Modul Kewirausahaan II [TM7]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Kewirausahaan II
Bisnis Keluarga
Fakultas
Program Studi
Ekonomi Dan Bisnis
Manajemen
Tatap Muka
07
Kode MK
Disusun Oleh
A71317CA
Zulfithri,MS,MM
Abstrak
Kompetensi
Analisis wirausaha mempunyai metode yang dapat
digunakan sebagai instrumen untuk memahami
kewirausahaan
Mahasiswa memahami jenis metode untuk
menganalisa kemampuan wirausaha
Manajemen Bisnis Keluarga
Bisnis keluarga mempunyai karakteristik dengan kepemilikannya atau keterlibatan
lainnya dari dua orang atau lebih anggota keluarga yang sama dalam kehidupan dan fungsi
bisnisnya. Lingkup dan luas keterlibatan tersebut bervariasi dalambeberapa perusahaan.
Dalam sebuah restoran kecil, misalnya seorang istri/suami dapat bekerja sebagai seorang
pemilik dan manajer, sementara yang lain memegang pembukuan dan anak-anak dapat
bekerja di dapur atau sebagai pelayan.
Sebuah perusahaan juga diakui sebagai bisnis keluarga ketika perusahaan tersebut
dialihkan dari satu generasi ke genarasi berikutnya. Sebagai contoh, perusahaan kerajinan
tradisional di Garut, Tasik, Tegal, dan Yogjakarta, mereka melakukan sesuatu pekerjaan
yang turun temurun berasal dari orang tuanya. Kebanyakan bisnis keluarga berukuran kecil.
Bagaimanapun juga pertimbangan keluarga dapat menjadi hal penting sekalipun bisnis
tersebut menjadi perusahaan besar kelak. Perusahaan besar di Amerika seperti Wal-Mart,
Levi Strauss, dan
Ford* masih diakui dalam kapasitas sebagai bisnis keluarga.
Keterkaitan keluarga dan bisnis.
Banyak bisnis keluarga disusun atas dasar keluarga dan binsis, meskipun keluarga
dan bisnis adalah institusi yang terpisah baik anggota, tujuan dan nilainya masing-masing.
Mereka menjadi satu di dalam perusahaan di dalam perusahaan keluarga. Bagi kebanyakan
orang, dua institusi yang saling terkait ini adalah bagian yang paling penting dalam hidup
mereka. Keluarga dan bisnis muncul dengan alasan mendasar yang berbeda. Fungsi pokok
keluarga berhubungan dengan perhatian dan pendidikan anggota keluarga, sedangkan
bisnis berkaitan dengan produksi dan pendistribusian barang dan jasa. Tujuan keluarga
adalah pengembangan penuh yang mungkin dilakukan tiap anggota keluarga yang berkaitan
dengan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya, serta pembagian kesempatan dan
penghargaan yang sama untuk tiap anggota. Tujuan bisnis adalah keuntungan dan
ketahanan hidup.
Tiap pribadi yang terlibat, langsung atau tidak langsung, dalam perusahaan keluarga
memiliki kepentingan dan pandangan yang berbeda dengan situasi yang ada. Model
keterkaitan antara kepemilikan, keluarga dan bisnis dapat menjadi tumpang tindih satu sama
lainnya. Seorang anggota keluarga yang bekerja di perusahaan ,tetapi tidak mempunyai
hak dalam kepemilikan perusahaan, memilih pekerjaan dan kesempatan berkembang yang
lebih banyak bagi keluarga daripada anggota keluarga yang memiliki bagian bisnis tapi
bekerja di tempat lain. Kepentingan yang berbeda dapat menciptakan ketegangan dan
menyebabkan konflik hubungan di antara anggota keluarga dalam bisnis bersifat lebih
sensitif daripada hubungan antara para karyawan yang tidak memiliki hubungan sama
sekali.
Kompetisi antara bisnis dan keluarga
‘13
2
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Keterlibatan kepentingan keluarga dan bisnis dalam perusahaan keluarga
mempersulit proses manajemen perusahaan. Banyak keputusan mempengaruhi bisnis dan
keluarga. Evaluasi keberadaan hubungan keluarga menambah tekanan emosional yang
semakin mempersulit proses evaluasi. Manakah yang didahulukan, bisnis atau keluarga ?
