G12iim_BAB IV Pembahasan

advertisement
Analisis Varian Nukleotida
Pada ekson 2, satu dari enam titik varian
termasuk substitusi transversi. Varian tersebut
yaitu C1G yang menyandikan asam amino
leusin. Lima titik varian lainnya termasuk
substitusi transisi yaitu C41T (Ala), G239A
(Arg), G266A (Arg), A268G (Thr), dan
A331G (Met). Pada ekson 3, satu titik varian
termasuk substitusi tranversi A330C (Ile),
sedangkan lima varian lainnya yaitu G75A,
G77A, T261C, C273T, dan T336C (Tyr)
termasuk substitusi transisi.
Analisis lebih lanjut terhadap varian
tersebut menunjukkan bahwa empat dari 12
total varian merupakan varian yang hanya
terjadi pada sapi madura. Varian tersebut yaitu
G75A, G77A, T261C, dan C273T. Varian
G75A merupakan varian yang terjadi pada
posisi nukleotida 75 basa G terhadap basa A
(Gambar 2A). Varian tersebut bersifat
nonsense karena tetap sebagai asam glutamat.
Varian G77A terjadi pada posisi nukleotida 77
basa G terhadap basa A (Gambar 2A). Varian
ini bersifat missense karena menyebabkan
perubahan histidin menjadi arginin. Lebih
lanjut, varian T261C terjadi pada posisi
nukleotida 261 basa T terhadap basa C
(Gambar 2B). Varian ini tetap menyandikan
asam amino alanin. Kemudian varian C273T
terjadi pada posisi nukleotida 273 basa C
terhadap basa T yang tetap menyandikan
sistein (Gambar 2C).
Delapan varian lainnya merupakan varian
yang memiliki kesamaan basa nukleotida
terhadap beberapa genus Bos pembanding.
Varian C1G pada ekson 2 memiliki kesamaan
nukleotida basa C sebesar 48% terhadap
genus Bos pembanding, varian C41T memiliki
kesamaan nukleotida basa C sebesar 64%,
varian G239A memiliki kesamaan nukleotida
basa G sebesar 88%, varian G266A memiliki
kesamaan nukleotida basa G sebesar 92%,
varian A268G memiliki kesamaan nukleotida
basa A sebesar 96%, dan varian A331G
memiliki kesamaan nukleotida basa A sebesar
92%. Sedangkan dua varian yang terdapat
pada ekson 3 yaitu varian A330C memiliki
kesamaan nukleotida basa A sebesar 72,7%
dan varian T336C memiliki kesamaan
nukleotida basa T sebesar 36,4%. Kesamaan
nukleotida basa tersebut sebagian besar terjadi
pada Bos taurus dan Bos indicus pembanding.
PEMBAHASAN
Amplifikasi dan visualisasi untuk ekson 2
menghasilkan pita tunggal yang tebal dan
beberapa pita tambahan yang samar-samar
(Gambar 1A). Pita tambahan tersebut
merupakan pengotor yang terdeteksi dalam
gel poliakrilamid setelah pewarnaan perak dan
tidak sampai mengganggu runutan amplikon.
Hal ini didukung dengan puncak kromatogram
yang jelas dengan jarak/spasi antar puncak
yang sebagian besar sama (Gambar 2).
Pewarnaan sensitif perak yang digunakan
untuk mendeteksi pita-pita DNA dalam gel
poliakrilamid sangat sesuai dengan volume
dan konsentrasi sampel yang sangat kecil
yaitu 2 μl [10 ng] (Avise 1994). Hal tersebut
dikarenakan pewarnaan sensitif perak
merupakan metode dengan sensitifitas yang
sangat tinggi dan cepat dalam mendeteksi
pita-pita DNA yang sangat kecil dengan
konsentrasi berkisar 10 ng (Byun et al. 2009).
Hasil runutan dua amplikon dari arah
forward dan reverse dengan hasil pensejajaran
ruas gen miostatin ekson 2 dan ekson 3
menunjukkan adanya perbedaan panjang
nukleotida. Perbedaan yang terdapat pada
ekson 2 berasal dari bagian akhir intron 1
sepanjang 158 nt dan bagian awal intron 2
sepanjang 127 nt (Lampiran 1). Sedangkan
pada ekson 3, perbedaan berasal dari bagian
akhir intron 2 sepanjang 108 nt dan bagian
awal terminator sepanjang 125 nt (Lampiran
1). Pada bagian intron-intron tersebut tidak
dilakukan analisis lebih lanjut karena ruas
intron tidak berperan dalam proses
penyandian asam amino (translasi) dalam hal
ini ekspresi dari gen miostatin.
Analisis
runutan
gen
miostatin
menunjukkan bahwa ekson 2 dan ekson 3
masing-masing menghasilkan enam varian
berturut-turut yaitu C1G, C41T, G239A,
G266A, A268G, A331G,G75A, G77A, T261C,
C273T, A330C dan T336C. Varian tersebut
ditunjukkan oleh adanya dua puncak pada
kromatogram yang saling tumpang tindih.
Puncak kromatogram pada varian ekson 3,
bukanlah sebagai pengotor namun lebih
mengarah kepada varian (Gambar 2). Namun
lain halnya dengan beberapa puncak yang
terdapat pada ekson 2 selain enam puncak
yang menunjukkan varian ekson 2.
Banyaknya puncak pada latar belakang
kromatogram (tidak dilampirkan) diakibatkan
pengotor yang terbawa saat amplifikasi
sampel. Hal ini mengakibatkan runutan ekson
2 diverifikasi lebih lanjut terhadap runutan
amplikon dari arah primer forward dan
reverse untuk memastikan keakuratan runutan
tersebut.
