Evaluasi Strategi dan Kinerja

advertisement
Evaluasi Strategi dan Kinerja
A. Analisis Daya Tarik Industri
Daya tarik industri adalah yang terpenting. Daya tarik ini sangat berhubungan dengan
struktur dari industri tertentu dan arah kompetisi industri yang telah beroperasi.
Pemain dalam segmen industri akan melawan dalam kompetisi dan di waktu yang
sama akan mencari keadaan keseimbangan. Secara tradisional, ukuran industri dan
tingkat pertumbuhannya adalah dua faktor yang penting dalam menentukan daya tarik
tersebut. Daya tarik industri dapat diukur secara kuantitatif menggunakan 10 kriteria
seperti pada Tabel berikut.
Tabel 10.1 Pengukuran Daya Tarik Industri
Kriteria industri yang
menarik
1. Ukuran
segmen
industri (lebih baik)
2. Tingkat
pertumbuhan ratarata dalam lima
tahun mendatang
(lebih baik)
3. ROI lima tahun
yang lalu (lebih
baik)
4. Persaingan
antar
pesaing
dalam
segmen ini (lebih
buruk)
5. Daya
tawar
pembeli
(lebih
buruk)
6. Daya
tawar
pembeli
(lebih
buruk)
7. Peluang kemajuan
teknologi
(lebih
baik)
8. Hambatan
masuk
(lebih baik)
9. Hambatan
keluar
(lebih buruk)
10. Substitusi
produk
Faktor
pembobot
(A) %
100
15
20
15
8
8
6
6
6
6
Peringkat menurut para stakeholder yang
berbeda (1-10)
Anggota tim unit
Menurut
Menurut
bisnis stratejik
pelanggan
pemasok
Sub-total/ 10
(B)
(lebih buruk)
Total
100
Nilai Total = (A) (B)
Sumber: Chien, et al. (2005:171)
Setiap kinerja diberikan nilai peringkat, dengan angka antara 1 hingga 10, oleh suatu
panel. Panel ini minimal beranggotakan 10 stakeholder yang meliputi lima unit bisnis
strategik perusahaan, tiga perwakilan dari pelanggan perusahaan dan tiga perwakilan
pemasok. Dengan pandangan beragam yang berasal dari dalam maupun luar
perusahaan diharapkan diperoleh pandangan yang objektif tentang daya tarik industri
yang digarap oleh perusahaan. Penggunaan bobot yang berbeda untuk tiap kriteria
sebaiknya ditentukan secara bersama oleh anggota tim.
Skema penilaian di atas akan menghasilkan nilai peringkat total mengenai daya tarik
industri. Bila indeks gabungan berada di bawah 3.5, berarti bahwa industri memiliki
daya tarik rendah. Bila indeks gabungan berada diantara 3.5 dan 7.0, industri
memiliki daya tarik menengah. Bila indeks melebihi 7.0, maka daya tarik industri
tinggi.
Apabila dimungkinkan, analisis yang sama dapat diterapkan untuk semua produk yang
dihasilkan oleh perusahaan agar didapatkan gambaran daya tarik segmen industri yang
berbeda. Bila teknik ini telah dikuasai dengan baik, tim perencanaan strategi yang
berpengalaman dapat memodifikasi kriteria maupun bobot untuk memasukkan
dinamika perubahan suatu indutri.
B. Analisis Profitabilitas
Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas
adalah ROE (Return on Equity) dan ROA (Return on Assets). Dalam pembahasan
mengenai analisis profitabilitas ini sekaligus akan dilakukan dengan cara menghitung
komponen-komponen rasio yang membentuk perhitungan ROE.
ROE =
Net Income
Total Equity
ROE menunjukan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola modal yang
tersedia untuk mendapatkan net income, Semakin tinggi return adalah semakin baik
karena berarti dividen yang dibagikan atau ditanamkan kembali sebagai retained
earning juga akan semakin besar.
ROA =
Net Income
Total Assets
ROA menunjukkan kemampuan manajemen perusahaan dalam menghasilkan income
dari pengelolaan aset yang dimiliki.
Untuk mendapatkan ROE juga dapat dilakukan dengan menghubungjan ROA dengan
Equity Multiplier (EM) dengan rumus sebagai berikut:
Net Income
ROE = Average Total Assetsx
Average Total Assets
Average Total Equity
ROE = ROA X EM
EM perusahaan membandingkan aset dengan modal sehingga merupakan ukuran
financial leverage sekaligus menggambarkan ukuran laba dan risiko. Untuk lebih
jelasnya disajikan contoh sebagai berikut. Misalkan terdapat dua perusahaan yang
masing-masing memiliki 100 juta asset dengan komposisi dan kualitas asetnya sama.
Perusahaan pertama memiliki utang 90 juta dengan 10 juta modal sendiri, sedangkan
perusahaan kedua memiliki utang 95 juta dan hanya 5 juta modal sendiri. Berdasarkan
keterangan tersebut maka diperoleh hasil EM perusahaanpertama sebesar 10 kali, dan
EM perusahaan kedua sebesar 20 kali. Secara sekilas tampak bahwa perusahaan kedua
memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola modalnya, tetapi juga
menyimpan risiko yang lebih tinggi daripada perusahaan pertama.
Karena EM memiliki efek pengganda terhadap ROE maka misalnya kedua perusahaan
memiliki ROA sebesar 1%, akan didapatkan ROE perusahaan pertama sebesar
10%,sedangkan ROE perusahaan kedua sebesar 20%. Selama earning assets yang
diperoleh masih menunjukkan nilai positif, maka akan lebih menguntungkan bagi
perusahaan dengan EM yang tinggi seperti perusahaan kedua yang mendapatkan
return dua kali lebih besar daripada perusahaan pertama. Sebaliknya jika kedua
perusahaan mempunyai ROA sebesar -1%, maka ROE perusahaan kedua akan sama 20% atau mengalami kerugian dua kali lebih besar daripada kerugian yang diderita
oleh perusahaan pertama.
EM juga menggambarkan ukuran risiko, karena bisa menjadi petunjuk bagi manajemen
perusahaan mengenai seberapa besar kerugian yang timbul sebagai akibat kegagalan
pengelolaan asernya. Dari contoh diatas, perhatikan rasio total equity terhadap total
assets, atau 1/ EM. Akan didapatkan rasio sebesar 10% untuk perusahaan pertama dan
5% untuk perusahaan kedua. Walaupun kedua perusahaan memiliki aset yang sama
besarnya, tetapi perusahaan pertama memiliki risiko yang lebih rendah daripada
perusahaan kedua karena perusahaan pertama memiliki equity yang lebih besar.
