1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan internasional merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan antar negara, termasuk peran segenap negara, organisasi pemerintah, organisasi nonpemerintah, kemudian perusahaan multinasional (MNC). Semua negara berinterkasi karena adanya kepentingan, yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya masing-masing. Karena setiap negara mempunyai keterbatasan, maka perlu melakukan interkasi berupa kerjasama dengan negara lainnya maupun non negara.1 Dalam keterbatasan tersebut, setiap negara mempunyai perbedaan dalam menghasilkan kebutuhan negaranya. Karena itu, mudah dipahami adanya negara yang lebih unggul dalam memproduksi hasil tertentu. Hal tersebut mendorong suatu negara memenuhi kebutuhan negara masing-masing dan salah satu hubungan tersebut adalah hubungan dalam bidang ekonomi. Perkembangan situasi dan isu-isu internasional semakin berkembang dan berubah dengan cepat dari tahun ke tahun. Pergeseran isu-isu yang menjadi fokus analisis dari hubungan internasional tidak lagi terpaku pada high politics, tetapi juga kepada isu-isu low politics. Isu-isu low politics telah dianggap sama pentingya dengan isu-isu high politics, salah satu yang menjadi perhatian dan memerlukan perhatian dari dunia internasional adalah permasalahan pangan. Isu pangan bisa memberikan dampak yang sangat besar 1 Dikutip “Pengertian Hubungan Internasional Menurut Para Ahli Paling Lengkap”, dalam http://www.dosenpendidikan.com/22-pengertian-hubungan-internasional-menurut-para-ahli-palinglengkap/, diakses pada tanggal 12 Januari 2017. 2 bagi suatu negara, salah satunya bisa terganggunya kestabilan perekonomian, politik, hingga ketahanan keamanan. Pangan merupakan kebutuhan yang bersifat mendasar bagi setiap manusia. Maka dari itu, setiap negara selalu termotivasi untuk memiliki stok bahan pokok pangan dalam jumlah yang besar, hal tersebut merupakan langkah pengamanan serta perlindungan terhadap rakyatnya. Begitu pentingnya pangan sebagai komoditas pokok yang ketersediannya harus selalu mencukupi dan mudah didapat oleh semua penduduk negara, menyebabkan bahwa komoditas ini tidak saja sebagai komoditas ekonomi, tetapi juga komoditas politik. Untuk itu, setiap negara berusaha untuk lebih mandiri dalam pengadaannya dan menghindari ketergantungan pangan terhadap negara lain. Akan tetapi, meski memiliki hak atas pangan yang cukup pada kenyataannya masih banyak orang yang mengalami kelaparan dan kekurangan pangan. Populasi orang kelaparan dan kekurangan pangan terutama terkonsentrasi di wilayah-wilayah miskin di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Sub Sahara Afrika. Menurut perkiraan FAO, satu dari tujuh penduduk dunia tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan.2 FAO dalam press release-nya bersama-sama dengan World Food Program pada bulan September 2010, mengemukakan bahwa jumlah penduduk dunia yang menderita kelaparan pada tahun 2010 mencapai 925 juta orang. Situasi ini diperparah dengan semakin berkurangnya investasi di sektor pertanian yang sudah berlangsung selama 20 tahun terakhir, sementara sektor pertanian menyumbang 70% dari lapangan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung. 3 Oleh karena itu, dalam penyelsaian permasalahan ini setiap negara wajib mempunyai Food Security atau ketahanan pangan yang kuat. 2 Gatot S. Hardono,dkk., “Liberalisasi Perdagangan: Sisi Teori, Dampak Empiris dan Perspektif Ketahanan Pangan”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian: Bogor, 2004, hlm.75. 3 “Ketahanan pangan”, dalam http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=9&l=id., diakses pada tanggal 12 Januari 2017. 3 Menurut David N. Balaam dan Michael Veseth dalam bukunya Introduction to International Political Economy masalah kelaparan dan krisis pangan telah menjadi permasalahan internasional. Bahkan setiap harinya lebih dari seratus juta orang di dunia menderita kelaparan dan malnutrisi.4 Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari Undang-Undang (UU) No.7 Tahun 1996 tentang pangan, Pasal 1 Ayat 17 yang menyebutkan bahwa “Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. UU ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (Food and Agriculture Organization) dan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) tahun 1992, yakni akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Sementara pada World Food Summit tahun 1996, ketahanan pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat.5 Berbagai kejadian yang dapat dikategorikan sebagai krisis pangan yang muncul secara berulang menunjukkan bahwa ketahanan pangan yang dimiliki negara relatif rapuh. Ketahanan pangan yang tangguh tidak akan mudah goyah apabila terjadi penurunan produksi pangan maupun gejolak ekonomi. 6 Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani. Padi merupakan produk pertanian berupa tanaman asli 4 David N. Balaam dan Michael Veseth, Introduction to International Political Economy, (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1996), hlm.385. 5 “Konsep Ketahanan Pangan” ,dalam http://nusataniterpadu.files.wordpress.com/2008/10/ketahanan-pangan-2008.pdf., diakses pada tanggal 12 Januari 2017. 6 Bungaran Saragih (Ed.), Suara Dari Bogor: Membangun Opini Sistem Agribisnis (Jakarta: IPB Press, 2010), hlm. 119. 4 negara-negara Asia termasuk juga Indonesia. 