Evaluasi Strategi dan Kinerja A. Analisis Daya Tarik Industri Daya tarik industri adalah yang terpenting. Daya tarik ini sangat berhubungan dengan struktur dari industri tertentu dan arah kompetisi industri yang telah beroperasi. Pemain dalam segmen industri akan melawan dalam kompetisi dan di waktu yang sama akan mencari keadaan keseimbangan. Secara tradisional, ukuran industri dan tingkat pertumbuhannya adalah dua faktor yang penting dalam menentukan daya tarik tersebut. Daya tarik industri dapat diukur secara kuantitatif menggunakan 10 kriteria seperti pada Tabel berikut. Tabel 10.1 Pengukuran Daya Tarik Industri Kriteria industri yang menarik 1. Ukuran segmen industri (lebih baik) 2. Tingkat pertumbuhan ratarata dalam lima tahun mendatang (lebih baik) 3. ROI lima tahun yang lalu (lebih baik) 4. Persaingan antar pesaing dalam segmen ini (lebih buruk) 5. Daya tawar pembeli (lebih buruk) 6. Daya tawar pembeli (lebih buruk) 7. Peluang kemajuan teknologi (lebih baik) 8. Hambatan masuk (lebih baik) 9. Hambatan keluar (lebih buruk) 10. Substitusi produk Faktor pembobot (A) % 100 15 20 15 8 8 6 6 6 6 Peringkat menurut para stakeholder yang berbeda (1-10) Anggota tim unit Menurut Menurut bisnis stratejik pelanggan pemasok Sub-total/ 10 (B) (lebih buruk) Total 100 Nilai Total = (A) (B) Sumber: Chien, et al. (2005:171) Setiap kinerja diberikan nilai peringkat, dengan angka antara 1 hingga 10, oleh suatu panel. Panel ini minimal beranggotakan 10 stakeholder yang meliputi lima unit bisnis strategik perusahaan, tiga perwakilan dari pelanggan perusahaan dan tiga perwakilan pemasok. Dengan pandangan beragam yang berasal dari dalam maupun luar perusahaan diharapkan diperoleh pandangan yang objektif tentang daya tarik industri yang digarap oleh perusahaan. Penggunaan bobot yang berbeda untuk tiap kriteria sebaiknya ditentukan secara bersama oleh anggota tim. Skema penilaian di atas akan menghasilkan nilai peringkat total mengenai daya tarik industri. Bila indeks gabungan berada di bawah 3.5, berarti bahwa industri memiliki daya tarik rendah. Bila indeks gabungan berada diantara 3.5 dan 7.0, industri memiliki daya tarik menengah. Bila indeks melebihi 7.0, maka daya tarik industri tinggi. Apabila dimungkinkan, analisis yang sama dapat diterapkan untuk semua produk yang dihasilkan oleh perusahaan agar didapatkan gambaran daya tarik segmen industri yang berbeda. Bila teknik ini telah dikuasai dengan baik, tim perencanaan strategi yang berpengalaman dapat memodifikasi kriteria maupun bobot untuk memasukkan dinamika perubahan suatu indutri. B. Analisis Profitabilitas Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas adalah ROE (Return on Equity) dan ROA (Return on Assets). Dalam pembahasan mengenai analisis profitabilitas ini sekaligus akan dilakukan dengan cara menghitung komponen-komponen rasio yang membentuk perhitungan ROE. ROE = Net Income Total Equity ROE menunjukan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan net income, Semakin tinggi return adalah semakin baik karena berarti dividen yang dibagikan atau ditanamkan kembali sebagai retained earning juga akan semakin besar. ROA = Net Income Total Assets ROA menunjukkan kemampuan manajemen perusahaan dalam menghasilkan income dari pengelolaan aset yang dimiliki. Untuk mendapatkan ROE juga dapat dilakukan dengan menghubungjan ROA dengan Equity Multiplier (EM) dengan rumus sebagai berikut: Net Income ROE = Average Total Assetsx Average Total Assets Average Total Equity ROE = ROA X EM EM perusahaan membandingkan aset dengan modal sehingga merupakan ukuran financial leverage sekaligus menggambarkan ukuran laba dan risiko. Untuk lebih jelasnya disajikan contoh sebagai berikut. Misalkan terdapat dua perusahaan yang masing-masing memiliki 100 juta asset dengan komposisi dan kualitas asetnya sama. Perusahaan pertama memiliki utang 90 juta dengan 10 juta modal sendiri, sedangkan perusahaan kedua memiliki utang 95 juta dan hanya 5 juta modal sendiri. Berdasarkan keterangan tersebut maka diperoleh hasil EM perusahaanpertama sebesar 10 kali, dan EM perusahaan kedua sebesar 20 kali. Secara sekilas tampak bahwa perusahaan kedua memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola modalnya, tetapi juga menyimpan risiko yang lebih tinggi daripada perusahaan pertama. Karena EM memiliki efek pengganda terhadap ROE maka misalnya kedua perusahaan memiliki ROA sebesar 1%, akan didapatkan ROE perusahaan pertama sebesar 10%,sedangkan ROE perusahaan kedua sebesar 20%. Selama earning assets yang diperoleh masih menunjukkan nilai positif, maka akan lebih menguntungkan bagi perusahaan dengan EM yang tinggi seperti perusahaan kedua yang mendapatkan return dua kali lebih besar daripada perusahaan pertama. Sebaliknya jika kedua perusahaan mempunyai ROA sebesar -1%, maka ROE perusahaan kedua akan sama 20% atau mengalami kerugian dua kali lebih besar daripada kerugian yang diderita oleh perusahaan pertama. EM juga menggambarkan ukuran risiko, karena bisa menjadi petunjuk bagi manajemen perusahaan mengenai seberapa besar kerugian yang timbul sebagai akibat kegagalan pengelolaan asernya. Dari contoh diatas, perhatikan rasio total equity terhadap total assets, atau 1/ EM. Akan didapatkan rasio sebesar 10% untuk perusahaan pertama dan 5% untuk perusahaan kedua. Walaupun kedua perusahaan memiliki aset yang sama besarnya, tetapi perusahaan pertama memiliki risiko yang lebih rendah daripada perusahaan kedua karena perusahaan pertama memiliki equity yang lebih besar. Untuk diingat kembali bahwa perusahaan yang memiliki modal yang besar akan mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menyerap