Tanah Terdampak Debu Vulkanik di Kabupaten

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah - Tanah Terdampak Debu Vulkanik di Kabupaten Karo
Dataran tinggi tanah Karo merupakan kawasan penyebaran Tuff Andesit
dari lahar Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak. Namun semakin ke selatan
tanah-tanah dataran tinggi Karo dipengaruhi juga oleh penyebaran Tuff Liparit
yang berasal dari Gunung Toba (Tan, 1998).
Tanah – tanah yang terdampak debu vulkanik di Kabupaten Karo berupa
tanah andisol dan inceptisol (wikipedia, 2012).
Tanah Andisol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat porous,
mengandung bahan organik dan lempung tipe amorf, terutama alofan serta sedikit
silika, alumina atau hodroxida-besi. Tanah yang terbentuk dari abu vulkanik ini
umumnya ditemukan didaerah dataran tinggi (>400 m di atas permukaan laut)
(Darmawijaya, 1990).
Andisol merupakan tanah-tanah mineral dimana fraksi aktifnya dicirikan
oleh bahan-bahan amorf (minimal 50%). Tanah-tanah ini mempunyai kapasitas
sorpsi tinggi, kandungan bahan organik yang tinggi, bulk density rendah, dan
bersifat tidak lekat atau lengket (Tan, 1998).
Andisol merupakan salah satu jenis tanah didaerah tropika yang memiliki
sifat khas yang tidak dimiliki oleh jenis tanah yang lain. Tanah ini dicirikan oleh
bobot isi yang rendah dan memilki kompleks pertukaran yang didominasi oleh
bahan amorf yang bermuatan variabel serta retensi fosfat yang tinggi. Tanah yang
terbentuk dari abu volkan ini umumnya ditemukan di daerah dataran tinggi
(>400m di atas pemukaan laut) (Darmawidjaya, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan
perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah yang matang dan
masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 1993).
Penyebaran tanah Inceptisol merata di seluruh pulau besar yang ada
Indonesia. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur serta Irian Jaya. Taksonomi tanah Inceptisol
juga sangat beragam pada tiap-tiap daerah. Seperti halnya Andepts (tanah yang
produktif dari abu vulkan) terdapat di Sumatera dengan greatroup Vitrandepts
yang berderet mulai dari Aceh sampai Lampung yang semuanya dijumpai di
lereng Bukit Barisan (Munir, 1996).
Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya
air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut
dalam musim – musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit
akumulasi bahan selain karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir
geluhan dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan manahan kation fraksi
lempung ke dalam tanah tidak dapat di ukur. Kisaran kadar C organik dan KPK
dalam tanah Inceptisol sangat lebar dan demikian juga kejenuhan basa. Inceptisol
dapat terbentuk hampir di semua tempat kecuali daerah kering mulai dari kutup
sampai tropika (Darmawijaya, 1997).
Abu Vulkanik
Gunung api banyak tersebar di seluruh permukaan bumi. Penyebarannya
mulai dari New Zealand, Italia, Amerika, Hawai, Jepang dan Filipina serta
Indonesia. Munir (1996) menyatakan Indonesia tergolong negara yang
Universitas Sumatera Utara
mempunyai indeks erupsi terbesar diantara beberapa negara vulkan lainnya.
Indonesia menduduki tempat pertama dengan tingkat erupsi sebanyak 99% dan
diikuti oleh Solomon 95%, Guenia baru 90%, Italia 41%, Islandia 39%, Negara
Pasifik 3% dan Dataran Rendah Viktoria memiliki tingkat erupsi yang paling
kecil sebesar 1%.
Indonesia dilalui oleh dua lempeng yang menunjukkan bahwa daerah di
Indonesia rentan terhadap gempa bumi dan letusan gunung api akibat dari
pergeseran kedua lempeng tersebut. Keberadaan gunung api ini masih dianggap
sebagai ancaman bagi masyarakat sekitar. Akan tetapi, manfaat yang diberikan
pasca letusan juga sangat besar pengaruhnya terhadap tanah. Sebagai contoh,
letusan Gunung Talang di Padang pada tahun 2005 lalu berpengaruh nyata
terhadap peningkatan kesuburan tanah setelah 5 tahun (Fiantis, 2006).
Dalam suatu aktivitas vulkanisme, material-material yang dikeluarkan
berupa gas, cair, dan padat. Gas-gas yang keluar antara lain uap air, O2, N2, CO2,
CO, SO2, H2S, NH3, H2SO4, dan sebagainya. Materi cair yang dikeluarkan adalah
magma yang keluar melalui pipa gunung yang disebut lava sedangkan materi
padat yang disemburkan ketika gunung api meletus berupa bom (batu-batu besar),
kerikil, lapilli, pasir, abu serta debu halus (Munir, 1996).
