BAB II KAJIAN PUSTAKA A. STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

advertisement
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PEMBELAJARAN BIOLOGI
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk satuan pendidikan menengah
dikembangkan berdasarkan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut (Permendiknas No. 23 Tahun 2006). Standar tersebut
selanjutnya dijabarkan dalam SKL kelompok mata pelajaran. Dalam SKL SMP ada
beberapa standar kompetensi lulusan yang harus dicapai seorang siswa setelah ia
lulus dari satu jenjang pendidikan.
Permendiknas No. 23 Tahun 2006 menyebutkan SKL untuk kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diantaranya ialah membangun
dan
menerapkan informasi, pengetahuan, dan teknologi secara logis, kritis, kreatif, dan
inovatif. Siswa juga harus menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif,
dan inovatif
secara mandiri. Selanjutnya siswa juga diharapkan mampu
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui berbagai cara
termasuk pemanfaatan teknologi informasi.
Apa yang dituangkan dalam Permendiknas No. 23 Tahun 2006 menunjukkan
bahwa dalam proses belajar mengajar hal yang semestinya diutamakan adalah
berkaitan dengan proses bagaimana mencapai suatu kompetensi. Proses pembelajaran
harus dirancang sedemikian rupa agar dapat mencetak lulusan yang memenuhi
9
10
standar
kompetensi
tertentu.
Pembelajaran
tersebut
tentunya
diharapkan
mengedepankan proses tanpa mengenyampingkan aspek pengetahuan kognitif.
Dengan kata lain penilaian pembelajaran mencakup berbagai ranah baik kognitif,
psikomotor maupun ranah afektif.
Proses pembelajaran (termasuk pembelajaran biologi) yang terjadi selama ini
kadang tagihan pada proses pembelajaran masih bersifat pengetahuan kognitif. Hal
ini terjadi kemungkinan diakibatkan oleh adanya tuntutan UN di jenjang pendidikan
yang mengarahkan kepada pembelajaran yang bersifat hapalan materi. Siswa dituntut
agar dapat menguasai materi dan lulus UN, sedangkan aspek lain termasuk
psikomotor dan sikap (afektif) siswa seringkali tidak begitu diperhatikan. Hal ini akan
bertentangan lagi dengan standar proses seperti yang dituangkan dalam permendiknas
No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pembelajaran.
B. PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DAN MODUL
Salah satu standar yang harus dikembangkan dalam pendidikan nasional
adalah standar proses seperti tertuang di dalam Permendikbud No. 65 tahun 2013.
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi
lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan
pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah pada jalur formal, baik pada sistem paket maupun sistem kredit semester.
Menurut Permendiknas No. 41 Tahun 2007 selanjutnya diganti dengan
Permendikbud No. 65 tahun 2013, standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
11
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK),
kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran,
materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian
hasil belajar, dan sumber belajar.
Apabila keseluruhan komponen perencanaan proses pembelajaran itu
terpenuhi dengan baik maka proses belajar mengajar akan berjalan lancar.
Pembelajaran akan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang dikehendaki. Begitu pula sebaliknya, jika terjadi ketidaksesuaian antara
perencanaan pembelajaran dengan tujuan maka tujuan pembelajaran sulit dicapai.
Semua komponen tersebut di dalam pelaksanaannya harus dikembangkan.
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau
berkelompok dalam sebuah sekolah/ madrasah atau beberapa sekolah, kelompok
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan
Dinas Pendidikan. Hal tersebut dilakukan guna memperoleh perangkat rencana
pembelajaran sesuai standar yang telah ditentukan.
Rencana
pelaksanaan
pembelajaran
mengarahkan kegiatan belajar siswa
dijabarkan
dari
silabus
untuk
dalam upaya mencapai KD. Kemampuan
minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan efektif.
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi siswa , serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan
kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan
secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes
12
dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian
hasil karya berupa tugas, proyek atau produk, portofolio, dan penilaian diri.
Proses yang terjadi di lapangan, implementasi Permendiknas untuk
menghasilkan perangkat perencanaan pembelajaran mengalami berbagai kendala. Di
antara kendala tersebut ialah masih terfokusnya pembelajaran untuk mencapai target
pengetahuan kognitif (produk). Masih banyak terdapat ketidaksesuaian antara satu
komponen
perangkat
dengan
komponen
lainnya
dalam
mencapai
tujuan
pembelajaran. Ketidaksesuaian tersebut berimbas pada tidak terpenuhinya tujuan
pembelajaran sebagaimana yang ditetapkan.
Kondisi-kondisi
tersebut
tentunya
menghambat
dalam
implementasi
Permendiknas No. 41 Tahun 2007 hingga Permendikbud No.65 tahun 2013 Oleh
karena itu maka disadari bahwa pengembangan perangkat memang harus dilakukan.
Pengembangan perangkat pembelajaran adalah proses sistemik yang
dilakukan dengan cara menerjemahkan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran
menjadi sebuah rancangan yang diimplementasikan dalam bahan dan aktivitas
pembelajaran (Smith, 2003). Banyak ragam model dalam mengembangkan perangkat
pembelajaran seperti model Dick & Carey, model 4-D, model Kemp, model ADDIE,
model ASSURE dan lain sebagainya. Secara garis besar hanya ada 2 model yakni
model
procedural
dan
model
konseptual.
Model-model
ini
mempunyai
langkah/tahapan-tahapan tersendiri untuk mencapai tujuan akhir dari sebuah
penelitian pengembangan yang akan dilaksanakan.
Pengembangan Perangkat berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013
akan berhubungan dengan pemanfaatan TIK (ICT). Memasuki abad ke-21, bisnis
digital di berbagai sektor mulai marak di banyak negara (Sutrisno, 2011). Kenyataan
13
ini mengharuskan adanya pengembangan dalam pembelajaran untuk mempersiapkan
pendidikan menyongsong era global. Berdasarkan hal tersebut untuk memenuhi
tuntutan keterampilan siswa abad ke-21 yakni bagaimana berpikir kritis, mencari
solusi, kreatif serta memiliki keterampilan informasi dan media diperlukan
pembelajaran menggunakan ICT.
Berpikir
kritis,
maupun
berpikir
kreatif
memerlukan
model-model
pembelajaran yang dapat membantu siswa mengembangkan potensinya. Salah satu
karakteristik dari pembelajaran aktif adalah bahwa siswa tidak hanya mendengarkan
materi pembelajaran secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan
materi pembelajaran (Rooijakkers, 1991).