risiko kerugian yang mungkin timbul akibat kegagalan dalam pengelolaan usahanya. Singkatnya, EM yang tinggi akan meningkatkan ROE ketika net income positif, tetapi sebaliknya juga mengindikasikan timbulnya capital risk. 1. Rasio pengeluaran dan Pemanfaatan Aset Pada Dasarnya ROA terdiri atas dua komponen rasio yaitu income dan expense control (termasuk pajak). Mengingat bahwa net income adalah: NI = Total Revenue (TR) – Total Operating Expense (EXP) –Taxes TR sama dengan penjumlahan interest income, noninterest income, dan securities gains (losses). EXP adalah penjumlahan dari interest expense, noninterest expense, dan provision for loan and lean losses. Dengan membagi kedua sisi dari persamaan diatas dengan average total assets, akan didapatkan komponen-komponen penyusun ROA sebagai berikut: ππΌ ππ πΈππ πππ₯ππ π ππ΄ ( ) = − − ππ΄ ππ΄ ππ΄ ππ΄ Dari sisi ROA terbagi dalam Assets Utilization (AU), Expense Ratio (ER), dan Tax Ratio (TAX). ROA = AU – ER – TAX Dimana, AU = Total revenue/ average total assets ER = Total Operating Expense/ Average total assets TAX = Applicable Income Taxes/ average total assets Semakin besar AU dan semakin kecil ER dan TAX, maka semakin tinggi ROA. Mengingat bahwa ROA terdiri dari komponen Income dan Expense, maka untuk lebih jelasnya akan diuraikan mengenai masing-masing komponen tersebut. 2. Komponen Rasio Pengeluaran Komponen-komponen expense ratio terdiri dari beberapa rasio sebagai berikut: Interest Expense Ratio = Interest expense (IE) Average Total Asset (TA) Noninterest Expense Ratio = Provision for Loan Loss Ratio = Noninterest expense (IE) Average Total Asset (TA) Provision for Loan Loss (PLL) Average Total Asset (TA) Penjumlahan dari ketiga rasio ini akan menghasilkan Expense Ratio (ER). Semakin kecil rasio ini menunjukkan perusahaan memperoleh keuntungan yang lebih besar. Interest expense dan noninterest expense masing masng perusahaan menunjukkan jumlah yang berbeda-beda tergantung dari pengaruh tingkat suku bunga, pengaruh komposisi, dan pengaruh volume. Komponen Pemanfaatan Aset Assets Utilization (AU) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mencetak income melalui penggunaan asset yang dimiliki. Semakin besar AU menunjukan kemampuan yang besar dari perusahaan dalm mencetak income. Total Revenue (TR), atau total operating income dapat dipisahkan menjadi tiga komponen: TR = Interest Income (II) + Noninterest Income (OI) + Realized Security Gains or Losses (SG) Dengan membagi kedua sisi didapatkan ππΌ ππ πΈππ πππ₯ππ π ππ΄ ( ) = − − ππ΄ ππ΄ ππ΄ ππ΄ Persamaan di atas menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan menghasilkan gross yield on assets dari interest income, noninterest income, dan realized securities gains. Rasio ini menunjukkan seberapa besar efektivitas perusahaan dalam menggunakan asetnya. Semakin tinggi rasio ini maka semakin efektif penggunaan aktiva tersebut. Assets Utilization sangat dipengaruhi oleh komposisi aset-asetnya. Untuk mengetahui komposisi asset dapat dilakukan dengan membandingkan tiap-tiap aset terhadap total asset. Dalam praktik, biasanya sebagian besar asset berupa earning assets dan komposisi nonearning assets relatif lebih kecil dibandingkan dengan earning assetsnya. ROA dan Komponennya Cost of Each Liability Interest Expense on Each Liability/ TA πΌππ‘ππππ π‘ πΈπ₯ππππ π πππ‘ππ π΄π π ππ‘π Composition of Liability Bearning Liability/ TA ππππππ‘ππππ π‘ πΈπ₯ππππ π πππ‘ππ π΄π π ππ‘π Expense Ratio πππ‘ππ πΈπ₯ππππ π πππ‘ππ π΄π π ππ‘π Return on Assets πππ‘ πΌπππππ πππ‘ππ π΄π π ππ‘π πΌπππππ πππ₯ππ πππ‘ππ π΄π π ππ‘π Asset Utilization πππ‘ππ π ππ£πππ’π πππ‘ππ π΄π π ππ‘π Salaries and Employement Benefits/ TA Occupancy Expense/ TA ππππ£ππ ππππ πππ πΏπππ πΏππ π ππ πππ‘ππ π΄π π ππ‘π πΌππ‘ππππ π‘ πΌπππππ πππ‘ππ π΄π π ππ‘π Other Expenses/ TA Yield on Each Asset Interest Earned on Each Composition of Assets $ Each Assets/ TA Volume of Earning Assets Earning Assets/ TA ππππππ‘ππππ π‘ πΌπππππ πππ‘ππ π΄π π ππ‘π Fiduciary Income Service Charges and Fees/ TA Trading Revenue/ TA Other Noninterest Income/ TA Catatan: TA = Total Assets Sumber: Koach & McDonald dalam Kuncoro & Suharjono (2002:549) C. Analisis CAMEL untuk Perbankan Dalam melakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan Bank, Bank sentral biasanya menggunakan kriteria CAMELS, yaitu Capital Adequancy, Assets quality, Manajemen Quality, Earning, Liquidity, Sensitivity to market risk. Kriteria terakhir dipergunakan di Amerika sejak 1997. Berbagai lembaga dan analisis telah menerapkan metode CAMEL dengan definisi yang berbeda. Ternyata masing-masing lembaga dan analisis tersebut menerapkan kriteria dan indikator yang berbeda meskipun sama-sama menggunakan metode CAMEL. Di Indonesia, CAMEL diperkenalkan sejak 1991. CAMEL pada dasarnya merupakan metode kesehatan bank yang meliputi 5 kriteria: - Capital Adequacy adalah kecukupan modal dan menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risikorisiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. - Assets quality (kualitas aktiva produktif) menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan risiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank pada portofolio yang berbeda. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya dengan menentukan tingkat kolektibilitasnya, yaitu apakah Lancar, Kurang Lancar, Diragukan atau Macet. Pembedaan tingkat kolektibilitas tersebut diperlukan untuk mengetahui besarnya cadangan minimum penghapusan aktiva produktif yang harus disediakan oleh bank untuk menutup risiko kemungkinan kerugian yang terjadi. Berdasarkan Pakfeb 1991, bank wajib membentuk cadangan tersebut sekurangkurangnya sebesar 1% dari seluruh aktiva produktif ditambah: (1) 3% dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar; (2) 50% dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan, dan (3) 100% dari aktiva produktif digolongkan macet. Penilaian tingkat kesehatan aktiva produktif yang dikuantifikasikan dan didasarkan pada dua rasio, yaitu: (1) perbandingan aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap jumlah seluruh aktiva produktif, dan (2) perbandingan cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan. - Management manajemen quality bank (kualitas untuk manajemen) mengidentifikasi, menunjukan mengukur, kemampuan mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul melalui kebijakan-kebijkan danstrategi bisnisnya untuk mencapai target. - Earning (rentabilitas) menunjukkan tidak hanya jumlah kuantitas dan trend earning tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan kualitas earning. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank yang diukur dengan dua rasio yang berbobot sama. - Liquidity (likuiditas) menunjukkan ketersediaan dana dan sumberdana bank pada saat ini dan masa yang akan datang. Pengaturan likuiditas bank terutama dimaksudkan agar bank setiap saat dapat memenuhi keajiban-kewajiban yang harus segera dibayar. Berdasarkan Pakfeb 1991, bank wajib memelihara likuiditasnya yang didasarkan pada dua rasio dengan bobot yang sama. Rasio tersebut adalah: (1) perbandingan jumlah kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar yaitu kas, giro pada Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia, dan Surat Berharga Pasar Uang dalam Rupiah yang di endorse oleh bank lain, dan (2) perbandingan antara kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga, termasuk pinjaman yang diterima dengan jangka waktu lebih dari 3 bulan. Likuiditas bank dapat diklasifikasikan sehat apabila: (1) rasio net call money terhadap aktiva lancar kurang dari 19%, dan (2) rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga kurang dari 89.9%. D. Arah Strategik Dengan DMAIC Metodologi yang digunakan berupa matriks arah strategik atau dalam target angka kuantitatif, yang disebut Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). DMAIC meliputi tahapan, sebagai berikut (Pearce & Robinson, 2003). ο· Define - Definisi Proyek - Project Charter - Mengumpulkan suara konsumen - Mengubah keinginan konsumen menjadi keperluan yang spesifik ο· Measure - Membuat peta proses - Perlengkapan data - Analisis sistem ukuran - Menaksir kemampuan pengulangan kembali dan kemampuan reproduksi - Mengukur kemampuan proses - Menghitung proses level - Memperlihatkan pelaksanaan garis dasar sigma secara visual ο· Analyse - Memunculkan data visual (histogram, run chart, scatter diagram, pareto chart) - Analisis value added - Analisis sebab dan akibat (Fishbone,Isikawa) - Verifikasi root cause - Menentukan kesempatan (kerusakan dan keuangan) untuk perbaikan - Meninjau dan merevisi project charter ο· Improve - Brainstorming - Penyebaran fungsi kualitas (Home of Quality) - Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) - Piloting your solution - Rencana implementasi - Rencana modifikasi budaya untuk organisasi anda ο· Control - Peninjauan Statistical Process Control (SPC) - Mengembangkan rencana proses pengawasan - Mendokumentasikan proses tersebut E. Perbaikan Terus Menerus dengan Kualitas Total Quality Management (TQM) adalah sebuah program peningkatan kualitas yang telah diimplementasikan dalam dunia bisnis secara global selama kurang lebih dua belas dekade. TQM pertama kali diimplementasikan pada beberapa perusahaan besar Amerika untuk bias menanggulangi kesuksesan pesaing mereka dari Jepang dan Jerman. Perusahaan Jepang menggunakan metode yang diperkenalkan oleh Edward Deming dan J. M Juran pada perang dunia kedua. Pada pertengahan tahun 70, produk perusahaan Jepang mampu memberikan reputasi baik dalam kualitas. Semakin banyak perusahaan AS yang mencoba untuk mengejar ketinggalan merekadengan membuat program kualitas mereka sendiri dan mencoba untuk menyebarluaskannya kepada ritel besar dan juga perusahaan jasa. Hal ini meningkat sampai ke perusahaan kecil, perusahaan kecil yang menjadi pemasok perusahaan yang telah menggunakan big TQM juga mengadopsi program kualitas tersebut. Ini dikarenakan perusahaan besar menginginkan perusahaan kecil untuk mempunyai kualitas masing-masing. TQM sebenarnya merupakan budaya organisasional dan cara berpikir. TQM dibangun dengan berfokus pada kepuasan pelanggan, pada pengukuran yang akurat terhadap variable kritis dalam operasi bisnis, dalam kemajuan yang terus menerus suatu produk, jasa dan proses, dan dalam hubungan kerja yang didasarkan kepercayaan dan kerja tim. Suatu penjelasan mengenai kualitas menyajikan 10 elemen penting untuk mengimplementasikan TQM. 1. Mendefinisikan kualitas dan nilai pelanggan (customer value) Berpikir mengenai nilai pelanggan akan dihadapkan dengan definisi yang luas mengenai kualitas termasuk di dalamnya efisiensi dan responsivitas. Kualitas menurut pelanggan sering kali bererati produk bagus, yaitu berarti produk yang bagus, yaitu berarti harga yang murah (efisien) dan cepat beradaptasi sesuai dengan keinginan pelanggan (responsiveness). NIlai pelanggan ditemukan dalam ketiga hal tersebut: kualitas, harga, kecepatan. Dalam industri perbankan, para banker mulai menyadari produk yang mereka jual bukan barang yang bias diraba, dicium, atau dicicipi untuk menentukan kualitas. Karena bank adalah bisnis jasa, maka ukuran jasa adalah pelayanan. 