Biobutanol - Blog UB - Universitas Brawijaya

advertisement
PEMANFAATAN BAHAN BAKU NON PANGAN UNTUK PRODUKSI
BIOBUTANOL DENGAN HIDROLISIS SELULASE DAN
FERMENTASI MIKROBA
Paper ini disusun untuk memenuhi tugas Bioindustri kelas N yang diampu
oleh Sakunda Anggarini, STP, MP, M.Sc.
Disusun Oleh
Dina Setyo Endang L.
(135100307111037)
Amalia Tri Oktavia
(135100307111053)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan bahan bakar nabati (BBN) sebagai pengganti bahan bakar
fosil di Indonesia semakin meningkat. Pemerintah juga memberikan perhatian
dengan diterbitkannya Instruksi Presiden No.1 Tahun 2006 tertanggal 25
Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati
(biofuel) sebagai Bahan Bakar Alternatif. Potensi
Indonesia untuk
menghasilkan BBN masih sangat besar namun belum dioptimalkan. Hal ini
disebabkan kurangnya riset bioteknologi dan infrastruktur untuk produksi
BBN skala industri. Biobutanol merupakan bahan bakar nabati yang
berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai substitusi bensin. Beberapa
kelebihan biobutanol sebagai biofuel adalah dapat dengan mudah ditambahkan
sebagai campuran premium, dapat dicampur pada tingkat konsentrasi tinggi
pada penggunaan standar mesin kendaraan tanpa membutuhkan adaptasi
khusus. Butanol menunjukkan peluang yang lebih baik untuk dapat dibuat dari
bahan selulosik (Ruth, 2008). Biobutanol diproduksi melalui fermentasi
biomasa menggunakan aktivitas bakteri Clostridium acetobutylicum pada
kondisi anaerob. C.acetobutylicum mampu mengubah sumber karbon yang
lebih luas seperti glukosa, galaktosa, selobiosa, manosa, xilosa, dan arabinosa,
menjadi bahan bakar seperti butanol (Ezeji et al., 2007). Sumber biomasa
selulosa di Indonesia sangat berlimpah seperti limbah pertanian (sekam,
jerami, tandan kosong sawit, bonggol jagung), limbah pengolahan kayu dan
kertas, serat tanaman, mikroalga dan sebagainya. Bahan-bahan tersebut dapat
dijadikan sebagai bahan baku produksi biobutanol. Di Indonesia, penelitian
mengenai biobutanol sebagai bahan bakar belum berkembang. Hal ini
ditunjukkan dengan minimnya literatur mengenai penelitian butanol yang
dilakukan di Indonesia. Selama ini pengembangan BBN sebagai pengganti
bensin masih berfokus pada produksi etanol dengan bahan baku pangan.
1
1.2 Rumusan Masalah
Paper ini bertujuan agar mahasiswa dapat menyebutkan salah satu bahan
dasar yang dapat digunakan untuk industry fermentasi; menjelaskan mengapa
bahan tersebut berpotensi menjadi bahan medium fermentasi; pemanfaatan
bahan tersebut dalam industry fermentasi dan komposisi penting dari bahan
tersebut terkait dengan penggunaannya sebagai medium fermentasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fermentasi
Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi
sederhana yang melibatkan mikroorganisme dengan tujuan menghasilkan suatu
produk (bahan pakan) yang mempunyai kandungan nutrisi , tekstur, biological
availability yang lebih baik (Zakaria, 2013). Fermentasi juga dapat diartikan
sebagai segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba
(jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia
lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan
menghasilkan produk tertentu dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat
bahan tersebut. Fermentasi dapat meningkatan nilai gizi dan nilai guna bahan
yang berkualitas rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan dan
merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang
terkandung dalam suatu bahan fermentasi (Yunilas, 2008).
Dalam mikrobiologi industri, pokok bahasan utamanya adalah
fermentasi. Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh
enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur. Industri fermentasi dalam
pelaksanaan prosesnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang meliputi
mikrobia, bahan dasar, sifat-sifat proses, pilot-plant dan faktor sosial ekonomi
(Hidayat, 2006).
2.2 Bahan Nonpangan yang Dapat Dijadikan sebagai Bahan Dasar
Fermentasi
Bahan baku dalam proses fermentasi dapat berupa hasil pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan dan limbah, diantaranya adalah limbah
pertanian (sekam, serbuk gergaji, jerami, tandan kosong sawit, bonggol jagung,
ampas tebu), limbah pengolahan kayu dan kertas, serat tanaman, mikroalga dan
lain sebagainya (Lemigas, 2011). Pada materi ini akan membahas mengenai
limbah pertanian berupa serbuk gergaji dan jerami.
