapat digunakan untuk mengatasi krisis dalam hidup, yaitu
sebagai perlindungan terhadap perubahan dan ketidaktentuan. Freud
(dalam Hasanat dan Subandi, 1998) memandang humor sebagai proses
pertahanan diri yang tertinggi. Sedangkan menurut May (dalam Hasanat
dan Subandi, 1998) humor berfungsi sebagai pemeliharaan sense of self,
yaitu cara sehat untuk merasakan”jarak” antara diri dengan masalah,
menghindarkan diri dari masalah dan memandang masalah dari sudut
yang berbeda. Menurut Nelson (dalam Hasanat dan Subandi, 1998),
humor adalah alat yang efektif untuk mencapai status. Seseorang akan
tertawa disebabkan pembicaraan secara tiba-tiba menyadari bahwa
dirinya superior atau orang lain inferior.
Mindess (dalam Hartanti, 2002) mengatakan bahwa humor dapat
membebaskan diri dari perasaan inferioritas. Humor yang memancing
tawa dapat membuat orang menjadi sehat, dan menambah semangat,
terutama saat krisis dan dalam keadaan emosi yang sangat berat. Tertawa
dapat menghilangkan ketegangan dan menetralkan keadaan di tengah
konflik dan kemarahan. Tertawa menyebabkan individu dapat melihat
28
perspektif baru sehingga dapat melihat bahwa keadaan yang mengerikan
dan masalah yang berat tidak sedemikian tragis atau dapat diatasi.
c.
Sosial
Pendapat Webb (dalam Jones,2006) secara sosial humor dapat
mengikat seseorang atau kelompok yang disukai, tetapi juga dapat
menjauhkan seseorang dari orang atau kelompok yang tidak disukai.
Menurut Hershkowitz (dalam Hartanti, 2002) humor dapat menciptakan
suasana lebih rileks, sehingga akan lebih memacu komunikasi pada
persoalan-persoalan sensitif, sumber wawasan suatu konflik, mengatasi
pola sosial yang kaku dan formal,mempermudah penggunaan perasaan
atau implus dengan cara aman dan tidak mengancam.
Sejumlah pakar mengatakan bahwa humor bukan semata berisi
lelucon untuk konyol yang diikuti tawa teringkal-pingkal. Humor lebih
merupakan suatu cara melihat, bereaksi, dan berinteraksi terhadap dunia.
Keahlian mengkemas humor menjadi ciri utama bagi individu yang
sukses, kreatif, dan sehat. Orang-orang yang humoris lebih mudah
mengatasi tekana akibat kesibukan dan mudah bangkit dari kesedihan.
d.
Pendidikan
Dalam dunia pendidikan humor dapat menumbuhkan proses
pembelajaran yang mengasikkan bagi siswa. Stopsky (dalam Ripa, 2010)
menyatakan bahwa humor adalah komponen utama untuk mendorong
siswa agar lebih kritis dalam berfikir. Pernyataan ini dikuatkan oleh Nilson
(dalam Hasanat dan Subandi, 1998) menyatakan bahwa humor merupakan
29
alat belajar yang penting, karena secara efektif dapat membawa seseorang
agar mendengarkan pembicaraan dan merupakan alat persuasi yang baik.
C. Kecemasan Menghadapi Penyusunan Skripsi
Mahasiswa adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan
diperguruan tinggi (Salim, 1991).
Di perguruan tinggi pada umumnya, para
mahasiswa yang ingin menyelesaikan masa pendidikannya diwajibkan untuk
membuat karya ilmiah yang disebut skripsi. Menurut Djarwanto (1992) skripsi
adalah sebuah karya ilmiah yang disusun oleh mahasiswa program sarjana (S1)
dari hasil-hasil penelitiannya atas dasar analisa data. Skripsi adalah istilah yang
digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa
paparan tulisan hasil penelitian sarjana S1 yang membahas suatu permasalahan
atau fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah
yang berlaku (Wikipedia, 2013).
Prosedur penyusunan skripsi berbeda-beda antara satu universitas
dengan yang lain. Namun umumnya penyusunan skripsi mengikuti alur proses
sebagai berikut:
a.
Mahasiswa memperoleh Dosen Pembimbing Skripsi (DPS).
b.
Mengajukan Concept Note dengan menggunakkan 10 jurnal yang sesuai
topik/fokus yang hendak diteliti.
c.
Verifikasi Concept Note oleh Ketua Program Studi dan Tim Verifikasi
d.