Untuk diingat kembali bahwa perusahaan yang memiliki modal yang besar akan
mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menyerap risiko kerugian yang mungkin
timbul akibat kegagalan dalam pengelolaan usahanya.
Singkatnya, EM yang tinggi akan meningkatkan ROE ketika net income positif, tetapi
sebaliknya juga mengindikasikan timbulnya capital risk.
1.
Rasio pengeluaran dan Pemanfaatan Aset
Pada Dasarnya ROA terdiri atas dua komponen rasio yaitu income dan expense control
(termasuk pajak). Mengingat bahwa net income adalah:
NI = Total Revenue (TR) – Total Operating Expense (EXP) –Taxes
TR sama dengan penjumlahan interest income, noninterest income, dan securities
gains (losses). EXP adalah penjumlahan dari interest expense, noninterest expense,
dan provision for loan and lean losses.
Dengan membagi kedua sisi dari persamaan diatas dengan average total assets, akan
didapatkan komponen-komponen penyusun ROA sebagai berikut:
𝑁𝐼
𝑇𝑅 𝐸𝑋𝑃 π‘‡π‘Žπ‘₯𝑒𝑠
𝑅𝑂𝐴 ( ) =
−
−
𝑇𝐴
𝑇𝐴
𝑇𝐴
𝑇𝐴
Dari sisi ROA terbagi dalam Assets Utilization (AU), Expense Ratio (ER), dan Tax Ratio
(TAX).
ROA = AU – ER – TAX
Dimana,
AU = Total revenue/ average total assets
ER = Total Operating Expense/ Average total assets
TAX = Applicable Income Taxes/ average total assets
Semakin besar AU dan semakin kecil ER dan TAX, maka semakin tinggi ROA. Mengingat
bahwa ROA terdiri dari komponen Income dan Expense, maka untuk lebih jelasnya
akan diuraikan mengenai masing-masing komponen tersebut.
2. Komponen Rasio Pengeluaran
Komponen-komponen expense ratio terdiri dari beberapa rasio sebagai berikut:
Interest Expense Ratio =
Interest expense (IE)
Average Total Asset (TA)
Noninterest Expense Ratio =
Provision for Loan Loss Ratio =
Noninterest expense (IE)
Average Total Asset (TA)
Provision for Loan Loss (PLL)
Average Total Asset (TA)
Penjumlahan dari ketiga rasio ini akan menghasilkan Expense Ratio (ER). Semakin
kecil rasio ini menunjukkan perusahaan memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Interest expense dan noninterest expense masing masng perusahaan menunjukkan
jumlah yang berbeda-beda tergantung dari pengaruh tingkat suku bunga, pengaruh
komposisi, dan pengaruh volume.
Komponen Pemanfaatan Aset
Assets Utilization (AU) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mencetak income
melalui penggunaan asset yang dimiliki. Semakin besar AU menunjukan kemampuan
yang besar dari perusahaan dalm mencetak income.
Total Revenue (TR), atau total operating income dapat dipisahkan menjadi tiga
komponen:
TR = Interest Income (II) + Noninterest Income (OI) + Realized Security Gains or
Losses (SG)
Dengan membagi kedua sisi didapatkan
𝑁𝐼
𝑇𝑅 𝐸𝑋𝑃 π‘‡π‘Žπ‘₯𝑒𝑠
𝑅𝑂𝐴 ( ) =
−
−
𝑇𝐴
𝑇𝐴
𝑇𝐴
𝑇𝐴
Persamaan
di
atas
menunjukkan
seberapa
besar
kemampuan
perusahaan
menghasilkan gross yield on assets dari interest income, noninterest income, dan
realized securities gains. Rasio ini menunjukkan seberapa besar efektivitas
perusahaan dalam menggunakan asetnya. Semakin tinggi rasio ini maka semakin
efektif penggunaan aktiva tersebut.
Assets Utilization sangat dipengaruhi oleh komposisi aset-asetnya. Untuk mengetahui
komposisi asset dapat dilakukan dengan membandingkan tiap-tiap aset terhadap total
asset. Dalam praktik, biasanya sebagian besar asset berupa earning assets dan
komposisi nonearning assets relatif lebih kecil dibandingkan dengan earning
assetsnya.
ROA dan Komponennya
Cost of Each Liability Interest
Expense on Each Liability/ TA
πΌπ‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘‘ 𝐸π‘₯𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
Composition of Liability
Bearning Liability/ TA
π‘π‘œπ‘›π‘–π‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘‘ 𝐸π‘₯𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
Expense Ratio
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐸π‘₯𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
Return on Assets
𝑁𝑒𝑑 πΌπ‘›π‘π‘œπ‘šπ‘’
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
πΌπ‘›π‘π‘œπ‘šπ‘’ π‘‡π‘Žπ‘₯𝑒𝑠
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
Asset Utilization
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑒𝑒
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
Salaries and
Employement Benefits/
TA
Occupancy
Expense/ TA
π‘ƒπ‘Ÿπ‘œπ‘£π‘–π‘ π‘–π‘œπ‘›π‘  π‘“π‘œπ‘Ÿ πΏπ‘œπ‘Žπ‘› πΏπ‘œπ‘ π‘ π‘’π‘ 
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
πΌπ‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘‘ πΌπ‘›π‘π‘œπ‘šπ‘’
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
Other Expenses/ TA
Yield on Each Asset
Interest Earned on Each
Composition of Assets
$ Each Assets/ TA
Volume of Earning Assets
Earning Assets/ TA
π‘π‘œπ‘›π‘–π‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘‘ πΌπ‘›π‘π‘œπ‘šπ‘’
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
Fiduciary Income
Service Charges and
Fees/ TA
Trading Revenue/ TA
Other Noninterest
Income/ TA
Catatan: TA = Total Assets
Sumber: Koach & McDonald dalam Kuncoro & Suharjono (2002:549)
C. Analisis CAMEL untuk Perbankan
Dalam melakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan Bank, Bank sentral biasanya
menggunakan kriteria CAMELS, yaitu Capital Adequancy, Assets quality, Manajemen
Quality, Earning, Liquidity, Sensitivity to market risk. Kriteria terakhir dipergunakan
di Amerika sejak 1997. Berbagai lembaga dan analisis telah menerapkan metode
CAMEL dengan definisi yang berbeda. Ternyata masing-masing lembaga dan analisis
tersebut menerapkan kriteria dan indikator yang berbeda meskipun sama-sama
menggunakan metode CAMEL.