Menurut Gough (1992) Cetak Biru Sekolah Hijau berisi pedoman untuk
menciptakan sekolah hijau yaitu lingkungan belajar yang asri, menyenangkan, dan
lingkungan sebagai sarana belajar bagi siswa. Ada lima komponen yang melandasi
cetak biru sekolah hijau seperti pada Gambar 2.1.
Kepraktisan
Tujuan dan
strategi
Mengembangkan
kebijakan
Sekolah
Ramah
Lingkungan
Pengambilan
kebijakan
Mengembangkan
kurikulum
Gambar 2.1. Komponen-komponen dalam Pengembangan Sekolah Hijau.
Komponen pertama
mencantumkan dasar PL. Beberapa prinsip juga
berfungsi sebagai kriteria untuk menilai program-program PL. Komponen kedua
difokuskan kepada cara pengembangan kebijakan sekolah dalam pendidikan
lingkungan. Komponen ketiga difokuskan kepada bagaimana pendidikan kepada
14
bagaimana PL dilaksanakan di sekolah-sekolah melalui ciri sekolah “ ramah
lingkungan”.
Komponen keempat berisi keterangan-keterangan tentang proses-proses
pengambilan kebijakan ke dalam praktek langkah pertama dalam pengembangan
kurikulum. Juga berisi karakteristik para siswa dalam kaitannya dengan kurikuum
pendidikn lingkungan, dan isu- isu kontroversial yang potensial berkaitan antara
pendidikan lingkungan dengan agama (Gough, 1992).
Komponen kelima dan terakhir dari pedoman ini berbarengan dengan ide-ide
kurikulum yang disarankan oleh prinsip-prinsip dasar PL yang merupakan satu
kesatuan dengan berbagai pendekatan alternatif untuk mengembangkan kurikulum PL
termasuk di dalamnya pendidikan lingkungan dengan luar subyek dan pengembangan
PL sebagai bagian dari subyek.
C. KONSEP EKOSISTEM BERDASARKAN KURIKULUM 2013
Konsep “hubungan antara komponen ekosistem” salah satu topic mempelajari
klasifikasi makhluk hidup, konsep yang dipelajari di SMA dijelaskan dibawah ini.
Kompetensi inti:
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan
menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, dan
prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
15
seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar
1.1 Mengagumi
keteraturan
dan
kompleksitas
ciptaan
Tuhan
tentang
keanekaragaman hayati, ekosistem, dan lingkungan hidup.
2.1 Berperilaku ilmiah: teliti, tekun, jujur sesuai data dan fakta, disiplin,
tanggung
jawab, dan peduli dalam observasi dan eksperimen, berani dan santun dalam
mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, peduli lingkungan,
gotong
royong, bekerjasama, cinta damai, berpendapat secara ilmiah dan kritis,
responsif dan proaktif dalam dalam setiap tindakan dan dalam melakukan
pengamatan dan percobaan di dalam kelas/laboratorium maupun di luar
kelas/laboratorium.
3.9 Menganalisis informasi/data dari berbagai sumber tentang ekosistem dan semua
interaksi yang berlangsung, termasuk klasifikasi makhluk hidup..
4.9 Mendesain bagan tentang interaksi antar komponen ekosistem dan jaring
makanan yang berlangsung dalam ekosistem dan menyajikan hasilnya dalam
berbagai bentuk media.
16
Berdasarkan kompetensi inti dan kompetensi dasar maka dikembangkan
indikator-indikator sebagai panduan untuk mencapai indikator pembelajaran sebagai
berikut:
Kognitif:
a. Produk
1. Menjelaskan macam-macam komponen penyusun ekosistem.
2. Menjelaskan aliran energi yang terjadi dalam ekosistem.
3. Menjelaskan macam-macam daur biogeokimia.
b. Proses
1. Menyimpulkan satuan ekosistem seperti individu, populasi dan komunitas.
2. Menyimpulkan aliran energi yang terjadi dalam ekosistem yang meliputi
rantai makanan, jaring makanan dan piramida makanan.
3. Menyimpulkan macam-macam daur biogeokimia yang meliputi daur karbon,
daur nirogen, daur air, daur fosfor dan daur sulfur
Afektif:
a. Perilaku berkarakter: Menunjukan perilaku berkarakter yaitu teliti.
b. Keterampilan Sosial: Menunjukkan kemampuan keterampilan sosial yaitu
bertanya.
D. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
1. Model Inkuiri
Inkuiri bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun
kecakapan-kecakapan intelektual. Penempatan guru bukan sebagai sumber belajar,
akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Karena yang dituntut
17
berperan aktif adalah siswa maka aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui
proses tanya jawab antara guru dengan siswa. Tanya jawab ini untuk mengarahkan
siswa untuk menemukan sendiri pemahamannya mengenai suatu konsep.
Salah satu jenis inkuiri ialah inkuiri terbimbing (guide inquiry). Pembelajaran
inkuiri
terbimbing
yaitu
suatu
model
pembelajaran
inkuiri
yang
dalam
pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau pettunjuk cukup luas kepada
siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan masalah.
Seorang guru di dalam pembelajaran inkuiri terbimbing tidak melepas begitu
saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru harus memberikan
pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan
sehingga siswa yang berpikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah
tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa yang
intelegensinya tinggi tidak memonopoli kegiatan. Oleh sebab itu guru harus memiliki
kemampuan mengelola kelas yang baik.
Inkuri terbimbing biasanya digunakan terutama bagi siswa-siswa yang belum
berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Tahap-tahap awal pengajaran
diberikan bimbingan lebih banyak yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan pengarah agar
siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan
untuk memecahkan permasalahan yang disodorkan guru. Pertanyaan-pertanyaan
pengarah selain dikemukakan langsung oleh guru juga diberikan melalui pertanyaan
yang dibuat dalam LKS. Oleh sebab itu LKS yang dibuat khusus untuk membimbing
siswa dalam melakukan percobaan dan menarik kesimpulan.
Tahapan pembelajaran inkuiri dalam penelitian ini berpedoman pada Eggen &
Kauchak (1996). Adapun tahapan pembelajaran inkuiri seperti Tabel 2.1.
