Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas MUHAMMADIYAH WILAYAH SUMATERA BARAT (1925-1950) Dedi Asmara, M.Hum. Staf Pengajar STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh Prodi Pendidikan Sejarah. Email: [email protected] Abstract Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan yang tidak terlibat dalam politik praktis. Hubungan antara Muhammadiyah di tingkat pusat maupun daerah dengan politik tidak dimulai pada hari ini saja. Namun jauh pada periode sebelumnya. Demikian halnya dengan Muhammadiyah di Sumatera Barat, dimana para aktivisnya ikut mensponsori berdirinya partai Masyumi. Muhammadiyah di Sumatera Barat kembali dihidupkan pada masa kepemimpinan AK. Datuk Gunung Hijau dan Zainoel Abidin Syuaib yang terpilih memimpin Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat. Pada periode berikutnya perjalanan sejarah Muhammadiyah Sumatera Barat lebih banyak diwarnai intrik politik di tingkat pusat. Beredarnya isu asas tunggal, panasnya hubungan antara kubu Malik Ahmad dan Lukman Harun, sampai sidang pleno pada tingkat Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Solo turut mewarnai dinamika politik Muhammadiyah Sumatera Barat. Pasca Muktamar ke-41 Muhammadiyah Sumatera Barat tetap mengembangkan amal usahanya, namun ada ketakutan dari aktivis Muhammadiyah untuk mengkritisi kebijakan pemerintah Orde Baru. Hingga akhirnya terpilihnya Amien Rais sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah turut memberi kontribusi terbukanya keran demokrasi dan kekritisan pimpinan Muhammadiyah Sumatera Barat. Penulisan mengenai dinamika politik Muhammadiyah Sumatera Barat ini menggunakan penulisan metode sejarah yang terdiri dari heuristik (pengumpulan sumber), kritik (untuk mencari otensitas dan kredibilitas data), interpretasi (pemahaman terhadap teks), dan diakhiri dengan historiografi (penulisan sejarah). Kata kunci: Muhammadiyah, Revolusi, Minangkabau ~ 46 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas Pendahuluan. Lahirnya Muhammadiyah di Pekalongan, Haji Rasul timbul keinginannya untuk mendirikan Muhammadiyah di Minangkabau. Sepulangnya Haji Rasul ke kampung halamannya nagari Sungai Batang Tanjung Sani, Maninjau, ia dibantu Marah Intan, Datuk Majolelo dan Sutan Marajo, mulai mengadakan musyawarah dengan pemuka masyarakat Nagari Sungai Batang. tanggal 29 Mei 1925 diambil keputusan untuk mendirikan Cabang Muhammadiyah di Nagari Sungai BatangTanjung Sani. Sebelumnya pun di tempat ini sudah berdiri suatu perkumpulan yang bernama Sendi Aman Tiang Selamat yang didirikan Haji Rasul, dan Haji Rasul meminta mengganti namanya dengan Muhammdiyah dan meminta pengakuan sebagai bagian cabang Yogyakarta.1 Beberapa tahun kemudian, Muhammadiyah berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan berdirinya organisasi wanita Muhammadiyah yaitu Aisyiyah. Selain itu organisasi baru juga muncul yang bernama Hizbul Wathan. Kedua organisasi tersebut berperan cukup besar dalam kemaslahatan umat. Ketika Jepang menguasai Indonesia, sekolah yang bernuansa keagamaan diberi kelonggaran oleh Jepang. Kebijakan Jepang yang agak kondusif tersebut menjadikan Muhammadiyah semakin gencar dengan mengembangkan pendidikan keagamaan. Ketika Jepang bertekuk lutut dan akhirnya menyerah kepada sekutu, situasi demikian membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk memerdekakan diri belengu penjajahan. Usaha untuk menyatakan kemerdekaan melalui proklamasi kemerdekaan berhasil pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun beberapa bulan kemudian, sekutu masuk Indonesia dan diboncengi 1 Hamka, Muhammadiyah Di Minangkabau (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1974), Hlm 15. oleh NICA Belanda. Keadaan yang tidak dinginkan oleh rakyat Indonesia pada waktu itu menimbulkan perlawanan terhadap sekutu dan NICA Belanda. Perlawanan yang dilakukan oleh segenap unsur rakyat Indonesia termasuk organisasi Muhammadiyah. Organisasi ini membentuk kelasykaran rakyat yang dinamakan Hizbullah. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah di Minangkabau. Lahirnya Muhammadiyah di Minangkabau tidak terlepas dari jasa besar Haji Rasul (Haji Abdul Karim Amrullah). Keberangkatan Haji Rasul ke tanah jawa untuk menjenguk putrinya Fatimah isteri dari AR. Sutan Mansoer. AR. Sutan Mansoer ternyata aktif dalam gerakan Muhammadiyah dan diserahi tugas memegang ketua Muhammadiyah Cabang Pekalongan.2 Melihat pesatnya perkembangan Muhammadiyah di Pekalongan, Haji Rasul timbul keinginannya untuk mendirikan Muhammadiyah di Minangkabau. Sepulangnya Haji Rasul ke kampung halamannya nagari Sungai Batang Tanjung Sani, Maninjau, ia dibantu Marah Intan, Datuk Majolelo dan Sutan Marajo, mulai mengadakan musyawarah dengan pemuka masyarakat Nagari Sungai Batang. Pada tanggal 29 Mei 1925 diambil keputusan untuk mendirikan Cabang Muhammadiyah di Nagari Sungai Batang-Tanjung Sani. Sebelumnya pun di tempat ini sudah berdiri suatu perkumpulan yang bernama Sendi Aman Tiang Selamat yang didirikan Haji Rasul, dan Haji Rasul meminta mengganti namanya dengan Muhammdiyah dan meminta pengakuan sebagai bagian cabang Yogyakarta.3 2 Hamka, Muhammadiyah Di Minangkabau (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1974), Hlm 14. 