Letusan
gunung
Sinabung
yang
terjadi
pada
tanggal
29 Agustus - 3 September 2010 di dominasi oleh pasir dan debu halus. McGeary,
Plummer, dan Carlson (2002) dalam Fiantis (2006) menyatakan bahwa bahan
padatan ini berdasarkan diameter partikelnya terbagi atas debu vulkan
(< 0.26 mm) yang berupa bahan lepas dan halus, pasir (0.25 – 4 mm) yang lepas
Universitas Sumatera Utara
dan tumpul, lapilli atau ‘little stone’ (4 – 32 cm) yang berbentuk bulat hingga
persegi dan bom (> 32 mm) yang bertekstur kasar.
Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan
yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik
terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar
biasanya jatuh disekitar sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang
berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer
(Sudaryo dan Sutjipto 2009).
Debu yang jatuh dan menutupi lahan pertanian memberikan dampak
positif dan negatif bagi tanah dan tanaman. Dampak positif bagi tanah, secara
tidak langsung, adalah memperkaya dan meremajakan tanah yang juga
meningkatkan pertumbuhan tanaman, sedangkan dampak negatifnya adalah debu
tersebut menutupi permukaan daun sehingga menghambat proses fotosintesa dan
tanaman tersebut lambat laun akan mati. Hal ini mengakibatkan penurunan
produksi tanaman. Dampak negatif lainnya adalah kemungkinan terkandungnya
logamlogam berat dalam debu vulkanik tersebut. Penelitian kandungan debu
vulkanik di Fuego, Costa Rica menunjukkan rata-rata kandungan Al, B, Ca, Cd,
Cl, Cu, Fe, Li, dan Pb secara berturut-turut (dalam mg/kg) adalah 5,2; 0,088; 400;
0,008; 124; 2.08; 0,044; 0,104 (Wikipedia, 2009).
Abu vulkanik ini pada awalnya menutupi daerah pertanian dan merusak
tanaman yang ada. Namun dalam jangka waktu setahun atau dua tahun saja, tanah
ini menjadi jauh lebih subur. Kesuburan ini dapat bertahan lama bahkan bisa
puluhan tahun. Selain itu tanah hancuran bahan vulkanik sangat banyak
mengandung unsur hara yang menyuburkan tanah (Anwas,1994).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sucipto (2009) karakteristik debu vulkanik yang terdapat pada
Gunung Merapi memiliki kandungan P dalam abu volkan berkisar antara rendah
sampai tinggi (8-232 ppm P2O5). KTK (1,77- 7,10 me/100g) dan kandungan Mg
(0,13- 2,40 me/100g), yang tergolong rendah, namun kadar Ca cukup tinggi
(2,13- 15,47 me/100g). Sulfur (2- 160 ppm), kandungan logam berat
Fe (13- 57 ppm), Mn (1.5- 6,8 ppm), Pb (0,1- 0,5 ppm) dan Cd cukup rendah
(0,01- 0,03 ppm).
Abu vulkanik mengandung unsur Sulfur dan unsur Silica yang berfungsi
sebagai pemasok unsur hara tanaman. Selain itu, abu vulkanik juga mengandung
unsur Cu dan Fe yang yang berfungsi sebagai mikro element. Jika dilihat dari sifat
fisik abu merupakan hasil dari pembakaran yang mempunyai sifat seperti Batuan
Zeolit dan Arang yang berfungsi sebagai penambat unsur hara dalam tanah
sehingga tidak mudah tercuci oleh air. Dengan adanya abu vulkanik juga akan
mempermudah penyerapan unsur hara oleh akar tanaman. (wikipedia, 2012).
Cu (Tembaga)
Unsur Cu bersumber dari hasil pelapukan / pelarutan mineral – mineral
yang terkandung dalam bebatuan. Penambahan Cu ke dalam tanah melalui polusi
dapat terjadi pada industri – industri tembaga, pembakaran batu bara, minyak
bumi dan buangan di area pemukiman (Lahuddin, 2007).
Kelebihan kadar Cu dalam tanah yang melewati ambang batas akan mejadi
pemicu terjadinya keracunan khususnya pada tanaman. Kandungannya di dalam
tanah antara 2 sampai 250 ppm, sedangkan dalam jaringan tanaman yang tumbuh
normal sekitar 5-20 ppm Cu. Kondisi kritis dalam tanah 60- 125 ppm, dan dalam
Universitas Sumatera Utara
jaringan tanaman 5-60 ppm Cu. Pada kondisi kritis pertumbuhan tanaman mulai
terhambat sebagai akibat keracunan Cu (Alloway, 1995).
