HASIL PENELITIAN Gambaran morfologi sel epitel kelenjar prostat Terlihat perubahan morfologi terutama pada pemberian dosis 600 mg/kg BB: sel epitel menjadi berbentuk kuboid sampai pipih, permukaan sel rata, dengan inti oval atau bulat. Sel epitel tidak sampai berubah menjadi bentuk skuamosa; inti sel juga tidak sampai rusak atau hilang. Pada perlakuan dengan akuades (sebagai kontrol), terlihat sel epitelnya berbentuk kolumner berwarna merah, permukaan sel rata, dengan inti bulat di tengah. Sterol adalah zat aktif yang terkandung dalam buah pare. Zat ini dianggap dapat mempengaruhi metabolisme hormonal sehingga berpengaruh juga pada kelenjar prostat, yakni menyebabkan pengurangan berat dan ketebalan sel epitel kelenjar prostat. PEMBAHASAN Pembesaran kelenjar prostat jinak merupakan pembesaran pada jaringan fibromuskular dan struktur epitel kelenjar prostat; dapat bersifat lambat sampai progresif. Penelitian ini belum memperlihatkan gambaran yang mirip dengan gambaran histopatologik pembesaran kelenjar prostat jinak seperti yang diharapkan. Sel epitel hanya terlihat hipertrofik. Keadaan tersebut dapat terjadi karena induksi testosteron propionat hanya diberikan selama 14 hari. DAFTAR PUSTAKA Pemberian ekstrak etanol daging buah pare menyebabkan penurunan berat kelenjar prostat tikus putih dibandingkan dengan pemberian akuades. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Naseem, dkk. (1998), yang menyimpulkan bahwa ekstrak buah dan biji pare mempunyai efek androgenik dilihat dari pengaruhnya terhadap penurunan berat epididimis, vesika seminalis, muskulus levator ani, dan kelenjar prostat. SIMPULAN 1. Ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) 70% dalam dosis 600 mg/kg BB dapat menurunkan berat kelenjar prostat tikus yang diinduksi dengan testosteron propionat. 2. Ekstrak etanol buah pare 70% dalam dosis 300 mg dan 600 mg/kg BB dapat mempengaruhi ketebalan sel epitel kelenjar prostat tikus yang diinduksi dengan testosteron propionat. Sel epitel menjadi berbentuk kuboid sampai pipih, permukaan sel rata, dengan inti oval atau bulat. Sel epitel tidak sampai berubah menjadi bentuk skuamosa; inti sel juga tidak sampai rusak atau hilang. Perbandingan Beberapa Metode Molekuler dalam Uji DNA HPV (Human Papillomavirus) Sinta Sasika Novel1, Ratu Safitri1, Sri Hartini Harijanto2, Sukma Nuswantara3 1Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Padjadjaran, Jatinangor, 2Rumah Sakit Kanker Dharmais Slipi Jakarta Barat, 3Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor ABSTRAK 1. Achmadi IA. Pengobatan pembesaran prostat jinak dengan pemanasan. Simposium Penatalaksanaan Pembesaran Prostat Jinak. Jakarta. 1993. 2. Cameron SA. Benign prostatic hypertrophy. Med Progr 1996. 3. Mardisiswojo S, Rajakmangunsudarso H. Cabe puyang warisan nenek moyang. Jakarta: Balai Pustaka. 1987. 4. Dixit VP, Khana P, Bhargava SK. Effect of Momordica charantia L. fruit extract on the testiscular function of dog. J Med. Plants Res 1978; 34: 280. 5. Lilis Hastuti W. Pengaruh pemberian ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.) terhadap perubahan kadar insulin dalam serum darah kelinci jantan dengan toleransi glukosa. Skripsi. FF. UBAYA. Surabaya. 1996. 6. Bambang Prayogo W. Penelitian pendahuluan pengaruh perasan buah pare (Momordica charantia L.) pada spermato genesis tikus. Skripsi. FF. Unair Surabaya. 1983. 7. Okabe H, et al. Studies on the constituents of Momordica charantia L. isolation and characterization of momordicaside A and B, glycosides of a pentahydroxy cucurbitane triterpen. Chem Pharm Bull 1980; 28: 2753. 8. Claflin AJ, Vesely DL, Hudson JL. Inhibition of growth and guanylate cylase activity of an undifferentiated prostate adenocarcinoma by an extract of the balsam pear (Momordica charantia L.). Proc Natl Acad Sci USA 1978; 75(2): 989-93. 9. Winarno WM. Pengaruh pemberian infus daging buah pare (Momordica charantia L.) terhadap kelenjar prostat tikus putih. Laporan Penelitian 1999-2000. Puslitbang Farmasi, Badan Litbangkes. Depkes RI. Jakarta. 2000. 10. Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia II. 1984. 11. Ham AW, David HC. Histology. 