Penyusunan proposal bagi mahasiswa yang Concept Note telah disetujui,
bagi yang belum kembali ke proses awal.
e.
Seminar Proposal
30
f.
Melakukan penelitian bagi mahasiswa yang lulus seminar proposal
g.
Penyusun Skripsi
h.
Ujian Skripsi
i.
Jika lulus mendapat gelar sarjana (S1), apabila tidak lulus maka
mahasiswa harus menyusun ulang/merevisi dan mengajukan ujian
skripsi ulang (Muhid, Fauziyah dan Balgies, 2012).
Dalam menjalani proses-proses di atas tak jarang mahasiswa merasa
cemas. Kecemasan biasanya terjadi karena ada hambatan-hambatan dalam
penyusunan skripsi tersebut, misalnya kurang cocok dengan DPS, DPS yang
susah untuk dihubungi, jurnal yang kurang maksimal, kesulitas mencari tema,
concept note yang tidak disetujui, tidak lulus proposal, dan lain-lain (hasil
wawancara pada tanggal 22 Maret 2012).
Berkaitan dengan pengertian kecemasan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa kecemasan menghadapi penyusunan skripsi adalah suatu keadaan emosi
yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan, dan
rasa takut yang dialami oleh mahasiswa yang sedangan menghadapi proses
pembuatan skripsi agar memperoleh gelar sarjana (S1) sesuai bidang yang
ditekuni.
D. Hubungan
Kepekaan
Humor
dengan
Kecemasan
Menghadapi
Penyusunan Skripsi
Kecemasan adalah suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan yang
ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang dialami oleh
31
seseorang ketika berhadapan dengan pengalaman yang sulit dan menganggap
sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi. Perasaan cemas dalam tingkat
yang rendah sebenarnya dapat dijadikan pendorong individu untuk berusaha
maksimal dalam melakukan sesuatu untuk mengatasi suatu persoalan, tetapi
kecemasan tersebut terlalu tinggi maka kemungkinan besarnya adalah individu
tersebut gagal dalam mengatasi persoalan tersebut. Hal ini dikarenakan, individu
dengan gangguan kecemasan akan susah berkonsentrasi dan bersosialisasi
sehingga akan menjadi kendala dalam menjalankan fungsi sosial, pekerjaan dan
peranannya (Ayub dalam Mu’arifah, 2005).
Pada mahasiswa situasi yang dapat menimbulkan kecemasan adalah saat
fase terakhir dalam mengemban pendidikan bagi mahasiswa, yaitu saat
penyusunan TA (tugas akhir) atau yang disebut skripsi. Skripsi ini disusun sebagai
syarat kelulusan bagi mahasiswa dan untuk mendapatkan gelar sarjana sesuai
dengan bidang yang ditekuni. Tak jarang pula fase ini menjadi stresor tersendiri
bagi kalangan mahasiswa. Hal ini disebabkan bagi kebanyakan mahasiswa skripsi
merupakan ancaman, mahasiswa harus mempertanggungjawabkan skripsi yang
dibuat dihadapan tim dosen penguji, dan pada saat itulah nasib mahasiswa
ditentukan, lulus atau tidak lulus dan harus mengulang. Hal ini bukan hanya
karena banyaknya anggapan bahwa penyusunan skripsi itu sulit, namun juga
karena proses penyusunannya cukup lama dan melalui tahapan-tahapan yang
cukup panjang. Hambatan-hambatan pun juga terkadang
datang, seperti
kesusahan mencari referensi buku yang sesuai tema, kesulitan menemui dosen
pembimbing, subjek yang sudah ditemui, judul yang belum setujui, persyaratan
32
ujian kurang lengkap, ataupun tiba-tiba merasa tidak yakin dengan tema yang
dipilih (hasil wawancara pada 12 Maret 2013). Hal seperti inilah yang biasanya
menimbulkan kecemasan bagi mahasiswa.
Berdasarkan paparan di atas, kita harus menemukan suatu cara atau solusi
untuk mengurangi kecemasan tersebut. Setiap individu memiliki cara tersendiri
untuk menghadapi suatu tekanan atau rasa cemas. Salah satu cara yang bisa
dipakai adalah dengan mengembangkan humor. Menurut Gomes (dalam
Hodgkinson, 1991) humor memang menimbulkan refleks tawa, dan tertawa
merupakan obat terbaik untuk melawan persaan cemas dan tertekan. Pendapat ini
juga didukung oleh hasil penelitian Hasanat (dalam Hasanat dan Subandi, 1998)
yang menyatakan bahwa senyum merupakan bentuk tawa yang ringan yang dapat
untuk mampu mengurangi tingkat ketegangan yang dialami seseorang.