Dalam teori, kebanyakan orang memprioritaskan keluarganya. Sedikit pemilik bisnis yang
dengan sengaja akan membiarkan bisnis menghancukan keluarga. Dalam praktek
pengambilan keputusan antara bisnis dan keluarga merupakan hal yang sulit. Jika bisnis
bertujuan untuk bertahan hidup, kepentingan seluruhnya tidak dapat dikompromikan untuk
memuaskan keinginan keluarga untuk tumbuh. Perusahaan keluarga harus mengakui
kebutuhan manajemen yang professional dan kenyataan di sisi yang berlainan kepentingan
keluarga kadangkala dinomorduakan. Ketahanan dan kesehatan bisnis keluarga meminta
perhatian yang cukup untuk kepentingan bisnis dan keluarga. Jika tidak, dalam jangka
panjang, akhirnya tidak akan menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Pilihlah pria beranak dua yang menyandang gelar Master of Businnes Administration
dari sebuah sekolah bisnis di Jakarta itu tak salah. Bila awalnya ia hanya menawarkan balon
udara dan balon iklan, belakangan Hans juga memproduksi balon mosi, balon untuk buket,
balon gas balon untuk permainan, balon eceran sampai balon untuk kegiatan khusus yang
disewakan. Di bidang ini ia termasuk pelopor. Impiannya adalah menggantikan bunga
menjadi balon untuk alat komunikasi. “Katakanlah dengan balon” begitu kira-kira obsesi pria
kelahiran Jakarta, 6 Agustus 1961 ini. Untuk itu ia telah mendirikan dua pabrik di
Ciomanggis dan Kapuk, Jakarta Utara. Investasi ulang sebesar Rp. 200 juta tak serupiah
pun dipinjam dari bank. Ditambah dengan 29 gerai (uotlet) dan tiga bengkel kerja, Hans
Memperkerjakan 60-an orang karyawan. Total asetnya dewasa ini tak kurang dari Rp. 1
miliar.
Hans mulai mewaralabkan usahanya tahun 1995. Sebatgai pewaralaba ia telah
memberikan izin usaha kepada 35 terwaralaba. Tiap bulan 1-2 orang bergabung menjadi
terawaralanba PT Balon Udara. Omzet
bulanannya saat ini mencapai Rp. 150 juta,
sementara nilak ekspor ke-22 negera Eropa, Asia, dan Timur Tengah tercatat 17 ribu dolar
AS per bulan. Dengan margin keuntungan mencapai 50%, tak heran jika dalam waktu
kurang dari 10 tahun Hans telah menjadi milyander baru di Indonesia.
Salah satu obsesi Hans, yang juga memiliki PT. Cipta Mitra Waralaba dan PT
Profiesta Instant Sarana, adalah mengumpuljan 100 terwaralaba di tahun 2000. Dan untuk
merealisasikan mimpi tersebut, ia mengikuti jejak McDonald mendirikan Balon Udara
Universitas yang memberikan gelar Certified of Ballons Artist (CBA) pada alumninya.
Pemegang waralaba Balon Udara Harus belajar di universitas itu. Ia sama sekali tidak takut
para terwaralaba akan mencuri ilmu-ilmunya dan menjadi lebih pintar. Karena Hans sendiri
‘13
3
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
selalu berusaha mengembangkan dirinya, melakukan inovasi-inovasi mengikuti perubahan
dan kemajuan di bidang teknologi. Salah satu contoh dilakukan mulai tahun 1999 ini. Suami
Lily Kusmaya ini mulai mencoba menghubungkan terwaralabanya dengan perusahaan induk
lewat internet. BalonUdaraNEt mulai diaktifkan lewat jaringan komputer.
Jika Haji Ate memulai usahanya dengan modal Rp. 600.000 dan Hans memulai
Balon Udara dengan modal awal Rp. 2 juta, modal awal M Syafig tak lebih dari Rp. 1.5 juta.
Direktur Suhud Artr Paper di Bandung ini berhasil mengolah lertas bekas menjadi kertas
daur ulang, dan mengembangkandaur ulang usahanya sehingga mampu mempekerjakan 79
orang karyawan tetap. Omzet usahanya kini ratusan juta tiap bulannya.
Dengan modal lebih kecil, hanya Rp. 500.000. tutik Baloh, Pemilik PT Tebel Natural
Product di Yogyakarta, memilih memanfaatkan kertas yang sudah jadi saja. Memilih
memanfaatkan kertas yang sudah jadi saja. Kertas daur ulang yang dibelinya dari para
pengrajin keras, disulapnya menjadi tempat pensil, blocknote, pigura, hiasan dinding, dan
buku telepon. Dari situ ia mengumpulkan omzet puluhan juta per bulan.
