DAMPAK KONTAMINASI BAKTERI ENTEROBACTERIACEAE PADA SUSU DAN OLAHANNYA Wahniyathi Hatta1), Dini Marmansari2) 1) Laboratorium Bioteknologi Pengolahan Susu, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. E-mail: [email protected] 2) Laboratorium Kesmavet dan Toksikologi, Balai Besar Veteriner (BBVet) Maros PENDAHULUAN Persyaratan susu dan produk susu harus berkualitas baik dari segi higiene merupakan hal yang sangat diinginkan oleh konsumen ditinjau dari faktor kesehatan. Konsumsi susu segar dan produk olahannya berperan terhadap perpindahan berbagai macam penyakit. Sebagai contoh, sebelum penemuan dan adopsi teknik pasteurisasi menyebar secara luas, susu segar dan olahannya berperan terhadap kejadian infeksi bakteri yang serius, seperti: difteri, scarlet fever, dan tuberkulosa. Untuk saat sekarang, penyakit yang disebabkan mengkonsumsi susu dan olahannya yang tidak dipasteurisasi, pasteurisasi tidak memadai, atau kontaminasi setelah pasteurisasi telah dilaporkan dari berbagai negara Sebagian besar dari bakteri kontaminasi termasuk patogen pada manusia adalah anggota dari famili Enterobacteriaceae. Diagnosa penyakit diare paling sering disebabkan oleh Shigella, Escherichia coli dan Salmonella; Klebsiella pneumonia menyebabkan penyakit respiratori; dan Yersinia pseudotuberculosis dikaitkan dengan enterocolitis dan peritonitis. Sumber utama kontaminasi pangan oleh kelompok bakteri ini, terutama koliform yang meliputi genus Escherichia, Klebsiella, Enterobacter dan Citrobacter, adalah feses dari manusia dan hewan, karyawan, air, dan kemasan. Selain berpotensi sebagai bakteri patogen, beberapa strain dari Enterobacteriaceae juga dapat menimbulkan kerusakan pada susu dan olahannya. Umumnya strain yang bersifat pembusuk ini menurunkan masa simpan dan keamanan susu berikut olahannya yang disimpan pada suhu dingin karena bersifat psikotrofik, selain itu aktivitas enzim lipolitik dan proteolitik yang dimilikinya memberikan kemampuan mengurai komponen protein dan lemak susu yang berimplikasi pada kerusakan produk. Makalah ini membahas karakteristik beberapa strain bakteri dari famili Enterobacteriaceae, juga beberapa contoh kejadian kontaminasi pada susu dan olahannya, serta pengaruh keberadaannya terhadap kualitas susu dan olahannya. Juga dibahas beberapa hal yang menyebabkan Enterobacteriaceae dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. KARAKTERISTIK ENTEROBACTERIACEAE Karakteristik bakteri yang termasuk famili Enterobacteriaceae adalah Gram negatif, fakultatif anaerob, dan berbentuk batang. Genusnya meliputi Citrobacter, Escherichia, Enterobacter, Edwardsiella, Erwinia, Hafnia, Klebsiella, Morganella, Proteus, Salmonella, Shigella, Serratia, dan Yersinia (Ray, 2001). Populasi Enterobacteriaceae mengindikasikan kualitas higiene produk, dan keberadaannya dapat dikaitkan dengan kontaminasi dari feses. Jumlah yang tinggi pada susu dan keju menunjukkan praktek higiene yang buruk saat pemerahan, penyimpanan, transportasi, dan sebagainya selama pembuatan keju (Tornadijo et al., 2001). Sebagian besar mikroba kontaminasi termasuk patogen pada manusia adalah anggota dari famili Enterobacteriaceae. Penyebab penyakit diare yang paling sering terdiagnosa adalah Shigella, E. coli dan Salmonella. Klebsiella pneumonia sering menjadi penyebab penyakit respirasi, sedangkan Yersinia pseudotuberculosis dikaitkan