4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kanker Kepala dan Leher a. Definisi Kanker Kepala dan Leher Sel tubuh yang membelah dan bertambah banyak tanpa tujuan dapat menyebabkan terbentuknya tumor, apabila tumor berbahaya bagi seseorang maka disebut tumor ganas (maligna) dan semua tumor ganas disebut Kanker (Gultom et al., 2005). Kanker Kepala dan Leher adalah keganasan yang muncul pada semua struktur dari cephalad sampai ke klavikula kecuali otak, spinal cord, tiroid dan dasar otak (base of skull). Secara umum kanker kepala dan leher meliputi kanker yang berasal darirongga mulut (mouth), faring (throat), paranasal sinus, rongga hidung, laring dan kelenjar ludah (parotid, submandibular, sublingual glands) (Pasaribu & Suyatno, 2010). Kanker kepala dan leher merupakan kelompok heterogen kanker yang muncul dari epitelium skuamosa dari rongga mulut dan faring (Pulte & Brenner, 2010). Kanker kepala dan leher dikatagorikan lebih lanjut pada area mana kanker dimulai, area munculnya kanker kepala dan leher meliputi rongga mulut, faring, laring, paranasal sinuses, nasal cavity, kelenjar ludah (Anonim, 2013) b. Faktor Resiko dan Etiologi Tembakau (merokok) merupakan faktor resiko yang paling signifikan disertai konsumsi alkohol yang berpengaruh sinergis. Selain itu faktor resiko lain adalah instabilitas (pada kanker hipofaring berhubungan dengan sindrom Plummer-Vinson), infeksi virus (Ebstein Barr, Human Papillomavirus), pekerjaan, dan paparan lingkungan (Pasaribu & Suyatno, 2010). Kualitas Hidup Terkait..., Mayang Setianing Hadi, Fakultas Farmasi UMP, 2015 5 Tembakau dan alkohol adalah faktor resiko paling penting untuk kebanyakan kanker kepala dan leher, ditambah infeksi oleh Human Papillomavirus (HPV) adalah penyebab lebih dari setengah kasus kanker orofaring (Anonim, 2013). Penggunaan smokeless tobacco dan areca nut adalah penyebab paling umum kanker kepala dan leher di negara berkembang termasuk di Indonesia, selain itu HPV merupakan faktor resiko penting lainnya yang menyebabkan kanker kepala dan leher (Joshi et al., 2014). Human Papillomavirus (HPV) merupakan virus onkogenik, yang dapat menyebabkan terjadinya proses keganasan dan pembentukan tumor. Papillomavirus termasuk virus DNA dari famili Papovaviridae, yang mempunyai kapsid tersusun dalam kubus simetris yang tidak memiliki selubung. Papillomavirus adalah virus zoonosis yang selain menyerang manusia juga dapat menginfeksi berbagai jenis hewan, antara lain kelinci, anjing, dan sapi. Terdapat lebih dari 18 tipe Human Papillomavirus (HPV) yang telah dilaporkan (Soedarto, 2010). Prevalensi secara keseluruhan HPV pada kanker kepala dan leher adalah sekitar 50%, dengan prevalensi tertinggi pada kanker tonsil dan kanker pangkal lidah. HPV-16 merupakan tipe yang paling umum pada kanker kepala dan leher diikuti oleh HPV-18 dan kemudian infeksi silang (16 dan 18), sekitar 41% pasien memiliki infeksi HPV ganda. Lesi pada lidah umumnya akibat infeksi oleh HPV tipe 9 dan 11 (Joshi et al., 2014). Penelitian oleh Lajer & Buchwald (2010) melaporkan prevalensi HPV pada kanker kepala dan leher dari berbagai penelitian menunjukan HPV ditemukan pada kanker mulut, tonsil, dasar lidah, orofaring dan kanker sel skuamosa kepala dan leher. Kualitas Hidup Terkait..., Mayang Setianing Hadi, Fakultas Farmasi UMP, 2015 6 c. Gejala Klinis Tanda dan Gejala yang muncul tergantung lokasi spesifik tumor, gejala yang paling sering muncul adalah nyeri. Gejala paling umum adalah ulkus yang tidak sembuh-sembuh, perdarahan, disphagia, odinophagia, otalgia, nyeri muka, masa di leher, atau lesi baru dalam rongga mulut. Gejala sekunder dapat pula terjadi akibat destruksi lokal atau