seminar sehari kementerian negara pemuda dan olah raga dan

advertisement
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
MUHAMMADIYAH WILAYAH SUMATERA BARAT (1925-1950)
Dedi Asmara, M.Hum.
Staf Pengajar STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh Prodi Pendidikan Sejarah.
Email: [email protected]
Abstract
Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan yang tidak terlibat dalam politik
praktis. Hubungan antara Muhammadiyah di tingkat pusat maupun daerah dengan politik
tidak dimulai pada hari ini saja. Namun jauh pada periode sebelumnya. Demikian halnya
dengan Muhammadiyah di Sumatera Barat, dimana para aktivisnya ikut mensponsori
berdirinya partai Masyumi. Muhammadiyah di Sumatera Barat kembali dihidupkan pada masa kepemimpinan AK. Datuk Gunung Hijau dan Zainoel Abidin Syuaib yang terpilih
memimpin Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat. Pada periode berikutnya perjalanan sejarah Muhammadiyah Sumatera Barat lebih banyak diwarnai intrik politik di tingkat pusat.
Beredarnya isu asas tunggal, panasnya hubungan antara kubu Malik Ahmad dan Lukman Harun, sampai sidang pleno pada tingkat Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Solo turut mewarnai dinamika politik Muhammadiyah Sumatera Barat. Pasca Muktamar ke-41 Muhammadiyah Sumatera Barat tetap mengembangkan amal usahanya, namun ada ketakutan dari
aktivis Muhammadiyah untuk mengkritisi kebijakan pemerintah Orde Baru. Hingga akhirnya
terpilihnya Amien Rais sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah turut memberi kontribusi
terbukanya keran demokrasi dan kekritisan pimpinan Muhammadiyah Sumatera Barat. Penulisan mengenai dinamika politik Muhammadiyah Sumatera Barat ini menggunakan penulisan
metode sejarah yang terdiri dari heuristik (pengumpulan sumber), kritik (untuk mencari otensitas dan kredibilitas data), interpretasi (pemahaman terhadap teks), dan diakhiri dengan historiografi (penulisan sejarah).
Kata kunci: Muhammadiyah, Revolusi, Minangkabau
~ 46 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
Pendahuluan.
Lahirnya Muhammadiyah di Pekalongan, Haji Rasul timbul keinginannya
untuk mendirikan Muhammadiyah di
Minangkabau. Sepulangnya Haji Rasul ke
kampung halamannya nagari Sungai Batang Tanjung Sani, Maninjau, ia dibantu
Marah Intan, Datuk Majolelo dan Sutan
Marajo, mulai mengadakan musyawarah
dengan pemuka masyarakat Nagari
Sungai Batang. tanggal 29 Mei 1925 diambil keputusan untuk mendirikan Cabang
Muhammadiyah di Nagari Sungai BatangTanjung Sani. Sebelumnya pun di tempat
ini sudah berdiri suatu perkumpulan yang
bernama Sendi Aman Tiang Selamat yang
didirikan Haji Rasul, dan Haji Rasul
meminta mengganti namanya dengan
Muhammdiyah dan meminta pengakuan
sebagai bagian cabang Yogyakarta.1
Beberapa tahun kemudian, Muhammadiyah berkembang dengan pesat.
Perkembangan tersebut ditandai dengan
berdirinya organisasi wanita Muhammadiyah yaitu Aisyiyah. Selain itu organisasi baru juga muncul yang bernama Hizbul Wathan. Kedua organisasi tersebut
berperan cukup besar dalam kemaslahatan
umat.
Ketika Jepang menguasai Indonesia, sekolah yang bernuansa keagamaan
diberi kelonggaran oleh Jepang. Kebijakan
Jepang yang agak kondusif tersebut menjadikan Muhammadiyah semakin gencar
dengan mengembangkan pendidikan
keagamaan. Ketika Jepang bertekuk lutut
dan akhirnya menyerah kepada sekutu,
situasi demikian membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk memerdekakan
diri belengu penjajahan. Usaha untuk menyatakan kemerdekaan melalui proklamasi kemerdekaan berhasil pada tanggal
17 Agustus 1945.
Namun beberapa bulan kemudian,
sekutu masuk Indonesia dan diboncengi
1
Hamka,
Muhammadiyah
Di
Minangkabau (Jakarta: Yayasan Nurul Islam,
1974), Hlm 15.
oleh NICA Belanda. Keadaan yang tidak
dinginkan oleh rakyat Indonesia pada
waktu itu menimbulkan perlawanan terhadap sekutu dan NICA Belanda. Perlawanan yang dilakukan oleh segenap unsur
rakyat Indonesia termasuk organisasi Muhammadiyah. Organisasi ini membentuk
kelasykaran rakyat yang dinamakan Hizbullah.
Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah di Minangkabau.
Lahirnya Muhammadiyah di Minangkabau tidak terlepas dari jasa besar
Haji Rasul (Haji Abdul Karim Amrullah).
Keberangkatan Haji Rasul ke tanah jawa
untuk menjenguk putrinya Fatimah isteri
dari AR. Sutan Mansoer. AR. Sutan
Mansoer ternyata aktif dalam gerakan
Muhammadiyah dan diserahi tugas memegang ketua Muhammadiyah Cabang
Pekalongan.2
Melihat pesatnya perkembangan
Muhammadiyah di Pekalongan, Haji
Rasul timbul keinginannya untuk mendirikan Muhammadiyah di Minangkabau.
Sepulangnya Haji Rasul ke kampung halamannya nagari Sungai Batang Tanjung
Sani, Maninjau, ia dibantu Marah Intan,
Datuk Majolelo dan Sutan Marajo, mulai
mengadakan musyawarah dengan pemuka masyarakat Nagari Sungai Batang. Pada tanggal 29 Mei 1925 diambil keputusan
untuk mendirikan Cabang Muhammadiyah di Nagari Sungai Batang-Tanjung
Sani. Sebelumnya pun di tempat ini sudah
berdiri suatu perkumpulan yang bernama
Sendi Aman Tiang Selamat yang didirikan
Haji Rasul, dan Haji Rasul meminta
mengganti namanya dengan Muhammdiyah dan meminta pengakuan sebagai bagian cabang Yogyakarta.3
2
Hamka,
Muhammadiyah
Di
Minangkabau (Jakarta: Yayasan Nurul Islam,
1974), Hlm 14.
3
Hamka,
Muhammadiyah
Di
Minangkabau (Jakarta: Yayasan Nurul Islam,
1974), Hlm 15.
~ 47 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
Perkembangan Muhammadiyah di
Maninjau selanjutnya didukung sepenuhnya oleh bantuan finansial dari saudagar dari rantau. Namun organisasi modernis ini mendapat tantangan dan
cemoohan dari kaum merah Sumatera
Thawalib yang mengatakan Muhammadiyah sebagai Penjilat Ekor Belanda
(PEB).4 Sebutan ini didasari kenyataan
bahwa Muhammadiyah di Jawa menerima subsidi dari pemerintah kolonial.
