7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Kemampuan Analisis Siswa Kemampuan analisis merupakan kemampuan untuk menguraikan elemen, unsur, faktor, dan sebab-sebab dari suatu fenomena (Munthe, 2009). Anderson & Krathwohl (2010) menyatakan bahwa kemampuan analisis siswa adalah kemampuan siswa dalam menguraikan suatu informasi ke dalam unsurunsur yang lebih kecil untuk menentukan keterkaitan antar unsur. Kemampuan analisis ditunjukan dengan mampunya menguraikan pengetahuan ke bagianbagaian yang lebih kecil dan mampu menunjukkan hubungan antar bagian tersebut (Munthe, 2009). Kemampuan analisis ini mencakup tiga proses yaitu siswa dapat mengurai unsur informasi yang relevan, menentukan hubungan antara unsur yang relevan, dan menentukan sudut pandang tentang tujuan dalam mempelajari suatu informasi (Anderson & Krathwohl, 2010). Harsanto (2005) menyatakan bahwa kemampuan analisis siswa adalah kemampuan siswa dalam menerangkan hubungan-hubungan yang ada dan menkombinasikan unsur-unsur menjadi satu kesatuan. Kemampuan analisis artinya mampu memecah materi menjadi bagian-bagian pokok dan mengambarkan bagaimana bagian-bagian tersebut, dihubungkan satu sama lain maupun menjadi sebuah struktur keseluruhan (Kuswana, 2012). Kemampuan analisis ini dapat dibagi menjadi tiga subkatagori, yaitu analisis tentang bagianbagian, analisis tentang hubungan-hubungan, dan analisis tentang prinsip-prinsip pengorganisasian (Kuswana, 2012). Ilustrasi sasaran pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan analisis dapat dilihat dalam Tabel 2.1. 8 Tabel 2.1 Ilustrasi Sasaran Pembelajaran Subkatagori Kemampuan analisis Analisis tentang bagian – bagian Analisis tentang hubunganhubungan Ilustrasi Sasaran Pembelajaran Kemampuan mengenali asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit Keterampilan membedakan fakta-fakta dari suatu hipotesis Kemampuan mengenali fakta-fakta atau asumsi –asumsi dalam mendukung hipotesis Kemampuan memberikan ciri-ciri, berdasar fakta dari pernyataan normatif Kemampuan memeriksa secara konsisten dari pembuktian hipotesis Keterampilan di dalam mengidentifikasi motivasi-motivasi dan membeda-bedakan antara mekanisme – mekanisme dari tingkah laku berkenaan dengan individu dan kelompokkelompok Kemampuan memberikan ciri-ciri sebab akibat atau hubungan-hubungan dari urutan lain Kemampuan meneliti hubungan-hubungan pernyataan – pernyataan dalam satu argumentasi, dan memberikan ciri-ciri yang relevan dan tidak Kemampuan mengenali seluk beluk penetapan suatu keputusan yang relevan Kemampuan mengenali fakta-fakta atau asumsi – asumsi yang bersifat penting dalam menyusun hipotesis Kemampuan untuk memeriksa konsistensi asumsi-asumsi dari hipotesis Kemampuan memberi ciri-ciri dari sebab akibat atau hubungan – hubungan dan urutan –urutan logis Kemampuan meneliti hubungan-hubungan pernyataan – pernyataan dalam satu argumentasi Kemampuan memberi ciri-ciri pernyataan relevan dan yang tidak Kemampuan mengenali kronologis hubungan sebab akibat secara terperinci Kemampuan memahami makna dan mengenali wujud serta pola artistik dalam kesusastraan Analisis tentang prinsipprinsip pengorganisa sian Bloom, 1956 dalam (Kuswana, 2012) 9 2. Pentingnya Kemampuan Analisis Siswa Kemampuan analisis penting dimiliki siswa karena siswa akan mampu mendudukan situasi, masalah, subjek, atau keputusan pada pemeriksaan yang mendalam. Siswa yang memiliki kemampuan analisis dapat menguji pernyataan berdasarkan standar objektif dan dapat menemukan akar permasalahan. Siswa juga dapat menimbang dan memutuskan atas dasar logika. Siswa dengan kemampuan analisis mampu membedakan hasil pemikiran analisisnya dengan perasaan dan prasangka yang ada pada dalam dirinya. Siswa yang memiliki kemampuan analisis