18
Tabel 2.1. Tahap Pembelajaran Inkuiri
Fase
Perilaku Guru
Menyajikan pertanyaan atau
masalah.
2. Membuat .hipotesis.
Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah. Guru
membagi siswa dalam kelompok.
Guru memberikan siswa kesempatan untuk curah pendapat
dalam merumuskan hipotesis. Guru membimbing siswa
dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang
akan dibuktikan.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis
yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan
langkah-langkah percobaan.
Guru membimbing siswa mendapatkan inforrnasi melalui
percobaan.
Guru memberi kesempatan kepada tiap kelompok untuk
menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.
1.
3.
Merancang percobaan.
4.
Melakukan percobaan untuk
memperoleh informasi.
Mengumpulkan
dan
menganalisis data.
Membuat kesimpulan.
5.
6.
2. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Model PBM menurut Tan (2003) merupakan inovasi dalam pembelajaran,
karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui
proses kerja kelompok atau tim
yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mencegah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikir
secara berkesinambungean (Rusman, 2010:229). Dewey menyatakan model PBM
adalah interaksi antar stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah
belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan
dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi 9menafsirkan bantuan itu secara
efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari
pemecahannya dengan baik. Sintak model PBM disajikan pada Tabel 2.2
19
Tabel 2.2. Tahap Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Fase
1.
Mengorientasikan
masalah
2.
Mengorganisasikan
belajar
.
siswa
kepada
Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran,
mendeskripsikan
kebutuhan-kebutuhan
logistik
penting, memotivasi siswa untuk terlibat dalam
pemecahan masalah yang dipilih.
untuk
Guru
membantu
siswa
mendefinisikan
dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut
3.
Membantu penyelididkan mandiri
maupun kelompok
Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
4.
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya serta memamerkannya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video
dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas
dengan temannya
5.
Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan prosesproses yang mereka gunakan
siswa
Sumber: Nur (2011)
E. TEORI BELAJAR
Model inkuiri dan model PBM menganut paham konstruktivisme (Kulsum,
2011). Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri. Pengetahuan
merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat
struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk
pengetahuan tersebut. Dengan mengkonstruksi sendiri ilmu pengetahuan materi
pembelajaran lebih mudah diserap karena pembelajarannya bermakna.
Konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang
mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Hal ini sesuai
dengan sintak pembelajaran di mana siswa mulai merumuskan hipotesis atas masalah,
20
informasi atau pertanyaan yang disajikan guru. Proses ini merupakan tahap
penggalian kemampuan berpikir siswa.
Tujuan dari pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berpikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi (Anonim, 2011). Berdasarkan tujuan
pendidikan, pendekatan inkuiri dalam pembelajaran yang menekankan keaktifan
siswa untuk merekonstruksi pengetahuan dari pengalaman belajarnya sangat sesuai
dengan tujuan yang dicanangkan. Konstruksi pengetahuan ini tercermin dalam sintak
inkuiri keenam dan kedelapan dalam proses pembelajaran. Jadi pengajaran yang
berpusat pada siswa (student-centered instruction) akan dapat direalisasikan.
Akhirnya guru hanya akan bertindak sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa.
Menurut Knight (2001) siswa bukan makhluk pasif yang sekedar menanti
guru mengisi akal pikirannya dengan banyak informasi. Ketika guru sudah
menyajikan suatu persoalan maka siswa akan segera berkeinginan untuk belajar jika
mereka tidak dibuat frustasi dalam belajar mereka karena orang dewasa. Karena itu
apa yang dilakukan guru dalam upaya mentransfer pengetahuan kepada siswa harus
disesuaikan dengan fungsi dan peranan siswa sebagai pelaku utama dalam proses
pembelajaran.
1. Teori Piaget
Menurut Hill (2012; 160) salah satu ciri khas teori Piaget adalah membagi
tahap perkembangan anak menjadi 4 tahapan, yaitu tahap sensori motoris (0-2 tahun),
tahap preoperasional (2-6 tahun), tahap operasional kongkrit (6-11 tahun) dan berfikir
formal (11 tahun ke atas). Setiap tahap perkembangan selalu ditandai dengan
munculnya pula kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan orang
21
memahami dunia dengan cara yang kompleks. Pandangan teorinya, Ia hanya
memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui oleh semua
individu tanpa memandang latar belakang sosial dan budaya.
Implikasi dari teori ini di dalam kelas adalah bahwa anak dapat membentuk
konsep, melihat hubungan, dan dapat memecahkan masalah. Meskipun demikian
aktivitas tersebut hanya sebatas mereka melibatkan obyek-obyek dan situasi yang
dikenalnya (sintak nomor 5-8 dalam proses pembelajaran). Jadi pada tahapan ini
anak hanya akan mampu merespon terhadap benda-benda nyata (realitas) dan
menyimpulkannya.
Menurut Arends (1997) pedagogi yang baik harus melibatkan pemberian anak
pada situasi-situasi dimana anak dapat mandiri melakukan kegiatan (sintak nomor 8
dalam pembelajaran). Hal ini berarti mampu mencoba sesuatu untuk mengamati apa
yang terjadi, menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya lalu membangun
pehamahaman terhadap hal yang baru. Dengan demikian siswa dalam segala usia
secara aktif dapat terlibat dalam proses perolehan informasi serta membangun
pengetahuan mereka sendiri.
2. Teori Vygotsky
Vygotsky
dalam
Taylor
(1993)
menyatakan
bahwa
siswa
dalam
mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Ia percaya
bahwa setiap pembelajaran diperoleh melalui dua tahapan, yaitu mula-mula melalui
interaksi dengan orang lain dan kemudian mengintegrasikannya ke dalam struktur
mental setiap individu. Dalam pandangan ini penekanan pada pentingnya interaksi
sosial dalam pembelajaran. Melalui interaksi sosial dengan orang lain akan dapat
22
memacu penyusunan ide-ide baru serta meningkatkan dan mengembangkan
intelektual siswa. Interaksi sosial dalam pembelajaran dipenuhi dengan sintak no. 3
dan 4 dimana siswa diatur dalam kelompok-kelompok belajar kooperatif.
Vygotsky
(2001)
menyatakan
siswa
memiliki
dua
tahap
tingkat
perkembangan, yaitu aktual dan potensial. Tingkat perkembangan aktual, yaitu
tingkat fungsi dan kemampuan intelektual individu untuk mempelajari hal tertentu.
