TINJAUAN PUSTAKA Debu Vulkanik Gunung api

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Debu Vulkanik
Gunung api banyak tersebar di seluruh permukaan bumi. Penyebarannya
mulai dari New Zealand, Italia, Amerika, Hawai, Jepang dan Filipina serta
Indonesia. Munir (1996b) menyatakan Indonesia tergolong negara yang
mempunyai indeks erupsi terbesar diantara beberapa negara vulkan lainnya.
Indonesia menduduki tempat pertama dengan tingkat erupsi sebanyak 99% dan
diikuti oleh Solomon 95%, Guenia baru 90%, Italia 41%, Islandia 39%, Negara
Pasifik 3% dan Dataran Rendah Viktoria memiliki tingkat erupsi yang paling kecil
sebesar 1%.
Indonesia yang dilalui oleh dua lempeng yang menunjukkan bahwa daerah
di Indonesia rentan terhadap gempa bumi dan letusan gunung api akibat dari
pergeseran kedua lempeng tersebut. Artinya, Indonesia memiliki potensi dalam
menyediakan material-material yang terkandung di dalam gunung api tersebut.
Keberadaan gunung api ini masih dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat
sekitar. Akan tetapi, manfaat yang diberikan pasca letusan juga sangat besar
pengaruhnya terhadap tanah. Sebagai contoh, letusan Gunung Talang di Padang
pada tahun 2005 lalu berpengaruh nyata terhadap peningkatan kesuburan tanah
setelah 5 tahun (Fiantis, 2006).
Dalam suatu aktivitas vulkanisme, material-material yang dikeluarkan
berupa gas, cair, dan padat. Gas-gas yang keluar antara lain uap air, O2, N2, CO2,
CO, SO2, H2S, NH3, H2SO4, dan sebagainya. Materi cair yang dikeluarkan adalah
magma yang keluar melalui pipa gunung yang disebut lava sedangkan materi
Universitas Sumatera Utara
padat yang disemburkan ketika gunung api meletus berupa bom (batu-batu besar),
kerikil, lapilli, pasir, abu serta debu halus (Munir, 1996b).
Letusan
gunung
Sinabung
yang
terjadi
pada
tanggal
29 Agustus - 3 September 2010 di dominasi oleh pasir dan debu halus. McGeary,
Plummer, dan Carlson (2002) dalam Fiantis (2006) menyatakan bahwa bahan
padatan ini berdasarkan diameter partikelnya terbagi atas debu vulkan
(< 0.26 mm) yang berupa bahan lepas dan halus, pasir (0.25 – 4 mm) yang lepas
dan tumpul, lapilli atau ‘little stone’ (4 – 32 cm) yang berbentuk bulat hingga
persegi dan bom (> 32 mm) yang bertekstur kasar.
Mineral di dalam abu vulkanik terutama berasal dari magma. Mineral ini
mengkristal dan terakumulasi dalam magma sementara di bawah permukaan
bumi. Jenis mineral dalam debu tergantung pada kimia magma dari mana gunung
tersebut meletus.
Sebagian besar mineral dalam debu sejauh ini tidak
menunjukkan efek negatif bagi kesehatan manusia bila tak terhirup, tetapi akan
mempengaruhi komposisi tanah dimana juga mempengaruhi ternak dan pertanian.
Debu vulkanik yang terdeposisi di atas permukaan tanah mengalami
pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik yang terdapat di
dalam tanah. Akan tetapi, proses pelapukan ini memakan waktu yang sangat lama
yang dapat mencapai ribuan bahkan jutaan tahun bila terjadi secara alami di alam.
Hasil pelapukan lanjut dari debu vulkanik mengakibatkan terjadinya penambahan
kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah hampir 50% dari keadaan
sebelumnya (Fiantis, 2006).
Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa debu vulkanik
mengandung kation-kation basa yang dapat meningkatkan pH, KTK tanah serta
Universitas Sumatera Utara
Kejenuhan Basa (KB) yang mengakibatkan kesuburan tanah dan tanaman
meningkat. Darmawijaya (1997), menyatakan meskipun tanah ini kaya hara
tanaman kecuali unsur N akan tetapi kekayaan ini masih belum dapat
dipergunakan tanaman karena belum mengalami pelapukan sehingga perlu
dilakukan analisis lanjutan terhadap tanahnya.