Hadi kartini alias Budi Purnawarman, memulai usahanya dengan modal awal Rp. 5
juta. Pria berusia 37 tahun ini memilih bisnis ini membordir dan mencantumkan nama pada
topi, khususnya topi anak-anak berusia 2 sampai 10 tahun. Menggunakan 9 outlet (Matahari
Cipulir, Plaza, Cinere, Blok M Plaza, Lippo Cikarang, BSD, Delta Plaza Depok Mal,
Tunjungan Plaza 3 Surabaya, Bali Expo dan linnya), setiap bulan Hadi memasarkan 1.6002.000 topi seharga Rp. 10.000 hingga Rp. 12.500. Artinya omzet usaha Hadi sekitar Rp. 20
juta perbulan (Rp. 240 juta per tahun), dan 50% dari total omzet itu merupakan
keiuntungannya. Bos 49 karyawan yang dapat menyelesaikan satu order dalam 2-3 jam ini
berambisi untuk memperlebar saya usaha sampai ke Malaysia.
Neldy Edison adalah Kompetitor Hadi. Hanya saja ia memulai usahanya dengan modal
awal yang jauh lebih kecil, cuma Rp. 500.000 (sepersepuluh modal Hadi). Sekalipun
demikian dengan uang itu, orang awak kelahiran Silungkang, Sawah Lunto, 5 Oktober
1961, ini berhasil mengumpulkan omzet sekitar Rp, 20 juta per bulan, tak berbeda
dengan kompetitornya. Ia memulai usahanya tahun 1987 dengan melayani pembuatan
cindera mata seminar dan rapat sepoerti topi, jam tangan, dan alat tulis bergrafir. Produk
andalannya adlaah topi berbodir, dan dengan kapasitas produksi sekitar 20.000 topi
perbulan, minimal ia mampu menjual 3.000 topi perbulannya. Ia juga kreatif
mempekerjakan 10-20 pekerja lepas, sehingga tidak membebani overbead usahanya.
Bila Anda mengunjungi Mal Blok M, Mal Ambasador, dan Mal Kalibata di Jakarta, Anda
‘13
4
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dapat membeli topi produksinya dengan harga Rp. 15.000 sampai Rp. 20.000 topi
berbordir, yang sebagian merupakan pesanan panitia Festival Walisongo di Surabaya.
Jadi, jika ……..
Michael Dell memulai usahanya dengan 1.000 dolar AS (1984),
Adi B. Mulia memulai indomal.or.id-nya dengan modal Rp. 500 ribu (1999),
Kajir memulai usaha kerajinan dengan modal Rp. 100 ribu (1986),
Kusnadi memulai usaha butiknya denghan modal 60 dola AS (1985),
Susi memulai usaha perikannanya dengan modal Rp. 100 ribu (1983),
Purdi Chandra memulai Primagama dengan modal Rp. 300 ribu (1982),
Rito memulai usaha penerbitan DDD-nya dengan modal Rp. 2 Juta (1986),
Jobs dan Wozniak memulai Apple dengan modal 1.300 dola As (1976),
Ate memulai penyamakan kulitnya dengan modal Rp. 600 ribu (1987),
Hans memulai usaha balonnya dengan modal Rp. 2 juta (1991),
M. Syafig memulai bisnis dengan modal Rp. 1,5 juta,
Tutik Baloh memulai usahanya dengan modal Rp. 500 ribu,
Hadi mulai membordir dengan modal awal Rp. 5 juta,
Neldy menyaingi Hadi dengan modal awal Rp. 500 ribu, dan meski hampir semuanya tidak
mendapatkan pinajaman dari bank. Dengan ambisi besar, kebiasaan hidup hemat dan
enggan berhutang, mereka tob berhasil menjadi multi-jutawan. Jadi siapa bilang bahwa
untuk menjadi wirausaha besar Anda harus korupsi dan berkolusi dengan pejabat,
penguasa, atau aparat militer berbintang?
Memilih Usaha Hobi dan Minat
Bill Gates, Craig McCaw, Scott Cook, dan james Clark menjadi wirausaha dan
berhasil mengumpulkan miliaran dolar Amerika.