Adanya dua puncak pada kromatogram
merupakan sebuah data kualitatif yang
4
diharapkan, karena menunjukkan adanya
varian pada ekson 2 dan ekson 3. Puncakpuncak tersebut merupakan hasil dari
pembacaan mesin perunutan PCR dan
elektroforesis terhadap sampel yang dijadikan
dalam satu tabung (DNA pooling) yang sesuai
dengan masing-masing ekson. Teknik DNA
pooling yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan teknik yang dapat mendeteksi
varian pada suatu lokus namun varian tersebut
tidak dapat diketahui terjadi pada sampel yang
mana. Ini karena sampel-sampel tersebut
dijadikan dalam satu tabung (pooling)
sehingga teknik ini sangat hemat sebagai
penanda molekuler dan proses screening pada
sampel dapat terjadi secara cepat dan banyak
sampel. Secara umum, teknik DNA pooling
untuk perunutan merupakan teknik dalam
mendeteksi delesi, insersi dan substitusi
nukleotida (dikenal sebagai Single Nucleotide
Polymorphisms - SNPs).
Hasil perunutan amplikon ekson 2
(Lampiran 4) dan ekson 3 (Lampiran 5)
menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya
varian
yang
menyebabkan
terjadinya
pertambahan massa dan jumlah serat otot
rangka (dikenal double muscling atau
muscular hypertrophy). McPherron dan Lee
(1997) melaporkan adanya delesi 11 pb pada
ekson 3 diantara nukleotida 821-831 dikenal
dengan nt821(del11), mengakibatkan stop
kodon menjadi tidak dikenali sehingga protein
miostatin
tidak
dapat
diekspresikan.
Sedangkan Grobet et al. (1998) melaporkan
beberapa varian yang menyebabkan double
muscling terjadi pada ekson 2 yaitu delesi
tujuh pb dan digantikan dengan insersi 10 pb
pada posisi nukleotida ke-419 dikenal sebagai
nt419(del7-ins10), transisi basa C menjadi
basa T pada posisi nukleotida ke-610
(Q204X), dan transversi basa G menjadi basa
T pada posisi nukleotida ke-676 (E226X);
serta substitusi transisi basa G menjadi basa A
pada posisi nukleotida ke-938 (C313Y)
menyebabkan asam amino sistein (Cys)
berubah menjadi treonin (Thr). Varian yang
tidak menyebabkan double muscling juga
telah dilaporkan oleh Dunner et al. (2002)
pada ekson 2 yaitu substitusi transisi basa G
menjadi basa A pada posisi nukleotida ke-544
(D182) yang mengakibatkan perubahan asam
aspartat (Asp) menjadi asparagin (Asn) dan
substitusi transisi basa G menjadi basa A pada
posisi nukleotida ke-387 dikenal dengan
nt387(G-A).
Regulasi miostatin secara umum diawali
dengan pembentukan dan ekspresi sebagai
premiostatin yang belum aktif. Miostatin
menjadi aktif pada saat pasca-translasi dan
kemudian berikatan dengan follistatin.
Kompleks miostatin dan follistatin ini akan
membentuk situs aktif jika berikatan dengan
activin reseptor IIB di jaringan otot. Reseptor
tersebut akan memberikan sinyal kerja ke
protein yang mengatur pengendalian otot
(miogenin), sehingga perkembangan jaringan
otot menjadi normal. Mutasi pada gen
miostatin menyebabkan perubahan jumlah
(hiperplasia) dan/atau ukuran serat otot
(hipertropi) maupun perubahan ikatan situs
aktif
dengan
activin
IIB
sehingga
menyebabkan fenomena double muscling
(McNally 2004).
Pada penelitian ini, amplifikasi dan
perunutan gen miostatin menunjukkan bahwa
empat varian pada ekson 3 hanya terdapat
pada sapi madura, yaitu G75A, G77A, T261C,
dan C273T (Tabel 1). Meskipun varian
berbeda
berdasarkan
basa
tersebut
nukleotidanya, telaah lebih lanjut berdasarkan
asam amino yang disandikan ternyata tiga
varian, yaitu G75A, T261C, dan C273T
memiliki asam amino yang sama dengan
genus Bos pembanding berturut-turut yaitu
asam glutamat (Glu), alanin (Ala), dan sistein
(Cys). Sedangkan pada varian G77A memiliki
perbedaan asam amino karena terjadi
perubahan dari histidin (His) menjadi arginin
(Arg). Arginin (Arg) dan histidin (His)
merupakan asam amino yang bersifat basa dan
mempunyai gugus amino pada rantai
sampingnya yang bermuatan positif serta
bersifat hidofilik. Adanya kesamaan asam
amino pada tiga varian ekson 3dikarenakan
posisi nukleotida basa pada tiga varian
tersebut terjadi pada basa ketiga (Lampiran 5)
sehingga asam amino yang disandikannya
tetap. Sedangkan posisi nukleotida basa pada
varian G77A terjadi pada basa kedua sehingga
terjadi perbedaan asam amino yang
disandikan. Asam amino yang berubah tidak
hanya terjadi pada perubahan nukleotida basa
di posisi kedua setiap kodonnya namun juga
dapat terjadi pada basa kesatu seperti pada
varian C1G, A268G dan A330C (Lampiran 4).
Selain kesamaan berdasarkan nukleotida
basa, lima varian ekson 2 juga memiliki
kesamaan berdasarkan sifat asam amino
terhadap genus Bos pembandingnya. Varian
C1G, C41T, dan A331G berturut-turut
menyandikan asam amino leusin (Leu), alanin
(Ala), dan metionin (Met). Sedangkan genus
Bos pembandingnya menyandikan asam
amino valin (Val). Keempat asam amino
tersebut merupakan asam amino dengan rantai
samping nonpolar dan bersifat hidrofobik.
5
Download