BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Dramaturgi

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Teori Dramaturgi Erving Goffman
Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgis dalam bukunya
berjudul Presentation of Self in Everyday Life, yang diterbitkan tahun 1959. Istilah
Dramaturgi dimana kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi
diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain
sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan
mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
Pada teori Dramaturgi terdapat “Front stage” (panggung depan) dan “Back
Stage” (panggung belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi
mendefinisikan situasi pertunjukan.
Front stage dibagi menjadi dua bagian, yaitu
“Setting” pemandangan fisik yang harus selalu ada jika sang actor (Pemilik Warung
Internet) memainkan perannya yaitu dengan berpakaian rapi dan mengunakan aksesoris
mahal seperti jam tangan bermerek, kendaraan kelas premium, hingga menggunakan
telepon selular keluaran terbaru, dan “Front Personal” yaitu berbagai macam
perlengkapan (Alat Peraga) sebagai cerminan perasaan dari sang actor (Pemilik Warung
Internet). Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu “Penampilan” yang
terdiri dari berbagai jenis barang yang digunakan mencerminkan status sosial sang
aktor, lalu “Gaya” yang berarti mengenalkan peran seperti apa yang dimainkan aktor
kedepannya.
Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana berjalan
skenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat yang terdapat didalam warung internet
lalu mengatur pementasan sang aktor (Pemilik Warung Internet).
Back stage adalah keadaan dimana seseorang berada di belakang panggung
dengan kondisi tidak ada penonton, sehingga dapat dipastikan seseorang tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
berperilaku bebas tanpa mempedulikan sikap/peran dalam sandiwara berikutnya.
Seperti seorang pemilik warung internet atau karyawan Operator yang bertugas dengan
ramah-tamah menyambut pelanggan dengan menawarkan jasa layanan internet yang
bersifat positif, namun setelah pelanggan menyetujui untuk menggunakan layanan
intenet tersebut, saat itulah pemilik warung internet atau karyawan Operator mulai
menawarkan jasa layanan internet VIP yang diluar dari menu positif layanan warung
internet yang sehat.
Saat pemilik warung internet atau Operator yang bertugas
menyambut pelanggan, merupakan saat Front Stage (Saatnya Pertunjukan). Tanggung
jawabnya adalah memberikan layanan jasa intenet positif kepada seluruh pelanggan
yang datang, seperti telah diskenario oleh dirinya sendiri. Saat pelanggan telah terbujuk
untuk menggunakan jasa internet positif tersebut, saat itulah sang pemilik warung
internet atau Operator yang bertugas mulai menawarkan fasilitas lainnya (fasilitas VIP).
Oleh scenario yang terstruktur dengan baik, pemilik warung internet atau Operator kini
dapat dengan mudah untuk memanipulasi perannya dalam menawarkan jasa layanan
internet positif pada pelanggan selanjutnya.
Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi yang menggali segala macam
perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang
menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor
menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini
berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan.
Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat
untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari
Diri Goffman adalah penerimaan penonton akan manipulasi.
Bila seorang aktor
berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin
diperlihatkan oleh aktor tersebut.
Aktor akan semakin mudah untuk membawa
Universitas Sumatera Utara
penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Dapat disimpulkan sebagai
bentuk lain dari komunikasi, karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai
tujuan.
Dalam komunikasi konvensional, manusia berbicara tentang bagaimana
memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi
agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgi, yang diperhitungkan
adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat
memberikan keuntungan sesuai yang kita mau. Dramatugi mempelajari konteks dari
perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari
perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada
“kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir
dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang
dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.
Dalam teori Dramatugi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil
dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang
mandiri. Identitas manusia bisa berubah tergantung dari interaksi dengan orang lain.
Disinilah teori Dramaturgi berperan, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.
Dalam teori Dramaturgi, ”interaksi sosial” dimaknai sama dengan pertunjukan diatas
panggung (teater).
Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan
karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya
sendiri”. Dalam mencapai tujuannya, konsep Dramaturgi berfungsi menjadi bayangan
manusia yang akan mengembangkan perilaku-perilaku untuk mendukung perannya
tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus
mempersiapkan kelengkapan pertunjukan.
Universitas Sumatera Utara
Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus
mempersiapkan
kelengkapan
pertunjukan.