7 Masyarakat Indonesia merupakan pengkonsumsi beras terbesar kedua di dunia setelah Vietnam. Kebutuhan yang dikonsumsi per tahun mencapai 33,5 juta ton dan terus meningkat. Dari sisi konsumsi beras perkapitanya, Vietnam mengkonsumsi beras perkapitanya 200-an kilogram pertahun, Indonesia 130 kilogram pertahun, Malaysia 80 kilogram, dan Thailand 70 kilogram.8 Ketersediaan pangan yang cukup juga akan mendukung terciptanya ketahanan pangan yang baik. Sementara ketahanan pangan yang baik merupakan modal utama untuk mewujudkan sebuah stabilitas dan ketahanan negara-negara yang baik pula.9 Oleh karena itu, permasalahan pangan menjadi suatu masalah yang sangat penting yang wajib diselesaikan oleh setiap negara dan juga dunia internasional. Karena permasalahan pemenuhan pangan bagi setiap individu, merupakan suatu hak-hak masyarakat di dunia yang termasuk kedalam hak untuk memperoleh standar hidup yang baik, yang tercantum dalam pasal 25 yang terdiri dari 30 pasal pernyataan PBB tentang Hak Asasi Manusia.10 Dengan demikian, terdapat tiga hal yang menjadi sebab mengapa masalah pangan menjadi masalah yang penting. Pertama, bahwa pangan merupakan Hak Asasi Manusia yang didasarkan atas empat hal, yaitu: 1. Universal Declaration of Human Right pada tahun 1948 dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights pada tahun 1966, yang menyebutkan bahwa setiap manusia mempunyai 7 BALITPA (Balai Penelitian Padi), Inovasi Tekonologi untuk Pwningkatan Produksi Padi dan Kesejahteraan Petani, Sukamandi: Badan Litbang Pertanian, hlm. 157. 8 Joko Widodo, “Konsumsi beras masyarakat Indonesia tertinggi di Dunia” Solo, 4 Oktober 2013, dalam www.antaranews.com Diakses pada tanggal 31 Desember 2016. 9 Op,Cit. hlm.25. 10 “Pernyataan umum tentang Hak Asasi Manusia”, dalam http://www.ohchr.org/EN/UDHR/Documents/UDHR_Translations/inz.pdf., diakses pada tanggal 12 Januari 2017. 5 standar hidup yang layak termasuk pangan, pakaian, tempat tinggal, dan hak fundamental untuk bebas dari kelaparan dan kekurangan gizi. 2. Rome Declaration on World Food Security and World Food Summit pada tahun 1966 yang ditandatangani oleh 112 kepala negara atau pejabat tinggi dari 186 peserta, dimana Indonesia menjadi salah satu yang menandatanganinya. Isinya yaitu pemberian tekanan pada Human Right to Adequate Food (hak atas pemenuhan kebutuhan oangan yang cukup) dan perlunya aksi bersama antara negara untuk mengurangi kelaparan. 3. Millenium Development Goals (MDGs) mengatakan bahwa pada tahun 2015, setiap negara termasuk Indonesia menyepakati menurunkan kemiskinan dan kelaparan sepenuhnya. 4. Hari pangan sedunia pada tahun 2007, menekankan bahwa pentingnya pemenuhan hak atas pangan. Kedua, kondisi objektif suatu negara yang berkutat mengenai masalah gizi. Masalah gizi tersebut berakar pada masalah ketersediaan, distribusi, keterjangkauan pangan, kemiskinan pendidikan serta pengetahuan perilaku masyarakat. Denagn demikian masalah pangan merupakan permasalahan berbagai sektor dan merupakan tanggung jawab bersama. Ketiga, perubahan kondisi dunia yang menuntut kemandirian. Perubahan yang dimaksud terlihat pada harga pangan nasional yang melonjak drastis dan tidak stabil, terjadinya resensi ekonomi global dan adanya serbuan pangan asing yang menyebabkan perubahan kondisi global tersebut sangat bergantung pada impor.11 Di Indonesia sendiri masalah ketahanan pangan sangatlah krusial. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang wajib dipenuhi. Pada masa awal hingga pertengahan orde baru, yakni antara periode 1970-1980an, produksi beras di Indonesia 11 “Gambaran Umum Pangan Dunia”, Pasar Komoditi Nasional dalam http://www.paskomnas.com/id/berita/GambaranUmum-Pangan-Dunia.php., diakses pada tanggal 12 Januari 2017. 6 cukup bagus, bahkan tahun 1984 mengalami swasembada beras. Kondisi ini terjadi karena kinerja pemerintah yang sinergis dengan berbagai pihak seperti produsen padi, distribusi padi dan konsumen beras, sehingga distribusi beras dari hulu ke hilir semakin sistematis.12 Namun, jika melihat keadaan selama beberapa tahun terakhir, masalah beras menjadi permasalahan yang serius. Permasalahan pangan yang terjadi di Indonesia terdiri dari dua bentuk, yaitu permasalahan secara berkala (transitory/ occasional food security) dan kronis (chronic food insecurity). Permasalahan secara berkala terjadi karena misalnya terjadi bencana alam, konflik sosial dan fluktuasi harga. Sedangkan permasalahan kronis adalah krisis yang terjadi berulang dan terus menerus. Krisis ini terjadi karena terbatasnya akses terhadap ketersediaan pangan disertai harga pangan yang melambung tinggi. 13 Dengan adanya permasalahan seperti ini salah satu kebijakan yang dilakukan Indonesia saat ini dalam menciptakan ketahanan pangan nasional yang kuat, sehingga Indonesia mengambil suatu kebijakan yaitu membuka jalur impor pangan. Peningkatan impor pangan ke Indonesia ini yang paling drastis adalah setelah Indonesia menjadi anggota World Trade Organization (WTO) yang mengusung perdagangan bebas melalui perjanjian multilateral. Dimana WTO berdiri tahun 1994 dan Indonesia termasuk menjadi negara yang paling awal meratifikasi menjadi negara anggota WTO pada tahun 1995. Melalui aturan Agreement on Agriculture (AOA) dari WTO, Indonesia melakukan perdagangan bebas dan neoliberal. Hal tersebut semakin terbuka, setelah Presiden Soeharto menandatangani Letter of Intent dengan International Monetary Fund (IMF) dan Structural Adjusment Program (SAP) dengan Bank Dunia pada tahun 12 Beddu Amang, dkk. 1999, “Kebijakan Beras dan Pangan Nasional”, Jakarta: IPB Press. hlm.159. “Krisis Pangan dan Solidaritas”, dalam http://zainurihanif.com/2008/06/21/krisis-pangandansolidaritas/., dikases pada tanggal 12 Januari 2017. 13 7 1997. Dua paket tersebut mengharuskan Indonesia harus melakukan privatisasi, liberalisasi, deregulasi sebagai upaya penyelamatan Indonesia dari krisis ekonomi.14 Sejak perdagangan bebas dipromosikan WTO, angka kelaparan yang merupakan salah satu dampak dari salah satu krisis pangan di dunia semakin meningkat. Sehingga terjadi krisis pangan global, menurut FAO 36 negara mengalami krisis pangan termasuk Indonesia. 