3
2.3 Potensi Bahan Nonpangan Sebagai Medium Fermentasi
Limbah hasil pertanian (jerami dan serbuk gergaji) sangat berpotensi
sebagai bahan dasar fermentasi dikarenakan bahan-bahan tersebut sangat
mudah didapat, jumlahnya besar, harganya murah, bila diperlukan ada
penggantinya, dapat menjaga ketahanan pangan serta dapat mengurangi
pencemaran lingkungan (Hidayat, 2006). Bahan-bahan tersebut merupakan
sumber biomassa selulosa yang jumlahnya sangat melimpah di Indonesia ini.
Misalkan dengan memanfaatkan limbah kayu yang dihasilkan dari proses
penggergajian kayu yang mengandung selulosa (55%), hemiselulosa (14%) dan
lignin (21%) (Fajariah, 2014).
Limbah hasil pertanian lain yakni jerami padi yang merupakan limbah
pertanian terbesar di Indonesia. Potensi selulosa dalam jerami padi yang besar
dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam produksi selulase sehingga dapat
menambah nilai ekonomi pada jerami padi (Zulfatus, 2013).
Jerami padi
merupakan limbah pertanian yang telah mengalami proses lignifikasi, sehingga
sebagian besar karbohidrat telah membentuk ikatan lignin dalam bentuk
lignoselulosa dan lignohemiselulosa, disamping itu kandungan protein dari
jerami padi hanya sekitar 3 – 4 % (Zakaria, 2013). Pada pengolahan
biobutanol, serbuk gergaji dan jerami bertindak sebagai medium fermentasi,
sedangkan
bakteri
Clostridium
acetobutylicum
yang
berperan
dalam
pembentukan biobutanol.
2.4 Pemanfaatan Bahan Nonpangan dalam Industri Fermentasi
Pemanfaatan bahan-bahan tersebut sangat banyak dalam bidang industri
fermentasi, diantaranya adalah fermentasi jerami padi sebagai bahan dasar
pembuatan pakan komplit (complete feed) pada domba (Utomo, 2004);
pemanfaatan tongkol jagung untuk pakan ternak melalui proses fermentasi
dengan cara mencampur tongkol jagung dengan bakteri trikoderma dan gula
pasir (Widodo, 2007); dan lain sebagainya. Bahan-bahan tersebut juga dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan biobutanol dengan hidrolisis selulase dan
fermentasi mikrobia. Hasil dari fermentasi bahan-bahan tersebut adalah bahan
bakar nabati (BBN) sebagai pengganti bahan bakar fosil dalam bentuk
4
biobutanol. Biobutanol merupakan bahan bakar nabati yang berpotensi besar
untuk dikembangkan sebagai substitusi bensin. Beberapa kelebihan biobutanol
sebagai biofuel adalah dapat dengan mudah ditambahkan sebagai campuran
premium, dapat dicampur pada tingkat konsentrasi tinggi pada penggunaan
standar mesin kendaraan tanpa membutuhkan adaptasi khusus. Bahan bakar
Biobutanol atau Biobased Butanol adalah bahan bakar alkohol generasi kedua
dengan kepadatan energi yang lebih tinggi dan volatilitas yang lebih rendah
daripada etanol (Lemigas, 2011).
Biobutanol is an advanced biofuel that offers a number of advantages
and can help accelerate biofuel adoption in countries around world. It
provides greater options for sustainable renewable transportation fuels,
reduces dependence on imported oil, lowers greenhouse gas emissions, and
expands markets for agricultural products worldwide (Natalense, 2013).
Biobutanol adalah biofuel canggih yang menawarkan sejumlah
keunggulan dan dapat membantu mempercepat adopsi biofuel di negara-negara
di seluruh dunia. Ini menyediakan pilihan yang lebih besar untuk bahan bakar
transportasi terbaru yang berkelanjutan, mengurangi ketergantungan pada
minyak impor, menurunkan emisi gas rumah kaca, dan memperluas pasar
untuk produk pertanian di seluruh dunia (Natalense, 2013).
The industrial production of butanol started around 1912. The
fermentation process, known as ABE (acetone-butanol-etanol), was employed
to ferment carbohydrates using Clostridium acetobutylicum to give mainly
acetone and n-butanol. This process has achieved the scale of large industrial
fermentation process, second only to ethanol fermentation in volume of solvent
produced. After a peak in 1950, however, the persistent problems with
fermentation reliability and increasing prices of molesses caused a decline in
production (Bohlmann, 2007). Synthetic processes were introduced as the
growing petrochemical industry offered cost effective routes to petro-butanol
(Natalense, 2013).