8th ed. JB. Lippincott Co. USA. 1979. 12. Materia Medika Indonesia III. Departemen Kesehatan RI. 1979. 13. Naseem MZ, Patill SR, Ravindra. Antispermatogenic and androgenic activities of Momordica charantia (Karela) in albino rats. J Ethopharmacol 1998; 6(1): 9-16. 14. Wuryantari. Pengaruh ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) terhadap kadar testosteron darah dan fertilitas mencit (Mus musculus) jantan. Skripsi Mahasiswa UNAIR. 1990. 15. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 14. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1995. Pemberian ekstrak etanol daging buah pare menyebabkan sel epitel kelenjar prostat terlihat lebih tipis dibandingkan dengan pemberian akuades. Pengurangan ketebalan sel epitel kelenjar prostat terlihat sangat bermakna pada dosis 600 mg/kg BB. Wuryantari (1990) menyatakan bahwa ekstrak buah pare dapat menurunkan kadar testosteron darah. Hal tersebut sesuai dengan teori perubahan metabolisme hormon androgen, yaitu penurunan testosteron akan menurunkan kadar 5α-dihidroreduktase. Penurunan ini akan menurunkan kadar DHT (dihidrotestosteron) dalam kelenjar prostat. Penurunan kadar DHT ini akan menghambat pertumbuhan sel epitel kelenjar prostat, sehingga akan mengurangi ketebalan sel epitel dan berat kelenjar prostat.15 C DK 1 8 6 / Vo l . 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 T EK N I K Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui golongan hr-HPV atau lr-HPV dengan menggunakan teknik HC II atau dengan metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV Genotyping Test. Metode PCR dan Elektroforesis PCR (Polymerase Chain Reaction) atau reaksi berantai polimerase adalah suatu metode enzimatis untuk memperbanyak secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu secara invitro[1]. PCR pertama kali dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1985 seorang peneliti dari CETUS Corporation[2]. PCR dapat melipat memperbanyak molekul DNA dan memisahkan gen-gen; kelebihan metode ini adalah suhu yang dapat tinggi dan rendah dengan cepat selain itu PCR juga bekerja dengan komponen yang jumlahnya sedikit[1]. Pada tahun 1990 Ting dan Manos telah mengembangkan suatu metode deteksi HPV dengan PCR[3]. Metode tersebut dikembangkan dengan mengidentifikasi suatu daerah homologi di dalam genotipe HPV yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk mendesain primer untuk amplifikasi[1]. Daerah homologi tersebut panjangnya 20-25 pasangan basa dan diketahui setelah dilakukan perbandingan urutan nukleotida HPV-6, HPV-11, HPV-16, HPV18, dan HPV-33 terutama pada daerah ORF E1 dan L1[1,3] Gambar 1. Alat PCR (Polymerase Chain Reaction)[2] 355 356 Prinsip kerja PCR dan elektroforesis yaitu (1) isolasi DNA sampel dari bahan klinis atau dari jaringan yang disimpan pada paraffin[4], (2) proses amplifikasi DNA yang telah diisolasi; proses amplifikasi sendiri terbagi tiga tahapan yaitu denaturasi, annealing, dan elongasi. Tahapan denaturasi terjadi pada suhu 970C[1]. Pada proses ini terjadi denaturasi linearisasi DNA[5]. Tahap kedua adalah penempelan primer atau annealing pada DNA target yang akan diperbanyak, membutuhkan suhu sekitar 550C[6]. Tahap ketiga adalah elongasi (polimerisasi) membutuhkan suhu 720C agar siklus polimerisasi lebih optimal[7], (3) hasil amplifikasi dideteksi menggunakan alat elektroforesis pada gel agarosa[1]; teknik elektroforesis adalah teknik yang memisahkan molekul-molekul bentuk, muatan netto, dan berat molekulnya dalam sebuah medan listrik pada medium padat atau semipadat[5,7]. Metode PCR dan elektroforesis hanya digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya DNA HPV di dalam sel epitel yang dicurigai terinfeksi HPV[6]; sulit untuk menentukan genotipe HPV yang menginfeksi[4]. Proses genotyping dengan metode PCR dan elektroforesis memerlukan waktu yang cukup lama, karena hanya menggunakan satu kontrol positif untuk satu genotipe HPV saja[5,7]; umumnya HPV-16 atau HPV-18 [1]. Pada gambar 2 dapat dilihat nomor 1 sd.11, nomor 1 dan 2 merupakan kontrol negatif dan kontrol positif genotipe HPV-16. Nomor 3-11 adalah sampel-sampel yang positif terinfeksi; ke-9 sampel