Trw_2_2006_CAVER DALAM

advertisement
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Boks 1.3.
Perkembangan Pasar Tradisional dan Modern di Jawa Barat
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2002-2005), perkembangan pasar di setiap
kota/kabupaten di Jawa Barat menunjukkan peningkatan, meskipun dengan jumlah dan lokasi
yang tidak merata. Pada tahun 2005, jumlah pasar di Jawa Barat mencapai 911, terdiri dari 530
pasar tradisional dan 381 pasar modern, termasuk pasar swalayan. Jumlah tersebut
menunjukkan kenaikan yang signifikan dibandingkan tahun 2002, yaitu mecapai 147 pasar.
Pada tahun 2002, pasar perdagangan di Jawa Barat tercatat sebesar 764 yang terdiri dari 506
pasar tradisional dan 258 pasar modern.
Grafik 1.4. Jumlah Pasar Tradisional dan Modern Tahun 2002 dan 2005
80
60
40
20
0
0
20
40
60
80
100
Kab. Bogor
Kab. Sukabumi
Kab. Cianjur
Kab. Bandung
Kab. Garut
Kab. Tasikmalaya
Kab. Ciamis
Kab. Kuningan
Kab Cirebon
Kab. Majalengka
Kab. Sumedang
Kab. Indramayu
Kab. Subang
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
Pasar Tradisional 2002
Pasar Tradisional 2005
Pasar Modern 2002
Pasar Modern 2005
Sumber: Disperindag Prov. Jabar
Peningkatan jumlah pasar terbesar tercatat di Kabupaten Majalengka, yakni 33 pasar (17
tradisional dan 16 modern). Daerah lain yang peningkatan jumlah pasarnya cukup besar adalah
19
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Lanjutan Boks 1.3...
Kabupaten Bandung (19 modern), Kota Bekasi (18 modern) dan Kota Bandung (10 modern).
Secara umum, peningkatan jumlah pasar, khususnya pasar modern, terjadi di daerah
perkotaan. Hal ini mengakibatkan semakin ketatnya persaingan di kalangan pedagang eceran.
Meskipun jumlah pasar tradisonal masih lebih besar dibandingkan pasar modern, namun
pertumbuhan pasar modern sangat pesat. Selama tahun 2002 hingga 2005 pasar tradisional di
Jawa Barat tumbuh sekitar 5%, sedangkan pasar modern tumbuh signifikan mencapai 66%.
Kondisi tersebut mengkhawatirkan, terutama bagi pelaku usaha di pasar tradisional, karena di
beberapa kabupaten/kota, jumlah pasar modern lebih banyak dibandingkan pasar tradisional,
seperti di Kabupaten Bandung (42 pasar modern, 29 pasar tradisional), Kota Sukabumi, Kota
Bogor, Kota Depok, dan Kota Cimahi.
Saat ini, pasar-pasar tradisional yang lokasinya berdekatan dengan mal/hypermarket
mulai kehilangan pembeli, sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu perkembangan usaha
pelaku perdagangan eceran di pasar tradisional yang umumnya merupakan pelaku usaha
mikro, bahkan dapat mematikan usaha mereka. Menghadapi situasi tersebut, para pedagang
eceran di daerah telah menyampaikan keluhan kepada Kadin Jawa Barat. Namun, para
pedagang merasa belum ada upaya berarti yang dapat dilakukan, selain menunggu
implementasi kebijakan dari pemerintah.
Sulitnya pasar tradisional bersaing menghadapi pasar modern disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain, Pertama, kondisi fisik pasar tradisional secara umum tertinggal
dibandingkan pasar modern yang bersih dan nyaman, sehingga konsumen lebih tertarik untuk
berbelanja di pasar modern. Kedua, pasar modern berlokasi tidak jauh (kurang dari 10 km) dari
lokasi pasar tradisional, mengakibatkan semakin banyak konsumen yang beralih ke pasar
modern. Ketiga, dengan kekuatan modal, anak perusahaan atau cabang-cabang hypermarket
atau supermarket kini mudah diakses warga hingga tingkat kelurahan atau permukiman,
sedangkan para pedagang di pasar tradisional adalah pengusaha mikro. Di samping itu,
pendirian cabang-cabang itu berbasis waralaba atau sistem sewa, sehingga orang bebas
membeli lisensinya ataupun menyewa tempat. Keempat, belum adanya perda yang mengatur
mengenai pendirian pasar modern.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menyadari situasi tersebut dan
berupaya mengantisipasi persaingan yang tidak seimbang antara pasar tradisional dengan
pasar modern. Di antaranya, sejak tahun 2004 Gubernur Jawa Barat telah mengeluarkan surat
edaran kepada pemerintah kabupaten/kota agar dalam mengeluarkan perizinan bagi pasar
modern di daerah, mempertimbangkan keberadaan pasar tradisional.
Namun demikian, kendati peraturan yang dikeluarkan pemerintah tentang pasar modern
sangat melindungi pasar tradisional, dalam prakteknya, peraturan ini kurang mendapat
perhatian pemerintah kabupaten/kota. Umumnya Pemerintah Kabupaten/Kota berpendapat
bahwa izin pendirian hypermarket ditentukan oleh pemerintah pusat. Sementara, Dirjen
Perdagangan Dalam Negeri (Departemen Perdagangan) menyatakan bahwa pemerintah pusat
akan mengeluarkan izin pendirian hypermarket apabila ada usulan dari daerah.
Hal ini tentunya tidak dapat dibiarkan berlarut-larut dalam menyikapi permasalahan yang
sedang dihadapi oleh para pelaku usaha di pasar tradisional. Untuk itu, diperlukan adanya
ketegasan Pemerintah serta koordinasi dalam penentuan dan pengimplementasian kebijakan,
baik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi, maupun antara Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
20
Download