Tapi, cukup aneh, tak seorang pun dari mereka memulai bisnis dengan niat menjadi
kaya. Tujuan utamanya bukan uang.
‘13
5
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sebagai anak wirausahawan yang mendesain dan memproduksi emas dan berlian
yang harga jualnya bisa mencapai Rp. 200 juta per set, Linda Candra tentu tak perlu sibuk
menjual
aneka
ragam
sepatu
untuk
mengumpulkan
kakayaan.
Ia
dapat
ikut
mengembangkan sederet pelanggan, para pemiliki tokoh emas di Jakarta. Apalagi ayahnya
memang berharap wanita berusia 30-an ini untuk mendampinginya dalam bisnis keluarga.
Namun Linda memiliki impian lain yang memikat hatinya. Sejak kecil ia gemar
mengoleksi sepatu, dan bermimpi bahwa suatu hari ia akan menjadi desainer sepati
eksklusif. Karena itu, alumni FISIP Universitas Parahyangan Bandung tahun 1992 ini sering
mendatangi tukang sepatu di sekitar kota Paris van Java. Ia benar-benar belajar dari nol
terkadang ia mengundang tukan pembuat sepatu secara khusus untuk menimba ilmu. Tapi
semua itu dilakukannya secara diam-diam, tanpa sepengetahuan anggota keluarganya yang
lain. Dan setelah sembilan bilan, ia mulai membuat sepatu mulai dari mengkur, membuat
pola kayunya, sampai menggunting, menjahit, dan benar jadi sepati yang enak dipakai dan
nyaman dipakai.
Modal usahanya dari tabungan yang dikumpulkannya, antara lain dari hasil
memberikan les matimatika dan fisika, serta gaji yang di terimanya sebagai “karyawan”
ayahnya. Ditambah dengan bekal ilmu dari kursus jarak jauh (tertulis) di Centro Veneto
Calzaviero, sebuah sekolah desain di Stra, Italia, Linda memulai usahanya. Wanita kelahiran
Jakarta, 14 November 1968 ini mengajak lima tukang pembuat sepatu yang memproduksi
desain eksklusif karyanya sendiri. Dan setelah berjalan sekitara 6 tahun, tahun 1999 Linda
telah mempekerjakan 40-an tukang pembuat sepatu.
Eksklusivitas karya Linda dibedakan dalam dua katagori. Pertama, sepatu yang
terbuat dari bahan baku dari Eropa (Italia, Inggris, Prancis, dan Spanyol). Dijual dengan
harga sekitar Rp. 1 juta hingga Rp. 1.5 juta per pasanga. Kategori ini diberi merek namanya
sendiri: Linda Chandra. Yang kedua dibuat dengan bahan baku dari negara-negara Asia
(Thailand, Cina dan Indonesia). Harganya sekitar Rp. 240.000 – Rp. 390.000. kategori ini
diberi merek Bloom and Longevity (artinya mekar terus) yang disingkat menjadi BnL.
Sedikitnya ada tiga hal yang dilakukan Linda untuk membuat konsumennya merasa
benar-benar diperlakukan secara istimewa. Pertama, hampir tidak ada sepatu yang didesain
sama. Artinya, setiap karya Linda itu unik dan hanya satu-satunya di dunia. Kecuali bila
konsumen menginginkan sesuai contoh yang sudah ada, Linda benar-benar memperhatikan
anatomi kaki orang yang berbeda-beda. Kedua, khusus untuk sepatu merek Linda Chandra,
dibuatkan kotak sepatu khusus yang dibuat dari kertas daur ulang diserta kantung kain di
dalamnya. Dibagian atas sepatu yang tidak menapak kelantai dicantumkan nomor registrasi
‘13
6
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan kata-kata specially made for Mrs…..Dan Ketiga, semua sepatu itu digaransi seumur
hidup. Andai sang sepatu tak lagi nyaman di kaki, rusak di sana-sinis, atau warnanya telah
berubah kusam, dikembalikan saja pada Linda untuk diperbaiki atau dirawat agar dapat
dipergunakan kembali.
Dengan tiga keuntungan di atas, sejauh ini Linda memproduksi sekitar 400-500
pasang perbulan, dan karena pesanan yang membludak, ribuan kaki kayu dengan nomor
registraso dan nama pemiliknya menumpuk di gudang. Ia juga menyimpan berbagai jenis
kulit sapi, kulit kambing, dan kulit kangguru, dalam suatu rungan suhunya diatur pada
derajat tertentu agar tahan sampai dua tahun.
