pengembangan dan penerapan pupuk mikroba dalam sistim

advertisement
PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN PUPUK MIKROBA
DALAM SISTIM PERTANIAN ORGANIK1
I Nyoman P. Aryantha*, Noorsalam R. Nganro*, Sukrasno, E. Nandina*
Pusat Penelitian Antar Universitas Ilmu Hayati LPPM-ITB
*) Dept. Biologi - FMIPA-ITB
Jalan Ganesha 10, Bandung 40132
Abstrak
Penghematan biaya produksi budidaya tanaman dapat dicapai dengan penerapan sistim
pertanain organik yakni penambahan aplikasi pupuk mikroba AgriSimba. Beberapa
komoditas tanaman telah diuji coba seperti buncis, padi, kentang, bawang dan lain-lain di
beberapa tempat di Indonesia telah terbukti dapat menurunkan biaya produksi, sementara
hasil panenan pada umumnya dapat ditingkatkan antara 5-20%. Disamping itu, waktu
panenpun dapat dipercepat rata-rata antara 7-14 hari. Kajian di rumah kaca terhadap
aktivitas enzim mikroba dalam tanah terbukti berbeda secara nyata antara perlakuan
dengan pupuk mikroba dengan perlakuan pupuk kimia. Aspek ini sangat penting dalam
menjamin keberlangsungan tingkat kesuburan tanah dalam jangka panjang. Dari hasilhasil kajian ini, pupuk mikroba AgriSimba dapat direkomendasikan untuk aplikasi
pertanian padi dan tanaman lain.
-------------Kata kunci : Pertanian organik, biofertilizer, aktivitas ensim, pupuk mikroba, AgriSimba
Latar Belakang
Fenomena dampak negatif intensifikasi pertanian terhadap ekosistem pertanian
termasuk pengerasan tanah, kehilangan materi organik, kontaminasi logam berat dari
senyawa-senyawa sida terjadi di mana-mana (Stoate et al., 2001). Intensitas pemakaian
pupuk-pupuk kimia telah terbukti meningkat dari waktu ke waktu. Dari sejak awal sistim
Bimas diperkenalkan dosis pemupukan tanaman padi hanya sekitar 50-70 kg per hektar,
namun dalam rentang waktu 25 tahun sudah terjadi peningkatan dosis pupuk 5-6 kali
lipat. Kebutuhan pemupukan (urea, TSP, NPK dan KCL) untuk tanaman padi saat ini
telah mencapai dosis total lebih dari 300 kg per hektar. Kenapa terjadi peningkatan dosis
pemupukan yang begitu drastis? Apakah peningkatan dosis ini diiringi dengan
1
Aryantha, et al. 2002, Development of Sustainable Agricultural System, One Day
Discussion on The Minimization of Fertilizer Usage, Menristek-BPPT, 6th May
2002, Jakarta.
1
peningkatan hasil panen yang berlipat pula, ternyata tidak. Lalu kenapa harus dilakukan
pemupukan dengan dosis yang berlipat-lipat?
Pendekatan yang kurang komprehensif akan kesuburan tanah selama ini yakni
hanya memfokuskan dari faktor kimianya saja telah terbukti menimbulkan dampak
negatif terhadap kualitas tanah dalam jangka panjang. Selain faktor kimia berupa unsur
makro dan mikro yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, namun faktor biologis
(biokimia) yang terutama dimainkan perannya oleh mikroba juga sangat penting.
Berbagai senyawa organik yang dihasilkan oleh mikroba dalam proses dekomposisi
berbagai limbah oraganik di alam berperan dalam memacu merangsang pertumbuhan,
mempercepat proses perbungaan, meningkatkan proses biosintesis senyawa biokimia,
menghambat patogen, bahkan juga meningkatkan produksi senyawa metabolit sekunder
sebagai bahan baku obat, pestisida dan sebagainya.
Berbagai hormon pertumbuhan (growth hormone) seperti kelompok Auxin,
Giberellin dan Sitokinin sebagian disinyalir dapat diproduksi oleh mikroba di dalam
tanah yang selanjutnya dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Giberellin sendiri pada
mulanya diisolasi dari fungi Giberella fujikuroi sementara berbagai jenis bakteri dalam
medium pertumbuhan mampu memproduksi senyawa triptofan maupun indole yang
kemungkinan dapat dimanfaatkan oleh tanaman sebagai bahan prekursor hormon Indole
Acetic Acid, Indole Butyric Acid, maupun Naphthelene Acetic Acid. Kajian dengan
metoda KLT juga menunjukkan beberapa spesies bakteri tanah dapat menghasilkan
hormon kinetin (unpublished data).