Tanah Inceptisol
Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan
perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah yang matang dan
masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 1993).
Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya
air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut
dalam musim – musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit
akumulasi bahan selain karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir
geluhan dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan manahan kation fraksi
lempung ke dalam tanah tidak dapat di ukur. Kisaran kadar C organik dan KPK
dalam tanah Inceptisol sangat lebar dan demikian juga kejenuhan basa. Inceptisol
dapat terbentuk hampir di semua tempat kecuali daerah kering mulai dari kutup
sampai tropika (Darmawijaya, 1997).
Tanah Inceptisol yang terdapat di dataran rendah solum yang terbentuk
pada umumnya tebal, sedangkan pada daerah-daerah berlereng curam solum yang
terbentuk tipis. Warna tanah Inceptisol beranekaragam tergantung dari jenis bahan
induknya. Warna kelabu bahan induknya dari endapan sungai, warna coklat
Universitas Sumatera Utara
kemerah-merahan karena mengalami proses reduksi, warna hitam mengandung
bahan organik yang tinggi (Wambeke, 1992).
Proses pedogenesis yang mempercepat proses pembentukan tanah
Inceptisol adalah pemindahan, penghilangan karbonat, hidrolisis mineral primer
menjadi formasi lempung, pelepasan sesquioksida, akumulasi bahan organik dan
yang paling utama adalah proses pelapukan, sedangkan proses pedogenesis yang
menghambat pembentukan tanah Inceptisol adalah pelapukan batuan dasar
menjadi bahan induk (Smith,1973).
Penyebaran tanah Inceptisol merata di seluruh pulau besar yang ada
Indonesia. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur serta Irian Jaya. Taksonomi tanah Inceptisol
juga sangat beragam pada tiap-tiap daerah. Seperti halnya Andepts (tanah yang
produktif dari abu vulkan) terdapat di Sumatera dengan greatroup Vitrandepts
yang berderet mulai dari Aceh sampai Lampung yang semuanya dijumpai di
lereng Bukit Barisan (Munir, 1996a).
Sifat Fisika Tanah
Peranan sifat fisika tanah sangat besar dalam menentukan tanah tersebut
subur atau tidak, selain dari sifat kimia dan biologi tanah. Sifat fisika tanah
memberikan kontribusi dalam menyokong ketersediaan unsur hara, keadaan
perakaran, dan lain-lain. Sifat-sifat fisika tanah diantaranya adalah tekstur,
struktur, bulk density, warna, konsistensi, kadar air tanah, plastisitas, laju
infiltrasi, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
1. Bulk Density
Salah satu sifat fisik tanah yang penting adalah bulk density (BD). Bulk
density adalah perbandingan antara massa total tanah dan volume. Bulk density
merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah, makin tinggi nilai
bulk density yang berarti makin sulit tanah ditembus oleh akar. Pada umumnya,
bulk density berkisar dari 1,1-1,6 g/cc. Beberapa jenis tanah memiliki bulk density
kurang dari 0,9 g/cc (misalnya tanah Andisol), bahkan ada yang kurang dari
0,10 g/cc (misalnya tanah gambut) (Hardjowigeno, 2003).
Nilai bulk density tanah berbanding lurus dengan tingkat kekerasan
partikel-partikel tanahnya, makin kasar akan makin berat. Tanah lapisan atas yang
bertekstur pasir dan berstruktur granular memiliki BD antara 1,0 – 1,3 g/cc,
sedangkan yang bertekstur kasar memiliki nilai BD antara 1,3-1,8 g/cc. Bulk
density perlu dalam menghitung kebutuhan pupuk atau air untuk tiap hektar tanah,
yang didasarkan pada berat tanah per hektar (Hanafiah, 2005).
Apabila terjadi pemadatan pada tanah, disamping sulit ditembus akar,
tanah akan memiliki volume pori aerase yang lebih sedikit karena jumlah poripori aerase relatif rendah dan dapat meningkatkan tanah. Tanah yang padat
merupakan pembatas mekanis pertumbuhan akar sehingga pertumbuhan tanaman
terganggu dan hasil tanaman mungkin kurang memuaskan (Sarief, 1988).