Kelengkapan
ini
antara
lain
memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal
lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan
interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas
disebut dalam istilah “impression management”.
Menurut Goffman, dua bidang
penampilan perlu dibedakan yaitu panggung depan (front region) panggung belakang
(front back). Panggung depan adalah “bagian penampilan individu yang secara teratur
berfungsi di dalam mode yang umum dan tetap untuk mendefenisikan situasi bagi
mereka yang menyaksikan penampilan itu” (Goffman: 1995:22). Goffman menilai
bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front
stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di
front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam
bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya
agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh
konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsurunsur tersebut pada impression management di atas).
Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan
perannya, atau kesan yang ingin ditangkap oleh lawan interaksinya. Kondisi ini sama
dengan apa yang dunia teater katakan sebagai “breaking character”. Penggunaan
konsep dramaturgi dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah
suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri.
Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu
sendiri. Terbentuklah masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana
dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan,
Universitas Sumatera Utara
menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai
komunitas mampu bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan
masyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui
interaksinya, yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas
lainnya.
Apa yang dilakukan masyarakat melalui konsep permainan peran adalah
realitas yang terjadi secara alamiah dan berkembang sesuai perubahan yang
berlangsung dalam diri mereka. Permainan peran, akan berubah sesuai kondisi dan
waktu keberlangsungnya.
Banyak pula faktor yang berpengaruh dalam permainan
peran ini, terutama aspek sosial psikologis yang melingkupinya.
Dramarturgi hanya dapat berlaku di institusi “total”. Institusi total adalah institusi
yang memiliki karakter dihambakan oleh sebagian kehidupan atau keseluruhan
kehidupan dari individual yang terkait dengan institusi tersebut, dimana individu ini
berlaku sebagai sub-ordinat yang mana sangat tergantung kepada organisasi dan orang
yang berwenang atasnya. Goffman (1961:238) mendefinisikan institusi total sebagai
“tempat tinggal dan kerja di mana sejumlah besar individu, yang untuk waktu cukup
lama terlepas dari masyarakat luas, bersama-sama terlibat dan berperan di mana
kehidupan diatur secara formal”. Ciri-ciri institusi total antara lain dikendalikan oleh
kekuasan (hegemoni) dan memiliki hierarki yang jelas. Contohnya, sekolah asrama
yang masih menganut paham pengajaran kuno (disiplin tinggi), kamp konsentrasi
(barak militer), institusi pendidikan, penjara, pusat rehabilitasi (termasuk didalamnya
rumah sakit jiwa), biara, institusi pemerintah, dan lainnya. Dramaturgi dianggap dapat
berperan baik pada instansi-instansi yang menuntut pengabdian tinggi dan tidak
menghendaki adanya “pemberontakan”, karena di dalam institusi-institusi ini peranperan sosial akan lebih mudah untuk diidentifikasi.
Universitas Sumatera Utara
Erving Goffman mengungkapkan teori Presentation of Self atau disebut juga
sebagai Dramaturgi. Konsep dramaturgi menurut Erving Goffman adalah, memandang
kehidupan sosial merupakan seperti pertunjukan drama pentas.
Dengan kata lain,
Goffman menggambarkan peranan orang-orang yang berinteraksi dan berhubungan
dengan realitas sosial yang dihadapinya melalui panggung sandiwara dengan
menggunakan skrip (jalan cerita) yang telah ditentukan.
Erving Goffman menilai, dalam situasi sosial, seluruh aktivitas dari partisipan
tertentu adalah suatu penampilan (performance), sedangkan orang lain yang terlibat
dalam situasi sosial disebut sebagai pengamat atau partisipan lainnya. Individu dapat
menampilkan suatu pertunjukan bagi orang lain, tetapi kesan pelaku terhadap
pertunjukan tersebut dapat berbeda-beda.
Jadi seseorang dapat bertindak atau
menampilkan sesuatu yang diperlihatkannya, tapi belum tentu perilaku sehari-harinya
tidak sama seperti apa yang diperlihatkannya. Goffman membagi panggung depan
(front stage) ini menjadi dua bagian yaitu, front pribadi (personal front) dan setting
front pribadi.
Personal front mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh pelaku.