Mikroba tanah juga berperan penting dalam proses pelarutan mineral-mineral
yang tadinya berada dalam bentuk senyawa kompleks menjadi bentuk ion, maupun
garam-garam yang dapat diserap oleh akar. Sebagai contoh unsur fosfor dalam senyawa
kompleks batuan akan terlarutkan oleh kelompok pelarut fosfat seingga menjadi tersedia
bagi tanaman (Wild, 2001).
Sumber hara yang paling utama bagi pertumbuhan vegetatif tanaman adalah
nitrogen. Produksi pupuk nitrogen dunia untuk tahun 1999/2000 menurut data World
Bank telah mencapai lebih dari 80,000,000 ton (World Bank Technical Paper No. 309).
Sementara kita menyadari keberadaan gas N2 di udara adalah sekitar 78%. Gas Nitrogen
ini oleh sekelompok mikroba non -simbiotik seperti Azotobacter, Azomonas,
2
Azotococcus, Beijerinckia, Derxia, Xanthobacter, Methylobacter, Methylococcus,
Azospirillum, Arthrobacter, Citrobacter dapat difiksasi ke dalam tanah dan oleh mikroba
nitrifikasi dan amonifikasi dapat diubah menjadi senyawa nitrogen yang tersedia bagi
tanaman yakni nitrat dan garam amonium. Sementara bakteri simbiotik seperti
Rhizobium, Bradyrhizobium, Azorhizobium yang berinteraksi spesifik dengan kelompok
tanaman tertentu dengan membentuk nodul mampu memfiksasi nitrogen udara dan
disumbangkan langsung kepada tanaman dalam simbiosa mutualistis. Kelompok lain
seperti Cyanobacteria adalah kelompok pemfiksasi nitrogen yang juga bersimbiosa
dengan tanaman seperti Azolla dapat hidup secara autotrof. Begitu besar potensi nitrogen
di alam, walau tidak dapat diambil langsung oleh tanaman, namun banyak jenis mikroba
yang dapat memfiksasinya lalu memindahkan ke tanah atau langsung mengasosiasikan
dengan tanaman inang yang cocok (Madigan et al., 1997 & Richards, 1989).
Kelompok mikroba lain yang berasosiasi salling menguntungkan dengan tanaman
adalah fungi mikrohiza. Asosiasi ini dapat saling menyumbangkan yakni berupa senyawa
organik oleh tanaman ke fungi sementara akumulasi unsur hara seperti fosfor yang
konsentrasinya rendah di tanah dapat dioptimalkan penyerapannya oleh keberadaan
fungi. Potensi fungi mikorhiza sangat besar untuk tanaman kehutanan terutama untuk
reklamasi atau penanaman kembali lahan-lahan kritis. Berbagai jenis fungi mikorhiza
yang tergabung dalam kelompok ektomikorhiza seperti : Cortinarius, Amanita,
Tricholoma, Boletus, Suillus, Russula, Lactarius, Rhizopogon, Scleroderma, Pisolithus,
Telephora, maupun endomikorhiza seperti Endogone, Gigaspora, Acaulospora, Glomus,
dan Schlerocystis (Rhicards, 1987).
Aspek penghambatan penyakit akar sangat penting dalam dunia hortikultura
untuk memperoleh tanaman yang sehat dan subur. Berbagai jenis bakteri dan fungi telah
dilaporkan mampu untuk menghambat pertumbuhan penyakit tanaman terutama penyakit
akar (Aryantha & Guest, 2000 dan Aryantha et al., 2001). Pengendalian dengan
penghambatan dan pencegahan dari awal dengan menambahkan agen mikroba ke dalam
tanah dapat melindungi tanaman budidaya seperti sayur-sayuran dari serangan penyakit
akar.
Meskipun mikroba berperan positif dalam pertumbuhan tanaman, namun faktor
senyawa organik adalah sangat penting harus tersedia di dalam tanah. Peran senaywa
3
organik disamping sebagai sumber nutrien bagi mikroba, juga dapat menciptakan kondisi
fisik dan biokimia tanah yang optimal bagi pertumbuhan. Keberadaan senyawa rganik
telah terbukti berkorelasi positif terhadap aktivitas enzim mikroba, terhadap daya ikat air,
mencegah penguapan pada saat udara kering, meningkatkan daya tukar ion, dan
memberikan pori yang cukup bagi proses biokimia dalam tanah.
