CONCERT HALL

advertisement
BAB IV
TINJAUAN ARSITEKTUR GEDUNG KONSER (CONCERT HALL)
4.1. Studi Banding Gedung Konser dan Teater
Pusat seni pertunjukan merupakan tempat untuk berbagi ruang imajinatif
terhadap sesama penonton dan pemain ketika mereka keluar dari ruang privat
mereka masing-masing. Jika seni pertunjukan tidak menawarkan suatu
pengalaman yang unik, maka orang-orang akan cenderung untuk tetap di rumah.
Salah satu cara untuk memenuhi tujuan tersebut adalah dengan menciptakan
suasana akrab pada ruang publiknya.
Ruang publik merupakan tempat para penonton berkumpul sebelum
dimulainya pertunjukan. Dulunya, lobby gedung teater umumnya dirancang sesuai
dengan motif baju para penonton. Arsitekturnya bergaya formal, berdekorasi
kristal, analog dengan baju formal dan perhiasan-perhiasan yang dipakai para
penonton.
Bentuk keseluruhan gedung teater sendiri biasanya tidak terlepas dari
simbol dan karakteristik yang ingin dimunculkan.
4.1.1. Neues Tempodrom, Berlin, Jerman
Arsitek: Von Gerkan, Marg und Partner
Luas bangunan: 12.400 m2
Masa konstruksi: 1999-2001
Kapasitas:
-3.800 penonton di ruang pertunjukan besar
-400 penonton di ruang pertunjukan kecil.
Tempodrom
dulunya
merupakan
tempat
pertunjukan seni yang berada dekat Tembok
Berlin. Tempat yang didirikan dua buah tenda
ini, menarik sekitar 200.000 penonton dalam
setiap pertunjukannya. Pada 1984, Tempodrom
menetap di sebuah lahan yang dulunya adalah
Gambar 4.1. Neues Tempodrom
pada waktu siang (atas)
dan malam (bawah)
(Sumber: www. gmp-architecten.de)
45
stasiun kereta api Anhalter yang hancur akibat
Perang Dunia II.
Pembangunan Tempodrom yang baru
membutuhkan
sebuah
program
yang
memperhatikan potensi tapak sekaligus fungsi
pertunjukan itu sendiri. Stasiun kereta api
Anhalter sebelumnya telah dikenal luas
sebagai “pintu gerbang menuju Selatan” dan
merupakan peberhentian kereta api terbesar
kedua di Eropa. Oleh karena itu masa lalu
merupakan hal yang penting yang harus
dimunculkan dalam fasilitas ini.
Gambar 4.2. Potongan dan
denah Neues Tempodrom
(Sumber: www. gmp-architecten.de)
Pertama kali yang dilakukan oleh sang
arsitek adalah dengan mempertahankan unsur
tenda yang merupakan ciri khas Tempodrom.
Tenda ini terbuat dari beton, meyakinkan
Tempodrom sebagai gedung pertunjukan yang
permanen, d engan bukaan di ujung atasnya
bertujuan memasukkan cahaya alami ke dalam
ruang pertunjukan utama. Pengalaman ruang
di bawah “tenda beton” ini merupakan refleksi
dari
fenomena
pengalaman
ruang
yang
didapatkan dahulu ketika Tempodrom masih
berupa tenda.
Dengan adanya penjelajahan sejarah
suatu tempat, suatu fasilitas di atasnya
merupakan
gubahan
bentuk
puitis
yang
seakan-akan bercerita kepada pengunjungnya.
Gambar 4.3. Interior Neues Tempodrom
(Sumber: www. gmp-architecten.de)
46
4.1.2. Benjamin and Marian Schuster Performing Arts Center, Dayton, Ohio
Arsitek: Caesar Pelli & Associates
Luas bangunan: 168.500 sq feet
Kapasitas: 2.300 penonton
Caesar Pelli membuat gedung ini dengan ide
“malam pertunjukan teater yang berupa a
long series of delightful experiences, that
will make the performance more intense”,
sebuah rentetan pengalaman menyenangkan,
yang akan membuat pertunjukan semakin
hebat.
Ia memperkuat suasana Wintergarden
yang
ada
di
lobby
utama
Gambar 4.4. Exterior Schuster Performing
Art Center
(Sumber: www.pcparch.com)
dengan
menggunakan bahan marmer pada lantai dan
kaca dengan struktur truss baja pada wajah
bangunan.
Di
dalam
teater,
terdapat
langit-langit
berbentuk kubah setinggi 90 kaki yang
terbagi menjadi empat kerucut elips.
Di ujung atasnya, terdapat 2.000 lampu
fiber-optik yang merupakan representasi dari
bintang-bintang di langit kota Dayton pada
tanggal 16 Desember 1903 – satu malam
sebelum
Wilbur
dan
Orville
Wright,
pembuat sepeda kota Dayton, mengadakan
penerbangan perdananya di Kitty Hawk,
Carolina Utara.
Caesar Pelli menciptakan ruang yang
tidak
hanya
berfungsi
sebagai
ruang
Gambar 4.5. Interior Schuster Performing
Art Center
(Sumber: www.pcparch.com)
47
pertunjukan, tetapi sekaligus memberikan
satu
gubahan
bentuk
yang
mengugah
kembali rasa bangga warga Dayton terhadap
pendahulunya yang merupakan salah satu
penemu yang mengubah sejarah dunia.