2. Mengembangkan orientasi pada pelanggan Rantai nilai memberikan suatu cara agar perusahaan bisa berpikir dengan berorientasi pada pelanggan. Karyawan operasi adalah pelanggan internal dari departemen akutansi sebagai pemberi informasi yang berharga dan juga bagi departemen penjualan dalam hal kualitas dan pasokan yang tepat waktu. Ketika masing-masing departemen tersebut dilayani dengan kualitas, efisiensi dan responsiveness, nilai ditambahkan dalam usaha mereka, dan dilanjutkan kepada para pelanggan internal mereka dan selanjutnya tentu saja pelanggan eksternal mereka. Pertanyaannya, pelanggan mana yang mau digarap tergantung dari bisnis dan industri apa yang digeluti oleh perusahaan? 3. Berfokus pada proses bisnis perusahaan Masing-masing proses memberikan kontribusi nilai dalam berbagai cara, yang bias dikembangkan agar dapat membatu pengembangan proses departemen yang lain (pelanggan internal). 4. Mengembangkan hubungan kerja sama dengan pelanggan dan pemasok Pemasok dianggap sebagai perusahaan dalam memenuhi keinginan pelanggan. Pelanggan dianggap sebagai pasangan perusahaan dalam menyediakan input. Oleh karena itu perusahaan dan pemasok bias memenuhi dan melebihi keinginan pelanggan. 5. Mengambil pendekatan pencegahan Manajemen harus diberi penghargaan apabila telah mengambil tindakan pencegahan (dan bukan melakukan perbaikan setelah terjadi kesalahan) dan untuk usahanya dalam menghilangkan aktivitas yang tidak menambah nilai. 6. Mengadopsi perilaku yang bebas kesalahan Mengambangkan standar kinerja bagi masing-masing karyawan dengan menekankan pada perilaku yang tidak menolerir adanya kesalahan, dengan manajer sebagai role model dan terus berusaha mengkomunikaikan pentingnya perilaku tersebut. 7. Melihat pada fakta Pengambilan setiap kebijakan sebaiknya melihat pada fakta dan bukan opini. Pengukuran yang akurat adalah pengukuran yang berdasarkan pada teknik statistik dalam masing-masing variable penting dalam operasi bisnis perusahaan dan menggunakan hasil pengukuran tersebut untuk menemukan akar permasalahan dan berusahan untuk menghilangkannya. 8. Mendukung setiap manajer dan karyawan agar berpartisipasi Partisipasi karyawan, pemberdayaan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan pelatihan dalam teknik kualitas, dalam teknik statistik, dan dalam alat pengukuran adalah bumbu untuk bias melakukan perbaikan terus- menerus yang akan memberikan dorongan dan memperkat komitmen terhadap nilai pelanggan. 9. Menciptakan suatu atmosfer untuk menciptakan keterlibatan total Nilai pelangan yang maksimal hanya dapat dicapai apabila semua area dalam organisasi menerapkan konsep kualitas secara bersama-sama 10. Bekerja keras untuk bias melakukan perbaikan terus menerus Kualitas, efeisiensi, dan responsiveness bukanlah hal yang bias diciptakan dan didapat dengan hanya melaksanakan satu kali program, tetapi ketiga hal ini harus selalu diperbaharui dan karenanya merupakan suatu program jangka panjang yang harus terus diperjuangkan oleh perusahaan. F. Pendidikan Six Sigma Biasanya disebut juga sebagai “TQM baru”, six-sigma merupakan pendekatan yang sangat teliti dan analitis dalam kualitas dan perbaikan terus-menerus dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan lewat pengurangan kerusakan, peningkatkan pendapatan, meningktakan kepuasan pelanggan dan memiliki kinerja paling baik di kelasnya. Perbedaan six-sigma dengan TQM adalah: - Mengenal konsumen dan produk atau jasa yang ditawarkan dengan sangat baik - Menekankan pada ilmu statistik dan pengukuran - Mengembangkan pelatihan yang terstruktur dan sangat teliti - Metodologi yang ketat dan berfokus pada proyek - Menekankan pada Juran’s doctrines seperti dukungan manajemen puncak dan pendidikan yang berkelanjutan Metodologi six-sigma menggunakan alat statistik untuk mengidentifikasi beberapa faktor vital, faktor-faktor yang paling menentukan untuk memperbaiki proses kualitas dan menghasilkan laba yang terdiri dari empat atau lima tahap (Brue, 2002): - Mendefinisikan proyek, tujuan dan dapat diserahkan kepada pelanggan (internal dan ekternal) - Mengukur kinerja sekarang dari proses-proses itu - Menganalisis dan menetapkan akar penyebab cacat itu - Memperbaiki proses untuk menghilangkan cacat - Mengendalikan kinerja proses-proses itu Six-sigma didasarkan pada beberapa konsep kunci, yaitu (1) cacat (defect); (2) variasi (variation); (3) kritis terhadap kualitas (critical to quality); (4) kemampuan proses ( process capability); (5) desain untuk sig-sigma (design for six-sigma). Manajemen sigsigma mengaitkan perbaikan kualitas secara langsung dengan hasil-hasil finansial. Tujuan six-sigma adalah menghubungkan proses-proses internal dan manajemen system dengan tuntutan konsumen. Six-sigma merupakan pendekatan ilmiah pada manajemen, yang didasarkan pada data. Program six-sigma mempromosikan suatu orientasi yang tidak kenal kompromi dalam seluruh kegiatan bisnis yang berfokus pada pelanggan. Langkah pertama adalah selalu dengan mendapatkan pemahaman ekpektasi pelanggan sehingga alat tepat bisa digunakan untuk meningkatkan proses intenal maupun ekternal. Program ini tidak dapat berjalan murah dan cepat, tetapi dibutuhkan sebuah komitmen dari manajemen danpelatihan bagi karyawan perusahaan mengenai metodologi six-sigma ini. Perusahaan seperti General Elektrik (GE, 1995), Motorola (1987), Polaroid (1998) dan Texas Instrument (1988) telah mengadopsi six sigma sebagai inisiatif bisnis yang utama. Kebanyakan dari perusahaan ini melakukan investasi pada model ini untuk bias menciptakan produk dan jasa yang memiliki kualitas lebih tinggi dari para pesaingnya dan untuk meningkatkan