Dalam upaya menyeimbangkan dan melestarikan ekosistem pertanian, menurut
Prof. Higa dapat dicapai dengan menyeimbangkan mikroba heterotrof dan autotrof. Atas
dasar keberadaan mikroba dalam tanah, Higa membagi ada 4 tipe tanah : (1) diseaseinducing soil, (2) disease-suppressive soil, (3) zymogenic soil and (4) synthetic soil
(Higa, 1988). Dengan ide dasar dari Higa, dapat dilakukan pengkondisian tanah pertanian
dengan mengkombinasikan anatara mikroba penekan penyakit, mikroba lakto -aseto
fermentatif dan mikroba pemfiksasi nitrogen. Masing-masing diharapkan dapat berperan
sesuai sifatnya seperti penekan penyakit karena mampu menghasilkan senyawa antibiotik
seperti kelompok Bacillus. Kelompok lakto-aseto fermentatif diharapkan dapat
menghasilkan senyawa-senyawa organik yang merupakan prekursor sintesa senyawa lain.
Demikian juga kelompok pemfiksasi nitrogen diharapkan dapat memfiksasi nitrogen
udara, membawanya masuk ke dalam tanah yang selanjutnya dapat diubah menjadi
senyawa nitrogen tersedia bagi tanaman. Dalam upaya ini, kemasan pupuk mikroba cair
berupa kultur campur dari beberapa bakteri (Bacillus sp., Lactobacillus sp., Azotobacter
sp., Acetobacter sp.) dan ragi telah dikembangkan untuk aplikasi pertanian dan
perkebunan secara luas.
Hasil-hasil penelitian dan penerapan pupuk mikroba
Beberapa kajian dan penerapan langsung formula pupuk mikroba AgriSimba di
laboratorium, rumah kaca maupun di lapangan terhadap beberapa jenis komoditas
tanaman telah menunjukkan hasil yang positif. Berikut adalah beberapa hasil positif dari
kajian skala rumah kaca dan di lapangan. Pada gambar 1 disajikan hasil kajian terhadap
tanaman buncis skala rumah kaca terhadap efek pertumbuhan (jumlah daun) dan panen
serta nilai aktivitas enzim mikroba dalam tanah. Dari data tersebut tampak bahwa
perlakuan dengan pupuk mikroba tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk kimia
NPK, sementara produksi buah dapat dicapai 2 minggu lebih awal dari perlakuan pupuk
4
kimia. Demikian juga nilai aktivitas enzim yang berkaitan dengan aktivitas biokimia dan
dukungan terhadap kesinambungan kesuburan tanah tampak berbeda nyata antara
perlakuan mikroba dibandingkan dengan pupuk kimia maupun kontrol. Dalam hal ini,
tentunya aplikasi pupuk mikroba dikombinasikan dengan materi organik berupa limbah
rumput.
Kasus 1 menampilkan hasil kajian aplikasi di lapangan (Kadu Gede, Kuningan)
tampak memberikan peningkatan hasil panen sebesar 10% dan waktu panen lebih cepat 7
hari dengan pengurangan biaya pemupukan sebesar Rp. 602.000 per hektar. Sementara
kasus 2 Hasil percobaan per 1 Ha memberi peningkatan hasil panen 10 %, waktu panen
lebih singkat 10 hari dan penghematan biaya = Rp 268.000,00 / Ha. Selanjutnya dalam
kasus 3 hasil aplikasi memberi percepatan waktu panen, dari semula 115 hari menjadi
105 hari. Disamping itu, hasil panen lebih seragam, panen bisa dilakukan serempak,
sehingga menghemat biaya tenaga kerja panen. Lebih daripada itu, juga dilaporkan
tanaman tidak terkena penyakit dan hama, padahal areal sebelahnya terkena penyakit
kering daun.