menunjukkan sinyal yang sama dengan nomor 2, menunjukkan bahwa ke-9 sampel tersebut positif terinfeksi HPV, namun tidak cukup untuk menentukan genotipe HPV dalam setiap sampelnya[4,8]. Gambar 2. Hasil amplifikasi yang dideteksi menggunakan PCR pada pemeriksaan infeksi HPV[2,4] Metode Hybrid Capture System (HC-II) Hybrid Capture System (HC-II) adalah metode pemeriksaan hibridisasi dengan teknologi terbaru di bidang biologi molekuler[2]. Teknik HC-II memeriksa pada kondisi lebih awal yaitu kemungkinan seseorang terinfeksi HPV sebelum virus tersebut membuat perubahan pada serviks yang akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya kanker serviks[9]. HC-II telah diakui dunia serta disahkan oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat[10]. HC-II memiliki keakuratan yang tinggi dalam mendeteksi infeksi HPV karena mampu mendeteksi keberadaan DNA HPV dalam jumlah yang sangat kecil[9]. C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1 TEKNIK Teknik HC-II adalah antibody capture/solution hybridization/signal amplication assay[9,10] yang memakai deteksi kualitatif chemiluminescence terhadap DNA HPV; secara umum HC-II ialah teknik berbasis DNA-RNA yang dapat mendeteksi secara akurat dan cepat dengan sensitivitas 98% dan spesifisitas HC-II 98%[10] Prinsip kerja HC-II yaitu (1) menghancurkan protein kapsid virus HPV dalam sampel yang telah dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah disediakan[4], (2) Setelah kapsid dirusak, tahap berikutnya adalah mendenaturasi DNA untai ganda menjadi untai tunggal dengan menambahkan larutan denaturasi[2]. Denaturasi merupakan langkah awal prosedur untuk mengeluarkan DNA (release DNA) target dari sel[2], (3) hibridisasi antara DNA virus dengan probe RNA menghasilkan DNA-RNA hybrid yang ditangkap oleh antibodi yang kemudian akan bereaksi dengan antibodi kedua[4]. Antibodi kedua ini bertindak sebagai sinyal amplifikasi; makin banyak hibrid DNA-RNA yang tertangkap pada dinding capture plate maka makin banyak pula antibodi kedua yang dapat mengenali hibrid DNA-RNA[9], (4) Kuantitas antibodi yang terikat pada hibrid DNA-RNA diukur dengan menambahkan zat chemiluminescent sehingga menghasilkan sinyal chemiluminescent, (5) sinyal ini akan ditangkap oleh alat luminometer yang dihubungkan dengan komputer. Gambar 3 menunjukkan visualisasi prinsip kerja HC-II[10]. Gambar 3. Prinsip kerja HC-II (1) DNA yang sudah terdenaturasi, (2) hibridisasi DNA Virus dengan probe RNA, (3) hibrid DNA-RNA berikatan antibodi spesifik, (4) ikatan antibodi dengan hibrid DNA-RNA akan bereaksi dengan alkaline phosphatase, (5) reaksi ini menghasilkan sinyal chemiluminescent, (6) sinyal amplifikasi dalam bentuk emisi cahaya, diukur Luminometer, (7) pengukuran tersebut tersambung dengan perangkat komputer menghasilkan nilai RLU (Relative Light Unit)[2] Penentuan nilai positif uji DNA HPV didasarkan pada perbandingan sampel dengan ratarata RLU/PV; jika perbandingan RLU/PC (relative light unit/posirif kontrol) melebihi nilai ambang C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 positif maka spesimen dinyatakan positif terhadap tes DNA HPV[9]. Penentuan konsentrasi ambang DNA HPV yang akan berpeluang terbentuknya kanker leher rahim adalah sangat penting. Digene menetapkan nilai ambang positif sebesar 1.0 RLU/PC[2,4,9]. Bila dibandingkan dengan PCR, HC-II memiliki ketepatan 92-94% terhadap teknik pemeriksaan sitologi/histologi, waktu yang lebih singkat, tidak terdapat atau hanya sedikit kontaminasi, dan disertai dengan probe[2]. Probe A untuk melacak DNA lr-HPV seperti HPV-6, HPV-11, HPV-42, HPV-43, dan HPV-44, sedangkan probe B untuk melacak 13 tipe DNA hr-HPV yaitu HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-33, HPV-35, HPV-39, HPV-45, HPV-51, HPV-52, HPV-56, HPV-58, HPV-59, dan HPV-68[10]. Namun HC-II tidak dapat digunakan untuk menentukan genotipe HPV karena tes ini hanya memperkirakan kuantitatif jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya[4,9,10]. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit Metode Multiplex HPV Genotyping Kit adalah metode yang digunakan untuk mengetahui genotipe HPV[4]. Multiplex HPV Genotyping Kit dapat medeteksi 24 genotipe HPV : HPV-6, HPV-11, HPV-16, HPV-18, HPV-26, HPV-31, HPV-33, HPV-35, HPV-39, HPV-42, HPV-43, HPV-44, HPV-45, HPV-51, HPV-52, HPV-53, HPV-56, HPV-58, HPV-59, HPV-66, HPV-68, HPV-70, HPV-73, dan HPV-82[4,11]. Prinsip kerja Multiplex HPV Genotyping Kit : (1) ekstraksi sel untuk mengisolasi DNA, (2) DNA yang telah diisolasi kemudian di amplifikasi menggunakan PCR yang telah diberi label biotin pada primer sehingga DNA yang diperbanyakpun akan terlabel biotin. Biotin penting dalam proses deteksi hasil hibridisasi. Primer akan mengamplifikasi DNA β-globin manusia dan DNA ke-24 HPV, (3) hasil amplifikasi dihibridisasi menggunakan probe spesifik dari ke-24 genotipe HPV; pada proses hibridisasi ini diperlukan sejumlah DNA untai tunggal; untuk mendenaturasi DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal pada metode ini menggunakan suhu tinggi sehingga DNA akan terdenaturasi, (4) kemudian proses deteksi menggunakan Luminex analyzer : produk PCR akan terdeteminasi oleh Phycoerythrin fluorescens[4,11]. T EK N I K Metode DNA-HPV Micro Array Metode DNA-HPV Micro Array adalah metode yang digunakan untuk mengetahui genotipe HPV[4]. DNA-HPV Micro Array dapat mendeteksi 24 genotipe HPV : HPV-6, HPV-11, HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-33, HPV-34, HPV-35, HPV-39, HPV-40, HPV-42, HPV-43, HPV-44, HPV-45, HPV-51, HPV-52, HPV-53, HPV-54, HPV-56, HPV-58, HPV-59, HPV-66, HPV-68, dan HPV-70[12]. Prinsip kerja DNA-HPV Micro Array : (1) ekstraksi sel untuk mengisolasi DNA, (2) DNA yang telah diisolasi kemudian diamplifikasi menggunakan PCR, (3) hasil amplifikasi dihibridisasi menggunakan probe spesifik dari ke-24 genotipe HPV; proses hibridisasi ini memerlukan sejumlah DNA untai tunggal, (4) kemudian proses deteksi sehingga akan terlihat genotipe-genotipe HPV pada sampel yang diperiksa[4,12]. (gambar 4). Gambar 4. Hasil deteksi genotipe HPV[12] Linear Array HPV Genotyping Test Metode ini sudah digunakan pada banyak penelitian mengenai HPV[13]; di RS Kanker Dharmais digunakan untuk diagnosis infeksi HPV penyebab kanker serviks dan kutil[4]. Teknik ini adalah salah satu teknik terbaru di dunia molekuler untuk mendeteksi HPV[13]. Kelebihan teknik ini adalah dapat diketahuinya tipe HPV yang menginfeksi, apakah tipe lr-HPV atau hr-HPV yang dapat menyebabkan kaker serviks. Linear Array HPV Genotyping Test mampu mendeteksi 37 genotipe HPV baik hr-HPV maupun lr-HPV secara bersamaan[13,14]. Ke-37 genotipe HPV yaitu HPV-6, HPV-11, HPV-16, HPV-18, HPV-26, HPV-31, HPV-33, HPV-35, HPV-39, HPV-40, HPV-42, HPV-45, HPV-51, HPV-52, HPV-53, HPV-54, HPV-55, HPV-56, HPV-58, HPV-59, HPV-61, HPV-62, HPV-64, HPV-66, HPV-67, HPV-68, HPV-69, HPV-70, HPV-71, HPV-72, HPV-73, HPV-81, HPV-82, HPV-83, HPV-84, HPV-IS39, dan HPV-CP6108[13]. 357 Hibridisasi asam nukleat mempunyai dua unsur utama yaitu DNA target dan pelacak. DNA target yaitu DNA yang telah terdenaturasi. Pelacak yang digunakan memiliki urutan spesifik untuk 37 genotipe HPV[4]. (1) (3) (2) (4) Gambar 5. Perangkat diagnostik Linear Array HPV Genotyping Test (1) PCR N9700, (2) reagen, (3) typing tray, dan (4) Linear Array HPV Genotyping Strip[4]. Prinsip kerja Linear Array HPV Genotyping Test terbagi menjadi empat tahapan[14]. Tahap pertama ekstrasi DNA dari sampel menggunakan Amplilute Liquid Media Extration Kit, ekstraksi dimulai dengan melisis jaringan menggunakan buffer ATL, merusak protein dengan Proteinase K, merusak RNA dengan RNase sehingga akan diperoleh DNA yang diinginkan[4,13]. Tahap kedua yaitu amplifikasi DNA menggunakan PCR TC9700[4]. Prinsip dasar PCR pada metode Linear Array HPV Genotyping Test adalah enzim AmpliTaq Glod DNA polymerase memperbanyak sekuen spesifik yang dimulai dengan pelekatan primer dan menyatukan dNTP-dNTP yang berlangsung dalam reaksi termal[13,14]. Proses pra-denaturasi dan denaturasi DNA membutuhkan suhu 950C, penempelan atau annealing membutuhkan suhu 550C. Suhu 550C adalah suhu hasil optimasi agar primer tidak salah menempel (mispriming)[1]. Proses elongasi membutuhkan waktu 1 menit dan suhu 720 C, hal tersebut sesuai dengan teori bahwa untai DNA tunggal yang disintesis oleh Taq polimerase membutuhkan suhu 720C[5,7]. Tahap ke tiga yaitu hibridisasi DNA; pada proses ini diperlukan sejumlah DNA untai tunggal sehingga DNA hasil amplifikasi harus didenaturasi menjadi DNA untai tunggal[13,17]. Salah satu perlakuan untuk memecah ikatan hidrogen antar basa nitrogen adalah dengan penambahan senyawa alkali seperti NaOH yang terdapat pada larutan pendenaturasi[18]. 