Tingkat perkembngan potensial, yaitu tingkat yang dimiliki oleh seseorang yang
dapat berfungsi melalui bantuan orang lain, misalnya bantuan orang tua, teman
sejawat, guru. Arends (1997) menyebutkan antara tingkat perkembangan aktual dan
tingkat perkembangan potensial disebut sebagai zona perkembangan terdekat.
Implikasi dari teori Vygotsky dalam pelaksanaan pendidikan adalah terjadinya
pembelajaran melalui interaksi sosial, misalnya bantuan guru atau teman sejawat
lainnya yang lebih mampu serta dapat memberikan dorongan dan dukungan untuk
belajar. Bentuk dukungan ini dapat berupa petunjuk, peringatan, perincian masalah ke
dalam langkah-langkah pemberian contoh atau tindakan lainnya, sehingga
memungkinkan mereka mampu tumbuh mandiri sebagai pembelajar. Proses
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif berbasis inkuiri
diimplementasikan melalui interaksi/ kerja sama tim dan kemandirian siswa
mengakses pengetahuan melalui kegiatan menemukan konsep. Pemberian dukungan
pada pembelajaran yang disetting dengan gabungan antara pendekatan inkuiri dan
model pembelajaran kooperatif bisa diaplikasikan pada sintak nomor sembilan.
3. Teori Bruner
Menurut Bruner seperti dikutip (Nur, 2011), pembelajaran penemuan atau
discovery learning merupakan sebuah model pembelajaran yang menekankan
23
pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide-ide pokok disiplin ilmu,
kebutuhan untuk keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran, dan keyakinan
bahwa pembelajaran sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi. Bruner dalam
(Nur, 2011), menyatakan belajar adalah beraktivitas, proses sosial di mana siswa
mengkonstruk ide-ide atau konsep baru berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya.
Para siswa menyeleksi informasi, melakukan hipotesis awal, dan merumuskannya
melalui proses integrasi pengalamannya ke dalam konstruksi mentalnya (sintak
nomor 5-8). Dalam hal ini siswa perlu diberikan dorongan untuk belajar secara
mandiri dan terlibat langsung secara aktif menemukan konsep-konsep dan prinsip.
Dahar (1989) mengemukakan bahwa belajar melalui penemuan memiliki
beberapa keuntungan, diantaranya: (1) pengetahuan tersebut akan bertahan lama atau
lama dapat diingat, lebih mudah diingat, jika dibandingkan dengan pengetahuan yang
dipelajari dengan metode lainnya, (2) hasil belajar penemuan memiliki efek transfer
yang lebih baik dari pada hasil belajar lainnya, (3) secara menyeluruh belajar
penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara
bebas. Jadi belajar melalui penemuan dapat melatih siswa menjadi lebih mandiri dan
mampu memecahkan permasalahan tanpa bantuan orang lain.
Melalui penemuan dapat membangkitkan siswa untuk ingin tahu, memberi
motivasi untuk selalu berusaha secara terus menerus sampai menemukan jawabanjawaban yang diinginkan. Selain itu melalui penemuan siswa juga dapat belajar
memecahkan masalah secara mandiri dan memupuk keterampilan berpikirnya, karena
mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi (Slavin, 1997). Belajar
melalui penemuan menekankan pada pentingnya membantu siswa memahami
struktur suatu disiplin ilmu, pentingnya siswa terlibat aktif dalam proses
24
pembelajaran, dan adanya keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya baru
terjadi melalui penemuan sendiri.
F. KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI
Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi berpikir kritis, logis, refleksi,
metakognitif, dan berpikir kreatif (King, 1997). Pembelajaran yang aktif melibatkan
siswa biasanya memuat komponen keterampilan ini. Oleh karena itu keterampilan
berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu yang diharapkan dapat dikuasai siswa
dalam proses pembelajaran.
Menurut Facione (1998) ada beberapa keahlian yang dapat dikategorikan
sebagai bagian dari keterampilan berpikir kritis. Keahlian tersebut ialah keahlian
dalam interpretasi, analisis, inferensi, evaluasi, menjelaskan, dan penilaian diri
sendiri. Dengan demikian apabila siswa telah menguasai salah satu diantara keahlian
tersebut maka ia telah mengarah pada kemampuan berpikir kritis meskipun masih
belum memenuhi semua keahlian yang telah disebutkan.
Interpretasi menurut Facione (1998) merupakan kemampuan memahami dan
mengekspresikan arti dari bermacam-macam pengalaman, keadaan, data, peristiwa,
pertimbangan, konvensi, kepercayaan, ketentuan, prosedur atau kriteria. Siswa dapat
melakukan interpretasi ketika ia menggunakan pikiran dan kemampuannya
memahami sesuatu dari suatu sumber tertentu. Jadi pemahaman yang diperoleh siswa
ini diperoleh sebagai proses penerjemahan dari informasi yang diperolehnya.
Kemampuan menganalisis bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan
dimaksud dan nyata antara pernyataan, pertanyaan, konsep, uraian, atau bentuk lain
dari penyajian yang mengekspresikan kepercayaan, pertimbangan, pengalaman,
alasan-alasan, keterangan, atau pilihan. Dalam bentuk sederhana keahlian ini dapat
25
berupa sub kemampuan untuk menguji ide, mengidentifikasi argumen dan
mengidentifikasi alasan dan klaim. Intinya ialah bahwa saat pembelajaran siswa
mampu melakukan serangkaian kegiatan secara runtut untuk dipahami.
Inferensi sebagai bagian dari keterampilan berpikir kritis dimaksudkan untuk
identifikasi untuk menyimpulkan gambar, untuk membentuk dugaan dan hipotesis,
untuk mempertimbangkan keterangan relevan dan untuk memperkembangkan alir
konsekuensi dari data, pernyataan, prinsip, bukti, pertimbangan, kepercayaan,
pendapat, konsep, uraian, pertanyaan, atau bentuk lain dari penyajian. Siswa dalam
hal ini diharapkan mampu melakukan inferensi misalnya menyimpulkan suatu
gambar dari beberapa data pendukung yang disajikan. Jika siswa mampu melakukakn
hal tersebut maka dapat dikatakan ia telah mempraktikkan kemampuan berpikir kritis.