keterlibatan jaringan sekitar (saraf, jaringan lunak dan tulang) (Pasaribu & Suyatno, 2010). Gejala utama yang dialami penderita kanker kepala dan leher seperti suara serak, nyeri tenggorokan, nyeri lidah, sulit menelan, benjolan di leher, disfagia, dyspnea, lelah, lemas, berat badan turun (Alho et al., 2006) d. Stadium Kanker Kepala dan Leher Sistem stadium kepala dan leher menurut American Joint Commitee on Cancer adalah Stadium 1 : Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening (N0), tidak terdapat metastasi jauh (M0), T1 Stadium 2 : Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening (N0), tidak terdapat metastasi jauh (M0), T2 Stadium 3 : Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening (N0), tidak terdapat metastasi jauh (M0), T3 : Metastasis kelenjar getah bening single, ipsilateral ukuran ≤ 3cm (N1), tidak terdapat metastasi jauh (M0), T1-3 Stadium 4 : Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening (N0) T4 atau Terdapat metastasis kelenjar getah bening single, ipsilateral ukuran ≤ 3cm (N1), Terdapat metastasis jauh (M1) : Any, Terdapat metastasis kelenjar getah bening single, ipsilateral, ukuran 3cm-6cm (N2a), Metastasis kelenjar getah bening multiple, ipsilateral, ukuran ≤ Kualitas Hidup Terkait..., Mayang Setianing Hadi, Fakultas Farmasi UMP, 2015 7 6cm (N2b), Metastasis kelenjar getah bening bilateral atau kontralateral, ukuran ≤ 6cm (N2b) atau N3M0 : Any T : Any N, Terdapat metastasis jauh (M1) Tumor primer (T) tergantung lokasi anatomis. (Pasaribu & Suyatno, 2010) e. Penatalaksanaan Terapi 1) Terapi kanker kepala dan leher Terapi utama kanker kepala dan leher stadium awal adalah pembedahan atau radioterapi, Radioterapi memiliki efek samping seperti mukositis dan mulut kering. Kekurangan lain dari Radioterapi adalah responnya terbatas pada kanker tertentu (umumnya gradding tinggi) serta harganya yang mahal membuat pembedahan merupakan pilihan utama terapi pada kanker kepala dan leher. Terapi standar untuk stadium lanjut (stadium III dan IV) adalah Kemoterapi (Pasaribu & Suyatno, 2010), kemoterapi berbeda dengan pembedahan dan radioterapi dimana pengobatan menggunakan obat-obatan atau hormon. Kemoterapi dapat digunakan secara efektif pada penyakit baik yang diseminata maupun yang masih terlokalisasi, kemoterapi kombinasi menunjukan adanya keberhasilan terutama pada kombinasi obat-obatan yang memiliki mekanisme kerja berbeda (Andrijono et al., 2006). Kemoterapi memiliki peranan yang baik sebagai terapi adjuvant setelah operasi atau radiasi. Agen Kemoterapi yang efektif pada terapi Kanker kepala dan leher dengan reduksi tumor 15%-30% adalah cisplatin, carboplastin, 5-fluorouracil (5FU), bleomycin, mitomycin, epirubycin, methotrexat, topotecan, vinorelbine, gemcitabine, capecitabine, docetaxel dan paclitaxel. Kemoterapi kombinasi memiliki respon yang lebih Kualitas Hidup Terkait..., Mayang Setianing Hadi, Fakultas Farmasi UMP, 2015 8 baik terutama bila diindikasikan kepada penderita dengan metastasis yang jauh namun tidak memperbaiki survival (Pasaribu & Suyatno, 2010). 5-Fluorouracil (5-FU) merupakan komponen efektif dalam kemoterapi kanker sel skuamosa, aktivitasnya berkaitan dengan tingginya aktivitas thymidylate sintase. Cisplatin menunjukan aktifitasnya pada karsinoma skuamosa baik pada hewan maupun studi fase II. Kombinasi cisplatin dan 5 FU bersinergis pada model in vivo dan in vitro serta secara keseluruhan menghasilkan respon 53% pada pasien squamous cell carcinoma unknown primary (Khansur et al., 1995). Cisplatin tidak hanya menginduksi kerusakan DNA crosslink namun juga dapat menginduksi separuh 8-OhdG, meningkatkan stress oksidative membuatnya