2. Porositas
Pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi
oleh udara dan air). Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar
(macro pore) dan pori-pori halus (micro pore). Pori-pori kasar berisi udara dan air
gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedangkan pori-pori halus
Universitas Sumatera Utara
berisi air kapiler atau udara. Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih
banyak daripada tanah liat. Tanah-taah dengan banyak pori-pori kasar sulit
menahan air sehingga tanaman mudah kekeringan. Tanah-tanah liat memiliki
pori-pori total (jumlah pori-pori makro + mikro) lebih tinggi daripada tanah pasir
(Hardjowigeno, 2003).
Nilai porositas tanah ini biasanya berkisar antara 30-60 persen atau 0,30,6. Tanah bertekstur halus akan akan memiliki persentase ruang pori total lebih
tinggi daripada tanah bertekstur kasar, walaupun ukuran pori dari tanah bertekstur
halus kebanyakan sangat kecil. Perlu ditegaskan di sini, bahwa porositas total
sama sekali tidak menunjukkan distribusi ukuran pori dalam tanah yang
merupakan suatu sifat yang penting (Sarief, 1988).
Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah,
dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tinggi. Tanah-tanah
dengan struktur granular atau remah meiliki porositas yang lebih tinggi daripada
tanah-tanah dengan struktur massive (pejal). Tanah-tanah dengan tekstur pasir
banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air.
3. Tekstur Tanah
Tanah-tanah yang bertekstur pasir, karena butir-butirnya berukuran lebih
besar, maka setiap satuan berat (misalnya setiap gram) mempunyai luas
permukaan yang lebih kecil sehingga sulit meyerap (menahan) air dan unsur hara.
Oleh karena itu, fungsi utama fraksi pasir adalah sebagai penyokong tanah yang
disekelilingnya terdapat partikel-partikel debu dan liat yang lebih aktif. Tanahtanah bertekstur liat, karena lebih halus memiliki luas permukaan yang lebih
besar. Butir-butir liat memperlihatkan luas permukaan yang besar. Di dalam
Universitas Sumatera Utara
tanah, molekul-molekul air mengelilingi partikel-partikel liat membentuk selaput
tipis (film) sehingga jumlah liat akan menentukan kapasitas memegang air dalam
tanah (Sarief, 1988).
Tekstur tanah sebagai faktor abiotik merupakan faktor
penting yang
mempengaruhi distribusi mineral, retensi bahan organik, biomassa mikroba dan
sifat tanah lainnya (Scott and Robert, 2006).
Suatu dokumentasi oleh Silver, et al (2000). yang menemukan bahwa
tekstur tanah memainkan sebuah peranan kunci
di bawah tanah dalam
penyimpanan karbon di ekosistem tanah dan sangat mempengaruhi ketersediaan
hara dan retensi, terutama untuk tekstur tanah yang halus.
Logam Berat
Logam berat adalah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam
keadaan rendah logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan,
hewan, dan manusia. Termasuk logam berat yang sering mencemari habitat adalah
Hg, Cr, Cd, As, dan Pb (Am.geol. Inst., 1976 dalam Notohadiprawiro, 2006).
Logam berat dapat masuk ke lingkungan hidup karena : (1). Longgokan
alami di dalam bumi tersingkap sehingga berada di permukaan bumi;
(2) pelapukan batuan yang mengandung logam berat secara residual di dalam
saprolit dan selanjutnya berada di dalam tanah; (3) penggunaaan bahan alami
untuk pupuk atau pembenahan tanah; dan (4) pembuangan sisa-sisa dan limbah
pabrik serta sampah (Notohadiprawiro, 2006).
Ketersediaan logam berat di dalam tanah dipengaruhi oleh :
1. KTK (Kapasitas Tukar Kation)
Universitas Sumatera Utara
2. Reaksi pengkompleksan
3. pH larutan
4. Anion dalam larutan tanah
5. Potensial redoks tanah
(Duchsufour, 1982; Verlo, 1993 dalam Notohadiprawiro, 2006).
Nilai ambang gawat unsur logam berat bagi tanaman dan ternak secara
umum adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Nilai ambang gawat unsur logam berat bagi tanaman
Logam berat
Kadar gawat (μg/ g bahan kering) dalam tanaman
Cr
1-2
Hg
2-5
Cd
5-10
Logam berat
Kadar gawat (μg/ g bahan kering) dalam tanaman
Pb
10-20
Cu
15-20
Ni
20-30
Zn
150-200
Sumber : Mengel dan Kirby (1987) dalam Notohadiprawiro(2006).
