1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia secara berangsur keluar dari keterpurukan yang disebabkan oleh krisis tahun 1997. Hal ini tidak terlepas dari peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang tetap tumbuh positif pada saat usaha skala besar mengalami kemunduran. Bahkan beberapa tahun terakhir peran UMKM dalam perekonomian nasional semakin meningkat. Peran UMKM menjadi sangat penting dalam mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi. Kinerja UMKM dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari adanya peningkatan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang diciptakan oleh UMKM dalam tahun 2006 yang mencapai sekitar 62,3 persen dari total PDB nasional. Begitu juga dengan jumlah unit usaha UMKM mencapai 48,9 juta dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 88,8 juta pekerja. Selain itu, pada tahun 2008 UMKM menyumbangkan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp1.505.308 trilyun atau sebesar 30,39 persen. Jumlah ini terbilang cukup besar dan sangat menjanjikan apalagi melihat rata-rata laju pertumbuhan unit usaha dari tahun 2006-2008 sebesar 2,696 persen per tahun. Pengembangan usaha mikro juga memiliki dampak positif bagi penciptaan lapangan pekerjaan. Pada tahun 2008 usaha mikro menyerap 83.647.711 pekerja atau sekitar 86,89 persen tenaga kerja. Angka tersebut juga mengalamai tren positif dengan kenaikan rata-rata sekitar 2,26 persen selama periode tahun 2006-2008 (BPS, 2009). 2 Bank sebagai lembaga keuangan memiliki peran serta yang besar dalam menjalankan roda perekonomian suatu negara, hal ini dapat dilihat dari fungsi bank yaitu sebagai lembaga perantara yang sangat berperan penting bagi kehidupan masyarakat, bank juga sebagai suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Pada kenyataannya banyak masyarakat yang sangat memerlukan dana untuk memenuhi kebutuhannya, oleh sebab itu kredit merupakan salah satu aktivitas produktif yang memberikan sumbangan terbesar bagi dunia perbankan karena dengan adanya kredit, bank akan memperoleh sumber pendapatan yaitu dari bunga dan provisi kredit. Dalam suatu bank pendapatan terbesar adalah pendapatan bunga dari penyaluran kredit. Sehingga hal ini menyebabkan banyak bank berlomba-lomba meningkatkan penyaluran kreditnya dan akhirnya berdampak pada perkembangan modal. Peningkatan modal ini dapat mempertahankan keberadaan bank itu sendiri, tetapi yang dapat mempengaruhi perkembangan modal ini bukan saja dari penyaluran kredit saja tetapi dari beban bank yang dapat berdampak buruk terhadap perkembangan modal (Suri, 2007). Keberhasilan UMKM dalam menopang perekonomian nasional tidak terlepas dari trend penyaluran kredit perbankan kepada UMKM yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian alokasi kredit untuk UMKM dirasakan belum optimal atau sangat ironis karena tidak sesuai dengan potensi dan perannya dalam perekonomian nasional. Kondisi tersebut merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Jika diamati selama lebih dari 10 tahun reformasi, maka nampak bahwa kedudukan UMKM dalam mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, serta sumbangannya terhadap PDB semakin membaik. Hal tersebut dapat 3 diperhatikan dari semakin membesarnya peran UMKM dalam penyerapan tenaga kerja yang mencapai sekitar 87 persen rumah tangga dan sumbangannya terhadap PDB yang mencapai 54,7 persen. Demikian juga dalam hal kemampuan penyerapan modal dari bank-bank nasional. Kelompok usaha mikro dan usaha kecil yang jumlahnya mencapai 48.240.000 unit usaha masih sangat sedikit tersentuh oleh bantuan permodalan dari bank-bank komersial. Kelompok usaha kecil rata-rata hanya mampu menyerap modal dari perbankan sebesar Rp. 11,76 triliun (dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan nasional tahun 2004 sebesar Rp. 867,81 triliun) dan usaha menengah hanya mampu menyerap Rp. 40,6 triliun saja (Syarif, 2009). Salah satu cara untuk meningkatkan dan mengembangkan peranan UMKM dalam perekonomian nasional adalah dengan pemberian kredit kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Peran perbankan sebagai lembaga penyalur kredit sangatlah penting. Fakta memang menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun, jumlah volume kredit UMKM terus mengalami peningkatan. Namun demikian, rasio kredit UMKM yang bersifat produktif (investasi dan modal kerja) terhadap kredit konsumsi terus mengalami penurunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan volume kredit UMKM lebih disebabkan oleh kenaikan penyaluran kredit konsumsi. Penyaluran kredit perbankan, termasuk kredit UMKM dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dalam sisi permintaan maupun penawaran. Faktor-faktor seperti kualitas nasabah, suku bunga kredit, dan risiko berusaha dapat mempengaruhi penyaluran kredit dari sisi permintaan. Sedangkan dari sisi penawaran, besarnya jumlah kredit dapat dipengaruhi oleh faktor internal perbankan (seperti kecukupan modal, kredit bermasalah, dan kualitas aset) dan juga faktor eksternal seperti tingginya resiko kredit . 