ISSN 2805 - 2754 GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN : STROKE NON HAEMORAGIK Oleh S. Iswahyuni 1_ Rejo2 1. Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta. 2. Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta. ABSTRAK Penelitian ini merupakan studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persyarafan : stroke non haemoragik di rumah sakit Dokter Moewardi Surakarta. Penelitian telah dilakukan dengan pengamatan saksama pada pasien gangguan persyarafan : stroke non haemoragik di rumah sakit Dokter Moewardi Surakarta. Stroke merupakan gangguan pada pembuluh darah intracranial yang meliputi penghentian mendadak aliran darah ke otak. Hasil pengamatan Asuhan Keperawatan pada Ny.H, 52 th dilakukan diruang Anggrek II Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 1 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 3 Oktober 2012. Diagnosa medis SNH (stroke non hemoragik). Diagnosa keperawatan yang muncul nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral dengan intervensi latih nafas dalam, ukur tanda vital, berikan posisi yang nyaman pada pasien, ajarkan teknik relaksasi dan distraksi, berikan lingkungan yang nyaman, kolaborasi untuk pemberian analgetik. Gangguan pola nafas berhubungan dengan proses penyakit dengan intervensi pantau keadaan umum dan ukur tanda-tanda vital, beri posisi yang nyaman, pasang canul O2 sesuai terapi, atur sirkulasi udara ruangan. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dengan intervensi bantu dalam mobilisasi, atur gerakan yang berat, ajari penghematan energy dalam bergerak. Resiko cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat dengan intervensi pantau keadaan umum dan ukur tanda-tanda vital, anjurkan untuk minum banyak, pertahankan cairan sedikitnya ±2000cc/24jam, berikan cairan intravena sesuai terapi. Implementasi sesuai dengan rencana yang telah disusun. A. PENDAHULUAN Stroke merupakan gangguan pada pembuluh darah intracranial yang meliputi penghentian mendadak aliran darah keotak (Oman, 2008:116). Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur) pembuluh darah di otak dan atau terjadinya thrombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk kealiran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan menutup/menyumbat arteri otak. Akibatnya fungsi otak berhenti dan terjadi penurunan fungsi otak (Batticaca, 2008:56). Di seluruh dunia stroke merupakan penyakit yang terutama mengenai populasi usia lanjut. Incident pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari populasi 55-64 tahun. Di inggris stroke merupakan penyakit ke-2 setelah infrak miokard akut sebagai penyebab kematian utama. Sedangkan di Amerika stroke masih merupakan penyebab kematian ke-3. Di Prancis stroke disebut sebagai serangan otak(attaquecerebrale) yang menunjukkan kedekatan stroke dengan serangan jantung (Sudoyo, dkk, 2006:1411). Di Indonesia pada pengumpulan data dari 28 rumah sakit didapatkan bahwa usia rata-rata pasien stroke adalah 58,8 tahun 38,8 % di 12 antaranya berumur di atas 65 tahun, 12,9% berumur di bawah 45 tahun. Di Rumah sakit Umum Daerah DR. Moewardi Surakarta sendiri jumlah penderita stroke pada tahun 2011 mengalami peningkatan dari tahun ketahun hingga 5-7 %. Penderita stroke membutuhkan perawatan khusus untuk menekan angka kematian dan kecacatan itu sehingga di RS perlu ruangan khusus unit stroke. Dengan adanya unit tersebut di harapkan tingkat kematian dan kecacatan dapat di tekan 50%. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan selama tiga hari, tanggal 1 – 3 Oktober 2012 bertempat di Rumah Sakit Dokter Moewardi Surakarta. Metode penelitian adalah dengan observasi yang dilaksanakan secara mendalam (in depth observation) terhadap objek yaitu pasien gangguan persyarafan : stroke non haemoragik di Ruang Anggrek 2 Rumah Sakit Dokter Moewardi Surakarta. Analisa data dan penyajian data dilakukan secara deskriptif kualitatif. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengkajian dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2012 jam 08.00, sumber data didapat dari keluarga JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:12-18 pasien yang saat dikaji menunggui serta dari status pasien. Pasien yang bernama Ny. H, 52 tahun dengan status sudah menikah, beragama Islam, Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 1 Oktober 2012 jam 18.00 WIB dengan No registrasi 800139 dan diagnose medis Stroke Non Hemoragik (SNH). Riwayat kesehatan pasien, dimana keluhan utama pasien adalah pusing dimana penyebabnya (P) adalah peningkatan tekanan vaskuler cerebral, qualitas (Q) tertusuk-tusuk, region (R) di kepala, dengan skala (S) 8, serta time (T) hilang timbul. Riwayat penyakit sekarang, pasien mengatakan pada tanggal 29 September 2012 pasien mengeluh pusing berat. Pada hari Minggu 30 September 2012 jam 09.00 pasien mengeluh pusing kembali lalu pasien periksa ke mantri yang dekat rumahnya hasilnya pusing pasien hilang hanya sebentar setelah minum obat. Pada jam 17.00 pasien mengeluh pusing berat dan tak tertahankan, pasien sesak napas hingga pingsan karena tidak kuat menahan pusing. Keluarga memutuskan untuk dibawa ke RSDM jam 18.00 pasien tiba di RSDM di IGD pasien diberi terapi infus Ns 20 tpm, inj ranitidine 50 mg/12 jam, Vit B1 100mg/12 jam, inj cefriaxon 2gr/12jam, pasien tiba dibangsal jam 18.00. Saat dikaji pasien tampak gelisah menahan nyeri, TTV : TD : 160/90, N : 80 x /mnt, S : 36,50C, R : 22 x /mnt. Pada pemeriksaan fisik (dari kepala sampai kaki), di peroleh data sebagai berikut: Kesadaran compos mentis dengan gcs total 15 terdiri dari E = 4, M = 6, V = 3. Tanda – tanda vital sebagai berikut, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 80 x/mnt, respirasi rate 22 x /mnt, Suhu 36,50C. Mata sklera tidak icterik, konjungtiva anemis (Hb 10.0) simetris kanan kiri, fungsi penglihatan baik. Hidung Lubang hidung kotor, tidak ada pembesaran polip, terpasang naso gastric tube (NGT) dan canal O2, fungsi penciuman baik. Pemeriksaan Dada Paru Inspeksi pengembangan paru kanan kiri simetris, tidak ada luka Perkusi sonor Palpasi tidak ada nyeri tekan, taktilfremitus teraba, Auskultasi ronki. Ekstremitas tangan kiri dapat bergerak secara leluasa, tangan kanan bergerak secara terbatas karena terpasang infus sejak tanggal 30 September 2012 kaki kanan kiri dapat bergerak secara leluasa. pengkajian pola fungsi menurut Henderson di peroleh bahwa pola bernafas pasien sebelum sakit adalah dapat bernafas normal tanpa bantuan O2, sedangkan selama sakit pasien bernafas dengan bantuan canul O2 3 l/m. Pola gerak pasien pada saat menjalani perawatan tampak bergerak dibantu oleh keluarga yang menunggui. Indeks Katz pada pasien yaitu pada indeks katz : G yaitu tergantung untuk semua Gambaran Pelaksanaan ...................................................... fungsi. Pola berpakaian dan kebersihan tubuh pasien sebelum sakit, pasien mandi 2x sehari dan gosok gigi, ganti baju setelah mandi secara mandiri, namun setelah sakit pasien hanya disibin 1x sehari dan ganti baju 1x dengan bantuan suami. Data penunjang yang diperoleh dari laboratorium pada tanggal 30 September 2012, dari hasil pemeriksaan Hematologi rutin: hemoglobin 10.0 g/dL (normal), hematokrit 32 %(normal), leukosit 14.2 Ribu/uL (di atas normal), Injeksi dengan Infus NaCl 0,9 20 tpm, Ranitidine 50mg/12 jam, Vit B1100mg/12 jam, Cefrixon 2 gr/12 jam. Data Fokus (DS/DO), dimana data subyektif di peroleh bahwa pasien bernafas dengan bantuan O2, pasien mengatakan pusing, problem (P) peningkatan tekanan vaskular cerebral, qualitas (Q) tertusuk-tusuk, region (R) kepala, skala (S) 8, time (T) hilang timbul, pasien juga mengatakan BAB 1 x sehari lembek, BAK 4-5 x sehari, sekali BAK ± 100 cc, warna kuning, pasien bergerak dibantu keluarga, serta pasien mengatakan lemas. Data obyektif diperoleh bahwa pasien gelisah, meringis menahan nyeri dengan TTV : 160/90 mmHg, 80 x/mnt, 22 x/mnt, 36,50C, pasien juga tampak menggunakan canul O2 ,balance cairan : -100 cc/24 jam, pasien tampak lemah, serta auskultasi ronki, hb 10,0 gr/dl. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular cerebral. Intervensi untuk diagnose nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam tujuan yang diharapkan nyeri adalah nyeri teratasi dengan kriteria hasil pasien tenang dan tidak mengeluh nyeri, intervensi yang disusun adalah pantau keadaan umum dan mengukur tanda-tanda vital, latih nafas dalam, atur posisi yang nyaman, ajari teknik distraksi dan jalankan advis dokter. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan adalah memantau keadaan umum dan mengukur tandatanda vital, melatih nafas dalam, melatih teknik distraksi dan menjalankan advis dokter yaitu injeksi ranitidine 50 mg/12jam, injeksi vit B1 100 mg/12 jam dan injeksi cefriaxon 2 gr/12jam. Evaluasi masalah keperawatan nyeri teratasi sebagian Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses penyakit. Tujuan setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam gangguan pola nafas teratasi dengan kriteria hasil pasien tidak sesak nafas, respirasi rate normal dan tanda-tanda vital dalam batas normal, intervensi untuk diagnosa kedua pantau keadaan umum dan ukur tanda-tanda vital, beri posisi yang nyaman, pasang canul O2 sesuai terapi, atur sirkulasi udara ruangan. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan adalah memantau keadaan 13 umum dan mengukur tanda-tanda vital, memberi posisi yang nyaman, memasang canul O2 sesuai terapi. Evaluasi keperawatan pada diagnosa kedua adalah masalah gangguan pola nafas belum teratasi. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan yang penulis harapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dan pasien dapat menggerakkan tangan dan kaki. intervensi yang penulis susun adalah pantau keadaan umum dan ukur tanda-tanda vital, bantu dalam mobilisasi, atur gerak yang berat, ajari penghematan energy dalam bergerak. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan adalah memantau keadaan umum dan mengukur tanda-tanda vital, bantu dalam mobilisasi, mengatur gerak berat. Evaluasi keperawatan adalah masalah intoleransi aktivitas belum teratasi. Resiko cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tak adekuat. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam resiko cairan teratasi dengan kriteria hasil turgor kulit baik, nadi perifer teraba, tanda-tanda vital teratasi, intervensi yang disusun pantau keadaan umum dan ukur tanda-tanda vital, anjurkan untuk minum banyak, pertahankan cairan sedikitnya 2500cc/24jam, dan berikan cairan intravena sesuai terapi. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan adalah memantau keadaan umum dan mengukur tanda-tanda vital, menganjurkan minum banyak dan member cairan Nacl 0.9% intravena. Evaluasi masalah keperawatan adalah masalah resiko cairan belum teratasi. Pembahasan Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Handayaningsih, 2007 : 35). Data dasar pasien adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis. Data subyektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat tentang situai dan kejadian. Data obyektif adalah data yang didapat dari hasil observasi dan pengukuran (Handayaningsih, 2007 : 35-37). Dalam pengkajian terhadap Ny. H penulis menggunakan metode komunikasi yang efektif, 14 observasi dan pemeriksaan fisik. Metode komunikasi yang efektif adalah dengan melakuakan wawancara sesuai dengan tahap-tahap proses wawancara yang tepat. Pemeriksaan fisik dalam metode yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang obyektif tentang kemampuan fungsional klien (Handayaningsih, 2007 : 38-39). Dalam metode wawancara dengan Ny. H dan keluarganya diwawancarai secara langsung. Dalam hal ini penulis tidak menemukan hambatan yang berarti selama melakukan wawancara, Ny. H dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik dalam memberikan keterangan tentang sakit yang dialami. Metode lain yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah obsevasi. Dalam metode ini penulis mendapat kesulitan dalam melakukan observasi secara langsung secara langsung sampai dengan sembuh karena penulis hanya memberikan asuhan keperawatan 3 x 24 jam sehingga untuk masalah keperawatan yang belum teratasi, penulis tidak dapat memantau lagi dan mendelegasikan pada perawat ruangan. Pengkajian yang dilakukan penulis ternyata belum lengkap karena masih ada