Logam Tembaga, Seng dan Kadmium merupakan bahan pencemar tanah.
Bahan pencemar tanah dapat dipilah menjadi dua, yakni bahan anorganik dan
bahan organik. Bahan anorganik terutama logam berat seperti seng, tembaga,
timbal dan arsenikum. Bahan – bahan tersebut cenderung berada didalam tanah
dalam waktu yang lama, meskipun status kimianya kemungkinan berubah
menurut waktu (Hanafiah, 2005).
Fungsi dan peranan Cu antara lain mengaktifkan enzim sitokrom-oksidase,
askorbit-oksidase, asam butirat-fenolase dan laktase. Berperan dalam metabolisme
protein dan karbohidrat, berperan terhadap perkembangan tanaman generatif,
berperan terhadap fiksasi N secara simbiotis dan penyusunan lignin.
(Rioardi, 2009).
Lindsay (2001) menyimpulkan bahwa kadar Cu dalam larutan tanah
menurun dengan peningkatan pH disebabkan Cu terikat sangat kuat pada matriks
tanah. Unsur Cu2+ terikat lebih kuat pada bahan organik dibandingkan dengan
unsur mikro lainnya misalnya Zn2+ dan Mn2+ dan Cu kompleks berperanan penting
dalam regulasi mobilitas dan ketersediannya dalam tanah.
Tembaga (Cu) dilepaskan oleh pelapukan sebagai Cu2+ diabsorbsi oleh
tanaman dan diabsorbsi pada tempat kation tertukar. Tembaga dan bahan organik
yang membentuk kompleks dan merupakan bukti bahwa pengkomplekan dapat
mengurangi ketersediaan tembaga bagi tanaman dalam tanah dengan kandungan
bahan organik yang tinggi. Tanah organik yang baru berkembang dan tanah
berpasir yang tercuci kebanyakan seperti menjadi defesiensi tembaga bagi
Universitas Sumatera Utara
beberapa tanaman. Unsur tembaga diserap oleh akar tanaman dalam bentuk Cu2+
dibutuhkan dalam jumlah sedikit dan beberapa dalam proses oksidasi, reduksi dan
pembentukan enzim (Foth, 1994).
Unsur tembaga di alam, dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas. Akan
tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau senyawa padat
dalam bentuk mineral. Palar (2008) mengemukakan bahwa pada batuan mineral
atau lapisan tanah, tembaga dapat ditemukan dalam bentuk seperti :
- chalcocote (Cu2S)
- covellite (CuS)
- chalcopyrite (CuFeS2)
- bornite (Cu5FeS4)
- enargite (Cu3(AsSb)S4)
Unsur tembaga, seperti juga unsur-unsur mikro lainnya, bersumber dari
hasil pelapukan mineral-mineral yang terkandung dalam bebatuan. Alloway
(1995) mengemukakan bahwa ada 10 jenis bebatuan dan 19 mineral utama yang
mengandung Cu. Kandungan Cu dalam bebatuan berkisar 2-200 ppm (Adriano,
1986) dan dalam berbagai mineral berkisar 23-100%. Kebanyakan Cu mineral
dalam bentuk kristal dan bentuk lainnya lebih mudah larut daripada Cu tanah.
Tabel 1. Harkat Cu dalam Tanah.
Harkat
Ppm
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
>200
75-200
25-75
15-25
<15
Sumber: Rosmarkam dan Yuwono, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Tembaga diperlukan untuk metabolisme karbohidrat dan nitrogen, hasil
tembaga yang tidak memadai dalam pengerdilan tanaman. Tembaga juga
dibutuhkan untuk sintesis lignin yang diperlukan untuk dinding sel kekuatan dan
pencegahan layu. Gejala defisiensi tembaga dieiback batang dan ranting, daun
menguning, pertumbuhan kerdil dan daun berwarna hijau pucat yang mudah layu
(wikipedia, 2011).
Unsur Cu dapat menjadi stabil dalam tanah setelah mengalami reaksi –
reaksi hidrolisis, pembentukan kompleks anorganik dan kompleks organik,
adsorpsi atau fiksasi Cu pada berbagai jenis mineral liat dan kemampuan fiksasi
ini berbeda pada masing – masing mineral liat. Unsur Cu terikat lebih kuat pada
bahan organik dibandingkan unsur mikro lainnya (Darmono, 1995).