pada sel mampu dimana sitotoksisitasnya dapat dikurangi oleh terapi antioksidan (Quon et al., 2011). Cetuximab adalah antibodi monoklonal human-murine chimeric immunoglobulin G1 (IgG1), yang secara kompetitif berikatan dengan domain ekstraseluler dari EGFR (Epidermal growth factor receptor). Penggunaan Cetuximab dengan kemoterapi berbasis cisplatin menunjukan efikasi yang konsisten pada kekambuhan atau metastasis kanker sel skuamosa kepala dan leher (Remenar et al., 2008). Kemoterapi dengan Docetaxel, cisplatin dan 5 FU adalah pilihan terapi sistemik yang mungkin dapat diberikan pada pasien locally advanced head and neck cancer. Rendahnya toksisitas utama membuat regimen ini sesuai untuk pasien dengan kondisi yang sesuai (Baghi et al., 2006). 2) Efek Samping Terapi Terapi Radiasi berhubungan negatif terhadap perubahan berbicara, makan, dan nyeri, serta kemoterapi secara negatif Kualitas Hidup Terkait..., Mayang Setianing Hadi, Fakultas Farmasi UMP, 2015 9 berhubungan dengan perubahan dalam berbicara, makan, dan peran fisik. Pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker kepala dan leher dapat menyebabkan perubahan pada peran fisik dan nyeri tubuh (Ronis et al., 2008). Pembedahan pada kanker kepala dan leher sering menyebabkan perubahan kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, atau berbicara. Setelah laryngectomy (pengambilan laring) atau pembedahan lainnya di leher, dapat menyebabkan kekakuan dan rasa lemah pada bahu dan leher (Ronis et al., 2008). Pasien yang menerima radiasi akan mengalami kemerahan, iritasi, dan serak pada mulut, mulut kering, pengentalan ludah, kesulitan menelan, perubahan rasa, atau mual. Masalah lain yang muncul selama pengobatan adalah hilangnya rasa, yang dapat mengurangi nafsu makan dan mempengaruhi nutrisi, dan sakit telinga. Pasien juga bisa mengalami rasa kaku pada rahang, menyebabkan pasien kesulitan membuka mulut secara lebar (Anonim, 2013) Efek samping yang dapat muncul dari pengobatan kemoterapi adalah berkurangnya jumlah sel darah putih, bila jumlah sel darah putih rendah, maka akan lebih rentan terkena infeksi. Rendahnya jumlah sel darah putih disebut neutropenia. Selain itu efek samping lain yang mungkin dialami adalah Perdarahan akibat berkuranganya platelet sebagai pembeku darah, anemia karena kemoterapi dapat menurunkan jumlah sel darah merah maka Oksigen yang diangkut akan menurun menyebabkan kelelahan dan sulit bernafas, mual dan muntah, sakit pada mulut, mati rasa pada tangan atau kaki, perubahan dalam pendengaran, kelelahan, serta rambut rontok dikarenakan pengaruh kemoterapi seperti cisplatin, Fluorouracil, docetaxel (Anonim,2012). Kualitas Hidup Terkait..., Mayang Setianing Hadi, Fakultas Farmasi UMP, 2015 10 2. Kualitas Hidup a. Definisi Kualitas Hidup menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) didefinisikan sebagai persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai dengan tempat orang itu tinggal serta berkaitan dengan tujuan, harapan, ukuran keberhasilan dan keinginan.nilai dimana individu hidup dan hubunganya dengan tujuan, harapan, standar dan kepedulian selama hidupnya. Kualitas hidup terdiri atas dua dasar penting yaitu multidimensi meliputi dimensi fisik, fungsional, emosional, dan sosial, kedua adalah kualitas hidup yang dinilai secara subjektif berupa pendapat pasien sendiri mengenai kondisinya (List & Stracks, 2000). Menurut WHOQOL-BREF terdapat empat dimensi dalam kualitas hidup meliputi dimensi kesehatan fisik, psikologis, sosial, dan fungsional (Rapley, 2003). Kualitas hidup sering diartikan sebagai kebahagiaan dan kepuasan terhadap kehidupan, namun pengertian kualitas hidup tersebut seringkali