Keahlian lainnya ialah kemampuan untuk menilai kredibilitas dari pernyataan
atau penyajian lain yang berasal dari persepsi seseorang, pengalaman dan lain-lain.
Siswa dapat menilai kualitas dari argumen yang dibuat dengan penalaran induktif
maupun deduktif. Dengan kata lain ketika siswa dihadapkan pada penyajian berbagai
data dalam bentuk tertentu ia mampu melakukan penilaian akan hal tersebut.
Kemampuan menerangkan/menjelaskan juga merupakan salah satu dari
keterampilan berpikir kritis (Facione, 1998). Keahlian ini bertujuan untuk
menyatakan dan untuk membenarkan penalaran itu dalam kaitan dengan konseptual,
metodologis, kriteria dan bahan pertimbangan berdasarkan konteks yang mendasari.
Dalam hal ini setelah siswa memperoleh berbagai masukan kemudian mampu
mengolahnya dan kemudian menjelaskan tentang sesuatu hal.
Pengaturan diri adalah tahapan keahlian keterampilan berpikir kritis yang
kompleks. Pada bagian ini diri dengan sadar memonitor suatu aktivitas, unsur yang
26
dipergunakan pada aktivitas itu, dan hasil yang dikembangkan, terutama dengan
menerapkan keterampilan menganalisa dan mengevaluasi ke sesuatu pertimbangan
yang dapat disimpulkan sendiri dengan satu pandangan, mengonfirmasikan,
mevalidasi, atau membenarkan salah satu dari penalaran atau suatu hasil. Hal ini
menunjukkan bahwa di sini siswa memiliki kompetensi untuk melakukan penilaian
diri dengan menggabungkan berbagai keahlian sebelumnya.
Taksonomi Bloom dianggap merupakan dasar bagi berpikir tingkat tinggi
Pemikiran ini didasarkan bahwa beberapa jenis pembelajaran memerlukan proses
kognisi yang lebih daripada yang lain, tetapi memiliki manfaat- manfaat lebih umum.
Dalam Taksonomi Bloom sebagai contoh, kemampuan melibatkan analisis, evaluasi
dan mengkreasi dianggap berpikir tingkat tinggi (Pohl, 2000).
Menurut Krathwohl (2002) indikator mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi meliputi:
1.
Menganalisis
a. Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-baginya ke dalam bagian yang
lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya
b. Mengenali dan membedakan faktor sebab akibat dari skenario yang rumit.
c. Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan.
2. Mengevaluasi
a. Menilai solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang
cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
b. Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian.
c. Mempertimbangkan pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
27
Menurut Rianawaty (2011) keterampilan berpikir dapat didefinisikan sebagai
proses kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkah-langkah nyata yang kemudian
digunakan sebagai pedoman berpikir. kemampuan berpikir merupakan proses
keterampilan
yang
bisa
dilatihkan,
pembelajaran yang kondunsif
Artinya
dengan
menciptakan
suasana
akan merangsang siswa untuk meningkatkan
kemampuan berpikir. Oleh karena itu maka guru diharapkan untuk mencari metode
dan strategi pembelajaran yang dampaknya dapat menigkatkan kemampuan berpikir
siswa. Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada
proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term memory.
G. PENELITIAN YANG RELEVAN
Belawati (2012) melaporkan kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan
lingkungan dapat meningkatkan pengetahuan siswa, kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan ini dapat menumbuhkan sikap kepemimpinan siswa. Siswa
dapat mengikuti program pembelajaran melalui pendekatan lingkungan dengan
tataran proses kinerja dan keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan cukup baik,
dan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan dapat
digunakan untuk menetapkan calon kader konservasi mangrof, calon kader
konservasi mangrof yang ditetapkan adalah 11 siswa rata-rata nilai terkategori baik.
Ermadianti (2012) melaporkan penerapan strategi pembelajaran inkuiri
terbimbing dapat meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar biologi siswa kelas
VIII7 SMP Negeri Pekanbaru tahun ajaran 2012/2013. Hidayah (2012) melaporkan
penerapan
pendekatan
inkuiri
berbasis
laboratorium
berpengaruh
keterampilan praktikum fisiologi tumbuhan di STKIP PGRI Banjarmasin.
terhadap
28
Sugiarti (2012) melaporkan 1) pembelajaran inkuiri terbimbing berpengaruh
terhadap hasil belajar produk dan hasil belajar kognitif proses. 2) keterampilan proses
siswa selama pembelajaran inkuiri terbimbing tergolong baik. 3) pembelajaran inkuiri
terbimbing telah mampu meningkatkan kerjasama siswa. 4) pembelajaran inkuiri
terbimbing telah mampu meningkatkan kemampuan bertanya siswa. Zanah (2012)
juga melaporkan pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing
berpengaruh terhadap hasil belajar produk dan proses. Selain itu, hasil kinerja siswa
selama kegiatan pembelajaran sudah menunjukkan peningkatan. Keterampilan sosial,
keterampilan perilaku berkarakter dan psikomotor juga mengalami peningkatan,
begitu juga keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Keterlaksanaan pembelajaran
mengalami peningkatan, dan aktivitas siswa kategori baik.
Penelitian tentang pembelajaran menggunakan model PBM sebagai salah satu
model konstruktivis sudah sering dilaporkan. Penggunaan model PBM menurut
(Rahmiati, 2011) dapat meningkatkan keterampilan performans siswa. Kartini (2011)
menyimpulkan hasil penelitian 1) pembelajaran menggunakan model PBM dengan
strategi debat berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif produk, 2) partisipasi
bertanya siswa di kelas lebih banyak. Ayatusa’adah (2013) melaporkan penggunaan
model PBM memperoleh hasil belajar kogntitif produk dan hasil belajar kognitif
proses tergolong baik, sama halnya dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Awang & Ramly (2008) melaporkan bahwa Problem-based learning atau
PBM sebagai sebuah model instruksional ternyata dapat memberdayakan
keterampilan berpikir kreatif selama proses pembelajaran. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ide-ide kreatif yang muncul dari siswa dapat menciptakan
konsep ataupun solusi yang baik. Dengan penggunaan PBM dalam pembelajaran,
29
siswa lebih suka berpikir daripada menghapal/mengingat. Selain itu, pembelajaran
juga lebih mudah dipahami dibandingkan jika hanya melalui diskusi.