Industri produksi butanol dimulai sekitar 1912 melalui proses
fermentasi, yang dikenal sebagai ABE (aseton-butanol-etanol), dipekerjakan
untuk memfermentasi karbohidrat menggunakan Clostridium acetobutylicum
5
untuk menghasilkan aseton dan n-butanol. Proses ini telah mencapai proses
fermentasi industri berskala besar, kedua hanya untuk fermentasi etanol
volume pelarut yang dihasilkan. Setelah puncaknya pada tahun 1950, terjadi
masalah terus-menerus dengan keandalan fermentasi dan kenaikan harga
molesses menyebabkan penurunan produksi (Bohlmann, 2007). Proses sintetis
yang berkembang diperkenalkan sebagai industri petrokimia yang menawarkan
biaya efektif untuk petro-butanol (Natalense, 2013).
6
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Pembatan Biobutanol dari Serbuk Gergaji
3.1.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini berbeda-beda, hal ini
sesuai dengan cara kerja yang sedang digunakan. Alat-alat yang digunakan
pada penelitian adalah tabung fermentor, shaker, electric stove, timbangan
analitik, pH meter, autoclaved, centrifuge, beaker glass, gelas ukur,
erlenmeyer, kapas lemak, bunse, korek api, tabung reaksi, jarum ose, dan
kertas saring. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, enzim
selulase, bakteri Clostridium acetobutylicum, limbah serbuk gergaji, medium
agar (NA), citric acid, H2SO4 dan NaOH (Fajariah, 2014).
3.1.2 Prosedur
Prosedur kerja pada penelitian ini dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu proses
pretreatment dan treatment. Proses pretreatment meliputi (Fajariah, 2014):
1. Pembuatan ekstrak serbuk gergaji, yaitu serbuk gergaji terlebih dahulu
dijemur di bawah sinar matahari selama 3 hari agar kandungan air dalam
serbuk gergaji berkurang. Selanjutnya dilakukan pengayakan menggunakan
ayakan santan agar diperoleh serbuk gergaji yang lebih halus. Pada proses
delignifikasi atau pelepasan selulosa dan hemiselulosa dari ikatan lignin,
sebanyak 50 gram ekstrak serbuk gergaji direndam pada 500 ml larutan
NaOH 10% selama 60 menit disertai pemanasan 121oC dengan
menggunakan auto claved.
2. Pembuatan starter Clostridium acetobutylicum, yaitu biakan murni bakteri
Clostridium acetobutylicum digoreskan secara zig-zag pada media agar
miring dengan menggunakan ose lalu ditumbuhkan dalam incubator pada
suhu 37oC selama 5 hari. Selanjutnya sebanyak 1 tabung biakan bakteri
Clostridium acetobutylicum dilarutkan ke dalam 100 ml larutan NaCl 0,9 %
dengan cara melarutkan sedikit NaCl 0,9% dalam tabung sambil digoreskan
pada media hingga bakteri terangkat ke atas menggunakan jarum ose.
7
Selanjutnya starter bakteri dicampur dengan sisa NaCl yang masih ada
dalam erlenmeyer dan diaduk hingga bakteri tercampur dengan larutan.
Sedangkan proses treatment meliputi:
1. Proses hidrolisis, yaitu serbuk gergaji yang telah didelignifikasi didinginkan
hingga mendekati suhu ruangan. Selanjutnya ditambahkan 10 ml enzim
selulase (berdasarkan variasi penambahan enzim). Diinkubasi dalam shaker
100 rpm selama 72.
2. Proses fermentasi, yaitu setelah 3 hari proses hidrolisis, serbuk gergaji
disaring untuk memisahkan filtrat dan endapannya. Filtrat hasil hidrolisis
diukur pH-nya menggunakan pH meter. Rata-rata tiap sampel memiliki pH
11. Selanjutnya sampel ditambahkan dengan citric acid untuk menurunkan
pH hingga pH larutan menjadi 5. Selanjutnya ditambahkan larutan starter
sebanyak 5 ml dan 10 ml sesuai dengan variasi penambahan, kemudian
difermentasi selama 12 hari di dalam inkubator 370 C. Proses fermentasi
dilakukan pada kondisi anaerob menggunakan penutup. Setelah proses
fermentasi selesai, tutup botol dilepas, ditutup dengan kapas lemak dan
kertas coklat untuk disterilisasi menggunakan autoclaved selama 60 menit.
Selanjutnya hasil fermentasi yang telah disterilkan diambil sebanyak 45 ml
untuk di centrifuge selama 30 menit 3000 rpm sebelum dilakukan analisa
kadar butanol.