Di Indonesia, CAMEL diperkenalkan sejak 1991. CAMEL pada dasarnya merupakan
metode kesehatan bank yang meliputi 5 kriteria:
-
Capital Adequacy adalah kecukupan modal dan menunjukkan kemampuan bank
dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen
bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risikorisiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank.
-
Assets
quality
(kualitas
aktiva
produktif)
menunjukkan
kualitas
aset
sehubungan dengan risiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit
dan investasi dana bank pada portofolio yang berbeda. Setiap penanaman dana
bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya dengan menentukan tingkat
kolektibilitasnya, yaitu apakah Lancar, Kurang Lancar, Diragukan atau Macet.
Pembedaan tingkat kolektibilitas tersebut diperlukan untuk mengetahui
besarnya cadangan minimum penghapusan aktiva produktif yang harus
disediakan oleh bank untuk menutup risiko kemungkinan kerugian yang terjadi.
Berdasarkan Pakfeb 1991, bank wajib membentuk cadangan tersebut sekurangkurangnya sebesar 1% dari seluruh aktiva produktif ditambah: (1) 3% dari aktiva
produktif yang digolongkan kurang lancar; (2) 50% dari aktiva produktif yang
digolongkan diragukan, dan (3) 100% dari aktiva produktif digolongkan macet.
Penilaian tingkat kesehatan aktiva produktif yang dikuantifikasikan dan
didasarkan pada dua rasio, yaitu: (1) perbandingan aktiva produktif yang
diklasifikasikan terhadap jumlah seluruh aktiva produktif, dan (2) perbandingan
cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan.
-
Management
manajemen
quality
bank
(kualitas
untuk
manajemen)
mengidentifikasi,
menunjukan
mengukur,
kemampuan
mengawasi
dan
mengontrol risiko-risiko yang timbul melalui kebijakan-kebijkan danstrategi
bisnisnya untuk mencapai target.
-
Earning (rentabilitas) menunjukkan tidak hanya jumlah kuantitas dan trend
earning tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan kualitas
earning. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap
rentabilitas bank yang diukur dengan dua rasio yang berbobot sama.
-
Liquidity (likuiditas) menunjukkan ketersediaan dana dan sumberdana bank
pada saat ini dan masa yang akan datang. Pengaturan likuiditas bank terutama
dimaksudkan agar bank setiap saat dapat memenuhi keajiban-kewajiban yang
harus segera dibayar. Berdasarkan Pakfeb 1991, bank wajib memelihara
likuiditasnya yang didasarkan pada dua rasio dengan bobot yang sama. Rasio
tersebut adalah: (1) perbandingan jumlah kewajiban bersih call money
terhadap aktiva lancar yaitu kas, giro pada Bank Indonesia, Sertifikat Bank
Indonesia, dan Surat Berharga Pasar Uang dalam Rupiah yang di endorse oleh
bank lain, dan (2) perbandingan antara kredit yang diberikan terhadap dana
pihak ketiga, termasuk pinjaman yang diterima dengan jangka waktu lebih dari
3 bulan. Likuiditas bank dapat diklasifikasikan sehat apabila: (1) rasio net call
money terhadap aktiva lancar kurang dari 19%, dan (2) rasio pinjaman terhadap
dana pihak ketiga kurang dari 89.9%.
D. Arah Strategik Dengan DMAIC
Metodologi yang digunakan berupa matriks arah strategik atau dalam target angka
kuantitatif, yang disebut Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). DMAIC
meliputi tahapan, sebagai berikut (Pearce & Robinson, 2003).
ο‚·
Define
-
Definisi Proyek
-
Project Charter
-
Mengumpulkan suara konsumen
-
Mengubah keinginan konsumen menjadi keperluan yang spesifik
ο‚·
Measure
-
Membuat peta proses
-
Perlengkapan data
-
Analisis sistem ukuran
-
Menaksir kemampuan pengulangan kembali dan kemampuan reproduksi
-
Mengukur kemampuan proses
-
Menghitung proses level
-
Memperlihatkan pelaksanaan garis dasar sigma secara visual
ο‚·
Analyse
-
Memunculkan data visual (histogram, run chart, scatter diagram, pareto chart)
-
Analisis value added
-
Analisis sebab dan akibat (Fishbone,Isikawa)
-
Verifikasi root cause
-
Menentukan kesempatan (kerusakan dan keuangan) untuk perbaikan
-
Meninjau dan merevisi project charter
ο‚·
Improve
-
Brainstorming
-
Penyebaran fungsi kualitas (Home of Quality)
-
Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
-
Piloting your solution
-
Rencana implementasi
-
Rencana modifikasi budaya untuk organisasi anda
ο‚·
Control
-
Peninjauan Statistical Process Control (SPC)
-
Mengembangkan rencana proses pengawasan
-
Mendokumentasikan proses tersebut
E. Perbaikan Terus Menerus dengan Kualitas
Total Quality Management (TQM) adalah sebuah program peningkatan kualitas yang
telah diimplementasikan dalam dunia bisnis secara global selama kurang lebih dua
belas dekade. TQM pertama kali diimplementasikan pada beberapa perusahaan besar
Amerika untuk bias menanggulangi kesuksesan pesaing mereka dari Jepang dan
Jerman. Perusahaan Jepang menggunakan metode yang diperkenalkan oleh Edward
Deming dan J. M Juran pada perang dunia kedua. Pada pertengahan tahun 70, produk
perusahaan Jepang mampu memberikan reputasi baik dalam kualitas.
Semakin banyak perusahaan AS yang mencoba untuk
mengejar ketinggalan
merekadengan membuat program kualitas mereka sendiri dan mencoba untuk
menyebarluaskannya kepada ritel besar dan juga perusahaan jasa. Hal ini meningkat
sampai ke perusahaan kecil, perusahaan kecil yang menjadi pemasok perusahaan yang
telah menggunakan big TQM juga mengadopsi program kualitas tersebut. Ini
dikarenakan perusahaan besar menginginkan perusahaan kecil untuk mempunyai
kualitas masing-masing.
TQM sebenarnya merupakan budaya organisasional dan cara berpikir. TQM dibangun
dengan berfokus pada kepuasan pelanggan, pada pengukuran yang akurat terhadap
variable kritis dalam operasi bisnis, dalam kemajuan yang terus menerus suatu
produk, jasa dan proses, dan dalam hubungan kerja yang didasarkan kepercayaan dan
kerja tim. Suatu penjelasan mengenai kualitas menyajikan 10 elemen penting untuk
mengimplementasikan TQM.