data yang belum dikaji seperti ada anggota tubuh yang mengalami kelempuhan, mengkaji tonus otot, hasil pemeriksaan penunjang yaitu CT-scan, laborat yang mendukung juga belum ada. Hal ini dikarenakan kemampuan penulis dalam menyusun asuhan keperawatan yang masih belum optimal/belum menguasai serta minimnya keterbatasan waktu dalam menyusun asuhan keperawatan yang tidak bisa intensif 24 jam disebabkan adanya pergantian shift. Data yang didapat penulis dari rekam medis masih belum mendukung untuk menegakkan diagnosa keperawatan dan selama proses pemberian asuhan keperawatan tidak dilakukan pemeriksaan penunjang selanjutnya yang mendukung diagnosa medis. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler. Nyeri adalah emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan, serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang dapat diantisipasi/diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan (Rosenberg dan Smith, 2005: 195). Batasan karakteristik nyeri adalah perubahan ketegangan otot, perubahan nafsu makan, perubahan denyut jantung, tingkah laku yang ekspresif, observasi kejadian nyeri, dan ungkapan nyeri (Rosenberg dan Smith, 2005: 196). Diagnosa ini ditegakkan karena didukung oleh data-data antara lain: pasien mengatakan nyeri pada kepala, Provoking : peningkatan tekanan vaskuler serebral, JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:12-18 Quality : nyeri tertusuk-tusuk, Region: kepala, Skala : 8, Timing : hilang timbul. Ekspresi wajah tampak tegang tampak meringis menahan nyeri, tandatanda vital; tekanan darah: 160/90 mmHg, nadi: 80x/menit, suhu: 36,5°C, respirasi: 22 x/menit. Diagnosa aktual adalah menjelaskan masalah yang sedang terjadi saat ini dan harus sesuai dengan data-data klinik yang diperoleh. Syarat diagnosa aktual yang ditegakkan harus mempunyai unsur PES (Nursalam, 2008 : 69). Setelah melihat beberapa teori diagnosa diatas diagnosa ini penulis prioritaskan pada urutan pertama karena masalah aktual dan sangat mengganggu pasien serta berdasarkan pada keluhan utama yang dirasakan oleh pasien maka penulis memprioritaskan menjadi diagnosa pertama. Diagnosa diatas etiologi yang ditegakkan penulis adalah peningkatan tekanan vaskuler, etiologi tersebut masih kurang seharusnya adalah peningkatan tekanan vaskuler cerebral (Doenges, 2008 : 45). Intervensi yang disusun penulis setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang/hilang dengan kriteria hasil skala nyeri berkurang (1-3), pasien tampak rileks. Intervensi yang dilakukan antara lain: pantau keadaan umum dan ukur tanda-tanda vital, latih nafas dalam, atur posisi yang nyaman, ajari teknik distraksi, jalankan advis dokter. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan selama pemberian asuhan keparawatan sudah sesuai intervensi. Hasil evaluasi subjektif : pasien mengatakan nyeri berkurang skala dari 8 sekarang 5, obyektif : pasien tampak sedikit rileks dan tenang, assesment: masalah nyeri teratasi sebagian karena kurangnya kolaborasi dokter pemberian anagetik sehingga planing: intervensi nyeri dilanjutkan semua. Hal itu terjadi karena pasien kadang kurang fokus dalam dilakukan tindakan keperawatan. Dalam mengatasi diagnosa yang pertama penulis tidak menemui hambatan yang berarti karena penulis diberi kebebasan perawat ruangan untuk melakukan implementasi dalam merawat pasien. Gangguan pola nafas berhubungan dengan proses penyakit. Gangguan pola nafas adalah inspirasi atau ekspirasi yang mana tidak cukup memenuhi proses peredaran napas (Rosenberg dan Smith, 2005 : 51). Batasan karakteristik perubahan pada pernapasan yang dalam, perubahan dada, bradipnea, menurunya peredaran nafas per menit, dispnea, menggunakan alat bantu pada otot saat bernafas (Rosernberg dan Smith, 2005 : 52). Alasan diagnosa ini ditegakkan oleh penulis karena dalam herarki kebutuhan menurut maslow yang pertama adalah fisiologis. Tetapi diagnosa ini tidak begitu menggangu dan Gambaran Pelaksanaan ...................................................... masih dapat ditolerir sehingga penulis menempatkan dalam urutan diagnosa yang kedua serta diperoleh data yang