3 Hamka, Muhammadiyah Di Minangkabau (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1974), Hlm 15. ~ 47 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas Perkembangan Muhammadiyah di Maninjau selanjutnya didukung sepenuhnya oleh bantuan finansial dari saudagar dari rantau. Namun organisasi modernis ini mendapat tantangan dan cemoohan dari kaum merah Sumatera Thawalib yang mengatakan Muhammadiyah sebagai Penjilat Ekor Belanda (PEB).4 Sebutan ini didasari kenyataan bahwa Muhammadiyah di Jawa menerima subsidi dari pemerintah kolonial. Selain di sungai Batang Tanjung Sani Maninjau, Muhammadiyah juga didirikan di Padang Panjang yang resmi berdiri tanggal 2 Juni 1926. Proses berdirinya persyarikatan ini di Padang Panjang diawali hasil rapat umum masyarakat yang mendukung berdirinya Muhammadiyah bertempat di rumah Haji Abdul Karim Amrullah.5 Secara administrasi, organisasi Cabang Muhammadiyah yang mendapat pengesahan dari hoofdbestur Muhammadiyah Yogyakarta adalah Muhammadiyah Cabang Padang Panjang dengan besluit H.B No. 36 tanggal 20 Juli 1927.6 Adapun susunan pengurus Muhammadiyah Cabang Padang Panjang dari hasil rapat tersebut terdiri dari: Saalah Yusuf Sutan Mangkuto (Ketua), Datuk Sati (Wakil Ketua), A. Wahid R (Sekretaris), St. Saidi (Bendahara). Setelah terpilihnya pengurus mulailah Muhammadiyah mengadakan konsolidasi dan musyawarah untuk memantapkan organisasi.7 4 Peb Adalah Singkatan Dari Politische Economische Bond Sebuah Partai Politik Kanan Pemerintah Kolonial, Beranggotakan Pegawai-Pegawai Pemerintah. 5 R.B. Khatib Pahlawan Kayo, Muhammdiyah Dari Masa Ke Masa Di Sumatera Barat. (Padang: Pw Muhammdiyah Sumatera Barat, 1991), Hlm. 4 6 Deliar Noer, Gerakan Islam Modern Di Indonesia 1900-1942. (Jakarta: Lp3es, 1996). 7 R.B. Khatib Pahlawan Kayo, Muhammdiyah Dari Masa Ke Masa Di Sumatera Barat. (Padang: Pw Muhammdiyah Sumatera Barat, 1991), Hlm. 5 Setelah berdirinya Muhammadiyah Cabang Padang Panjang, persyarikatan ini mulai mendirikan beberapa organisasi otonom yang ada di bawahnya, seperti Aisyiyah, Hizbul Wathan (HW), dan Penolong Kesengsaraan Oemat (PKO). Aisyiyah di Sumatera Barat. Menurut Hasan Ahmad, salah seorang sesepuh Muhammadiyah menyatakan bahwa Aisyiyah di Sumatera Barat ditumbuhkan sedikit lebih kemudian dari tumbuhnya Muhammadiyah. Mengenai pimpinan Aisyiyah pertama di Sumatera Barat adalah Ummi Hindun Shahih dan Ummi H. Fatimah Latif.8 Pesatnya perkembangan Aisyiyah di Sumatera Barat disebabkan karena kaum wanita telah menyadari bahwa untuk memperjuangkan taraf kehidupan mereka dibutuhkan suatu organisasi yang mampu membina dan mengarahkan mereka pada taraf yang lebih baik. Di samping itu, mayoritas penganut Islam beraliran modernis ini menyokong perjuangan dan perkembangan organisasi Aisyiyah. Bertepatan dengan usaha Aisyiyah dan Muhammadiyah untuk mengembangkan organisasi keluar daerah Jawa, Haji Abdul Karim Amrullah sedang berada di Jawa dalam rangka mengunjungi anaknya Fatimah yang berada di Pekalongan. Setelah kembali dari Jawa, dia mengubah organisasi lokal yang telah berdiri di Sungai Batang, yaitu Sendi Aman Tiang Selamat menjadi cabang Muhammadiyah pada tahun 1925.9 Seiring dengan berdirinya Muhammadiyah di Sumatera Barat pada tahun 1925, setahun kemudian cabang Aisyiyah yang pertama di Sumatera Barat berdiri di Sungai Batang pada tahun 1926. 8 Pw Muhammadiyah Sumatera Barat. Mengenal Muhammadiyah Sumatera Barat, Dalam Rangka Milad Muhammadiyah Ke 70. (Bukittinggi: Pw Muhammadiyah Sumatera Barat, 1983), Hlm. 9. Ishaq Thaher. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatera Barat. Jakarta: Depdikbud, 1978), Hlm. 77-78 9 ~ 48 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas Anggota pertama dari organisasi tersebut adalah Dariah (istri dari Haji Abdul Karim Amrullah) dan adiknya Hafsah.10 Kembalinya Fatimah Abdul Karim Amrullah (istri A. R Sutan Mansur) dari Pekalongan pada pertengahan tahun 1927, Aisyiyah cabang Sungai Batang Maninjau mulai berkembang.11 Sewaktu berada di Pekalo ngan, Fatimah aktif setiap kegiatan yang dilaksanakan organisasi Aisyiyah setempat, terutama dalam membina kehidupan kaum wanita. Misalnya mengadakan pengajian, kesehatan, dan pengetahuan rumah tangga. Sehingga Fatimah Abdul Karim Amrullah berusaha untuk memajukan Aisyiyah di Sungai Batang, seperti yang pernah ikuti di Pekalongan. Pada tahun 1927 itu organisasi Aisyiyah cabang Sungai Batang mulai berdiri sendiri. Aisyiyah cabang Sungai Batang berdiri tahun 1927, maka susunan pengurus pada saat itu adalah Hafsah sebagai ketua, Aisyiah sebagai sektretaris, Jamilah sebagai bendahara, sedangkan anggotanya antara lain Dariah, Maimunah, Siti Raham, Ramisan, dan Fatimah Abdul Karim Amrullah.12 Reaksi atas kehadiran Aisyiyah di Sumatera Barat tidak terlepas dari reaksi masyarakat di daerah ini terhadap Muhammadiyah, karena Aisyiyah merupakan bagian dari Muhammadiyah. Pada awal berdirinya Aisyiyah di Sumatera Barat, lebih berkembang di daerah pedesaan dari pada di kota seperti Padang Panjang, Bukittinggi dan Payakumbuh. Keberhasilan dari negari tersebut tergantung pada kemampuan organisasi Taufik Abdullah. Sekolah Dan Politik: Gerakan Kaum Muda Di Sumatera Barat 19271933. Terj. Lindayanti Dan A. Guntur. (Padang : Fsua, 1988), Hlm. 102. tersebut mempengaruhi otoritas adat, pedagang, perantau, atau guru agama. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan Aisyiyah di Sungai Batang. Aisyiyah dan Muhammadiyah tidak secara langsung menentang otoritas adat yang ada di daerah tersebut, tetapi untuk mencapai posisi di tengah masyarakat, Aisyiyah bekerjasama dengan penghulu mengunakan sistem adat untuk memperluas gerakan mereka. Usaha yang dilakukan itu membawa hasil yang baik kepada Aisyiyah, karena perhatian masyarakat semakin besar terhadap organisasi tersebut, sehingga jumlah anggota Muhammadiyah dan Aisyiyah semakin bertambah jumlahnya. Pada April tahun 1927 diperkirakan jumlah anggota yang terdaftar di Muham madiyah adalah 600 orang, anggota Aisyiyah berjumlah 512 orang, kemudian 8 bulan setelah itu jumlah anggota Muhammadiyah dan Aisyiyah bertambah lebih dua kali lipat, yaitu 2.440 orang, separoh dari jumlah anggota tersebut adalah anggota Aisyiyah.13 Pada tahun 1929 Aisyiyah Sumatera Barat hanya berjumlah 7 cabang, yaitu Sungai Batang Tanjung Sani, Padang Panjang, Simabur, Bukittinggi, Padang (luar kota), Pariaman dan Lakitan Pesisir Selatan.14 Kemudian menjelang kongres Aisyiyah di Bukittinggi dilaksa nakan, jumlah cabang dan organisasi tersebut meningkat menjadi 19 cabang dan ranting.15 Hizbul Wathan di Sumatera Barat. Hizbul Wathan (HW)16 pertama kali terbentuk di Minangkabau di Sungai 10 11 Taufik Abdullah. Sekolah Dan Politik: Gerakan Kaum Muda Di Sumatera Barat 1927-1933. Terj. Lindayanti Dan A. Guntur. (Padang : Fsua, 1988), Hlm. 102. Hamka. Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah Dan Perjuangan Kaum Agama Di Sumatera Barat. (Jakarta : Umminda, 1982), Hlm. 184. 12 13 Hamka. Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah ..., Hlm. 184. 14 Hamka. Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah…, Hlm. 225. Asrul Juita. “Aisyiyah Di Sumatera Barat (1926-1942)”. Skripsi (Padang: Fakultas Sastra Unand, 1991), Hlm. 25. 15 16 Nama Hizbul Wathan Sebenarnya Berasal Dari Nama Sebuah Partai Politik Di Mesir Yang Didirikan Oleh Mustafa Kamil ~ 49 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas Batang Maninjau tahun 1927 yang dipelopori tokoh-tokoh Muhammadiyah Minangkabau diantaranya Haji Yusuf Amrullah dan Syekh M. Jamil Jaho. Berdirinya Hizbul Wathan di Minangkabau, dibarengi dengan situasi pertentangan antara kaum muda dan kaum muda, serta adanya penetrasi dari pemerintah Kolonial Belanda. Peristiwa terjadi setelah pemberontakan Silungkang tahun 1927. Pemerintah melarang setiap kegiatan yang berbau politik dan mencurigai setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh organisasi-organisasi. Perkembangan HW di Minangkabau pada awalnya tidaklah sempurna. Hal ini terlihat dari banyaknya anggota yang berusia dewasa, sehingga Haji Rasul mengatakan masih banyaknya yang mencemooh dan mencela Pandu HW. Pada masa itu, pemerintah kolonial sering melakukan penangkapan terhadap HW dengan alasan melakukan barisan tanpa izin dan diikuti oleh orang-orang dewasa.17 Tahun 1984. Partai Ini Berjuang Untuk Memperoleh Kemerdekaan Bagi Bangsa Mesir, Nama Ini Sesuai Dengan Ucapan Agama. “Mencintai Tanah Air Adalah Sebahagian Dari Iman”Muhammadiyah Sebagai Organisasi Sosial Keagamaan Sudah Memiliki Gerakan Kepanduan Muhammadiyah Yang Pada Awalnya Dinamakan Dengan Padvinders Muhammadiyah, Padvinders Muhammadiyah Didirikan Oleh Kh. Ahmad Dahlan Setelah Beliau Melihat Kegiatan Kepanduan Zending Kristen Di Alun-Alun Mangunkunegoro. Pada Tahun 1920 Dalam Sebuah Sidang Pengurus H. Hadjid Mengusulkan Nama Yang Cocok Untuk Padvinders Muhammadiyah Adalah Hizbul Wathan Yang Berarti Pembela Tanah Air. Sidangpun Menerima Usulan Tersebut Dan Resmilah Padvinders Muhammadiyah Diganti Dengan Hizbul Wathan Serta Tahun 1920 Dijadikan Sebagai Tahun Berdirinya Hizbul Wathan. 17 Hamka, Islam Dan Adat Minangkabau. (Jakarta: Panjimas, 1984),Hlm. 238. Setelah berdirinya Muhammadiyah di Sungai Batang Sani dan di Padang Panjang, mulailah bermunculan cabangcabang Muhammadiyah lainnya di Minangkabau berturut-turut di Simabur Tanah Datar 27 Juli 1927, di Bukittinggi 20 Juli 1928, di Kurai Taji 25 Oktober 1929 dan di Kubang Kabupaten 50 Kota 25 Desember 1929.18 Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi Pada tahun 1929 berlangsung kongres Muhammadiyah ke-18 di Solo. Kongres ini banyak dihadiri oleh anggota Muhammadiyah Minangkabau. Ketika membicarakan tentang tempat pelaksanaan kongres yang selanjutnya, Haji Fakhruddin langsung mengusulkan supaya Kongres ke-19 diadakan di Minang-kabau.19 Namun sebelum kongres ke-19 dilaksanakan, Haji Fakruddin menghembuskan nafas terakhirnya. Pada bulan Juli 1929 diadakanlah konferensi Muhammadiyah ke-IV di Simabur. Keputusan yang diambil adalah Kongres Muhammadiyah ke-19 diadakan di Minangkabau bertempat di Bukittinggi. Penyelenggaraan Kongres ke-19 di Bukittinggi merupakan bukti keberhasilan suksesnya Muhammadiyah mengembangkan sayapnya di Minangkabau. Alasan pemilihan Minangkabau sebagai daerah penyelenggaraan karena daerah ini kaya dengan ulama-ulama modernis dan masyarakatnya cepat menerima pembaruan Islam. Di samping itu perkembangan Muhammadiyah Minangkabau dinilai jauh lebih pesat dari Jawa.20 18 R.B. Khatib Pahlawan Kayo, Muhammdiyah Dari Masa Ke Masa Di Sumatera Barat. (Padang: Pw Muhammdiyah Sumatera Barat, 1991), Hlm. 4. 19 Dr. Hamka, Muhammadiyah Di Minangkabau (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1974), Hlm. 42. 