Kecemasan menghadapi penyusunan skripsi adalah suatu keadaan emosi
yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan, dan
rasa takut yang dialami oleh mahasiswa yang sedangan menghadapi proses
pembuatan skripsi agar memperoleh gelar sarjana (S1) sesuai bidang yang
ditekuni.
Pada saat mengalami kecemasan, kondisi psikis mahasiswa dapat
dikatakan kurang stabil, merasa tertekan, menjadi mudah marah dan terlalu peka
(sensitive), merasa tidak tenteram atau selalu khawatir, bingung, dan sulit untuk
berkonsentrasi. Dengan memiliki kepekaan humor diharapkan mahasiwa mampu
mengurangi kecemasan pada saat menghadapi penyusunan skripsi, sehingga
33
mahasiswa tersebut dapat lebih tenang, lebih rileks dan lebih berkonsentrasi dalam
menjalani proses-proses dalam penyusunan skripsi hingga akhir.
E. Kerangka Teoritik
Freud (dalam Widosari, 2010) menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu
sinyal kepada ego yang memberitahukan adanya suatu dorongan yang tidak dapat
diterima dan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap
tekanan dari dalam tersebut. Idealnya, penggunaan represi sudah cukup untuk
memulihkan keseimbangan psikologis tanpa menyebabkan gejala, karena represi
yang efektif dapat menahan dorongan di bawah sadar. Namun jika represi tidak
berhasil sebagai pertahanan, mekanisme pertahanan lain (seperti konversi,
pengalihan, dan regresi) mungkin menyebabkan pembentukan gejala dan
menghasilkan gambaran gangguan neurotik yang klasik (seperti histeria, fobia,
neurosis obsesif-kompulsif).
Mahasiswa pada akhir perkulihan dituntut untuk membuat tugas akhir atau
skripsi sebagai syarat kelulusa. Pada saat proses membuatan ini, banyak hambatan
yang bisa terjadi pada mahasiswa, diantaranya seperti kesulitan menghubungi
dosen pembimbing, penelitian yang tidak sesuai teori, referensi kurang jelas,
persyaratan penyusunan skripsi yang kurang lengkap, tema yang tidak disetujui
dan berbagai hal lainnya.
Hal-hal seperti itulah yang mendatangkan kecemasan bagi mahasiswa.
Kecemasan menghadapi penyusunan skripsi adalah suatu keadaan emosi yang
tidak menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa
takut yang dialami oleh mahasiswa yang sedangan menghadapi proses
34
penyusunan skripsi agar lulus perguruan tinggi dan memperoleh gelar sarjana (S1)
sesuai bidang yang ditekuni.
Setiap individu memiliki cara tersendiri untuk menghadapi suatu tekanan
atau rasa cemas. Salah satu cara yang dipakai adalah dengan mengembangkan
humor. Menurut Gomes (dalam Hodgkinson, 1991) humor memang menimbulkan
refleks tawa, dan tertawa merupakan obat terbaik untuk melawan persaan cemas
dan tertekan. Pendapat ini juga didukung oleh hasil penelitian Hasanat (dalam
Hasanat dan Subandi, 1998) yang menyatakan bahwa senyum merupakan bentuk
tawa yang ringan yang dapat untuk mampu mengurangi tingkat ketegangan yang
dialami seseorang. Menurut Bennett (dalam Zulkarnain, 2009) pemakaian humor
untuk merangsang tertawa dapat menjadi terapi efektif menurunkan stres dan rasa
cemas.
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpukan bahwa ada hubungan
negatif antara kepekaan humor dengan rasa cemas yang dihadapi seseorang.
Untuk itu peneliti akan meneliti, apakah kepekaan humor juga bisa mengurangi
kecemasan pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi.
Berikut adalah skema hubungan kepekaan humor dengan kecemasan
menghadapi penyusunan skripsi:
Kepekaan
Humor
Kecemasan Menghadapi
Penyusunan Skripsi
Gambar 1: Skema hubungan antara kepekaan humor dengan kecemasan
menhadapi penyusunan skripsi
35
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara
kepekaan humor dengan kecemasan
mahasiswa.
menghadapi penyusunan skripsi pada
Download