358 Gambar 6. Mekanisme hibridisasi dan deteksi pada metode LA HPV GT (a) membran nilon pada strip (b) pelacak yang berada di atas membrane (c) DNA hasil amplifikasi (d) larutan hibridisasi (e) DNA yang sudah terlabel biotin (f) biotin label non radioaktif (g) streptavidan yang berikatan dengan biotin dan horseradish -peroxidase (h) H2O2 dan TMB[4] Pada tahap ke empat, prinsipnya DNA akan berikatan dengan pelacak yang menempel pada membran nilon bermuatan[17]. DNA sudah diberi label biotin sehingga ikatan antara pelacak dan DNA akan terdeteksi dan menghasilkan sinyal[5]. Sinyal tersebut akan ditangkap oleh streptavidin-horseradish peroxidase menandakan bahwa ikatan pelacak dan DNA berhasil[4]. Streptavidin-horseradish peroxidase akan berikatan dengan H2O2 dan TMB (Tetramethylbenzine)[13]. Ikatan ini akan menghasilkan warna biru pada membran nilon yang menunjukkan genotipe HPV[17]. Hasil deteksi akan terlihat berwarna biru di atas Linear Array HPV Genotyping Strip yang akan menunjukkan genotipe HPV sampel[4]. Gambar 7. Hasil deteksi LA HPV Genotyping Test (1) β-globin high, β-globin low, HPV-16, HPV-42 (2) β-globin high, β-globin low, HPV-11, HPV-61, HPV-68[4] SIMPULAN 1. Metode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa mengetahui genotipe secara spesifik. 2. Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan HPV dengan memperkirakan kuantitas/jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya. 3. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV. 4. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV. 5. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk mendeteksi 37 genotipe HPV. DAFTAR PUSTAKA 1. Yuwono T. Teori dan Aplikasi PCR. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2006. 2. Nuswantara S. Seminar Deteksi Dini dan Penanganan Terkini Kanker Leher Rahim: Deteksi Human Papilloma Virus Dalam Pencegahan Dini Kanker Leher Rahim. Bandung: Santosa Bandung International Hospital, 2008. 3. Lörincz AT, Reid R, Jenson AB, Greenburg MD, Lancaster W, Kurman RJ. Human Papillomavirus Infection of The Cervix: Relative Risk Associations of 15 Common Anogenital Types. Obstetr. Gynecol. 1998; 79: 328-37. 4. Novel SS, Safitri R, Nuswantara S. Analisis Distribusi G e n o tipe HPV Dengan Metode Linear Array HPV Genotyping Test. Bandung: Biologi FMIPA-UNPAD, 2009. 5. Bartlett JMS, Stirling J. PCR Protocols. Totowa: Human Press, 1999. 6. Nuswantara S. Dasar-dasar Molekuler. Bandung: Laboratorium Bioteknologi Sandia Biotech Diagnostic Centre, Santosa Bandung International Hospital, 2007. 7. Brown TA. Essential Molecular Biology. Inggris: Oxford Univ Press., 1995. 8. Wolfe SL. An Introduction to Cell and Molecular Biology. Belmont: Wadsworth Publ. Co. 1995. 9. Novel SS, Safitri R, Nuswantara S. Aplikasi Hybrid Capture II System dalam Deteksi Dini Kanker Serviks. CDK 2009; 36(1): 24-6. 10. Castle PE, Lorincz AT, Lohnas IM. Result of Human Papillomavirus DNA Testing with the Hybrid Capture II Assay are Reproducible. Clin. Microbiol. 2002; 40: 1088-90. 11. Monk BJ, Tewari KS. The Spectrum and Clinical Sequelae of Human Papillomavirus Infection. Gynecol. Oncol.2008; 107: 6-13. 12. Zhao Y, Lin H, Shen D, Xuan Y, Lin Z. Distribution of HPV Genotypes in Uterine Cervical Lesions in Yanbian, Northern China. Pathol. Internat. 2008; 58: 643-7. 13. van Hamont D, van Ham MAPC, Bakkers JMJ., Massuger LFAG, Melchers WJG. Evaluation of The SPF10-INNO LiPA Human Papillomavirus (HPV) Genotyping Test an the Roche Linear Array HPV Genotyping Test. Clin. Microbiol. 2006; 44(9): 3122-9. 14. van Doorn LJ, Quint W, Kleter B, Olivera HS. Genotyping of Human Papillomavirus in Liquid Cytology Cervical Specimens by the PGMY Line Blot Assay and the SPF10 Line Probe Assay. Clin. Microbiol. 