15 Karena permasalahan krisis pangan yang dialami Indonesia, Indonesia membuka jalur impor beras sebagai cadangan stok beras nasional yang dikarenakan prosuksi beras nasional menurun serta antisipasi jika terjadi gagal panen yang diakibatkan oleh perubahan ilkim yang tidak menentu. Oleh karena itu, kebijakan impor beras dilakukan Indonesia yaitu untuk menjaga kestabilan ketahanan pangan nasional serta menjaga kestabilan harga beras. Salah satu bentuk kerjasama impor beras yang dilakukan Indonesia, yaitu mengadakan kerjasama dengan Thailand. Kerjasama tersebut merupakan salah satu kerjasama bilateral dibawah naungan Trade Agreement Between The Government Of The Republic Of Indonesia and The Government Of The Kingdom Of Thailand, pada 16 November 2011 di Bali. Kesepakatan tersebut ditsetujui oleh Menteri Perdagangan Indonesia dan Thailand. Thailand adalah negara di kawasan Asia Tenggara yang sedang berkembang dalam pembangunan, termasuk sektor ekonomi yang menciptakan besarnya potensi pasar yang tersediadan lahan subur bagi para eksportir asing termasuk Indonesia. Thailand merupakan salah satu negara pengekspor beras terbesar di dunia. Walaupun luas negaranya relatif lebih kecil disbanding Indonesia, tetapi sampai saat ini Thailand 14 Henry Saragih, “Kedaulatan Pangan, Solusi atasi Krisis Pangan” Serikat Petani Indonesia, Jakarta 18 Oktober 2011 dalam http://www.spi.or.id/?p=4294., dikases pada tanggal 13 Januari 2017. 15 “36 Negara Krisis Pangan”, Detik Finance, 2 Maret 2008, dalam https://finance.detik.com/beritaekonomi-bisnis/d-902557/36-negara-terkena-krisis-pangan-termasuk-indonesia diakses pada tanggal 13 Januari 2017. 8 masih memepertahankan kebijakan sektor agroindustri yang bercukupan untuk rakyatnya, utamanya dalam penyediaan beras. Ketahanan pangan, kemiskinan, dan pembangunan desa merupakan isu sentral dalam pembangunan ekonomi di negara berkembang. Di Indonesia ada kecenderungan kuat sektor pertanian selalu dituntut menyediakan beras dengan harga murah untuk mengamankan variabel-variabel makro (inflasi, pertumbuhan ekonomi, keseimbangan dagang). Sektor pertanian juga dituntut untuk mendukung sektor industry dengan menyediakan bahan baku murah bagi para pekerja kota. Sebaliknya di neggara maju pertanian sangat dilindungi, negara-negara maju mensubsidi sektor pertaniannya dalam jumlah luar biasa besar untuk meningkatkan produksi pangannya sehingga terjadi surplus produksi. Kelebihan itu kemudian dijual murah ke negara-negara berkembang itulah yang mengganggu pasar.16 Seperti halnya negara berkembang lainnya, Indonesia menyadari akan keterbatasannya. Sebagai contoh adalah terbatasnya sumber sumber daya manusia atau tenaga ahli untuk mengelola kekayaan alam yang dimiliki Indonesia. Banyak faktor yang menjadi kendala dalam sumber daya alamnya teruatama dalam produksi pangan khususnya komoditas beras. Masalah lainnya adalah harga komoditas dalam negeri tidak merangsang petani untul berproduksi, apalagi harga dukungan input mengalami kenaikan, kredit yang terbatas, sehingga insentif untuk petani tidak memenuhi harapan.17 Dalam hal ketahanan pangan,alasan Indonesia masih melakukan impor beras, adalah kebutuhan dan produksi dalam negeri tidak mencukupi, harga di pasar internasional sangat rendah, adanya bantuan kredit impor dari negara produsen, dan 16 Yoga G., “Kerjasama Indonesia-Vietnam dalam Impor Beras Implikasinya Terhadap Ketahanan Pangan Nasional”, skripsi, Universitas Pasundan, 2012, hlm.9. 17 Ibid., hlm.10. 9 masih sempitnya penguasaan lahan dalam menimbulkan masalah dalam upaya peningkatan produktivitas, efesiensi serta daya saing agribisnis pangan. Semenjak tahun 1998, Indonesia telah melakukan perdagangan bebas terutama dalam komoditi beras, hal ini ditandai oleh:18 1. Liberalisasi beras dalam negeri. 2. Pembebasan bea masuk beras impor. 3. Pencabutan subsidi sarana produksi terutama pupuk dan benih. 4. Liberalisasi tata niaga pupuk. Apabila produksi beras ditinjau dari segi nilai ekonomi beras dengan hitunghitungan kasar ternyata memberikan gambaran bahwa beras adalah komoditas yang paling strategis. Kebijakan beras tidak bisa diukur dengan pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga kestabilan politik yang ditopang oleh stabilnya harga beras itu merupakan keuntungan politik yang cukup besar. Sebagai negara yang besar dan padat penduduk, Indonesia mengalami permasalahan besar yang berkaitan dengan produksi pangan nasional terutama beras, berbagai isu secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan upaya peningkatan produksi pangan berkelanjutan, mengingat permasalahan produksi pangan melibatkan instansi. Perlu disadari oleh semua pihak bahwa kemampuan dibidang pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan relatif dan sedang menurun, bahkan adanya pangan untuk rakyat Indonesia sedang tergantung dari supply luar negeri. Indonesia perlu berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri dalam waktu yang tidak terlalu lama, hal ini mengingat besarnya jumlah penduduk Indonesia. Perubahan-perubahan yang mendasar dalam perdagangan bebas ternyata membawa dampak, dalam jangka pendek dapat dikatakan sebagai rendahnya 18 Ibid. 10 harga jual padi dibawah harga pasar dasar yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena harga dasar internasional terus menurun terus menurun tajam.19 Beras memiliki peranan yang penting dalam pemantapan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, dan ketahanan stabilitas politik nasional. Melihat pada tahun 1996-1998 menunjukkan goncangan politik dapat berubah menjadi krisis politik yang dahsyat karena harga pangan melonjak tinggi dalam waktu singkat. Dengan diberlakukannya impor beras yang di lakukan pemerintah Indonesia menuai pro dan kontra, karena Indonesia melakukan impor beras sebagai wujud pengamanan stok beras nasional agar mencukupi masyarakat agar muncul krisis pangan serta kelaparan. Sampai saat ini kebijakan pengimporan beras masih dilakukan oleh Indonesia. Indonesia melakukan pengimporan beras dengan berbagai negara salah satunya dengan Thailand. Pada dasarnya impor beras akan mengancam nasib para petani. Petani menginginkan harga yang tinggi tetapi hal tersebut bertentangan dengan keinginan masyarakat. Maka, pemerintah harus mengambil peranan dalam kebijakan ini, agar ketahanan pangan nasional dan petani stabil. Berdasarkan uaraian masalah yang telah diuaraikan diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian “Kerjasama Indonesia-Thailand dalam Impor Beras Bagi Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Bagaimana kerjasama Indonesia-Thailand dalam impor beras? 2. Bagaimana peningkatan kondisi ketahanan pangan Indonesia? 19 Ibid., hlm.11. 