1. Mendefinisikan kualitas dan nilai pelanggan (customer value)
Berpikir mengenai nilai pelanggan akan dihadapkan dengan definisi yang luas
mengenai kualitas termasuk di dalamnya efisiensi dan responsivitas. Kualitas
menurut pelanggan sering kali bererati produk bagus, yaitu berarti produk yang
bagus, yaitu berarti harga yang murah (efisien) dan cepat beradaptasi sesuai
dengan keinginan pelanggan (responsiveness). NIlai pelanggan ditemukan dalam
ketiga hal tersebut: kualitas, harga, kecepatan.
Dalam industri perbankan, para banker mulai menyadari produk yang mereka
jual bukan barang yang bias diraba, dicium, atau dicicipi untuk menentukan
kualitas. Karena bank adalah bisnis jasa, maka ukuran jasa adalah pelayanan.
2. Mengembangkan orientasi pada pelanggan
Rantai nilai memberikan suatu cara agar perusahaan bisa berpikir dengan
berorientasi pada pelanggan. Karyawan operasi adalah pelanggan internal dari
departemen akutansi sebagai pemberi informasi yang berharga dan juga bagi
departemen penjualan dalam hal kualitas dan pasokan yang tepat waktu.
Ketika masing-masing departemen tersebut dilayani dengan kualitas, efisiensi
dan responsiveness, nilai ditambahkan dalam usaha mereka, dan dilanjutkan
kepada para pelanggan internal mereka dan selanjutnya tentu saja pelanggan
eksternal mereka.
Pertanyaannya, pelanggan mana yang mau digarap tergantung dari bisnis dan
industri apa yang digeluti oleh perusahaan?
3. Berfokus pada proses bisnis perusahaan
Masing-masing proses memberikan kontribusi nilai dalam berbagai cara, yang
bias dikembangkan agar dapat membatu pengembangan proses departemen
yang lain (pelanggan internal).
4. Mengembangkan hubungan kerja sama dengan pelanggan dan pemasok
Pemasok dianggap sebagai perusahaan dalam memenuhi keinginan pelanggan.
Pelanggan dianggap sebagai pasangan perusahaan dalam menyediakan input.
Oleh karena itu perusahaan dan pemasok bias memenuhi dan melebihi
keinginan pelanggan.
5. Mengambil pendekatan pencegahan
Manajemen harus diberi penghargaan apabila telah mengambil tindakan
pencegahan (dan bukan melakukan perbaikan setelah terjadi kesalahan) dan
untuk usahanya dalam menghilangkan aktivitas yang tidak menambah nilai.
6. Mengadopsi perilaku yang bebas kesalahan
Mengambangkan
standar
kinerja
bagi
masing-masing
karyawan
dengan
menekankan pada perilaku yang tidak menolerir adanya kesalahan, dengan
manajer sebagai role model dan terus berusaha mengkomunikaikan pentingnya
perilaku tersebut.
7. Melihat pada fakta
Pengambilan setiap kebijakan sebaiknya melihat pada fakta dan bukan opini.
Pengukuran yang akurat adalah pengukuran yang berdasarkan pada teknik
statistik dalam masing-masing variable penting dalam operasi bisnis perusahaan
dan
menggunakan
hasil
pengukuran
tersebut
untuk
menemukan
akar
permasalahan dan berusahan untuk menghilangkannya.
8. Mendukung setiap manajer dan karyawan agar berpartisipasi
Partisipasi
karyawan,
pemberdayaan,
partisipasi
dalam
pengambilan
keputusan, dan pelatihan dalam teknik kualitas, dalam teknik statistik, dan
dalam alat pengukuran adalah bumbu untuk bias melakukan perbaikan terus-
menerus yang akan memberikan dorongan dan memperkat komitmen terhadap
nilai pelanggan.
9. Menciptakan suatu atmosfer untuk menciptakan keterlibatan total
Nilai pelangan yang maksimal hanya dapat dicapai apabila semua area dalam
organisasi menerapkan konsep kualitas secara bersama-sama
10. Bekerja keras untuk bias melakukan perbaikan terus menerus
Kualitas, efeisiensi, dan responsiveness bukanlah hal yang bias diciptakan dan
didapat dengan hanya melaksanakan satu kali program, tetapi ketiga hal ini
harus selalu diperbaharui dan karenanya merupakan suatu program jangka
panjang yang harus terus diperjuangkan oleh perusahaan.
F. Pendidikan Six Sigma
Biasanya disebut juga sebagai “TQM baru”, six-sigma merupakan pendekatan yang
sangat teliti dan analitis dalam kualitas dan perbaikan terus-menerus dengan tujuan
untuk meningkatkan keuntungan lewat pengurangan kerusakan, peningkatkan
pendapatan, meningktakan kepuasan pelanggan dan memiliki kinerja paling baik di
kelasnya.
Perbedaan six-sigma dengan TQM adalah:
-
Mengenal konsumen dan produk atau jasa yang ditawarkan dengan sangat baik
-
Menekankan pada ilmu statistik dan pengukuran
-
Mengembangkan pelatihan yang terstruktur dan sangat teliti
-
Metodologi yang ketat dan berfokus pada proyek
-
Menekankan pada Juran’s doctrines seperti dukungan manajemen puncak dan
pendidikan yang berkelanjutan
Metodologi six-sigma menggunakan alat statistik untuk mengidentifikasi beberapa
faktor vital, faktor-faktor yang paling menentukan untuk memperbaiki proses kualitas
dan menghasilkan laba yang terdiri dari empat atau lima tahap (Brue, 2002):
-
Mendefinisikan proyek, tujuan dan dapat diserahkan kepada pelanggan
(internal dan ekternal)
-
Mengukur kinerja sekarang dari proses-proses itu
-
Menganalisis dan menetapkan akar penyebab cacat itu
-
Memperbaiki proses untuk menghilangkan cacat
-
Mengendalikan kinerja proses-proses itu
Six-sigma didasarkan pada beberapa konsep kunci, yaitu (1) cacat (defect); (2) variasi
(variation); (3) kritis terhadap kualitas (critical to quality); (4) kemampuan proses (
process capability); (5) desain untuk sig-sigma (design for six-sigma). Manajemen sigsigma mengaitkan perbaikan kualitas secara langsung dengan hasil-hasil finansial.
Tujuan six-sigma adalah menghubungkan proses-proses internal dan manajemen
system dengan tuntutan konsumen. Six-sigma merupakan pendekatan ilmiah pada
manajemen, yang didasarkan pada data.
Program six-sigma mempromosikan suatu orientasi yang tidak kenal kompromi dalam
seluruh kegiatan bisnis yang berfokus pada pelanggan. Langkah pertama adalah selalu
dengan mendapatkan pemahaman ekpektasi pelanggan sehingga alat tepat bisa
digunakan untuk meningkatkan proses intenal maupun ekternal. Program ini tidak
dapat berjalan murah dan cepat, tetapi dibutuhkan sebuah komitmen dari
manajemen danpelatihan bagi karyawan perusahaan mengenai metodologi six-sigma
ini.