Logam Cu berpotensi toksik terhadap tanaman dan berbahaya bagi
manusia karena bersifat karsinogenik. Kandungan logam Cu dalam jaringan
tanaman yang tumbuh normal sekitar 5-20 mg/kg, sedangkan pada kondisi kritis
dalam media 60- 120 mg/kg dan dalam jaringan tanaman 5-60 mg/kg. Pada
kondisi kritis pertumbuhan tanaman mulai terhambat sebagai akibat keracunan Cu
dan konsentrasi lebih dari 10 ppm dapat menjadi racun terhadap tanaman. Oleh
karena itu pengetahuan mengenai sifat dan karakteristik serta potensi toksisitas
Universitas Sumatera Utara
logam
Cu
terhadap
tanaman
sangat
dibutuhkan
(Lasat, 2007 dalam Hardiani, 2009).
Kadmium (Cd) merupakan logam berat pencemar lingkungan yang tidak
memiliki fungsi hayati dan bersifat sangat toksik bagi tumbuhan dan hewan
Fitotoksisitas Cd dapat menyebabkan klorosis, nekrosis, layu serta gangguan
fotosintesis dan transpirasi sehingga menghambat pertumbuhan. Variasi kelarutan
Cd tanah berkorelasi erat dengan nilai pH, kapasitas tukar kation (KTK), kadar
bahan organik dan liat, serta keberadaan ion logam lainnya (Maier et al., 2003;
Smeets et al., 2005 dalam Sudadi, dkk, 2008).
Selain debu, bahan yang keluar dari letusan gunung api adalah batuan.
Salah satu jenis batuan tersebut adalah batuan silikat. Batuan silikat dapat
dijadikan sebagai pengganti pupuk kimia dengan dihaluskan terlebih dahulu
hingga berbentuk tepung. Menurut Priyono (2008), batuan silikat mengandung
banyak unsur hara essensial dan telah dievaluasi kemungkinan sebagai pupuk
alami yang efektif dan ramah lingkungan. Banyak hasil penelitian menunjukkan
bahwa aplikasi tepung batuan silkat dapat meningkatkan pH tanah masam
(Priyono dan Gilkes, 2004 dalam Priyono 2008), EC (Priyono, 2004 dalam
Priyono 2008), kapasitas tukar kation (KTK) tanah (Gillman et al., 2002 dalam
Priyono 2008), dan mengurangi toksisitas Al dan jerapan P oleh kation polivalen
(Mn, Fe, Al) pada tanah masam. Sejauh ini pengaruh aplikasi tepung batuan
silikat terhadap aktivitas organisme tanah dan keragaman hayati belum banyak
dikaji oleh peneliti atau belum dipublikasikan. Selain itu, pemberian tepung
batuan silikat (dosis 5 – 10 t/ha) meningkatkan pasokan Si dalam jumlah besar
(Priyono, 2004 dalam Priyono 2008) dan hal itu memberikan keuntungan
Universitas Sumatera Utara
tambahan kaitannya dengan peningkatan ketahanan tanaman tertentu terhadap
serangan hama dan penyakit dan mengurangi toksisitas Al pada tanaman jagung.
1. Cadmium (Cd)
Berkenaan dengan fenomena kontaminasi dan pencemaran logam berat
dalam tanah, kontaminasi merujuk pada kisaran kadar logam berat dalam tanah
yang belum atau tidak akan segera mengakibatkan dampak negatif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman atau komponen lingkungan lainnya.
Pencemaran merujuk pada kisaran kadar logam berat dalam tanah yang telah
mengakibatkan dampak negatif terhadap sebagian atau seluruh komponen
lingkungan (Lacatusu, 2000).
Kapasitas tanah meretensi, mengadsorpsi dan mengakumulasikan logam
berat ditentukan oleh kadar liat, kadar air, potensial redoks, pH, kadar bahan
organik dan kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas sangga tanah terhadap kation
logam berat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pH, kadar bahan organik
dan KTK (Lindsay, 2001). Penggunaan kapur, bahan organik dan zeolit
dilaporkan meningkatkan kapasitas sangga tanah lempung berpasir yang ditanami
jagung terhadap Cd, Cu, Pb dan Zn yang diindikasikan dari meningkatnya nilai
ketiga parameter tersebut dan menurunnya kadar fraksi aktif keempat logam yang
diteliti (Sudadi, et al. 1997).