Selain sepatu eksklusif, Linda juga mendesain sepatu mereke MCMXC by Linda
Chandra yang diproduksi oleh sebuah perusahaan Hong Kong yang memiliki pabrik di
Guangzhou, Cina. Sepatu produksi massal ini dipasarkan ke mancanegara. Linda
mendapatkan designing fee dan royality untuk setiap pasang sepatu yang terjual.
Jika dihitung – hitung omzet usaha linda tak kurang dari Rp 500 juta per bulan. Itu
belum termasuk desingning free dan royalty dari pemasaran sepatunya di mancanegara.
Tak heran jika orang tuanya tak lagi memaksa Linda mengikuti jejak mereka . anak kedua
dari empat bersaudara ini telah berhasil menciptakan dunia sendiri. Dunia yang sesuai
dengan impian, hobi dan minatnya sendiri.
Memulai usaha dan mengembangkannya sesuai dengn hobi dan impian masa kecil
juga di lakukan oleh mojang genulis priyangan yanglain. Namanya Theresia Juality. Sejak
usia enam tahun ia telah menunjukan kesenangannya dalam soal masak memasak. Dan
sama seperti Linda, larangan pertama yang dihadapi Theresia justru dari keluarganya
sendiri. Ibunya yang pembersih tidak suka melihat rumahnya kotor gara-gara putri kecilnya
memasak. Maka untuk tetap menjalankan hobinya, Theresia harus pandai-pandai
memanfaatkan dapur tetangga. Beruntungan salah seorang tantenya juga gemar memasak,
sehingga ia dapat menyalurkan kesenangannya di dapur sang tante.
Hobi dan minat Theresia sebenarnya menunjukan bakat-bakatnya yang terbaik.
Ketika dalam usia 10 tahun, saat duduk di kelas 4 SD, ia mengikuti lomba memasak di
sekolahnya, dan berhasil menjadi juara pertama. Waktu itu juga membuat kue dari bulgur,
havermut, dan tepung jagung. Meskipun harus ngocok sendiri, sebab waktu itu belum ada
mixer, ia senang-senang saja.
Bakat Theresia membuat kue tempat terlupakan ketika ia memilih sekolah seketaris,
dan kemudian sempat bekerja sebagai beauty advisor. Meski semua itu masih erat
‘13
7
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kaitannya dengan urusan kewanitaan, namun Theresia tidak mencatat prestasi khusus di
bidang tersebut. Dan semua aktivitas di luar masak memasak itu berhenti total ketika ia
menikah dan mulai punya anak.
Momong anak di rumah memberinya waktu menjalankan hobi lamanya. Ia kembali
membuat kue seperti lapis legit dan mencoba membuat berbagai jenis kue hampir setiap
hari, mulai tahun 1987. Hasil percobaannya dibagikan kepada teman-teman untuk dicicipi.
Perlu waktu sekitar tiga bulan untuk menemukan adonan yang menurutnya pas di hati.
Tahun 1991 ia memutuskan untuk membuka toko kue di samping rumahnya.
Andalannya adalah brownies, kue berasa manis yang umumnya berwarna kecoklatan. Siapa
nyana banyak peminat yang membeli kue tersebut. Toko kue yang diberi nama Prima Rasa
itupun terpaksa harus buka dari pukul 06.00 sore untuk melayani pembeli yang datang tanpa
henti. Di samping brownies, konsumen juga dapat membeli berbagai kue basah dan kering
serta makanan lainnya. Sekarang rata-rata 200-300 kotak kue terjual setiap harinya. Dan di
hari libur jumlahnya bisa mencapai 1.500 kotak. tOko kue Prima Rasa milik Theresia telah
menjadi salah satu yang paling terkenal di Bandung. Brownies Prima Rasa, dengan pilihan
rasa keju, rum raisin, moka, atau yang biasa, acapkali menjadi buah tangan dari Bandung
yang dibawa bahkan sampai ke luar negeri. Di samping itu setiap minggu 300-400 kotak
brownies diambil seseorang pengusaha dari Jakarta untuk dijual kembali. Jika di total,
sekitar 3.500 kotak terjual setiap minggu. Bila pukul rata hartanya Rp. 20.000 maka omzet
Prima Rasa Rp. 70 juta per minggu. Tak heran jika ibu dan anak berusia yang usianya
berkepala empat ini dapat mempekerjakan 70 karyawan.