Misalnya, berbicara dengan sopan, pengucapan istilah-istilah asing, berbicara dengan
intonasi tertentu, bentuk tubuh, ekspresi wajah, pakaian, dan sebagainya. Sedangkan
setting front pribadi seperti alat-alat yang dianggap sebagai perlengkapan yang dibawa
pelaku ke dalam penampilannya. Seperti seorang dokter mengenakan jas dokter dan
stetoskop.
Erving Goffman menilai, dalam dramaturgi perlu dibedakan antara panggung
depan (front stage) dengan panggung belakang (back stage). Panggung depan adalah
bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi sebagai cara untuk tampil
didepan umum sebagai sosok yang ideal. Sedangkan panggung belakang adalah bagian
penampilan individu yang tidak sepenuhnya dapat dilihat, hal ini dapat memungkinkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa tradisi dan karakter pelaku sangat berbeda dengan apa yang dipentaskan. Dalam
teori Dramatugi menjelaskan bahwa identitas manusia itu tidak stabil dan merupakan
setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas
manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Goffman
membuat kategori stigma, yaitu orang yang direndahkan (stigma diskredit) dan orang
yang dapat direndahkan (discreditable stigma). Orang yang direndahkan adalah orang
yang memiliki kekurangan yang dapat dilihat dengan kasat mata, misalnya seperti orang
cacat fisik, dan orang buta. Sedangkan orang yang dapat direndahkan adalah orang
yang memiliki aib yang tidak dapat dilihat secara langsung, misalnya seperti orang yang
suka sesama jenis.
Analisis framing merupakan situasi yang dibentuk sesuai dengan prinsip-prinsip
organisasi yang mengatur peristiwa-peristiwa seperti peristiwa sosial, dan keterlibatan
subyektif kita di dalamnya. Dengan arti, kita belajar memaknai suatu peristiwa tertentu
dan realitas sosial sesuai dengan pengalaman yang telah kita miliki dalam suatu
organisasi sosial masyarakat yang kemudian menjadi tindakan kita.
Dramaturgi merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serentetan
pertunjukan drama dalam sebuah pentas. Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh
drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor
memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh
gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama
yang disajikan.
Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di
masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan.
Tujuan dari
presentasi dari Diri – Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila
seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang
Universitas Sumatera Utara
ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa
penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai
bentuk lain dari komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk
mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang
bagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir
komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgi, yang
diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga
dapat memberikan keuntungan sesuai yang dikehendaki.
Dramatugi mempelajari
konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari
hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar
manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada
tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu
alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.
2.2. Gambaran Mengenai Warung Internet
Di jaman yang modern ini sudah banyak para usahawan yang mulai mendirikan
usaha seperti warnet, atau yang disebut dengan Warung Internet. Warnet sudah ada dari
awal tahun 2006, sudah banyak yang mengenal warnet sebagai tempat untuk mengakses
dunia luar yang belum diketahui.
Observasi mendalam penulis terkait dengan
gambaran warung internet adalah dimana operator warnet sering melihat pelanggan
menyaksikan film yang bersifat asusila bahkan “bermesum” di bilik warnet. Operator
sering menegur perbuatan mereka yang melakukan kegiatan tersebut, namun ada pula
yang membiarkannya asal tidak mengganggu user lain, dikarenakan warung internet
yang beroperasi selama 12 jam memiliki dua shift jam kerja, yaitu pagi dan malam.
Menurut Operator shift malam mengatakan :
Universitas Sumatera Utara
“yang penting mereka bayar, urusan mereka mau berbuat apa di
dalam bilik dan itu bukan menjadi tanggung jawab sang
Operator”.
Ada berbagai macam alasan mengapa mereka melakukan tindakan tidak terpuji di
warnet. Menurut narasumber mengatakan :
“melakukan kegiatan asusila di warnet biayanya murah, sudah
dilengkapi dengan akses internet untuk mejelajahi situs porno yang
bisa dipakai untuk pemanasan, selain itu warnet bebas dari
penggrebekan polisi”.
Murah dan mudahnya mengakses internet mejadi pemicu utama, mengapa setiap
pasangan nekat berbuat mesum.
Persaingan warnet yang semakin ketat memaksa usahawan melakukan inovasiinovasi untuk meraih konsumen sebanyak-banyaknya. Mulai dari perang harga yang
tidak sehat, sampai mendesain interior warnet sedemikian rupa, sehingga warnet
dikonotasikan sebagai tempat maksiat untuk berbuat mesum.