Kapasitas tanaman dalam mengakumulasikan logam berat bergantung pada
spesies, kultivar, bagian tanaman dan umur atau fase fisiologisnya. Sensitivitas
tanaman terhadap logam berat juga ditentukan oleh jenis logam beratnya.
Sebagian besar logam berat diakumulasikan tanaman di akar. Serapan logam
berat oleh tanaman dikotil umumnya lebih tinggi daripada monokotil dan jaringan
Universitas Sumatera Utara
vegetatif mengandung Cd dan Pb dalam kadar yang lebih tinggi daripada jaringan
generatif. Salah satu mekanisme tanaman dalam menoleransi toksisitas logam
berat adalah melalui fenomena selektivitas serapan ion dari media tumbuhnya.
Dari sisi budidaya tanaman, ukuran keberhasilan upaya pengelolaan pencemaran
logam berat dapat didasarkan pada terjadinya penurunan serapannya. Penurunan
serapan tanaman terhadap logam berat berkenaan dengan tiga hal, yaitu: (1) akibat
penurunan kadar fraksi aktif logam berat dalam media tumbuh, atau
(2) peningkatan selektivitas tanaman dalam menyerap unsur dari media tumbuh,
atau (3) kombinasi keduanya (Kabata- Pendias and Pendias, 2001).
2. Tembaga (Cu)
Logam Tembaga, Seng dan Kadmium merupakan bahan pencemar tanah.
Bahan pencemar tanah dapat dipilah menjadi dua, yakni bahan anorganik dan
bahan organik. Bahan anorganik terutama logam berat seperti seng, tembaga,
timbal dan arsenikum. Bahan – bahan tersebut cenderung berada didalam tanah
dalam waktu yang lama, meskipun status kimianya kemungkinan berubah
menurut waktu (Hanafiah, 2005).
Walaupun tanah telah terkontaminasi bahan pencemar anorganik dalam
jumlah yang cukup besar, tetapi kemungkinan masalah yang timbul berasal dari
beberapa unsur saja. Unsur yang bersifat meracuni tanaman atau menurunkan
produksi jika konsentrasinya tinggi yakni termasuk seng, tembaga dan kadmium.
Namun dalam konsentrasi yang rendah, beberapa unsur mikro tersebut bermanfaat
untuk tanaman ataupun ternak (Hanafiah, 2005).
Unsur Cu bersumber dari hasil pelapukan/pelarutan mineral – mineral
yang terkandung dalam bebatuan. Penambahan Cu ke dalam tanah melalui polusi
Universitas Sumatera Utara
dapat terjadi pada industri – industri tembaga, pembakaran batu bara, pembakaran
kayu, minyak bumi dan buangan di area pemukiman/perkotaan (Musa, 2007).
Lindsay (2001) menyimpulkan bahwa kadar Cu dalam larutan tanah
menurun dengan peningkatan pH disebabkan Cu terikat sangat kuat pada matriks
tanah. Unsur Cu2+ terikat lebih kuat pada bahan organik dibandingkan dengan
unsur mikro lainnya misalnya Zn2+ dan Mn2+ dan Cu kompleks berperanan penting
dalam regulasi mobilitas dan ketersediannya dalam tanah.
Kebanyakan Cu-mineral dalam bentuk kristal dan bentuk lainnya lebih
mudah larut daripada Cu-tanah. Cu tanah adalah Cu2+ yang terikat kuat oleh
matriks tanah yang terdiri dari kompleks liat dan humus atau senyawa – senyawa
organik yang berasal dari reaksi perombakan bahan organik (Musa, 2007).
Tingkat oksidasi Cu umumnya kurang larut pada nilai pH yang biasa alam
tanah daripada tingkat reduksi. Hidroksida dari bentuk valensi tinggi mengendap
pada
nilai
pH
yang
lebih
rendah
dan
sangat
tidak
larut
(Buckman dan Brady, 1982).
Unsur Cu dapat menjadi stabil dalam tanah setelah mengalami reaksi –
reaksi hidrolisis, pembentukan kompleks anorganik dan kompleks organik,
adsorpsi atau fiksasi Cu pada berbagai jenis mineral liat dan kemampuan fiksasi
ini berbeda pada masing – masing mineral liat. Unsur Cu terikat lebih kuat pada
bahan organik dibandingkan unsur mikro lainnya (Musa, 2007).