Perusahaan seperti General Elektrik (GE, 1995), Motorola (1987), Polaroid (1998) dan
Texas Instrument (1988) telah mengadopsi six sigma sebagai inisiatif bisnis yang
utama. Kebanyakan dari perusahaan ini melakukan investasi pada model ini untuk bias
menciptakan produk dan jasa yang memiliki kualitas lebih tinggi dari para pesaingnya
dan untuk meningkatkan hubungan dengan pelanggannya.
Six-sigma bukan program latihan. Six-sigma adalah stategis bisnis yang membantu
perkembangan kultur pada semua level. Dengan menembus dan meresap ke setiap
departemen, grup fungsional, dan semua level manajemen, six sigma mengubah
pandangan dan kebiasaan setiap orang dalam organisasi.
G. Metodologi BSC
Metologi Balance Scorecard (BSC) mengadaptasi ide TQM mengenai kualitas yang
didefiniskan oleh pelanggan, perbaikan terus-menerus, empowerment karyawan, dan
pengukuran yang didasarkan pada manajemen/ umpan balik dalam metodologi
perluasan yang termasuk di dalamnya data keuangan transisional dan hasil. BSC
menggabungkan umpan balik output proses bisnis internal seperti TQM tetapi juga
umpan balik hasil dari strategi bisnis. Hal ini menciptakanumpan balik dalam BSC.
Untuk melakukaannya, BSC menghubungkan dua area yang berfokus pada eksekusi
strategi – operasi kualitas dan hasil keuangan – yang terpisan tetapi sebenarnya
berhubungan erat dengan strategi yang ingin diterapkan perusahaan.
BSC berusaha mencari suatu keseimbangan antara tujuan pemegang saham dan tujuan
kinerja operasional perusahaan. BSC menyarankan untuk melihat organisasi dari
empat
perspektif
serta
mengembangkan
ukuran,
mengumpulkan
data
dan
menganalisis perspektif tersebut:
1) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan: sebaik apa perusahaan bias
melakukan perbaikan terus-menerus dan menciptkan nilai?
2) Perspektif proses bisnis: apa kompetensi inti perusahaan dan area operasional
yang paling dikuasai perusahaan?
3) Perspektif pelanggan: seberapa puaskah pelanggan perusahaan?
4) Perspektif keuangan; bagaimana perusahaan melayani pemegang saham?
1. Pengukuran Kinerja dengan BSC
BSC diperkenalkan pada tahun 1992. BSC mengukur kinerja organisasi dengan
menggunakan pengukuran keuangan dan nonkeuangan pada empat perspektif:
keuangan, pelanggan, proses internal dan pembelajaran serta pertumbuhuna.
Pendekatan ini secara cepat berevolusi menjadi sebuah sistwm baru untuk
menjelaskan dan mengatur strategi.
Norton dan Kaplan menempatkan BSC sebagai alat bagi organisasi (termasuk yang
berasal dari sektor publik dan non-profit) untuk mengelola kebutuhan pemegang
saham relevannya. Lebih jauh mereka menyarankan BSC sebagai alat untuk
memperbaiki aliran informasi dan komunikasi antara top eksekutif dan manajemen
menengah
dalam
perusahaan.
BSC
ingin
memperbaiki
sistem
konvensional
pengontrolan dan akuntansi dengan memperkenalkan fakta lebih kualitatif dan nonfinansial.
Pertimbangan sasaran finansial serupa dengan sistem tradisional manajemen dan
akuntansi. Satu perbaikan penting dari BSC terletak pada fokusnya mendorong nilai
bagi
profitabilitas
masa
depan
perusahaan.
Perspektif
pasar
bertujuan
mengidentifikasi segmen pelanggan dan pasar relevan yang berkontribusi pada sasaran
finansial. Dalam istilah manajemen barbasis pasar dari perusahaan, dimensi ini
membuat mampu mencapai proses-proses dan produk internal yang sejalur dengan
keperluan
pasar.
Dalam
dimensi
internal
processes,
perusahaan
harus
mengidentifikasi dan menstrukturkan secara efisien proses-proses pendorong nilai
internal yang vital terkait dengan sasaran pelanggan dan pemegang saham. Perspektif
organizational development akhirnya mencoba menggambarkan semua aspek terkait
dengan staf dan organisasional yang vital pada proses reengineering organisasi.
Norton dan Kaplan (1997, h.184) merekomendasikan integrasi sistematis BSC kedalam
sistem manajemen perusahaan yang telah ada. Untuk hal ini mereka mendiskusikan
terutama fase-fase penataan (set-up) dan implementasi strategi. BSC menjadi alat
mentransformasikan
strategi
kedalam
aksi
pelaksanaan,
Norton
dan
Kaplan
menekankan pentingnya pelatihan teratur dan tambahan dan komunikasi strategi
internal (seperti dengan leaflet, majalah, intranet, dst) dan pengukuran-pengukuran
sasaran-sasaran terdefinisi diseluruh perusahaan. Melalui penataan sasaran lebih
ambisius, menetapkan definisi pengukuran-pengukuran strategis, dan integrasi
strategi terkait jangka panjang kedalam proses penganggaran tahunan, BSC akan
memperbaiki sistem manajemen perusahaan yang ada saat ini.
Asumsi dasar dalam penerapan BSC adalah pada dasarnya organisasi adalah institusi
pencipta kekayaan, karena itu semua kegiatannya harus dapat menghasilkan
tambahan kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Konsep Umum
Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu kartu nilai (scorecard) dan balanced
(berimbang). Maksudnya adalah kartu nilai untuk mengukur kinerja personil yang
dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta dapat digunakan sebagai
evaluasi. Serta berimbang (balanced) artinya kinerja personil diukur secara berimbang
dari dua aspek: keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang,
intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan
skor
yang
hendak
diwujudkan
di
masa
depan,
personil
tersebut
harus
memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan nonkeuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja bersifat
internal dan kinerja eksternal (fokus komprehensif).
Pada awal perkembangannya, BSC hanya ditujukan untuk memperbaiki system
pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990an eksekutif hanya diukur kinerja
mereka dari perspektif keuangan, sehingga terdapat kecenderungan eksekutif
mengabaikan kinerja non keuangan seperti kepuasan pelanggan, produktifitas, dan
kefektifan proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, dan
pemberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi
kepuasan pelanggan.