mendukung seperti bernafas dengan bantuan Canul O2, auskultasi paru ronki, hb 10 gr/dl, RR 22X/menit. Etiologi yang dicantumkan penulis dalam diagnosa tersebut adalah proses penyakit, seharusnya etiologi yang tepat adalah kecemasan, kelelahan, peredaran napas kurang, nyeri (Rosernberg dan Smith, 2005 : 52-53). Berdasarkan diagnosa diatas maka penulis merencanakan serangkaian rencana tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam yang bertujuan gangguan pola nafas dapat teratasi dengan kriteria hasil yang diharapkan pasien menunjukkan pasien tidak sesak nafas dan tanda-tanda vital dalam batas normal . Untuk mencapai tujuan di atas, maka penulis merencanakan tindakan keperawatan pantau keadaan umum dan ukur tanda-tanda vital, beri posisi yang nyaman, pasang canul O2 sesuai terapi, atur sirkulasi udara ruangan, lakukan advis dokter. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan untuk mengatasi masalah ini sebagian besar sudah sesuai dengan intervensi hanya atur sirkulasi udara ruangan saja yang belum karena kondisi ruangan yang tidak mendukung. Evaluasi yang dilakukan subyektif : pasien mengatakan masih sesak nafas, obyektif : pasien masih tampak bernafas dengan menggunakan canul O2, assasment : masalah gangguan pola nafas belum teratasi karena kurang intensifnya penulis dalam merawat pasien, planning : intervensi gangguan pola nafas dilanjutkan semua. Kekuatan dalam Pemberian asuhan keperawatan pada diagnosa ini penulis mendapatkan bantuan dari tim medis lain sehingga penulis tidak menemukan hambatan yang berati, serta keluarga merespon baik setiap tindakan yang diberikan pada pasien. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Intoleransi aktivitas adalah penilaian diagnostik yang menggambarkan bahwa seorang individu mengalami gangguan kondisi fisik (Carpenito, 2007 : 3). Batasan karakterisrik mayor selama aktivitas kelemahan, pusing dan dispnea. Tiga menit setelah aktivitas pusing, dispnea, keletihan akibat aktivitas, frekuensi pernapasan >24 kali/menit, frekuensi nadi >94 kali/menit. Minor pucat atau sianosis, kongfusi dan vertigo (Carpenito, 2007 : 3-4). Diagnosa intoleransi aktivitas diangkat sebagai diagnosa ketiga karena menurut herarki maslow intoleransi aktivitas termasuk kebutuhan fisiologis, tetapi dalam hal ini penulis menempatkan sebagai diagnosa ketiga karena masalah ini tidak menggagu pasien yang utama dan pasien masih mendapatkan bantuan dari keluarga lalu penulis mendapatkan data 15 sebagai berikut: pasien mengaatakan lemas, pasien bergerak dibantu oleh keluarga, serta indeks katz dihuruf G yaitu tergantung untuk semua fungsi. Penulis dalam menegakkan diagnosa yang ketiga kurang teliti dalam menganalisa data didalam diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik seharusnya diagnosanya adalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis/hemiplegi (Muttaqin, 2008 : 254). Kerena indeks katz pada pasien adalah G jadi pasien dalam ADL tergantung pada orang lain serta penulis tidak mengkaji adakah anggota tubuh yang tidak bisa digerakkan atau mengalami kekakuan. Diagnosa ini penulis merencanakan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam dengan kriteria hasil berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan, mampu menggerakkan tangan dan kaki walau sedikit. Untuk mencapai kriteria hasil maka penulis merencanakan tindakan yang berupa pantau keadaan umum dan ukur tanda-tanda vital pasien, bantu dalan ADL, ajari penghematan energy, beri dorongan untuk melakuakn aktivitas, kaji respon pasien dalam beraktivitas, bantu dalam mobilisasi. Penulis dalam melakukan tindakan keperawatan sebagian sudah sesuai dengan intervensi yang penulis susun adapun intervensi yang belum dilaksanakan adalah kaji respon pasien dalam aktivitas karena kesibukan penulis dalam mengikuti rutinitas ruangan. Evaluasi keperawatan yang dilakukan dari hasil analisa penulis subyektif : pasien mengatakan masih lemah, obyektif : pasien tampak lemah hanya tidur di bed, assament : masalah belum teratasi karena pasien pasien masih tampak lemah, planning : intervensi intoleransi aktivitas dilanjutkan semua dalam proses asuhan keperawatan. Kekuatan dalam pemberian asuhan keperawatan adalah pasien dan keluarga kooperatif dalam semua tindakan keperawatan yang diberikan serta penulis mendapatkan izin dari perawat ruangan untuk sepenuhnya memberikan asuhan keperawatan. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuat masukan cairan. Risiko tinggi kekurangan volume cairan adalah keadaan ketika seorang individu yang tidak menjalani puasa mengalami atau berisiko mengalami dehidrasi vaskuler, interstisial, atau intravaskuler (Carpenito, 2006 : 168). Batasan karakteristik ketidakcukupan cairan oral, keseimbangan negatif antara asupan dan haluaran, penurunan berat badan, kulit atau membrane mukosa kering (Carpenito, 2006). Masalah risiko yaitu menjelaskan masalah kesehatan yang akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan, syarat diagnosa risiko yang ditegakkan harus 16 mempunyai unsur problem dan etiologi (PE). Penggunaan masalah “risiko dan risiko tinggi” tergantung dari tingkat keparahan/kerentanan masalah (Nursalam, 2008 : 69). Alasan diagnosa ini ditegakkan oleh penulis karena diperoleh data yang mendukung seperti minum habis 3-4 gelas sehari ± 1500 cc. pasien makan lewat sonde 1500 kal. Balance cairan dalam sehari –100 cc/24jam. Penulis memprioritaskan diagnosa resiko tinggi kekurangan volume cairan sebagai diagnosa keempat karena apabila tidak segera ditangani akan menjadi masalah aktual yaitu kurangnya volume cairan tubuh, tetapi karena risiko kekurangan volume cairan bukan aktual maka penulis memprioritaskan menjadi diagnosa keempat. Berdasarkan pertimbangan di atas maka penulis merencanakan serangkaian tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam yang bertujuan risiko tinggi kekurangan volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil yang diharapkan pasien menunjukkan cairan yang seimbang, tandatanda vital dalam batas normal dan turgor kulit lembab. Untuk mencapai tujuan di atas, maka penulis merencanakan tindakan keperawatan pantau keadaan umum dan ukur tanda-tanda vital, anjurkan untuk minum banyak, pertahankan cairan sedikitnya ±2500 cc/24jam, berikan cairan intra vena sesuai indikasi. Implementasi yang penulis lakukan selama proses pemberian asuhan keperawatan sudah sesuai intervensi yang penulis susun. Evaluasi keperawatan subyektif : pasien mengatakan bak 4-5x dan kurang minum, obyektif : balance cairan -100 cc/24jam, assasment : masalah teratasi sebagian karena penulis kurang intensif dalam merawat serta pasien yang kadangkadang kurang kooperatif, planning : intervensi intoleransi antivitas yang disusun untuk dilanjutkan semua. Kekuatan dalam pemberian asuhan keperawatan pada diagnosa ini perawat mendapat dukungan dari pasien dan keluarga. Pasien kooperatif, pasien mempunyai kemauan untuk diajak kerjasama, sarana dan prasarana yang didukung, perawat ruang yang bersedia membantu, keluarga yang selalu merespon semua tindakan yang diajarkan. Diagnosa yang seharusnya Tegakkan tetapi tidak Penulis Tegakka yang pertama adalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik. Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik pada bagian tubuh tertentu pada suatu ekstermitas (Rosenberg dan Smith, 2005 : 131). Gangguan mobilitas fisik adalah keadaan ketika seorang individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Carpenito, 2007 : 285). Diagnosa tersebut dapat JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:12-18 ditegakkan apabila ditemukan data yang mendukung yaitu penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan (misal mobilitas di tempat tidur, berpindah/ambulasi), keterbatasan rentang gerak (Carpenito, 2007 : 285). Penulis seharusnya menegakkan diagnosa ini karena ada data yang mendukung seperti indeks katz pada pasien adalah G jadi pasien dalam ADL tergantung pada orang lain. Diagnosa gangguan mobilitas fisik tidak muncul karena penulis kurang teliti dan kurang mengerti dalam penegakkan diagnosa keperawatan serta penulis belum memahami teori secara detail. Dampak jika masalah ini tidak muncul adalah dapat mempengarui sistem tubuh seperti perubahan pada metabolisme