Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks

advertisement
Tinjauan Pustaka
Vaksinasi HPV Merupakan
Pencegahan Primer Kanker Serviks
Andrijono
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Abstrak: Kanker serviks merupakan kanker yang menduduki urutan pertama pada perempuan.
Virus HPV merupakan karsinogen kanker serviks, infeksi HPV tipe 16 dan 18 dijumpai pada
81% penderita kanker serviks. Pemeriksaan pap smear dan terapi lesi prakanker merupakan
upaya pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder mempunyai beberapa kerugian, pencegahan
primer belum memberi hasil yang memuaskan. Vaksinasi HPV merupakan bagian dari
pencegahan primer yang masih baru, dan diharapkan dapat menurunkan kejadian kanker
serviks uterus sebesar 81%. Vaksinasi HPV dapat diberikan dengan mudah oleh semua tenaga
kesehatan, indikasinya adalah perempuan usia 9-26 tahun yang ingin mendapat perlindungan
terhadap infeksi HPV. Tulisan ini bertujuan menyampaikan masalah pemberian vaksin HPV
disertai petunjuk pemberiannya. Perluasan jangkauan pemberian vaksin HPV diharapkan
menurunkan kejadian kanker serviks di Indonesia.
Kata kunci: vaksin profilaksis, lesi prakanker, HPV tipe 16 dan 18
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007
153
Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks
HPV Vaccination is a Primary Prevention of Cervical Cancer
Andrijono
Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine University of Indonesia,
Dr Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta
Abstract: Cervical cancer is the most frequent cancer in women. HPV virus is a carcinogen of
cervical cancer, and infection of HPV type 16 and 18 had been encountered in 81% of patients with
cervical cancer. Pap smear examination and therapy of precancerous lesion are the secondary
preventive measures. There are several disadvantages of secondary prevention, while primary
preventions have not yielded satisfactory results. HPV vaccination was part of the new primary
prevention, and it has been expected to reduce the incidence rates of cervical cancers of uterus by
81%. HPV vaccination could be administered by all health providers, for women aged 9-26 years
who wanted protection against HPV infection. This paper aimed to present problems of the
administration of HPV vaccines, along with guidelines for its administration. By broadening the
coverage of HPV vaccine administration, it is hoped that there will be a reduction in the incidence
rates of cervical cancer in Indonesia.
Keywords: prophylactic vaccine, precancerous lesion, HPV type 16 and 18
Pendahuluan
Kanker serviks uteri merupakan kanker pada perempuan
yang menduduki urutan teratas di Indonesia, sedangkan di
negara maju kejadian kanker serviks mengalami penurunan.
Perjalanan penyakit kanker serviks sudah diketahui dengan
baik. Infeksi HPV (Human Papillomavirus) risiko tinggi
merupakan awal dari patogenesis kanker serviks. HPV risiko
tinggi merupakan karsinogen kanker serviks, dan awal dari
proses karsinogenesis kanker serviks uteri. Proses
karsinogenesis melalui tahap lesi prakanker yang terdiri dari
Neoplasia intraepitelial serviks (NIS) I, II, dan III. Lesi
prakanker NIS I sebagian besar akan mengalami regresi,
sebagian kecil yang berlanjut menjadi NIS II, dan kemudian
berlanjut menjadi kanker invasif serviks uterus. Penemuan
dan pengobatan lesi prakanker akan mencegah terjadinya
kanker serviks. Penurunan kejadian kanker serviks di negara
maju disebabkan karena pencegahan sekunder kanker serviks
berjalan dengan baik; meliputi deteksi dini dengan pap smear
yang dilanjutkan dengan terapi lesi prakanker akan
menurunkan kejadian kanker serviks. Pencegahan primer
kanker serviks adalah upaya mencegah terjadinya infeksi
HPV risiko tinggi. Salah satu bagian dari pencegahan primer
adalah memberikan vaksin HPV, pemberian vaksinasi HPV
akan mengeliminasi infeksi HPV. Tujuan tulisan ini adalah
membahas pencegahan kanker serviks uteri, terutama
memperkenalkan pencegahan primer dengan pemberian
vaksin HPV risiko tinggi.