hubungan dengan pelanggannya. Six-sigma bukan program latihan. Six-sigma adalah stategis bisnis yang membantu perkembangan kultur pada semua level. Dengan menembus dan meresap ke setiap departemen, grup fungsional, dan semua level manajemen, six sigma mengubah pandangan dan kebiasaan setiap orang dalam organisasi. G. Metodologi BSC Metologi Balance Scorecard (BSC) mengadaptasi ide TQM mengenai kualitas yang didefiniskan oleh pelanggan, perbaikan terus-menerus, empowerment karyawan, dan pengukuran yang didasarkan pada manajemen/ umpan balik dalam metodologi perluasan yang termasuk di dalamnya data keuangan transisional dan hasil. BSC menggabungkan umpan balik output proses bisnis internal seperti TQM tetapi juga umpan balik hasil dari strategi bisnis. Hal ini menciptakanumpan balik dalam BSC. Untuk melakukaannya, BSC menghubungkan dua area yang berfokus pada eksekusi strategi – operasi kualitas dan hasil keuangan – yang terpisan tetapi sebenarnya berhubungan erat dengan strategi yang ingin diterapkan perusahaan. BSC berusaha mencari suatu keseimbangan antara tujuan pemegang saham dan tujuan kinerja operasional perusahaan. BSC menyarankan untuk melihat organisasi dari empat perspektif serta mengembangkan ukuran, mengumpulkan data dan menganalisis perspektif tersebut: 1) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan: sebaik apa perusahaan bias melakukan perbaikan terus-menerus dan menciptkan nilai? 2) Perspektif proses bisnis: apa kompetensi inti perusahaan dan area operasional yang paling dikuasai perusahaan? 3) Perspektif pelanggan: seberapa puaskah pelanggan perusahaan? 4) Perspektif keuangan; bagaimana perusahaan melayani pemegang saham? 1. Pengukuran Kinerja dengan BSC BSC diperkenalkan pada tahun 1992. BSC mengukur kinerja organisasi dengan menggunakan pengukuran keuangan dan nonkeuangan pada empat perspektif: keuangan, pelanggan, proses internal dan pembelajaran serta pertumbuhuna. Pendekatan ini secara cepat berevolusi menjadi sebuah sistwm baru untuk menjelaskan dan mengatur strategi. Norton dan Kaplan menempatkan BSC sebagai alat bagi organisasi (termasuk yang berasal dari sektor publik dan non-profit) untuk mengelola kebutuhan pemegang saham relevannya. Lebih jauh mereka menyarankan BSC sebagai alat untuk memperbaiki aliran informasi dan komunikasi antara top eksekutif dan manajemen menengah dalam perusahaan. BSC ingin memperbaiki sistem konvensional pengontrolan dan akuntansi dengan memperkenalkan fakta lebih kualitatif dan nonfinansial. Pertimbangan sasaran finansial serupa dengan sistem tradisional manajemen dan akuntansi. Satu perbaikan penting dari BSC terletak pada fokusnya mendorong nilai bagi profitabilitas masa depan perusahaan. Perspektif pasar bertujuan mengidentifikasi segmen pelanggan dan pasar relevan yang berkontribusi pada sasaran finansial. Dalam istilah manajemen barbasis pasar dari perusahaan, dimensi ini membuat mampu mencapai proses-proses dan produk internal yang sejalur dengan keperluan pasar. Dalam dimensi internal processes, perusahaan harus mengidentifikasi dan menstrukturkan secara efisien proses-proses pendorong nilai internal yang vital terkait dengan sasaran pelanggan dan pemegang saham. Perspektif organizational development akhirnya mencoba menggambarkan semua aspek terkait dengan staf dan organisasional yang vital pada proses reengineering organisasi. Norton dan Kaplan (1997, h.184) merekomendasikan integrasi sistematis BSC kedalam sistem manajemen perusahaan yang telah ada. Untuk hal ini mereka mendiskusikan terutama fase-fase penataan (set-up) dan implementasi strategi. BSC menjadi alat mentransformasikan strategi kedalam aksi pelaksanaan, Norton dan Kaplan menekankan pentingnya pelatihan teratur dan tambahan dan komunikasi strategi internal (seperti dengan leaflet, majalah, intranet, dst) dan pengukuran-pengukuran sasaran-sasaran terdefinisi diseluruh perusahaan. Melalui penataan sasaran lebih ambisius, menetapkan definisi pengukuran-pengukuran strategis, dan integrasi strategi terkait jangka panjang kedalam proses penganggaran tahunan, BSC akan memperbaiki sistem manajemen perusahaan yang ada saat ini. Asumsi dasar dalam penerapan BSC adalah pada dasarnya organisasi adalah institusi pencipta kekayaan, karena itu semua kegiatannya harus dapat menghasilkan tambahan kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Konsep Umum Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu kartu nilai (scorecard) dan balanced (berimbang). Maksudnya adalah kartu nilai untuk mengukur kinerja personil yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta dapat digunakan sebagai evaluasi. Serta berimbang (balanced) artinya kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personil tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan nonkeuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja bersifat internal dan kinerja eksternal (fokus komprehensif). Pada awal perkembangannya, BSC hanya ditujukan untuk memperbaiki system pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990an eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan, sehingga terdapat kecenderungan eksekutif mengabaikan kinerja non keuangan seperti kepuasan pelanggan, produktifitas, dan kefektifan proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, dan pemberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan pelanggan. BSC menerjemahkan visi dan strategi perusahaan kedalam tujuan konkrit terorganisasi disepanjang jalur 4 perspektif yang berbeda: finansial, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Prinsip dasar BSC adalah memfokuskan pada pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan sekarang, perusahaan akan mengamankan posisi finansial masa depannya. Mengenali keseimbangan antara pengukuran jangka pendek dan menengah ini penting bagi perusahaan yang ingin cenderung menginginkan kesuksesan finansial jangka pendek yang seringkali juga diinginkan oleh para pemegang saham. Dibandingkan dengan konsep manajemen strategis umum, BSC memiliki beberapa konsep penting: 1) Menambahkan 3 perspektif tambahan pada perspektif finansial yang telah ada. 2) Konsep penting kedua adalah penggunaan indikator leading dan lagging. Indikator lagging adalah pengukuran yang menjelaskan sesuatu telah terjadi, karena itu jika perusahaan bereaksi pada pengukuran itu akan menjadi terlambat. Contohnya adalah ukuran finansial itu sendiri. Indikator leading sebaliknya menceritakan sesuatu mengenai masa depan. Contohnya jika perusahaan memperbaiki indeks kepuasan pelanggannya, maka perusahaan akan dalam jalur yang benar mendapatkan penjualan tahunan yang lebih baik. 3) Hubungan sebab-akibat. Jika kita memiliki sejumlah indikator yang terkait dalam cara dimana kinerja sekarang satu indikator menjadi indikasi kinerja yang baik di masa depan dari indikator yang lain, maka kita telah membangun peta hubungan sebabakibat. 4) Penerapan BSC secara berjenjang diseluruh organisasi. Umumnya perusahaan multinasional dengan beberapa unit bisnis pertama-tama akan menciptakan BSC bagi tingkat perusahaan kemudian membangun kartu nilai tingkat unit bisnis di tingkat anak perusahaan. SBU akan mengambil sasaran (dan bahkan indikator) scorecard perusahaan sebagai awal pertimbangan dan mengerti bagaimana mereka member sumbangan pada target perusahaan. 5) Pembelajaran ‘double loop learning’. Perusahaan yang telah mengembangkan BSC dapat menggunakannya untuk mengontrol kesuksesan strategi awal (single loop learning) sebagai dasar pertimbangan ketika strategi tersebut ditantang oleh informasi baru yang diperoleh dari lingkungan bisnis (double loop learning). Finansial Agar bisa berhasil secara finansial, bagaimana cara perusahaan memberi citra pada pemegang sahamnya? Pelanggan Untuk memperoleh visi, bagaimana perusahaan di mata para pelanggannya? Visi dan Strateginya VISI dan STRATEGI Proses Bisnis Internal Untukk bisa memuaskan pemegang saham dan pelanggan, bisnis apa yang harus dikuasai? Pembelajaran dan pertumbuhan Untuk mendapatkan visi perusahaan, bagaimana cara perusahaan mempertahankan kemampuan untuk berubah dan berkembang Sumber: Mulyadi (2001); Dess & Lumpkin (2003) 3. Contoh Kasus Balanced Scorecard Pada PT X (Maman, 2004) Visi, Misi, dan Strategi Perusahaan Visi: Reliable partner in petroleum exploration and production information. Misi: 1) Benefit petroleum EP data users through an integrated data management system that covers data storage, cataloguing, value adding and promotion. 2) Empower national resources in petroleum data management. Strategi: Strategi Pembedaan Terfokus. Proses Penyusunan Balanced Scorecard PT X Yang terlibat dalam pembuatan Balanced Scorecard di PT X adalah seluruh manajemen level atas dan menengahnya (yaitu direktur utama, direktur operasi dan pemasaran, manajer operasi, manajer pemasaran, dan manajer administrasi dan keuangan). Sampai dengan saat ini Balanced Scorecard di PT X penerapannya telah sampai pada level manajer. Dengan kata lain, struktur scorecard telah dibangun sampai pada level ini. Penyusunan Balanced Scorecard di PT X diawali dengan penjabaran strategi perusahaan. Dalam Rencana Bisnis 2001 terlihat bahwa strategi bisnis yang dipilih PT X adalah Strategi Pembedaan Terfokus. Dengan strategi ini maka PT X mampu membuat jasa dan produk yang mempunyai keunggulan unik sehingga PT X dapat mengejar daya saing strategis dengan para pesaing yang berkaliber internasional. Untuk kebutuhan pengembangan Balanced Scorecard, strategi tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa yang lebih actionable. Pembedaan terfokus dicapai dengan revenue growth strategy dan cost/productivity management. Dari dua strategi inilah bangunan Balanced Scorecard PT X dikembangkan. PT. X menetapkan empat perspektif untuk pengukuran kinerjanya, yaitu perspektif keuangan (financial), pelanggan (customer), proses bisnis internal, dan karyawan (employee). Pemilihan ini berdasarkan pada logika bisnis PT X dengan kesalingterhubungan yang jelas pada masing-masing perspektif tersebut. Perusahaan menggariskan kebijakan untuk mulai mendapatkan laba bersih positif pada tahun 2001. Untuk itu perusahaan menetapkan target positif atas ROE (Return on Equity). Target atas ROE ini menjadi muara perhatian dari perspektif-perspektif yang lain. Untuk mencapai ROE yang ditargetkan maka PT X harus meningkatkan pendapatan dan melakukan manajemen biaya serta kas yang efektif. Peningkatan pendapatan dilakukan melalui perluasan sumber-sumber pendapatan dari pelanggan saat ini dan pengenalan produk-produk baru. Sementara itu, manajemen biaya serta kas sangat terkait dengan proses internal perusahaan. Untuk itu ada 7 ukuran dalam perspektif finansial yaitu: Revenue from Data Management, Revenue from Access to Data, Collection Period, Operating Cost, Profitability, Investment, dan ROE. Untuk mempertahankan pelanggan saat ini, maka diperlukan penjualan yang efektif, pelayanan yang memuaskan, dan retensi pelanggan. Dalam rangka pengenalan produk baru dibutuhkan investasi yang memadai untuk proses penciptaan produk tersebut. Karenanya dalam perspektif pelanggan PT X menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut: Number of Sales Calls, Number of Quotation, Number of Quotation Value, Hit