tubuh, ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalm kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernafasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem musculoskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasidan perubahan perilaku (Hidayat, 2006 : 175). Diagnosa keperawatan lain yang seharusnya juga ditegakkan adalah gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan tonus otot fasial. Kerusakan komunikasi verbal adalah penurunan keterlambatan atau ketidakmampuan untuk menerima, memproses, menstransmisikan dan menggunakan sistem simbol (Rosenberg dan Smith, 2005 : 36). Kerusakan komunikasi verbal adalah keadaan ketika seorang individu mengalami, atau dapat mengalami, penurunan kemampuan atau ketidakmampuan untuk berbicara tetapi dapat mengerti orang lain (Carpenito, 2007 : 72). Diagnosa tersebut dapat ditegakkan apabila terdapat data yang mendukung yaitu kerusakan artikulasi, tidak dapat berbicara (disartria), ketidakmampuan untuk berbicara, menemukan dan menyebutkan kata-kata, mengidentifikasi objek, ketidakmampuan memahami bahasa tertulis/ucapan, ketidakmampuan menghasilkan komunikasi tertulis (Doenges, 2008 : 298). Diagnosa tersebut ditegakkan dalam data pendukung komunikasi pasien kurang jelas/pelo. Seharusnya diagnosa diatas muncul dalam proses keperawatan karena ada data mendukung yaitu pasien berkomunikasi sedikit lancar dan pelo dengan lawan bicara. Dampak bila diagnosa tersebut tidak muncul adalah pasien tidak dapat mengekspresikan apa yang menjadi keinginannya dan dapat memperlambat penyembuhan pasien (Hidayat, 2006 : 119). D. SIMPULAN Gambaran Pelaksanaan ...................................................... Penerapan asuhan keperawatan pada Ny.H dengan sistem persyarafan: stroke melalui pendekatan proses keperawatan telah dilakukan selama 3 x 24 jam mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi pada dasarnya cukup efektif. Hal ini dibuktikan setelah diterapkan pada kasus, ternyata yang terdapat pada kasus stroke terdapat juga dalam teori walaupun dalam resume kasus ada perbedaan, karena tidak semua pasien stroke mempunyai masalah seperti yang tercantum dalam tinjauan pustaka. Bahkan masalahnya bisa berbeda karena tergantung dari kondisi pasien sehingga sebagian dari diagnosa keperawatan tidak dapat ditegakkan pada tinjauan kasus bagitu pula sebaliknya. Sedangkan diagnosa yang ditegakkan pada Ny. H adalah: nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular serebral, gangguan pola nafas berhubungan dengan suplai O2 menurun, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, resiko cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Intervensi di kasus sebagian besar sama dengan tinjauan pustaka, tetapi ada intervensi yang tidak sesuai dengan tinjauan pustaka karena harus disesuaikan dengan keadaan pasien. Saat implementasi perawat bekerja sama dengan tim sehingga pendokumentasian asuhan keperawatan sangat dibutuhkan. Evaluasi dari diagnosa resiko cairan kurang dari kebutuhan, gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas belum teratasi, sedangkan Nyeri teratasi sebagian. DAFTAR PUSTAKA Batticaca, B Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Salemba Medika : Jakarta. Carpenito, L,J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Terjemahan). Edisi 10 EGC : Jakarta. Craft-Rosenberg dan Smith, Kelly. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Alih Bahasa Budi Santosa. Prima Medika : Jakarta. Doengoes Marlyn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC : Jakarta. Hidayat A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 1. Salemba Medika : Jakarta. Handayaningsih, Isti. 2007. Dokumentasi Keperawatan “DAR”. Mitra Cendikia : Yogyakarta. 17 Madiyono dan Suherman. 2003. Pencegahan Stroke dan Serangan jantung pada usia muda. FKUI : Jakarta. Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika. Oman, dkk. 2002. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. EGC : Jakarta. 18 Setyohadi, B. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 4. FKUI : Jakarta. JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:12-18