3. Plumbum ( Pb)
Timbal merupakan salah satu jenis logam berat yang terjadi secara alami
yang tersedia dalam bentuk biji logam, dan juga dalam percikan gunung berapi,
dan bisa juga di peroleh di alam (WHO HECA undated). Karena meningkatnya
Universitas Sumatera Utara
aktivitas manusia, seperti pertambangan dan peleburan, dan pengunaannya dalam
bahan bakar minyak, dan juga masih banyak lagi di gunakan dalam pembuatan
produk lainnya, sehingga kandungan timbal di biosphere telah meningkat dalam
300 tahun terakhir (NHMRC 2009).
Kadar Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13
mg/kg. Khusus Pb yang tercampur dengan batufosfat dan terdapat didalam batu
pasir ( sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg. Pb yang terdapat di
tanah berkadar sekitar 5 -25 mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar
antara 1- 60μg/liter.Secara alami Pb juga ditemukan di air permukaan. Kadar Pb
pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1 -10 μg/liter. Dalam air laut kadar
Pb lebih rendah dari dalam air tawar. Laut Bermuda yangdikatakan terbebas dari
pencemaran mengandung Pb sekitar 0,07μg/liter. Kandungan Pb dalam air danau
dan sungai di USA berkisarantara 1-10 μg/liter.Secara alami Pb juga ditemukan di
udara yang kadarnya berkisar antara 0,0001 – 0,001 μg/m3. Tumbuh-tumbuhan
termasuk sayur-mayur dan padi-padian dapat mengandung Pb, penelitian yang
dilakukan di USA kadarnya berkisar antara 0,1 -1,0 μg/kg berat kering. Logam
berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah menjadi PbS (golena), PbCO3
(cerusite) dan PbSO4 (anglesite) dan ternyata golena merupakan sumber utama
Pb yang berasal dari tambang. Logam berat Pb yang berasal dari tambang tersebut
bercampurdengan Zn (seng) dengan kontribusi 70%, kandungan Pb murnisekitar
20% dan sisanya 10% terdiri dari campuran seng dan tembaga (Ariani, 2010).
Logam Cu, Pb dan Cd termasuk logam transisi, dan dalam lingkungan
perairan ditemui dalam bentuk ion-ion bebas, pasangan ion organik dan ion
kompleks. Kelarutan logam dalam tanah dikontrol oleh pH tanah. Kenaikan pH
Universitas Sumatera Utara
akan menurunkan kelarutan logam , karena kenaikan pH akan mengubah logam
dari bentuk karbonat menjadi bentuk hidroksi yang membentuk ikatan dengan
partikel pada tanah, sehingga akan mengendap (Darmano, 1995).
Persyaratan Iklim dan Media Tumbuh Tanaman Jagung
Iklim
Sebaiknya jagung awal musim hujan dan menjelang bulan kemarau.
Pertumbuhan jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang
ternaungi pertumbuhannnya terhambat akan memberikan hasil biji yang kurang
baik bahkan tidak dapat membentuk buah. Suhu yang dikehendaki tanaman
jagung antara 21-340C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal
memerlukan suhu optimum antara 23-270C.Pada proses perkecambahan benih
jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 300 C (Qamara, 1998).
Iklim yang dikenhendaki oleh tanaman adalah daerah-daerah beriklim
sedang daerah beriklim subtrpopis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh
didaerah yang terletak antara 0-500 LU–0-400 LS. Pada lahan yang tidak berigasi,
pertumbuhan tanman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan
dan harus merata. Pada fase pembuangan dan pengisian biji tanaman jagung perlu
mendapatkan cukup air (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanah
Tanah dengan kemiringan kurang dari 8% dapat ditanami jagung, karena
disana kemungkinan terjadi erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan
Universitas Sumatera Utara
tingkat kemiringan lebih dari 8% sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Jagung dapat tumbuh baik pada tanah-tanah yang drainasenya baik selama
musim hujan. Dengan persyaratan yang demikian tanaman ini pun dapat tumbuh
pada tanah liat berlempung atau yang pasir berlempung. Jagung dapat tumbuh
pada ketinggian 0–4000 meter di atas permukaan laut di daerah tropik. Jagung
dapat tumbuh pula pada tipe tanah di daerah lintang dari 58º utara - 40º selatan
(Purwono dan Hartono, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Download