2002; 40(3): 979-83. 15. Verteramo R, Pierangeli A, Mancini E. Human Papillomaviruses and Genital Co-infections in Gynaecological Outpatients. BMC Infect. Dis. 2009; 9(16): 1-7 16. Syrjanen KJ. HPV Infections and Oesophageal Cancer. J. Clin. Pathol. 2002; 55(10): 721-8. 17. Sudjadi. Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius, 2008. 18. Yuwono T. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga, 2005. C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1 TEKNIK Teknik HC-II adalah antibody capture/solution hybridization/signal amplication assay[9,10] yang memakai deteksi kualitatif chemiluminescence terhadap DNA HPV; secara umum HC-II ialah teknik berbasis DNA-RNA yang dapat mendeteksi secara akurat dan cepat dengan sensitivitas 98% dan spesifisitas HC-II 98%[10] Prinsip kerja HC-II yaitu (1) menghancurkan protein kapsid virus HPV dalam sampel yang telah dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah disediakan[4], (2) Setelah kapsid dirusak, tahap berikutnya adalah mendenaturasi DNA untai ganda menjadi untai tunggal dengan menambahkan larutan denaturasi[2]. Denaturasi merupakan langkah awal prosedur untuk mengeluarkan DNA (release DNA) target dari sel[2], (3) hibridisasi antara DNA virus dengan probe RNA menghasilkan DNA-RNA hybrid yang ditangkap oleh antibodi yang kemudian akan bereaksi dengan antibodi kedua[4]. Antibodi kedua ini bertindak sebagai sinyal amplifikasi; makin banyak hibrid DNA-RNA yang tertangkap pada dinding capture plate maka makin banyak pula antibodi kedua yang dapat mengenali hibrid DNA-RNA[9], (4) Kuantitas antibodi yang terikat pada hibrid DNA-RNA diukur dengan menambahkan zat chemiluminescent sehingga menghasilkan sinyal chemiluminescent, (5) sinyal ini akan ditangkap oleh alat luminometer yang dihubungkan dengan komputer. Gambar 3 menunjukkan visualisasi prinsip kerja HC-II[10]. Gambar 3. Prinsip kerja HC-II (1) DNA yang sudah terdenaturasi, (2) hibridisasi DNA Virus dengan probe RNA, (3) hibrid DNA-RNA berikatan antibodi spesifik, (4) ikatan antibodi dengan hibrid DNA-RNA akan bereaksi dengan alkaline phosphatase, (5) reaksi ini menghasilkan sinyal chemiluminescent, (6) sinyal amplifikasi dalam bentuk emisi cahaya, diukur Luminometer, (7) pengukuran tersebut tersambung dengan perangkat komputer menghasilkan nilai RLU (Relative Light Unit)[2] Penentuan nilai positif uji DNA HPV didasarkan pada perbandingan sampel dengan ratarata RLU/PV; jika perbandingan RLU/PC (relative light unit/posirif kontrol) melebihi nilai ambang C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 positif maka spesimen dinyatakan positif terhadap tes DNA HPV[9]. Penentuan konsentrasi ambang DNA HPV yang akan berpeluang terbentuknya kanker leher rahim adalah sangat penting. Digene menetapkan nilai ambang positif sebesar 1.0 RLU/PC[2,4,9]. Bila dibandingkan dengan PCR, HC-II memiliki ketepatan 92-94% terhadap teknik pemeriksaan sitologi/histologi, waktu yang lebih singkat, tidak terdapat atau hanya sedikit kontaminasi, dan disertai dengan probe[2]. Probe A untuk melacak DNA lr-HPV seperti HPV-6, HPV-11, HPV-42, HPV-43, dan HPV-44, sedangkan probe B untuk melacak 13 tipe DNA hr-HPV yaitu HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-33, HPV-35, HPV-39, HPV-45, HPV-51, HPV-52, HPV-56, HPV-58, HPV-59, dan HPV-68[10]. Namun HC-II tidak dapat digunakan untuk menentukan genotipe HPV karena tes ini hanya memperkirakan kuantitatif jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya[4,9,10]. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit Metode Multiplex HPV Genotyping Kit adalah metode yang digunakan untuk mengetahui genotipe HPV[4]. Multiplex HPV Genotyping Kit dapat medeteksi 24 genotipe HPV : HPV-6, HPV-11, HPV-16, HPV-18, HPV-26, HPV-31, HPV-33, HPV-35, HPV-39, HPV-42, HPV-43, HPV-44, HPV-45, HPV-51, HPV-52, HPV-53, HPV-56, HPV-58, HPV-59, HPV-66, HPV-68, HPV-70, HPV-73, dan HPV-82[4,11]. Prinsip kerja Multiplex HPV Genotyping Kit : (1) ekstraksi sel untuk mengisolasi DNA, (2) DNA yang telah diisolasi kemudian di amplifikasi menggunakan PCR yang telah diberi label biotin pada primer sehingga DNA yang diperbanyakpun akan