BSC menerjemahkan visi dan strategi perusahaan kedalam tujuan konkrit terorganisasi
disepanjang jalur 4 perspektif yang berbeda: finansial, pelanggan, proses internal,
dan pembelajaran dan pertumbuhan. Prinsip dasar BSC adalah memfokuskan pada
pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan sekarang, perusahaan
akan mengamankan posisi finansial masa depannya. Mengenali keseimbangan antara
pengukuran jangka pendek dan menengah ini penting bagi perusahaan yang ingin
cenderung menginginkan kesuksesan finansial jangka pendek yang seringkali juga
diinginkan oleh para pemegang saham.
Dibandingkan dengan konsep manajemen strategis umum, BSC memiliki beberapa
konsep penting:
1) Menambahkan 3 perspektif tambahan pada perspektif finansial yang telah ada.
2) Konsep penting kedua adalah penggunaan indikator leading dan lagging.
Indikator lagging adalah pengukuran yang menjelaskan sesuatu telah terjadi,
karena itu jika perusahaan bereaksi pada pengukuran itu akan menjadi
terlambat. Contohnya adalah ukuran finansial itu sendiri. Indikator leading
sebaliknya menceritakan sesuatu mengenai masa depan. Contohnya jika
perusahaan memperbaiki indeks kepuasan pelanggannya, maka perusahaan
akan dalam jalur yang benar mendapatkan penjualan tahunan yang lebih baik.
3) Hubungan sebab-akibat. Jika kita memiliki sejumlah indikator yang terkait
dalam cara dimana kinerja sekarang satu indikator menjadi indikasi kinerja
yang baik di masa depan dari indikator yang lain, maka kita telah membangun
peta hubungan sebabakibat.
4) Penerapan BSC secara berjenjang diseluruh organisasi. Umumnya perusahaan
multinasional dengan beberapa unit bisnis pertama-tama akan menciptakan
BSC bagi tingkat perusahaan kemudian membangun kartu nilai tingkat unit
bisnis di tingkat anak perusahaan. SBU akan mengambil sasaran (dan bahkan
indikator) scorecard perusahaan sebagai awal pertimbangan dan mengerti
bagaimana mereka member sumbangan pada target perusahaan.
5) Pembelajaran ‘double loop learning’. Perusahaan yang telah mengembangkan
BSC dapat menggunakannya untuk mengontrol kesuksesan strategi awal (single
loop learning) sebagai dasar pertimbangan ketika strategi tersebut ditantang
oleh informasi baru yang diperoleh dari lingkungan bisnis (double loop
learning).
Finansial
Agar bisa berhasil secara finansial,
bagaimana cara perusahaan memberi
citra pada pemegang sahamnya?
Pelanggan
Untuk memperoleh visi, bagaimana
perusahaan di mata para pelanggannya?
Visi dan Strateginya
VISI dan
STRATEGI
Proses Bisnis Internal
Untukk bisa memuaskan pemegang
saham dan pelanggan, bisnis apa yang
harus dikuasai?
Pembelajaran dan pertumbuhan
Untuk mendapatkan visi perusahaan,
bagaimana cara perusahaan
mempertahankan kemampuan untuk
berubah dan berkembang
Sumber: Mulyadi (2001); Dess & Lumpkin (2003)
3. Contoh Kasus Balanced Scorecard Pada PT X (Maman, 2004)
Visi, Misi, dan Strategi Perusahaan
Visi:
Reliable partner in petroleum exploration and production information.
Misi:
1) Benefit petroleum EP data users through an integrated data management
system that covers data storage, cataloguing, value adding and promotion.
2) Empower national resources in petroleum data management.
Strategi: Strategi Pembedaan Terfokus.
Proses Penyusunan Balanced Scorecard PT X
Yang terlibat dalam pembuatan Balanced Scorecard di PT X adalah seluruh
manajemen level atas dan menengahnya (yaitu direktur utama, direktur operasi dan
pemasaran, manajer operasi, manajer pemasaran, dan manajer administrasi dan
keuangan). Sampai dengan saat ini Balanced Scorecard di PT X penerapannya telah
sampai pada level manajer. Dengan kata lain, struktur scorecard telah dibangun
sampai pada level ini.
Penyusunan Balanced Scorecard di PT X diawali dengan penjabaran strategi
perusahaan. Dalam Rencana Bisnis 2001 terlihat bahwa strategi bisnis yang dipilih PT
X adalah Strategi Pembedaan Terfokus. Dengan strategi ini maka PT X mampu
membuat jasa dan produk yang mempunyai keunggulan unik sehingga PT X dapat
mengejar daya saing strategis dengan para pesaing yang berkaliber internasional.
Untuk kebutuhan pengembangan Balanced Scorecard, strategi tersebut diterjemahkan
ke dalam bahasa yang lebih actionable. Pembedaan terfokus dicapai dengan revenue
growth strategy dan cost/productivity management. Dari dua strategi inilah bangunan
Balanced Scorecard PT X dikembangkan.
PT. X menetapkan empat perspektif untuk pengukuran kinerjanya, yaitu perspektif
keuangan (financial), pelanggan (customer), proses bisnis internal, dan karyawan
(employee).
Pemilihan
ini
berdasarkan
pada
logika
bisnis
PT
X
dengan
kesalingterhubungan yang jelas pada masing-masing perspektif tersebut.
Perusahaan menggariskan kebijakan untuk mulai mendapatkan laba bersih positif
pada tahun 2001. Untuk itu perusahaan menetapkan target positif atas ROE (Return
on Equity). Target atas ROE ini menjadi muara perhatian dari perspektif-perspektif
yang lain.
Untuk mencapai ROE yang ditargetkan maka PT X harus meningkatkan pendapatan dan
melakukan manajemen biaya serta kas yang efektif. Peningkatan pendapatan
dilakukan melalui perluasan sumber-sumber pendapatan dari pelanggan saat ini dan
pengenalan produk-produk baru. Sementara itu, manajemen biaya serta kas sangat
terkait dengan proses internal perusahaan. Untuk itu ada 7 ukuran dalam perspektif
finansial yaitu: Revenue from Data Management, Revenue from Access to Data,
Collection Period, Operating Cost, Profitability, Investment, dan ROE.
Untuk mempertahankan pelanggan saat ini, maka diperlukan penjualan yang efektif,
pelayanan yang memuaskan, dan retensi pelanggan. Dalam rangka pengenalan produk
baru dibutuhkan investasi yang memadai untuk proses penciptaan produk tersebut.
