BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Setiap organisasi memiliki tujuan yang berbeda-beda dan diperlukan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk mengukur ketercapaian tujuan suatu organisasi diperlukan suatu sistem pengukuran kinerja yang dirancang sesuai dengan strategi dan target organisasi tersebut. Seiring perkembangan zaman, fokus organisasi beralih menuju customer-oriented, sehingga diperlukan sistem pengukuran kinerja yang tidak hanya mengukur kinerja finansial organisasi. Menurut Kaplan dan Norton (2001), ukuran finansial saja tidak mampu menangkap aktivitas value-creating dari intangible assets atau aset tak berwujud organisasi. Intangible asset dapat berupa kecakapan, kompetensi, dan motivasi karyawan; teknologi informasi; proses yang efisien dan responsif; inovasi produk dan jasa; serta loyalitas dan hubungan dengan pelanggan. Balanced scorecard hadir sebagai sistem manajemen yang tidak hanya memenuhi kebutuhan organisasi akan sistem pengukuran kinerja pada perspektif finansial saja. Secara umum, ada empat perspektif dalam balanced scorecard, yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif proses internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Kaplan dan Norton (1996) menyebutkan, pada umunya setiap organisasi pasti memiliki pengukuran kinerja nonfinansial dan finansial, hanya saja kebanyakan menggunakan pengukuran nonfinansial hanya untuk mengendalikan operasi jangka pendek. Tidak seperti 1 organisasi profit, organisasi nonprofit lebih berfokus pada pencapaian penyediaan produk atau jasa, bukan kinerja finansial. Menurut Kaplan dan Norton (2004) bahkan lebih daripada organisasi profit, organisasi nonprofit membutuhkan sistem komprehensif pengukuran nonfinansial dan finansial untuk memotivasi dan mengevaluasi kinerja mereka. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito atau RSUP Sardjito adalah salah satu contoh organisai nonprofit khususnya di bidang kesehatan. Sampai dengan akhir tahun 2014, ada 18 rumah sakit di Indonesia yang terakreditasi internasional. Salah satu rumah sakit dengan akreditasi internasional di Indonesia adalah RSUP Sardjito yang sekaligus terakreditasi sebagai Academic Medical Center Hospitals oleh Joint Commission International (JCI). Dengan akreditasi tersebut RSUP Sardjito selalu berupaya untuk memberikan pelayanan bertaraf internasional. Dalam upaya tersebut kini RSUP Sardjito telah banyak melakukan kerja sama dengan berbagai rumah sakit bertaraf internasional di dalam dan luar negeri. Untuk mempertahankan akreditasi tersebut ada standar-standar yang harus dipenuhi oleh RSUP Sardjito, baik itu standar yang berlaku nasional maupun internasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib mengikuti akreditasi nasional. Di Indonesia, lembaga independen yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan sebagai pelaksana akreditasi rumah sakit nasional adalah Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Standar yang digunakan KARS saat ini 2 diadopsi dari lembaga akreditasi internasional yaitu Joint Commission International (JCI), yang merupakan lembaga pelaksana akreditasi yang berasal dari luar negeri. Standar akreditasi rumah sakit nasional yang berlaku di Indonesia meliputi empat kelompok, yaitu (1) Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien, (2) Kelompok Standar Manajemen Rumah sakit, (3) Kelompok Sasaran Keselamatan Pasien, dan (4) Kelompok Sasaran Menuju Millenium Development. Adapun standar ini dirancang oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang bekerja sama dengan KARS. Selain itu, ada pula akreditasi internasional yang juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012, tetapi bersifat opsional. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2012 tentang Penetapan Lembaga Independen Pelaksana Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia menetapkan JCI sebagai lembaga pelaksana akreditasi internasional untuk rumah sakit di Indonesia. Pasal 12 ayat 2 dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 menyebutkan bahwa penilaian terhadap akreditasi internasional hanya dapat dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang sudah terakreditasi oleh International Society for Quality in Health Care (ISQua). JCI sendiri merupakan salah satu lembaga independen pelaksana akreditasi yang telah terakreditasi oleh ISQua, sehingga dapat ditunjuk sebagai lembaga akreditasi rumah sakit di Indonesia. 3 Dikutip dari website Joint Commission International, ada 16 standar yang ditetapkan JCI untuk rumah sakit yang ingin mendapat akreditasi internasional. Keenambelas standar tersebut dibagi ke dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah Patient-Centered Standards yang meliputi International Patient Safety Goals (IPSG); Access to Care and Continuity of Care (ACC); Patient and Family Right (PFR); Assessment of Patients (AOP); Care of Patients (COP); Anesthesia and Surgical Care (ASC); Medication Management and Use (MMU); dan Patient and Family Education (PFE). Bagian kedua yaitu Health Care Organization Management Standards yang meliputi Quality Improvement and Patient Safety (QPS); Prevention and Control of Infections (PCI); Governance, Leadership, and Direction (GLD); Facility Management and Safety (FMS); Staff Qualifications and Education (SQE); dan Management of Information (MOI). Bagian terakhir adalah Academic Medical Center Hospital Standards yang meliputi Medical Professional Education (MPE), Human Subjects Research Programs (HRP). Rumah sakit yang ingin memperoleh akreditasi internasional harus memenuhi 14 standar pertama. Untuk rumah sakit pendidikan yang memenuhi 14 standar pertama ditambah dua standar terakhir maka rumah sakit tersebut diberi akreditasi Academic Medical Center Hospitals. Adanya tren masyarakat menengah ke atas berobat ke luar negeri menjadi salah satu alasan bagi Menteri Kesehatan untuk mendorong rumah sakit di Indonesia mengejar akreditasi internasional dengan tujuan menghilangkan persepsi negatif masyarakat terhadap rumah sakit di Indonesia. Menurut General Manager National Healthcare Group International Business Development Unit 4 yang dikutip dari Rencana Stratejik Bisnis RSUP Sardjito 2015—2019, dari 200.000 wisatawan medis di Singapura, 50% merupakan warga negara Indonesia. Dalam satu tahu ada sekitar 600.000 warga negara Indonesia yang berobat ke luar negeri (Dhae, 2015). Alasan masyarakat menengah ke atas lebih memilih berobat ke luar negeri selain karena memiliki kemampuan finanasial adalah karena fasilitas yang ditawarkan lebih lengkap dan pelayanan yang diberikan lebih baik, misalnya komunikasi dengan pasien. Untuk itu, dengan penerapan standar internasional ini, RSUP Sardjito diharapkan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Hal ini juga dilakukan dalam rangka menyelamatkan devisa negara yang mengalir ke luar negeri dari masyarakat yang berobat ke luar. Jika dibandingkan dengan balanced scorecard yang memiliki empat perspektif, standar JCI hanya meliputi tiga perspektif. Patient-Centered Standards mewakili perspektif pelanggan, sedangkan Health Care Organization Management Standards mewakili perspektif proses internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuan. Organisasi nonprofit memang tidak berorientasi pada laba yang merupakan tujuan dalam perspektif finansial. Namun, tujuan finansial juga penting bagi berjalannya operasi suatu organisasi. Pada pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dijelaskan bahwa pembiayaan rumah sakit dapat bersumber dari penerimaan rumah sakit, anggaran pemerintah, subsidi pemerintah, atau sumber lain yang tidak mengikat. Dengan sumber pembiayaan tersebut rumah sakit harus 5 mampu untuk mengelola dana dengan efisien. Bekerja secara efisien dan menciptakan nilai dengan kos serendah-rendahnya adalah hal penting bagi organisasi apapun, tanpa memperhatikan statusnya (Niven, 2002). Menerapkan balanced scorecard bukan hanya membantu RSUP Sardjito dalam menentukan