Cara Menghitung Sel Bakteri

advertisement
Cara Menghitung Sel Bakteri
Jika terdapat bakteri yang cukup dalam broth, yang dicirikan dengan kekeruhan, umumnya
sel yang dihitung akan menghasilkan kisaran jumlah seratus juta sel/mL (1 x 108 sel/mL).
Jika 1 mL dari kultur dipindahkan ke dalam 20 mL broth segar dan diinkubasi dalam
inkubator beraerasi pada suhu 37o C selama 1 jam 45 menit, maka akan dihasilkan suatu
kultur log-phase yang mengandung sekitar 200 juta sel /mL (2 x 108 sel/mL).
Menghitung Bakteri : pencairan dan menanam dalam media
Cara 1. Misalnya: diambil 0,1 mL dari kultur bakteri dan dimasukkan ke dalam tabung no.1
yang berisi cairan pengencer (misalnya PBS) sebanyak 9,9 mL. Tabung no-1 telah berisi 10
mL campuran kultur bakteri dan larutan pengencer, yang berarti bahwa kultur bakteri dalam
tabung no-1 telah diencerkan 100 kali (atau 1/100 atau 10-2) dari kultur stok.
Demikian seterusnya, pada tabung no-2 yang berisi larutan pengencer (dilution fluid)
sebanyak 1,9 mL lalu ditambahkan 0,1 mL dari tabung no-1. Sehingga tabung no-2 telah
diencerkan sebanyak 20 kali (ingat : 100 µl + 1.900 µl = 20 kali diencerkan), sehingga pada
tahap ini sudah terjadi 20 x 100 = 2000 kali pengenceran (2 x 10-3) dari stok awal . Lalu dari
tabung no-2 diambil 0,1 mL dan ditambahkan 1,9 mL larutan pengencer, dstnya.
Jika dari tabung no-3 diambil 0,1 mL lalu dikultur pada broth murni, dan saat perhitungan sel
didapatkan 104 sel, maka kalkulasi dari kultur awal adalah :
100 x 100 x 20 x 10 x 104 = 2.08 x 108 cells/mL.
Cara 2. Misalnya : terdapat 125 koloni yang tumbuh pada cawan Petri. Maka kalikan faktor
pengenceran dengan jumlah koloni yang tumbuh untuk memperoleh jumlah sel bakteri
(CFU)/mL. Sehingga akan diperoleh : 100 x 100 x 20 x 125 ==> 250.000.000 sel bakteri per
milliliter pada stok awal. Sedang 250.000.000 = 250 juta = 2.5 x 108 sel bakteri/mL.
POSTULAT Koch
Robert Koch, seorang dokter Jerman, memainkan peran utama dalam menetapkan
konsep bahwa mikroba menyebabkan penyakit spesifik. Dalam publikasinya dalam jurnal
pada tahun 1877, disajikan temuannya tentang hubungan antara mikroorganisme
bakteri Bacillus anthracis dan penyakit antraks yang membunuh sapid an domba.
Dikatakan bahwa bakteri antraks selalu dijumpai dalam cairan darah hewan yang
terinfeksi, namun tidak ada dalam hewan yang sehat. Kehadiran bakteri pada hewan
selalu merupakan konsekuensi dari penyakit yang dideritanya (Ingraham, 2000 dan
Nester, 2000).
Untuk mendukung pernyataan tersebut di atas, Koch melakukan penelitian lanjut
dengan jalan mengambil darah dari hewan yang terinfeksi antraks dan menyuntikkannya
pada hewan yang sehat. Hewan yang disuntik darah dari hewan yang sakit
menunjukkan gejala penyakit yang sama dengan hewan yang terkena penyakit dan mati
beberapa hari kemudian. Hal yang sama diulanginya beberapa kali dan hasilnya tetap
sama.
Untuk lebih menguatkan temuannya, Koch lalu melakukan kultur bakteri antraks dalam
media di luar tubuh hewan. Bakteri dari hasil kultur ternyata mampu menyebabkan
penyakit antraks, walaupun telah dilakukan beberapa kali pemindahan/transfer kultur
bakteri.
Menggunakan prosedur eksperimen yang sama, Koch akhirnya mampu
mendemonstrasikan hal yang sama pada penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Koch’s Postulates berisi 4 hal utama sebagai berikut:
1. Jenis pathogen yang sama harus selalu hadir dalam setiap kasus munculnya penyakit
(isolate the organism from every case).
2. Pathogen harus dapat diisolasi dari hewan yang terserang penyakit dan harus dapat
dikultur pada media (Propagate in pure culture in vitro).
3. Hewan sehat yang diinokulasi dengan pathogen dari kultur pada media, harus
tertular jenis penyakit yang sama (reproduce disease when injected to recipient
animal).
4. Patogen harus dapat diisolasi dari hewan yang diinokulasikan dengan pathogen dari
kultur dan harus identik dengan yang pertama diidentifikasi hari hewan penderita
awal (able to re-isolate the organism).
Terdapat 3 pengecualian dari Koch’s Postulate :
1. Beberapa jenis mikroorganisme tidak dapat dikultur pada media buatan. Misalnya:
kegagalan para mikrobiologis dalam mengisolasi bakteri penyebab Legionellosis yang
menyerang paru-paru manusia, akhirnya harus menyuntikkan bakteri tersebut ke dalam
tubuh mencit. .
2. Penyakit yang disebabkan oleh spesies mikroorganisme yang berbeda dapat
menimbulkan gejala/symptom yang sama/mirip. Misalnya : bakteri yang bertanggung
jawab terhadap penyakit tetanus dan dipteri menimbulkan ciri dan gejala yang berbeda
secara sangat jelas.
3. Beberapa jenis pathogen dapat menyebabkan beberapa jenis penyakit yang berbeda,
misalnya Mycobacterium tuberculosis, bukan hanya menjadi penyebab penyakit paruparu, namun juga menyebabkan penyakit pada kulit, tulang dan organ internal lainnya.
Pustaka
Nester, Eugene. 2000. Microbiology: A Human Perspective. Boston: McGrawHill Higher Education
Ingraham, John. 2000. Introduction to Microbiology. Pacific Grove, Calif.: Brooks/
Cole Pub.
FAKTOR VIRULENSI PATOGEN
Patogen menyebabkan infeksi yang hasil dan bentuknya berhubungan dengan
dosis/konsentrasi pathogen.
ID50 (dosis infeksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan kondisi penyakit/efek spesifik pada
50% populasi target) yang pergerakan perubahannya ditentukan oleh :