Karenanya dalam perspektif pelanggan PT X menggunakan ukuran-ukuran sebagai
berikut: Number of Sales Calls, Number of Quotation, Number of Quotation Value,
Hit Rate, Loss Sales, Number of Promotion Event, Promotion Budget, Customer
Satisfaction Index, Number of Complaint, Number of Customer, Number of New
Customer, dan Number of Repeated Order.
Terwujudnya pelayanan yang memuaskan (first class service) untuk bisnis PT X, yang
bergerak dalam bidang jasa informasi, sangat ditentukan oleh: ketersediaan data,
mutu data, dan dukungan dari teknologi informasi. Penciptaan produk baru tidak
hanya membutuhkan investasi yang memadai saja, tetapi yang paling penting adalah
bagaimana perkembangan teknologi dapat diikuti dan diadopsi oleh perusahaan.
Untuk mendukung program efektifitas maka perusahaan dituntut untuk menjalankan
operasi secara efektif. Garis kebijakan ini harus melandasi proses operasi perusahaan.
Dalam rangka hal-hal tersebut di muka maka ukuran yang dipilih untuk perspektif
internal adalah: Data Accuracy, Number of Data Entry, Number of Fulfilled
DataRequisition, On Time Service Delivery Percentage, Solved Complaint dan Number
of New Product.
Perspektif terakhir dalam scorecard PT X adalah perspektif employee yang
menyediakan dasar-dasar yang memungkinkan bagi ukuran-ukuran di ketiga perspektif
sebelumnya dapat tercapai. Syarat penting untuk mencapai target dari seluruh ukuran
tersebut adalah peningkatan produktivitas para pekerja. Tanpa adanya hal ini, maka
adalah sangat sulit mencapai target-target perusahaan. Untuk mengukur produktivitas
ini PT X menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut: Number of Skilled Employee,
Number of Training Days, Number of Trained People, Training Investment, Number of
idea, Number of Warning Letter, Employee Satisfaction Index, Employee Turn Over,
dan Revenue per Employee.
Tabel Perbandingan anatara manajemen traditional dan manajemen kontemporer
Sistem manajemen strategik
Sistem manajemen strategik
dalam
dalam manajemen kontemporer
manajemen tradisional
ο‚· Hanya berfokus pada perspektif Mencakup
perspektif
keuangan. Sistem perencanaan komprehensif:
yang
mengandalkan
anggaran tahunan
ο‚· Perencanaan
jangka
yang tidak bersistem.
keuangan,
pada pelanggan, proses bisnis internal,
dan pembelajaran / pertumbuhan
ο‚· Sistem perencanaan menyeluruh Koheren
yang tidak koheren.
yang
membangun hubungan
sebab-akibat
diantara
berbagai
panjang sasaran strategis yang dihasilkan
dalam perencanaan strategis
Terukur
semua sasaran strategis
ditentukan ukurannya baik untuk
sasaran
strategis
perspektif
keuangan maupun perspektif non
keuangan.
Seimbang
strategis
sistem
penting
keseimbangan sasaran
yang
dihasilkan
perencanaan
untuk
oleh
strategis
menghasilkan
kinerja keuangan jangka panjang
Balanced Scorecard Untuk Mengukur Kinerja PT X
Setelah membangun model scorecard-nya, PT X kemudian menyiapkan program
aplikasi untuk operasionalisasi ukuran-ukuran yang ada pada scorecard-nya. Program
yang digunakan oleh PT X adalah program Oracle yang didisain secara khusus untuk
penerapan Balanced Scorecard di PT X. Program aplikasi ini memiliki dua fungsi
sebagai berikut:
1) Fungsi pengelolaan data.
Keluaran yang dihasilkan dari fungsi ini adalah bentuk-bentuk laporan baik berupa
tabel, grafik, maupun diagram.
2. Fungsi pemantauan.
Keluaran yang dihasilkan adalah laporan perkembangan kinerja perusahaan pada
periode tertentu. Manajemen dapat mengetahui sampai tingkat mana pencapaian
kinerja perusahaan untuk periode yang diinginkan setiap saat. Umpan balik dari fungsi
ini adalah timbulnya perhatian manajemen untuk peningkatan kinerja secara
berkesinambungan.
Pengelolaan data Balanced Scorecard dilakukan oleh bagian QAD dengan rincian
pekerjaan sebagai berikut:
-
Melakukan pengumpulan data Balanced Scorecard
-
Pembuatan laporan Balanced Scorecard
-
Mengirimkan laporan Balanced Scorecard ke PT Y (holding company)
-
Menampilkan laporan Balanced Scorecard pada PC (Personal Computer)
manajemen dalam bentuk database
-
Mengarsipkan laporan Balanced Scorecard
Untuk lebih mengoptimalkan pengelolaan data Balanced Scorecard telah dibuat
dokumen SOP (Standard Operating Procedures) yang terdiri dari 11 dokumen SOP.
SOP-SOP yang disusun merupakan serangkaian prosedur yang harus dijalani untuk
menjamin validitas data yang akan menjadi masukan bagi pengukuran serta laporan
kinerja PT X. Atas dasar SOP-SOP yang ada, dapat dilihat bahwa implementasi
Balanced Scorecard di PT X terdiri dari 3 (tiga) tahapan utama; (1) tahap
pengumpulan data Balanced Scorecard, (2) tahap pelaporan, dan (3) tahap
monitoring.
Pada tahap pengumpulan data, masing-masing supervisor menyiapkan data-data yang
diperlukan oleh kunci pengukuran (KPI) bagiannya. Setelah data-data tersebut
disiapkan,
para
supervisor
tersebut
kemudian
mengoreksi
untuk
kemudian
menyerahkan yang telah ditentukan beserta data-data pendukungnya kepada manajer
yang menjadi atasan langsungnya. Laporan pengumpulan data ini harus sudah
diserahkan oleh para supervisor kepada manajer-manajer masing-masing paling
lambat tanggal 1 (satu) setiap bulannya.
Setelah menerima dan memeriksa data dari para supervisor yang menjadi tanggung
jawabnya, manajer terkait kemudian menyampaikan data tersebut beserta dokumen
pendukungnya kepada bagian QAD untuk diolah ke dalam format Balanced Scorecard.
Oleh bagian QAD data-data tersebut kembali diperiksa untuk mendapatkan jaminan
atas validitas dan kewajarannya. Setelah proses ini data tersebut di-input ke loader
Balanced Scorecard dan ke dalam form laporan Balanced Scorecard yang telah
distandarkan. Setelah mengoreksi hasil input baik pada loader Balanced Scorecard
maupun form laporan Balanced Scorecard, bagian QAD mengirimkan laporan Balanced
Scorecard kepada Direktur Utama.