bermakna berbeda pada setiap orang karena memiliki banyak faktor yang mempengaruhi seperti keuangan, keamanan, atau kesehatan. Untuk itulah digunakan sebuah istilah Kualitas Hidup Terkait Kesehatan dalam bidang kesehatan (Fayers & Machin, 2007). Kualitas hidup terkait kesehatan secara umum merupakan persepsi pasien mengenai pengaruh penyakit dan terapinya terhadap fungsional keseharian (List & Stracks, 2000). Dalam definisi WHO, sehat bukan hanya terbebas dari penyakit, akan tetapi juga berarti sehat secara fisik, mental, maupun sosial. Seseorang yang sehat akan mempunyai kualitas hidup yang baik, begitu pula kualitas hidup yang baik tentu saja akan menunjang kesehatan (Harmaini, 2006). Dimensi kualitas hidup terkait kesehatan meliputi (de Haan et al., 1993): Kualitas Hidup Terkait..., Mayang Setianing Hadi, Fakultas Farmasi UMP, 2015 11 1) Dimensi fisik, merujuk pada gejala akibat pengobatan atau penyakit. 2) Dimensi fungsional, terdiri atas perawatan diri, mobilitas, serta level aktivitas fisik seperti kapasitas untuk dapat berperan dalam kehidupan keluarga maupun pekerjaan. 3) Dimensi psikologis, meliputi fungsi kognitif, status emosi, serta persepsi terhadap kesehatan, kepuasan hidup, serta kebahagiaan. 4) Dimensi sosial, meliputi penilaian terhadap interaksi sosial. b. Kuesioner EQ-5D-5L Pengukuran Kualitas hidup terkait kesehatan dapat menggunakan berbagai instrumen seperti kuesioner yang berisi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, alat ukur kualitas hidup ada yang berupa alat ukur general yaitu yang dapat digunakan oleh berbagai penyakit dan usia serta alat ukur spesifik yang khusus untuk menilai kualitas hidup penyakit tertentu (Harmaini, 2006). EQ-5D-5L merupakan ukuran standar dari status kesehatan yang dikembangkan oleh EuroQol Group untuk menyediakan alat ukur sederhana, general untuk penilaian kesehatan secara klinis dan ekonomi. EQ-5D-5L terdiri atas sistem deskriptif EQ-5D, EQ visual analogue scale (EQ-VAS), dan EQ-5D utility index. Sistem deskriptif menilai lima dimensi: mobilitas, perawatan diri, aktivitas, nyeri/ketidaknyamanan, dan kecemasan/depresi. Setiap dimensi dibagi dalam lima level keparahan, dan responden diminta untuk memilih jawaban yang paling sesuai dengan keadaan kesehatannya. Pada EQ-VAS responden diminta menilai keadaan kesehatan keseluruhanya antara 0-100 pada skala vertikal 20 cm analog visual, dimana 0 adalah keadaan kesehatan yang paling buruk yang dapat dibayangkan dan 100 adalah keadaan kesehatan Kualitas Hidup Terkait..., Mayang Setianing Hadi, Fakultas Farmasi UMP, 2015 12 terbaik yang dapat dibayangkan. EQ-5D index diturunkan dari nilai time trade-off dari populasi UK (Vrettos et al., 2012). Berdasarkan Vrettos et al (2012) EQ-5D dapat digunakan untuk menilai kualitas hidup terkait kesehatan pasien kanker, meskipun EQ-5D merupakan instrumen general namun terdapat bukti yang menunjukan sensitivitas kuesioner EQ-5D dapat dibandingkan dengan kuesioner spesifik kanker EORTC QLQ-C30. Selain itu, kuesioner general dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai kondisi dan dapat digunakan untuk membandingkan kelompok kanker yang berbeda, pasien kanker, dan populasi general atau populasi yang berbeda. Diantara kuesioner general yang ada, EQ-5D adalah yang paling luas penggunaanya sebagai instrumen kualitas hidup terkait kesehatan yang hanya memiliki 5 item dan mudah untuk diberikan dan dilengkapi. EQ-5D telah meningkat penggunaannya pada pasien kanker, yang paling umum digunakan untuk studi kelompok pasien kanker dengan primary tumor site yang sama (Vrettos et al., 2012). Kualitas Hidup Terkait..., Mayang Setianing Hadi, Fakultas Farmasi UMP, 2015