11 3. Bagaimana korelasi antara kerjasama Indonesia-Thailand dalam impor beras bagi peningkatan ketahanan pangan nasional? 1. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya masalah yang dibahas, maka penulis membuat suatu pembatasan masalah agar masalah yang dibahas tidak keluar dari topik bahasan. Pembatasan masalah dalam penelitian ini akan dibatasi pada tiga dimensi; isu, aktor, dan waktu. Pada dimensi isu, penulis akan menuliskan peran pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kerjasama impor beras dengan Thailand, serta implikasi terhadap ketahanan pangan nasional hanya dalam lingkup perberasan saja. Pada dimensi aktor, aktor yang akan diteliti meliputi Badan Usaha Logistik (Bulog) serta Kementerian Pertanian, dan Pemerintah Thailand sebagai aktor yang berfungsi sebagai pengimpor beras ke Indonesia. Pada dimensi waktu, waktu penelitian dibatasi pada tahun 2009-2014. Hal ini dikarenakan penulis ingin memaparkan data yang berkembang dalam peride waktu tersebut. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, guna mempermudah dalam menganalisa masalah berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka penulis dapat menarik perumusan masalah sebagai berikut : “Sejauhmana Kerjasama IndonesiaThailand dalam Impor Beras dalam upaya peningkatan Ketahanan Pangan Nasional? 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penulis membuat penelitian ini untuk mencapai beberapa tujuan, adapun tujuan tersebut adalah: 12 a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kerjasama Indonesia-Thailand dalam impor beras. b. Untuk mengetahui peningkatan kondisi ketahanan pangan nasional. c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pelaksanaan kerjasama Indonesia-Thailand dalam impor beras serta implikasinya bagi peningkatan ketahanan pangan nasional. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis 1) Menambah ilmu dan wawasan, khususnya dalam disiplin ilmu Hubungan Internasional mengenai beras impor dari Thailand yang dilakukan Indonesia alam menangani masalah ketahanan pangan di Indonesia. 2) Dapat memberi kontribusi pemikiran yang bersifat ilmiah bagi Studi Hubungan Internasional serta peneliti lain yang memiliki kajian yang sama. b. Kegunaan Praktis 1) Untuk memenuhi salah satu prasyarat untuk menyusun skripsi pada bidang ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan. C. Kerangka Teoritis dan Hipotesis 1. Kerangka Teoritis Adapun penyusunan kerangka pemikiran ini terdiri dari teori serta pendapat para ahli yang menjadi acuan peneliti dalam mengkaji masalah yang diteliti. Dalam penulisan ini. Penulisan kerangka teori ini terdiri dari premis mayor, premis minor, dan konklusi. Teori dan konsep tersebut akan menjadi acuan bagi penulis untuk menjadi landasan hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini. 13 Hubungan Internasional berkaitan dengan politik, sosial, ekonomi, budaya, dan interaksi lainnya diantara aktor-aktor negara maupun non-negara. Definisi dari Hubungan Internasional menurut K.J Holsti dalam bukunya Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis: “Hubungan Internasional akan berkaitan erat dengan segala bentuk interaksi diantara masyarakat, negara baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun warga negaranya. Pengkajian Hubungan Internasional yang meliputi segala segi hubungan diantara berbagai negara di dunia meliputi kajian terhadap lembaga perdagangan internasional, palang merah internasional, pariwisata, transportasi, komunikasi, serta perkembangan nilai-nilai dan etika internasional.”20 Hubungan Internasional lebih menekankan pada tindakan-tindakan suatu bangsa yang berpengaruh terhadap bangsa lain. Batasnya adalah bahwa Hubungan Internasional mengkaji hal-hal atau aspek-aspek tersebut dari segi keterhubungan global (global connection) 21 . Salah satu bentuk nyata dari Hubungan Internasional adalah kegiatan ekonomi, yang memiliki sifat ketergantungan ekonomi, serta melakukan hubungan untuk memperoleh sumber daya dan komoditi yang memungkinkan bisa membantu dan mempertahankan bidang ekonomi. Terjadinya interaksi Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdepedensi tidak memungkinkan adanya suatu Negara yang menutup diri tehadap dunia luar. Dari definisi diatas dapat dilihat bahwa ruang lingkup Hubungan Internasional mencakup segala bentuk interaksi sosial yang mana merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial 20 K.J Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis (Terjemahan Wawan Juwanda), 1992. Hlm. 26-27. 21 T. May Rudy, Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global (Bandung: Rafika Aditama, 2003), hlm.2. 14 antara kelompok manusia bisa mencakup antar aktor-aktor Hubungan Internasional yang biasa terjadi antara state-state, maupun state-non state, yang dapat mempengaruhi satu sama lain. Dengan adanya saling ketergantungan antara instrument ekonomi dan politik dalam lingkup internasional, maka hal tersebut terus berkembang menjadi Ekonomi Politik Internasional. Dalam bukunya The Political Economy of International Relations, Robert Gilpin, menyatakan bahwa: “Pada dasarnya politik terdapat tiga unsur penting dalam ekonomi politik internasional. Pertama, penyebab dan hal-hal yang mempengaruhi kebangkitan pasar. Kedua, hubungan antara perubahan ekonomi dan perubahan politik. Ketiga, signifikasi ekonomi pasar dunia terhadap ekonomi domestik.”22 Sedangkan menurut Mochtar Mas’oed, Ekonomi Politik Internasional berfokus pada studi tentang saling kaitan dan interaksi antara fenomena politik dengan ekonomi, antara negara dengan pasar, antara lingkungan domestik dan lingkungan internasional, dan antara pemerintah dengan masyarakat.23 Menurut pemikiran-pemikiran para ahli diatas, Ekonomi Politik Internasional muncul akibat adanya dinamika interaksi antar negara. Dapat dipahami bahwa isu-isu perekonomian tidak dapat dilepaskan dari isu-isu politik antar negara. Studi Ekonomi Politik Internasional berfokus untuk membahas bagaimana sebuah negara mampu memperkaya dirinya untuk kemudian digunakan dalam menyelsaikan isu-isu domestik. Studi ekonomi politik internasional mempelajari tentang saling ketergantungan antara ekonomi internasional dan politik internasional. Implementasi dari Ekonomi 22 Robert Gilpin, The Political Economy of Internasional Relations (Priceton: University press, 1987), hlm. 27. 