20 Sebelumnya, Pada Bulan Juli 1929, Diadakan Konferensi Di Simabur Dan Memutuskan Bahwa Kongres Muhammadiyah Ke-19 Ditempatkan Di Bukittinggi. ~ 50 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas Suasana pembukaan kongres Muhammadiyah yang meriah itu, dideskripsikan lebih lanjut oleh Hamka dalam karya historiografinya. Utusan tiap-tiap daerah diminta mengenakan pakaian daerah masing-masing pada malam pembukaan kongres.21 Seruan itu pun dipatuhi oleh semua utusan. Hamka menuturkan bahwa utusan Kuala Kapuas memakai pakaian adat Dayak, Haji Yunus Jamaluddin dari Bengkulu memakai Saluk Timba, Sutan Perpatih dari Muara Aman memakai pakaian Rejang, dan utusan dari Makasar memakai lenso celana pendek, sarung bugis yang disisipi sebilah badik.22 Sementara panitia penyelenggara kongres, seperti Sutan Mansur memakai kopiah bulat berkerut hitam, Hamka memakai pakaian adat penghulu Batipuh. Lebih dari dua puluh orang utusan cabang-cabang memakai pakaian adat Minangkabau. Kongres Muhammadiyah ke-19 mengambil satu keputusan penting, yakni tiap-tiap daerah Keresidenan dibentuk Wakil Pengurus Besar yang diberi gelar Consul.23 Consul itu diusulkan dari Konferensi Daerah dan ditetapkan kemudian oleh PB Muhammadiyah Yogyakarta. Sejak penyelenggaraan kongres itu, status Cabang Muhammadiyah Padang Panjang naik menjadi Consul Hoofd-Bestuur (H.B) Ketika Itu Di Minangkabau Telah Terdiri Dari 27 Cabang Muhammadiyah. Hamka, Muhammadiyah Di Minangkabau. (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1974), Hlm. 25. 21 Rusjdi Hamka, “Peranan Sutan Mansur Dalam Kebangkitan Islam Di Indonesia” Dalam Etos Iman, Ilmu Dan Amal Dalam Gerakan Islam. (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986), Hlm. 24-28. 22 Lebih Lanjut Lihat Hamka, Muhammadiyah Di Minangkabau..., Hlm. 26-28. 23 Aisyiah Rasyid, Wawancara Tanggal 2 Januari 2010 Di Ponpes Al-Hidayah Lubuk Bonta, Pariaman. Lihat Juga Dalam Rb Khatib Pahlawan Kayo Dan Marjohan, Muhammadiyah Minangkabau (Sumatera Barat) Dalam Perspektif Sejarah. (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), Hlm. 307. Muhammadiyah Minangkabau. Berikut susunan Pengurus Consul Muhammadiyah Minangkabau periode 1930-1942 Consul AR Sutan Mansur Hoofdbestuur Sekretaris Abdullah Kamil Majelis Consul Wk.Sekretaris RI Dt. Sinaro Panjang Anggota S.Y Sutan Mangkuto Hamka Oedin (Kurai Taji) Marzuki Yatim Ya’cub Rasjid A. Malik Ahmad Samik Ibrahim Haroen el-Maany24 Pada masa kepemimpinan AR Sutan Mansur dilakukan beberapa terobosan penting, diantaranya mengembangkan metode pengkaderan melalui debating club, mengembangkan amal usaha, dan mendirikan cabang dan ranting di seluruh Minangkabau. Buya Sutan Mansur dengan metode diskusi khasnya debating club, berupaya mendidik kader-kader yang nantinya mampu melanjut-kan cita-cita Muhammadiyah. Adapun kader-kader yang dididik pada masa itu, antara lain Malik Ahmad, Abdullah Kamil, Yakub Rasyid, Marzuki Yatim, Hamka, Abdul Malik Sidik, dan M. Zein Djambek.25 Kader-kader terdidik ini, secara berkala sekali dalam seminggu mengadakan diskusi di bawah asuhan Sutan Mansur. Setelah lulus pengkaderan (1928), pemudapemuda ini diberi kesempatan untuk 24 Rb Khatib Pahlawan Kayo Dan Marjohan, Muhammadiyah Minangkabau (Sumatera Barat) Dalam Perspektif Sejarah. (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), Hlm. 305. 25 Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal 8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek Angkek, Kabupaten Agam. ~ 51 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas mengembangkan ilmu yang diperoleh.26 Mereka dianjurkan untuk meninggalkan Minangkabau atau setidak-tidaknya ke daerah Minangkabau yang belum dimasuki pengaruh Muhammadiyah, mempraktekan apa yang mereka dapat dari guru mereka dan mengembangkan ide-ide yang dibawa Muhammadiyah. Setelah terbentuknya struktur organisasi dan pengurus, Pimpinan Consul Muhammadiyah Padang Panjang selanjutnya membeli Hotel Merapi seharga f.250 di Guguk Malintang. Setelah pimpinan Muhammadiyah membeli bangunan dan tanah seluas dua hektar itu, maka komplek ini dinamakan Komplek Perguruan Muhammadiyah Kauman Padang Panjang.27 Langkah berikutnya yang dilakukan Consul Muhammadiyah Mi-nangkabau adalah mendirikan Tabligh School Muhammadiyah (bagian putra) tahun 1931.28 Tabligh School Muhammadiyah didirikan berdasarkan permintaan beberapa daerah seperti Aceh, Tapanuli, Sumatera Selatan, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan untuk mengirim calon-calon pendidik dan pemimpin yang mampu menggerakkan amal usaha Muhammadiyah. Direktur pertama di sekolah menengah Muhammadiyah ini adalah Hamka. Setahun berjalan, aktivitas sekolah ini terhenti karena tidak mendapat izin tertulis dari pemerintah Belanda. Pada tahun 1935, beberapa orang alumni Thawalib dan Diniyah Padang Panjang menemui Hamka, seperti Abdullah Kamil, dan Ra26 Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal 8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek Angkek, Kabupaten Agam. 27 Lebih Lanjut Lihat Marjohan, Zuhasni Hasan, Dan Musriadi Musarif, Embrio Muhammadiyah Ada Di Kauman Padang Panjang. (Padang Panjang: Panitia Peringatan 80 Tahun Perguruan Kauman Muhammadiyah Padang Panjang, 2006), Hlm. 4. 