154
Etiologi dan Perjalanan Penyakit
Infeksi HPV risiko tinggi merupakan faktor etiologi
kanker serviks. Pendapat ini ditunjang oleh berbagai
penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh International
Agency for Research on Cancer (IARC) terhadap 1 000
sampel dari 22 negara mendapatkan adanya infeksi HPV pada
sejumlah 99,7% kanker serviks. Penelitian meta-analisis yang
meliputi 10 000 kasus didapatkan 8 tipe HPV yang banyak
ditemukan, yaitu tipe 16, 18, 45, 31, 33, 52, 58 dan 35. Penelitian
kasus kontrol dengan 2 500 kasus karsinoma serviks dan 2
500 perempuan yang tidak menderita kanker serviks sebagai
kontrol, deteksi infeksi HPV pada penelitian tersebut dengan
pemeriksaan PCR. Total prevalensi infeksi HPV pada penderita
kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa adalah 94,1%.
Prevalensi infeksi HPV pada penderita kanker serviks jenis
adenokarsinoma dan adenoskuamosa adalah 93%. Penelitian
pada NIS II/III mendapatkan infeksi HPV yang didominasi
oleh tipe 16 dan 18. Progresivitas menjadi NIS II/III setelah
menderita infeksi HPV berkisar 2 tahun.1,2
HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks
yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks.
Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan
penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Integrasi DNA
virus dengan genom sel tubuh merupakan awal dari proses
yang mengarah transformasi. Integrasi DNA virus dimulai
pada daerah E1-E2. Integrasi menyebabkan E2 tidak
berfungsi, tidak berfungsinya E2 menyebabkan rangsangan
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007
Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks
terhadap E6 dan E7 yang akan menghambat p53 dan pRb.
Hambatan kedua TSG menyebabkan siklus sel tidak
terkontrol, perbaikan DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak
terjadi.4 E6 akan mengikat p53 sehingga Tumor suppressor
gene (TSG) p53 akan kehilangan fungsinya, yaitu untuk
menghentikan siklus sel pada fase G1. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan
terlepasnya E2F, yang merupakan faktor transkripsi sehingga
siklus sel berjalan tanpa kontrol.3
Penghentian siklus sel pada fase G1 oleh P53 bertujuan
memberi kesempatan kepada sel untuk memperbaiki
kerusakan yang timbul. Setelah perbaikan selesai maka sel
akan masuk ke fase S. p53 menghentikan siklus sel dengan
cara menghambat kompleks cdk-cyclin yang berfungsi
merangsang siklus sel untuk memasuki fase selanjutnya. Jika
penghentian sel pada fase G1 tidak terjadi, dan perbaikan
tidak terjadi, maka sel akan terus masuk ke fase S tanpa ada
perbaikan. Sel yang abnormal ini akan terus membelah dan
berkembang tanpa kontrol. Selain itu p53 juga berfungsi
sebagai perangsang apoptosis, yaitu proses kematian sel
yang dimulai dari kehancuran gen intrasel. Apoptosis
merupakan upaya fisiologis tubuh untuk mematikan sel yang
tidak dapat diperbaiki. Hilangnya fungsi p53 menyebabkan
proses apoptosis tidak berjalan.
Saegusa et al5 yang meneliti peranan Bcl-2 mendapatkan
peningkatan aktivitas imunologi Bcl-2 pada NIS III
dibandingkan dengan NIS I-II dan karsinoma invasif.