Selain di sungai Batang Tanjung
Sani Maninjau, Muhammadiyah juga didirikan di Padang Panjang yang resmi
berdiri tanggal 2 Juni 1926. Proses
berdirinya persyarikatan ini di Padang
Panjang diawali hasil rapat umum
masyarakat yang mendukung berdirinya
Muhammadiyah bertempat di rumah Haji
Abdul Karim Amrullah.5 Secara administrasi, organisasi Cabang Muhammadiyah
yang mendapat pengesahan dari hoofdbestur
Muhammadiyah Yogyakarta adalah Muhammadiyah Cabang Padang Panjang
dengan besluit H.B No. 36 tanggal 20 Juli
1927.6
Adapun susunan pengurus Muhammadiyah Cabang Padang Panjang
dari hasil rapat tersebut terdiri dari: Saalah
Yusuf Sutan Mangkuto (Ketua), Datuk
Sati (Wakil Ketua), A. Wahid R (Sekretaris), St. Saidi (Bendahara). Setelah terpilihnya pengurus mulailah Muhammadiyah mengadakan konsolidasi dan musyawarah untuk memantapkan organisasi.7
4
Peb Adalah Singkatan Dari Politische
Economische Bond Sebuah Partai Politik
Kanan Pemerintah Kolonial, Beranggotakan
Pegawai-Pegawai Pemerintah.
5
R.B. Khatib Pahlawan Kayo, Muhammdiyah Dari Masa Ke Masa Di Sumatera Barat. (Padang: Pw Muhammdiyah
Sumatera Barat, 1991), Hlm. 4
6
Deliar Noer, Gerakan Islam Modern Di Indonesia 1900-1942. (Jakarta: Lp3es, 1996).
7
R.B. Khatib Pahlawan Kayo, Muhammdiyah Dari Masa Ke Masa Di Sumatera Barat. (Padang: Pw Muhammdiyah
Sumatera Barat, 1991), Hlm. 5
Setelah berdirinya Muhammadiyah Cabang Padang Panjang, persyarikatan ini mulai mendirikan beberapa organisasi
otonom yang ada di bawahnya, seperti
Aisyiyah, Hizbul Wathan (HW), dan Penolong Kesengsaraan Oemat (PKO).
Aisyiyah di Sumatera Barat.
Menurut Hasan Ahmad, salah
seorang sesepuh Muhammadiyah menyatakan bahwa Aisyiyah di Sumatera Barat
ditumbuhkan sedikit lebih kemudian dari
tumbuhnya Muhammadiyah. Mengenai
pimpinan Aisyiyah pertama di Sumatera
Barat adalah Ummi Hindun Shahih dan
Ummi H. Fatimah Latif.8 Pesatnya
perkembangan Aisyiyah di Sumatera Barat disebabkan karena kaum wanita telah
menyadari bahwa untuk memperjuangkan
taraf kehidupan mereka dibutuhkan suatu
organisasi yang mampu membina dan
mengarahkan mereka pada taraf yang
lebih baik. Di samping itu, mayoritas penganut Islam beraliran modernis ini menyokong perjuangan dan perkembangan
organisasi Aisyiyah.
Bertepatan dengan usaha Aisyiyah
dan Muhammadiyah untuk mengembangkan organisasi keluar daerah Jawa,
Haji Abdul Karim Amrullah sedang berada di Jawa dalam rangka mengunjungi
anaknya Fatimah yang berada di Pekalongan. Setelah kembali dari Jawa, dia mengubah organisasi lokal yang telah berdiri di
Sungai Batang, yaitu Sendi Aman Tiang
Selamat menjadi cabang Muhammadiyah
pada tahun 1925.9
Seiring dengan berdirinya Muhammadiyah di Sumatera Barat pada tahun 1925, setahun kemudian cabang
Aisyiyah yang pertama di Sumatera Barat
berdiri di Sungai Batang pada tahun 1926.
8
Pw Muhammadiyah Sumatera Barat.
Mengenal Muhammadiyah Sumatera Barat,
Dalam Rangka Milad Muhammadiyah Ke
70. (Bukittinggi: Pw Muhammadiyah Sumatera Barat, 1983), Hlm. 9.
Ishaq Thaher. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatera Barat. Jakarta: Depdikbud, 1978), Hlm. 77-78
9
~ 48 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
Anggota pertama dari organisasi tersebut
adalah Dariah (istri dari Haji Abdul Karim
Amrullah) dan adiknya Hafsah.10 Kembalinya Fatimah Abdul Karim Amrullah
(istri A. R Sutan Mansur) dari Pekalongan
pada pertengahan tahun 1927, Aisyiyah
cabang Sungai Batang Maninjau mulai
berkembang.11 Sewaktu berada di Pekalo
ngan, Fatimah aktif setiap kegiatan yang
dilaksanakan organisasi Aisyiyah setempat, terutama dalam membina kehidupan
kaum wanita. Misalnya mengadakan
pengajian, kesehatan, dan pengetahuan
rumah tangga. Sehingga Fatimah Abdul
Karim Amrullah berusaha untuk
memajukan Aisyiyah di Sungai Batang,
seperti yang pernah ikuti di Pekalongan.
Pada tahun 1927 itu organisasi Aisyiyah
cabang Sungai Batang mulai berdiri
sendiri.
Aisyiyah cabang Sungai Batang
berdiri tahun 1927, maka susunan pengurus pada saat itu adalah Hafsah sebagai
ketua, Aisyiah sebagai sektretaris, Jamilah
sebagai bendahara, sedangkan anggotanya
antara lain Dariah, Maimunah, Siti Raham, Ramisan, dan Fatimah Abdul Karim
Amrullah.12 Reaksi atas kehadiran Aisyiyah di Sumatera Barat tidak terlepas dari
reaksi masyarakat di daerah ini terhadap
Muhammadiyah, karena Aisyiyah merupakan bagian dari Muhammadiyah.
Pada awal berdirinya Aisyiyah di
Sumatera Barat, lebih berkembang di daerah pedesaan dari pada di kota seperti Padang Panjang, Bukittinggi dan Payakumbuh. Keberhasilan dari negari tersebut
tergantung pada kemampuan organisasi
Taufik Abdullah. Sekolah Dan Politik:
Gerakan Kaum Muda Di Sumatera Barat 19271933. Terj. Lindayanti Dan A. Guntur. (Padang
: Fsua, 1988), Hlm. 102.
tersebut mempengaruhi otoritas adat,
pedagang, perantau, atau guru agama.