23 Bagian Pertama: Pendekatan Ekonomi Politik Internasional, dalam http://www.leutikaprio.com/main/media/sample/EKONOMI%20POLITIK%20INTERNASIONAL%20%20SAMPLE.pdf, diakses pada tanggal 20 Januari 2017. 15 Politik Internasional tersebut menghasilkan paradigma baru disuatu negara bagi pola pembangunan ekonomi. Kenyataan bahwa negara bukanlah satu-satunya aktor dalam Hubungan Internasional yang akan menimbulkan adanya interaksi dan saling ketergantungan. Saling ketergantungan tersebut lambat laun akan melahirkan Kerjasama Internasional yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu dengan memberikan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat didalamnya. Kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang paling pokok dan merupakan proses utama dalam interaksi sosial. Arti dari kerjasama itu sendiri adalah suatu usaha bersama antara perorangan atau kelompok manusia suatu atau beberapa tujuan bersama.24 Kerjasama tersebut bisa diartikan sebagai kerjasama internasional. Adapun definisi Kerjasama Internasional menurut K.J Holsti dalam bukunya Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis yang diterjemahkan oleh Wawan Juanda sebagai berikut: “Kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah yang saling berhubungan dengan mengajukan alternatif pemecahan, perundingan, atau pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai bentuk teknis untuk menopang pemecahan masalah tertentu dan mengakhiri perundang-undangan dengan membentuk beberapa perjanjian atau saling pengertian yang memuaskan semua pihak.”25 Adapun faktor-faktor yang mendukung terwujudnya kerjasama internasional menurut T. May Rudi adalah sebagai berikut: 1. Kemajuan di bidang teknologi yang memudahkan terjalinnya hubungan yang dapat dilakukan negara, sehingga meningkatkan ketergantungan satu sama lain. 24 25 Soerjono Soekanto., Sosiologi Suatu Kontemporer (Jakarta: Rajawali Pers,2005), hlm. 61. K.J Holsti, Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis (Bandung: Bina Cipta, 1992), hlm. 650. 16 2. Kemajuan serta perkembangan ekonomi mempengaruhi kesejahteraan bangsa dan negara. 3. Pembelian sifat perang dimana terdapat suatu keinginan bersama untuk salling melindungi dan membela diri dalam bentuk kerjasama internasional. 4. Adanya kesadaran dan keinginan organisasi salah satu metode kerjasama internasional.26 Kerjasama yang dilakukan oleh setiap negara baik itu negara dengan negara ataupun negara dengan organisasi internasional tidak lepas dari isu-isu high politics seperti power, national security, atau ekonomi saja. Serta isu-isu low politics seperti kemiskinan, Hak Asasi Manusia, lingkungan hidup, drugs, kependudukan, pangan, kelaparan dan lain-lain. Kenyataan bahwa negara bukanlah satu-satunya aktor dalam hubungan internasional akan menimbulkan adanya interaksi dan saling ketergantungan. Saling ketergantungan tersebut lambat laun akan melahirkan kerjasama internasional yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu dengan memberikan keuntungan bagi semua pihak yang terkibat didalamnya. Kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang paling pokok dan merupakan proses utama dalam interaksi sosial. Arti dari kerjasama sendiri adalah suatu usaha bersama antara perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama.27 Kerjasama tersebut merupakan suatu tindakan bagi Indonesia untuk mengatasi permasalahan pangan nasional untuk memenuhi stok, agar terciptanya suatu ketahanan pangan nasional yang kuat sehingga tidak adanya krisis yang bisa mengganggu kestabilan negara baik di bidang politik maupun ekonomi. Dalam hal tersebut, ekonomi dan politik internasional juga berimbas pada kepentingan nasional kedua negara. Dengan adanya teori Hubungan Internasional, Ekonomi Politik Internasional, 26 T. May Rudi, Administrasi dan Organisasi Internasional (Bandung: PT. Refika Aditama, 1998), hlm. 22. 27 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), hlm.73. 17 dan Kerjasama Internasional, maka teori-teori tersebut akan mengahasilkan dampak yang lebih spesifik. Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: “Dampak adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi.”28 Penulis menitik beratkan pada kerjasama antar negara yaitu kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dan Thailand mengenai beras impor, serta dampaknya dari kerjasama yang dilakukan, dimana dalam kerjasama tersebut terdapat suatu kepentingan yang ingin dicapai oleh kedua belah pihak baik itu Indonesia maupun Thailand. Dari perspektif sejarah istilah ketahanan pangan atau food security, muncul dan dibangkitkan karena kejadian krisis pangan dan kelaparan. 29 Istilah kedaulatan pangan dalam kebijakan pangan dunia pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB untuk membebaskan dunia terutama negara-negara berkembang dari krisis produksi dan supply makanan pokok. Adapun definisi ketahanan pangan pada Internastional Conference of Nutrition pada tahun 1992 yang disepakati oleh pimpinan negara anggota PBB yang berisikan: “Tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah dan mutu pada setiap saat untuk hidup sehat, aktif, dan produktif.” 28 KBBI Online. Tom Edward Marasi Napitupulu, Pembangunan Pertanian dan Pengembangan Agroindustri. Wibowo, R. (Ed) Pertanian dan Pangan, 2000. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm. 22. 