28 Lebih Lanjut Lihat “Laporan Perkembangan Madrasah Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah Padang Panjang Sumatera Barat,” Lokakarya Se-Indonesia Di Yogyakarta Tanggal 25-28 November 1994, Hlm. 6. syid Idris Dt. Sinaro Panjang. Mereka meminta Hamka untuk mengaktifkan kembali Tabligh School Muhammadiyah. Selanjutnya dalam Konferensi Minangkabau ke-11 Tahun 1936 di Sungai Batang Maninjau, antara lain memutuskan Tabligh School dijadikan Sekolah Menengah Atas 3 tahun dengan nama Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah, sebagai kepala sekolah ditunjuklah Buya Hamka.29 Sehubungan dengan ini, atas desakan murid-murid Madrasatun Niswah (Tsanawiyah Putri) yang didirikan tanggal 1 Juni 1929 dan Tsanawiyah Putra tanggal 1 Januari 1935, masing-masing dipimpin oleh Djohan Nurdin dan A. Malik Ahmad, untuk dapat mendirikan sekolah menengah atas bagian putri.30 Maka pada tanggal 15 Januari 1938 didirikanlah Tabligh Scool Putri dengan pimpinannya A. Malik Ahmad. Pada perkembangan berikutnya berganti nama menjadi Kulliyatul Muballighat (1941).31 Muhammadiyah Minangkabau Masa Pendudukan Jepang Sebelum masuknya Jepang ke Indonesia, terjadi penyerangan terhadap Kepulauan Riau tanggal 14 Desember 1941, penyerangan dilakukan di Tarempa (ibu kota distrik Siantan terletak di laut Cina Selatan). Akibat penyerangan itu menewaskan 148 orang penduduk, 363 Zamri Muis, “Tinjauan Terhadap Aspek-Aspek Manajemen Pendidikan Di Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah Padang Panjang”, Skripsi. (Batusangkar: Iain Al-Jamiah Imam Bonjol, 1990), Hlm. 19. 30 Hasan Ahmad, “Sejarah Ringkas Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah Sumatera Barat Kauman Padang Panjang”, Manuskrip. (Tanpa Kota Terbit: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), Hlm. 1. 29 Tujuan Pendirian Kulliatul Muballigin Antara Lain Adalah Membentuk Mubalig Yang Sanggup Melaksanakan Dakwah Dan Menjadi Khatib Jumat, Menghasilkan Guru Sekolah Menengah Tingkat Tsanawiyah Dan Membentuk Kader Pemimpin Muhammadiyah Dan Pemimpin Masyarakat Pada Umumnya. 31 ~ 52 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas cidera dan kota Tarempa menjadi setengah hancur.32 Sejak saat itu terjadi peralihan kekuasaan dari Belanda kepada pemerintah pendudukan Jepang. Sementara itu dampak pertempuran itu meluas hingga ke Sumatera Barat. Maka sejak 15 Februari 1942 seluruh aktivitas di Komplek Perguruan dihentikan.33 Suasana tidak kondusif itu hanya berlangsung sebentar. Pada bulan Mei 1942, aktivitas di Komplek Kauman Padang Panjang mulai pulih, seiring telah amannya situasi di Padang Panjang.34 Pada tahun itu, seluruh sekolah Muhammadiyah hanya mengajarkan ilmu keislaman dan Bahasa Jepang. Pulihnya proses pembelajaran di Kauman Padang Panjang, tidak lepas dari peran Buya Sutan Mansur yang memainkan siasat roda gending dua.35 Artinya Buya Sutan Mansur mengakomadasi aturan pemerintah pendudukan Jepang, sepanjang tidak bertentangan dengan akidah, demi lancarnya amal usaha Muhammadiyah. Pada masa itu, PB Muhammadiyah Yogyakarta telah mengubah rumusan tujuan awalnya, dengan tujuan mengakomodasi keinginan pemerintah pendudukan Jepang. 1. Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang selaras dengan tuntunannya. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Sejarah Daerah Riau. (Jakarta: Depdikbud, 1982), Hal. 186. 32 33 Marjohan, Zuhasni Hasan, Dan Musriadi Musarif, Embrio Muhammadiyah Ada Di Kauman... Hlm. 13. 34 Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal 8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek Angkek, Kabupaten Agam. 35 Siasat Roda Gending Dua Yang Dimaksud Disini Adalah Sikap Akomodatif Pimpinan Muhammadiyah Untuk Menerima Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang, Asalkan Tidak Bertentangan Dengan Tauhid. Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal 8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek Angkek, Kabupaten Agam. 2. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum 3. Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya. Kesemuanya itu ditujukan oleh berjasa mendidik masyarakat ramai.36 Selain itu, untuk memajukan pengajaran di Kauman Padang Panjang, tanggal 5 Maret 1943 pimpinan Muhammadiyah membentuk Majelis Idarah (Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, sekarang).37 Majelis Idarah merupakan pimpinan kolektif dari seluruh amal usaha pendidikan yang ada di Kauman Padang Panjang, seperti Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah Putra dan Putri, Kulliyatul Muballighin, dan Kulliyatiul Muballighat. Sejak terbentuknya pimpinan kolegial tersebut, aktivitas pendidikan di Kauman Padang Panjang semakin pesat. Majelis Idarah berupaya menciptakan iklim pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi zaman pada masa itu. Setelah terbentuknya pimpinan Majelis Idarah, pada tanggal 5 Mei 1943 Malik Ahmad diangkat sebagai Kepala Pengajaran Muhammadiyah Padang Panjang, dengan tugas sebagai berikut. 1. Membangun kembali sekolah-sekolah di daerah 2. Menguatkan semangat hizbullah dalam jantung murid-murid, wali, serta pimpinan. 3. Mendirikan gedung Kulliyatul Muballighin dan sekolah tinggi 36 Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal 8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek Angkek, Kabupaten Agam. Lihat Juga Dalam Ensiklopedi Muhammadiyah. (Jakarta: Pp Muhammadiyah, 2005), Hlm. 65. 