ABSTRAK Seni tari bajidoran merupakan sebuah bentuk pertunjukan rakyat yang terbentuk, hidup, tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat pedesaan. Hidup matinya bajidoran tidak terlepas dari ketergantungan pada masyarakat pendukungnya, terutama para bajidor yang dianggap sebagai salah satu penyangga utama kehidupannya serta kaum elite pedesaan yang kerap kali mengundang grup bajidoran. adalah judul dari skripsi, dipilih atas dasar keunikan dalam praktiknya, sinden atau ronggeng sangat piawai menggoda dan merayu bajidor agar mau menghamburkan uangnya. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui bagaimana makna goyangan seorang penari perempuan dalam pertunjukan bajidoran di kab.Karawang, 2) Untuk mengetahui makna kostum seorang penari perempuan dalam pertunjukan bajidoran di kab.Karawang, 3) Untuk mengetahui makna bahasa tubuh penari perempuan dalam pertunjukan bajidoran di kab.Karawang. Ketiga tujuan penelitian itu sangat berkaitan, sehingga dapat mengungkapkan representasi erotisme dalam tarian bajidoran kab. Karawang tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif merupakan metode yang bisa memecahkan suatu permasalah dengan mudah. Hal ini dikarenakan mengharuskan penulis untuk terjun langsung ke lapangan untuk mendapatkan sumber data yang lebih lengkap dan berinteraksi langsung dengan narasumber sehingga bisa mendapat penjelasan yang lebih kongkrit. Dan menggunakan pendekatan analisis Semiotika Roland Barthes, karena semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Sensualitas tari bajidoran yang menonjolkan liukan tubuh, seperti halnya gerakan tarian yang atraktif dengan menghadapkan bagian pinggul ke arah penonton, dengan memutar pinggulnya ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang dengan mengoyangkan dada melalui 3G (gitek, goyang, dan geol) yang mengundang pro dan kontra tidak membuat surut pelaku sinden, bahkan penari semakin menggerakan pinggul dan dadanya dengan iringan kendang menyajikan Goyang Karawang Sinden bajidoran tidak menutup kemungkinan berupaya memperlihatkan ketertarikan kepada pihak lain. Dengan kostum gemerlapan, sinyal seksual dapat ditampilkan dengan menonjolkan bagian tubuh mulai dari dada, pantat, leher, dan lirikan mata yang semuanya memiliki potensi membangkitkan rangsangan lawan jenis. Tidak hanya gerakan sensual, rupa, swara, dan trapsila seyogyanya dimiliki juga oleh seorang sinden. Ungkapan seks menunjukan manifestasi afinitas afektif antara seniman dengan penontonnya. Egolan pinggul mengundang tangan laki-laki tidak hanya sekedar memegang pantat penari, tetapi juga mengusap-ngusapnya. Jika para penonton laki-laki baik pengibing ataupun bajidor berhak memandang dan menikmati setiap sinden, bahkan colekan payudara sekalipun, sebaliknya sinden pun memiliki hak yang sama untuk membuat para bajidor senantiasa ketagihan dan terpedaya untuk menghamburkan uang sebanyak-banyaknya.