Fitri (2011) melaporkan bahwa penggunaan model PBM dapat membantu
siswa dalam mencapai ketuntasan hasil belajar kognitif produk. Ahmadi dkk. (2013)
yang dilakukan dengan menggunakan perangkat pembelajaran IPA Terpadu tipe
Webbed berorientasi Problem-Based Instruction (PBI) di SMP. Ayatusa’adah (2013)
dan Herlina (2014) menyatakan pembelajaran menggunakan PBM dapat mendorong
siswa mencapai KKM hasil belajar kognitif produk.
Penelitian Akcay (2009) dan Awang & Ramly (2008) menyatakan bahwa
PBM mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan dalam berkomunikasi.
Hal serupa dilaporkan oleh Lestari (2012) bahwa pembelajaran kooperatif seperti
PBM dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa. Senada dengan Akinoglu &
Tandogan (2007) yang menyatakan bahwa keterampilan sosial, penyebaran
informasi, dan aktivitas siswa dapat dikembangkan pada pembelajaran PBM.
Penelitian Sarmani (2014) menyatakan PBM dapat meningkatkan kinerja
ilmiah siswa. Senada dengan Cinar & Bayraktar (tanpa tahun) yang melaporkan
bahwa pembelajaran menggunakan PBM dapat mengasah keterampilan proses sains
siswa. Boud (1987) seperti dikutip Hillman (2003) menyatakan pemecahan masalah
dilakukan dengan mengidentifikasi penyebab dan solusi permasalahan melalui kinerja
proses/praktik. Ulfa dkk. (2013) mengemukakan PBM ditandai dengan siswa yang
terampil dalam kemampuan kinerja.
Rizki (2013) juga melaporkan Problem-based learning (PBL) berbantuan 3D
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa SMP. Pardomuan (2006)
dikutip oleh Ovinawati & Pramukantoro (2013) menyimpulkan PBM dapat
30
meningkatkan kreativitas siswa. Maryamah (2011) melaporkan pembelajaran
kooperatif dapat mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan membangun
pengetahuan secara aktif. Selain dapat mengasah keterampilan berpikir kreatif siswa,
penggunaan PBM juga dapat mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti
yang telah dilaporkan sebelumnya (Ayatusa’adah, 2013; Herlina, 2014). Klegeris &
Hurren (2011) menambahkan bahwa PBM dapat membantu siswa dalam mengasah
keterampilan
memecahkan
masalah.
Akcay
(2009)
menyatakan
penerapan
pembelajaran kooperatif menggunakan model PBM dapat mengasah keterampilan
berpikir kritis, analisis, dan keterampilan memecahkan masalah, serta berkomunikasi.
Model PBM merupakan bagian dari pendekatan problem solving, di samping
model-model lainya seperti model inkuiri, model, pemecahan masalah, dan model
problem posing. Hardiansyah dan Zaini (2013) melaporkan pembelajaran
menggunakan pendekatan problem solving berpengaruh terhadap hasil belajar
kognitif proses. Di samping itu keterampilan berpikir kritis siswa yang diperoleh
melalui pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving tergolong baik.
Yulinda (2011) menyimpulkan ada pengaruh proses-proses problem solving terhadap
hasil belajar, kinerja dan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa SMA pada konsep
jenis dan daur ulang limbah.
Buhaerah (2011) menyatakan dalam kemampuan penalaran model PBM
mendapat respon positif dari siswa dan juga mengajak siswa untuk bekerjasama
dalam memecahkan masalah. Supramono (2005) menyimpulkan pengembangan
model perangkat PBM telah mampu meningkatkan hasil belajar dan keterampilan
berpikir siswa. Zaini, dkk (2008) menyebutkan pembelajaran IPA SD melalui model
perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berdasarkan
31
masalah dan pendekatan lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, hasil
selama proses pembelajaran yang dianalisis secara deskriptif tergolong cukup baik.
H. PENELITIAN & PENGEMBANGAN
Pengembangan perangkat RPP adalah serangkaian proses atau kegiatan yang
dilakukan untuk menghasilkan suatu perangkat RPP berdasarkan teori pengembangan
yang telah ada (Pribadi, 2011). Model prosedural seperti Gambar 2.2 merupakan
Mengidentifikasi
masalah
(a)
Merumuskan
tujuan
(b)
Merancang dan
mengembangkan
perangkat
pembelajaran ©
Melakukan
test
(d)
Mengevaluasi Mengkomunikasik
an hasil test
hasil test
(e)
(f)
Gambar 2.2. Enam Fase Pengembangan
(Nunamaker dan Havner, 2007 dalam Ellis dan Levy, 2010).
salah satu model penelitian & pengembangan. Berdasarkan Gambar 2.2 tiga fase
pertama yakni mengidentifikasi masalah, mendeskripsikan tujuan dan merancang
serta mengembangkan perangkat RPP merupakan langkah-langkah umum dalam
pengembangan. Test perangkat RPP meliputi uji kelompok kecil, uji perorangan, dan
uji lapangan. Langkah-langkah dalam penelitian & pengembangan dijelaskan di
bawah ini.
Identifikasi Masalah
Ada 5 faktor yang mendasari desain & pengembangan menurut (Hevner dkk.
(2004) yakni:
1. Faktor-faktor lingkungan seperti persyaratan dan kendala yang dianggap buruk.
2. Kompleksitas yang melekat dalam masalah dan kemungkinan solusinya.
3. Fleksibilitas dan potensi untuk perubahan kemungkinan solusinya.
32
4. Solusi setidaknya sebagian tergantung pada kreativitas manusia.
5. Solusi setidaknya sebagian tergantung pada upaya kolaborasi.
Identifikasi Tujuan
Tujuan penelitian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian yang
mendasari penelitian (Ellis & Levy, 2009). Jawaban atas pertanyaan penelitian
merupakan inti kontribusi penelitian dalam mengatasi masalah. Jenis penelitian yang
dilakukan membatasi pertanyaan penelitian yang dapat dijawab melalui penelitian;
pertanyaan penelitian merupakan kerangka di dalam penelitian (Richey & Klein,
2007). Kerangka penelitian dan pengembangan berfokus pada desain, pengembangan,
pengujian, dan evaluasi artefak (Peffers dkk, 2007).