Hal ini dapat dilihat dari perkembangan
Aisyiyah di Sungai Batang. Aisyiyah dan
Muhammadiyah tidak secara langsung
menentang otoritas adat yang ada di daerah tersebut, tetapi untuk mencapai posisi
di tengah masyarakat, Aisyiyah bekerjasama dengan penghulu mengunakan sistem adat untuk memperluas gerakan
mereka.
Usaha yang dilakukan itu membawa hasil yang baik kepada Aisyiyah, karena perhatian masyarakat semakin besar
terhadap organisasi tersebut, sehingga
jumlah anggota Muhammadiyah dan
Aisyiyah semakin bertambah jumlahnya.
Pada April tahun 1927 diperkirakan
jumlah anggota yang terdaftar di Muham
madiyah adalah 600 orang, anggota Aisyiyah berjumlah 512 orang, kemudian 8 bulan setelah itu jumlah anggota Muhammadiyah dan Aisyiyah bertambah lebih
dua kali lipat, yaitu 2.440 orang, separoh
dari jumlah anggota tersebut adalah anggota Aisyiyah.13
Pada tahun 1929 Aisyiyah Sumatera Barat hanya berjumlah 7 cabang, yaitu
Sungai Batang Tanjung Sani, Padang Panjang, Simabur, Bukittinggi, Padang (luar
kota), Pariaman dan Lakitan Pesisir Selatan.14 Kemudian menjelang kongres
Aisyiyah di Bukittinggi dilaksa nakan,
jumlah cabang dan organisasi tersebut
meningkat menjadi 19 cabang dan ranting.15
Hizbul Wathan di Sumatera Barat.
Hizbul Wathan (HW)16 pertama
kali terbentuk di Minangkabau di Sungai
10
11
Taufik Abdullah. Sekolah Dan Politik: Gerakan Kaum Muda Di Sumatera Barat
1927-1933. Terj. Lindayanti Dan A. Guntur.
(Padang : Fsua, 1988), Hlm. 102.
Hamka. Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H.
Abdul Karim Amrullah Dan Perjuangan Kaum
Agama Di Sumatera Barat. (Jakarta : Umminda,
1982), Hlm. 184.
12
13
Hamka. Ayahku: Riwayat Hidup Dr.
H. Abdul Karim Amrullah ..., Hlm. 184.
14
Hamka. Ayahku: Riwayat Hidup Dr.
H. Abdul Karim Amrullah…, Hlm. 225.
Asrul Juita. “Aisyiyah Di Sumatera
Barat (1926-1942)”. Skripsi (Padang: Fakultas
Sastra Unand, 1991), Hlm. 25.
15
16
Nama Hizbul Wathan Sebenarnya Berasal Dari Nama Sebuah Partai Politik Di
Mesir Yang Didirikan Oleh Mustafa Kamil
~ 49 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
Batang Maninjau tahun 1927 yang
dipelopori tokoh-tokoh Muhammadiyah
Minangkabau diantaranya Haji Yusuf
Amrullah dan Syekh M. Jamil Jaho.
Berdirinya
Hizbul
Wathan
di
Minangkabau, dibarengi dengan situasi
pertentangan antara kaum muda dan
kaum muda, serta adanya penetrasi dari
pemerintah Kolonial Belanda. Peristiwa
terjadi setelah pemberontakan Silungkang
tahun 1927. Pemerintah melarang setiap
kegiatan yang berbau politik dan mencurigai setiap gerak-gerik yang dilakukan
oleh organisasi-organisasi.
Perkembangan
HW
di
Minangkabau pada awalnya tidaklah
sempurna. Hal ini terlihat dari banyaknya
anggota yang berusia dewasa, sehingga
Haji Rasul mengatakan masih banyaknya
yang mencemooh dan mencela Pandu
HW. Pada masa itu, pemerintah kolonial
sering melakukan penangkapan terhadap
HW dengan alasan melakukan barisan
tanpa izin dan diikuti oleh orang-orang
dewasa.17
Tahun 1984. Partai Ini Berjuang Untuk
Memperoleh Kemerdekaan Bagi Bangsa
Mesir, Nama Ini Sesuai Dengan Ucapan
Agama. “Mencintai Tanah Air Adalah Sebahagian Dari Iman”Muhammadiyah Sebagai
Organisasi Sosial Keagamaan Sudah Memiliki Gerakan Kepanduan Muhammadiyah
Yang Pada Awalnya Dinamakan Dengan
Padvinders Muhammadiyah, Padvinders
Muhammadiyah Didirikan Oleh Kh. Ahmad
Dahlan Setelah Beliau Melihat Kegiatan
Kepanduan Zending Kristen Di Alun-Alun
Mangunkunegoro. Pada Tahun 1920 Dalam
Sebuah Sidang Pengurus H. Hadjid
Mengusulkan Nama Yang Cocok Untuk
Padvinders Muhammadiyah Adalah Hizbul
Wathan Yang Berarti Pembela Tanah Air.
Sidangpun Menerima Usulan Tersebut Dan
Resmilah Padvinders Muhammadiyah
Diganti Dengan Hizbul Wathan Serta Tahun
1920 Dijadikan Sebagai Tahun Berdirinya
Hizbul Wathan.
17
Hamka, Islam Dan Adat Minangkabau. (Jakarta: Panjimas, 1984),Hlm. 238.
Setelah berdirinya Muhammadiyah
di Sungai Batang Sani dan di Padang Panjang, mulailah bermunculan cabangcabang Muhammadiyah lainnya di
Minangkabau berturut-turut di Simabur
Tanah Datar 27 Juli 1927, di Bukittinggi
20 Juli 1928, di Kurai Taji 25 Oktober
1929 dan di Kubang Kabupaten 50 Kota
25 Desember 1929.18
Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi
Pada tahun 1929 berlangsung kongres Muhammadiyah ke-18 di Solo. Kongres ini banyak dihadiri oleh anggota Muhammadiyah Minangkabau. Ketika membicarakan tentang tempat pelaksanaan
kongres yang selanjutnya, Haji Fakhruddin langsung mengusulkan supaya Kongres ke-19 diadakan di Minang-kabau.19
Namun sebelum kongres ke-19 dilaksanakan, Haji Fakruddin menghembuskan nafas terakhirnya.
Pada bulan Juli 1929 diadakanlah
konferensi Muhammadiyah ke-IV di
Simabur. Keputusan yang diambil adalah
Kongres Muhammadiyah ke-19 diadakan
di Minangkabau bertempat di Bukittinggi.
Penyelenggaraan Kongres ke-19 di
Bukittinggi merupakan bukti keberhasilan
suksesnya Muhammadiyah mengembangkan sayapnya di Minangkabau.