dapat tekun, jujur, empati dan mengakui keterbatasan diri atas pengetahuan. Ciri pemikir analitis adalah dapat bertahan dalam melakukan tindakan (tidak mudah menyerah). Kebertahanan ini dimiliki oleh Alexander Graham Bell (yang para pengritiknya menyatakan bahwa telepon tidak diperlukan karena tidak ada satu orang pun memilki selain dirinya) begitu juga dengan mesin fotocopi pertama Xerox (yang tidak mendapat dukungan keuangan selama empat tahun). Colombus memerlukan waktu 14 tahun untuk menyakinkan istana Spayol agar menginginkan dia kembali melakukan penjelajahan- dan bahkan kemudian dia sampai di tujuan yang benar-benar berbeda (Rose & Nicholl, 2002). Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat bertahan di abad ke-21, siswa harus memiliki kemampuan analisis berkualitas tinggi (Rose & Nicholl, 2002). Salah satu ciri abad ke-21 adalah otomasi. Otomasi artinya menjangkau segala pekerjaan rutin. Ciri ini mendorong pembelajaran diarahkan untuk melatih berfikir analitis (pengambilan keputusan) bukan berfikir mekanistis (rutin) (Kemdikbud, 2013). Kemampuan analisis ini sangat penting dimiliki siswa Sekolah Menengah Atas (Elder & Paul, 2007). Siswa SMA diharuskan memiliki kemampuan analisis yang baik (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Kemampuan analisis berada pada domain proses kognitif tingkat empat, setelah mengingat (C1), memahami (C2), dan mengaplikasiskan (C3). Kemampuan ini merupakan salah satu fokus tujuan dari pendidikan abad ke-21 (Osborne, 2013). 10 Menurut McDonald (2012), materi pembelajaran tidak lebih penting dari pada kemampuan kita menganalisis materi yang telah ada. Kita hidup di zaman dengan teknologi informasi yang sangat maju. Informasi dapat diakses secara mudah melalui jaringan internet. Kemampuan analisis yang tinggi harus dimiliki individu untuk dapat membedakan informasi yang benar dan salah. Kemampuan analisis ini penting dimiliki siswa SMA yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi, tempat banyaknya informasi dapat diakses dengan mudah. 3. Akibat Siswa Tidak Memiliki Kemampuan Analisis / Kemampuan Analisis Rendah Kemampuan analisis yang rendah berakibat buruk, baik jangka pendek dan jangka panjang. Akibat jangka pendek kemampuan analisis rendah adalah hasil belajar siswa yang jauh dari tujuan pembelajaran (Johnson, 2014). Akibat jangka panjangnya adalah tidak akan lahir orang-orang seperti da Vinci, Einstein, Newton, Bill Gates, Richard Branson, dan Stephen Hawking. Orang-orang ini yang memiliki kontribusi besar terhadap dunia. Orang-orang yang memilki kemampuan analisislah yang dapat menguasai abad ke-21 (Rose & Nicholl, 2002). Menurut Secretary of Labor’s Commision on Achieving Necessary Skills, kemapuan analisis yang baik merupakan kemampuan yang harus dimiliki setiap siswa sebelum terjun dalam dunia kerja (Johnson, 2014). Kemampuan analisis mendorong siswa melihat dari sudut pandang orang lain (Rose & Nicholl, 2002). Siswa yang melihat dari sudut pandang orang lain akan membuat siswa memiliki rasa empati. Jika kemampuan analisis siswa rendah maka akan lahir generasi yang tidak peduli dan tidak memikirkan orang lain. Ketidakmampuan menganalisis secara mendalam berakibat perasaan pada diri mengalahkan fakta yang ada dilapangan. Perasaan yang mengalahkan fakta dibuktikan melalui cerita lulusan-lulusan Fakultas Sains Massachusetts Institute of Technology (salah satu universitas terbaik di dunia) ketika diwawancarai wartawan. Wartawan menunjuk sebuah pohon besar, kemudian bertanya kepada lulusan sains bagaimana pohon tersebut dapat tumbuh menjadi 11 sedemikian besar dan darimana batangnya yang besar itu berasal?. Lulusan menjawab dengan gelagapan, sebagian besar lulusan menjawab bahwa batang pohon yang besar berasal dari sari-sari makanan yang ada ditanah. Wartawan kembali bertanya kepada lulusan mengapa tidak ada lubang besar ditanah?. Para lulusan tampak bingung. Jawaban tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar batang pohon itu berasal dari nitrogen yang diserap dari udara. Jawaban ini sesungguhnya dipelajari para lulusan sains, tetapi karena bertentangan dengan perasaannya bahwa tidak mungkin udara dapat disulap maka lulusan tidak menjawab demikian (Rose & Nicholl, 2002). 