Kisah sukses Theresia memiliki kesamaan dengan Ratu Kua Dunia asal Indonesia,
Nilasari alias Lie Fen (Harefa: Mematahkan Belenggu Motivasi, 1999, hlm. 103-107).
Keduanya telah mulai memasak kue ketika berusia 12 tahun. Mereka juga mendapatkan
hambatan dari orang tuanya yang tidak mendukung hobi mereka itu. Dan untuk tetap
menyalurkan hobinya, mereka harus lebih banyak menggunakan dapur tetangga dan temantemannya. Mereka sempat “cuti panjang” dari hobinya itu sampat akhirnya menikah dan
punyak anak. Waktu itulah mereka mulai unjuk gigi dan kemudian mencatatkan namanya
sebagai warausaha di bisnis kue. Theresia berhasil menjadi Juragan Brownies dari
Bandung, sementara Nilasari mencatatkan namanya di Guiness Book of Records sebagai
pembuat kue-kue raksasa.
Banyak hal yang dapat dipelajari dan disimpulkan dari keberhasilan Linda, Theresia,
dan Nilasari. Salah satu yang terpenting adalah keberanian dan ketekunan mereka untuk
menjalankan usahanya berdasarkan hobi dan minat pribadi mereka.
‘13
8
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Inilah juga yang menjadi salah satu kunci utama kerbashilan para digital
entrepreneur seperti Bill Gates, Michael Dell, Jeff Bezos, dan orang-orang muda Indonesia
seperti Adi Budianto Mulia, Wiro Hardy, dan Hardi. Sebagaimana telah dipaparkan
sebelumnya, mereka memiliki kesamaan minat dan hobi, yakni mengutak-atik komputer,
membuat software, dan mendayagunakan internet untuk berbinis. Dari sekadar hobi,
mereka kemudian mengembangkannya menjadi bisnis yang mendatangkan keuntungan
besar dan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
Wirausaha terkemuka di alam raya yang juga perlu disebutkan adalah Steve Paul
Jobs. Bersama Steve Wosniak, teman baiknya asoh SMA, Jobs mencatatkan namanya
sebagai penemu komputer pribadi (personal computer, PC) bernama Apple. Penemuan itu
membuat miluner sebelum usia 30 tahun. Sebab Aplle Computer Inc. memungkinkan
terjadinya revolusi besar-besaran dan bidang industri perangka keras (bordware) dan
perangkat lunak (software) komputer. Komputer tak lagi diidentikkan dengan benda ukuran
besar yang hanyan digunakan oleh pemerintah dan perusahaan raksasa, tetapi merupakan
sebuah benda yang dapat di pergunakan oleh orang persesorangan untuk melakukan
berbagai aktivitas kerja, besnis, pendidikan, serta hiburan.
Semua itu bermula dari kesenangan jobs dan Wozniak ketika bekerja di Atari Inc.
tahun 1974. Mereka sama-sama merancang permainan komputer untuk Atari dan
menciptakan blue box yang dipasang ke telepon untuk melakukan pembicaraan dengan
benda elektronik yang satu ini nampak hingga ke kamar tidur garasi, dua tempat dimana
“anak” mereka yang bernama komputer pribadi dilahirkan.
Untuk menbangun Aplle Computer Inc., Jobs dan Wozniak harus rela menjual
barang-brang yang paling berharga untuk menjadi modal awal. Dengan melego kombi
Volkswagen (VW Kodok) milik Jobs dan kalkulator ilmiah merek Hewlett Packard milik
Wozniak, mereka mengumpulkan modal awal sebesar 1.300 dolar AS.
Tahun 1976, komputr Apple ciptaan mereka dijual seharga 666 doal AS. Inilah
komputer pertama yang menggunakan satu papan rangkai dengan video interface dan ROM
(Read Only Memory) yang mememerintahkan komputer untuk menjalankan berbagai
program melalui perangkat eksternal. Tahun itu mereka memperoleh penghasilan senilai
774.000 dolar AS, hampir 600 kali lipat modal awalnya.