Penelitian lain tentang Bcl-2 juga mendapatkan penurunan
aktivitas Bcl-2 pada karsinoma serviks. Keadaan ini
menunjukan bahwa penurunan aktivitas apoptosis pada
karsinoma serviks disebabkan peningkatan aktivitas dari antiapoptosis. Peningkatan Bcl-2 bukan berarti terjadi penurunan
aktivitas apoptosis, karena mekanisme apoptosis dikontrol
oleh banyak gen.5 Tetapi indeks apoptosis pada karsinoma
sel skuamosa, pada penelitian nampaknya justru menurun,
dan ini dibuktikan oleh beberapa penelitian. Pada penelitian
juga dijumpai adanya penurunan beberapa keluarga Bcl-2,
antara lain Bak, caspase 3 dan caspase 6.
Protein E7 menghambat proses perbaikan sel melalui
mekanisme yang berbeda. Pada proses regulasi siklus sel di
fase Go dan G1 tumor suppressor gene pRb berikatan dengan
E2F ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak aktif E2F
merupakan gen yang akan merangsang siklus sel melalui
aktivasi proto-onkogen c-myc, dan N-myc. Protein E7 masuk
ke dalam sel dan mengikat pRb yang menyebabkan E2F bebas
terlepas, lalu merangsang proto-onkogen c-myc dan N-myc
sehingga akan terjadi proses transkripsi atau proses siklus
sel. Kekuatan ikatan protein E7 dengan pRb berbeda-beda
pada beberapa tipe virus HPV, misalnya: ikatan E7 HPV 6 dan
11 kurang kuat dibandingkan dengan HPV 16 ataupun 18.6,7
Penelitian yang dilakukan pada pasien dengan karsinoma
serviks di beberapa rumah sakit di Indonesia menemukan
bahwa kejadian infeksi HPV tipe 16 sebesar 44%, tipe 18
sebesar 39% dan tipe 52 sebesar 14%. Sisanya sebesar 14%
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007
terdeteksi infeksi HPV multipel.8 Pada penelitian identifikasi
tipe HPV pada adenokarsinoma, didapatkan bahwa prevalensi
HPV pada adenokarsinoma jenis musinosum, intestinal,
endometrioid adalah 91% dan jenis adenoskuamosa 100%.
Sedangkan pada subtipe nonmusinous, clear cell, serous
dan mesonefrik tidak dijumpai infeksi HPV. Kejadian HPV
tipe 16, 18, 45, 52, dan 35 adalah berturut-turut 50%, 40%,
10%, 2% dan 1%.9
HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada sejumlah 70% kanker
serviks, sedangkan tipe 16, 18, 33, 45, 31, 58, 52, dan 35
ditemukan pada sejumlah 90% kanker serviks. Tiga belas tipe
HPV (16, 18, 31, 58, 33, 52, 35, 51, 56, 45, 39, 66, 6), pada metaanalisis, dijumpai pada HSIL. Pada LSIL ditemukan HPV tipe
16 (26%), 31 (12%), 51 (11%), 53 (10%). 56 (10%), 52 (9%), 18
(9%), 66 (9%), 58 (8%), dan tipe lainnya 5%.
Infeksi laten HPV
Infeksi laten HPV adalah infeksi yang diketahui dengan
terdapatnya DNA HPV tanpa ditemukan kelainan baik
makroskopik ataupun mikroskopik, secara sitologi maupun
histologi. Infeksi laten berbeda dengan infeksi subklinikinfeksi yang tidak diketahui dengan pemeriksaan klinik, tetapi
dibuktikan dengan sitologi ataupun histologik. DNA HPV
memegang peranan penting timbulnya rekurensi pascaterapi
lesi prakanker. Terapi destruksi baik dengan krioterapi maupun
kauterisasi elektrik atau laser mampu memperbaiki kelainan
sel yang terjadi, tetapi seringkali tetap meninggalkan DNA
HPV. Keberadaan DNA HPV atau HPV persisten menyebabkan timbulnya rekurensi pascaterapi. 10,11
Pencegahan
Infeksi HPV risiko tinggi merupakan penyebab terjadinya
kanker serviks, sehingga tindakan skrining mengalami
pergeseran yang semula ditujukan untuk pencegahan
sekunder bergeser untuk tujuan pencegahan primer.