29 18 Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO pada tahun 1996 dan UU RI No.7 tahun 1996 tentang pangan, yaitu: “Ada empat komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi kedaulatan pangan, yang pertama kecukupan ketersediaan pangan, kedua stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, ketiga aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, dan terakhir kualitas atau keamanan pangan.”30 Keempat komponen tersebut akan digunakan untuk mengukur ketahanan pangan di tingkat rumah tangga setiap penduduk. Keempat indikator ini, merupakan indikator utama untuk mendapatkan indeks ketahanan pangan. Ukuran ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dihitung bertahap dengan cara menggabungkan keempat komponen indikator ketahanan pangan tersebut, untuk mendapatkan satu indeks ketahanan pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia, sebagaimana tertuang dalam Universal Decralation of Human Rights tahun 1948, serta UU No.7 Tahun 1996 tentang pangan. Pengertian ketahanan pangan, tidak lepas dari UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa Ketahanan Pangan Nasional adalah: “Kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun utunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.” 31 30 31 Wibowo R, Penyediaan Pangan dan Permasalahannya (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), hlm. 41. Bulog, “Ketahanan Pangan”, dalam http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php. Diakses pada tanggal 29 Januari 2017. 19 Pengertian pangan dalam Suharjo (1988) adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, penggantian jaringan dan mengatur proses-proses di dalam tubuhh. Selain itu ada pula pengertian yang di maksud pangan pokok, yaitu bahan pangan yang dimakan secara teratur oleh sekelompok penduduk dalam jumlah besar, untuk menghasilkan sebagian besar sumber energi. Pangan dikonsumsi manusia untuk mendapatkan energi yang berupa tenaga untuk melakukan aktivitas hidup (antara lain bernapas, bekerja, membangun, dan mengganti jaringan yang rusak). Pangan merupakan bahan bakar yang berfungsi sebagai sumber energi. 32 Permasalahan pangan merupakan suatu permasalahan yang dihadapi oleh dunia internasional, karena dalam mengatasi permasalahan ini diperlukan kerjasama yang melibatkan beberapa aktor internasional, baik berupa state maupun non-state. Selain itu, masalah pangan ini juga berdampak pada pengaruh perekonomian suatu negara, sehingga diperlukan mekanisme ekonomi internasional yang jelas untuk menentukan saling ketergantungan yang ada menjadi potensi bagi perkembangan ekonomi internasional. Bagi Indonesia pangan dapat diidentikan dengan beras karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokonnya. Adapun dalam hal ini Busatanul Arifin meberikan batasan mengenai pangan sebagai berikut: “Pangan khususnya beras disamping sebagai bahan pemenuh kebutuhan makan, juga mempunyai arti ekonomis yang penting dan strategis, bahkan dapat bersifat emosional atau politis.”33 32 Rowland B.F Pasaribu, “Ketahanan Pangan Nasional”, dalam http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/35483/ketahanan-pangannasional.pdf. Diakses pada tanggal 29 Januari 2017. 33 Bustanul Arifin, Pangan dalam Orde Baru (Jakarta: Kopinfo, 1994), hlm.20. 20 Sedangkan pengertian pangan menurut Suhardjo adalah: “Bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian tubuh yang rusak.”34 Masalah pangan menurut Sapuan dan Noer Soetrisno adalah: “Ketika setiap orang yang menderita kekurangan dan tidak memiliki uang untuk makan yang disebabkan kemiskinan.”35 Dalam hal upaya meningkatkan pertanian dan meningkatkan ketersedian pangan, Indonesia telah melakukan pengembangan kerja sama dengan Thailand yang berpengaruh pada perdagangan kedua negara dan dalam hal ini Amir M. S mendefinisikan dalam bukunya “Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri Suatu Penuntun Ekspor Impor” yaitu: “Sama halnya dengan perdagangan dalam negeri yakni melakukan transaksi ‘jual-beli’ maka dalam perdagangan luar negeripun juga melakukan aktifitas ‘jual’ yang diekspor dan aktifitas ‘beli’ yang lazim disebut impor. Dimaksud impor dan ekspor dalam pengertian ini dibatasi pada ekspor dan impor barang-barang.”36 Kegiatan dari impor sendiri mempunyai dampak positif maupun negatif terhadap perekonomian. Untuk dapat melindungi produsen dalam negeri, biasanya negara itu akan membatasi jumlah (kuota) impor. Selain dari hal untuk melindungi produsen yang didalam negeri, pembatasan impor itu juga mempunyai dampak yang lebih luas 34 Suhardjo, Pangan, Gizi, Pertanian (Jakarta: UI Pers), hlm.5. Sapuan dan Noer Soetrisno, Pangan (Jakarta: Universitas Indonesia, 1998), hlm.64. 36 Amir M. S, Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri Suatu Penuntun Ekspor Impor (Jakarta:PPM,1993), hlm 3. 35 21 terhadap perekonomian negara. Dampak positif pembatasan impor tersebut secara umum antara lain sebagai berikut: 1. Untuk dapat menumbuhkan rasa cinta produksi didalam negeri. 2. Untuk dapat mengurangi keluarnya devisa ke luar negeri. 3. Untuk dapat mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang produksi impor. 4. Untuk dapat memperkuat posisi neraca pembayaran. Negara yang melakukan pembatasan impor juga aka menerima dampak negatif, seperti terganggunga pertumbuhan ekonomi, produsen dalam negeri merasa tidak mempunyai pesaing, yang mengakibatkan kurang efisiennya produksi mereka.37 Dalam hal ini, impor beras yang dilakukan Indonesia dari Thailand sejauh ini memang membantu stok cadangan beras nasional. Tetapi, disisi lain juga petani lokal merasa dirugikan karena memliki pesaing dari luar negeri. Kebijakan dibidang impor baik melalui tarif maupun non-tarif dimaksudkan untuk melindungi produksi dalam negeri, mendorong produksi berorientasi ekspor serta menjaga moral bangsa. Setiap kegiatan ekonomi bertujuan untuk mencapai kemakmuran bahwa dengan sumberdaya semaksimal mungkin, manusia dan masyarakat bahkan negara sekalipun tetap bertujuan untuk mencapai kemakmuran yang optimal seperti dalam sektor agrobisnis ekonomi. Seperti yang dikatakan oleh Bungaran Saragih dalam bukunya “Membangun Pertanian Perspektif Agribisnis” sebagai berikut: “Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi terbatas dalam perekonomian nasional Indonesia. Sektor agribisnis menyerap lebih dari 75% angkatan kerja nasional termasuk didalamnya 21,3 juta unit usaha skala kecil berupa usaha rumah tangga pertanian. Apabila seluruh rumah tangga diperhitungkan sekitar 80% dari jumlah 37 Pengertian Ekspor-Impor, dalam http://www.pendidikanku.org/2015/06/pengertian-ekspor-danimpor-manfaat.html. Diakses pada tanggal 29 Januari 2017. 