Alasan pemilihan Minangkabau sebagai
daerah penyelenggaraan karena daerah ini
kaya dengan ulama-ulama modernis dan
masyarakatnya cepat menerima pembaruan Islam. Di samping itu perkembangan
Muhammadiyah Minangkabau dinilai
jauh lebih pesat dari Jawa.20
18
R.B. Khatib Pahlawan Kayo, Muhammdiyah Dari Masa Ke Masa Di Sumatera Barat. (Padang: Pw Muhammdiyah
Sumatera Barat, 1991), Hlm. 4.
19
Dr. Hamka, Muhammadiyah Di
Minangkabau (Jakarta: Yayasan Nurul Islam,
1974), Hlm. 42.
20
Sebelumnya, Pada Bulan Juli 1929,
Diadakan Konferensi Di Simabur Dan
Memutuskan Bahwa Kongres Muhammadiyah Ke-19 Ditempatkan Di Bukittinggi.
~ 50 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
Suasana pembukaan kongres Muhammadiyah yang meriah itu, dideskripsikan lebih lanjut oleh Hamka dalam karya
historiografinya. Utusan tiap-tiap daerah
diminta mengenakan pakaian daerah masing-masing pada malam pembukaan kongres.21 Seruan itu pun dipatuhi oleh semua
utusan. Hamka menuturkan bahwa utusan
Kuala Kapuas memakai pakaian adat
Dayak, Haji Yunus Jamaluddin dari
Bengkulu memakai Saluk Timba, Sutan
Perpatih dari Muara Aman memakai pakaian Rejang, dan utusan dari Makasar
memakai lenso celana pendek, sarung
bugis yang disisipi sebilah badik.22 Sementara panitia penyelenggara kongres, seperti
Sutan Mansur memakai kopiah bulat
berkerut hitam, Hamka memakai pakaian
adat penghulu Batipuh. Lebih dari dua
puluh orang utusan cabang-cabang memakai pakaian adat Minangkabau.
Kongres Muhammadiyah ke-19
mengambil satu keputusan penting, yakni
tiap-tiap daerah Keresidenan dibentuk
Wakil Pengurus Besar yang diberi gelar
Consul.23 Consul itu diusulkan dari Konferensi Daerah dan ditetapkan kemudian oleh
PB Muhammadiyah Yogyakarta. Sejak
penyelenggaraan kongres itu, status
Cabang Muhammadiyah Padang Panjang
naik menjadi Consul Hoofd-Bestuur (H.B)
Ketika Itu Di Minangkabau Telah Terdiri
Dari 27 Cabang Muhammadiyah. Hamka,
Muhammadiyah Di Minangkabau. (Jakarta:
Yayasan Nurul Islam, 1974), Hlm. 25.
21
Rusjdi Hamka, “Peranan Sutan Mansur Dalam Kebangkitan Islam Di Indonesia”
Dalam Etos Iman, Ilmu Dan Amal Dalam
Gerakan Islam. (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1986), Hlm. 24-28.
22
Lebih Lanjut Lihat Hamka, Muhammadiyah Di Minangkabau..., Hlm. 26-28.
23
Aisyiah Rasyid, Wawancara Tanggal
2 Januari 2010 Di Ponpes Al-Hidayah Lubuk
Bonta, Pariaman. Lihat Juga Dalam Rb Khatib Pahlawan Kayo Dan Marjohan, Muhammadiyah Minangkabau (Sumatera Barat)
Dalam Perspektif Sejarah. (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2010), Hlm. 307.
Muhammadiyah Minangkabau. Berikut
susunan Pengurus Consul Muhammadiyah
Minangkabau periode 1930-1942
Consul
AR Sutan Mansur
Hoofdbestuur
Sekretaris
Abdullah Kamil
Majelis
Consul
Wk.Sekretaris RI Dt. Sinaro Panjang
Anggota
S.Y Sutan Mangkuto
Hamka
Oedin (Kurai Taji)
Marzuki Yatim
Ya’cub Rasjid
A. Malik Ahmad
Samik Ibrahim
Haroen el-Maany24
Pada masa kepemimpinan AR Sutan
Mansur dilakukan beberapa terobosan
penting, diantaranya mengembangkan
metode pengkaderan melalui debating club,
mengembangkan amal usaha, dan mendirikan cabang dan ranting di seluruh
Minangkabau. Buya Sutan Mansur dengan metode diskusi khasnya debating club,
berupaya mendidik kader-kader yang
nantinya mampu melanjut-kan cita-cita
Muhammadiyah. Adapun kader-kader
yang dididik pada masa itu, antara lain
Malik Ahmad, Abdullah Kamil, Yakub
Rasyid, Marzuki Yatim, Hamka, Abdul
Malik Sidik, dan M. Zein Djambek.25
Kader-kader terdidik ini, secara berkala sekali dalam seminggu mengadakan
diskusi di bawah asuhan Sutan Mansur.
Setelah lulus pengkaderan (1928), pemudapemuda ini diberi kesempatan untuk
24
Rb Khatib Pahlawan Kayo Dan
Marjohan, Muhammadiyah Minangkabau
(Sumatera Barat) Dalam Perspektif Sejarah.
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010),
Hlm. 305.
25
Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal
8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek
Angkek, Kabupaten Agam.
~ 51 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
mengembangkan ilmu yang diperoleh.26
Mereka dianjurkan untuk meninggalkan
Minangkabau atau setidak-tidaknya ke
daerah Minangkabau yang belum dimasuki pengaruh Muhammadiyah, mempraktekan apa yang mereka dapat dari guru
mereka dan mengembangkan ide-ide yang
dibawa Muhammadiyah.
Setelah
terbentuknya struktur organisasi dan pengurus, Pimpinan Consul Muhammadiyah
Padang Panjang selanjutnya membeli Hotel Merapi seharga f.250 di Guguk Malintang. Setelah pimpinan Muhammadiyah
membeli bangunan dan tanah seluas dua
hektar itu, maka komplek ini dinamakan
Komplek Perguruan Muhammadiyah
Kauman Padang Panjang.27 Langkah
berikutnya yang dilakukan Consul Muhammadiyah Mi-nangkabau adalah
mendirikan Tabligh School Muhammadiyah (bagian putra) tahun 1931.28 Tabligh
School Muhammadiyah didirikan berdasarkan permintaan beberapa daerah seperti Aceh, Tapanuli, Sumatera Selatan, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan untuk
mengirim calon-calon pendidik dan pemimpin yang mampu menggerakkan amal
usaha Muhammadiyah. Direktur pertama
di sekolah menengah Muhammadiyah ini
adalah Hamka.
Setahun berjalan, aktivitas sekolah ini
terhenti karena tidak mendapat izin tertulis
dari pemerintah Belanda. Pada tahun
1935, beberapa orang alumni Thawalib
dan Diniyah Padang Panjang menemui
Hamka, seperti Abdullah Kamil, dan Ra26
Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal
8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek
Angkek, Kabupaten Agam.