Tahun berikutnya mereka membuat Apple II, dan mendorong para programer
independen untuk membuat berbagai perangkat aplikasi untuk Apple II, yang menghasilkan
lebih dari 16.000 program perangkat lunak. Mereka kemudian melibatkan Regis McKenna,
humas paling handal di Silicon Valley yang letak dikenal sebagai penulis buku laris
‘13
9
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Relationship Marketing, dan Nolan Bushnell, supervisor Jobs di Atari. Seorang pemodal
bernama Don Valentine menyuntikan dana keperusahaan itu. Hasilnya, dalam waktu 3
tahun Apple II menjadi standar dalam komputer pribadi dengan pendapatan 139 juta dolar
AS atau bertumbuh 700 persen.
Memasuki tahun 80-an, Aple meraup keuntungan dari go public senilai 1,2 miliar
dolar AS. Tahun 1984 mereka memperkenalkan Macintosh untuk membidik perusahaan
mencegah dan besar. Kemudian Jobs sempat keluar dari Apple dan mendirikan perusahaan
Nextstep tahun 1989. Sayang usaha pria yang, sama seperti Gates tak tamat universitas ini
gagal total. Untungnya di silicon Vallet, tempat dimana 9 dari 10 perusahaan baru berakhir
dengan tragis, kegagalan justrus dihargai. Dan hari-hari ini Jobs telah dikembalikan ke
“rumah” pertamanya, Apple Computer Inc.
Terlepas dari apa yang masih dikalakukan Jobs di masa depan, bersama Wonzniak dan
rekan-rekan lainnya, ia juga membuktikan bahwa usaha mengembangkan minat dan
hobi menjadi bisnis adalah salah satu kunci sukses berwirausaha. Sebab minat dan hobi
seseorang amat boleh jadi ingin menceritakan tentang bakat-bakat dan telentanya yang
terbaik, yang dititipkan Tuhan untuk dikembangkan atau semacam amanah yang wajib
ditunaikan dalam kehidupan. Dan bila hal terakhir ini dilakukan, mendapatkan
“konsekuensi” dan bukan tujuan utama.
Jika anda memilih bidang usaha yang sesuai dengan hobi dan minat pribadi Anda,
maka amat boleh jadi Anda dapat tetap berusaha meski harus mulai dengan modal kecil
seadanya.
Mulai Dengan Modal Seadanya
Saya tidak mau pengeluaran melebihi keuntungan.
Bisa bangkrut nanti. Kasarnya, kalau kita punyak 10 perak, maka Pengelauaran
hgarus hanya tiga perak.
Tidak hanya Kajir, pengrajin kayu dari Lombok Barat, yang tak suka berhutang pada
bank. Haji Ate Tohi, “kolongmerat” industri penyamakan kulit di desar Sukagerang, Garutm
Jawa Barat, juga enggan memanfaatkan tawaran kredit usaha sebesar Rp. 200 juta dari
sebuah bank. Dengan modal sendiri, ia merasa masih sanggup membiayai usaha
pengembangan bisnis yang telah digelutunya lebih dari 10 tahun. Padahal investasi untuk
perluasan pabriknya yang 2,4 hektar itu tak kurang dari Rp. 1,5 miliar. Dari mana ia
mengumpulkan dana sebanyak itu, mengingat usahanya di mulai dengan modal awal tak
lebih dari Rp. 600.000?
‘13
10
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Menurut pria berusia 33 tahun itu, slah satu kunci adalah suksesnya adalah selalu
mengendalikan pengeluaran paling banyak 50 persen dari keuntungan. Prinsip ini
dipelajarinya dari pengusaha etnis Tionghoa. Tak heran jika sekalipun ia lebih dari mampu
untuk membeli dua tiga mobil setiap tahun, Haji Ate lebih suka menggunakan angkutan
umum atau menyewa mobil di terminbal. Pakaian sehari-harinya pun sangat bersahaja. Ia
lebih sering terlihat mengenakan kaus dan sandal jepit ketika mengawasi 500-an karyawan
yang bekerja padanya. Padahal omzet usahanya telah mencapai angka Rp. 5 miliar per
bulan, dan tahun 2000 nanti ia berhasrat meningkatkan produksi hingga dua kali lipat.
Usaha Haji Ate memang sedang naik daun. Saat dolar genjang ganjing tak karuan, ia
menembus pasar ekspors dan mendapatkan pelangganan dari Nigeria dan Taiwan yang
sangat bernafsu memborong kulit produksinmya. Terbukanya pasar ekspor itu sendiri terjadi
secara kebetulan. Ia pernah mengikuti sebuah pameran kulit di Jakarta, awal tahun 90-an.