2.3. Keterkaitan Teori Dengan Kondisi Warung Internet
Fenomena ini semata-mata hanya niat para pasangan yang berkunjung dan
memadu kasih, tetapi banyak juga pemilik warnet-warnet tersebut yang memang
sengaja memberikan fasilitas seperti bilik yang tinggi dan sangat tertutup, dikarenakan
itu adalah strategi pengusaha untuk meramaikan usaha warnetnya.
Hal tersebut juga diakui pemilik warnet. Usahawan memang mendesain
warnetnya dengan bilik yang tinggi, agar “privacy” (kepribadian) konsumen lebih
terjaga. Usahawan juga mengakui bahwa ruangan warung internetnya digunakan untuk
berbuat tidak wajar. Pada warnetnya pun kerap dijadikan tempat asusila,
“tapi mau gimana lagi, memang itu yang menjadi daya jualnya”.
Sehingga dia menutup mata dan telinga dengan kejadian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Fenomena seperti ini membuat penulis merasa tertantang untuk membahas lebih
lanjut dimana terdapat sisi dramatugi usahawan seperti tutup mata dengan kegiatankegiatan yang terdapat pada warung internetnya. Usaha yang secara panggung depan
(front stage) menawarkan jasa bersifat positif, namun di belakang (back stage)
memberikan layanan fasilitas perjudian online, pornografi, pornoaksi, dll. Dengan
tambahan fasilitas back stage tentunya menguntungkan pemilik demi meraih sebanyak
banyaknya keuntungan.
2.4. Akar Teori Interaksi Simbolik
Menurut banyak pakar pemikiran George Herbert Mead, sebagai tokoh sentral
teori ini, berlandaskan pada beberapa cabang filsafat antara lain pragmatisme, dan
behaviorisme. Dirumuskan oleh John Dewey, Wiliam James, Charles Peirce, Josiah
Royce, aliran filsafat ini memiliki beberapa pandangan yaitu :
1. Realitas yang sejati tidak pernah ada di dunia nyata, melainkan secara aktif
diciptakan ketika kita bertindak di dan terhadap dunia.
2. Percaya bahwa manusia mengingat dan melandaskan pengetahuan mereka tentang
dunia pada apa yang terbukti berguna bagi mereka.
3. Manusia mendefinisikan objek fisik dan objek sosial yang mereka temui
berdasarkan kegunaannya bagi mereka, termasuk tujuan mereka.
Mead menilai, manusia harus dipahami berdasarkan pada apa yang mereka
lakukan. Namun, manusia punya kualitas lain yang membedakannya dengan hewan.
Kaum behavioris berkilah bahwa satu-satunya cara sah secara ilmiah untuk memahami
semua hewan, termasuk manusia, adalah dengan mengamati perilaku mereka secara
langsung dan seksama.
Mead menolak gagasan itu, menurutnya pengamatan atas
Universitas Sumatera Utara
perilaku luar manusia semata menafikan kualitas penting manusia yang berbeda dengan
kualitas alam.
2.5. Pandangan behaviorisme terbagi menjadi dua yaitu :
1. Behaviorisme Radikal John Watson.
a. Behaviorisme radikal mereduksi perilaku manusia kepada mekanisme yang sama
dengan yang ditemukan pada tingkat hewan lebih rendah (inframanusia).
b. Manusia sebagai makhluk yang pasif, tidak berfikir, yang perilakunya ditentukan
oleh rangsangan di luar dirinya.
c. Menolak gagasan bahwa manusia memiliki kesadaran, bahwa terjadi suatu proses
mental tersembunyi yang berlangsung pada diri individu di antara datangnya
stimulus dan bangkitnya perilaku.
2. Behaviorisme Sosial George Herbert Mead.
a. Behaviorisme sosial merujuk pada deskripsi perilaku pada tingkat yang khas
manusia.
b. Konsep dasarnya ialah tindakan sosial (social act), yang juga mempertimbangkan
aspek tersembunyi, yang membedakan perilaku manusia dengan perilaku hewan.
c. Menganggap perilaku manusia sebagai perilaku sosial., sebab substansi dan
eksistensi perilaku manusia hanya dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan
basis sosialnya.