Merancang dan Mengembangkan Perangkat RPP
Ada tiga faktor biasanya disertakan dalam tahap desain dan pengembangan
penelitian. Secara umum, proses mencakup: membangun kerangka konseptual, diikuti
dengan merancang arsitektur sistem, dan berakhir dengan membangun prototipe
untuk pengujian dan evaluasi (Hasan, 2003; Nunamaker dkk., 1991.):
Melaksanakan Tes dan Evaluasi
Cara yang tepat di mana pengujian dan evaluasi dilakukan bervariasi
tergantung pada sifat artefak yang dikembangkan dan sumber daya yang tersedia
untuk peneliti. Beberapa lainnya umum digunakan metode untuk menguji dan
mengevaluasi artefak kegiatan penelitian desain dan pengembangan meliputi
pengamatan langsung dari uji coba (Hasan, 2003) dan indikator tidak langsung dari
survei, kuesioner, wawancara, dan observasi lain (Richey & Klein, 2007).
33
Mengkomunikasikan Hasil dan Kesimpulan
Peneliti memperoleh cukup banyak pengetahuan baru melalui penelitiannya,
namun tanpa mendokumentasikan dan menyebarluaskan hasil penelitian dengan
benar, maka kontribusi terhadap tubuh pengetahuan atau kemajuan dalam penelitian
yang dibuat (Leedy & Ormrod, 2010), juga tidak optimal. Hasil dan kesimpulan yang
terkait erat dengan pertanyaan penelitian akan mendorong penelitian selanjutnya.
Ada pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan masing-masing tahapan
desain dan pengembangan penelitian yang terkait (Hasan, 2003). Sifat dari bukti yang
tersedia untuk mendukung jawaban atas pertanyaan penelitian secara tidak langsung
berkaitan dengan metode yang digunakan untuk memperoleh jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan dan tidak bervariasi (Richey & Klein, 2007).
Langkah-langkah penelitian & pengembangan menunjukkan lapisan-lapisan
seperti Gambar 2.3. Gambar ini menggambarkan metode-metode yang mungkin
Gambar 2.3: Lapisan-lapisan Evaluasi Formatif
(diadaptasi dari Tessmer, 1993)
34
pada evaluasi formatif yang dipilih. Kaji ulang tim ahli (focus groups) merupakan hal
penting untuk mempertimbangkan keahlian di bidang apa?. Evaluasi diri atau
pelacakan yang merupakan puncak parabola menggunakan chek list karakter-karakter
penting. One-to-one evaluation
dilakukan dengan tatap muka (walk through)
menggunakan audiens yang tetap. (representative). Uji kelompok kecil (microevaluation), dan uji lapangan (field test). Menurut Nur (2010) kegiatan penelitian &
pengembangan dijelaskan di bawah ini.
1) Telaah Desain
Telaah desain dilakukan oleh peneliti bertujuan:
1. Menentukan keselarasan antara tujuan instruksional dengan masalah-masalah
yang teridentifikasi dalam asesmen kebutuhan
2. Membuktikan analisis tugas sudah mencakup seluruh keterampilan dan
pengetahuan prasyarat yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan pembelajaran.
3. Membuktikan keselarasan antara butir-butir tes dan kisi-kisi tes telah
mencerminkan ukuran yang reliabel dan valid dari tujuan-tujuan instruksional.
2) Uji Perorangan
Uji perorangan dilakukan oleh tim pakar dan siswa. Kegiatan penelaahan yang
dilakukan oleh 3 orang tim pakar bertujuan:
1. Menentukan konten bahan ajar akurat dan up-to-date
2. Membuktikan konten bahan ajar sesuai dengan kurikulum.
3. Menelaah contoh-contoh, soal latihan, dan umpan balik realistik dan akurat.
4. Menjelaskan konsistensi pendekatan pedagogis dengan teori pembelajaran.
5. Membuktikan pengajaran sesuai dengan siswa sasaran.
35
6. Membuktikan strategi-strategi pembelajaran konsisten dengan prinsip-prinsip
teori pembelajaran.
Kegiatan penelaahan yang dilakukan oleh 2-3 siswa bertujuan:
1. Mengujicoba pengajaran itu kepada siswa yang representatif untuk melihat
seberapa baik mereka belajar
2. Menentukan jenis-jenis masalah apa yang muncul ketika siswa yang sebenarnya
terlibat dalam pengajaran tersebut.
3. Menentukan dan membetulkan masalah-masalah atau kesalahan-kesalahan besar
dalam bahan pengajaran. Jenis-jenis kesalahan itu meliputi kesalahan ketik,
kalimat tidak jelas, petunjuk yang hilang atau tidak jelas, contoh yang tidak
sesuai, kosa-kata tidak dikenal, salah gambar atau halaman, gambar yang tidak
komunikatif.
4. Mengumpulkan informasi kemampuan siswa dalam merespon petunjuk dan
butir-butir soal.
3) Uji Kelompok Kecil
Kegiatan uji kelompok kecil terdiri atas 10-12 siswa bertujuan:
1. Mengukur keterampilan bekal-ajar-awal yang perlu diantisipasi.
2. Menganalisis kelemahan siswa dalam salah satu keterampilan.
3. Menentukan keterampilan tambahan yang tidak diprediksikan.
4. Menentukan waktu yang dibutuhkan siswa untuk menyelesaikan pelajaran itu.
5. Menggali respon siswa tentang pelajaran.
4) Uji Lapangan
Kegiatan uji lapangan terhadap siswa dalam satu kelas bertujuan:
36
1. Mengetahui panduan guru menyajikan informasi dalam bentuk yang dapat
digunakan dengan mudah.
2. Menentukan keterampilan bekal-ajar-awal siswa yang diharapkan.
3. Menentukan ketercapaian tujuan pembelajaran.
4. Menentukan perkiraan waktu untuk penyelesaian pembelajaran dengan akurat.
5. Menggali respon siswa terhadap jalannya pembelajaran.
6. Menggali respon guru terhadap jalannya pembelajaran.
7. Menilai pengimplementasian pengajaran itu seperti yang direncanakan.
8. Menjelaskan perubahan-perubahan atau adaptasi-adaptasi apa yang dilakukan
guru dalam pembelajaran.
Kegiatan penelitian dalam bentuk matrik dapat dilihat seperti Gambar 2.4. Uji
perorangan oleh tim pakar bertujuan mengumpulkan data mengenai kecermatan ini
seperti 1) keakuratan dan up-to-date konten bahan ajar, 2) kesesuaian bahan ajar
dengan kurikulum, 3) menelaah contoh-contoh soal latihan, 4) kemutakhiran teori
pembelajaran, 5) kesesuaian pengajaran dengan siswa sasaran, dan 6) kekonsistenan
strategi pembelajaran dengan teori pembelajaran.