27
Lebih Lanjut Lihat Marjohan, Zuhasni
Hasan, Dan Musriadi Musarif, Embrio Muhammadiyah Ada Di Kauman Padang Panjang. (Padang Panjang: Panitia Peringatan 80
Tahun Perguruan Kauman Muhammadiyah
Padang Panjang, 2006), Hlm. 4.
28
Lebih Lanjut Lihat “Laporan
Perkembangan Madrasah Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah Padang Panjang Sumatera Barat,” Lokakarya Se-Indonesia Di Yogyakarta Tanggal 25-28 November 1994, Hlm. 6.
syid Idris Dt. Sinaro Panjang. Mereka
meminta Hamka untuk mengaktifkan
kembali Tabligh School Muhammadiyah.
Selanjutnya
dalam
Konferensi
Minangkabau ke-11 Tahun 1936 di Sungai
Batang Maninjau, antara lain memutuskan
Tabligh School dijadikan Sekolah Menengah Atas 3 tahun dengan nama Kulliyatul
Muballighin Muhammadiyah, sebagai
kepala sekolah ditunjuklah Buya Hamka.29
Sehubungan dengan ini, atas desakan
murid-murid Madrasatun Niswah (Tsanawiyah Putri) yang didirikan tanggal 1 Juni
1929 dan Tsanawiyah Putra tanggal 1
Januari 1935, masing-masing dipimpin
oleh Djohan Nurdin dan A. Malik Ahmad, untuk dapat mendirikan sekolah
menengah atas bagian putri.30 Maka pada
tanggal 15 Januari 1938 didirikanlah
Tabligh Scool Putri dengan pimpinannya
A. Malik Ahmad. Pada perkembangan
berikutnya berganti nama menjadi Kulliyatul Muballighat (1941).31
Muhammadiyah Minangkabau Masa
Pendudukan Jepang
Sebelum masuknya Jepang ke Indonesia, terjadi penyerangan terhadap
Kepulauan Riau tanggal 14 Desember
1941, penyerangan dilakukan di Tarempa
(ibu kota distrik Siantan terletak di laut
Cina Selatan). Akibat penyerangan itu
menewaskan 148 orang penduduk, 363
Zamri Muis, “Tinjauan Terhadap
Aspek-Aspek Manajemen Pendidikan Di
Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah Padang Panjang”, Skripsi. (Batusangkar: Iain
Al-Jamiah Imam Bonjol, 1990), Hlm. 19.
30
Hasan Ahmad, “Sejarah Ringkas
Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah Sumatera Barat Kauman Padang Panjang”,
Manuskrip. (Tanpa Kota Terbit: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), Hlm. 1.
29
Tujuan Pendirian Kulliatul Muballigin
Antara Lain Adalah Membentuk Mubalig
Yang Sanggup Melaksanakan Dakwah Dan
Menjadi Khatib Jumat, Menghasilkan Guru
Sekolah Menengah Tingkat Tsanawiyah Dan
Membentuk Kader Pemimpin Muhammadiyah Dan Pemimpin Masyarakat Pada
Umumnya.
31
~ 52 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
cidera dan kota Tarempa menjadi setengah
hancur.32 Sejak saat itu terjadi peralihan
kekuasaan dari Belanda kepada pemerintah pendudukan Jepang. Sementara itu
dampak pertempuran itu meluas hingga ke
Sumatera Barat. Maka sejak 15 Februari
1942 seluruh aktivitas di Komplek
Perguruan dihentikan.33
Suasana tidak kondusif itu hanya berlangsung sebentar. Pada bulan Mei 1942,
aktivitas di Komplek Kauman Padang
Panjang mulai pulih, seiring telah amannya situasi di Padang Panjang.34 Pada tahun
itu, seluruh sekolah Muhammadiyah hanya mengajarkan ilmu keislaman dan Bahasa Jepang. Pulihnya proses pembelajaran di Kauman Padang Panjang, tidak lepas dari peran Buya Sutan Mansur yang
memainkan siasat roda gending dua.35
Artinya Buya Sutan Mansur mengakomadasi aturan pemerintah pendudukan Jepang, sepanjang tidak bertentangan
dengan akidah, demi lancarnya amal
usaha Muhammadiyah. Pada masa itu,
PB Muhammadiyah Yogyakarta telah
mengubah rumusan tujuan awalnya,
dengan tujuan mengakomodasi keinginan
pemerintah pendudukan Jepang.
1. Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang
selaras dengan tuntunannya.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Sejarah Daerah Riau. (Jakarta:
Depdikbud, 1982), Hal. 186.
32
33
Marjohan, Zuhasni Hasan, Dan
Musriadi Musarif, Embrio Muhammadiyah
Ada Di Kauman... Hlm. 13.
34
Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal
8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek
Angkek, Kabupaten Agam.
35
Siasat Roda Gending Dua Yang Dimaksud Disini Adalah Sikap Akomodatif
Pimpinan Muhammadiyah Untuk Menerima
Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang,
Asalkan Tidak Bertentangan Dengan Tauhid.
Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal 8 April
2012 Di Tanjung Medan Ampek Angkek,
Kabupaten Agam.
2. Hendak melakukan pekerjaan
kebaikan umum
3. Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi
pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya. Kesemuanya
itu ditujukan oleh berjasa mendidik masyarakat ramai.36
Selain itu, untuk memajukan
pengajaran di Kauman Padang Panjang,
tanggal 5 Maret 1943 pimpinan Muhammadiyah membentuk Majelis Idarah
(Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, sekarang).37 Majelis Idarah merupakan
pimpinan kolektif dari seluruh amal usaha
pendidikan yang ada di Kauman Padang
Panjang, seperti Madrasah Ibtidaiyah,
Tsanawiyah Putra dan Putri, Kulliyatul
Muballighin, dan Kulliyatiul Muballighat.
Sejak terbentuknya pimpinan kolegial
tersebut, aktivitas pendidikan di Kauman
Padang Panjang semakin pesat. Majelis
Idarah berupaya menciptakan iklim pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi
zaman pada masa itu. Setelah terbentuknya pimpinan Majelis Idarah, pada
tanggal 5 Mei 1943 Malik Ahmad diangkat sebagai Kepala Pengajaran Muhammadiyah Padang Panjang, dengan tugas sebagai berikut.
1. Membangun kembali
sekolah-sekolah di daerah
2. Menguatkan semangat
hizbullah dalam jantung
murid-murid, wali, serta pimpinan.
3. Mendirikan gedung Kulliyatul
Muballighin dan sekolah tinggi
36
Hasan Ahmad, Wawancara
Tanggal 8 April 2012 Di Tanjung Medan
Ampek Angkek, Kabupaten Agam. Lihat Juga Dalam Ensiklopedi Muhammadiyah. (Jakarta: Pp Muhammadiyah, 2005), Hlm. 65.