37 Madrasah Kulliyatul Muballighien Muhammadiyah Padang Panjang..., Hlm. 16. ~ 53 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas 4. Melatih guru-guru sesuai dengan jiwa zaman dan jiwa organisasi.38 Kondisi ekonomi yang sulit pada masa pendudukan Jepang, tidak menyurutkan semangat dan pengabdian guru di Kauman Padang Panjang. Gaji yang diberikan Muhammadiyah tidak cukup untuk membiayai keluarga, maka sebagian guru berinisiatif mengantarkan keluarganya ke daerah masing-masing. Satu-satunya cara mengatasi situasi sulit saat itu dengan menjalin kebersamaan dengan guru. Meskipun hanya sarapan pagi dengan bubur putih dan siang harinya makan nasi dengan sambal cabai, tidak menurunkan semangat guru-guru tersebut.39 Pada masa kepemimpinan Malik Ahmad, Muhammadiyah Minangkabau telah mengelola amal usaha pendidikan, seperti Forebel School (taman kanak-kanak), Madrasah Ibtidaiyah, HIS Med de Quran, Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah, dan Kulliyatul Muballighin.40 Sementara itu, pada masa pendudukan Jepang, beberapa pemuka Muhammadiyah Minangkabau dipercaya untuk memimpin organisasi bentukan Jepang, diantaranya Saalah Yusuf Sutan Mangkuto dan Oedin memimpin Gyu Gun Tyo Sa Ngi Kai, Buya Sutan Mansur menjadi anggota Dewan Perwakilan Sumatera (Tyo Sa Ngi Ru), dan Malik Ahmad menjadi Komandan Bo Go Dan Tyo.41 Muhammadiyah Sumatera Barat Masa Kemerdekaan. 38 Madrasah Kulliyatul Muballighien Muhammadiyah Padang Panjang..., Hlm. 17. 39 Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal 8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek Angkek, Kabupaten Agam. 40 Marjohan, Zuhasni Hasan, Dan Musriadi Musarif, Embrio Muhammadiyah Ada Di Kauman... Hlm. 8. 41 Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal 15 Juni 2012 Di Tanjung Medan, Ampek Angkek Kabupaten Agam. Pada masa awal kemerdekaan, aktivis Muhammadiyah Sumatera Barat larut dalam perjuangan dalam usaha mempertahankan kemerdekaan. Berdasarkan instruksi dari PB Muhammadiyah Yogyakarta kepada Consul Muhammadiyah Minangkabau, pada tahun 1945 diminta untuk merekrut pemuda-pemuda dalam barisan Hizbullah. Zainoel Abidin Syu’aib bersama A. Malik Ahmad dan Samsuddin Ahmad pada masa itu turut aktif membidani lahirnya barisan Hizbullah di Padang Panjang. Syarat untuk menjadi anggota Hizbullah pada masa itu adalah berumur 17 tahun dan mau ikut berperang mempertahankan kemerdekaan. Namun pada masa itu banyak ditemukan pemuda yang berumur di bawah 17 tahun karena kuatnya keinginan mereka untuk ikut bela negara.42 Ketika Agresi Militer Belanda I meletus, pada tanggal 27 Juli 1947 Residen Mr. Sutan Mohd Rasyid dan Komandan Divisi IX Banteng Ismail Lengah menghimpun seluruh pemimpinpemimpin rakyat, para pemuda, dan pemimpin partai. Dalam pertemuan itu, Residen meminta supaya langkah perjuangan untuk disatukan. Pertemuan ini juga dihadiri oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta. Dari realisasasi pertemuan itu, disepakati rencana pembentukan Front Pertahanan Nasional (FPN). Pada tanggal 30 Juli 1947 terbentuklah Front Pertahanan Nasional (FPN) yang diketuai Buya Hamka, sekretarisnya Khatib Sulaiman, Rasuna Said, Oedin, dan Karim Halim.43 Setelah memasuki masa pengakuan kedaulatan RI, aktifitas Mu-hammadiyah 42 Latifah Anum, Wawancara Tanggal 15 Juni 2012 Di Batuhampar Kabupaten 50 Kota. 43 BPNK Terdiri Dari Badan-Badan Yang Tergabung Dalam Fpn. Lebih Lanjut Lihat Departemen Penerangan, Republik Indonesia Propinsi Sumatera Tengah (Jakarta: Kementerian Penerangan, Tanpa Tahun) Hlm.173- 175. ~ 54 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas Daerah Sumatera Tengah mulai menggeliat. Pada masa periode kepemimpinannya, Hamka dan Zainoel Abidin Syu’aib tourne (berkunjung) ke daerahdaerah dalam rangka menghidupkan ranting dan cabang Muhammadiyah yang wilayahnya meliputi Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. Berikut susunan pimpinan Muhammadiyah Sumatera Tengah periode 1946-1950: Ketua : H.Abdul Malik Karim Amrullah Sekretaris : RI Dt. Sinaro Panjang Anggota : S.Y. Sutan Mangkuto Marzuki Yatim Zainoel Abidin Syu’aib Duski Samad Malik Sidik Abdullah Kamil Iskandar Zulqarnaini Ketua Majelis Pendidikan : A. Malik Ahmad Ketua Majelis Aisyiyah : Diniyah Sidik Ketua Hizbul Wathan : Hasan Ahmad44 Muhammadiyah Sumatera Barat dan Masyumi. Setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 para pemimpin politik yang berada di Jakarta disibukkan dengan tugas menata kehidupan bangsa. Untuk menghadapi kondisi politik yang terjadi dalam Negara yang baru merdeka, diperlukan suatu keputusan politik yang dapat mengikat seluruh potensi golongan dalam masyarakat. Keputusan tersebut dikenal dengan Maklumat Pemerintah yang dikeluarkan oleh Moh Hatta dengan nomor : X tanggal 3 November 1945.45 44 Rb Khatib Pahlawan Kayo Dan Marjohan, Muhammadiyah Minangkabau (Sumatera Barat) Dalam Perspektif Sejarah. (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), Hlm. 304-305. 45 Lebih Lanjut Lihat Maklumat Pemerintah No. X Tanggal 3 Nov 1945. Maklumat pemerintah itu berisikan anjuran kepada seluruh masyrakat untuk membentuk suatu wadah persatuan yang dimanifestasikan dalam partai politik dan barisan perjuangan. Pembentukan partai politik dan barisan perjuangan adalah untuk menjaga keseimbangan politik dalam kehidupan Negara yang baru merdeka. Umat Islam menghendaki supaya ada wadah penampung aspirasi politik umat, sehingga cita-cita perjuangan dapat tercapai. Keinginan dan cita-cita umat Islam inilah yang melatarbelakangi pembentukan suatu partai politik berdasarkan Islam di berbagai pelosok daerah di seluruh Indonesia umumnya dan di Sumatera Barat khususnya. Penyebaran partai politik Islam Masyumi mula-mula hanya di daerah Jawa dan Madura, kemudian pengaruhnya menyebar ke daerah yang kuat rasa keislamannya seperti Sumatera