4. Cara Mengukur Kemampuan Analisis Siswa Pengukuran kemampuan analisis siswa dapat diketahui melalui Kata Kerja Operasional (KKO) Taksonomi Bloom. Kata Kerja Operasional memiliki karakteristik dapat diukur, dievaluasi, dan dibuktikan. KKO keampuan analisis meliputi : membandingkan, mempertentangkan, memisahkan, menghubungkan, membuat diagram, menunjukan hubungan, dan mempertanyakan (Munthe, 2009). Kemampuan analisis diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu membedakan, mengorganisasikan dan mengatribusikan (Anderson & Krathwohl, 2010). Contoh tujuan pembelajaran dan asesmen masing – masing katagori dapat dilihat pada Tabel 2.2. Kemampuan analisis dapat diukur menggunakan tes esai dengan kata pertanyaan seperti: uraikanlah unsur-unsur, jabarkan, bedakanlah, hubungkanlah, bandingkanlah, pertentangkanlah, tunjukan hubungan, apa motif, buatlah skema/diagram, dan identifikasi ide utama atau tema (Munthe, 2009). Kemampuan analisis dapat diukur dengan tes analogi menggunakan pilihan ganda dan tes esai, tes esai lebih signifikan dalam mengukur analytical thingking siswa (Kao, 2015). 12 Tabel 2.2. Contoh Tujuan Pembelajaran dan Asesmen Kemampuan Analisis Katagori Contoh tujuan pembelajaran dan assesmennya Membedakan Tujuan: menentukan tahap(menentukan potongan – tahap pokok suatu fenomena potongan informasi yang Tugas: membaca buku penting) kemudian merinci tahap tahap pokok terjadinya suatu fenomena Mengorganisasikan Tujuan: mengidentifikasi (menentukan cara-cara hubungan untuk menata potongan- Tugas: identifikasi hubungan potongan informasi antara hipotesis, metode, data tersebut dan kesimpulan pada sebuah penelitian Mengatribusikan Tujuan: menentukan sudut (menentuka tujuan pandang penulis materi dalam dibalik informasi) topik pembelajaran Tugas : meminta siswa menentukan latar belakang penulis (Anderson & Krathwohl, 2010) Format assesmen Soal –soal jawaban singkat atau pilihan ganda Soal –soal jawaban singkat atau pilihan ganda Deskripsi sudut pandang, tujuan dan pendapat penulis. 5. Hasil Kemampuan Analisis Siswa SMA Negeri Kebakkramat Hasil belajar domain kognitif siswa SMA Negeri Kebakkramat menunjukkan bahwa: kemampuan mengingat sebesar 66,18%, memahami sebesar 72,17%, menerapkan sebesar 58,05%, dan menganalisis sebesar 42,06%. Hasil observasi menunjukkan kemampuan analisis siswa kurang yaitu sebesar 42,06%. Hasil observasi menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dikelas menggunakan pendekatan teacher center. Pendekatan teacher center ditunjukkan berdasarkan aspek; guru menyampaikan materi pembelajaran kemudian siswa mencatat dibuku catatan masing-masing, siswa pasif menerima informasi dari guru, siswa duduk diam dikursi masing-masing, dan siswa hanya bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri (Thanh, 2010) . Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional artinya model yang sering 13 digunakan guru dalam pembelajaran di kelas untuk menyampaikan informasi secara lisan. Salah satu bentuk model pembelajaran konvensional adalah ceramah (Rosana, 2014). Berdasarkan hasi penelitian Joseph Pearce, ceramah dalam durasi 45 menit dikelas menghasilkan rata-rata kemampuan mengingat (C1) siswa sebesar tiga persen dari keseluruhan informasi yang disampaikan (DePorter, 2013). Ceramah memiliki kelemahan yaitu tidak mendorong siswa untuk menganalisis pengetahuan secara mendalam (Munthe, 2009). Metode ceramah menggunakan pendekatan teacher centered learning tidak cukup untuk mengembangkan kemampuan analisis siswa (Oguz, 2008). 