Uji perorangan oleh 2-3 orang siswa bertujuan mengumpulkan data tentang 1)
aktivitas siswa dalam belajar, 2) jenis-jenis masalah yang muncul dalam proses
belajar, 3) membetulkan masalah-masalah atau kesalahan-kesalahan besar dalam
bahan pengajaran, 4) identifikasi kesalahan seperti kesalahan ketik, kalimat tidak
jelas, petunjuk yang hilang atau tidak jelas, contoh yang tidak sesuai, kosa-kata tidak
dikenal, salah gambar atau halaman, gambar yang tidak komunikatif, dan 5)
kemampuan siswa dalam merespon petunjuk dan butir-butir soal.
37
Siswa belum
terbiasa bekerja
ilmiah melalui
pembelajaran di
luar kelas
Pembelajaran
biologi
menekankan pada
perolehan kognitif
produk saja
Pembelajaran biologi
sebagai sarana berpikir
belum optimal
TELAAH DESAIN
Perlu Pengembangan
Perangkat Pembelajaran
sesuai dengan Permendikbud
No. 65 tahun 2013
Draf
Perangkat
Pengujian perangkat pembelajaran
melalui penelitian
Validasi Pakar
Tidak
Valid?
ONE TO ONE
EVALUATION
Validasi siwa
Ya
Hasil one two one evaluation
Revis
i
Small group evaluation
Tidak
Valid?
Revisi
Ya
SMALL
GROUP
Hasil small group
evaluation
Field trial
FIELD TRIAL
Tidak
Gambar 2.4. Matrik Kegiatan Penelitin & Pengembangan
Lulus
? ?? /
Ya
Prototipe Perangkat
RPP teruji dan siap
didesiminasi
38
Uji kelompok kecil oleh 10-12 siswa bertujuan mengumpulkan data tentang 1)
keterampilan bekal-ajar-awal yang perlu diantisipasi, 2) kelemahan siswa dalam salah
satu keterampilan, 3) keterampilan tambahan yang tidak diprediksikan sebelumnya,
4) waktu yang dibutuhkan siswa untuk menyelesaikan pelajaran, dan 5) respon siswa.
Uji lapangan bertujuan mengumpulkan data mengenai 1) panduan guru seperti
panduan LKS, bahan ajar, dan butir-butir soal, 2) keterampilan bekal-ajar-awal siswa
yang diharapkan, 3) ketercapaian tujuan pembelajaran, 4) perkiraan waktu untuk
penyelesaian pembelajaran dengan akurat, 5) respon siswa terhadap jalannya
pembelajaran, 6) respon guru terhadap jalannya pembelajaran, 7) menerapkan
pengajaran, 8) menjelaskan perubahan-perubahan atau adaptasi-adaptasi apa yang
dilakukan guru dalam pembelajaran.
Uji coba produk dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang dapat
digunakan sebagai dasar untuk menetapkan tingkat kepraktisan dan keefektivan,
sesuai rumusan tujuan yang dikemukakan pada Bab I. Pengumpulan data untuk
menetapkan tingkat kepraktisan memerlukan data seperti 1) kemampuan guru mitra
menggunakan perangkat RPP, 2) respon guru mitra terhadap jalannya pembelajaran,
dan 3) respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Pengumpulan data untuk
menetapkan tingkat keefektivan memerlukan data seperti 1) hasil belajar kognitif
produk dan kognitif proses, 2) keterampilan berpikir tingkat tinggi yakni kemampuan
merumuskan masalah dan kemampuan menentukan prosedur penyelidikan, dan
kemampuan membuat rumusan kesimpulan, 3) kemampuan bekerja sama dan
menghargai pendapat teman, 4) keterampilan bertanya.
39
Instrumen pengumpulan data bertujuan untuk menetapkan kepraktisan dan
keefektifan. Fokus rancangan kegiatan evaluasi formatif dalam menghasilkan
prototipe perangkat RPP seperti Gambar 2.5. Gambar ini memperlihatkan kegiatanPreliminary
berbasis
komputer
Tim
Pengguna
(n=5)
Validitas
Kepraktisan
keefektivan
Isi *)
Muka
Isi
Muka
Sistem
masuk
Berbasis kertas
Versi berbasis
komputer
Versi final
Tim
Ahli
(n=3)
√ pa
Tim
ahli
(n=6)
√ pa
√ pa
√ pa
√ pa
Tim
pengguna
(n=4)
Tim
pengguna
(n=4)
Tim
pengguna
(n=17)
√ em
√ em
√ uc
√ uc
√ uc
√ ul
√ ul
√ ul
√ tm
√ tm
Tim
pengguna
(n=5)
√ tm
√ tm
Keterangan : *) = mengacu pada isi yang mendukung sistem
√ = perhatian pada prototipe dan evaluasi formatif
Metode-metode evaluasi formatif : tm = tatap muka (berhadapan); pa = penilaian ahli
em = evaluasi mikro; uc = uji coba; ul = uji lapangan
Gambar 2.5. Fokus Rancangan Kegiatan Evaluasi Formatif dalam Menghasilkan Prototipe
Perangkat Pembelajaran.
kegiatan
yang
harus
dilakukan
dalam
menghasilkan
prototipe
perangkat
pembelajaran. Kevalidan dilakukan oleh 3 orang tim pakar, Kepraktisan dilakukan
melalui tatap muka, uji coba kelompok kecil, dan uji lapangan.
dilakukan melalui uji coba kelompok kecil, dan uji lapangan.
Keefektifan
40
I. KERANGKA BERPIKIR
Kerangka berpikir penelitian ini disajikan pada Gambar 2.6.
Siswa belum
terbiasa bekerja
ilmiah melalui
pembelajaran di
luar kelas
Pembelajaran
biologi
menekankan
pada perolehan
kognitif produk
Pembelajaran biologi
sebagai sarana
Keterampilan berpikir
masih rendah
Pengembangan Perangkat
Pembelajaran sesuai
dengan Permendikbud
No. 65 tahun 2013
Implementasi di dalam pembelajaran
Menuntaskan
pesan-pesan
kurikulum
Gambar 2.6.. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
Download