dengan enterocolitis dan peritonitis. Sumber utama kontaminasi pangan oleh kelompok bakteri ini, terutama koliform, adalah feses (dari hewan dan manusia), karyawan, air dan kemasan (Yilma et al., 2007). Termasuk juga dalam famili Enterobacteriaceae adalah bakteri koliform yang digunakan sebagai bakteri indikator, meliputi: Eschericia, Enterobacter, Klebsiella, Citrobacter, dan mungkin juga Aeromonas dan Serratia. Karakteristik umum dari kelompok ini adalah seluruhnya Gram negatif, batang tidak membentuk spora, kebanyakan motil, fakultatif anaerob yang resisten terhadap surface-active agents, dan memfermentasi laktosa yang menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada temperatur 32 atau 35oC. Beberapa spesies dapat tumbuh pada temperatur lebih tinggi (44,5 oC), sementara spesies lainnya dapat tumbuh pada 4 hingga 5 oC. Semuanya dapat tumbuh pada makanan kecuali pada makanan yang memiliki pH ≤ 4,0 dan Aw ≤ 0,92 (Ray, 2001). Beberapa anggota dari famili Enterobacteriaceae yang dianggap patogen, adalah: Salmonellae, E. coli, Yersiniae, dan Shigellae. Salmonella adalah bakteri yang pendek (1-2 µm), batang tidak membentuk spora, biasanya motil dengan flagella peritrichous. Salmonella adalah fakultatif anaerob secara biokimia dikarakterisasikan berdasarkan kemampuannya memfermentasi glukosa dengan produksi asam dan gas, dan ketidakmampuannya menyerang laktosa dan sukrosa. Temperatur pertumbuhan optimumnya adalah 38oC, relatif sensitif terhadap panas dan mati pada 60oC dalam 15-20 menit dan pertumbuhannya menurun pada sekitar < 7 atau 8oC (Forsythe dan Hayes, 1998). Shigella adalah bakteri Gram negatif, tidak membentuk spora, tidak memiliki enkapsulasi, dan batang lurus. Genus Shigella adalah fakultatif anaerob dengan demikian dapat menggunakan pola metabolik fermentasi maupun respirasi. Dengan beberapa pengecualian, Shigella memfermentasi gula tanpa produksi gas. (Wenneras dan Sansonetti, 2000). Spesies Yersinia yang terkait dengan foodborne illnesses hanya Yer. enterocolitica. Sel Yer. enterocolitica adalah gram negatif batang pendek, tidak membentuk spora, motil pada < 37 oC, dan fakultatif anaerob. Strain tersebut bertumbuh antara 0 hingga 44 oC dengan pertumbuhan optimum pada 25 – 29oC (Ray, 2001). Cronobacter pada awalnya dikenal sebagai Enterobacter sakazakii. Enterobacter sakazakii pertama kali dilaporkan pada tahun 1929 sebagai koliform yellow-pigmented yang menjadi bakteri kausatif pada kasus septisemia seorang bayi (Gurtler et al., 2005). Cronobacter bersifat motil peritrichous, gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, termasuk famili Enterobacteriaceae. Spesies Cronobacter telah berimplikasi pada intensive care unit outbreaks meningitis, septisemia, dan necrotizing enterocolitis (Chap et al., 2009). Strain dari Enterobacteriaceae yang bersifat sebagai bakteri pembusuk, antara lain: Hafnia, Proteus, dan Serratia. Hafnia berbentuk batang kecil (1 x 2 µm), motil, dan mesofilik. Proteus berbentuk batang kecil lurus (0,5 x 1,5 µm), sangat motil, membentuk swarm pada media agar, dan beberapa dapat tumbuh pada temperatur rendah. Serratia berbentuk batang kecil (0,5 x 1,5 µm), motil, koloni berwarna putih, merah jambu, atau merah. Beberapa dapat tumbuh pada temperatur refrigerasi (Ray, 2001). BEBERAPA KASUS KONTAMINASI Estuningsih et al. (2006) menganalisa keberadaan Salmonella dan