37
Madrasah Kulliyatul Muballighien
Muhammadiyah Padang Panjang..., Hlm. 16.
~ 53 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
4. Melatih guru-guru sesuai
dengan jiwa zaman dan jiwa
organisasi.38
Kondisi ekonomi yang sulit pada
masa pendudukan Jepang, tidak menyurutkan semangat dan pengabdian guru
di Kauman Padang Panjang. Gaji yang
diberikan Muhammadiyah tidak cukup
untuk membiayai keluarga, maka sebagian
guru berinisiatif mengantarkan keluarganya ke daerah masing-masing. Satu-satunya
cara mengatasi situasi sulit saat itu dengan
menjalin kebersamaan dengan guru. Meskipun hanya sarapan pagi dengan bubur
putih dan siang harinya makan nasi
dengan sambal cabai, tidak menurunkan
semangat guru-guru tersebut.39
Pada masa kepemimpinan Malik
Ahmad, Muhammadiyah Minangkabau
telah mengelola amal usaha pendidikan,
seperti Forebel School (taman kanak-kanak),
Madrasah Ibtidaiyah, HIS Med de Quran,
Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah,
dan Kulliyatul Muballighin.40 Sementara itu,
pada masa pendudukan Jepang, beberapa
pemuka Muhammadiyah Minangkabau
dipercaya untuk memimpin organisasi
bentukan Jepang, diantaranya Saalah
Yusuf Sutan Mangkuto dan Oedin memimpin Gyu Gun Tyo Sa Ngi Kai, Buya Sutan Mansur menjadi anggota Dewan Perwakilan Sumatera (Tyo Sa Ngi Ru), dan
Malik Ahmad menjadi Komandan Bo Go
Dan Tyo.41
Muhammadiyah Sumatera Barat Masa
Kemerdekaan.
38
Madrasah Kulliyatul Muballighien
Muhammadiyah Padang Panjang..., Hlm. 17.
39
Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal
8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek
Angkek, Kabupaten Agam.
40
Marjohan, Zuhasni Hasan, Dan
Musriadi Musarif, Embrio Muhammadiyah
Ada Di Kauman... Hlm. 8.
41
Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal
15 Juni 2012 Di Tanjung Medan, Ampek
Angkek Kabupaten Agam.
Pada masa awal kemerdekaan, aktivis Muhammadiyah Sumatera Barat
larut dalam perjuangan dalam usaha
mempertahankan
kemerdekaan.
Berdasarkan
instruksi
dari
PB
Muhammadiyah Yogyakarta kepada
Consul Muhammadiyah Minangkabau,
pada tahun 1945 diminta untuk merekrut
pemuda-pemuda
dalam
barisan
Hizbullah.
Zainoel Abidin Syu’aib
bersama A. Malik Ahmad dan Samsuddin
Ahmad pada masa itu turut aktif
membidani lahirnya barisan Hizbullah di
Padang Panjang. Syarat untuk menjadi
anggota Hizbullah pada masa itu adalah
berumur 17 tahun dan mau ikut berperang
mempertahankan kemerdekaan. Namun
pada masa itu banyak ditemukan pemuda
yang berumur di bawah 17 tahun karena
kuatnya keinginan mereka untuk ikut bela
negara.42
Ketika Agresi Militer Belanda I meletus, pada tanggal 27 Juli 1947
Residen Mr. Sutan Mohd Rasyid dan
Komandan Divisi IX Banteng Ismail Lengah menghimpun seluruh pemimpinpemimpin rakyat, para pemuda, dan pemimpin partai. Dalam pertemuan itu, Residen meminta supaya langkah perjuangan
untuk disatukan. Pertemuan ini juga
dihadiri oleh Wakil Presiden Drs. Moh.
Hatta. Dari realisasasi pertemuan itu, disepakati rencana pembentukan Front Pertahanan Nasional (FPN). Pada tanggal 30
Juli 1947 terbentuklah Front Pertahanan
Nasional (FPN) yang diketuai Buya
Hamka, sekretarisnya Khatib Sulaiman,
Rasuna Said, Oedin, dan Karim Halim.43
Setelah memasuki masa pengakuan
kedaulatan RI, aktifitas Mu-hammadiyah
42
Latifah Anum, Wawancara Tanggal
15 Juni 2012 Di Batuhampar Kabupaten 50
Kota.
43
BPNK Terdiri Dari Badan-Badan
Yang Tergabung Dalam Fpn. Lebih Lanjut
Lihat Departemen Penerangan, Republik
Indonesia Propinsi Sumatera Tengah
(Jakarta: Kementerian Penerangan, Tanpa
Tahun) Hlm.173- 175.
~ 54 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
Daerah Sumatera Tengah mulai menggeliat. Pada masa periode kepemimpinannya, Hamka dan Zainoel Abidin
Syu’aib tourne (berkunjung) ke daerahdaerah dalam rangka menghidupkan ranting dan cabang Muhammadiyah yang
wilayahnya meliputi Sumatera Barat,
Riau, dan Jambi. Berikut susunan pimpinan Muhammadiyah Sumatera Tengah
periode 1946-1950:
Ketua : H.Abdul Malik Karim Amrullah
Sekretaris : RI Dt. Sinaro Panjang
Anggota : S.Y. Sutan Mangkuto
Marzuki Yatim
Zainoel Abidin Syu’aib
Duski Samad
Malik Sidik
Abdullah Kamil
Iskandar Zulqarnaini
Ketua Majelis Pendidikan :
A. Malik Ahmad
Ketua Majelis Aisyiyah
:
Diniyah Sidik
Ketua Hizbul Wathan
:
Hasan Ahmad44
Muhammadiyah Sumatera Barat dan
Masyumi.
Setelah
diproklamasikan
kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus
1945 para pemimpin politik yang berada di
Jakarta disibukkan dengan tugas menata
kehidupan bangsa. Untuk menghadapi
kondisi politik yang terjadi dalam Negara
yang baru merdeka, diperlukan suatu
keputusan politik yang dapat mengikat seluruh potensi golongan dalam masyarakat.
Keputusan tersebut dikenal dengan
Maklumat Pemerintah yang dikeluarkan
oleh Moh Hatta dengan nomor : X tanggal
3 November 1945.45
44
Rb Khatib Pahlawan Kayo Dan
Marjohan, Muhammadiyah Minangkabau
(Sumatera Barat) Dalam Perspektif Sejarah.
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010),
Hlm. 304-305.
45
Lebih Lanjut Lihat Maklumat
Pemerintah No. X Tanggal 3 Nov 1945.