Setelah pameran itu banyak orang asing yang mencarinya. Berkat dukungan perusahaan
produsen bahan kimia, usaha Ate berkembang pesat.
Alumni Akademi Perhotelan Bandung ini pada mulanya mendapatkan tawaran untuk
bekerja di Hotel Tiara, Medan. Karena sudah menikah dengan Hajar Olis Yelly tahun 1987,
Ate enggan berpisah dengan keluarganya. Teman-temannya menganjurkan agar ia
mencoba berusaha sendiri sebagai penyamak kulit, mengikuti jejak kakaknya sendiri.
Mertuanya pun pengusaha penyamakan kulit yang cukup kaya. Tapi Ate mengaku hampir
putur asa karena tak punya modal untuk memulai usaha. Ia enggan meminjam dari mertua,
sementara untuk mendapatkan pinjaman dari bank ia tak memiliki sesuatu uang bisa
dijadikan agunana.
Tak hilang akal, Ate berusaha mengatasi rasa malunya dan meminta kerelaan sang
istri untuk menjual perhiasan berupa kalung, anting-anting, dan gelang emasnya. Maka
terkumpullah yang Rp. 600 ribu sebagai modal awal. Dengan menggunakan sebagai dari
ruamahnya dan dibantu oleh dua orang temannya, Ate memulai usaha penyamakan kulit.
Dan karena biasa hidup bersahaja, hemat dan selalu rajin menabung hasil ketuntungan
usaha, bisnis Ate berkembang hingga menjadi seperti sekarang. Di Garut tak ada lagi orang
yang tak mengenal Haji Ate.
Karena memulai usaha dari bawah, Ate sangat paham dengan kesulitan usaha kecil
penyamakan kulit. Karena itu, meski telah memiliki pabrik yang sangat luas dan ratusan
karyawan, ia masih meluangkan waktu untuk membantu 40-an orang penyamak kulit yang
belum memiliki izin usaha. Ia menyediakan bahan baku dan membeli hasil penyamakan
“anak asuhnya” itu.
‘13
11
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Wirausaha lain yang juga tak suka berhutang pada bank adalah Hans T. Sebastian.
Mantan Stock Keeper di Hitachi yang juga pernah menjabat sebagai Chief Accounting and
Finance Sectuon Head PT Berca Indonesia ini memulai usahanya dengan modal Rp. 2 juta.
Dengan berbagai langkah inovatif, perusahaan yang mulai dibangun tahun 1991 itu
berkembang lewat bendera PT Balon Udara Franchise Corperation. Semula ia mendirikan
perusahaan periklanan PT Bina Indonesia Advertising. usaha ini tak terlalu berhasil.
Karenanya ia memilih untuk lebih fokus melayani ke butuhan segemen tertentu. Pilihan pun
jatug pada balon, karena di samping teknologinya mudah, balon memiliki unsur kebaruan
dan unkit waktu itu. Persaiangan masih relatif sepi.
Daftar Pustaka

Buchari Alma (1999),Dr, Kewirausahaan-Panduan Perkuliahan, Alfabeta

Hill Napoleon (2007), Think and Grow Rich (terjemahan), Ramala Books
‘13
12
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Kuratko,Donald F and Hodgetts Richard M. (2004), Entreprenuership,Thomson South
Westrn

Kiyosaki, Robert T.(2002), Business School, Penerbit Gramedia

----------------------- (2002), Cashflow Quadrant, Penerbit Gramedia

Masykur Wiratmo,Drs,MSc.(1996),Pengantar Kewirausahaan,BPFE

Meredith, Geoffrey G (1996), Kewirausahaan Teori dan Praktek, PPM

Poissant, Albert.(1993), Keberhasilan 10 Jutawan Terkemuka Dunia, Pustaka Tangga
Jakarta

Pipe Steve (1999), 101 Cara Meraih Keuntungan Optimal (terjemahan),Elex Media
Komputindo, Penerbit Gramedia

Sri Bramantoro Abdinagoro (2003), Road to be an Own Boss Menjadi Bos untuk Diri
Sendiri, penerbit Republika

Longenecker, Justin G. Moore, Carlos W dan Petty, J William. (2001), Kewirausahaan,
Salemba Empat

‘13
Lambing and Kuehl (2000), second edition, Entreprenuership, Prentice Hall
13
Kewirausahaan II
Zulfithri,MS,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download