ISSN 2805 - 2754 GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER Oleh S. Iswahyuni1_Rejo2 1. Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta. 2. Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta. ABSTRAK Penelitian ini merupakan studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Dengue Haemoragic Fever (DHF) pada pasien di RS. Panti Waluyo. Penelitian ini telah dilakukan dengan pengamatan saksama pada pasien dengue Haemoragic fever pada pasien di RS. Panti Waluyo. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa diagnosa keperawatan yang ditegakakan pada pasien ada 5 yaitu peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit, resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder, resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan lingkungan yang tidak nyaman, kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang didapat. Semua diagnosa teratasi tanggal 23 Februari 2012. A. PENDAHULUAN DHF adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh virus dengue, menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan system pembekuan darah sehingga menyebabkan perdarahan serta menimbulkan kematian (Misnadiarly, 2009 : 10). Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang ditandai demam mendadak, pendarahan di kulit maupun bagian tubuh lainnya, dapat menimbulkan shock dan kematian. Pada tahun 2009 mencapai 150.000 jiwa korban Demam Berdarah Dengue, cenderung stabil pada tahun 2010. Dengan tingkat kematiannya tidak berubah dari 0,89% pada tahun 2009 menjadi 0,87% pada tahun 2010. Berarti ada sekitar 1.420 korban tewas akibat DBD tahun 2009 dan sekitar 1.317 korban tewas tahun 2010. Pada tahun 2011 presentase tingkat kematian DBD mencapai 0,82%. (http://www.detikhealth.com). Di Indonesia, DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta. Namun pada tahun 1994 telah menyebar di 27 propinsi di Indonesia, dan 12 propinsi di antaranya dalam status kejadian luar biasa atau KLB (Depkes, 2004). KLB tahun 2006, terjadi peningkatan lebih dari 2 kali lipat menjadi 111.730 kasus, dengan 1.152 penderita meninggal. Daftar 10 besar penyakit pasien rawat inap di RS Panti Waluyo Surakarta dalam 1 tahun pada tahun 2010, DHF menempati urutan kedua dari 10 besar kasus penyakit dalam dengan jumlah 665 pasien dari total 4.307 pasien. Dari sekian jumlah pasien pulang dalam keadaan membaik atau sembuh. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan selama tiga hari, tanggal 20 - 23 Pebruari 2012 bertempat di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Metode penelitian adalah dengan observasi yang dilaksanakan secara mendalam (in depth observation) terhadap objek yaitu pasien penderita Dengue Haemoragic Fever (DHF) yang dirawat di Bangsal Aster Rumah Sakit Panti waluyo Surakarta. Analisa dan penyajian data dilakukan secara deskriptif kualitatif C. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Gambaran Pelaksanaan .................................................... 1 Pengkajian dilakukan pada hari Senin, 20 Februari 2012 jam 10.30 WIB. Data didapat melalui wawancara dengan pasien, keluarga pasien, dan dari rekam medik. Penulis mendapatkan data pasien nama pasien Ny. Y, 35 tahun, perempuan. Masuk rumah sakit pada hari Senin, 20 Februari 2012 pukul 10.30 WIB. Keluhan utama pasien mengatakan badan panas. Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan sejak hari Rabu 15 Februari 2012 merasakan badan panas, suhu badan panas naik turun, pusing, lemas, mual. Sudah minum obat tapi belum ada perubahan, oleh keluarga pasien dibawa ke RS Panti Waluyo. Pasien masuk RS Panti Waluyo tanggal 20 Februari 2012 pukul 10.00 WIB. Pasien masuk melalui IGD. Therapi IGD infus R Lactat 20 tpm. Riwayat penyakit dahulu, pasien mengatakan belum pernah di rawat di rumah sakit, pasien mengatakan baru pertama kali mengalami penyakit seperti ini. Riwayat penyakit keluarga, pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama, dan tidak ada yang mengalami penyakit menurun seperti diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit menular seperti hepatitis dan TBC. Pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum Ny. Y lemah, kesadaran composmentis. Tanda-tanda vital tekanan darah 110/70mmHg, suhu badan 3850C, nadi 92kali permenit, respirasi 20kali permenit. Tinggi badan 155cm, berat badan 50kg. Wajah pucat, tampak kusam karena mengantuk. Mulut mukosa bibir kering, Pengkajian pola fungsi menurut Henderson, pola makan selama sakit pasien mengatakan makan 3x sehari, makan habis ¼ porsi dari rumah sakit dengan komposisi nasi, sayur, lauk yang di sediakan di rumah sakit karena mual. Pola istirahat dan tidur selama sakit tidur kurang lebih 5jam, tidur tidak nyenyak, sering terjaga, pola tidur tidak teratur karena situasi lingkungan (ruangan) yang tidak nyaman. Pola belajar