BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Dramaturgi Erving Goffman Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgis dalam bukunya berjudul Presentation of Self in Everyday Life, yang diterbitkan tahun 1959. Istilah Dramaturgi dimana kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Pada teori Dramaturgi terdapat “Front stage” (panggung depan) dan “Back Stage” (panggung belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi pertunjukan. Front stage dibagi menjadi dua bagian, yaitu “Setting” pemandangan fisik yang harus selalu ada jika sang actor (Pemilik Warung Internet) memainkan perannya yaitu dengan berpakaian rapi dan mengunakan aksesoris mahal seperti jam tangan bermerek, kendaraan kelas premium, hingga menggunakan telepon selular keluaran terbaru, dan “Front Personal” yaitu berbagai macam perlengkapan (Alat Peraga) sebagai cerminan perasaan dari sang actor (Pemilik Warung Internet). Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu “Penampilan” yang terdiri dari berbagai jenis barang yang digunakan mencerminkan status sosial sang aktor, lalu “Gaya” yang berarti mengenalkan peran seperti apa yang dimainkan aktor kedepannya. Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana berjalan skenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat yang terdapat didalam warung internet lalu mengatur pementasan sang aktor (Pemilik Warung Internet). Back stage adalah keadaan dimana seseorang berada di belakang panggung dengan kondisi tidak ada penonton, sehingga dapat dipastikan seseorang tersebut dapat Universitas Sumatera Utara berperilaku bebas tanpa mempedulikan sikap/peran dalam sandiwara berikutnya. Seperti seorang pemilik warung internet atau karyawan Operator yang bertugas dengan ramah-tamah menyambut pelanggan dengan menawarkan jasa layanan internet yang bersifat positif, namun setelah pelanggan menyetujui untuk menggunakan layanan intenet tersebut, saat itulah pemilik warung internet atau karyawan Operator mulai menawarkan jasa layanan internet VIP yang diluar dari menu positif layanan warung internet yang sehat. Saat pemilik warung internet atau Operator yang bertugas menyambut pelanggan, merupakan saat Front Stage (Saatnya Pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah memberikan layanan jasa intenet positif kepada seluruh pelanggan yang datang, seperti telah diskenario oleh dirinya sendiri. Saat pelanggan telah terbujuk untuk menggunakan jasa internet positif tersebut, saat itulah sang pemilik warung internet atau Operator yang bertugas mulai menawarkan fasilitas lainnya (fasilitas VIP). Oleh scenario yang terstruktur dengan baik, pemilik warung internet atau Operator kini dapat dengan mudah untuk memanipulasi perannya dalam menawarkan jasa layanan internet positif pada pelanggan selanjutnya. Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi yang menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri Goffman adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa Universitas Sumatera Utara penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Dapat disimpulkan sebagai bentuk lain dari komunikasi, karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Dalam komunikasi konvensional, manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgi, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan keuntungan sesuai yang kita mau. Dramatugi mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut. Dalam teori Dramatugi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa berubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah teori Dramaturgi berperan, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam teori Dramaturgi, ”interaksi sosial” dimaknai sama dengan pertunjukan diatas panggung (teater). Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya, konsep Dramaturgi berfungsi menjadi bayangan manusia yang akan mengembangkan perilaku-perilaku untuk mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Universitas Sumatera Utara Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah “impression management”. Menurut Goffman, dua bidang penampilan perlu dibedakan yaitu panggung depan (front region) panggung belakang (front back). Panggung depan adalah “bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi di dalam mode yang umum dan tetap untuk mendefenisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan itu” (Goffman: 1995:22). Goffman menilai bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsurunsur tersebut pada impression management di atas). Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannya, atau kesan yang ingin ditangkap oleh lawan interaksinya. Kondisi ini sama dengan apa yang dunia teater katakan sebagai “breaking character”. Penggunaan konsep dramaturgi dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, Universitas Sumatera Utara menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas mampu bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya, yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya. Apa yang dilakukan masyarakat melalui konsep permainan peran adalah realitas yang terjadi secara alamiah dan berkembang sesuai perubahan yang berlangsung dalam diri mereka. Permainan peran, akan berubah sesuai kondisi dan waktu keberlangsungnya. Banyak pula faktor yang berpengaruh dalam permainan peran ini, terutama aspek sosial psikologis yang melingkupinya. Dramarturgi hanya dapat berlaku di institusi “total”. Institusi total adalah institusi yang memiliki karakter dihambakan oleh sebagian kehidupan atau keseluruhan kehidupan dari individual yang terkait dengan institusi tersebut, dimana individu ini berlaku sebagai sub-ordinat yang mana sangat tergantung kepada organisasi dan orang yang berwenang atasnya. Goffman (1961:238) mendefinisikan institusi total sebagai “tempat tinggal dan kerja di mana sejumlah besar individu, yang untuk waktu cukup lama terlepas dari masyarakat luas, bersama-sama terlibat dan berperan di mana kehidupan diatur secara formal”. Ciri-ciri institusi total antara lain dikendalikan oleh kekuasan (hegemoni) dan memiliki hierarki yang jelas. Contohnya, sekolah asrama yang masih menganut paham pengajaran kuno (disiplin tinggi), kamp konsentrasi (barak militer), institusi pendidikan, penjara, pusat rehabilitasi (termasuk didalamnya rumah sakit jiwa), biara, institusi pemerintah, dan lainnya. Dramaturgi dianggap dapat berperan baik pada instansi-instansi yang menuntut pengabdian tinggi dan tidak menghendaki adanya “pemberontakan”, karena di dalam institusi-institusi ini peranperan sosial akan lebih mudah untuk diidentifikasi. Universitas Sumatera Utara Erving Goffman mengungkapkan teori Presentation of Self atau disebut juga sebagai Dramaturgi. Konsep dramaturgi menurut Erving Goffman adalah, memandang kehidupan sosial merupakan seperti pertunjukan drama pentas. Dengan kata lain, Goffman menggambarkan peranan orang-orang yang berinteraksi dan berhubungan dengan realitas sosial yang dihadapinya melalui panggung sandiwara dengan menggunakan skrip (jalan cerita) yang telah ditentukan. Erving Goffman menilai, dalam situasi sosial, seluruh aktivitas dari partisipan tertentu adalah suatu penampilan (performance), sedangkan orang lain yang terlibat dalam situasi sosial disebut sebagai pengamat atau partisipan lainnya. Individu dapat menampilkan suatu pertunjukan bagi orang lain, tetapi kesan pelaku terhadap pertunjukan tersebut dapat berbeda-beda. Jadi seseorang dapat bertindak atau menampilkan sesuatu yang diperlihatkannya, tapi belum tentu perilaku sehari-harinya tidak sama seperti apa yang diperlihatkannya. Goffman membagi panggung depan (front stage) ini menjadi dua bagian yaitu, front pribadi (personal front) dan setting front pribadi. Personal front mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh pelaku. Misalnya, berbicara dengan sopan, pengucapan istilah-istilah asing, berbicara dengan intonasi tertentu, bentuk tubuh, ekspresi wajah, pakaian, dan sebagainya. Sedangkan setting front pribadi seperti alat-alat yang dianggap sebagai perlengkapan yang dibawa pelaku ke dalam penampilannya. Seperti seorang dokter mengenakan jas dokter dan stetoskop. Erving Goffman menilai, dalam dramaturgi perlu dibedakan antara panggung depan (front stage) dengan panggung belakang (back stage). Panggung depan adalah bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi sebagai cara untuk tampil didepan umum sebagai sosok yang ideal. Sedangkan panggung belakang adalah bagian penampilan individu yang tidak sepenuhnya dapat dilihat, hal ini dapat memungkinkan Universitas Sumatera Utara bahwa tradisi dan karakter pelaku sangat berbeda dengan apa yang dipentaskan. Dalam teori Dramatugi menjelaskan bahwa identitas manusia itu tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Goffman membuat kategori stigma, yaitu orang yang direndahkan (stigma diskredit) dan orang yang dapat direndahkan (discreditable stigma). Orang yang direndahkan adalah orang yang memiliki kekurangan yang dapat dilihat dengan kasat mata, misalnya seperti orang cacat fisik, dan orang buta. Sedangkan orang yang dapat direndahkan adalah orang yang memiliki aib yang tidak dapat dilihat secara langsung, misalnya seperti orang yang suka sesama jenis. Analisis framing merupakan situasi yang dibentuk sesuai dengan prinsip-prinsip organisasi yang mengatur peristiwa-peristiwa seperti peristiwa sosial, dan keterlibatan subyektif kita di dalamnya. Dengan arti, kita belajar memaknai suatu peristiwa tertentu dan realitas sosial sesuai dengan pengalaman yang telah kita miliki dalam suatu organisasi sosial masyarakat yang kemudian menjadi tindakan kita. Dramaturgi merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serentetan pertunjukan drama dalam sebuah pentas. Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri – Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang Universitas Sumatera Utara ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgi, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan keuntungan sesuai yang dikehendaki. Dramatugi mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut. 2.2. Gambaran Mengenai Warung Internet Di jaman yang modern ini sudah banyak para usahawan yang mulai mendirikan usaha seperti warnet, atau yang disebut dengan Warung Internet. Warnet sudah ada dari awal tahun 2006, sudah banyak yang mengenal warnet sebagai tempat untuk mengakses dunia luar yang belum diketahui. Observasi mendalam penulis terkait dengan gambaran warung internet adalah dimana operator warnet sering melihat pelanggan menyaksikan film yang bersifat asusila bahkan “bermesum” di bilik warnet. Operator sering menegur perbuatan mereka yang melakukan kegiatan tersebut, namun ada pula yang membiarkannya asal tidak mengganggu user lain, dikarenakan warung internet yang beroperasi selama 12 jam memiliki dua shift jam kerja, yaitu pagi dan malam. Menurut Operator shift malam mengatakan : Universitas Sumatera Utara “yang penting mereka bayar, urusan mereka mau berbuat apa di dalam bilik dan itu bukan menjadi tanggung jawab sang Operator”. Ada berbagai macam alasan mengapa mereka melakukan tindakan tidak terpuji di warnet. Menurut narasumber mengatakan : “melakukan kegiatan asusila di warnet biayanya murah, sudah dilengkapi dengan akses internet untuk mejelajahi situs porno yang bisa dipakai untuk pemanasan, selain itu warnet bebas dari penggrebekan polisi”. Murah dan mudahnya mengakses internet mejadi pemicu utama, mengapa setiap pasangan nekat berbuat mesum. Persaingan warnet yang semakin ketat memaksa usahawan melakukan inovasiinovasi untuk meraih konsumen sebanyak-banyaknya. Mulai dari perang harga yang tidak sehat, sampai mendesain interior warnet sedemikian rupa, sehingga warnet dikonotasikan sebagai tempat maksiat untuk berbuat mesum. 2.3. Keterkaitan Teori Dengan Kondisi Warung Internet Fenomena ini semata-mata hanya niat para pasangan yang berkunjung dan memadu kasih, tetapi banyak juga pemilik warnet-warnet tersebut yang memang sengaja memberikan fasilitas seperti bilik yang tinggi dan sangat tertutup, dikarenakan itu adalah strategi pengusaha untuk meramaikan usaha warnetnya. Hal tersebut juga diakui pemilik warnet. Usahawan memang mendesain warnetnya dengan bilik yang tinggi, agar “privacy” (kepribadian) konsumen lebih terjaga. Usahawan juga mengakui bahwa ruangan warung internetnya digunakan untuk berbuat tidak wajar. Pada warnetnya pun kerap dijadikan tempat asusila, “tapi mau gimana lagi, memang itu yang menjadi daya jualnya”. Sehingga dia menutup mata dan telinga dengan kejadian tersebut. Universitas Sumatera Utara Fenomena seperti ini membuat penulis merasa tertantang untuk membahas lebih lanjut dimana terdapat sisi dramatugi usahawan seperti tutup mata dengan kegiatankegiatan yang terdapat pada warung internetnya. Usaha yang secara panggung depan (front stage) menawarkan jasa bersifat positif, namun di belakang (back stage) memberikan layanan fasilitas perjudian online, pornografi, pornoaksi, dll. Dengan tambahan fasilitas back stage tentunya menguntungkan pemilik demi meraih sebanyak banyaknya keuntungan. 2.4. Akar Teori Interaksi Simbolik Menurut banyak pakar pemikiran George Herbert Mead, sebagai tokoh sentral teori ini, berlandaskan pada beberapa cabang filsafat antara lain pragmatisme, dan behaviorisme. Dirumuskan oleh John Dewey, Wiliam James, Charles Peirce, Josiah Royce, aliran filsafat ini memiliki beberapa pandangan yaitu : 1. Realitas yang sejati tidak pernah ada di dunia nyata, melainkan secara aktif diciptakan ketika kita bertindak di dan terhadap dunia. 2. Percaya bahwa manusia mengingat dan melandaskan pengetahuan mereka tentang dunia pada apa yang terbukti berguna bagi mereka. 3. Manusia mendefinisikan objek fisik dan objek sosial yang mereka temui berdasarkan kegunaannya bagi mereka, termasuk tujuan mereka. Mead menilai, manusia harus dipahami berdasarkan pada apa yang mereka lakukan. Namun, manusia punya kualitas lain yang membedakannya dengan hewan. Kaum behavioris berkilah bahwa satu-satunya cara sah secara ilmiah untuk memahami semua hewan, termasuk manusia, adalah dengan mengamati perilaku mereka secara langsung dan seksama. Mead menolak gagasan itu, menurutnya pengamatan atas Universitas Sumatera Utara perilaku luar manusia semata menafikan kualitas penting manusia yang berbeda dengan kualitas alam. 2.5. Pandangan behaviorisme terbagi menjadi dua yaitu : 1. Behaviorisme Radikal John Watson. a. Behaviorisme radikal mereduksi perilaku manusia kepada mekanisme yang sama dengan yang ditemukan pada tingkat hewan lebih rendah (inframanusia). b. Manusia sebagai makhluk yang pasif, tidak berfikir, yang perilakunya ditentukan oleh rangsangan di luar dirinya. c. Menolak gagasan bahwa manusia memiliki kesadaran, bahwa terjadi suatu proses mental tersembunyi yang berlangsung pada diri individu di antara datangnya stimulus dan bangkitnya perilaku. 