Shigella pada produk makanan bubuk dehidrasi untuk bayi di kawasan Asia Tenggara yang diperoleh dari lima pabrik berbeda, empat diantaranya berasal dari Indonesia dan satu dari Malaysia. Dari hasil pengujian diperoleh 47% sampel adalah positif untuk satu atau lebih spesies Enterobacteriaceae. Ditemukan 13,5% Enterobacter sakazakii semuanya berasal dari dua pabrik Indonesia. Jenis Enterobacteriacea lainnya yang diisolasi meliputi: Pantoea spp., Escherichia hermanii, Enterobacter cloacae, Klebsiella pneumoniae subsp. pneumoniae, Citrobacter spp., Serratia spp., dan Escherichia coli. Secara Hasil survei yang dilakukan oleh Yilma et al. (2007) pada produk susu tradisional terpilih di Ethiopia menunjukkan genus yang dominan teridentifikasi berturut-turut adalah Klebsiella, Escherichia, dan Enterobacter dengan spesies yang paling banyak diisolasi adalah E. coli. Beberapa bakteri Enterobacteriaceae penyebab infeksi juga teridentifikasi. Enterobacter sakazakii didapatkan pada beberapa jenis sampel termasuk susu dan Ergo (produk susu yang dikonsumsi di Ethiopia tanpa dimasak), Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca dan Enterobacter cloacae pada semua jenis produk dan Citrobacter freundii pada mentega dan Ergo. Evolusi populasi Enterobacteriaceae pada produk keju tradisional Spanyol, yakni keju San Simon, selama proses pembuatan dan pematangan serta dikaji oleh Tornadijo et al. (2001). Jumlah Enterobacteriaceae yang diperoleh pada susu adalah 102 – 103 cfu/g dan jumlah ini meningkat selama minggu pertama pematangan, yakni mencapai 106 – 107 cfu/g pada bagian dalam keju. Setelah itu, jumlahnya perlahan menurun hingga akhir pematangan tidak semuanya hilang. Secara umum jumlah Enterobacteriaceae pada bagian dalam keju lebih tinggi satu unit log dibanding permukaan keju. Spesies yang paling banyak didapatkan pada susu adalah Klebsiella oxytoca (36% dari strain yang terisolasi), Enterobacter cloacae (24%) dan Klebsiella pneumoniae (20%). Escherichia coli merupakan spesies yang dominan pada bagian dalam keju pada akhir pematangan (56%) diikuti Hafnia alvei (44%). Akan tetapi pada sampel permukaan keju, spesies yang terbanyak pada akhir pematangan adalah K. oxytoca (40%), H. alvei (35%) dan E. cloacae (20%). DAMPAK YANG DITIMBULKAN Menurunkan Masa Simpan Keberadaan Enterobacteriaceae psikotrofik pada susu pasteurisasi yang disimpan selama tujuh hari pada temperatur 7oC (refrigerator) dapat menurunkan nilai pH susu, mengkoagulasi susu ketika dipanaskan atau ditambahkan alkohol, menurunkan potensial redoks susu, menyebabkan peningkatan tirosin bebas dan triptofan pada susu, demikian pula dengan peningkatan asam lemak bebas susu (Juven et al., 1981). Perubahan-perubahan yang terjadi selama penyimpanan susu pada refrigerator oleh kelompok bakteri Enterobacteriaceae tersebut harus menjadi perhatian yang serius bila susu akan diolah lebih lanjut karena dapat mengakibatkan penurunan masa simpan produk olahan. Hasil karakterisasi bakteri psikrotrofik pada keju Villalon (sejenis keju segar dari susu domba) Spanyol menunjukkan bahwa bakteri psikrotrofik yang paling umum ada dalam keju dari susu yang tidak dipasteurisasi adalah Enterobacteriaceae (97,5%), di mana sebagian besar memiliki aktivitas proteolitik dan lipolitik (Santos et al., 1996). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menyarankan bahwa potensi Enterobacteriaceae dalam kaitannya dengan kerusakan susu dan produk susu jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan sebelumnya. Tamagnini et al. (2008) menyatakan bahwa Enterobacter amnigenus dapat membelah diri secara cepat pada keju lunak yang menyebabkan berbagai jenis kerusakan, misalnya pelunakan keju. Ercolini et al. (2009) menjelaskan bahwa enzim bakteri psikrotrofik (proteolitik maupun lipolitik) dapat bertahan terhadap temperatur pemanasan pasteurisasi dan UHT. Enzim sejenis ini dapat menghidrolisis lemak dan protein susu mengakibatkan pembentukan off flavours dan pada beberapa kasus menurunkan hasil keju. Kestabilannya terhadap suhu tinggi membutuhkan waktu untuk perlakuan pemanasan yang akan menurunkan akseptabilitas produk dari segi nutrisi dan kualitas organoleptik. Produksi Biogenic Amines Akumulasi senyawa yang tidak dikehendaki, misalnya biogenic amines (BA) pada produk fermentasi dapat menimbulkan berbagai masalah bagi konsumen yang peka, misalnya mual, kesulitan bernapas, hot flushes, berkeringat, jantung berdebar, sakit kepala, bright red rash, oral burning, hiper atau hipotensi, yang intensitasnya tergantung pada perbedaan kuantitatif dan kualitatifnya. Banyak faktor berkontribusi terhadap keberadaan dan akumulasi keberadaan BA, diantaranya mikroorganisma yang memiliki aktivitas dekarboksilasi asam amino seperti pada kebanyakan strain dari Enterobacteriaceae. Keberadaan mikroba dengan aktivitas dekarboksilasi yang tinggi dilaporkan sebagai faktor utama produksi BA pada keju, selain itu beberapa strain memiliki aktivitas proteolitik yang dapat mengubah akumulasi BA pada keju. Martuscelli et al. (2005) membandingkan produksi BA selama pembuatan dan pematangan keju Pecorino Abruzzese (PA), yakni sejenis keju tradisional dari susu domba. Persentase relatif dari isolat beberapa bakteri yang memproduksi BA pada keju PA disajikan pada Tabel 1. Mayoritas Entrobacteriaceae pada keju PA mampu mendekarboksilasi lisin dan ornithin, sedangkan bakteri asam laktat umumnya memproduksi tiramin. Tabel 1 Strain positif biogenic amine (%) dari Enterobacteriaceae, lactobacilli, enterococci dan lactococci yang diisolasi dari keju Pecorino Abruzzese dari susu segar tanpa kultur starter (A) dan dari susu pasteurisasi menggunakan starter (B) Asam amino prekursor Histidin Lisin Ornithin Fenilalanin Triptofan Tirosin Enterobacteriaceae A (70)* B 80 100 41 40 11 1 4 - Lactobacilli A B 6 4 12 35 Enterococci A B 7 10 20 20 53 70 Lactococci A B 25 13 *jumlah strain yang diuji; nilai merupakan persentase total strain yang diuji (Martuscelli et al. 2005). Hasil penelitian Pintado et al. (2008) mengenai produksi BA pada keju Terrincho (terbuat dari susu biri-biri segar) Portugal menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara jumlah bakteri dan konsentrasi BA yang didapatkan, antara lain Enterococci dan feniletilamin, Lactococci dan kadaverin serta tiramin, demikian pula antara Enterobacteria dan triptamin serta sistamin. Produksi Toksin Hasil investigasi serologi di Perancis menunjukkan bahwa haemorrhagic colitis terutama disebabkan oleh serogroup 0157 (kira-kira 50% dari penderita), tetapi serogroup yang lain (0153, 0103, dan lain-lain) juga ditemukan (Leclerc et al., 2002). Sejumlah kasus penyakit pada manusia yang disebabkan oleh E. coli yang memproduksi toksin shiga (Shigatoxin