6. Model Cooperative Learning Metode Everyone Is Teacher Here Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama - sama dan saling membantu satu sama lain dalam satu kelompok (Isjoni, 2007). Slavin (2010) mengemukakan bahwa model cooperative learning merupakan pembelajaran dengan siswa belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil secara kolaboratif untuk saling membantu belajar materi akademik. Model cooperative learning merupakan model pembelajaran aktif. (Chatib, 2012). Pembelajaran aktif harus dikenalkan kepada siswa secara bertahap agar siswa tidak memperlihatkan keengganan (Silberman, 2006). Hal ini yang mendorong peneliti menggunakan model cooperative learning. Menurut (Munthe, 2009), pembelajaran aktif akan menghasilkan kompetensi/kemampuan sesuai dengan harapan (kemampuan analisis). Salah satu tujuan model cooperative learning ialah meningkatkan hasil belajar (Suprijono, 2012). Hasil belajar siswa meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif tingkat tinggi meliputi kemampuan analisis (Munthe, 2009). Menurut Munthe (2009), proses yang cocok dalam mengembangkan kemamapuan analisis ialah menggunakan discussion, group project, role playing, dan laboratory. Model cooperative learning metode everyone is teacher here didalamnya terdapat proses discussion dan role playing as a teacher. Hal ini 14 menunjukkan bahwa kemampuan analisis siswa dapat dikembangakan menggunakan metode everyone is teacher here (Munthe, 2009). Cooperative learning yang didalamnya terdapat partisipasi aktif siswa, dapat mengembangkan kemampuan analisis (Rosana, 2014). Ratusan penelitian telah membuktikan bahwa cooperative learning dapat meningkatkan hasil belajar (Slavin, 2010). Sintak model Cooperative Learning terdiri dari enam fase, dapat dilihat dalam tabel 2.3. Tabel 2.3. Sintak Model Cooperative Learning Fase -fase Fase 1. Present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik Fase 2. Present information Menyajikan informasi Fase 3. Organize students into learning teams Mengorganisir peserta didik kedalam tim-tim belajar Fase 4. Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar Fase 5. Test on the materials mengevaluasi Fase 6. Provide recognition Memberikan pengakuan penghargaan (Suprijono, 2012) Prilaku Guru Menjelaskan tujuan pembelajarn dan mempersiapkan peserta didik siap belajar Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal Memberikan penjelasan kepada peserta didik tenang cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok – kelompok mempersentasikan hasilnya Mempersiapakan cara untuk mengakui atau usaha dan prestasi individu maupun kelompok. Sintak assist team work dan test on the materials dapat mengembangkan kemampuan analisis siswa (Slavin, 2009). Pada sintak tersebut siswa belajar bersama teman, berdisdiskusi dan saling mengemukakan pendapat. Kondisi ini sesuai dengan teori elaborasi kognitif (Hertz-Lazarowitz, Kirkus, & Miller, 1995). Salah satu cara elaborasi kognitif yang paling efektif adalah menjelaskan atau 15 mengajarkan materi kepada teman. Adanya saling ketergantungan positif antar teman memberikan motivasi bagi setiap siswa untuk dapat mencapai hasil belajar yang baik (Sugiyanto, 2010). Model cooperative learning mendorong siswa mengembangakan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka (Isjoni, 2007). Pengetahuan meliputi kemampuan siswa dalam melakukan analisis materi pembelajaran. Beberapa ahli berpendapat bahwa model pembelajaran ini unggul dalam meningkatkan