Maklumat pemerintah itu berisikan
anjuran kepada seluruh masyrakat untuk
membentuk suatu wadah persatuan yang
dimanifestasikan dalam partai politik dan
barisan perjuangan. Pembentukan partai
politik dan barisan perjuangan adalah untuk menjaga keseimbangan politik dalam
kehidupan Negara yang baru merdeka.
Umat Islam menghendaki supaya ada wadah penampung aspirasi politik umat, sehingga cita-cita perjuangan dapat tercapai.
Keinginan dan cita-cita umat Islam inilah
yang melatarbelakangi pembentukan suatu
partai politik berdasarkan Islam di berbagai
pelosok daerah di seluruh Indonesia
umumnya dan di Sumatera Barat khususnya.
Penyebaran partai politik Islam
Masyumi mula-mula hanya di daerah Jawa dan Madura, kemudian pengaruhnya
menyebar ke daerah yang kuat rasa keislamannya seperti Sumatera Barat, Aceh,
Sulawesi Selatan dan Kalimantan. Pengaruh Islam yang kuat di daerah tersebut memudahkan Masyumi masuk menanamkan
ideologinya ke daerah-daerah. Sokongan
lain juga datang dari berbagai organisasi Islam yang ada di masing-masing daerah
tersebut. Organisasi Islam adalah Majelis
Islam Tinggi di Bukittinggi, Jamiatul Washliyah di Medan, Angkatan Muda Islam di
Aceh dan Serikat Muslimin di Banjarmasin.
Salah seorang tokoh Muhammadiyah Sumatera Barat semasa Revolusi bernama Oedin (asal Kurai Taji Pariaman)
menghadiri Muktamar Muhammadiyah
di Yogyakarta.46 Muktamar itu diadakan
untuk mengambil langkah-langkah yang
dapat disumbangkan umat Islam Indonesia dalam menghadapi revolusi. Muktamar
terlaksana tidak berapa lama sesudah terbentuknya Masyumi sebagai partai politik.
Dalam Muktamar tersebut disampaikan
bahwa telah lahir sebuah partai politik Islam bernama Masyumi. Muhammadiyah
46
Hasan Ahmad, Wawancara Tanggal
8 April 2012 Di Tanjung Medan Ampek
Angkek, Kabupaten Agam.
~ 55 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
sebagai anggota istimewa dari partai politik
itu harus menyokong kelahirannya.47
Sepulang menghadiri Muktamar,
Oeddin merasa berkewajiban menyebarkan ideologi partai Masyumi di Sumatera
Barat, karena ia yakin Masyumi akan
diterima orang Minang dengan tangan terbuka. Pertama kali Oeddin memperkenalkan ideologi partai Masyumi dalam lingkungan Muhammadiyah yang saat itu
berpusat di Padang Panjang.
Masyumi diperkenalkan pada masyarakat melalui organisasi Muhammadiyah. Pemuka masyarakat di Minangkabau seperti Ninik Mamak, Alim Ulama
dan Cerdik Pandai juga diikutsertakan dan
dimanfaatkan. Ternyata dalam waktu singkat pemuka dan tokoh Muhammadiyah di
Sumatera Barat menyambut baik ideologi
partai Masyumi yang diper-kenalkan
Oeddin. Akhirnya dimana ada cabang
Muhammadiyah, di sana didirikan pula
cabang dan ranting Masyumi. Diperkirakan akhir tahun 1949 saja, cabang
Masyumi berjumlah 17 buah, tersebar
dipelosok Sumatera Barat dengan ratusan
anak cabang dan ranting, dengan ribuan
anggotanya.48 Di samping aktif dalam Partai Masyumi, aktivis Muhammadiyah juga
diberi posisi penting dalam bidang
pemerintahan dan militer. Misalnya Saalah Yusuf Sutan Mangkuto sebagai Bupati
Solok, Malik Ahmad sebagai Wakil
Kepala Jawatan Sosial Sumatera Barat,
Oedin diangkat sebagai Bupati Rengat,
dan lain sebagainya.49
47
Hasan Ahmad, Wawancara
Tanggal 8 April 2012 Di Tanjung Medan
Ampek Angkek, Kabupaten Agam. Lebih
Lanjut Lihat Badruzzman B, Catatan Perjuangan H.M Yunan Nasution. (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1985).
48
Hamka. Muhammadiyah-Masyumi.
(Jakarta: Panjimas, 1956), Hlm. 22.
49
Fikrul Hanif Sufyan, “Penolakan Abdul Malik Ahmad Terhadap Asas Tunggal
Pancasila 1982-1985”. Tesis. (Padang: Pasca
Sarjana Universitas Andalas, 2011), Hlm. 93.
Kesimpulan
Muhammadiyah didirikan tanggal
8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau pertepatan
dengan 18 November 1912 di Yogyakarta.
Organisasi Islam ini dirintis oleh seorang
ulama kauman K.H. Ahmad Dahlan
(1868-1923) yang bertujuan untuk memberantas taklid, bid’ah dan khurafat dan
mengembangkan sekolah Islam dengan
corak modern.
Kemudian Muhammadiyah menyebar ke berbagai daerah. Perkembangan.
Muhammadiyah di Minangkabau, berlokasi di dua tempat. Tempat pertama di
sungai Batang Tanjung Sani Maninjau
yang dikembangkan oleh ulama berpengaruh, yakni pendiri sendi Aman Tiang
Selamat, H. Abdul Karim Amrullah (Haji
Rasul) tahun 1925. Haji Rasul mengetahui
dan memperdalam Muhammadiyah
setelah dipertemukan oleh A.R Soetan
Mansoer (menantunya) dengan pendiri
Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan
sehingga terjadi diskusi hangat diantara
keduanya. Tempat kedua, di Padang Panjang yang dipelopori oleh Sutan Mangkuto
dan Datuk Sati yang membawa pengaruh
Muhammadiyah dari Yogyakarta.
Sepanjang sejarahnya Muhammadiyah Sumatera Barat jarang menyampaikan sikap kritisnya pada penguasa. Pada masa kolonial Belanda, Muhammadiyah Minangkabau yang selalu diberi subsidi, diejek oleh pelajar dari Sumatera
Thawalib sebagai Penjilat Ekor Belanda
(PEB). Pada masa itu memang Muhammadiyah lebih banyak memfokuskan pada
pengembangan amal usaha dan mempertahankan keberadaannya. Bahkan pada
masa pendudukan Jepang, AR Sutan
Mansur sebagai hofdbestuur Muhammadiyah Minangkabau harus memainkan
strategi ganda yang ia beri nama sistem
roda ganding.
[]
~ 56 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
DAFTAR PUSTAKA
Arsip
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah.
Daftar nama-nama utusan Komisi I dari Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat.
Daftar nama-nama utusan Komisi II dari Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat.
Daftar nama-nama utusan Komisi III dari Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat.