Pb (Timbal)
Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang
terdapat diseluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002% dari jumlah seluruh kerak
bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan
logam berat lainnya yang ada di bumi (Palar, 2008). Selain dalam bentuk logam
murni, timbal dapat ditemukan dalam bentuk senyawa anorganik dan organik.
Semua bentuk Pb tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas pada manusia
(Darmono, 2001).
Kandungan Pb total pada pertanian berkisar antara 2-200 ppm. Sumber
unsur ini berasal dari berbagai jenis bebatuan. Pada batuan ultrabasik (gabbro)
terkandung 1,9 mg Pb/kg, pada andesit 8,3 mg/kg dan pada granit (batuan asam)
22,7 mg/kg batuan. Ada kecenderungan bahwa kandungan Pb meningkat dengan
meningkatnya kandungan silika batuan (Nriagu, 1978). Kadar unsur Pb yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia dalam tanah sangat rendah, tetapi dibutuhkan tanaman dalam jumlah
sangat sedikit. Hasil analisis jaringan tanaman (rerumputan) pada masa
pertumbuhan aktif menunjukkan bahwa kandungan Pb berkisar dari 0,3-1,5 µg/kg
bahan kering (Alloway, 1995).
Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik dan pada
umumnya dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam air.
Selebihnya berbentuk timbal organik. Timbal organik ditemukan dalam bentuk
senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Jenis senyawa
ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut
organik misalnya dalam lipid. Waktu keberadaan timbal dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti arus angin dan curah hujan. Timbal tidak mengalami
penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel. Karena timbal
merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi (penguraian) dan tidak
dapat dihancurkan (Lahuddin, 2007).
Tabel 2. Jenis-jenis Batuan Induk Pembentukan Tanah yang Mengandung Logam
Berat Pb (ppm).
Jenis Batuan
Pb
Ultra Basalt
1-14
Basalt
3-6
Granit
18-24
Sabs dan Liat
20-23
Sabs Hitam
20-30
Pasir
10-12
Kapur
Sumber: Charlena, 2004.
5-9
Universitas Sumatera Utara
Timbal (Pb) tidak akan larut ke dalam tanah jika tanah tidak masam.
Pengapuran tanah mengurangi ketersediaan timbal (Pb) dan penyerapan oleh
tanaman. Timbal akan diendapkan sebagai hidroksida fosfat dan karbonat
(Plaster, 1992).
Tabel 3. Kisaran Logam Berat Sebagai Pencemaran Dalam Tanah dan Tanaman.
Unsur
Kisaran Kadar Logam Berat
Kisaran Kadar Logam Berat
Dalam Tanah (ppm)
Dalam Tanaman (ppm)
As
0,1-4,0
0,1-5,0
B
2-100
30-75
F
30-300
2-20
Cd
0,1-7,0
0,2-0,8
Mn
100-4000
15-200
Ni
10-1000
1
Zn
10-300
15-200
Cu
2-100
4-15
Pb
2-200
0,1-10
Sumber: Yuwono dan Rosmarkam, 2002
Sudarmaji, dkk (2008) juga mengatakan bahwa secara alami Pb juga
ditemukan di udara yang kadarnya berkisar antara 0,0001-0,001 µg/m3. Tumbuhtumbuhan termasuk sayur-mayur dan padi-padian dapat mengandung Pb,
penelitian yang dilakukan di USA kadarnya berkisar antara 0,1-1,0 µg/kg berat
kering. Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah menjadi
PbS (golena), PbCO3 (cerusite) dan PbSO4 (anglesite) dan ternyata golena
merupakan sumber utama Pb yang berasal dari tambang. Logam berat Pb yang
berasal dari tambang tersebut bercampur dengan Zn (seng) dengan kontribusi 70%
Universitas Sumatera Utara
kandungan Pb murni sekitar 20% dan sisanya 10% terdiri dari campuran seng dan
tembaga.
Logam Pb termasuk logam transisi, dan dalam lingkungan perairan
ditemui dalam bentuk ion-ion bebas, pasangan ion organik dan ion kompleks.
Kelarutan logam dalam tanah dikontrol oleh pH tanah. Kenaikan pH akan
menurunkan kelarutan logam , karena kenaikan pH akan mengubah logam dari
bentuk karbonat menjadi bentuk hidroksi yang membentuk ikatan dengan partikel
pada tanah, sehingga akan mengendap (Darmano, 1995).