selama sakit pasien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit yang di deritanya dan cara pengobatan penyakit karena belum 2 mendapat informasi yang jelas dari keluarga atau petugas kesehatan. Data penunjang ditemukan data laboratorium pada tanggal 20 Februari 2012 jam10.00 WIB yaitu Trombosit 89.000 (normal 150.000-450.000 uL), Leukosit 3.800 (normal 4.500-11.300 /mm3). Hasil Laboratorium tanggal 21 Februari 2012 jam 9.00 WIB Trombosit 59.000 (normal 150.000-450.000 u/L). Hasil laboratorium tanggal 22 Februari 2012 jam 9.00 WIB Trombosit 60.000 (normal 150.000-450.000 uL), Leukosit 5.000 (normal 4.500-11.300 /mm3). Hasil laboratorium tanggal 23 Februari 2012 jam 9.00 WIB Trombosit 102.000 (normal 150.000-450.000 u/L). Terapi medis tanggal 20 Februari 2012 infus ringer laktat dengan jumlah tetesan 20 tetes permenit, Ceftriaxone 2x1 gram, Ranitidine 2x1 ampul, Dexametazone 2x1 ampul, Rillus 1x1 tablet dan Plantacid sirup 3x1 sendok makan. Pada data fokus ditemukan data subyektif pasien mengatakan badannya panas, pusing, pasien mengatakan badan terasa lemas, pasien mengatakan makan habis ¼ porsi dari menu yang disajikan rumah sakit karena mual, pasien mengatakan tidur hanya kurang lebih 5 jam tidak nyenyak, sering terbangun karena lingkungan yang tidak nyaman, pasien mengatakan belum mengetahui tentang penyakit yang diderita dan cara pengobatannya karena belum mendapat informasi dari keluarga atau petugas kesehatan. Data obyektif tanda-tanda vital tekanan darah 110/70 mm/Hg, suhu badan 38,5ºC, respirasi 20kali permenit, nadi 92kali permenit, terjadi penurunan trombosit dari 89.000 pada tanggal 20 Februari 2012 menjadi 59.000 pada tanggal 21 Februari 2012, lalu terjadi kenaikan trombosit dari 60.000 pada tanggal 22 Februari 2012 menjadi 102.000 pada tanggal 23 Februari 2013, mukosa bibir kering, nyeri tekan epigastrik, porsi makan hanya ¼ porsi yang dihabiskan, wajah pasien tampak kusam, pasien tampak mengantuk, situasi lingkungan (ruangan) tidak nyaman, pasien dan keluarga tampak bingung akan penyakit JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:1-11 yang diderita saat ini serta pelaksanaannya, pasien dan keluarga sering bertanya kepada petugas kesehatan. Tinggi badan pasien 155 cm dengan berat badan 49 kg. Berat Badan Ideal 49,5 kg – 60,5 kg. Balance cairan per 24jam = +247. Diagnosa Keperawatan sesuai prioritas : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan viremia, resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder (demam), resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,gangguan pola tidur/istirahat berhubungan dengan lingkungan yang tidak nyaman kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia). Tujuan : Peningkatan suhu tubuh berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan kriteria suhu tubuh dalam batas normal 36º-37º C, pasien bebas dari demam, pasien tidak menggigil, leukosit normal (4.500-11.300). Intervensi dilakukan pada tanggal 20 Februari 2012 yang penulis susun adalah observasi saat timbulnya demam, observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam, anjurkan pasien untuk banyak minum (kurang lebih 2,5L per 24jam atau 1600cc perhari), beri kompres hangat, anjurkan pada pasien untuk tidak memakai selimut tebal, member antipiretik dan antibiotik. Implementasi dilakukan pada tanggal 20 Februari 2012 jam 11.00 WIB antara lain : mengobservasi tanda-tanda vital dengan respon pasien mengatakan bersedia untuk diperiksa tanda-tanda vital, Memberikan kompres hangat dengan respon pasien mengatakan bersdia untuk diberi kompres hangat, menganjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian tebal dengan respon pasien mengatakan bersedia untuk tidak memakai selimut dan pakaian tebal, melaksanakan program terapi medis untuk pemberian injeksi antibiotic, cairan intravena, infus R.laktat untuk 20 tetes permenit, injeksi 1 gram ceftriaxone, injeksi 1ampul dexametazone dengan pasien mengatakan injeksi masuk agak sakit. Evaluasi Pasien Ny. Y tanggal 23 Februari 2012 jam 09.00 WIB, diagnosa, evaluasi subyektif pasien mengatakan badan tidak panas lagi. obyektif tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 36,20º C, nadi 84kali permenit, respirasi 16kali permenit, pasien tidak menggigil, leukosit 5000 (normal 4.500-11.300 /mm3). Assesment masalah peningkatan suhu badan teratasi. Planning : intervensi dipertahankan yaitu minum 1600cc perhari dipertahankan. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder (demam). Tujuan kekurangan volume cairan tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam dengan kriteria keadaan umum baik, tanda-tanda vital normal, trombosit normal kurang lebih 150.000, tidak terjadi kekurangan volume cairan, mukosa bibir tidak kering. Intervensi dilakukan pada tanggal 20 Februari 2012 yang penulis susun adalah monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, anjurkan pasien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 liter perhari atau 1600cc perhari, koordinasi dengan bagian laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin, melaksanakan program therapy Dokter dengan memberi cairan intravena dan anti pendarahan. Implementasi dilakukan pada tanggal 20 Februari 2012 antara lain memonitor tandatanda vital dengan respon pasien mengatakan badan lemas, memonitor tandatanda pendarahan dengan respon pasien mengatakan badan masih lemas, koordinasi dengan bagian laboratorium untuk pemeriksaan rutin dengan respon pasien mengatakan mau diperiksa darahnya, hasil pemeriksaan laboratorium 20 Februari 2012 jam 10.00 WIB Trombosit 89.000 (normal 150.000-450.000 uL), Leukosit 3.800 (normal 4.500-11.300 /mm3). Pada tanggal 21 Februari 2012 jam 9.00 WIB Trombosit 60.000 (normal 150.000-450.000 uL), Leukosit 5.000 (normal 4.500-11.300 /mm3). Gambaran Pelaksanaan .................................................... 3 Pada tanggal 23 Februari 2012 jam 9.00 WIB Trombosit 102.000 (normal 150.000450.000 u/L), menganjurkan untuk minum 1600cc perhari dengan respon pasien mengatakan bersedia untuk mengikuti anjuran perawat. Evaluasi, secara subyektif pasien mengatakan badan mulai segar, obyektif terjadi peningkatan kadar trombosit dari 89.000 menjadi 102.000 u/L. Assesment masalah resiko kekurangan volume cairan tubuh teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan monitor keadaan umum dan minum 1600cc per hari di pertahankan. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Tujuan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi atau nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, dengan criteria kebutuhan nutrisi pasien mampu menghabiskan sesuai dengan porsi yang disediakan Rumah Sakit atau 1 porsi penuh pasien tidak mual. Intervensi dilakukan pada tanggal 20 Februari 2012 yang penulis susun adalah Obervasi keluhan mual yang dialami pasien, Observasi cara atau bagaimana makan di hidangkan, anjurkan makan sedikit (porsi kecil) dengan frekuensi sering, kaji makanan yang disukai atau tidak disukai, memberi terapi anti emetik atau anti mual sesuai advis dokter, timbang berat badan pasien. Implementasi dilakukan pada tanggal 20 Februari 2012 antara lain, menjaga keluhan mual dengan respon pasien mengatakan perut masih terasa mual seperti ingin muntah, menganjurkan makan porsi kecil atau sering dengan respon pasien mengatakan bersedia untuk makan sedikit dalam porsi kecil dengan frekuensi sering, melaksanakan program terapi dokter (anti emetik) 1 ampul ranitidine dan 1 sendok makan plantacid sirup dengan respon pasien mengatakan obat oral sudah msuk dan injeksi masuk tidak terasa sakit, menyajikan makan siang dengan respon pasien mengatakan makan habis ¼ porsi karena masih mual. Evaluasi subyektif pasien mengatakan tidak mual lagi. Obyektif pasien pasien makan habis ¾ porsi dari porsi yang 4 disajikan rumah sakit. Assesment masalah resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan pasien untuk mempertahankan makan porsi kecil tapi sering, kolaborasi medis untuk pemberian terapi anti emetik oral. Gangguan pola tidur/istirahat berhubungan dengan lingkungan yang tidak nyaman. Tujuan gangguan pola istirahat tidur teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan kriteria hasil pasien dapat beristirahat 7-8 jam, tampak segar, tidak mengantuk / menguap, dapat tidur dengan nyenyak. Intervensi dilakukan pada tanggal 22 Februari 2012 yang penulis susun adalah ciptakan suasana yang tenang dan nyaman, atur jumlah penunggu dan batasi jumlah kunjungan/ pengunjung terhadap pasien, motivasi pasien untuk berfikir tenang dan rileks, anjurkan pada pasien untuk senantiasa berdoa sebelum tidur. Implementasi dilakukan pada tanggal 22 Februari 2012 antara lain menciptakan suasana yang tenang dan nyaman, respon pasien mengatakan bersedia untuk ditata ruangan agar lebih tenang dan nyaman, ruangan tampak dibersihkan oleh cleaning service. Sprei, sarung bantal, selimut diganti oleh perawat, mengatur jumlah penunggu dan membatasi jumlah kunjungan/ pengunjung terhadap pasien, dengan respon pasien mengatakan bersedia hanya ditunggu oleh 1 orang yaitu suaminya, pengunjung yang datang tampak bergiliran satu per satu, memotivasi pasien untuk berfikir tenang dan rileks, dengan respon pasien mangatakan bersedia untuk mengikuti saran perawat yaitu berfikir tenang dan rileks, menganjurkan pada pasien untuk senantiasa berdoa sebelum tidur, dengan respon pasien mengatakan bersedia untuk senantiasa berdoa sebelum tidur. Evaluasi subyektif pasien mengatakan dapat beristirahat dengan nyenyak selama 7 jam, obyektif wajah tampak segar, tidak terlihat mengantuk. Assesment masalah teratasi. Planning intervensi