4 Peningkatan UMKM dalam jumlah besar sangat berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, tidak terkecuali di Provinsi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, terpenuhinya investasi yang dibutuhkan dalam suatu perekonomian berasal dari ketersediaan dana untuk membiayai investasi yang dapat dihimpun dari berbagai sumber-sumber pemberian kredit dan modal usaha dari perbankan dan lembaga bukan bank. Sebagai contoh peranan Bank Indonesia dalam upaya pemberdayaan UMKM dilakukan melalui empat pilar kebijakan dan strategi, yaitu kebijakan kredit perbankan, pemberian bantuan teknis kepada UMKM, penelitian mengenai pola pembiayaan kepada UMKM, dan penyediaan sistem informasi usaha kecil serta pemberian bantuan teknis. Sementara tugas pengelolaan kredit program dialihkan kepada tiga BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (BRI sebagai koordinator penyaluran skim KUT, Kkop, KKPATR); PT Bank Tabungan Negara (BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRS dan KPRSS); serta PT Permodalan Nasional Madani (PNM sebagai coordinator penyaluran kredit lainnya). Tindak lanjut dari kebijakan BI adalah mendorong bank untuk memasukkan rencana penyaluran kredit UMKM ke dalam business plan perbankan. Bahkan pada periode sebelum krisis, pemerintah pernah tegas-tegas mensyaratkan bahwa dari seluruh portofolio pinjaman yang dimiliki bank, minimal 20 persen dari portofolio kreditnya harus merupakan kredit kepada sektor UMKM. Kebijakan BI juga mendorong pemberdayaan Konsultan Keuangan/Pendamping UMKM Mitra Bank (KKMB). Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberdayakan konsultan/pendamping, baik swasta maupun yang dibentuk oleh pemerintah, yang selama ini terlibat dalam pengembangan UMKM. Dampak positif lain akan berkembangnya penelitian kegiatan dalam kaitannya dengan UMKM terutama 5 dalam upaya mencari model atau pola pembiayaan dan bantuan teknis yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan UMKM. Penelitian juga dilakukan untuk menggali potensi sektor UMKM di tiap-tiap daerah. Penelitian yang telah dilakukan adalah baseline economic survey mengenai kredit mikro, bantuan teknis dan lending model. Sedangkan yang akan dilaksanakan adalah penelitian mengenai hubungan inti-plasma dan pola pembiayan UMKM. Terakhir juga dilakukan Penyediaan Sistem Informasi Usaha Kecil dan Pemberian Bantuan Teknis. Dengan melihat begitu banyaknya strategi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, serta pencapian hasilnya sampai saat ini dapat dikatakan bahwa pemerintah sudah berusaha untuk mengembangkan UMKM dan mendatangkan hasil yang cukup menggembirakan dengan indikasi pada meningkatnya pertumbuhan penyaluran kredit kepada UMKM. Namun bila dibandingkan kembali dengan program yang dilakukan sebelumnya, ada beberapa program yang serupa sehingga dikhawatirkan akan senasib dengan program sebelumnya, yaitu ketidakefektifan strategi dalam mendorong pemberdayaan UMKM. Fakta yang paling patut mendapatkan concern adalah, kembali tidak diberdayakannya lembaga pemasaran. Apabila dilihat, strategistrategi tersebut masih tetap difokuskan pada fungsi lembaga teknis dan peningkatan lembaga keuangan dengan mengabaikan fungsi pemasaran dari produk-produk UMKM. Secara teknis perbankan, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan bank untuk menyalurkan kreditnya seperti faktor internal dan faktor eksternal dari bank yang bersangkutan. Faktor eksternal yang dimaksud adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator yang biasa digunakan 6 untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu wilayah atau indikator lain dalam hal ini. Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Periode 2001-2010 9 8.5 8 8.2 7.7 7 6.7 6.1 6 6.04 6.3 6.2 5.1 5 4.5 4 3 2 1 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber : Bank Indonesia, 2010 Sebagai ilustrasi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan 2010 mencapai 8,2 persen atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya sekitar 6,5 persen. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan investasi, dalam hal ini Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang sejalan dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan yang terus naik hingga 115,35 persen pada tahun 2010. Namun demikian tantangan terbesar tetap pada upaya menaikkan LDR, agar dapat mendukung investasi, mendorong perekonomian, dan menciptakan lapangan pekerjaan. (BI, 2010). Peran perbankan sebagai lembaga pembiayaan sangat strategis dalam menyalurkan kredit. Bank dapat membantu masyarakat memenuhi kebutuhan 7 konsumtif maupun produktif dan dana masyarakat ke sektor produktif. Alokasi pembiayaan bank dapat mengurangi dana yang menganggur pada beberapa pihak tertentu. Bank juga berperan dalam membangkitkan kegiatan ekonomi yang berlangsung yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penyaluran kredit modal kerja kepada UMKM dapat dilakukan secara langsung maupun dengan cara bermitra (linkage program) dengan lembaga keuangan lain seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan koperasi. Disamping itu lembaga keuangan bank juga menjadi agen pemerintah untuk penyaluran kredit program bagi nasabah UMKM seperti Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Tani (KUT), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Singkatnya, salah satu penyebab kurang optimalnya penyaluran kredit perbankan bagi UMKM di Sulawesi Selatan adalah terbatasnya kewenangan perbankan di daerah untuk mendesain skim yang sesuai dengan kondisi kebutuhan ekonomi di Sulawesi Selatan. Skim pembiayaan perbankan di daerah hanya menjadikan UMKM sebagai objek belum sebagai subjek pengembangan. Skim pembiayaan yang diterapkan selama ini oleh perbankan tidak mampu mendorong munculnya inovasi skim pembiayaan bagi UMKM. Selain itu, jumlah kredit yang disalurkan juga dipengaruhi oleh perbankan adalah kredit non lancer (NPL). Pertumbuhan total kredit yang terjadi harus diimbangi dengan membaiknya kualitas kredit. Ini ditunjukkan oleh rasio kredit non lancar gross dan netto kredit perbankan. Resiko yang umum dihadapi oleh suatu bank yaitu kegagalan nasabah penerima kredit dalam mengembalikan angsuran pokok dan bunga kredit atau sering dikenal dengan kredit macet. Karena itulah kredit non lancar menjadi pertimbangan bagi bank untuk menyalurkan kredit pada periode berikutnya. 8 Idealnya, perbankan di Sulawesi Selatan menyalurkan kredit dengan skim berbeda untuk masing-masing usaha mikro, kecil dan menengah terutama bagi sektor ekonomi unggulan Sulawesi Selatan. Karenanya, masih perlu dilakukan penelitian dengan focus pada sisi supply dan sisi demand dalam rangka mengoptimalkan penyaluran kredit UMKM. (Riel Bank UNHAS, 2006). Grafik 1.2 Perkembangan UMKM Sulawesi Selatan Periode 2006-2010 880000 860810 860000 843932 840000 820000 803745 800000 780000 760000 740000 772832 750322 720000 700000 680000 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber: Makassar : Badan Pusat Statistik, 2010 Perkembangan UMKM Sulawesi Selatan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2010. Hal ini dapat diamati pada grafik 1.2. Perkembangan UMKM di Sulawesi Selatan didorong oleh peran lembaga keuangan yang memberikan modal kerja dan investasi untuk UMKM. Selain itu, keberpihakan lembaga keuangan pada sektor UMKM juga ditunjukkan dengan berbagai strategi pemberian kredit dan modal usaha oleh masing-masing lembaga keuangan secara individu, seperti gerai UMKM atau sentra UMKM. 9 Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai: “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Sulawesi Selatan periode 2004-2011” 1.2. Rumusan Masalah : Masalah pokok dalam penulisan ini adalah seberapa besar pengaruh PDRB (X1), NPL/Kredit Macet UMKM (X2) dan BI Rate (X3) terhadap penyaluran kredit UMKM (Y) di Sulawesi Selatan periode 2004-2011 ? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengukur dan menganalisis seberapa besar pengaruh PDRB (X1), NPL/Kredit Macet UMKM (X2) dan BI Rate (X3) terhadap penyaluran kredit UMKM (Y) di Sulawesi Selatan periode 2004-2011. 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan informasi khususnya kajian penyaluran kredit UMKM di Sulawesi Selatan. 2. Bagi Khalayak, Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan atau informasi kepada para pengambil kebijakan baik pemerintah pusat maupun daerah serta instansi terkait dalam menentukan langkah-langkah 10 kebijakan agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan melalui penyaluran kredit UMKM. Penelitian ini juga diharapkan menjadi referensi bagi para peneliti lain yang ingin meneliti masalah ini dengan memperkenalkan variabel lain yang turut mempengaruhi penyaluran kredit sektor UMKM di Sulawesi Selatan.