Rate, Loss Sales, Number of Promotion Event, Promotion Budget, Customer Satisfaction Index, Number of Complaint, Number of Customer, Number of New Customer, dan Number of Repeated Order. Terwujudnya pelayanan yang memuaskan (first class service) untuk bisnis PT X, yang bergerak dalam bidang jasa informasi, sangat ditentukan oleh: ketersediaan data, mutu data, dan dukungan dari teknologi informasi. Penciptaan produk baru tidak hanya membutuhkan investasi yang memadai saja, tetapi yang paling penting adalah bagaimana perkembangan teknologi dapat diikuti dan diadopsi oleh perusahaan. Untuk mendukung program efektifitas maka perusahaan dituntut untuk menjalankan operasi secara efektif. Garis kebijakan ini harus melandasi proses operasi perusahaan. Dalam rangka hal-hal tersebut di muka maka ukuran yang dipilih untuk perspektif internal adalah: Data Accuracy, Number of Data Entry, Number of Fulfilled DataRequisition, On Time Service Delivery Percentage, Solved Complaint dan Number of New Product. Perspektif terakhir dalam scorecard PT X adalah perspektif employee yang menyediakan dasar-dasar yang memungkinkan bagi ukuran-ukuran di ketiga perspektif sebelumnya dapat tercapai. Syarat penting untuk mencapai target dari seluruh ukuran tersebut adalah peningkatan produktivitas para pekerja. Tanpa adanya hal ini, maka adalah sangat sulit mencapai target-target perusahaan. Untuk mengukur produktivitas ini PT X menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut: Number of Skilled Employee, Number of Training Days, Number of Trained People, Training Investment, Number of idea, Number of Warning Letter, Employee Satisfaction Index, Employee Turn Over, dan Revenue per Employee. Tabel Perbandingan anatara manajemen traditional dan manajemen kontemporer Sistem manajemen strategik Sistem manajemen strategik dalam dalam manajemen kontemporer manajemen tradisional ο· Hanya berfokus pada perspektif Mencakup perspektif keuangan. Sistem perencanaan komprehensif: yang mengandalkan anggaran tahunan ο· Perencanaan jangka yang tidak bersistem. keuangan, pada pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran / pertumbuhan ο· Sistem perencanaan menyeluruh Koheren yang tidak koheren. yang membangun hubungan sebab-akibat diantara berbagai panjang sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strategis Terukur semua sasaran strategis ditentukan ukurannya baik untuk sasaran strategis perspektif keuangan maupun perspektif non keuangan. Seimbang strategis sistem penting keseimbangan sasaran yang dihasilkan perencanaan untuk oleh strategis menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang Balanced Scorecard Untuk Mengukur Kinerja PT X Setelah membangun model scorecard-nya, PT X kemudian menyiapkan program aplikasi untuk operasionalisasi ukuran-ukuran yang ada pada scorecard-nya. Program yang digunakan oleh PT X adalah program Oracle yang didisain secara khusus untuk penerapan Balanced Scorecard di PT X. Program aplikasi ini memiliki dua fungsi sebagai berikut: 1) Fungsi pengelolaan data. Keluaran yang dihasilkan dari fungsi ini adalah bentuk-bentuk laporan baik berupa tabel, grafik, maupun diagram. 2. Fungsi pemantauan. Keluaran yang dihasilkan adalah laporan perkembangan kinerja perusahaan pada periode tertentu. Manajemen dapat mengetahui sampai tingkat mana pencapaian kinerja perusahaan untuk periode yang diinginkan setiap saat. Umpan balik dari fungsi ini adalah timbulnya perhatian manajemen untuk peningkatan kinerja secara berkesinambungan. Pengelolaan data Balanced Scorecard dilakukan oleh bagian QAD dengan rincian pekerjaan sebagai berikut: - Melakukan pengumpulan data Balanced Scorecard - Pembuatan laporan Balanced Scorecard - Mengirimkan laporan Balanced Scorecard ke PT Y (holding company) - Menampilkan laporan Balanced Scorecard pada PC (Personal Computer) manajemen dalam bentuk database - Mengarsipkan laporan Balanced Scorecard Untuk lebih mengoptimalkan pengelolaan data Balanced Scorecard telah dibuat dokumen SOP (Standard Operating Procedures) yang terdiri dari 11 dokumen SOP. SOP-SOP yang disusun merupakan serangkaian prosedur yang harus dijalani untuk menjamin validitas data yang akan menjadi masukan bagi pengukuran serta laporan kinerja PT X. Atas dasar SOP-SOP yang ada, dapat dilihat bahwa implementasi Balanced Scorecard di PT X terdiri dari 3 (tiga) tahapan utama; (1) tahap pengumpulan data Balanced Scorecard, (2) tahap pelaporan, dan (3) tahap monitoring. Pada tahap pengumpulan data, masing-masing supervisor menyiapkan data-data yang diperlukan oleh kunci pengukuran (KPI) bagiannya. Setelah data-data tersebut disiapkan, para supervisor tersebut kemudian mengoreksi untuk kemudian menyerahkan yang telah ditentukan beserta data-data pendukungnya kepada manajer yang menjadi atasan langsungnya. Laporan pengumpulan data ini harus sudah diserahkan oleh para supervisor kepada manajer-manajer masing-masing paling lambat tanggal 1 (satu) setiap bulannya. Setelah menerima dan memeriksa data dari para supervisor yang menjadi tanggung jawabnya, manajer terkait kemudian menyampaikan data tersebut beserta dokumen pendukungnya kepada bagian QAD untuk diolah ke dalam format Balanced Scorecard. Oleh bagian QAD data-data tersebut kembali diperiksa untuk mendapatkan jaminan atas validitas dan kewajarannya. Setelah proses ini data tersebut di-input ke loader Balanced Scorecard dan ke dalam form laporan Balanced Scorecard yang telah distandarkan. Setelah mengoreksi hasil input baik pada loader Balanced Scorecard maupun form laporan Balanced Scorecard, bagian QAD mengirimkan laporan Balanced Scorecard kepada