dihentikan. JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:1-11 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat. Tujuan pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit dengan kriteria hasil pasien mengatakan sudah tahu tentang penyakitnya dan cara pengobatannya, pasien tidak tampak bingung. Intervensi dilakukan pada tanggal 23 Februari 2012 yang penulis susun adalah observasi tingkat pengetahuan pasien, berikan pendidikan kesehatan tentang DHF, anjurkan pasien untuk bertanya, ulangi kembali materi yang telah disampaikan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada pasien dan keluarga. Implementasi dilakukan pada tanggal 23 Februari 2012 antara lain mengkaji tingkat pengetahuan pasien dengan respon pasien mengatakan tidak mengetahui tentang pengetahuan pasien tentang penyakitnya, pasien tampak bingung, memberikan penjelasan (pendidikan kesehatan) mengenai penyakitnya beserta penatalaksanaannya dengan respon pasien dan keluarga mengtakan bersedia untuk diberi pendidikan kesehatan, pasien tampak memperhatikan penjelasan perawat, menganjurkan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya, dengan respon pasien menanyakan tentang penyebab Demam Berdarah, mengulangi kembali materi yang sudah diberikan dengan cara menanyakan kembali materi yang sudah diberikan dengan cara menanyakan kembali materi yang sudah disampaikan, dengan respon pasien mengatakan penyebab penyakit DHF adalah virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegepty, pasien dan keluarga kooperatif. Evaluasi Subyektif pasien mengatakan mengetahui tentang penyakitnya pengertian, penyebab, dan cara pengobatan. Obyektif pasien sudah tidak cemas lagi, ekspresi wajah tenang. Assesment masalah teratasi. Planning intervensi dihentikan. Pembahasan Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisasi, dan meliputi 3 aktivitas dasar yaitu : pertama, mengumpulkan data secara sistematis, kedua memilah dan mengatur data yang di kumpulkan dan ketiga mendokumentasikan data dan format yang dapat dibuka kembali (Tarwoto dan Wartonah, 2010 : 2). Dalam aspek pengumpulan data ini, penulis melakukan keterampilan perceptual dan observational dengan menggunakan indra penglihatan, pendengaran, perabaan dan penciuman. Pengkajian dilakukan pada tanggal 20 Februari 2012 pukul 11.00 WIB. Adapun data yang diperoleh saat pengkajian adalah pada data focus ditemukan data subjektif pasien mengatakan badan terasa panas, pasien mengatakan badan terasa lemas, pasien mengatakan makan hanya habis ¼ porsi dari menu yang disediakan RS. Panti Waluyo karena merasa mual, pasien mengatakan hanya tidur 5 jam tidak nyenyak, sering terjaga, karena lingkungan yang tidak nyaman, pasien mengatakan belum mengetahui tentang penyakit yang sedang dideritanya dan cara pengobatan penyakitnya, karena belum mendapat informasi baik dari keluarga ataupun petugas kesehatan. Data objektif tanda – tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 92kali permenit, respirasi rate 20kali permenit, suhu 38,5º C, tampak menggigil, pasien tampak lemah, terjadi penurunan trombosit dari 89.000 – 59.000 pada tanggal 21 Februari 2012, mukosa kering, nyeri tekan epigastrik, porsi makan hanya dihabiskan ¼ porsi, wajah tampak kusam, pasien tampak mengantuk (menguap), pasien dan keluarga tampak bingung akan penyakit yang diderita saat ini serta penatalaksanaannya, pasien dan keluarga sering bertanya. Kekuatan selama dilakukan pengkajian pasien dan keluarga kooperatif, didukung sepenuhnya oleh team medis RS. Panti Waluyo dalam pengumpulan data, kelemahan dalam pelaksanaan pengkajian Penulis menyadari akan kekurangan yang masih terjadi, terutama keterbatasan waktu dalam memonitor keadaan umum waktu (tidak bisa sepenuhnya diamati). Gambaran Pelaksanaan .................................................... 5 Penulis menegakkan 5 diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas masalah diagnosa yang penulis susun yaitu: peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan viremia, (Carpenito, 2007 : 23). Hipertermi adalah keadaan ketika seorang individu mengalami atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih tinggi dari 37,8⁰C per oral atau 38,8⁰C per rektal karena faktor eksternal, (Carpenito, 2007 : 23) Hipertermia adalah peningkatan temperature tubuh diatas rentang normal (Ahli Bahasa Budi Santoso Nanda, 2005 : 107). Diagnosa ini dapat ditegakkan karena didukung oleh adanya data mayor yaitu suhu lebih tinggi dari 37,8⁰C per oral atau 38,8⁰C per rektal, kulit hangat, tachikardia, serta data minor kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernafasan, malaise, keletihan, kelemahan, menggigil/merinding, perasaan hangat/ dingin, kehilangan nafsu makan, berkeringat (Carpenito, 2007 : 23 - 24). Diagnosa tersebut (Hipertermi), penulis temukan pada pengkajian hari pertama yaitu tanggal 