terlabel biotin. Biotin penting dalam proses deteksi hasil hibridisasi. Primer akan mengamplifikasi DNA β-globin manusia dan DNA ke-24 HPV, (3) hasil amplifikasi dihibridisasi menggunakan probe spesifik dari ke-24 genotipe HPV; pada proses hibridisasi ini diperlukan sejumlah DNA untai tunggal; untuk mendenaturasi DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal pada metode ini menggunakan suhu tinggi sehingga DNA akan terdenaturasi, (4) kemudian proses deteksi menggunakan Luminex analyzer : produk PCR akan terdeteminasi oleh Phycoerythrin fluorescens[4,11]. T EK N I K Metode DNA-HPV Micro Array Metode DNA-HPV Micro Array adalah metode yang digunakan untuk mengetahui genotipe HPV[4]. DNA-HPV Micro Array dapat mendeteksi 24 genotipe HPV : HPV-6, HPV-11, HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-33, HPV-34, HPV-35, HPV-39, HPV-40, HPV-42, HPV-43, HPV-44, HPV-45, HPV-51, HPV-52, HPV-53, HPV-54, HPV-56, HPV-58, HPV-59, HPV-66, HPV-68, dan HPV-70[12]. Prinsip kerja DNA-HPV Micro Array : (1) ekstraksi sel untuk mengisolasi DNA, (2) DNA yang telah diisolasi kemudian diamplifikasi menggunakan PCR, (3) hasil amplifikasi dihibridisasi menggunakan probe spesifik dari ke-24 genotipe HPV; proses hibridisasi ini memerlukan sejumlah DNA untai tunggal, (4) kemudian proses deteksi sehingga akan terlihat genotipe-genotipe HPV pada sampel yang diperiksa[4,12]. (gambar 4). Gambar 4. Hasil deteksi genotipe HPV[12] Linear Array HPV Genotyping Test Metode ini sudah digunakan pada banyak penelitian mengenai HPV[13]; di RS Kanker Dharmais digunakan untuk diagnosis infeksi HPV penyebab kanker serviks dan kutil[4]. Teknik ini adalah salah satu teknik terbaru di dunia molekuler untuk mendeteksi HPV[13]. Kelebihan teknik ini adalah dapat diketahuinya tipe HPV yang menginfeksi, apakah tipe lr-HPV atau hr-HPV yang dapat menyebabkan kaker serviks. Linear Array HPV Genotyping Test mampu mendeteksi 37 genotipe HPV baik hr-HPV maupun lr-HPV secara bersamaan[13,14]. Ke-37 genotipe HPV yaitu HPV-6, HPV-11, HPV-16, HPV-18, HPV-26, HPV-31, HPV-33, HPV-35, HPV-39, HPV-40, HPV-42, HPV-45, HPV-51, HPV-52, HPV-53, HPV-54, HPV-55, HPV-56, HPV-58, HPV-59, HPV-61, HPV-62, HPV-64, HPV-66, HPV-67, HPV-68, HPV-69, HPV-70, HPV-71, HPV-72, HPV-73, HPV-81, HPV-82, HPV-83, HPV-84, HPV-IS39, dan HPV-CP6108[13]. 357 Hibridisasi asam nukleat mempunyai dua unsur utama yaitu DNA target dan pelacak. DNA target yaitu DNA yang telah terdenaturasi. Pelacak yang digunakan memiliki urutan spesifik untuk 37 genotipe HPV[4]. (1) (3) (2) (4) Gambar 5. Perangkat diagnostik Linear Array HPV Genotyping Test (1) PCR N9700, (2) reagen, (3) typing tray, dan (4) Linear Array HPV Genotyping Strip[4]. Prinsip kerja Linear Array HPV Genotyping Test terbagi menjadi empat tahapan[14]. Tahap pertama ekstrasi DNA dari sampel menggunakan Amplilute Liquid Media Extration Kit, ekstraksi dimulai dengan melisis jaringan menggunakan buffer ATL, merusak protein dengan Proteinase K, merusak RNA dengan RNase sehingga akan diperoleh DNA yang diinginkan[4,13]. Tahap kedua yaitu amplifikasi DNA menggunakan PCR TC9700[4]. Prinsip dasar PCR pada metode Linear Array HPV Genotyping Test adalah enzim AmpliTaq Glod DNA polymerase memperbanyak sekuen spesifik yang dimulai dengan pelekatan primer dan menyatukan dNTP-dNTP yang berlangsung dalam reaksi termal[13,14]. Proses pra-denaturasi dan denaturasi DNA membutuhkan suhu 950C, penempelan atau annealing membutuhkan suhu 550C. Suhu 550C adalah suhu hasil optimasi agar primer tidak salah menempel (mispriming)[1]. Proses elongasi membutuhkan waktu 1 menit dan suhu 720 C, hal tersebut sesuai dengan teori bahwa untai DNA tunggal yang disintesis oleh Taq polimerase membutuhkan suhu 720C[5,7]. Tahap ke tiga yaitu hibridisasi DNA; pada proses ini diperlukan sejumlah DNA untai tunggal sehingga DNA hasil amplifikasi harus didenaturasi menjadi DNA untai tunggal[13,17]. Salah satu perlakuan untuk memecah ikatan hidrogen antar basa nitrogen adalah dengan penambahan senyawa alkali seperti NaOH yang terdapat pada larutan pendenaturasi[18]. 