Direktur Utama. Bagian QAD juga menampilkan laporan Balanced Scorecard pada PC (Personal Computer) manajemen dalam bentuk database untuk mendapatkan tindak lanjut dari apa-apa yang telah dicapai perusahaan selama periode yang bersangkutan. Setelah data masukan ini diproses, aplikasi Balanced Scorecard perusahaan akan menyajikan pencapaian kinerja perusahaan dibandingkan dengan target atau anggaran pada periode atau waktu yang terkait. Ada beberapa prosedur tanggapan yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam menindaklanjuti laporan kinerja yang ditampilkan ini, yaitu: 1) Melakukan koreksi dengan cara membuat catatan berdasarkan grafik dan diagram yang ditampilkan pada masing-masing KPI Balanced Scorecard untuk melihat perkembangan terhadap pelaksanaan kerja dari masing-masing bagiannya apakah pelaksanaan kerja tersebut dapat mencapai rencana kerja yang telah ditentukan atau tidak. 2) Mencari penyebab sehingga pelaksanaan kerja yang dilakukan tidak dapat mencapai rencana kerja yang telah ditentukan sebagai upaya untuk meningkatkan pelaksanaan kerja periode yang akan datang. 3) Mencari cara agar pelaksanaan kerja yang dilakukan pada periode yang akan datang dapat mencapai rencana kerja yang ditentukan. Melakukan koordinasi dengan masing-masing bagian di bawahnya terhadap pelaksanaan kerja periode yang akan datang untuk disesuaikan dengan rencana kerja yang telah ditentukan. Program pengembangan Balanced Scorecard di PT X akan terus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dengan memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: 1) Tujuan jangka pendek. Direncanakan sebelum tahun 2003 (pertengahan 2002), implementasi Balanced Scorecard dapat sampai pada level supervisor, sehingga struktur scorecard yang ada sekarang akan diperluas untuk masing-masing supervisor. 2) Tujuan jangka panjang. Setelah tujuan pada angka 1 (satu) di atas, implementasi Balanced Scorecard akan diarahkan pada masing-masing karyawan. Setiap karyawan akan dinilai kinerjanya dengan menggunakan sistem penilaian berbasis Balanced Scorecard. Nantinya diharapkan seluruh bagian dalam perusahaan akan dinilai kinerjanya dengan menggunakan kerangka Balanced Scorecard perusahaan. Sistem Manajemen yang Telah Diterapkan di PT X 1. Standarisasi ISO Prinsip penting dalam ISO yang sangat kritikal dalam fungsi pengendalian adalah: Tulislah apa yang Anda kerjakan, dan kerjakanlah apa yang Anda tulis. 2. Semangat Kaizen Sistem ini mendorong organisasi ke arah perbaikan yang terus-menerus (continuous improvement). Respon yang cepat atas perubahan/ketidakberesan merupakan inti dari sistem manajemen ini. 3. Kader 5 R Lima R merupakan singkatan dari Ringkas, Resik, Rapih, Rawat, dan Rajin. Ini merupakan model dasar sikap kerja yang dicanangkan oleh perusahaan. 4. Sistem Pengelolaan Kinerja Merupakan rekapitulasi penilaian kinerja selama satu tahun untuk masing-masing karyawan di lingkungan PT. Y. Penilaian karyawan berdasar atas pengamatan terhadap kompetensi dan pencapaian target kerja. Pembahasan Dari uraian Bagian 3 dapat disimpulkan bahwa penerapan Balanced Scorecard yang telah dijalani PT. X baru merupakan tahap awal dari proses penerapan Balanced Scorecard yang seutuhnya. Ini dapat dilihat pada penekanan tujuan akhir dari penerapan Balanced Scorecard pada PT. X yakni semata-mata untuk mengukur kinerja. Kondisi ini bukanlah merupakan sesuatu yang diharapkan dengan penerapan BalancedScorecard. Ketika manajemen berfikir bahwa Balanced Scorecard hanyalah merupakan sekumpulan ukuran baru yang dapat memberikan gambaran kinerja secara lebih baik daripada ukuran kinerja yang hanya berdasarkan aspek keuangan maka perusahaan hanya akan mendapatkan sedikit dari banyak keuntungan dengan penerapan sistem ini. Dengan sudut pandang seperti ini maka PT. X baru mendapatkan pengukuran kinerja yang lebih berimbang daripada pengukuran kinerja berbasis anggaran sebagaimana yang telah dilakukan sebelum penerapan Balanced Scorecard ini. Titik berikut yang juga harus mendapat perhatian adalah mengenai alasan PT. X menerapkan Balanced Scorecard. Kejelasan mengenai alasan penerapan Balanced Scorecard mutlak diperlukan untuk menentukan arah pengembangan Balanced Scorecard. Seperti yang telah disebutkan dalam Bagian 2, ada berbagai alasan perusahaan menerapkan Balanced Scorecard untuk menjalankan bisnisnya, antara lain untuk mendapatkan pengembangan kejelasan dan kepemimpinan, konsensus intervensi tentang strategi, strategis, mencapai mendidik fokus, perusahaan, menetapkan target strategis, menyelaraskan program dengan investasi, serta membangun sistem umpan balik. Dapat disimpulkan bahwa tidak satupun alasan yang semata-mata hanya berkaitan dengan peningkatan sistem pengukuran. Setiap alasan merupakan bagian dari tujuan yang lebih luas yaitu untuk memobilisasi perusahaan ke arah strategi yang baru. Jadi alasan penerapan Balanced Scorecard pada PT. X hendaknya tidak hanya untuk mengukur kinerja dengan cara yang lebih baik, tetapi lebih luas seperti perusahaan yang lain yang telah sukses menerapkan Balanced Scorecard. Cara pandang pihak manajemen PT. X harus diubah ke arah yang lebih strategis. Balanced Scorecard tidak akan banyak memberikan arti manakala masih dianggap sebagai sistem pengukuran finansial dan nonfinansial saja. Berikut evaluasi atas penerapan Balanced Scorecard pada PT. X yang terbagi dalam 3 (tiga) bagian sebagai berikut: a. Evaluasi atas Proses Penyusunan Balanced Scorecard pada PT. X b. Evaluasi atas Proses Penerapan Balanced Scorecard pada PT. X c. Evaluasi atas Faktor-faktor Keberhasilan Penerapan Balanced Scorecard pada PT. X