Escherichia coli/STEC) diantaranya adalah diare, hemorrhagic colitis, sindrom hemolytic uremic, dan thrombotic thrombocytopenic purpura, yang dikarakterisasikan dengan gangguan pada sistem syaraf pusat. Beberapa kasus berakhir dengan kegagalan ginjal kronis, difisiensi sistem syaraf kronis, dan kematian. Lebih dari 100 serotip STEC termasuk E. coli 0157:H7 diketahui menyebabkan penyakit ini. Hussein dan Sakuma (2004) menyimpulkan bahwa berbagai jenis produk olahan susu dapat menjadi sumber bakteri tersebut. Keju lunak seperti Camembert dan Brie memiliki resiko transmisi STEC lebih besar dibanding dengan jenis keju lainnya. Fortifikasi susu skim dengan nonfat dried milk (biasanya dilakukan untuk meningkatkan rasa dan nilai gizi pada produk susu rendah lemak) mendukung pertumbuhan E. coli 0157:H7 dan memberikan proteksi terhadap kematian selama penyimpanan dingin. Meskipun yoghurt dianggap aman karena sifat keasamannya, tetapi risiko kontaminasi dengan STEC tetap ada. Risiko secara relatif tinggi disebabkan strain patogen E. coli dapat lebih toleran terhadap asam dibanding strain bukan patogen. Sekarang ini keamanan mikrobiologi dari susu formula instant (SFI) bubuk ditinjau kembali karena kejadian infeksi bayi oleh Enterobacter sakazakii. Kasus ini sering pada bayi dengan berat lahir rendah, yang umumnya lebih rentan terhadap endotoxemia. Endotoxemia adalah respon imun terhadap keberadaan endotoksin dalam aliran darah. Endotoksin adalah salah satu toksin bakteri stabil panas merupakan lipida dengan region inti adalah lipopolisakarida (LPS) yang membentuk membran luar bakteri gram negatif. Endotoksin stabil pada panas 100oC sehingga secara biologi tetap aktif dalam SFI yang telah diberi perlakuan panas untuk membunuh sel vegetatif. Jika tertelan LPS dapat meningkatkan permeabilitas dari epitelium intestinal bayi dan mengakibatkan translokasi bakteri dari usus. Level endotoksin dalam SFI bervariasi antara 40 EU/g dan 5,5x104 EU/g, dengan ratarata kurang dari 3000 EU/g (Townsend et al., 2006). Bubuk SFI biasanya direhidrasi dengan air matang dingin yang kemungkinan juga mengandung endotoksin. Penentuan translokasi bakteri yang melewati dinding usus dan masuk ke bagian dalam jaringan dengan bayi rat sebagai model disajikan pada Gambar 1. Translokasi bakteri hanya terdeteksi pada rat yang diberi endotoksin dan Ent. sakazakii, atau yang hanya diberi Ent. sakazakii. Peningkatan level LPS dalam hubungannya dengan inokulasi Ent. sakazakii meningkatkan translokasi bakteri dari saluran intestinal yang mengakibatkan bakteri ada yang terisolasi pada jaringan mesentery dan spleen. Translokasi bakteri ke mesentry pada pemberian 0,5 mg/kg LPS dan Ent. sakazakii secara nyata lebih tinggi dibanding yang hanya diberi LPS tetapi tidak signifikan berbeda dengan yang diinokulasi hanya dengan Ent. sakazakii. Gambar 1 Pengaruh LPS terhadap translokasi dan penyebaran bakteri usus pada bayi rat. LPS = Lipopolisakarida, ES = Ent. sakazakii (Townsend et al., 2006). KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Strain dari Enterobacteriaceae yang bersifat psikotrofik dan atau memiliki aktivitas enzim lipolitik atau proteolitik dapat berkontribusi terhadap penurunan kualitas susu dan olahannya 2. Potensi hazard Enterobacteriaceae terhadap kesehatan manusia diatributkan oleh kemampuan beberapa strain memproduksi biogenic amines dan senyawa toksin. DAFTAR PUSTAKA Chap J. et al. 2009. International survey of Cronobacter sakazakii and other Cronobacter spp. in follow up formulas and infant foods. International Journal of Food Microbiology 136: 185–188. Ercolini D., F. Russo, I. Ferrocino, and F. Villani. 