5
jumlah daun
Jumlah daun per minggu
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
I
II
III
IV
V
Minggu ke-
kontrol
rumput + simba
rumput
NPK
Jumlah buah total
Jumlah buah per minggu
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
I
II
III
IV
V
VI
VII
Minggu kekontrol
Rumput +Simba
rumput
NPK
Aktivitas enzim (ug.g-1.m-1)
Aktivitas ensim mikroba di dalam tanah
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1
2
3
4
5
Waktu (minggu)
Kontrol
Mulsa + Simba
Mulsa
NPK
Gambar 1 : Hasil uji coba penanaman kacang buncis dalam pot dengan perlakuan pupuk
mikroba dengan kombinasi limbah rumput dibandingkan dengan penggunaan NPK. (A)
Jumlah daun, (B) Jumlah buah dan (C) Aktivitas mikroba dalam tanah
6
Hasil kajian aplikasi pada beberapa tanaman komoditas di
beberapa daerah di Pulau Jawa
Kasus 1.
Hasil aplikasi pupuk mikroba cair pada tanaman padi di Desa Kadugede, Kab.
Kuningan.
Tanpa Agri Simba
No
Keterangan
Dengan Agri Simba
Biaya
Satuan
Qty
Jumlah
(Rp.)
No
Keterangan
1
Urea
40 kg
12.500
2
TSP/SP36
15 kg
1.800
27.000 2 NPK15
3
KCL
10 kg
2.500
25.000 3
4
Ongkos
Pemupukan
1
30.000
30.000 4 Sanitasi
5
Sanitasi
1
20.000
20.000 5
50.000
50.000 6
6
Lain-lain/
1
Pestisida
Total Biaya (Rp.)
50.000 1 Agri Simba
Biaya
Satuan
Qty
Jumlah
(Rp.)
2 lt
12.500
25.000
7 kg
3.000
21.000
1
30.000
30.000
1
20.000
20.000
1
20.000
20.000
Ongkos
pemupukan
Lainlain/Pestisida
Total Biaya (Rp.)
202.000
116.000
Hasil Percobaan per 100 bata :
- Peningkatan hasil panen sebesar ± 10 %
- Penurunan umur panen ± 7 hari
- Penghematan biaya = Rp
602.000,oo / Ha
Kasus 2.
Hasil kajian aplikasi pada tanaman padi di Desa Lamaran, Kec. Larangan, Kab.
Kuningan pada bulan April 2000
Tanpa Agri Simba
No
Keterangan
Qty
Dengan Agri Simba
Biaya
Satuan
Jumlah
(Rp.)
No
Keterangan
Qty
Biaya
Satuan
Jumlah
(Rp.)
1
Urea
300 kg
1.000
300.000 1 Urea
300 kg
1.000
300.000
2
TSP
250 kg
1.800
450.000 2 TSP
150 kg
1.800
270.000
3
KCL
150 kg
2.000
300.000 3 KCL
50 kg
2.000
100.000
4 Agri simba
8 Lt
Total Biaya (Rp.)
14.000
112.000
782.000
Total Biaya (Rp.)
1.050.000
Ket : biaya lainnya dianggap sama
Hasil percobaan per 1 Ha :
7
- Peningkatan hasil panen 10 %
- Waktu panen lebih singkat 10 hari
- Penghematan biaya = Rp 268.000,oo / Ha
Kasus 3.
Hasil kajian aplikasi pada tanaman padi di Desa Padajaya, Kecamatan Wado,
Sumedang
Luas demplot
: Rata-rata 30-350 tumbak, total luas sekitar 4 Ha.
Varietas Padi
: Widas
Jumlah bibit
: 30 -35 kg/Ha
Keterangan
No
Saprotan
Tanpa Agri Simba
Harga Satuan
(Rp)
Dengan Agri Simba
Biaya
(Rp)
Qty
Qty
Biaya
(Rp)
1
Urea
1,200
250
300,000
125
150,000
2
SP-36
1,600
100
160,000
50
80,000
3
KCL
1,750
100
175,000
50
87,500
4
ZA
1,200
100
120,000
50
60,000
5
Agri Simba
8
112,000
14,000
Selisih Biaya (Rp)
755,000
489,500
Keuntungan dari sisi biaya saprotan/Ha : Rp 265.500,oo
-
Kenaikan produksi : pada musim tanam Mei - Juli 2001 pada sawah yang menggunakan pupuk
anorganik secara penuh, mendapatkan hasil 5 kg/bata, sementara sawah yang menggunakan Agri
Simba mendapatkan hasil 6 kg/bata.
Kasus 4.