nilai akademik siswa (Silberman, 2006). Model pembelajaran ini menekankan pendekatan student centered learning, yang terbukti dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa (menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta) (Oguz, 2008). Kelemahan dari model cooperative learning adalah kemungkinan munculnya dominasi seorang siswa saat diskusi kelas, hal ini mengakibatkan siswa lain menjadi pasif (Isjoni, 2007). Kelemahan model pembelajaran dapat diatasi dengan metode everyone is teacher here. Metode everyone is teacher here akan mendorong setiap siswa untuk berbicara aktif dalam diskusi kelas. Metode everyone is teacher here memberikan kesempatan seluruh siswa untuk berperan menjadi guru bagi siswa lainnya. Siswa diminta untuk bekerja dalam kelompok. Setiap kelompok siswa menuliskan pertanyaan di selembar kertas kemudian mengumpulkannya kepada guru. Guru membagikan kertas berisi pertanyaan kepada masing-masning kelompok, pastikan siswa tidak memegang pertanyaan dari kelompoknya. Setiap siswa dalam kelompok sukarela berdiskusi untuk menjawab pertanyaan kemudian mempresentasikannya didepan kelas (Suprijono, 2012). Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran everyone is a teacher dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran biologi (Sekarningrum, 2010). Peningkatan aktivitas belajar siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan analisis siswa pula. 7. Model Guided Discovery Learning Metode Mind Maps Model discovery learning merupakan model pembelajaran aktif (Suprijono, 2012). Pembelajaran aktif harus dikenalkan kepada siswa secara 16 bertahap agar siswa tidak memperlihatkan keengganan (Silberman, 2006). Hal ini yang mendorong peneliti menggunakan model discovery learning. Menurut Munthe (2009), pembelajaran aktif akan menghasilkan kompetensi / kemampuan sesuai dengan harapan (kemampuan analisis). Model discovery learning lahir dari pandangan discovery peneliti. Penemuan yang dilakukan oleh Galileo Galilei – 1661, John Dalton - 1810, Charles Lyell- 1854, dan Gregor Mendel – 1866 (Lawson, 2003). Didalamnya terdapat tahap merumuskan masalah dan membuat hipotesis (hypotheticopredictive reasoning) seperti apa yang dilakuakan peneliti. Sintaks discovery learning menurut Veermans (2003) terdapat lima fase dapat dilihat pada tabel 2.4: Tabel 2.4. Sintak Model Discovery Learning: Fase - Fase Fase 1. Orientation Fase 2. Hypothesis generation Fase 3. Hypothesis testing Fase 4. Conclusion Fase 5. Regulation (Veermans, 2003) Keterangan Pendidik memberi pengantar untuk membangun konsep peserta didik melalui membaca referensi, observasi lingukungan, sehingga muncul permasalahan. Pendidik menyampaikan pertanyaan dan persoalan untuk diidentifikasi peserta didik Pendidik membimbing peserta didik menyusun hipotesis berdasarkan informasi yang diperoleh sesuai pengetahuan awal. Peserta didik mengidentifikasi permasalahan untuk dipecahkan melalui jawaban sementara atau hipotesis Peserta didik menguji hipotesis dengan merancang eksperimen, mengamati objek, mengumpulkan data, menganalisis, dan menginterpretasikan hasil. Pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan dan membuktikan kebenaran hipotesis Hasil pengolahan data menunjukkan kesesuaian hasil eksperimen dengan hipotesis, dan membuat kesimpulan. Hipotesis menjadi salah satu jawaban permasalahan atau direvisi sesuai dengan hasil eksperimen Regulasi adalah proses mengelola hasil melalui proses belajar penemuan dan mengevaluasi kesimpulan yang telah dibuat 17 Pada sintak tersebut siswa dituntut untuk menggunakan seluruh indra yang dimiliki, pikiran, dan hati yang siap untuk menemukan pengetahuan. Keterlibatan siswa secara langsung dalam membangun pengetahuannya sendiri mendorong meningkatnya