target dan mengukur ketercapaian dari setiap standar, tetapi juga mengintegrasikan kinerja finansial dan nonfinansial. Konsep balanced scorecard sesuai untuk mengukur kinerja rumah sakit dengan standar internasional yang komprehensif, bahkan lebih unggul, dan balanced scorecard cocok dalam memenuhi kepentingan stakeholders, baik itu pasien, pemerintah, donatur, karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya. Inamdar et al. (2002) melakukan penelitian ke sembilan institusi kesehatan yang menerapkan balanced scorecard, berdasarkan hasil penelitiannya para eksekutif institusi kesehatan mengakui bahwa balanced scorecard memberikan manfaat bagi organisasi ini. Manfaat yang didapat antara lain, pemahaman terhadap strategi organisasi, meningkatkan kredibilitas, perspektif balanced scorecard sebagai rerangka konseptual dalam membuat keputusan, fokus terhadap proses bisnis utama, menghubungkan strategi dengan sumber daya, meningkatkan akuntabilitas dengan menghubungkan outcomes dan insentif, serta mendorong organisasi untuk melakukan pembelajaran dan peningkatan berkelanjutan. Sementara hasil yang dirasakan adalah balanced scorecard meningkatkan daya saing, kepuasaan pelanggan, dan bahkan kondisi finansial yang membaik. 6 Tantangan yang kemudian harus dihadapi seandainya RSUP Sardjito menerapkan balanced scorecard adalah bagaimana menerjemahkan visi, misi, goal, strategi, dan objective RSUP Sardjito ke dalam aksi melalui empat perspektif balanced scorecard, mengintegrasikan balanced scorecard, serta menganalisis hubungan sebab-akibat di antara empat perspektif. RSUP Sardjito juga harus mempertimbangkan apakah dengan menerapkan balanced scorecard dapat membantu RSUP Sardjito dalam menghasilkan sistem pengukuran kinerja dan sistem insentif yang lebih baik karena dengan sistem insentif yang baik dapat memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik dalam mencapai tujuan. 1.2.Rumusan Masalah Dengan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui apakah ada peningkatan kinerja pada RSUP Sardjito setelah menerapkan standar internasional dan kemudian membandingkannya dengan balanced scorecard untuk menentukan perlu atau tidaknya penerapan balanced scorecard pada RSUP Sardjito. Maka, rumusan pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut, 1) Bagaimana pengukuran kinerja pada RSUP Sardjito dengan pendekatan balanced scorecard? 2) Apakah ada hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan sejak RSUP Sardjito menerapkan standar internasional JCI? 3) Bagaimana kesesuaian sistem pengukuran kinerja dan sistem insentif dengan standar internasional JCI? 7 1.3.Batasan Masalah Penelitian yang diarahkan untuk menguji kelayakan penerapan balanced scorecard di RSUP Sardjito ini difokuskan pada penelitian di Bidang Pelayanan Medis, Bidang Pelayanan Keperawatan, Bidang Penunjang dan Sarana, Bagian Sumber Daya Manusia, Bagian Pendidikan dan Penelitian, Bagian Penyusunan dan Evaluasi Anggaran, Bagian Pembendaharaan dan Mobilisasi Dana, Bagian Akuntansi dan Verifikasi, Bagian Umum, Bagian Perencanaan dan Evaluasi, Bagian Hukum dan Hubungan Masyarakat. Ketiga bidang dan kedelapan bagian ini dipilih karena menurut Kaplan dan Norton (2001) inisiasi balanced scorecard lebih baik dimulai dari level divisi, di bawah level korporat. Sementara data terkait level yang lebih tinggi atau lebih rendah akan dijadikan sebagai informasi tambahan. Data sekunder yang digunakan adalah data sekunder di atas tahun 2014, yaitu saat RSUP Sardjito telah lulus akreditasi internasional oleh JCI. Selain itu, dalam menguji hubungan sebab-akibat di antara keempat perspektif balanced scorecard bukan diukur melalui angka riil, melainkan hanya sebatas pada persepsi karyawan dan pelanggan mengenai RSUP Sardjito yang terangkum dalam empat perspektif dalam balanced scorecard. 1.4.Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, selain untuk menerapkan ilmu yang didapat secara konseptual selama perkuliahan ke dalam praktik, antara lain untuk, 8 1) Menerjemahkan visi, misi, goal, strategi, dan objective RSUP Sardjito ke dalam aksi melalui empat perspektif balanced scorecard dengan menggunakan strategy maps. 2) Menganalisis hubungan sebab-akibat di antara keempat perspektif dalam balanced scorecard. 3) Menganalisis kesesuaian sistem pengukuran kinerja dan sistem insentif dengan standar internasional JCI. 1.5.Manfaat Penelitian Bagi Pihak Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta evaluasi bagi pihak rumah sakit terkait dengan sistem pengukuran kinerja yang digunakan saat ini. Selain itu, peneliti berharap hasil penelitian ini bisa menjadi pedoman apabila RSUP Sardjito ingin menerapkan balanced scorecard sebagai sistem manajemennya. Bagi Penulis Dari hasil penelitian ini penulis berharap bisa mengembangkan ilmu secara kontekstual dan mendapat pengalaman baru terkait sistem manajemen khususnya di rumah sakit yang diteliti serta menggali lebih dalam terkait balanced scorecard dan perspektifnya. 9 Bagi Peneliti Selanjutnya Kelebihan dalam penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di RSUP Sardjito adalah bukan hanya membahas balanced scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja, tetapi sebagai sistem manajemen di RSUP Sardjito yang dilakukan pada lebih dari satu unit kerja. Penelitian ini diharapkan mampu memberi pandangan yang lebih luas mengenai kelayakan balanced scorecard pada organisasi nonprofit di Indonesia, khususnya rumah sakit, serta dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut atau pun penelitian dengan subjek sejenis. Bagi Pembaca Lainnya Penelitian ini diharapkan mampu memberi wawasan baru serta ilmu bagi pembaca lainnya tentang pentingnya sistem manajemen dalam suatu organisasi dan penerapan balanced scorecard pada organisasi nonprofit khususnya rumah sakit. 1.6.Sistematika Penulisan BAB 1. PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan mengenai alasan yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian ini. Pada bab ini juga dijabarkan mengenai rumusan masalah dari latar belakang penelitian, pembatasan masalah, tujuan dilakukan penelitian, serta manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini. 10 BAB 2. LANDASAN TEORI Bab 2 merupakan penjelasan mengenai landasan teori yang mendukung penelitian serta definisi beberapa istilah penting yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisis masalah. Hal-hal yang dibahas pada bab ini antara lain sistem manajemen; visi, misi, sasaran, strategi, dan tujuan; sistem pengukuran kinerja; balanced scorecard beserta keempat perspektifnya dan keunggulan balanced scorecard; strategy-focused organization; serta balanced scorecard untuk organisasi nonprofit. BAB 3. METODA PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai metoda yang digunakan selama proses pengambilan data sampai dengan metoda pengolahan data. Penelitian studi kasus ini menggunakan metoda penelitian deskriptif dan eksploratif dengan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Rumusan masalah pertama dijawab melalui strategy maps dan matriks balanced scorecard. Rumusan masalah kedua dijawab melalui uji regresi untuk melihat hubungan sebab-akibat keempat perspektif tersebut. Sementara rumusan masalah ketiga menggunakan metoda perbandingan antara standar JCI dengan sistem pengukuran kinerja yang telah digunakan RSUP Sardjito. 11 BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab 4 menguraikan gambaran umum mengenai RSUP Sardjito. Pada bab ini pula dibahas mengenai hasil penelitian berdasarkan data yang telah diolah dan juga menjawab semua pertanyaan dari rumusan masalah. BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir berisi kesimpulan dan saran yang merupakan penutup dari penelitian. Kesimpulan penelitian merupakan rangkuman dari hasil analisa dan pembahasan penelitian. Bagian saran berisi masukan yang direkomendasikan untuk RSUP Sardjito berdasarkan hasil penelitian. Selain itu, juga terdapat saran bagi penelitian selanjutnya. 12