Hasil kajian aplikasi pada tanaman padi di Kec. Sanden, Kab. Bantul, DIY
Nama petani
: Sujarno
Desa
: Ds. Gadingsari,
Luas lahan
: + 1.500 m2
Penggunaan pupuk
:
Tanpa Agri Simba
No
Keterangan
Dengan Agri Simba
Qty
No
Keterangan
1
Urea Pil
+ 45 kg
1 Pupuk kandang
2
Zet A
+ 20 kg
2 Urea pil
Qty
+ 500 kg
32 kg
8
3
KCL
20 kg
3 Agri Simba
4
TSP
20 kg
4
750 kg gabah kering
Hasil panen
1,2 lt
800 kg gabah kering
Hasil panen
giling
giling
Peningkatan hasil = 50 kg
Kasus 5.
Hasil kajian aplikasi pada tanaman kentang di Kebun Bp. Burhanuddin Joni,
Kompleks Komando Kavaleri Lembang, RT 01 RW 03 Cisarua Lembang
Luas tanam
: 1 ha
Hasil Percobaan
:
- Peningkatan hasil panen, dari semula 12 – 15 ton/ Ha menjadi 25 – 30 ton/ Ha.
- Penghematan biaya pemupukan sebesar ± Rp. 3.527.500,oo/Ha, dengan rincian sbb
Tanpa Agri Simba
No
Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pupuk kandang
Borax
Urea
TSP
NPK
KCL
Dengan Agri Simba
Qty Biaya Jumlah (Rp.) No
Keterangan
(kg) Satuan
10.000
10
340
300
150
270
Total Biaya (Rp.)
300
7.500
1.000
2.000
2.500
1.700
3.000.000
75.000
340.000
600.000
450000
675.000
1.
2.
3.
4.
5.
Pupuk kandang
Borax
NPK
KCL
Agri Simba
5.140.000
Qty
( kg )
2.500
5
150
50
20
Total Biaya (Rp.)
Biaya
Satuan
300
7.500
2.500
1.700
12.500
Jumlah (Rp.)
750.000
37.500
450.000
125.000
250.000
1.612.500
Kasus 6.
Hasil kajian aplikasi pada Hidroponik bibit kentang di Maribaya Lembang
• Lokasi implementasi
: Cipanas Maribaya Lembang
• Hasil panen
: data sedang disusun
• Kelebihan
: dapat mengurangi pupuk kimia sampai 40% sehingga
dapat menghemat biaya 2,5 juta per 3 bulan per kumbung. Percobaan dilakukan pada 12
kumbung.
Kasus 7.
Hasil kajian aplikasi pada Kembang Kol di Lembang
Lokasi implementasi : Lembang
• Hasil panen
: > 2 kg / tanaman
• Kelebihan dibandingkan penggunaan pupuk sintetis :
9
Hasil panen meningkat > 30 % (semula 1,2 – 1,5
kg/tanaman menjadi 2 kg / tanaman).
Biaya pemupukan berkurang > 50 % (semula Rp. 13
juta/Ha menjadi Rp. 5,5 Juta/Ha)
Kasus 8.
Hasil kajian aplikasi pada tanaman Cabe keriting di Ciparay Bandung
• Lokasi implementasi
: Ciparay, Kab. Bandung
• Hasil panen
: 25 ton/ Ha, 2,5 – 3 kg / pohon
• Kelebihan dibandingkan penggunaan pupuk sintetis :
Hasil panen meningkat 25 % (semula 20 ton menjadi 25 ton/ Ha)
Biaya pemupukan berkurang > 30 % (semula Rp. 38 juta/Ha
menjadi Rp. 26 Juta/Ha)
Kasus 9.
Hasil kajian aplikasi pada tanaman Bawang daun di Ciparay Bandung
• Lokasi implementasi
: Ciparay, Bandung
• Hasil panen
: > 1 kg / rumpun
• Kelebihan dibandingkan penggunaan pupuk sintetis :
Hasil rata-rata panen meningkat (semula 0,75 kg/rumpun
menjadi 1 kg / rumpun).
Waktu panen lebih awal (semula 60 hari menjadi 50 hari)
Biaya pemupukan berkurang > 30 %
Kasus 10.