Mencegah terjadinya infeksi HPV risiko tinggi merupakan
pencegahan primer dan dianggap lebih penting, karena
VAKSIN HPV
HPV RISIKO TINGGI
SERVIKS NORMAL
PENCEGAHAN
PRIMER
PAP TEST,IVA,
THIN PREP
LESI PRAKANKER
PENCEGAHAN
SEKUNDER
KANKER SERVIKS
KOLPOSKOPI
TERAPI
Gambar 1. Pencegahan Kanker Serviks
155
Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks
pencegahan sekunder mempunyai beberapa kelemahan,
antara lain:
1. pencegahan sekunder tidak mencegah terjadinya NIS
(CIN),
2. terapi lesi prakanker yang baru terdeteksi pada pencegahan sekunder seringkali menimbulkan morbiditas
terhadap fungsi fertilitas pasien, dan
3. pencegahan sekunder akan mengalami hambatan pada
sumber daya manusia dan alat yang kurang.
Pencegahan primer hanya mungkin dilakukan dengan
deteksi terjadinya infeksi HPV risiko tinggi terlebih dahulu.
Identifikasi terjadinya infeksi HPV risiko tinggi dapat
dilakukan dengan Hybrid Capture (HC) atau dengan Poly-
merase Chain Reaction (PCR). Selain itu, berbagai macam
cara mendeteksi HPV, antara lain dengan Vira Pap, Vira Type,
dan HPV Profile. Dengan metode-metode tersebut dapat
diidentifikasi kelompok HPV risiko rendah (HPV tipe 6, 11, 42,
43 dan 44), dan risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, 31, 33 , 35, 39,
45, 51, 52, 56 dan 58).12-16
Pemeriksaan HC dinilai lebih mudah dilakukan dalam
program skrining12 karena mampu mendeteksi LSIL, ASCUS
dan HSIL secara lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan pap smear, walaupun dengan spesifisitas yang lebih
rendah. Sensitivitas HC pada NIS I, HSIL dan kanker adalah
sebesar 51,5%, 89,3% (85,2-96,5%), dan 100%, berturut-turut,
dengan spesifisitas 87,8% (81-95%).13 Secara keseluruhan
Tabel 1. Pedoman Vaksinasi HPV (Dimodifikasi dari Pedoman Vaksinasi HPV yang Disusun HOGI)
Perjalanan penyakit
kanker serviks invasif
Sel epitel serviks normal, terinfeksi HPV risiko tinggi, berdegenerasi menjadi lesi prakanker kemudian berdegenerasi
menjadi kanker serviks invasif (lihat gambar 2).
Vaksin
Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning
dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat.
Pencegahan
Vaksinasi HPV merupakan pencegahan primer kanker serviks uterus (vaksinasi profilaksis HPV 16,18).20
Pap smear merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Pencegahan yang terbaik adalah dengan melakukan
vaksinasi dan pap smear untuk menjangkau infeksi HPV risiko tinggi lainnya), karena jangkauan perlindungan
vaksinasi tidak mencapai 100% (89%).21
Jenis vaksin
Bivalen (16, 18) dan quadrivalen (16, 18, 6, 11). HPV 16 dan HPV 18 merupakan HPV risiko tinggi (karsinogen),
sedangkan HPV 6 dan 11 merupakan HPV risiko rendah (non-karsinogen).22
Tujuan vaksinasi
Mencegah infeksi HPV 16, 18 (karsinogen kanker serviks), Vaksinasi tidak bertujuan untuk terapi.Lama proteksi
vaksin bivalen 53 bulan, dan vaksin quadrivalen berkisar 36 bulan.23
Indikasi
Perempuan yang belum terinfeksi HPV 16 dan HPV 18. Usia pemberian vaksin (disarankan usia >12 tahun).