Barat, Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan. Pengaruh Islam yang kuat di daerah tersebut memudahkan Masyumi masuk menanamkan ideologinya ke daerah-daerah. Sokongan lain juga datang dari berbagai organisasi Islam yang ada di masing-masing daerah tersebut. Organisasi Islam adalah Majelis Islam Tinggi di Bukittinggi, Jamiatul Washliyah di Medan, Angkatan Muda Islam di Aceh dan Serikat Muslimin di Banjarmasin. Salah seorang tokoh Muhammadiyah Sumatera Barat semasa Revolusi bernama Oedin (asal Kurai Taji Pariaman) menghadiri Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta.46 Muktamar itu diadakan untuk mengambil langkah-langkah yang dapat disumbangkan umat Islam Indonesia dalam menghadapi revolusi. Muktamar terlaksana tidak berapa lama sesudah terbentuknya Masyumi sebagai partai politik. Dalam Muktamar tersebut disampaikan bahwa telah lahir sebuah partai politik Islam bernama Masyumi. Muhammadiyah 46 Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal 8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek Angkek, Kabupaten Agam. ~ 55 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas sebagai anggota istimewa dari partai politik itu harus menyokong kelahirannya.47 Sepulang menghadiri Muktamar, Oeddin merasa berkewajiban menyebarkan ideologi partai Masyumi di Sumatera Barat, karena ia yakin Masyumi akan diterima orang Minang dengan tangan terbuka. Pertama kali Oeddin memperkenalkan ideologi partai Masyumi dalam lingkungan Muhammadiyah yang saat itu berpusat di Padang Panjang. Masyumi diperkenalkan pada masyarakat melalui organisasi Muhammadiyah. Pemuka masyarakat di Minangkabau seperti Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cerdik Pandai juga diikutsertakan dan dimanfaatkan. Ternyata dalam waktu singkat pemuka dan tokoh Muhammadiyah di Sumatera Barat menyambut baik ideologi partai Masyumi yang diper-kenalkan Oeddin. Akhirnya dimana ada cabang Muhammadiyah, di sana didirikan pula cabang dan ranting Masyumi. Diperkirakan akhir tahun 1949 saja, cabang Masyumi berjumlah 17 buah, tersebar dipelosok Sumatera Barat dengan ratusan anak cabang dan ranting, dengan ribuan anggotanya.48 Di samping aktif dalam Partai Masyumi, aktivis Muhammadiyah juga diberi posisi penting dalam bidang pemerintahan dan militer. Misalnya Saalah Yusuf Sutan Mangkuto sebagai Bupati Solok, Malik Ahmad sebagai Wakil Kepala Jawatan Sosial Sumatera Barat, Oedin diangkat sebagai Bupati Rengat, dan lain sebagainya.49 47 Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal 8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek Angkek, Kabupaten Agam. Lebih Lanjut Lihat Badruzzman B, Catatan Perjuangan H.M Yunan Nasution. (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985). 48 Hamka. Muhammadiyah-Masyumi. (Jakarta: Panjimas, 1956), Hlm. 22. 49 Fikrul Hanif Sufyan, “Penolakan Abdul Malik Ahmad Terhadap Asas Tunggal Pancasila 1982-1985”. Tesis. (Padang: Pasca Sarjana Universitas Andalas, 2011), Hlm. 93. Kesimpulan Muhammadiyah didirikan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau pertepatan dengan 18 November 1912 di Yogyakarta. Organisasi Islam ini dirintis oleh seorang ulama kauman K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923) yang bertujuan untuk memberantas taklid, bid’ah dan khurafat dan mengembangkan sekolah Islam dengan corak modern. Kemudian Muhammadiyah menyebar ke berbagai daerah. Perkembangan. Muhammadiyah di Minangkabau, berlokasi di dua tempat. Tempat pertama di sungai Batang Tanjung Sani Maninjau yang dikembangkan oleh ulama berpengaruh, yakni pendiri sendi Aman Tiang Selamat, H. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) tahun 1925. Haji Rasul mengetahui dan memperdalam Muhammadiyah setelah dipertemukan oleh A.R Soetan Mansoer (menantunya) dengan pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan sehingga terjadi diskusi hangat diantara keduanya. Tempat kedua, di Padang Panjang yang dipelopori oleh Sutan Mangkuto dan Datuk Sati yang membawa pengaruh Muhammadiyah dari Yogyakarta. Sepanjang sejarahnya Muhammadiyah Sumatera Barat jarang menyampaikan sikap kritisnya pada penguasa. Pada masa kolonial Belanda, Muhammadiyah Minangkabau yang selalu diberi subsidi, diejek oleh pelajar dari Sumatera Thawalib sebagai Penjilat Ekor Belanda (PEB). Pada masa itu memang Muhammadiyah lebih banyak memfokuskan pada pengembangan amal usaha dan mempertahankan keberadaannya. Bahkan pada masa pendudukan Jepang, AR Sutan Mansur sebagai hofdbestuur Muhammadiyah Minangkabau harus memainkan strategi ganda yang ia beri nama sistem roda ganding. [] ~ 56 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas DAFTAR PUSTAKA Arsip Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah. Daftar nama-nama utusan Komisi I dari Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat. Daftar nama-nama utusan Komisi II dari Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat. Daftar nama-nama utusan Komisi III dari Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat. Hasan Ahmad, “Sejarah Ringkas Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah Sumatera Barat Kauman Padang Panjang”, Manuskrip HMS Mintaredja, 1998, “Sekilas Sedjarah (memoire) tentang Pemerintah dan Pembentukan Partai Muslimin Indonesia.”, Manuskrip. Djakarta: Tanpa Penerbit Kemasyarakatan Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia. Laporan hasil pemilihan calon tetap anggauta PP Muhammadiyah Periode Muktamar ke 41-42. Surat keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-38 tahun 1971 di Ujung Pandang. Susunan Anggauta Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode Muktamar 41-42. Sumbangan Pemikiran Pimpinan Pusat Muhammadiyah majlis Tabligh untuk Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta. Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi. Zainul Abdin Syu’aib, “Pengantar: Praktek Pembentukan Djama’ah”, Manuskrip Surat Kabar Buya ZAS Wafat. Aktivis Muhammadiyah Sejak Masih Remaja”, Suara Muhammadiyah No.8/63 tahun 1983 Haluan tanggal 19 Desember 1951 Harian Aman Makmur tanggal 24 Februari 1968 Harian Aman Makmur tanggal 25 April 1968 Harian Aman Makmur tanggal 22 Desember 1969 Harian Aman Makmur tanggal 1 Januari 1970 Instruksi Menteri Dalam Negeri, Berita Antara tanggal 26 April 1968 Jalur Helm Muhammadiyah”, Tempo tanggal 14 Desember 1985 Keputusan Mu’tamar Muhammadijah ke-38” Suara Muhammadiyah Oktober 1971 Watak politik Muhammadiyah, Kompas tanggal 29 Juni 2010 Menghadapi Masalah Politik dan Kepartaian, Suara Muhammadiyah April 1971 Instruksi Mentri Dalam Negri, Berita Antara tanggal 26 April 1968 Muhammadijah Daerah Sum. Tengah: Dewan Banteng adalah Salurah Hati Rakjat” Haluan tanggal 4 Januari 1957 Muhammadiyah, Sambil Meraba-raba ke depan”, Tempo tanggal 14 Desember 1985 Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Pancasila Seharusnya Satu-satunya Asas Setiap Parpol, Kompas tanggal 18 Agustus 1982 Panji Masyarakat No.479 tahun 1985 Sambutan Presiden Republik Indonesia pada pembukaan Muktamar ke-39 di Padang di Singgalang tanggal 17 Januari 1975 Sinar Harapan tanggal 30 Agustus 1982 Buku : Abdul Aziz Thaba, 1996. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insani Press. A.H Nasution, 1987. Memenuhi Panggilan Tugas jilid 4. Jakarta: Gunung Agung. Azyumardi Azra, 2004 The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks of Malay-Indonesian and Middle Eastern 'Ulama' in the Seventeenth and Eighteenth Centuries. University of Hawaii Press. Azyumardi Azra, 2000. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Audrey Kahin, 20055. Dari Pemberontakan Ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia, 1926-1998. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. A. Malik Ahmad, 1985. Pemahaman Agama Menurut Islam. Kandang Ampek: Al-Hidayah. ~ 57 ~ Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016 © Labor Sejarah, Universitas Andalas Badruzzman B, 1985. Catatan Perjuangan H.M Yunan Nasution. Jakarta: Pustaka Panjimas. Deliar Noer, 1980. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia. Deliar Noer, 1983. Pengantar ke Pemikiran Politik. Jakarta: CV. Rajawali. Fikrul Hanif Sufyan, 2011. “Penolakan Abdul Malik Ahmad Terhadap Asas Tunggal Pancasila 19821985”. Tesis. Padang: Pasca Sarjana Universitas Andalas. Gusti Asnan, 2007. Memikir Ulang Regionalisme Sumatera Barat tahun 1950-an. Jakarta: Yayasan Obor. Gotscak, Louis, 1986. “Mengerti Sejarah”, Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press. Hamka, 1966. Muhammadiyah Melalui 3 Zaman. Padang Panjang: Markas Idarah Muhammadiyah. Hamka, 1961. Falsafah Hidup. Jakarta:Djaja Murni. Hamka, 1974. Muhammadiyah di Minangkabau . Jakarta: Yayasan Nurul Islam. Hamka. 1982. Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera Barat. Jakarta : Umminda. Hamka. 1956. Muhammadiyah-Masyumi. Jakarta: Panjimas. Inu Kencana & Azhari, 2005. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Ishaq Thaher. 1978. Sejarah Kebangkitan nasional Daerah Sumatera Barat. Jakarta: Depdikbud. Kuntowijoyo, 1994. Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia. Yogyakarta: Shalahuddin Press. Kuntowijoyo, 2003. Metodologi Sejarah. Yogakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. Marsden, William, 2008 Sejarah Sumatera. Jakarta: Komunitas Bambu. Marjohan, Zuhasni Hasan, dan Musriadi Musarif, 2006. Embrio Muhammadiyah Ada di Kauman Padang Panjang. Padang Panjang: Panitia Peringatan 80 Tahun Perguruan Kauman Muhammadiyah Padang Panjang. Mestika Zed dan Hasril Chaniago, 2001 Ahmad Husein Perlawanan Seorang Pejuang, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. PP Muhammadiyah, 1998. Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Solo. Yogyakarta: Persatuan. PW Muhammadiyah Sumatera Barat, 1983. Mengenal Muhammadiyah Sumatera Barat, dalam rangka Milad Muhammadiyah ke 70. Bukittinggi: PW Muhammadiyah Sumatera Barat. R.B. Khatib Pahlawan Kayo, 1991. Muhammdiyah dari Masa ke Masa di Sumatera Barat. Padang: PW Muhammdiyah Sumatera Barat. RB Khatib Pahlawan Kayo dan Marjohan, 2010 Muhammadiyah Minangkabau (Sumatera Barat) dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. Rusjdi Hamka, 1986. “Peranan Sutan Mansur dalam Kebangkitan Islam di Indonesia” dalam Etos Iman, Ilmu dan Amal dalam Gerakan Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas. Taufik Abdullah, 1987. Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta: Pustaka Panjimas. Taufik Abdullah. 1998 Sekolah dan Politik: Gerakan Kaum Muda di Sumatera Barat 1927-1933. Terj. Lindayanti dan A. Guntur. Padang : FSUA. Sutrisno Kutoyo, 1998. Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah. Jakarta: Balai Pustaka. Suwarno, 2001. Muhammadiyah Sebagai Oposisi. Yogyakarta: UII Press. Zulkifli Ampera Salim, 2005. Minangkabau dalam Catatan Sejarah yang Tercecer. Jakarta: Citra Budaya Indonesia. ~ 58 ~