Gambar 4.6. Desain langit-langit auditorium
Schuster Performing Art Center
(Sumber: www.pcparch.com)
4.1.3. Luxembourg Philharmonie, Luxembourg City, Luxembourg
Arsitek: Christian de Portzamparc
Luas bangunan: 215.000 sq feet
Kapasitas:
- Auditorium konser: 1.500 penonton
- Hall chamber-music: 300 penonton
Ide De Portzamparc di sini adalah
membuat sebuah bentuk yang monumental
dengan membuat barisan kolom (terbuat
dari baja) yang disusun rapat secara elips.
Pada pintu masuknya, barisan kolom ini
dibuat semakin renggang. Ketika para
pengunjung menelusuri bangunan, kolom-
Gambar 4.7. Exterior Luxembourg Philharmonie
(Sumber: Architectural Record, Agustus 2006)
kolom ini membuat bangunan berkesan
antara solid dan transparan.
Penonjolan elemen kolom dalam
arsitektur
mengingatkan
arsitektur
klasik.
modifikasi,
De
kita
akan
Dengan
sedikit
Portzamparc
berhasil
meredifinisi ulang tentang kekokohan
sebuah
bangunan.
Dengan
komposisi
Gambar 4.8. Luxembourg Philharmonie
pada malam hari
(Sumber: Architectural Record, Agustus 2006)
48
kolom yang saling berdekatan dan maju-mundur, muncul sebuah ruang kromatik
tempat cahaya bermain antara solid dan transparan. Arsitektur bukanlah lagi
merupakan sekadar sebuah pembekuan musik, tetapi juga mencair.
4.2. Deskripsi “Kegiatan Menonton Konser”
Dahulu ketika orang-orang pergi ke opera, teater atau concert hall, mereka
senang untuk dilihat, sama seperti mereka senang melihat pertunjukan. Dalam
pertunjukan film biasanya hanya film premier yang menarik perhatian orangorang semacam ini, tetapi bagi orang yang sering menonton di gedung teater dan
opera, acara sosial seringkali semenarik pertunjukan itu sendiri. Motivasi ini
dianggap tidak relevan bagi orang yang serius dalam bidang teater. Mereka tidak
setuju bahwa aktivitas sosial lebih penting daripada kualitas pertunjukan. Standar
artistik rendah dan isi intelektual hanya sekadarnya saja. Kunjungan ke sebuah
tempat hiburan ini bahkan menunjukkan adanya pembagian struktur sosial.
Bangunan itu sendiri menekankan pembagian masyarakat secara paksa (segregasi)
ke dalam kelompok-kelompok. Para pengunjung (patron) mengenakan pakaian
sesuai dengan ornamen-ornamen auditorium yang mewah.
Setelah Perang Dunia II, kewajiban memakai pakaian yang formal
berakhir dan informalita-lah justru berkembang. Penonton umumnya membuat
impresi berpakaian yang berwarna kalem, jika tidak mau disebut lusuh.
Bagaimanapun, pada waktu itu para penonton akhirnya diminta minimal
berpakaian rapih, jika tidak mengkhendaki cara berpakaian konvensional yang
terdahulu.
Hiburan rumah seperti VCD, DVD atau home theater sangatlah berbeda
dengan menonton di gedung konser. Perbedaan itu terletak pada terdapatnya kesan
“acara” / occasion. Orang membutuhkan interaksi sosial selain sekadar menonton.
Ruang publik tempat para penonton berkumpul sebelum pertunjukan harus
menyediakan setting yang tepat untuk acara ini. Foyer harus memenuhi tuntutan
fungsional, sirkulasi harus mudah dan tidak saling berpotongan (uncongested)
tetapi semuanya harus juga membawa suasana / atmosphere akan adanya
anticipation (rasa berharap-harap) exitement (kesenangan). Dulu, ini dicapai
dengan bangunan yang “didandani” dengan motif (ornamen) arsitektur formal
49
dengan dekorasi berlapis emas dan kristal, menyamai pakaian dan perhiasan
malam yang dipakai oleh penonton. Seiring dengan perubahan sosial, arsitektur
dan pakaian juga berubah. Adapun beberapa kompensasi-berlebihan (overcompensation) dan reaksi negatif terhadap dekorasi yang berlebihan telah
menghasilkan bangunan yang membosankan yang telah gagal untuk menyediakan
tempat yang menstimulasi bagi aspek sosial dari mengunjungi pertunjukan
langsung. Oleh karena itu perlu suatu keseimbangan dalam hal ini.
4.3. Rekapitulasi
Bentuk-bentuk puitik yang diterapkan pada beberapa gedung konser di
atas dapat dilihat secara menyeluruh sebagai berikut:
Nama Arsitek
/ Gedung Konser
Inspirasi dari:
Gubahan Bentuk hasil
interpretasi
Von Gerkan, Marg und Partner
/ Neues Tempodrom.
Asal-usul dan sejarah seni
pertunjukan Tempodrom yang
diadakan di bawah tenda
karena sering berpindahpindah.
Bentuk atap yang menyerupai
tenda, namun bermaterial
beton untuk memberi kesan
“menetap”.
Caesar Pelli
/ Benjamin and Marian
Schuster Performing Arts
Center, Ohio.
Kebanggaan terhadap salah
satu warga Ohio, Wright
Bersaudara, penemu pesawat
terbang.
Langit-langit gedung konser
yang berdekorasi bintangbintang. (Bintang = langit =
terbang = pesawat terbang)
Christian de Portzamparc
/ Luxembourg Philharmonie
Pengunjung yang bergerak
masuk ke bangunan melihat
permainan bentuk solidtransparan (kesan bergerak)
Susunan kolom yang rapat
dan berlapis-lapis.
Tabel 4. Rekapitulasi studi gedung konser
50
Download