22 penduduk nasional menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis yang demikian besar dalam perekonomian internasional memiliki implikasi penting dalam pembangunan ekonomi nasional ke depan.”38 Komitmen pemerintah Indonesia terhadap masalah pangan yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundangan menunjukkan betapa pentingnya aspek ketahanan pangan bagi pembangunan bangsa dan ketahanan nasional. Adapun Undang-undang tentang pangan menyatakan bahwa: “Perwujudan ketahanan pangan adalah kewajiban pemerintah bersama masyarakat dalam menstabilkan ketahanan pangan, dimana pemerintah menyediakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya yang aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau daya beli masyarakat, sementara itu masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah an mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau daya beli mereka.”39 Sedangkan konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari Undang-Undang (UU) No.7 Tahun 1996 tentang pangan, Pasal 1 Ayat 17 yang menyebutkan bahwa "Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau". UU ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Sementara pada World Food Summit tahun 1996, ketahanan pangan disebut sebagai akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan 38 Bungaran Saragih, Membangun Pertanian Perspektif Agribisnis (Jakarta:Penebar Swadaya, 2004) hlm 37. 39 Undang-undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Komoditas Pangan Yang Bersifat Pokok. 23 hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat.40 Kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan cara mengimpor beras dari Thailand ini menimbulkan pro dan kontra. Disatu sisi harga beras yang tinggi akan mempunyai dampak kuat terhadap kenaikan harga-harga lain, dan sekaligus akan dapat menciptakan jumlah penduduk miskin sementara (transient poverty). Disisi lain, walaupun pemerintah telah menaikkan harga harga kering panen yang dirasa lebih memberikan keuntungan kepada petani produsen dari pada para pedagang, harga beras tinggi justru diharapkan petani produsen, karena mereka akan menikmati hasil yang lebih tinggi. Adapun teori kebijakan impor dalam rangka menjamin stabilitas harga yaitu: “Berdasarkan UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, pada Pasal 14, kebijakan impor dapat dilakukan dengan kondisi sebagai berikut: (1) Sumber penyediaan pangan berasal dari produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional, 2) Dalam hal sumber penyediaan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum mencukupi, pangan dapat dipenuhi dengan impor pangan sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan pada Pasal 36 menyatakan bahwa(1) Impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi didalam negeri, (2) Impor pangan pokok hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi, (3) Kecukupan produksi pangan pokok dalam negeri dan cadangan pangan pemerintah ditetapkan oleh Menteri atau lembaga pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pangan. Selanjutnya akan diuraikan beberapa konsep kebijakan terkait impor sekaligus beberapa aplikasinya di produk pangan Indonesia maupun Negara lain.”41 Ada empat aspek yang saling terkait dengan kebijakan perberasan,yakni aspek produksi, stabilitas pasokan, jangkauan distribusi dan peta surplus dan kekurangan. 40 Konsep Ketahanan Pangan”, http://nusataniterpadu.files.wordpress.com/2008/10/ketahananpangan-2008.pdf., di akses padatanggal 20 Januari 2017. 41 19 24 Untuk melakukan impor, pemerintah mestinya tahu secara tepat berapa besarnya produksi beras dan pangan nasional.42 Disisi lain, tuntutan agar harga beras cukup tinggi, seringkali mengemuka menjadi kehendak dari para petani padi maupun para pedagang beras. Adanya perbedaan tuntutan antara pemerintah dengan petani inilah yang menyebabkan mengapa beras menjadi bahan polemik. Beras bukan hanya sebagai komoditi biasa, namun sudah menjadi komoditi yang bernilai strategis, dalam artian sangat mempengaruhi konstelasi politik dan pembangunan. Dari pemikiran teori di atas, maka penulis menarik beberapa asumsi untuk memperkuat hipotesis yang akan di munculkan, yaitu: 1. Kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dan Thailand merupakan suatu kerjasama dua negara, dimana dalam kerjasama tersebut terdapat kepentingan yang ingin dicapai oleh Indonesia maupun Thailand. Kerjasama tersebut merupakan suatu respon dari Indonesia untuk mengatasi permasalahan pangan dalam negeri untuk memenuhi stok pangan nasional, untuk menghindari adanya krisis pangan yang mengganggu kestabilan negara. 2. Kerjasama antara Indonesia dan Thailand merupakan suatu upaya dalam meningkatkan sektor pertanian serta meningkatkan ketersediaan pangan di Indonesia. 3. Ketahanan pangan nasional pada dasarnya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan pangan. Program impor beras dari Thailand merupakan suatu wujud untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional karena stok yang dihasilkan di Indonesia sendiri tidak mencukupi. 42 “Menggagas Sistem Neraca Beras”, dalam http://www.suaramerdeka.com, diakses 20 Januari 2017. 25 2. Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat mengambil hipotesis sebagai berikut: “Jika Kerjasama Indonesia dengan Thailand dalam impor beras dapat berjalan sesuai kesepakatan, maka Indonesia dapat meningkatkan ketahanan pangan melalui stabilisasi harga beras.” 