2. Behaviorisme Sosial George Herbert Mead. a. Behaviorisme sosial merujuk pada deskripsi perilaku pada tingkat yang khas manusia. b. Konsep dasarnya ialah tindakan sosial (social act), yang juga mempertimbangkan aspek tersembunyi, yang membedakan perilaku manusia dengan perilaku hewan. c. Menganggap perilaku manusia sebagai perilaku sosial., sebab substansi dan eksistensi perilaku manusia hanya dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan basis sosialnya. Dapat disimpulkan, bahwa Mead telah memperluas teori behavioristik ini dengan memasukkan apa yang terjadi antara stimulus dan respon itu. Ia berhutang budi pada behaviorisme tetapi sekaligus juga memisahkan diri darinya, karena bagi Mead, manusia jauh lebih dinamis dan kreatif. Universitas Sumatera Utara 2.6. Premis-Premis Interaksionisme Simbolik 1. Individu merespons suatu situasi simbolik. Individu dipandang aktif untuk menentukan lingkungan mereka sendiri. 2. Makna adalah produk interaksi sosial. Oleh karena itu, makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. 3. Makna yang diiterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya. 2.7. Prinsip-Prinsip Teori Interaksi Simbolik 1. Manusia tidak seperti hewan rendah, namun manusia diberkahi dengan kemampuan berfikir. 2. Kemampuan berfikir itu dibentuk oleh interaksi sosial. 3. Dalam interaksi sosial, orang belajar makna dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia, yakni berfikir. 4. Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan dan interaksi yang khas manusia. 5. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka atas situasi. 6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya. Universitas Sumatera Utara 2.8. Teori Evolusi Darwin Teori Darwin menekankan pandangan bahwa semua perilaku organisme, termasuk perilaku manusia, bukanlah perilaku acak, melainkan dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka masing-masing. Organisme juga dapat mempengaruhi lingkungan, sehingga mampu mengubah pengaruh lingkungan terhadap organisme. Aspek pandangan lain Darwin yang dianggap berpengaruh tersebut adalah : 1. Sebagaimana alam yang harus dipelajari dalam keadaan alami, manusia pun harus dipelajari dalam keadaan alami (naturalistik). 2. Bila manusia memang punya kualitas-kualitas khas yang membedakan mereka dengan hewan, seperti punya kebebasan dan berfikir, mereka harus dipelajari dan diidentifikasi dalam keadaan seperti itu. 3. Keunikan manusia itu bukan hanya otaknya yang jauh lebih berkembang daripada otak hewan lainnya, pita suaranya dan otot wajahnya yang memungkinkannya menciptakan berbagai macam suara, melainkan juga implikasi dari kemajuan fisiknya tersebut yaitu kemampuan mereka untuk berbahasa dan berfikir. 4. 2.9. Fenomenologi dan Interaksi Simbolik Istilah ’fenomenologi’ sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui (Lexy J Moleong, 2007). Fenomenologi diartikan sebagai: 1. Pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal; 2. Suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang (Husserl dalam Moleong, 2007). Universitas Sumatera Utara Moleong berpendapat, peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu. Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka. Fenomenologi memulai dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Penjelasan arti kata fenomenologi yaitu ’fenomena’ atau gejala alamiah. Jadi para fenomenolog berusaha memahami fenomena-fenomena yang melingkupi subyek yang diamatinya. Sehingga yang ditekankan adalah aspek subyektif dari perilaku orang. Para fenomenolog berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subyek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam fenomenologi adalah pemahaman terhadap pengalaman subyektif atas peristiwa dan kaitan-kaitannya yang melingkupi subyek. Contoh: penelitian mengenai fenomena komunikasi yang berkaitan dengan tingkat kepercayaan penerima pesan terhadap pesan yang disampaikan. Peneliti berusaha memahami bagaimana penerima pesan merespon setiap pesan yang disampaikan. Dari hasil pengamatan, peneliti menemukan fakta bahwa penerima pesan memiliki pengalaman negatif (buruk) terhadap pesan-pesan yang (ternyata) tak dapat dibuktikan kebenarannya. Sehingga mempengaruhi pandangan mereka terhadap kredibilitas pemberi pesan (komunikator) terhadap pemberi pesan yang memiliki kredibilitas rendah tersebut, setiap pesan yang disampaikan selalu direspon secara negatif (tidak dipercaya). Sebaliknya, pesan-pesan yang menyertakan pembuktian langsung dan nyata, membuat penerima pesan langsung merasakan kebenaran pesan tersebut sehingga kepercayaan pun dapat muncul seketika. Universitas Sumatera Utara