Belum cukup data efektivitas pemberian vaksin HPV pada laki-laki.24
Efektivitas
Pada penelitian fase II proteksi NIS 2/3 karena HPV 16 dan 18 pada yang divaksinasi mencapai 100%
(Protokol 007), dan proteksi 100% dijumpai sampai 2-4 tahun pengamatan (follow up). 17
Proteksi silang
(cross protection)
Vaksin bivalen (HPV tipe 16 dan 18) mempunyai proteksi silang terhadap HPV tipe 45 (dengan efektivitas 94%)
dan HPV tipe 31 (dengan efektivitas 55%).17
Populasi target
Berdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia antara 9-26 tahun (rekomendasi FDA-US). Populasi
target tergantung usia awal hubungan seksual (di negara Uni Eropa usia 15 tahun, Italia usia 20 tahun, di Czech
29 tahun, Portugal usia 18 tahun hanya 25% dan di Iceland 72%).
Deteksi HPV
Pemeriksaan pap smear dapat mendiagnosis infeksi HPV secara umum, tidak dapat mendiagnosis infeksi HPV risiko
tinggi. Diagnosis infeksi HPV risiko tinggi dapat diketahui dengan pemeriksaan hybrid capture (HC) atau polymerase
chain reaction (PCR).14 Pemberian vaksin sebaiknya dilakukan pada perempuan yang belum/tidak terinfeksi HPV.
Pemeriksaan skrining infeksi HPV sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan efektivitas vaksinasi HPV.
Pemberian vaksin pada perempuan yang telah terinfeksi HPV ataupun NIS tidak merugikan penderita tetapi
mempunyai efektivitas penangkalan infeksi HPV yang lebih rendah. Vaksinasi HPV dapat diberikan pada penderita
gangguan sistem imun, tetapi efektivitasnya lebih rendah.
Kontraindikasi
Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan setelah persalinan. Sedangkan pada ibu
menyusui vaksinasi belum direkomendasikan. Hipersensitivitas.
Cara pemberian
Vaksin diberikan secara suntikan intramuskular. Diberikan pada bulan 0, 1, 6 (dianjurkan pemberian tidak melebihi
waktu 1 tahun)
Efek samping
Nyeri pelvis, nyeri lambing, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan febris.
Yang memberikan
vaksin
Seluruh petugas kesehatan meliputi para medis, dokter umum, dokter spesialis yang mendapat pelatihan pemberian
vaksin HPV.
156
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007
Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks
sensitivitas HC dibandingkan dengan pemeriksaan pap
smear lebih tinggi 23% (untuk NIS I sebesar 11% dan untuk
NIS II-III sebesar 8%), dan spesifisitas HC lebih rendah 6%
dibandingkan dengan pap smear. Sensitivitas gabungan HC
dan pap smear akan meningkatkan sensitivitas sampai 39%,
dan spesifisitas tetap lebih rendah 7%.
Pemeriksaan HC saja hanya mampu mendeteksi infeksi
HPV risiko tinggi tetapi tidak mampu mendeteksi kelainan
sel prakanker sehingga spesifisitas HC lebih rendah jika
dibandingkan dengan pap smear.14,15 Temuan pada HC dan
pap smear pada beberapa institusi menjadi dasar penelitian
protokol skrining dan tindak lanjut hasil pemeriksaan. HC
yang positif harus diikuti dengan pengawasan yang ketat,
kelainan sitologi harus diikuti dengan terapi, sedangkan hasil
negatif keduanya menjadi dasar pemberian vaksinasi HPV.16
Vaksinasi HPV
Vaksin HPV yang saat ini telah dibuat dan dikembangkan
merupakan vaksin kapsid L1 (merupakan imunogenik mayor)
HPV tipe 16 dan 18. Vaksinasi HPV merupakan upaya
pencegahan primer yang diharapkan akan menurunkan
terjadinya infeksi HPV risiko tinggi, menurunkan kejadian
karsinogenesis kanker serviks dan pada akhirnya menurunkan kejadian kanker serviks uterus. Infeksi HPV tipe 16
dan 18 ditemukan pada 70-80% penderita kanker serviks,
sehingga sejumlah itu pula yang diharapkan dapat menikmati
proteksi terhadap kanker serviks uteri. Pemberian vaksin
dilaporkan memberi proteksi sebesar 89%, karena vaksin
tersebut dilaporkan mempunyai cross protection dengan tipe
lain. Vaksin yang mengandung vaksin HPV 16 dan 18 disebut
sebagai vaksin bivalent, sedangkan vaksin HPV tipe 16, 18,
6 dan 11 disebut sebagai vaksin quadrivalent. HPV tipe 6
dan 11 (HPV risiko rendah) bukan karsinogen sehingga
bukan penyebab kanker serviks uterus. Vaksin HPV risiko
tinggi tipe lainnya belum dikembangkan.17 Pemberian vaksin
pada laki-laki dilaporkan tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Vaksin yang saat ini akan diaplikasikan adalah
vaksin profilaksis bukan vaksin terapeutik. Vaksinasi pada
perem-puan yang telah terinfeksi HPV tipe 16 dan 18 kurang
bahkan mungkin tidak memberi manfaat proteksi, tetapi
pemberiannya dilaporkan tidak menimbulkan efek yang
merugikan.
Efektivitas Vaksin HPV
Vaksinasi HPV 16-18 bertujuan mencegah infeksi HPV
16 dan 18. Penelitian efektivitas vaksin HPV (penelitian fase
3/FUTURE 1) dilakukan pada 2261 sampel yang diberi vaksin
HPV dan sejumlah 2279 diberi placebo. Pada kelompok yang
diberikan vaksin tidak dijumpai sampel yang menderita infeksi
HPV ataupun NIS, sedangkan pada kelompok yang diberikan
placebo ditemukan lesi prakanker dan infeksi HPV sebanyak
40 dari 2279 sampel penelitian.18 Penjelasan mengenai
vaksinasi HPV dijelaskan pada Tabel 1.
Kesimpulan
HPV risiko tinggi merupakan karsinogen kanker serviks
uteros. Vaksin HPV adalah vaksin HPV kapsid L1 tipe 16 dan
18, dan pemberian vaksin bertujuan mencegah infeksi HPV
tipe 16 dan 18 (vaksinasi profilaksis). Vaksinasi HPV memberi
perlindungan terhadap infeksi HPV sebesar 89%.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
HPV
6/11
Smear
normal
NIS-I
Infeksi
latent
Paparan
HPV
12.
HPV
16/18
NIS-II
NIS-III
Gambar 2. Perjalanan Penyakit Kanker Serviks 19
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007
C
A
13.
14.
Munoz N, Castellsague X, de Gonzalez AB, Gissmann L. HPV in
the etiology of human cancer. Vaccine 2006;24:1-10.
Parkin DM, Bray F. The burden of HPV-related cancers. Vaccine
2006;24:11-25.
Shin B, Dubeau L. Cell cycle abnormalities in squamous cell carcinoma of the cervix. CME Journal of Gynecologic Oncology
2001;6:167:72.
Kaufman RH, Adam E, Vonka V. Human Papillomavirus infection and cervical carcinoma. Clin Obstet and Gynecol 2000;43:36380.
Cheung TH, Chung TKH, Lo KWK, et al. Apoptosis-Related
Proteins in Cervical Intraepithelial Neoplasia and Squamous Cell
carcinoma of the Cervix. Gynecol Oncol 2002;86:14-8.
Park T-W, Fujiwara H, Wright TC. Molekular Biology of cervical Cancer and Its Precursors. Cancer, 1995;76:1902-13.