Dapat disimpulkan, bahwa Mead telah memperluas teori behavioristik ini dengan
memasukkan apa yang terjadi antara stimulus dan respon itu. Ia berhutang budi pada
behaviorisme tetapi sekaligus juga memisahkan diri darinya, karena bagi Mead,
manusia jauh lebih dinamis dan kreatif.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Premis-Premis Interaksionisme Simbolik
1. Individu merespons suatu situasi simbolik. Individu dipandang aktif untuk
menentukan lingkungan mereka sendiri.
2. Makna adalah produk interaksi sosial. Oleh karena itu, makna tidak melekat pada
objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.
3. Makna yang diiterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan
dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan
interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni
berkomunikasi dengan dirinya.
2.7. Prinsip-Prinsip Teori Interaksi Simbolik
1. Manusia tidak seperti hewan rendah, namun manusia diberkahi dengan
kemampuan berfikir.
2. Kemampuan berfikir itu dibentuk oleh interaksi sosial.
3. Dalam interaksi sosial, orang belajar makna dan simbol yang memungkinkan
mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia, yakni berfikir.
4. Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan dan interaksi yang
khas manusia.
5. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka
gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka atas situasi.
6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena kemampuan
mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa
tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif, dan kemudian
memilih salah satunya.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Teori Evolusi Darwin
Teori Darwin menekankan pandangan bahwa semua perilaku organisme, termasuk
perilaku manusia, bukanlah perilaku acak, melainkan dilakukan untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan mereka masing-masing. Organisme juga dapat mempengaruhi
lingkungan, sehingga mampu mengubah pengaruh lingkungan terhadap organisme.
Aspek pandangan lain Darwin yang dianggap berpengaruh tersebut adalah :
1. Sebagaimana alam yang harus dipelajari dalam keadaan alami, manusia pun harus
dipelajari dalam keadaan alami (naturalistik).
2. Bila manusia memang punya kualitas-kualitas khas yang membedakan mereka
dengan hewan, seperti punya kebebasan dan berfikir, mereka harus dipelajari dan
diidentifikasi dalam keadaan seperti itu.
3. Keunikan manusia itu bukan hanya otaknya yang jauh lebih berkembang daripada
otak hewan lainnya, pita suaranya dan otot wajahnya yang memungkinkannya
menciptakan berbagai macam suara, melainkan juga implikasi dari kemajuan
fisiknya tersebut yaitu kemampuan mereka untuk berbahasa dan berfikir.
4.
2.9. Fenomenologi dan Interaksi Simbolik
Istilah ’fenomenologi’ sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk
pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui (Lexy J
Moleong, 2007). Fenomenologi diartikan sebagai:
1. Pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal;
2. Suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang (Husserl dalam
Moleong, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Moleong berpendapat, peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha
memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam
situasi-situasi tertentu. Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti
sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka. Fenomenologi memulai
dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang
sedang diteliti.
Penjelasan arti kata fenomenologi yaitu ’fenomena’ atau gejala alamiah. Jadi para
fenomenolog berusaha memahami fenomena-fenomena yang melingkupi subyek yang
diamatinya. Sehingga yang ditekankan adalah aspek subyektif dari perilaku orang. Para
fenomenolog berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subyek yang
ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu
pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya
sehari-hari.
Dalam fenomenologi adalah pemahaman terhadap pengalaman subyektif atas
peristiwa dan kaitan-kaitannya yang melingkupi subyek. Contoh: penelitian mengenai
fenomena komunikasi yang berkaitan dengan tingkat kepercayaan penerima pesan
terhadap pesan yang disampaikan. Peneliti berusaha memahami bagaimana penerima
pesan merespon setiap pesan yang disampaikan.
Dari hasil pengamatan, peneliti
menemukan fakta bahwa penerima pesan memiliki pengalaman negatif (buruk)
terhadap pesan-pesan yang (ternyata) tak dapat dibuktikan kebenarannya. Sehingga
mempengaruhi pandangan mereka terhadap kredibilitas pemberi pesan (komunikator)
terhadap pemberi pesan yang memiliki kredibilitas rendah tersebut, setiap pesan yang
disampaikan selalu direspon secara negatif (tidak dipercaya). Sebaliknya, pesan-pesan
yang menyertakan pembuktian langsung dan nyata, membuat penerima pesan langsung
merasakan kebenaran pesan tersebut sehingga kepercayaan pun dapat muncul seketika.
Universitas Sumatera Utara
Download