Hasan Ahmad, “Sejarah Ringkas Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah Sumatera Barat Kauman Padang Panjang”, Manuskrip
HMS Mintaredja, 1998, “Sekilas Sedjarah (memoire) tentang Pemerintah dan Pembentukan Partai
Muslimin Indonesia.”, Manuskrip. Djakarta: Tanpa Penerbit
Kemasyarakatan Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia.
Laporan hasil pemilihan calon tetap anggauta PP Muhammadiyah Periode Muktamar ke 41-42.
Surat keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-38 tahun 1971 di Ujung Pandang.
Susunan Anggauta Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode Muktamar 41-42.
Sumbangan Pemikiran Pimpinan Pusat Muhammadiyah majlis Tabligh untuk Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi.
Zainul Abdin Syu’aib, “Pengantar: Praktek Pembentukan Djama’ah”, Manuskrip
Surat Kabar
Buya ZAS Wafat. Aktivis Muhammadiyah Sejak Masih Remaja”, Suara Muhammadiyah No.8/63 tahun
1983
Haluan tanggal 19 Desember 1951
Harian Aman Makmur tanggal 24 Februari 1968
Harian Aman Makmur tanggal 25 April 1968
Harian Aman Makmur tanggal 22 Desember 1969
Harian Aman Makmur tanggal 1 Januari 1970
Instruksi Menteri Dalam Negeri, Berita Antara tanggal 26 April 1968
Jalur Helm Muhammadiyah”, Tempo tanggal 14 Desember 1985
Keputusan Mu’tamar Muhammadijah ke-38” Suara Muhammadiyah Oktober 1971
Watak politik Muhammadiyah, Kompas tanggal 29 Juni 2010
Menghadapi Masalah Politik dan Kepartaian, Suara Muhammadiyah April 1971
Instruksi Mentri Dalam Negri, Berita Antara tanggal 26 April 1968
Muhammadijah Daerah Sum. Tengah: Dewan Banteng adalah Salurah Hati Rakjat” Haluan tanggal 4
Januari 1957
Muhammadiyah, Sambil Meraba-raba ke depan”, Tempo tanggal 14 Desember 1985
Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Pancasila Seharusnya Satu-satunya Asas Setiap Parpol, Kompas
tanggal 18 Agustus 1982
Panji Masyarakat No.479 tahun 1985
Sambutan Presiden Republik Indonesia pada pembukaan Muktamar ke-39 di Padang di Singgalang
tanggal 17 Januari 1975
Sinar Harapan tanggal 30 Agustus 1982
Buku :
Abdul Aziz Thaba, 1996. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insani Press.
A.H Nasution, 1987. Memenuhi Panggilan Tugas jilid 4. Jakarta: Gunung Agung.
Azyumardi Azra, 2004 The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks of Malay-Indonesian and
Middle Eastern 'Ulama' in the Seventeenth and Eighteenth Centuries. University of Hawaii Press.
Azyumardi Azra, 2000. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos
Audrey Kahin, 20055. Dari Pemberontakan Ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia, 1926-1998. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
A. Malik Ahmad, 1985. Pemahaman Agama Menurut Islam. Kandang Ampek: Al-Hidayah.
~ 57 ~
Analisis Sejarah, Volume 5, No. 1, 2016
© Labor Sejarah, Universitas Andalas
Badruzzman B, 1985. Catatan Perjuangan H.M Yunan Nasution. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Deliar Noer, 1980. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia.
Deliar Noer, 1983. Pengantar ke Pemikiran Politik. Jakarta: CV. Rajawali.
Fikrul Hanif Sufyan, 2011. “Penolakan Abdul Malik Ahmad Terhadap Asas Tunggal Pancasila 19821985”. Tesis. Padang: Pasca Sarjana Universitas Andalas.
Gusti Asnan, 2007. Memikir Ulang Regionalisme Sumatera Barat tahun 1950-an. Jakarta: Yayasan Obor.
Gotscak, Louis, 1986. “Mengerti Sejarah”, Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press.
Hamka, 1966. Muhammadiyah Melalui 3 Zaman. Padang Panjang: Markas Idarah Muhammadiyah.
Hamka, 1961. Falsafah Hidup. Jakarta:Djaja Murni.
Hamka, 1974. Muhammadiyah di Minangkabau . Jakarta: Yayasan Nurul Islam.
Hamka. 1982. Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera Barat. Jakarta : Umminda.
Hamka. 1956. Muhammadiyah-Masyumi. Jakarta: Panjimas.
Inu Kencana & Azhari, 2005. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Ishaq Thaher. 1978. Sejarah Kebangkitan nasional Daerah Sumatera Barat. Jakarta: Depdikbud.
Kuntowijoyo, 1994. Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia. Yogyakarta: Shalahuddin Press.
Kuntowijoyo, 2003. Metodologi Sejarah. Yogakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
Marsden, William, 2008 Sejarah Sumatera. Jakarta: Komunitas Bambu.
Marjohan, Zuhasni Hasan, dan Musriadi Musarif, 2006. Embrio Muhammadiyah Ada di Kauman Padang
Panjang. Padang Panjang: Panitia Peringatan 80 Tahun Perguruan Kauman Muhammadiyah
Padang Panjang.
Mestika Zed dan Hasril Chaniago, 2001 Ahmad Husein Perlawanan Seorang Pejuang, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
PP Muhammadiyah, 1998. Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Solo. Yogyakarta: Persatuan.
PW Muhammadiyah Sumatera Barat, 1983. Mengenal Muhammadiyah Sumatera Barat, dalam rangka Milad
Muhammadiyah ke 70. Bukittinggi: PW Muhammadiyah Sumatera Barat.
R.B. Khatib Pahlawan Kayo, 1991. Muhammdiyah dari Masa ke Masa di Sumatera Barat. Padang: PW
Muhammdiyah Sumatera Barat.
RB Khatib Pahlawan Kayo dan Marjohan, 2010 Muhammadiyah Minangkabau (Sumatera Barat) dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Rusjdi Hamka, 1986. “Peranan Sutan Mansur dalam Kebangkitan Islam di Indonesia” dalam Etos Iman, Ilmu
dan Amal dalam Gerakan Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Taufik Abdullah, 1987. Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Taufik Abdullah. 1998 Sekolah dan Politik: Gerakan Kaum Muda di Sumatera Barat 1927-1933. Terj. Lindayanti dan A. Guntur. Padang : FSUA.
Sutrisno Kutoyo, 1998. Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah. Jakarta: Balai
Pustaka.
Suwarno, 2001. Muhammadiyah Sebagai Oposisi. Yogyakarta: UII Press.
Zulkifli Ampera Salim, 2005. Minangkabau dalam Catatan Sejarah yang Tercecer. Jakarta: Citra Budaya
Indonesia.
~ 58 ~
Download