Bryce-Smith, (1975) mengatakan efek kelebihan unsur Pb pada tanaman
belum banyak diketahui, sebab gejala-gejala keracunan unsur ini sukar dibedakan
dengan efek unsur mikro lainnya. Pada hewan keracunan Pb mempengaruhi
fungsi Fe dalam proses sintetis kompleks haem pada pembentukan haemoglobincatalaseperoxidase (Lahuddin, 2007).
B (Boron)
Sebagian besar boron dalam tanah berada dalam turmalin mineral dan
dilepaskan pada waktu pengikisan sebagian ion borat. Ion borat diserap oleh
tanaman dan boron tertimbun dalam bahan organik tanah. Bentuk-bentuk mineral
dan organic boron keduanya penting dalam penyediaan boron bagi tanaman.
Cuaca kering yang mengatasi pembusukan bahan organic di tanah permukaan
menyebabkan kekurangan boron pada tanaman alfalfa. Pengikatan boron pada pH
yang tinggi dan pencucian boron dari tanah asam mengakibatkan persediaan
maksimum boron mendekati pH 7 (Foth, 1994).
Pada tanah yang kadar bahan organiknya tinggi umumnya kadar boronya
juga tinggi. Sedangkan, pada tanah kapur yang kaya Ca dapat mengurangi
Universitas Sumatera Utara
ketersediaan B pada tanah. Walaupun demikian, masih cukup menyediakan boron
untuk tanaman. Bila
boron terlalu cukup tinggi, sebagian akan diubah menjadi
tidak tersedia sementara karena kelarutannya terhambat oleh Ca, sehingga
tanaman tidak mengalami keracunan boron. (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Kandungan Boron (B) bervariasi antara 2-100 ppm. Kadar Boron yang
lebih rendah dari kisaran di atas umumnya terdapat pada tanah yang berasal dari
batuan asam, tanah sedimen dari air terutama yang bertekstur kasar, dan pada
tanah yang kadar bahan organiknya rendah. Boron pada tanah berasal dari bahan
Shale dan batuan pasir kadar B juga rendah, yakni antara 0,28-2,0 ppm pada tanah
kuarsa kadarnya antara 0,1-0,4 ppm. Umumnya, pada tanah pertanian kadar boron
antara 0,1-3,0 ppm (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Boron dalam tanah terutama sebagai asam borat (H2BO3) dan kadarnya
berkisar antara 7-80 ppm. Boron dalam tanah umumnya berupa ion borat hidrat
B(OH)4-. Boron yang tersedia untuk tanaman hanya sekitar 5%dari kadar total
boron dalam tanah. Boron ditransportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman
melalui proses aliran masa dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam
bentuk senyawa organik. Boron juga banyak terjerap dalam kisi mineral lempung
melalui proses substitusi isomorfik dengan Al3+ dan atau Si4+. Mineral dalam
tanah yang mengandung boron antara lain turmalin (H2MgNaAl3(BO)2Si4O2)O20
yang mengandung 3%-4% boron. Mineral tersebut terbentuk dari batuan asam dan
sedimen yang telah mengalami metomorfosis. Mineral lain yang mengandung
boron adalah kernit (Na2B4O7.4H2O), kolamit (Ca2B6O11.5H2O), uleksit
(NaCaB5O9.8H2O) dan aksinat (Rioardi,2009).
Universitas Sumatera Utara
Ketersediaan B dalam tanah menurut Sheng (2000), dipengaruhi oleh
beberapa faktor ,antara lain:
1. Tekstur Tanah
2. Tanah dengan tekstur kasar, berdraenase baik ataupun tanah berpasir pada
umumnya menyediakan B dalam kadar yang rendah daripada tanah
dengan tekstur liat.
3. pH Tanah
Peningkatan pH tanah akan menyebabkan ketersediaan B dalam tanah
menurun.
4. Bahan Organik
Kadar bahan organik yang tinggi menyebabkan ketersediaan B tinggi dan
begitu pula sebaliknya.
5. Ketersediaan Unsur Hara lain
Unsur B sangat terpengaruh oleh kadar Ca yang ada di dalam tanah, jika
kadar Ca dalam tanah rendah maka kadar B juga rendah, begitu pula
sebaliknya.
6. Kelembaban Tanah
Ketersediaan B meningkat dengan semakin rendahnya kelembaban tanah.
Tabel 4. Harkat B dalam Tanah.
Harkat
Ppm
Sangat Tinggi
> 6.0
Tinggi
3.0 – 6.0
Sedang
1.5 – 3.0
Rendah
1.0 – 1.5
Sangat Rendah
<1
Sumber: Rosmarkam dan Yuwono, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Download