Peningkatan virulensi pathogen atau oleh menurunnya daya tahan inang
Penurunan virulensi pathogen atau oleh meningkatnya daya tahan inang.
Setiap atribut khusus dari organisme yang kehilangan virulensinya disebut sebagai suatu
faktor virulensi atau virulence determinant.
Formasi hubungan inang dengan mikroba ditentukan oleh faktor-faktor endogen (dari dalam
tubuh mikroba) dan eksogen (dari lingkungan luar).
Faktor-faktor yang mempengaruhi progres pathogen dalam inang :



Kondisi lingkungan
Terkait Mikroorganisme/patogen
Terkait Organisme Inang
Faktor-faktor virulensi terkait dengan tahapan infeksi, seperti:
1. Jalur masuk dan menetap dalam inang :
 Pergerakan (motilitas) dan kemotaksis (bergerak karena adanya bahan kimia)
 Melekatkan diri via pili atau fimbrae
 Penetrasi sel-sel epitelium
 Memiliki antigen permukaan protease
 Memiliki kapsul
 Mampu bertahan hidup dalam sel fagosit
2. Penyebaran :
 Penghancuran jaringan dengan menggunakan enzim atau toksin.
 Penetrasi peredaran darah atau system lymphatics
 Tersebar dalam sirkulasi sel dalam tubuh inang
3. Perbanyakan diri (Multiplication):
 Memerlukan zat besi (siderophores)
 Menghambat system kekebalan tubuh inang
4. Kerusakan yang terjadi (Damage):
 Akibat adanya zat Toxins
 Reaksi berlebihan dari inang (immune -mediated hypersensitivity).
Download