26 D. Operasionalisasi Variabel dan Indikator ( Konsep Teoritik, Empirik dan Analisis) Untuk membantu dalam menganalisis penelitian lebih lanjut, maka penulis membuat suatu definisi Operasional Variabel tentang konsep hipotesis diatas. Tabel 1.1 Operasional Variabel dan Indikator VARIABEL DALAM INDIKATOR HIPOTESIS (Empirik) ANALISA DATA (Teoritik) Variabel Bebas : Jika 1. Adanya persetujuan 1. Disetujuinya kerjasama antara kerjasama Indonesia dengan mengimpor beras Thailand dalam impor Indonesia. Hubungan Republic Of Indoneisa beras bilateral kedua negara and The Government Of terjalin The dapat berjalan sesuai kesepakatan salah Thailand Trade dengan satunya ke baik dalam Agreement Between The Government Of Kingdom Thailand, di The Of Bali. bidang kerjasama impor Kesepakatan pangan. ditsetujui oleh Menteri 2. Banyak pertanian program yang dilakukan telah untuk kerjasama, seperti: Joint Agriculture Working Group Perdagangan tersebut Indonesia dan Thailand. (Sumber Kementerian Perdagangan Indonesia) 27 Trade Agreement yang 2. Terhitung juga mencakup poin 3. Impor 2009, beras tahun Thailand mengimpor tentang pangan. dari beras Indonesia sebanyak satu dilakukan setiap tahun, juta sebagai apabila dibutuhkan. cadangan ke ton tiap tahun tambahan stok beras di Bulog dengan Data (angka dan fakta) kesepakatan satu juta ton mengenai jumlah impor per beras dari Thailand.. tahun apabila dibutuhkan. (sumber BPS) Data (angka dan fakta) Variabel Terikat : Maka 1. Dengan Indonesia dapat adanya mengenai besarnya kerjasama impor beras konsumsi beras serta meningkatkan ketahanan Indonesia-Thailand, jumlah produksi beras pangan melalui maka stok dalam negeri Indonesia. stabilisasi akan terpenuhi dengan (sumber BPS) menerapkan harga beras. harga yang lebih stabil. Dengan kesepakatan satu juta ton per tahun akan membantu stabilisasi harga beras di Indonesia. 2. Besarnya beras Indonesia sebanding konsumsi masyarakat yang tidak dengan 28 jumlah produksi, yang mengakibatkan harga pasar tidak terkendali dan melambung tinggi. 29 E. Skema Kerangka Teoritis Indonesia Thailand Kurangnya stok beras nasional Negara yang maju dalam pertanian serta pengekspor beras bagi Indonesia Trade Agreement Between The Government Of The Republic Of Indoneisa and The Governmrnt Of The Kingdom Of Thailand Impor Beras Peningkatan ketahanan nasional Gambar 1.1 Judul Penelitian Kerjasama Indonesia-Thailand dalam Impor Beras Bagi Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional 30 F. Tingkat Analisis, Metode, dan Teknik Pengumpulan Data 1. Tingkat Analisis Dalam studi Hubungan Internasional kita perlu mengidentifikasi tingkat eksplanasi demi meperjelas proses pembentukkan teori. Untuk menjelaskan suatu kejadian atau perilaku dalam Hubungan Internasional memerlukan dua hal yang utama, yaitu: pertama adalah menunjukkan apa unit analisanya atau unit yang dianggap sebagai variabel terikat, dan yang kedua adalah menunjukkan unit eksplanasinya, yaitu unit yang dianggap sebagai variabel bebas atau independen. Dalam penelitian ini penulis menggunakan tingkat analisis korelasionis. Tingkat analisis korelasionis merupakan tingkat analisis dimana dalam hubungannya unit analisa atau variabel dependen tingkatannya dengan unit eksplanasinya atau variabel independen berada pada tingkatan yang sama. Dalam penelitian ini unit eksplanasinya adalah pengaruh kebijakan Indonesia terhadap impor beras Thailand, sedangkan unit analisisnya adalah implikasinya terhadap ketahanan pangan nasional, yang termasuk dalam kelompok analisa negara dan bangsa. 2. Metode Penelitian a. Metode Penelitian Deskriptif Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu metode yang menggambarkan, menjelaskan, serta menganalisa gejala-gejala serta fenomena yang didasarkan atas hasil pengumpulan data dari kejadian serta masalah yang terjadi. b. Metode Penelitian Historis Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan metode penelitian historis, yaitu metode yang memberikan interpretasi dari trend yang naik-turun dari suatu status keadaan di masa lampau untuk memperoleh suatu generalisasi yang berguna untuk memahami kenyataan sejarah, membandingkan keadaan sekarang dan dapat meramalkan keadaan yang akan datang. 31 G. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Library Research), yaitu suatu cara pengumpulan data melalui penelaahan dan mempelajari buku-buku, jurnal, dokumen, surat kabar, yang berhubugan dengan masalah yang dibahas, baik yang terdapat di perpustakaan maupun di lembaga penelitian. Selain itu, penulis juga menggunakan sumber teknologi informasi, yaitu penggunaan internet guna memperoleh data dalam penelitian. H. Lokasi dan Lamanya Penelitian 1. Lokasi Penelitian a. Perpustakaan FISIP Universitas Pasundan Jalan Lengkong Besar No.68 Kota Bandung b. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Jalan Kawaluyaan Indah No.4 Kota Bandung c. Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jalan Tanah Abang III No.23-27 Jakarta Pusat 2. Lamanya Penelitian Dalam penelitian ini, waktu yang dibutuhkan oleh panulis adalah selama kurang lebih enam bulan. I. Sistematika Penulisan Untuk memberikan pemahaman mengenai kaitan langkah-langkah penelitian maka disusun dengan urutan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Dalam bab ini dijelaskan latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan masalah penelitian, kerangka teoritis dan hipotesis, metode dan teknik pengumpulan data, lokasi dan lamanya penelitian, serta sistematika penulisan. 32 BAB II KERJASAMA INDONESIA-THAILAND DALAM IMPOR BERAS Dalam bab ini akan membahas uraian atau informasi umum mengenai tema yang dijadikan variabel bebas, yaitu konsep yang menjelaskan dan memprediksi masalah tersebut. Pada penyusunan penelitian ini variabel bebas yang akan penulis coba uraikan yaitu yaitu tinjauan umum tentang beras, impor beras, serta kebijakan yang dilakukan Indonesia-Thailand dalam impor beras. BAB III PENINGKATAN KONDISI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam bab ini berisi uraian atau informasi umum mengenai masalah yang menjadi variabel terikat yakni kondisi ketahanan pangan nasional. Pada bab ini penulis akan mencoba untuk menguraikan variabel terikat berupa semua yang mencakup implikasi dari impor beras dari Thailand bagi ketahanan pangan nasional. BAB IV ANALISA IMPOR BERAS THAILAND BAGI PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam bab ini berisi pembahasan serta analisa terkait jawaban hipotesis dan identifikasi masalah. BAB V KESIMPULAN Dalam bab ini berisi pemaparan terkait kesimpulan dan hasil dari penelitian yang telah dilakukan.