20 Februari 2012, Pukul 10.15 WIB, didukung dengan adanya data subyektif pasien mengatakan badan terasa panas, data obyektif suhu 38,5°C, pasien tampak menggigil, hasil pemeriksaan laboratorium Hb 14,8 (normal 11,7 – 16,2 mg/dl) Leukosit 3.800 (normal 4500 – 11.300 uL) Trombosit 89.000 (normal 150.000 - 440.000 uL). Penulis memprioritaskan masalah peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) menjadi diagnosa pertama karena merupakan diagnosa aktual dan apabila tidak segera teratasi, akan mengakibatkan terjadinya kejang/syock diagnosa yang penulis tegakkan untuk mengatasi masalah tersebut dan mencegah efek lanjut dari peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) maka penulis melakukan implementasi sesuai dengan intervensi yang telah penulis buat yaitu : mengkaji saat timbulnya demam, bertujuan untuk mengetahui pola demam pasien, mengobservasi keadaan umum dan tandatanda vital, bertujuan untuk mengetahui keadaan umum, (Carpenito, 2007 : 25). Menganjurkan kepada pasien untuk banyak 6 minum (lebih kurang 2000ml/24 jam atau minimal 1600ml per hari , bertujuan untuk mengganti cairan yang hilang atau keluar bersama keringat (Carpenito, 2007 : 24). Memberikan kompres hangat, bertujuan untuk mengurangi demam, dengan kompres hangat maka akan terjadi vasodilatasi yang dapat meningkatkan penguapan mempercepat penurunan suhu tubuh (Taylor dan Ralp, 2011 : 101) Menganjurkan kepada pasien untuk tidak memakai selimut yang tebal, bertujuan untuk mengurangi penguapan pada tubuh (Carpenito, 2007 : 24). Melaksanakan program therapi dalam pemberian cairan intravena dan antipiretik, bertujuan untuk membantu menurunkan atau mengurangi demam aksi sentral hipotalamus (Taylor dan Ralp, 2011 : 101). Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam didapatkan evaluasi pasien mengatakan badan terasa tidak panas. Obyektif tekanan darah 110/70mmHg Suhu 37⁰C nadi 88 kali per menit, respirasi 20 kali permenit. Assesment masalah peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) teratasi sebagian, karena pasien masih berada pada krisis demam DHF (5-7 hari) sehingga suhu tubuh tidak stabil (naik, turun), serta pasien masih kurang memperhatikan masukan cairan sesuai saran perawat yaitu 7-8 gelas per hari. Planning : intervensi dipertahankan yaitu minum 8 gelas (1600cc) perhari. Kekuatan : setelah dilakukan tindakan keperawatan yang penulis lakukan ada kerja sama yang baik antara penulis, pasien dan keluarga, suhu tubuh dapat turun dari 38,50C menjadi 36,2⁰C, dukungan keluarga dalam memberikan kompres hangat adalah salah satu faktor pendukung berhasilnya intervensi, karena diperlukan kesabaran dan waktu yang tidak singkat dalam mengatasi masalah peningkatan suhu tubuh (Hipertermi). Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder (Demam) (Carpenito, 2007 : 169). Resiko kekurangan volume cairan adalah resiko untuk mengalami dehidrasi intraselular, selular, atau vaskular (Nanda, 2005 : 91). Kekurangan volume cairan adalah keadaan JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:1-11 ketika seorang individu yang tidak menjalani puasa mengalami atau berisiko mengalami dehidrasi vascular, interstisial, atau intravascular (Carpenito, 2007 : 168). Menurut Ahli Bahasa Budi Santoso Nanda (2005 : 91) faktor-faktor risiko yang mendukung ditegakkannya diagnosa ini adalah kurang pengetahuan, kelainan yang mempengaruhi intake, absorbsi cairan misalnya imobilitas fisik. Sedangkan menurut Carpenito (2007 : 168) batasan karakteristik yang mendukung ditegakkannya diagnosa ini adalah batasan mayor ketidakcukupan asupan oral, keseimbangan negatif antara asupan atau haluaran, penurunan berat badan, kulit/membran mukosa kering, batasan minor peningkatan natrium serum, penurunan haluaran urine atau haluaran urine berlebihan, urine memekat atau sering berkemih, penurunan turgor kulit, haus, mual, anoreksia. Dari pengkajian yang dilakukan didapatkan data yang mendukung tegaknya diagnosa tersebut yaitu data subyektif pasien mengatakan badan terasa lemas, data obyektif pasien tampak lemah, terjadi penurunan trombosit dari 89.000 pada tanggal 20 Februari 2012 menjadi 59.000 pada tanggal 21 Februari 2012, mukosa bibir kering. BB Ideal : 49,5 – 60,5 kg. Balance Cairan = + 432 cc. Penulis menempatkan diagnosa resiko kekurangan volume cairan menjadi diagnosa kedua, dengan pertimbangan apabila intake cairan tidak adekuat atau terjadi kekurangan volume cairan maka akan memicu terjadinya syok hipovolemi. Diagnosa ini tidak menjadi prioritas utama karena masih berupa resiko atau kekurangan cairan hanya terjadi dibawah 10 %, dimungkinkan masih bisa teratasi dengan baik bila dilakukan upaya penanganan/ intervensi sesuai standar, hanya perlu diwaspadai atau dipantau agar resiko atau bahaya yang dapat mengancam teratasi atau tidak terjadi. Berdasarkan pertimbangan diatas maka penulis merencanakan tindakan keperawatan selama 3x24 jam yang bertujuan agar resiko kekurangan volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil keadaan umum baik dan stabil, tanda- tanda vital dalam batas normal, tidak terjadi kekurangan volume cairan( input dan output seimbang). Rencana tindakan keperawatan yang penulis susun antara lain: Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital, bertujuan megetahui keadaan Umum (Carpenito 2007 : 170). Anjurkan pasien untuk banyak minum minimal 8 gelas (1600 cc) per hari, bertujuan untuk mengganti cairan yang hilang atau keluar bersama keringat (Carpenito, 2007 : 170). Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium darah rutin, bertujuan untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan dalam melakukan tindakan lebih lanjut (Carpenito, 2007 : 170). Kolaborasi pemberian cairan intra vena dan anti perdarahan, sesuai advis dokter (Effendy : Penatalaksanaan Pasien DHF, EGC). Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diperoleh hasil evaluasi, evaluasi subyektif pasien mengatakan badan mulai terasa segar, obyektif terjadi peningkatan kadar trombosit dari 89.000-102.000 uL. Assesment masalah teratasi sebagian, karena pasien masih belum sepenuhnya mematuhi anjuran perawat untuk memperbanyak minum minimal 8 gelas (1600 cc) per hari serta trombosit masih belum normal . Planning intervensi dilanjutkan monitor KU, TTV, anjurkan pasien untuk banyak minum, kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah rutin dan therapy cairan intravena disertai anti perdarahan. Kekuatan : Selama tindakan dilakukan, pasien dan keluarga kooperatif dalam melakukan tindakan keperawatan. Kelemahan dalam pemenuhan intake cairan (minum), pasien seringkali harus diingatkan oleh keluarga, motivasi pasien masih kurang dalam pemenuhan input cairan. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (Carpenito, 2007 : 301). Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan adalah suatu keadaan ketika individu yang tidak puasa mengalami atau berisiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan asupan yang Gambaran Pelaksanaan .................................................... 7 tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik (Carpenito, 2007 : 299). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah intake nutrisi tidak mencakup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme yang berhubungan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi, makanan karena faktor biologis, psikologis, atau ekonomi (Ahli Bahasa Budi Santoso Nanda, 2005 : 139-140). Batasan karakteristik Mayor ( harus terdapat) individu yang tidak puasa melaporkan atau mengalami asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan dengan atau tanpa penurunan berat badan, kebutuhan metabolik aktual atau potensial dengan asupan yang lebih, sementara batasan minor (mungkin terdapat) adalah berat badan 10% sampai 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi, kelemahan otot dan nyeri tekan, peka rangsang mental dan kekacauan mental, penurunan albumin serum (Carpenito, 2007 : 300). Diagnosa ini penulis tegakkan karena didukung dengan adanya data, data subyektif : pasien mengatakan makan hanya habis ¼ porsi dari menu yg disediakan karena mual, data obyektif : nyeri tekan epigastrik, porsi makan hanya habis ¼ porsi dari menu yg disediakan RS. Panti Waluyo, TB 155 cm, BB sebelum sakit 50 kg, selama sakit 49kg. BBI 49,5 – 60,5 kg. Diagnosa ini (resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh) menjadi prioritas ketiga, karena apabila nutrisi dapat mecukupi sesuai dengan kebutuhan, maka akan mempercepat proses penyembuhan, meningkatkan stamina, dan apabila tidak segera teratasi, maka akan beresiko terjadinya kelemahan fisik (Doenges, 2000 : 212). Untuk mengatasi masalah ini adalah melakukan implementasi dengan rencana tindakan yang telah dilakukan antara lain : Mengkaji keluhan mual yang dialami pasien, bertujuan untuk mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan/penggunaan nutrien (Doenges, 2000 : 247) Mengkaji cara/bagaimana makanan dihidangkan, bertujuan untuk mengetahui suasana, menariknya kemasan 8 yang akan mendorong meningkatnya nafsu makan (Carpenito, 2007 : 303). Menganjurkan kepada pasien untuk makan sedikit dengan frekuensi sering, bertujuan untuk membantu mengurangi kelelahan, kejenuhan pasien, dan meningkatkan asupan makanan ( Doenges, 2000 : 247). Mengkaji makanan yang disukai dan tidak disukai pasien, bertujuan untuk merangsang motivasi, nafsu makan pasien yang tengah jenuh dengan menu yang disediakan (Carpenito, 2007 : 303). Melakukan program therapy anti emetik (anti mual), bertujuan untuk mengurangi mual yang dialami pasien, agar saat makan tidak merasa mual ( Doenges, 2000 : 247). Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diperoleh hasil evaluasi, evaluasi subyektif pasien mengatakan mual berkurang, makan habis ¾ porsi, nafsu makan bertambah . Obyektif pasien tampak menghabiskan ¾ porsi dari menu yang disediakan RS. Panti Waluyo, nyeri tekan epigastrik hilang. Assesment teratasi sebagian, karena pasien masih belum menghabiskan 1 porsi penuh dari menu yang disediakan rumah sakit. Planning intervensi dilanjutkan pasien untuk mempertahankan makan porsi kecil tapi sering. Kekuatan, makanan yang disajikan RS dalam keadaan hangat, sehingga membangkitkan selera makan pasien dengan menu yang bervariasi, dukungan dari keluarga dalam memotivasi dan menyuapi pasien adalah merupakan faktor pendukung keberhasilan intervensi. Kelemahan, nafsu makan pasien yang menurun dan motivasi yang kurang, sehingga memerlukan kesabaran untuk dapat menghabiskan porsi makan dari menu yang disediakan RS, dengan pola sedikit frekuensi sering. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan lingkungan yang tidak nyaman (Carpenito, 2007 : 458). Gangguan pola tidur adalah keterbatasan waktu tidur secara alami terus menerus, dalam periode kesadaran relatif meliputi jumlah dan kualitas (Ahli Bahasa Budi Santoso Nanda, 2005 : 203). Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:1-11 mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang diingininya (Carpenito, 2007 : 456). Batasan karakteristik Mayor ( harus terdapat) kesukaran untuk tertidur atau tetap tidur sementara batasan minor (mungkin terdapat) adalah keletihan waktu bangun atau sepanjang hari, perubahan suasana hati, agitasi (Carpenito, 2007 : 456). Diagnosa ini penulis tegakkan karena didukung dengan adanya data, data subyektif pasien mengatakan tidur hanya 5 jam, dengan pola yang tidak teratur dan sering terjaga karena lingkungan yang tidak nyaman, suasana yang gaduh, data obyektif Wajah pasien tampak kusam, pasien tampak mengantuk (menguap), dan gaduh oleh pengunjung. Untuk mengatasi masalah ini adalah melakukan implementasi dengan rencana tindakan yang telah dilakukan antara lain : menciptakan suasana yang tenang dan nyaman, dengan lingkungan yang tenang dan nyaman maka akan menjadi stimulus bagi pasien untuk dapat tidur dengan nyenyak (Carpenito, 2007 : 459). Mengatur jumlah penunggu dan membatasi jumlah kunjungan/pengunjung terhadap pasien, bertujuan agar pasien tidak terganggu ketika akan beristiraha/tidur (Carpenito, 2007 : 459). Memotivasi pasien untuk berfikir tenang dan rilek, bertujuan agar pasien tidak stress/banyak fikiran, hingga akhirnya dapat tidur dengan nyenyak (Doenges, 2000 : 385). Menganjurkan pada pasien untuk senantiasa berdoa sebelum tidur, bertujuan untuk menciptakan ketenangan batin/diri serta kepasrahan terhadap Tuhan YME (Carpenito, 2007 : 459). Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diperoleh hasil evaluasi, evaluasi subyektif pasien mengatakan dapat beristirahat dengan nyenyak selama 7 jam, obyektif wajah tampak segar, tidak terlihat mengantuk. Assesment masalah teratasi. Planning intervensi dihentikan. Kekuatan, pasien dan keluarga yang kooperatif mau melaksanakan setiap ajuran yang diberikan adalah faktor pendukung keberhasilan setiap intervensi pada diagnosa ini. Kelemahan, ruangan dimana jam kunjung tidak terbatas, kurang mendukung terciptanya lingkungan, suasana ruangan yang nyaman. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi. Kurang pengetahuan adalah keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan berkenaan dengan kondisinya (Carpenito, 2007 : 262). Kurang pengetahuan adalah tidak ada atau kurang informasi kognitif berhubungan dengan topik dan spesifik (Ahli Bahasa Budi Santoso Nanda, 2005 : 125). Diagnosa ini secara teori dapat ditegakkan jika pasien mengungkapkan adanya masalah, mengikuti instruksi tidak akurat, perilaku berlebihan atau tidak sesuai (histeris, bermusuhan, agitasi, apatis). (Ahli Bahasa Budi Santoso Nanda, 2005 : 125). Diagnosa ini penulis tegakkan karena di dapatkan data pada saat pengkajian pasien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit yang sedang dideritanya dan cara pengobatan penyakitnya, karena belum mendapatkan informasi baik dari Keluarga ataupun petugas kesehatan. Hal ini perlu ditangani agar pasien tidak merasa cemas lagi dengan penyakit yang sedang di deritanya. Untuk mengatasi kurang pengatahuan ini penulis menetapkan tujuan pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit dengan kriteria hasil pasien mengatakan mengatakan sudah tahu tentng penyakitnya dan cara pengobatannya, pasien tidak tampak bingung. Untuk mengatasi masalah ini adalah melakukan implementasi dengan rencana tindakan yang telah dilakukan antara lain : mengkaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga dan latar belakang pedidikan pasien dan keluarga bertujuan untuk memberikan dasar pengetahuan tentang informasi yang didapat, mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki pasien dan keluarga, sehingga membuat pilihan informasi atau keputusan tentang masalah kesehatan untuk masa yang akan datang (Doengoes, 2000 : 436). Melakukan penyuluhan kesehatan pada pasien dan Gambaran Pelaksanaan .................................................... 9 keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala, pencegahan, perawatan dan penularannya bertujuan agar pasien dan keluarga mampu menyebutkan dan menjelaskan dari apa yang telah dijelaskan oleh penulis, sehingga pasien dan keluarga dapat waspada terhadap faktor yang dapat mencetuskan gejala, dimana kebanyakan pasien belum tahu tentang informasi yang tertinggal atau salah konsep (Doengoes, 2000 : 436). Anjurkan pasien untuk bertanya, bertujuan agar apa yang pasien ingin ketahui dapat diungkapkan dengan jelas. Ulangi kembali materi yang telah disampaikan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada pasien dan keluarga, bertujuan agar pasien dan keluarga tidak lupa dengan materi yang telah disampaikan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit diperoleh hasil evaluasi pasien mengatakan sudah lebih mengetahui tentang penyakitnya misalnya pengertian, penyebab, cara pengobatan, pasien sudah tidak merasa cemas lagi, ekspresi wajah tampak tenang. Dengan demikian dapat di ambil kesimpulan masalah keperawatan teratasi dan intervensi dipertahankan. Kekuatan : setelah dilakukan penyuluhan pasien dan keluarga dapat mengerti tentang apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya DHF. Kelemahan saat penulis melakukan tindakan adalah penyuluhan yang diberikan penulis kurang maksimal, karena keterbatasan tempat dan media yang digunakan. D. SIMPULAN Setelah penulis melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Ny. Y dengan kasus DHF di bangsal Aster Rumah Sakit Panti Waluyo yang dimulai pada tanggal 20 Februari 2012, maka penulis mengambil kesimpulan yaitu : saat pengkajian pada Ny. Y dengan DHF di bangsal Aster Rumah Sakit Panti Waluyo harus dilakukan secara komprehensif yang dimulai pengumpulan data, menganalisis data, dan membuat diagnosa keperawatan hasilnya ternyata 10 permasalahan yang timbul tidak selamanya sama pada setiap pasien dengan teori yang ada. Penulis dapat menganalisa tindakan keperawatan pada pasien dengan DHF faktor-faktor penghambat dari penulis yaitu pasien keadaannya lemah, pasien terkadang susah diajak berkomunikasi, faktor-faktor keberhasilan dari penulis yaitu keluarga psien yang kooperatif. Implementasi keperawatan telah dilakukan berdasarkan tiap-tiap diagnosa. Intervensinya yang direncanakan dalam pelaksanaan harus ada faktor-faktor pendukungnya yaitu adanya kerjasama antara keluarga dan tenaga kesehatan, penghambatnya pasien keadaannya lemah sehingga pasien kadang susah untuk diajak komunikasi,dan penguatnya pasien mau berkolaborsi dengan tenaga kesehatan dan mau dilakukan pengkajian. Pada tahap evaluasi diagnosa yang teratasi yaitu proses infeksi virus dengue intervensi yang harus dilanjut adalah kompres air hangat, observasi tanda-tanda vital, anjuran banyak minum. Pada diagnosa gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia intervensi yang harus dilanjut adalah berikan pasien makan dengan porsi sedikit tapi sering, beri diit lunak sajikan dalam keadaan hangat. Untuk diagnosa kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakitnya masalah teratasi, rencana yang sudah dilakukan adalah beri pendidikan kesehatan tentang pengertian, tanda dan gejala DHF. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L,J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Terjemahan). Edisi 8 EGC : Jakarta. Doengoes Marlyn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Penrencanaan dan JKèm-U, Vol. IV, No. 10, 2012:1-11 Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC : Jakarta. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Medika Eusculupius : Jakarta. Misnardiarly. 2009. Demam Berdarah Dengue (DBD) Ekstra Daun Jambu Bij Bisa untuk mengobati DBD Edisi 1. Pustaka Populer Obor : Jakarta.l Mubarak, Iqbal Wahid. 2005. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. EGC : Jakarta. Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Ahli Bahasa Budi Santoso. Prima Medika : Jakarta. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi II. EGC : Jakarta. Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep Praktik. Salemba Medika : Jakarta. Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Cetakan 3. CV. Sangung Seto : Jakarta. Tarwoto dan Watonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta. (http://www.detikhealth.com). (http://www.fokuspengkajian.dbd.com (http://www.GoogleaskepDHF.com) Gambaran Pelaksanaan .................................................... 11