2009. Short communication. Molecular identification of mesophilic and psychrotrophic bacteria from raw cow’s milk. Food Microbiology 26: 228–231. Estuningsih S. et al. 2006. Research Note. Enterobacteriaceae in dehydrated powdered infant formula manufactured in Indonesia and Malaysia. J Food Prot 69(12): 3013– 3017. Forsythe S.J. and P.R. Hayes. 1998. Food Hygiene, Microbiology and HACCP. Ed ke-3. Aspen Publishers Inc., Gaithersburg. Gurtler J.B., J.L. Kornacki, and L.R. Beuchat. 2005. Review. Enterobacter sakazakii: a coliform of increased concern to infant health. International Journal of Food Microbiology 104: 1–34. Hussein H.S. and T. Sakuma. 2004. Review. Shiga toxin–producing Escherichia coli: Preand postharvest control measures to ensure safety of dairy cattle products. J Food Prot 68(1): 199-207. Juven B.J., S. Gordin, I. Rosenthal, and A. Laufer. 1981. Changes in refrigerated milk caused by Enterobacteriaceae. J Dairy Scie 64: 1781-1784. Leclerca V. et al. 2002. Pathogens in meat and milk products: surveillance and impact on human health in France. Livestock Production Science 76: 195–202. Martuscelli M. et al. 2005. Production of biogenic amines during the ripening of Pecorino Abruzzese cheese. International Dairy Journal 15: 571–578. Pintado et al. 2008. Microbiological, biochemical and biogenic amine profiles of Terrincho cheese manufactured in several dairy farms. International Dairy Journal 18: 631–640. Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology. Ed ke-2. CRC Press, Boca Raton. Santos J.A., T.M. Lbpez-Diaz, M.C. Garcia-FernBndez, M.L. Garcia-Lbpez, and A. Otero. 1996. Short communication. Characterization and extracellular activity of psychrotrophic bacteria isolated from Villalon cheese (fresh variety of Spanish sheep’s milk cheese). Int J Food Microbiology 33: 301-306. Tamagnini L.M., G.B. de Sousa, R.D. Gonzalez, and C.E. Budde. 2008. Behavior of Enterobacter amnigenus and Salmonella typhimurium in Crottin goat’s cheese: Iifluence of fluctuating storage temperature. Small Ruminant Research 76: 177–182. Tornadijo M.E., M.C. Garcia, J.M. Fresno, and J. Carballo. 2001. Study of Enterobacteriaceae during the manufacture and ripening of San Simón cheese. Food Microbiology 18: 499-509. Townsenda S., J.C. Barron, C. Loc-Carrillo, and S. Forsythe. 2006. The presence of endotoxin in powdered infant formula milk and the influence of endotoxin and Enterobacter sakazakii on bacterial translocation in the infant rat. Food Microbiology 24: 67–74. Wenneras C. and P. Sansonetti. 2000. Shigella Infections: Epidemiology, Pathogenesis and Host Immune Response. Di dalam: Cary J.W., J.E. Linz, and D. Bhatnagar, editor. Microbial Foodborne Diseases. Mechanisms of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Technomic Publishing Company Inc., Lancaster. Yilma Z., B. Faye, and G. Loiseau. 2007. Occurrence and distribution of species of Enterobacteriaceae in selected Ethiopian traditional dairy products: a contribution to epidemiology. Food Control 18: 1397–1404. Sumber : Buletin Peternakan Disnak Keswan Prov. Sul Sel, 2014