Kemudian dilakukan pengujian terhadap pengukuran kadar
selulosa,
pengukuran gula tereduksi, dan pengukuran kadar butanol. Analisis selulosa
menggunakan metode Chessons, analisa kadar glukosa menggunakan metode
Luff Schoorl, sedangkan analisa kromatografi gas dengan temperatur detector
dan injector sebesar 270 dan 230 0 C.
3.2 Metodologi Pembuatan Biobutanol dari Jerami Padi
Materi yang digunakan adalah jerami padi dan substrat ( kulit kakao,
dedak padi dan sagu). Fermentasi dilakukan dengan cara jerami dicacah
sepanjang 10 cm, ditaburi substrat (kulit kakao, dedak padi dansagu sesuai
perlakuan) masing-masing sebanyak 10%, urea sebanyak 2% dan starter yang
8
digunakan adalah EM4 sebanyak 0,25%. Fermentasi dilakukan selama 21 hari
secara anaerob, hasil fermentasi disimpan selama 1 dan 2 bulan. Analisis
proksimat dilaksanakan di laboratorium makanan ternak Jurusan Peternakan,
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Parameter yang diamati pada
penelitian ini meliputi; kandungan protein, serat kasar dan kadar abu.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial (RAL
Faktorial), terdiri dari faktor A = Lama Penyimpanan; a1 = 1 bulan, a2 = 2
bulan. Faktor B = Sumber Substrat; b1 = Kulit Coklat, b2 = Dedak Padi, b3 =
Sagu. Jika terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Jarak
Berganda Duncan (Zakaria, 2013).
9
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bahan nonpangan yang dapat dijadikan sebagai medium fermentasi yakni
limbah pertanian (sekam, jerami, tandan kosong sawit, bonggol jagung, ampas
tebu), limbah pengolahan kayu dan kertas, serat tanaman, mikroalga. Bahanbahan tersebut sangat berpotensi sebagai bahan dasar fermentasi dikarenakan
sangat mudah didapat, jumlahnya besar, harganya murah, ada subtitusinya,
dapat menjaga ketahanan pangan serta dapat mengurangi pencemaran
lingkungan. Selain itu jerami dan serbuk gergaji tersebut dikarenakan
mengandung selulase yang dapat difermentasikan menjadi biobutanol dengan
bantuan bakteri Clostridium acetobutylicum. Biobutanol yang dihasilkan akan
menjadi campuran dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) sehinggga mengurangi
ketergantungan pada minyak impor, menurunkan emisi gas rumah kaca, dan
memperluas pasar untuk produk pertanian di Indonesia. Manfaat yang dapat
diambil dari fermentasi jerami dan serbuk gergaji yakni dapat mengurangi
limbah pertanian dan menghemat energi. Komposisi penting yang dibutuhkan
dalam proses fermentasi ini yakni selulase (55%) , EM4 0.25%, urea 2%,
hemiselulosa (14%) dan lignin (21%).
10
DAFTAR PUSTAKA
Fajariah, Hayuni Devina dan Wahyono Hadi. 2014. Pemanfaatan Serbuk Gergaji
Menjadi Biobutanol dengan Hidrolisis Selulase dan Fermentasi Bakteri
Clostridium Acetobutylicum. Jurnal Teknik Pomits, volume 3 nomor 2:
F276.
Hidayat, Nur, Masdiana C. Padaga dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri.
Yogyakarta: Andi.
Lemigas. 2011. Produksi Biobutanol Dengan Bahan Baku Non Pangan Sebagai
Energi
Alternatif
Melalui
Proses
Fermentasi.
http://www.lemigas.esdm.go.id (online). Diakses pada 16 September 2014
pukul 20.00 WIB.
Natalense, Julio dan Désirée Zouain. 2013. Technology Roadmapping for
Renewable Fuels: Case of Biobutanol in Brazil. Journal of technology
management & innovation, vol 8 (4): 7-9.
Utomo, Ristianto. 2004. Pengaruh Penggunaan Jerami Padi Fermentasi Sebagai
Bahan Dasar Pembuatan Pakan Komplit pada Kinerja Domba. Buletin
Peternakan, 28 (4): 162.
Widodo, Teguh W., A. Asari, Ana N. dan Elita R. 2007. Bio Energi Berbasis
Jagung dan Pemanfaatan Limbahnya. Departemen Pertanian, Badan
Litbang Pertanian:Balai Besar Mekanisasi Pengembangan Pertanian
Serpong.
Yunilas. 2009. Bioteknologi Jerami Padi melalui Fermentasi sebagai Bahan
Pakan Ternak Ruminansia. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Zakaria, Yusdar, Cut Intan Novita dan Samadi. 2013. Efektivitas Fermentasi
dengan Sumber Substrat yang Berbeda Terhadap Kualitas Jerami Padi.
Jurnal Agripet, vol 13 (1): 22-23.
11
Download