Hasil kajian aplikasi pada tanaman Bawang merah di Brebes
‰ Nama Petani
: Suparjan
Lokasi
: Desa Sri Gading Sanden
Luas lahan
: ± 550 m2
Sebelum memakai Agri Simba
Urea
KCL
ZA
NPK
15 Kg
15 Kg
15 Kg
15 Kg
Dengan memakai Agri Simba
Urea
KCL
ZA
NPK
Simba
5 Kg
5 Kg
3 Kg
5 Kg
2 liter
Dengan Agri Simba Hasil ubinannya (berdasarkan demplot) adalah:
Rumus ubinan (2,5 x 2,5)
1. 17,5 (basah), 14,25 (kering) x 16 (rumus untuk mencari Ha) = 22,8 ton
2. 14,1 (basah), 11, 5 (kering) x 16 (rumus untuk mencari Ha) = 18,4 ton
3. 14 (basah), 11
(kering) x 16 (rumus untuk mencari Ha) = 17,6 ton
10
•
•
58,8 ton
Hasil rata-rata/hektar/1000 m2 adalah 19,6 ton/Ha (ubinan) atau 17,3 ton (hasil
nyatanya).
Hasil rata-rata/1000 m2 adalah 1,73 ton.
Penutup
Situasi perekonomian yang terpuruk telah menimbulkan ketidakberdayaan petani dalam
membeli pupuk kimia sehingga mengancam aktivitas pertanian. Dengan hasil-hasil kajian
percobaan dan aplikasi di lapangan yang positif, maka ketidakberdayaan petani dapat
dibantu dengan pemakaian pupuk mikroba AgriSimba. Praktek aplikasi organik ini pada
dasarnya bersifat ramah lingkungan karena menggunakan mikroba lokal disamping dapat
mengurangi
pemakain
pupuk
kimia
bahkan
dalam
beberapa
kasus
dapat
mengeliminasinya. Penyetaan bahan organik adalah merupakan persyaratan dalam
penerapan
teknologi
mikroba
yang
pada
dasarnya
dapat
disediakan
dengan
mengembalikan sisa-sisa tanaman budi daya pada periode penanaman sebelumnya.
Ucapan terima kasih
Penulis sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada PT. Rekayasa Sumber
Daya Hayati yang telah memberikan beberapa data hasil kajian dan aplikasi pupuk
mikroba di lapangan. Juga terima kasih kepada panitia penyelenggara pertemuan ini yang
memberikan kesempatan untuk menyajikan makalah ini.
Daftar Pustaka
Aryantha, I.P and D.I. Guest, 1996, Bokashi (EM made product) as biocontrol agent to
suppress the growth of Phytophthora cinnamomi, Rands, Fifth Conference on
Technology of Effective Microorganisms, Sara Buri, Thailand, 10-11 December,
1996.
Aryantha, I.P., R. Cross & D.I. Guest, 1997. Biocontrol of Phytophthora cinnamomi
Rands, 11th Biennial Conference of Australasian Plant Pathology Society, PerthAustralia, 29 Sept.-2 Oct. 1997.
Aryantha, I.P and D. Guest, 2000, Pengendalian fungi pathogen Phytophthora cinnamomi
Rands dengan menggunakan mikroba antagonist, Seminar MIPA 2000, 13-14
November 2000, Kampus ITB, Bandung.
Aryantha, I.P., D. P. Lestari & M. Gantina, 2001, Biofungicide from indigenous microbes
for controlling root rot diseases, Patent of Indonesia (Filing date)
11
Alvin, P.E., 1989, Soil Microbiology and Biochemistry, Academic Press, Inc., California,
(p. 222-232)
Higa., T., 1988, Considering agriculture from the principle of creation -Role of Kyusei
nature farming for the future of mankind, Proceeding of Seminar for Dietmen, 15
December 1988, University of the Ryukus, Japan.
Madigan, M.T., J.M. Martinko & J. Parker, 1997, Brock Biology of Microorganisms,
Prentice Hall International, Inc., New Jersey, USA, p. 571-572
Richards, B.N., 1989, The Microbiology of Terrestrial Ecosystem, Longman Scientific &
Technical Inc., Singapore, pp.
Stoate C, Boatman ND, Borralho RJ, Carvalho CR, de Snoo GR, Eden P, 2001,
Ecological impacts of arable intensification in Europe, J Environ Manage,
63(4):337-65
Wild, A., 2001, Soils and the Environment, Cambridge University Press, Canbridge, UK
(p 68-88)
World Bank Technical Paper No. 309, Current World Fertilizer Situation and Outlook,
1993/1994-1999/2000
12
Download