kemampuan analisis siswa (Rose & Nicholl, 2002). Model discovery learning sesuai dengan fungsi otak, psikologi dasar manusia, dan tiga prinsip alam yang ditemukan oleh fisikawan dan ahli biologi modern, hal ini yang menyebabkan discovery learning membuka jalan bagi siswa untuk meningkatkan hasil belajar kognitif (Johnson, 2014). Salah satu hasil belajar kognitif adalah siswa memiliki kemampuan analisis yang baik. Menurut (Munthe, 2009), proses yang cocok dalam mengembangkan kemamapuan analisis ialah menggunakan discussion, group project, role playing, dan laboratory. Model discovery learning didalamnya terdapat proses group project dan laboratory. Model discovery learning terbukti dapat meningkatkan kemampuan analisis siswa lebih baik dibandingkan dengan model konvensional (Sulastri, 2014) (Ulumi, 2014) . Model Guided Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa lebih baik dibandingkan dengan model Discovery Learning (Alfieri, Brooks, Aldrich, & Tenenbaum, 2011). Menurut Mayer (2004), guided discovery learning lebih efektif dalam membantu siswa belajar dari pada pure discovery learning. Model ini memiliki kelemahan yaitu menimbulkan asumsi bahwa siswa dan guru yang terbiasa dengan cara belajar yang lama akan menghadapi kesulitan- kesulitan (Kemdikbud, 2013). Kelemahan ini dapat diatasi dengan metode mind maps (Buzan, 2005). Metode ini terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Kiong, Yunos, Mohammad, Othman, Heong, & Mohamad, 2012). Metode mind maps merupakan salah satu kegiatan siswa dalam mencacat. Mencatat yang efektif adalah salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki siswa, hal ini sering berarti perbedaan mendapatkan nilai tinggi dan nilai rendah dalam ujian (DePorter, 2013). Alasan utama untuk mencatat adalah dapat meningkatkan daya ingat siswa terhadap hal-hal yang disimpannya dalam memori otak. 18 Metode mind maps dapat mengembangkan pengetahuan siswa (Suprijono, 2012). Mind maps merupakan konsep-konsep penting pemikiran siswa yang dihubungkan dengan garis-garis. Garis-garis merupakan penghubung antar konsep dan harus memiliki keterangan. Siswa secara sukarela mempresentasikan mind maps kemudian guru mengevaluasi (Suprijono, 2012). 19 B. Kerangka Pemikiran FAKTA: IDEAL : 1. Model Pembelajaran Konvensional 2. Metode Pembelajaran Konvensional 3. Kemampuan analisis siswa rendah 1. Model Pembelajaran Aktif 2. Metode Pembelajaran Aktif 3. Kemampuan analisis siswa tinggi Model & Metode Pembelajaran Aktif (Chatib, 2012) Model pembelajaran aktif harus diperkenalkan kepada siswa secara bertahap, hal ini untuk menghindari keenggan siswa dalam kegiatan pembelajraan (Silberman, 2006) Model Cooperative Learning Metode Everyone is Teacher Here Model Discovery Learning Metode Mind Maps Menurut (Munthe, 2009), proses yang cocok dalam mengembangkan kemampuan analisis ialah menggunakan discussion, group project, role playing, dan laboratory. Model cooperative learning metode everyone is teacher here didalamnya terdapat proses discussion dan role playing as a teacher. Model ini dapat meningkatkan kemampuan analisis (Oguz, 2008); (Rosana, 2014); (Slavin, 2010); (Isjoni, 2007); (Silberman, 2006); (Suprijono, 2012). Menurut (Munthe, 2009), proses yang cocok dalam mengembangkan kemampuan analisis ialah menggunakan discussion, group project, role playing, dan laboratory. Model discovery learning metode mind maps didalamnya terdapat proses group project dan laboratory. Model ini dapat meningkatkan kemampuan analisis (Johnson, 2014); (Alfieri, Brooks, Aldrich, & Tenenbaum, 2011); (Buzan, 2005); (DePorter, 2013). Kemampuan analisis siswa Kemampuan analisis siswa Perbedaan kemampuan analisis dibandingkan Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran