potensi aktivitas dari ekstrak rumput laut sargassum

advertisement
1009
Unmas
Denpasar
POTENSI AKTIVITAS DARI EKSTRAK RUMPUT LAUT SARGASSUM
CINEREUM TERHADAP BAKTERI PATOGEN ICE ICE PADA
GRACILARIA VERRUCOSA
1)
Nasmia, Syahir Natsir dan Eka Rosyida
Staf PengajarProgram Sudi Akuakultur Fakultas Peternakan dan Perikanan Untad
2)
Staf Pengajar Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako
ABSTRAK
Keanekaragaman hayati yang melimpah di Indonesia sangat mendukung
pengembangan tanaman potensial termasuk rumput laut yang dapat digunakan sebagai obat
atau antibiotik. Beberapa jenis rumput laut seperti Sargassum cinereum memiliki keragaman
produk metabolit sekunder dengan aktivitas antibakteri yang berbeda terhadap sel-sel uji.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi akitivitas ekstrak rumput laut Sargassum
cinereum terhadap bakteri patogen penyebab penyakit ice ice pada Gracilaria verrucosa
dengan metode difusi agar. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan senyawa antibakteri
yang aman digunakan dan ramah lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri
yang patogen penyebab penyakit ice ice pada G.verrucosa yaitu Acinetobacter sp.,
Pseudomonas sp., dan Flavo-Cytophaga sp.
Hasil uji sidik ragam (ANOVA)
memperlihatkan bahwa ekstrak air dari Sargassum cinereum memiliki aktivitas antibakteri
tertinggi terhadap Pseudomonas sp. (20,43 mm), Acinetobacter sp., (19,37 mm ), dan bakteri
Flavo-Cythopaga (16,63 mm). Hasil isolasi senyawa menunjukkan bahwa ekstrak ini
mengandung senyawa Flavonoid.
Kata kunci : Gracilaria verrucosa, Sargassum cinereum, ice ice, antibakteri
ABSTRACT
The richness of Indonesia biodiversity strongly supports the utilization of potential
plants including seaweed that can be used as a drug or antibiotic. Some types of seaweed
such as Sargassum cinereum produce a varity of secondary metabolites with a different
antibacterial activity against pathogens. This study aims to determine the potential activites
of Sargassum cinereum axtracts against bacteria causing ice ice disease on Gracilaria
verrucosa by the agar diffusion method. The outcome of this research are can produce
antibacterial compounds that are safe to be used and environmentally friendly. The results
showed that ice ice disease infected G.verrucosa caused by Acinetobacter sp., Pseudomonas
sp., and Flavo-Cytophaga sp., Analysis of Variance (ANOVA) showed that the Sargassum
cinereum water extract had the highest antibacterial activity on Pseudomonas sp. (20.43
mm), Acinetobacter sp., (19.37 mm), and Flavo-Cytophaga (16.63 mm), and the extract
contains flavonoid compounds
Keywords: Gracilaria verrucosa, Sargassum cinereum, Ice ice, antibacterial
PENDAHULUAN
Rumput laut Gracilaria sp. merupakan salah satu komoditas unggulan, karena
menghasilkan agar yang biasa digunakan dalam industri makanan, farmasi dan industri
kosmetik. Kebutuhan industri akan produk ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
1010
Unmas
Denpasar
tahun (Akmal dkk., 2007). Namun seiring dengan semakin meningkatnya permintaan rumput
laut, pembudidaya kadang mengalami berbagai masalah dalam kegiatan budidaya.
Salah satu masalah yang dialami dalam proses budidaya rumput laut antara lain
penyakit. Penyakit merupakan masalah paling merugikan dalam budidaya rumput laut karena
sulit ditanggulangi dan waktu penyebarannya cepat. Daya rusaknya relatif cepat yaitu sekitar
satu minggu setelah infeksi. Fenomena demikian sangat merugikan bagi pembudidaya,
bahkan dapat menyebabkan kerugian yang cukup tinggi. Timbulnya penyakit pada rumput
laut diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan hubungan antara inang, patogen dan
lingkungan habitat media rumput laut (Lobban dan Horrison, 1994).
Meningkatnya intensitas aktivitas virulensi bakteri patogen memicu serangan penyakit
ice-ice pada rumput laut Gracilaria verrucosa. Pengendalian penyakit ice-ice pada rumput
laut di Indonesia belum tertangani dengan baik yang berakibat penurunan produksi rumput
laut berkisar 70-100% (Vairappan dkk., 2008). Nasmia (2014) melaporkan bahwa salah
penyebab penyakit ice ice pada rumput laut Gracilaria verrucosa yaitu bakteri Acinetobacter
sp., Pseudomonas sp., dan Flavo-Cythopaga sp.
Keanekaragaman hayati yang ada di laut sangat melimpah dan jenisnya sangat
beragam. Sumber daya hayati laut menjadi sumber berbagai produk yang bermanfaat untuk
industri kimia, kosmetik, farmasi termasuk obat-obatan dan sebagainya. Salah satu sumber
daya alam yang ada di perairan Indonesia yang mulai banyak mendapat perhatian dalam
mengendalikan beberapa patogen tanaman adalah rumput laut.
Pemanfaatan potensi aktivitas alga laut termasuk rumput laut mulai dikembangkan
dalam mengatasi berbagai penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri, riketsia, virus,
maupun jamur patogen. Pengendalian atau pencegahan penyakit dengan menggunakan
bahan-bahan kimia kini mulai dihindari karena berdampak negatif bagi lingkungan. Oleh
karena itu penggunaan produk-produk alami sangat diperlukan. Penggunaan bahan-bahan
kimia khususnya antibiotik yang tidak bijaksana dapat menimbulkan masalah pencemaran
lingkungan, gangguan keseimbangan ekologis dan residu yang ditinggalkannya dapat bersifat
racun dan bakteri patogen menjadi resisten terhadap antibiotik, karena mutasi gen bahkan
dapat bersifat karsinogenik. Sedangkan antibiotik alami pada umumnya berasal dari metabolit
sekunder yang diperoleh dari ekstrak suatu tanaman yang memiliki khasiat untuk obat
termasuk rumput laut (Delattre dkk., 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi
ekstrak rumput laut Sargassum duplicatum sebagai antibakteri terhadap bakteri patogen ice
ice Gracilaria verrucosa.
METODE PENELITIAN
 Pengumpulan Sargassum cinereum
Rumput laut yang digunakan sebagai sampel adalah Sargassum cinereum Sampel
dimasukkan ke dalam kantong plastik dimasukkan ke dalam cool box yang telah diberi es
batu agar kesegaranya tetap terjaga selama pengangkutan.
 Pencucian Sargassum cinereum.
Setelah sampai di laboratorium sampel terlebih dahulu disortir sambil dibersihkan
dari batu kerikil dan kotoran-kotoran yang menempel. Setelah disortir dan dibersihkan
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
1011
Unmas
Denpasar
kemudian dicuci dengan air laut bersih yang bertujuan untuk mencegah terjadinya proses
osmosis, yaitu keluarnya cairan dari talus rumput laut. Selanjutnya Sargassum sp. dicuci
dengan air tawar untuk membersihkan garam-garam yang menempel. Terakhir sampel dibilas
dengan aquades untuk membersihkan kotoran dan garam yang masih menempel. Sargassum
sp. kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan selanjutnya
ditimbang berat basahnya selanjutnya dikeringkan tetapi tidak di bawah sinar matahari
langsung.
 Penghalusan Sargassum cinereum.
Untuk memudahkan dalam ekstraksi rumput laut, rumput laut kering terlebih dahulu
dihaluskan dengan blender. Tepung yang telah dihaluskan kemudian disaring untuk
mendapatkan butiran yang seragam. Setelah halus tepung rumput laut kemudian dimasukkan
dalam kantong plastik yang telah diberi label, ditimbang dengan timbangan elektrik dan
disimpan dalam kondisi kering, untuk proses selanjutnya yaitu proses ekstraksi.
 Ekstraksi Sargassum cinereum.
Ekstraksi Sargassum cinereum diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan
stirer (pengaduk) selama 24 jam. Proses ekstraksi dilakukan secara berturut-turut dimulai dari
pelarut non polar sampai polar, yaitu dari n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol,
metanol/air (1:1), dan air. Sebanyak 50 g simplisia direndam dengan 300 ml pelarut (1:6)
dalam labu erlenmeyer dan diekstraksi di atas magnetic stirrer dengan putaran sedang.
Ekstraksi dilakukan selama 24 jam dan diulang sebanyak tiga kali. Setelah diekstraksi dengan
pelarut n-heksana, ampas dikeringkan terlebih dahulu sebelum diremaserasi dengan pelarut
kloroform dan begitu seterusnya hingga pelarut terakhir yaitu air. Setelah selesai proses
ekstraksi, pelarut organik diuapkan secara vakum dengan menggunakan rotavapor sampai
diperoleh ekstrak. Ekstrak yang belum kering sempurna, selanjutnya diuapkan airnya dengan
cara diliofilisasi/ pengeringan dengan menggunakan freeze dryer. Ekstrak yang telah
diuapkan pelarutnya kemudian dimasukkan ke dalam vial yang telah ditimbang beratnya,
kemudian dibiarkan mengering pada suhu kamar. Setelah pelarut kering, ekstrak kental
ditimbang beratnya dan disimpan pada suhu dingin sampai akan digunakan untuk pengujian.
 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar dengan
menggunakan paper disk. Ke enam ekstrak (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol,
metanol : air (1:1), dan air) ditimbang dengan konsentrasi 2 mg/disk/50 l, lalu dimasukkan
ke dalam tabung ependorf dan dilarutkan dengan masing-masing pelarutnya. Selanjutnya
dihomogenkan dengan menggunakan vortex dan siap untuk dilakukan pengujian. Isolat
bakteri patogen penyakit ice-ice dikultur kembali dalam media TSA miring, selanjutnya
diinkubasikan selama 24 jam. Sebagai kontrol positif digunakan antibiotik kloramfenikol 30
ppm. Kontrol negatif yang digunakan adalah pelarut yang digunakan untuk ekstraksi (nheksana, kloroform, etil asetat, metanol, metanol/air (1:1), dan air).
Pembuatan suspensi mikroba uji dilakukan dengan cara mengambil 1 jarum ose
bakteri kultur murni, lalu dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 2 ml larutan NaCL
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
1012
Unmas
Denpasar
fisiologis 0,9%, kemudian divortex dan dimasukkan sebanyak 200 µl ke dalam enam botol
yang berisi 20 mL media TSA hangat dan diratakan dengan gerakan memutar botol agar
bakteri tersebut merata. Setelah itu, media agar dalam botol yang masih cair dituang ke dalam
cawan petri dan dibiarkan hingga memadat.
Aktivitas daya hambat bakteri ditunjukkan dengan adanya zona penghambatan (zona
bening/zona halo) disekitar paper disc. Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri diukur
dalam satuan mm dan dijadikan ukuran kuantitatif untuk ukuran zona hambat.

Senyawa Aktif Antibakteri dengan Metode KLT
Deteksi senyawa aktif antibakteri dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
menggunakan plat silika gel F254. Ekstrak yang memperlihatkan aktivitas antimikroba yang
tertinggi diambil sebanyak 0.5 mg selanjutnya dilarutkan dengan pelarut yang sesuai.
Selanjutnya ditotolkan pada lempeng kromatografi lapis tipis silika gel G-60 F254 yang
berfungsi sebagai fase tetap (stationary phase), kemudian lempeng tersebut dielusi dengan
menggunakan sistem pelarut (SP) sebagai fase gerak (mobile phase). Selama perendaman
bejana ditutup agar media jenuh dengan larutan eluen (Gambar 5). Ekstrak akan ditarik keatas
oleh eluen sampai jarak 1 cm dari bagian atas plat. Plat selanjutnya dikeringkan. Pembacaan
kromatogram dilakukan dengan sinar UV (254 nm dan 366 nm).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Sargassum cinereum
Hasil analisis Anova dari 6 ekstrak (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol,
metanol/air, air) terhadap masing-masing isolat bakteri (Acinetobacter sp., Pseudomonas sp.,
dan Flavo-cythopaga sp.,) memperlihatkan pengaruh yang signifikan (P<0.05) (Tabel 1).
Tabel 1. Rata-rata diameter zona hambat dari beberapa ekstrak Sargassum sp. terhadap
bakteri patogen dari Gracilaria verrucosa yang terinfeksi penyakit ice ice
Rata-rata Diameter zona hambat (mm)
Ekstrak dari
Pelarut
Acinetobacter sp
Pseudomonas sp
Flavo - Cythopaga
n-heksana
7.57±053a
8.02±0.49a
6.43±0.28a
Kloroform
7.00±0.44a
7.27±0.24a
7.50±0.38a
Etil Asetat
6.80±0.30a
7.07±0.08a
6.83±0.25a
Metanol
11.98±0.53b
13.07±0.65b
9.70±1.40a
Metanol : Air
16.48±0.54c
15.27±0.84c
13.95±3.12b
Air
19.37±0.93d
20.43±0.51d
16.63±1.45b
Keterangan: Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada taraf p<0.05
pada masing-masing kolom
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
1013
Unmas
Denpasar
Diameter zona hambat bakteri
(mm)
- Bakteri Acinetobacter sp.
Hasil uji Tukey (Tabel 1) menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak berbeda
nyata (P>0,5) dengan ekstrak kloroform dan etil asetat, tetapi (P<0,5) berbeda nyata dengan
ekstrak metanol, metanol/air, dan ekstrak air. Ekstrak metanol berbeda nyata dengan ekstrak
n-heksana, kloroform, metanol/air dan ekstrak air, begitu juga ekstrak metanol/air berbeda
nyata dengan kelima ekstrak (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, dan air). Selanjutnya
ekstra air berbeda nyata dengan n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, dan air
Diameter zona hambat dari keenam ekstrak yang memperlihatkan aktivitas tertinggi
pada ekstrak air (19,37 mm), kemudian disusul dengan ekstrak metanol/air (16,48 mm) yang
dikategorikan dalam tingkat aktivitas tinggi. Aktivitas yang terendah adalah ekstrak nheksana (7,57 mm) yang masuk dalam kategori aktivitas lemah karena berada dibawah
diameter zona hambat ≤ 10 mm (Gambar 1).
Bakteri Acinetobacter sp.
25
19,37
20
16,48
15
10
11,98
7,57
7,00
6,80
5
0
n-heksana Kloroform Etil Asetat
Metanol
Metanol/
Ekstrak Sargassum sp. Air
Air
Gambar 1. Diameter zona hambat bakteri Acinetobacter sp.
- Bakteri Pseudomonas sp.
Hasil uji Tukey (Tabel 1) menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak berbeda nyata
(P>0,5) dengan ekstrak kloroform dan etil asetat, tetapi berbeda nyata (P<0,5) dengan ekstrak
metanol, metanol/air, dan ekstrak air. Ekstrak metanol berbeda nyata dengan kelima ekstrak
(n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol/air dan air), begitu juga ekstrak metanol/air
berbeda nyata dengan kelima ekstrak (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol dan air).
Selanjutnta ekstrak air berbeda nyata dengan n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, dan
metanol/air.
Pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak Sargassum sp. terhadap bakteri
Pseudomonas sp. memperlihatkan zona hambat yang tertinggi pada ekstrak air yaitu 20.43
mm yang tergolong tingkat aktivitas sangat tinggi (>20 mm). Selanjutnya disusul dengan
ekstrak metanol/air (15.27 mm) dengan kategori tingkat aktivitas tinggi, dan ekstrak metanol
(13.07 mm) dengan tingkat aktivitas sedang. Sedangkan ekstrak n-heksana (8.02 mm),
kloroform (7.27 mm) dan etil asetat (7.07 mm) terdapat dalam kategori tingkat aktivitas
rendah (6<10 mm) (Gambar 2).
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
1014
Unmas
Denpasar
Bakteri Pseudomonas sp.
Diameter zona hambat bakteri
(mm)
25
20,43
20
15,27
15
10
13,07
8,02
7,27
7,02
5
0
n-heksana Kloroform Etil Asetat
Metanol Metanol/Air
Air
Ekstrak Sargassum sp
Gambar 2. Diameter zona hambat bakteri Pseudomonas sp.
-
Diameter zona hambat bakteri (mm)
Bakteri Flavo-Cyhtopaga sp.
Hasil uji Tukey (Tabel 1) menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak berbeda nyata
(P>0,5) dengan ekstrak kloroform, etil asetat, dan metanol, tetapi berbeda nyata (P<0,5)
dengan ekstrak metanol/air dan ekstrak air. Ekstrak metanol/air tidak berbeda nyata dengan
ekstrak air, tetapi berbeda nyata dengan ekstrak n-heksana, kloroform, etil asetat dan ekstrak
metanol
Diameter zona hambat memperlihatkan bahwa dari keenam ekstrak, yang mempunyai
aktifitas tertinggi diperlihatkan oleh ekstrak air (16.63 mm) dengan kategori aktivitas tinggi.
Disusul oleh ekstrak metanol/air (13.95 mm) dengan aktivitas sedang, sedangkan ekstrak nheksana (6.43), kloroform (7.50 mm), etil asetat (6.83 mm), dan metanol (9.70 mm) di
kategorikan dalam aktivitas rendah (Gambar 3)
25
Bakteri Flavo-cythopaga sp.
20
16,63
13,95
15
9,70
10
6,43
7,50
6,83
Kloroform
Etil Asetat
5
0
n-heksana
Metanol
Metanol/ Air
Air
Ekstrak Sargassum sp.
Gambar 3 Diameter zona hambat bakteri Flavo-cytophaga
Ekstrak (n-heksana, etil asetat dan metanol) dari rumput laut Sargassum duplicatum
mengandung zat aktif yang dapat menghambat bakteri Flavobacterium cythophaga.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
1015
Unmas
Denpasar
Sargassum duplicatum mengandung golongan senyawa alkaloid, saponin, quinon, fenolik,
steroid, dan flavonoid (Santi. dkk., 2014).
PEMBAHASAN
Hasil uji difusi aktivitas ekstrak Sargassum cinereum dengan pelarut yang berbeda
(n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol, metanol/air, air) menunjukkan bahwa semua
mempunyai potensi untuk menghambat bakteri Acinetobacter sp., Pseudomonas sp., dan
bakteri Flavo-Cytopaga yang merupakan bakteri patogen penyebab penyakit ice ice pada
Gracilaria verrucosa. Hasil aktivitas ekstrak aktif tersebut memperlihatkan bahwa yang
paling tinggi aktivitasnya yaitu diperoleh pada ekstrak air dengan zona hambat 20.43 mm
terhadap bakteri Pseudomonas sp. Hal ini disebabkan bahwa ekstrak Sargassum cinereum
yang diujikan mengandung senyawa flavonoid yang merupakan salah satu senyawa
antibakteri. Ini didukung oleh Cushnie and Lamb (2005), yang menyatakan bahwa banyak
penelitian telah mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid dan struktur flavonoid
yang memiliki antijamur, aktivitas antivirus dan antibakteri. Sedangkan Izzati (2007)
mengemukakan bahwa ekstrak air dari Sargassum mengandung senyawa aktif yaitu
florotanin, dan Hay dan Fenical (1988) melaporkan bahwa florotanin mempunyai sifat
antibakteri yang bersifat polar, sehingga larut dalam air (Glombitza dan Keusgen, 1995).
Siregar (2012) melaporkan bahwa ekstrak etil asetat dari rumput laut Sargassum sp.
aktif terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Selanjutnya Bibiana dkk. (2012) dan
Kayalvizhi dkk. (2012) mendapatkan zat aktif dari Sargassum wightii terhadap bakteri
Pseudomonas aeriginosa. Yunianto dkk. (2014) melaporkan bahwa ekstrak metanol dari
Sargassum plagyophyllum mempunyai zat aktif terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa
karena mengandung senyawa kimia saponin dan steroid yang merupakan senyawa
antibakteri.
Senyawa flavonoid merusak struktur protein sel bakteri karena adanya ikatan
hydrogen, sehingga struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri menjadi tidak stabil
dan aktivitas biologi bakteri tersebut terhambat yang dapat menyebabkan kematian sel
bakteri (Harborne, 1987). Hal ini didukung oleh Evans (1989) bahwa zat antibakteri pada
flavonoid bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan pada bakteri dengan merusak
dinding sel dan membran sitoplasma. Selain itu efek flavonoid juga dapat mencegah
pembelahan bakteri sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak.
SIMPULAN
Hasil uji aktivitas ekstrak aktif dari rumput laut Sargassum cinereum didapatkan yang
paling tinggi aktivitasnya terdapat pada ekstrak air dengan zona hambat 19.37 mm, dan hasil
isolasi senyawa bahwa esktrak ini mengandung senyawa Flavonoid yang merupakan salah
satu senyawa antibakteri.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas bantuan pendanaan
melalui Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan Perlusan Pembangunan
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
1016
Unmas
Denpasar
Ekonomi (PENPRINAS MP3EI). Terima kasih kepada seluruh Staf Laboratorium
Farmakologi Universitas Hasanuddin, Staf Laboratorium Perikanan Universitas Tadulako,
Staf Laboratorium Mikrobiologi dan Immunologi Kedokteran Universitas Hasanuddin, dan
Staf pengajar Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako Palu.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, Ilham, Suaib, M., Irwan, Arifin, M. 2007. Produksi Spora dalam Upaya Penyediaan
Bibit Rumput Laut Gracilaria verrucosa. Laboratorium Kultur Jaringan Rumput Laut
BBAP Takalar. Makassar.
Allen, V.G., Pond, K.R., Saker, K.E., Fontenor, J.P., Bagley, C.P., Ivy R.L, Evans, R.R.,
Schmidt, R.E., Fike, J.H., Zhang, X., Ayad, J.Y., Brown, C.P., Miller, M.F.,
Montgomery, J.L., Mahan, J. Wester D.B., Melton, C. 2001. Tasco: Influence of a
Brown Seaweed on Antioxidants in Forages and Livestock-a Review. J. Anim Sci
79(E Suppl):E21-E31.
Austin, B., dan Austin, D.A. (eds). 1993. Bacterial Fish Pathogen Disease in Farmed and
Will Fish. Second Edition. Ellis Horwood Limited. Departement of Biological
Sciences, Heriot-Watt University. England.
Bibiana, M.A., Nithya, K.M.S., Manikandan, P. Selvamani, P. dan Latha, S. 2012.
Antimicrobal Evaluation of the Organic Extracts of Sargassum wightii (Brown Algae)
and Kappaphycus alvarezii (Red Algae) Collected from The Coast of Meemesal.
Tamilnadu. International Journal of Pharamaceutical, Chemical and Biological
Sciences.
Castro, R. I., Zarrab, dan Lamas, J. 2004, Water-soluble Seaweed Extracts Modulate the
Pantoea Agglomerans Lipopolysaccharide (LPS). Fish Shellfish Immunol, 10: 555–
558.
Chapman and Chapman, D.J. 1980. Sea Weeds and Their Uses. 3rd ed. Chapman and Hall.
New York.
Choudhury, S. Sree, A. Mukherjee, S.C., Pattnaik, P. Bapuji, M. 2005. In Vitro Antibacterial
Activity of Extracts of Selected Marine Algae and Mangroves Against Fish
Pathogens. Journal Asian Fisheries Science. 18:185-294.
Cowan, S.T., dan Steels. D. 1973. Manual for Identification of Medical Bacteria, Second
Edision. Cambridge University Press: London.
Delattre, C., Michaud, B. Courtois, B. Courtois, J. 2005. Oligosaccharides Engineering from
Plants and Algae Applications in Biotechnology and Therapeutics. Minerva
Biotechnol. 17: 107–117.
Deval, A.G., Platas, G. Basilio, A. Cabello, J. Gorrochategui, I. Suay, F. Vicente, E.
Portilllo, M.J., del Rio, G.G. Reina, F. Peláez. 2011. Screening of Antimicrobial
Activities in Red, Green and Brown Macroalgae from Gran Canaria (Canary Islands,
Spain). Int. Microbiologi. 4: 35-40.
Eaves, L.E., Ketterer P.J. 1994. Mortalities in Red Claw Crayfish Cherax quadricarinatus
Associated With Systemic Vibrio mimicus Infection.
Dis Aquar. Organ. 19:233237.
Fortes E. T. G., 1989. Introduction to The Seaweed. Their Characteristics and Economic
Importance. Report in Training Course of Gracillaria Algae. Up-South China Sea
Project. Manila Philippines.
Gabrielsen, B.O. 1996. Historic Review on Immunological Effects of Seaweed. The Algea
Symposium. Taipei, Taiwan. June 10-13.
Glombitza K.W., dan Keusgen, M. 1995. Fuhalols and dehydroxyfuhalols from the brown
alga Sargassum spinoligerum. Phytochemistry. Vol 38.(4).
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
1017
Unmas
Denpasar
Harborne, J. B. 1987. Metode Kimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Terbitan kedua. Penerbit ITB. Bandung.
Hay, M. E., dan Fenical, W. 1988. Marine Plant Herbivore Interactions; The Ecology of
Chemical Defense. Ann. Rev. Ecol. Syst. 19: 111-145.
Hofman, A.J. 1987. The Arival of Seaweed Propagulus at The Shore : A Review. Botanica
Marina. 30 :151 – 165.
Izzati, M. 2007. Skreening Potensi Antibakteri pada Beberapa Spesies Rumput Laut terhadap
Bakteri Patogen pada Udang Windu. BIOMA. Vol. 9(2).
Kayalvizhi, K., Subramanian, V. Anantharaman, P. Kathiresan, K. 2012. Antimicrobial
Activty of Sea Weeds from The Gulf of Mannar. International Journal of
Pharmaceutical Applications. Vol.3.
Largo, D.B., Fukami, K., dan Nishijima, T. 1999. Time-Dependent Attachment Mechanism
of Bacterial Pathogen During Ice-ice Infection in Kappaphycus alvarezii
(Gigartinales, Rhodophyta). Journal of Applied Phycology 11:129-136.
Largo, D.B., Fukami, K., Adachi, M., Nishijima, T. 2003. Immunofluorescent detection of
ice-ice Disease-Promoting Bacterial Strain Vibrio sp. P11 of the Farmed Macro Alga,
Kappaphycus alvarezii of Aquatic Environmental Science (LAQUES), Departement
of Aquaculture, Faculty of Agriculture, Kochi University-Japan.
Lobban, C. S., dan Harrison, P. J. 1994. Seaweed Ecology and Physiology. Cambridge
University Press. Australia.
Luning, K. 1990. Seaweeds Their Environment, Biogeography and Ecophisiology. John
Wiley and Sons. New York. p. 328.
Nasmia. 2014. Characterization and Identification of Bacteria Isolated from Seweed
Gracilaria verrucosa (Linn., 1758) Infected by Ice-Ice. International Journal of
Aquaculture Vol.4 (23).
Santi, I.W., Radjasa, O.K., dan Widowati, I. 2014. Potensi Rumput Laut Sargassum
duplicatum Sebagai Sumber Senyawa Antifouling. Journal Of Marine Research. Vol.3
(2).
Siregar, A.F., Sabdono, A. Pringgenies, D. 2012. Potensi Antibakteri Ekstrak Rumput Laut
Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus
epidermidis, dan Micrococcus luteus. Journal of marine Research. Vol. 1(2).
Stricland, J.D.H., dan Parson, C.J., 1970. A practiced handbook of seawater analysis. Fish.
Res. Bd of Canada ottawa, Canada. 310p.
Trono, G.C., dan Corrales, R.A. 1983. The genus Gracilaria (Gigartinales, Rhodophyta) in
the Philippines. Kalika-san Phillipp. J. Biol. 12 (1-2) : 5-41.
Vairappan, C. S., Chung, C.S., Hurtado, A.Q., Soya, F.E., Bleicher-Lhonneur, G., Critchley,
A.
2008. Distribution and Symptoms of Epiphyte Infection in Major
Carrageenophyte-Producing farms. J. Appl. Phycol. 20: 477–483.
Yulianto, H.P., Widowati, I. Radjasa, O.K. 2014. Skrining Antibakteri Ekstrak Rumput Laut
Sargassum plagyophyllum dari Perairan Bandeng Jepara Terhadap Bakteri
Enterobacter, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococus aureus. Journal of
Marine Research. Vol.3 (3).
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
Download