358 Gambar 6. Mekanisme hibridisasi dan deteksi pada metode LA HPV GT (a) membran nilon pada strip (b) pelacak yang berada di atas membrane (c) DNA hasil amplifikasi (d) larutan hibridisasi (e) DNA yang sudah terlabel biotin (f) biotin label non radioaktif (g) streptavidan yang berikatan dengan biotin dan horseradish -peroxidase (h) H2O2 dan TMB[4] Pada tahap ke empat, prinsipnya DNA akan berikatan dengan pelacak yang menempel pada membran nilon bermuatan[17]. DNA sudah diberi label biotin sehingga ikatan antara pelacak dan DNA akan terdeteksi dan menghasilkan sinyal[5]. Sinyal tersebut akan ditangkap oleh streptavidin-horseradish peroxidase menandakan bahwa ikatan pelacak dan DNA berhasil[4]. Streptavidin-horseradish peroxidase akan berikatan dengan H2O2 dan TMB (Tetramethylbenzine)[13]. Ikatan ini akan menghasilkan warna biru pada membran nilon yang menunjukkan genotipe HPV[17]. Hasil deteksi akan terlihat berwarna biru di atas Linear Array HPV Genotyping Strip yang akan menunjukkan genotipe HPV sampel[4]. Gambar 7. Hasil deteksi LA HPV Genotyping Test (1) β-globin high, β-globin low, HPV-16, HPV-42 (2) β-globin high, β-globin low, HPV-11, HPV-61, HPV-68[4] SIMPULAN 1. Metode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa mengetahui genotipe secara spesifik. 2. Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan HPV dengan memperkirakan kuantitas/jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya. 3. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV. 4. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV. 5. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk mendeteksi 37 genotipe HPV. DAFTAR PUSTAKA 1. Yuwono T. Teori dan Aplikasi PCR. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2006. 2. Nuswantara S. Seminar Deteksi Dini dan Penanganan Terkini Kanker Leher Rahim: Deteksi Human Papilloma Virus Dalam Pencegahan Dini Kanker Leher Rahim. Bandung: Santosa Bandung International Hospital, 2008. 3. Lörincz AT, Reid R, Jenson AB, Greenburg MD, Lancaster W, Kurman RJ. Human Papillomavirus Infection of The Cervix: Relative Risk Associations of 15 Common Anogenital Types. Obstetr. Gynecol. 1998; 79: 328-37. 4. Novel SS, Safitri R, Nuswantara S. Analisis Distribusi G e n o tipe HPV Dengan Metode Linear Array HPV Genotyping Test. Bandung: Biologi FMIPA-UNPAD, 2009. 5. Bartlett JMS, Stirling J. PCR Protocols. Totowa: Human Press, 1999. 6. Nuswantara S. Dasar-dasar Molekuler. Bandung: Laboratorium Bioteknologi Sandia Biotech Diagnostic Centre, Santosa Bandung International Hospital, 2007. 7. Brown TA. Essential Molecular Biology. Inggris: Oxford Univ Press., 1995. 8. Wolfe SL. An Introduction to Cell and Molecular Biology. Belmont: Wadsworth Publ. Co. 1995. 9. Novel SS, Safitri R, Nuswantara S. Aplikasi Hybrid Capture II System dalam Deteksi Dini Kanker Serviks. CDK 2009; 36(1): 24-6. 10. Castle PE, Lorincz AT, Lohnas IM. Result of Human Papillomavirus DNA Testing with the Hybrid Capture II Assay are Reproducible. Clin. Microbiol. 2002; 40: 1088-90. 11. Monk BJ, Tewari KS. The Spectrum and Clinical Sequelae of Human Papillomavirus Infection. Gynecol. Oncol.2008; 107: 6-13. 12. Zhao Y, Lin H, Shen D, Xuan Y, Lin Z. Distribution of HPV Genotypes in Uterine Cervical Lesions in Yanbian, Northern China. Pathol. Internat. 2008; 58: 643-7. 13. van Hamont D, van Ham MAPC, Bakkers JMJ., Massuger LFAG, Melchers WJG. Evaluation of The SPF10-INNO LiPA Human Papillomavirus (HPV) Genotyping Test an the Roche Linear Array HPV Genotyping Test. Clin. Microbiol. 2006; 44(9): 3122-9. 14. van Doorn LJ, Quint W, Kleter B, Olivera HS. Genotyping of Human Papillomavirus in Liquid Cytology Cervical Specimens by the PGMY Line Blot Assay and the SPF10 Line Probe Assay. Clin. Microbiol. 2002; 40(3): 979-83. 15. Verteramo R, Pierangeli A, Mancini E. Human Papillomaviruses and Genital Co-infections in Gynaecological Outpatients. BMC Infect. Dis. 2009; 9(16): 1-7 16. Syrjanen KJ. HPV Infections and Oesophageal Cancer. J. Clin. Pathol. 2002; 55(10): 721-8. 17. Sudjadi. Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius, 2008. 18. Yuwono T. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga, 2005. C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1