Bagian QAD juga menampilkan laporan Balanced Scorecard pada PC (Personal
Computer) manajemen dalam bentuk database untuk mendapatkan tindak lanjut dari
apa-apa yang telah dicapai perusahaan selama periode yang bersangkutan. Setelah
data masukan ini diproses, aplikasi Balanced Scorecard perusahaan akan menyajikan
pencapaian kinerja perusahaan dibandingkan dengan target atau anggaran pada
periode atau waktu yang terkait.
Ada beberapa prosedur tanggapan yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam
menindaklanjuti laporan kinerja yang ditampilkan ini, yaitu:
1) Melakukan koreksi dengan cara membuat catatan berdasarkan grafik dan diagram
yang ditampilkan pada masing-masing KPI Balanced Scorecard untuk melihat
perkembangan terhadap pelaksanaan kerja dari masing-masing bagiannya apakah
pelaksanaan kerja tersebut dapat mencapai rencana kerja yang telah ditentukan
atau tidak.
2) Mencari penyebab sehingga pelaksanaan kerja yang dilakukan tidak dapat mencapai
rencana kerja yang telah ditentukan sebagai upaya untuk meningkatkan
pelaksanaan kerja periode yang akan datang.
3) Mencari cara agar pelaksanaan kerja yang dilakukan pada periode yang akan datang
dapat mencapai rencana kerja yang ditentukan.
Melakukan
koordinasi
dengan
masing-masing
bagian
di
bawahnya
terhadap
pelaksanaan kerja periode yang akan datang untuk disesuaikan dengan rencana kerja
yang telah ditentukan.
Program pengembangan Balanced Scorecard di PT X akan terus dilakukan secara
bertahap dan berkesinambungan dengan memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
1) Tujuan jangka pendek.
Direncanakan sebelum tahun 2003 (pertengahan 2002), implementasi Balanced
Scorecard dapat sampai pada level supervisor, sehingga struktur scorecard yang ada
sekarang akan diperluas untuk masing-masing supervisor.
2) Tujuan jangka panjang.
Setelah tujuan pada angka 1 (satu) di atas, implementasi Balanced Scorecard akan
diarahkan pada masing-masing karyawan. Setiap karyawan akan dinilai kinerjanya
dengan menggunakan sistem penilaian berbasis Balanced Scorecard. Nantinya
diharapkan seluruh bagian dalam perusahaan akan dinilai kinerjanya dengan
menggunakan kerangka Balanced Scorecard perusahaan.
Sistem Manajemen yang Telah Diterapkan di PT X
1. Standarisasi ISO
Prinsip penting dalam ISO yang sangat kritikal dalam fungsi pengendalian adalah:
Tulislah apa yang Anda kerjakan, dan kerjakanlah apa yang Anda tulis.
2. Semangat Kaizen
Sistem ini mendorong organisasi ke arah perbaikan yang terus-menerus (continuous
improvement). Respon yang cepat atas perubahan/ketidakberesan merupakan inti
dari sistem manajemen ini.
3. Kader 5 R
Lima R merupakan singkatan dari Ringkas, Resik, Rapih, Rawat, dan Rajin. Ini
merupakan model dasar sikap kerja yang dicanangkan oleh perusahaan.
4. Sistem Pengelolaan Kinerja
Merupakan rekapitulasi penilaian kinerja selama satu tahun untuk masing-masing
karyawan di lingkungan PT. Y. Penilaian karyawan berdasar atas pengamatan
terhadap kompetensi dan pencapaian target kerja.
Pembahasan
Dari uraian Bagian 3 dapat disimpulkan bahwa penerapan Balanced Scorecard yang
telah dijalani PT. X baru merupakan tahap awal dari proses penerapan Balanced
Scorecard yang seutuhnya. Ini dapat dilihat pada penekanan tujuan akhir dari
penerapan Balanced Scorecard pada PT. X yakni semata-mata untuk mengukur
kinerja. Kondisi ini bukanlah merupakan sesuatu yang diharapkan dengan penerapan
BalancedScorecard. Ketika manajemen berfikir bahwa Balanced Scorecard hanyalah
merupakan sekumpulan ukuran baru yang dapat memberikan gambaran kinerja secara
lebih baik daripada ukuran kinerja yang hanya berdasarkan aspek keuangan maka
perusahaan hanya akan mendapatkan sedikit dari banyak keuntungan dengan
penerapan sistem ini. Dengan sudut pandang seperti ini maka PT. X baru mendapatkan
pengukuran kinerja yang lebih berimbang daripada pengukuran kinerja berbasis
anggaran sebagaimana yang telah dilakukan sebelum penerapan Balanced Scorecard
ini.
Titik berikut yang juga harus mendapat perhatian adalah mengenai alasan PT. X
menerapkan Balanced Scorecard. Kejelasan mengenai alasan penerapan Balanced
Scorecard mutlak diperlukan untuk menentukan arah pengembangan Balanced
Scorecard.
Seperti yang telah disebutkan dalam Bagian 2, ada berbagai alasan perusahaan
menerapkan Balanced Scorecard untuk menjalankan bisnisnya, antara lain untuk
mendapatkan
pengembangan
kejelasan
dan
kepemimpinan,
konsensus
intervensi
tentang
strategi,
strategis,
mencapai
mendidik
fokus,
perusahaan,
menetapkan target strategis, menyelaraskan program dengan investasi, serta
membangun sistem umpan balik. Dapat disimpulkan bahwa tidak satupun alasan yang
semata-mata hanya berkaitan dengan peningkatan sistem pengukuran. Setiap alasan
merupakan bagian dari tujuan yang lebih luas yaitu untuk memobilisasi perusahaan ke
arah strategi yang baru. Jadi alasan penerapan Balanced Scorecard pada PT. X
hendaknya tidak hanya untuk mengukur kinerja dengan cara yang lebih baik, tetapi
lebih luas seperti perusahaan yang lain yang telah sukses menerapkan Balanced
Scorecard.
Cara pandang pihak manajemen PT. X harus diubah ke arah yang lebih strategis.
Balanced Scorecard tidak akan banyak memberikan arti manakala masih dianggap
sebagai sistem pengukuran finansial dan nonfinansial saja.
Berikut evaluasi atas penerapan Balanced Scorecard pada PT. X yang terbagi dalam 3
(tiga) bagian sebagai berikut:
a. Evaluasi atas Proses Penyusunan Balanced Scorecard pada PT. X
b. Evaluasi atas Proses Penerapan Balanced Scorecard pada PT. X
c. Evaluasi atas Faktor-faktor Keberhasilan Penerapan Balanced Scorecard pada
PT. X
Download