Bosch FX, Lorinez A, Munoz N, Meijer CJLM, Shah KV. The
causal relation between papillomavirus and cervical cancer. J Clin
Pathol 2002;55:244-65.
Southern SA, Herrington CS. Disruption of cell cycle control by
humanpapillomaviruses with special reference to cervical carcinoma. Int J Gynecol Cancer 2000;10:263-74.
De Boer MA, Vet JNI, Aziz MF, Cornain S, Purwoto G, van den
Akker BEWM, et al. Human papillomavirus type 18 and other
risk factors for cervical cancer in Jakarta, Indonesia. Int J Gynecol
Cancer 2006;16:1809-14.
Pirog EC, Kleter B, Olgac S, Bobkiewicz P, Lindeman J, Quint
WGV, et al. Prevalence of Human Papillomavirus DNA in Different Histological Subtypes of Cervical Adeno-carcinoma. Am J
Patho 2000;157(4):1055-62.
Nagai Y, Maehama T, Asato T, Kanazawa K. Persistence of human papillomavirus infection after therapeutic conization for
CIN 3: is it alarm for diseases recurrence?. Gynecol Oncol
2000;79:294-9.
Hum Song H, Lee JK, Oh MJ, Hur JY, Na JY, Park KY, et al.
Persistent HPV infection after conization in patients with negative margins. Gynecol Oncol 2006;101:418-22.
Kitchener HC, Castle PE, Cox JT. Achievement and limitations
of cervical cytology screening. Vaccine. 2006;24S3:63-70.
Longatto-Filho A, Erzaen M, Brnacas M, Roteli-Martins C, Naud
P, Derchain SFM, et al. Human Papillomavirus testing as an
optional screening tool in low-resource settings of Latin America:
experience from the Latin American screening study. Int J Gynecol
Cancer 2006;16:955-62.
157
Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks
15. Arbyn M, Sasieni P, Meijer CJLM, Clavel C, Koliopoulos G,
Dillner J. Clinical Application of HPV testing: A summary of
meta-analysis. Vaccine 2006; 24S3:78-89.
16. Inoue M, Sakaguchi J, Sasagawa T, Tango M. The evaluation of
human papillomavirus DNA testing in primary screening for
cervical lesions in a large Japanese population Int J Gynecol
Cancer 2006;16:1007-13.
17. Cuzick J, Mayrand MH, Ronco G, Snijders P, W Jane. New dimensions in cervical cancer screening. Vaccine 2006;24S3;90-7.
18. Wright TC, Bosch FX, Franco EL, Cuzick J, Schiller JT, Garnett
GP, et al. HPV vaccines and screening in the prevention of
cervical cancer: conclusions from a 2006 workshop of international experts. Vaccine 2006;24S3:251-61.
19. Frazer IH. HPV vaccines. Int J Gyn Obstet 2006;94(S1):S81-8.
20. Moscicki AB, Schiffman M, Kjaer S, Villa LL. Updating the
natural history of HPV and anogenital cancer. Vaccine 2006;
24S3:S243-51.
158
21. Franco EL, Curzick J, Hildesheim A, de Sanjose S. Issues in planning cervical cancer screening in the era of HPV vaccination.
Vaccine 2006;24S3:S171-7.
22. Koutsky LA, Harper DM. Current findings from prophylactic
HPV vaccine trials. Vaccine 2006;24S3: S3114-21.
23. Lacey CJN, Lowndes CM, Shah KV. Burden and management of
non-cancerous HPV-related conditions: HPV-6/11 disease. Vaccine 2006;24S3:S335-41.
24. Koutsky LA, Harper DM. Current findings from prophylactic
HPV vaccine trials. Vaccine 2006; 24S3:S3114-21.
25. Wright TC, Damme PV, Schmitt H-J, Meheus A. HPV vaccine
introduction in industrialized countries. Vaccine 2006;24S3:
S3122-31.
MS
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007
Download