PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN PUPUK MIKROBA DALAM SISTIM PERTANIAN ORGANIK1 I Nyoman P. Aryantha*, Noorsalam R. Nganro*, Sukrasno, E. Nandina* Pusat Penelitian Antar Universitas Ilmu Hayati LPPM-ITB *) Dept. Biologi - FMIPA-ITB Jalan Ganesha 10, Bandung 40132 Abstrak Penghematan biaya produksi budidaya tanaman dapat dicapai dengan penerapan sistim pertanain organik yakni penambahan aplikasi pupuk mikroba AgriSimba. Beberapa komoditas tanaman telah diuji coba seperti buncis, padi, kentang, bawang dan lain-lain di beberapa tempat di Indonesia telah terbukti dapat menurunkan biaya produksi, sementara hasil panenan pada umumnya dapat ditingkatkan antara 5-20%. Disamping itu, waktu panenpun dapat dipercepat rata-rata antara 7-14 hari. Kajian di rumah kaca terhadap aktivitas enzim mikroba dalam tanah terbukti berbeda secara nyata antara perlakuan dengan pupuk mikroba dengan perlakuan pupuk kimia. Aspek ini sangat penting dalam menjamin keberlangsungan tingkat kesuburan tanah dalam jangka panjang. Dari hasilhasil kajian ini, pupuk mikroba AgriSimba dapat direkomendasikan untuk aplikasi pertanian padi dan tanaman lain. -------------Kata kunci : Pertanian organik, biofertilizer, aktivitas ensim, pupuk mikroba, AgriSimba Latar Belakang Fenomena dampak negatif intensifikasi pertanian terhadap ekosistem pertanian termasuk pengerasan tanah, kehilangan materi organik, kontaminasi logam berat dari senyawa-senyawa sida terjadi di mana-mana (Stoate et al., 2001). Intensitas pemakaian pupuk-pupuk kimia telah terbukti meningkat dari waktu ke waktu. Dari sejak awal sistim Bimas diperkenalkan dosis pemupukan tanaman padi hanya sekitar 50-70 kg per hektar, namun dalam rentang waktu 25 tahun sudah terjadi peningkatan dosis pupuk 5-6 kali lipat. Kebutuhan pemupukan (urea, TSP, NPK dan KCL) untuk tanaman padi saat ini telah mencapai dosis total lebih dari 300 kg per hektar. Kenapa terjadi peningkatan dosis pemupukan yang begitu drastis? Apakah peningkatan dosis ini diiringi dengan 1 Aryantha, et al. 2002, Development of Sustainable Agricultural System, One Day Discussion on The Minimization of Fertilizer Usage, Menristek-BPPT, 6th May 2002, Jakarta. 1 peningkatan hasil panen yang berlipat pula, ternyata tidak. Lalu kenapa harus dilakukan pemupukan dengan dosis yang berlipat-lipat? Pendekatan yang kurang komprehensif akan kesuburan tanah selama ini yakni hanya memfokuskan dari faktor kimianya saja telah terbukti menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas tanah dalam jangka panjang. Selain faktor kimia berupa unsur makro dan mikro yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, namun faktor biologis (biokimia) yang terutama dimainkan perannya oleh mikroba juga sangat penting. Berbagai senyawa organik yang dihasilkan oleh mikroba dalam proses dekomposisi berbagai limbah oraganik di alam berperan dalam memacu merangsang pertumbuhan, mempercepat proses perbungaan, meningkatkan proses biosintesis senyawa biokimia, menghambat patogen, bahkan juga meningkatkan produksi senyawa metabolit sekunder sebagai bahan baku obat, pestisida dan sebagainya. Berbagai hormon pertumbuhan (growth hormone) seperti kelompok Auxin, Giberellin dan Sitokinin sebagian disinyalir dapat diproduksi oleh mikroba di dalam tanah yang selanjutnya dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Giberellin sendiri pada mulanya diisolasi dari fungi Giberella fujikuroi sementara berbagai jenis bakteri dalam medium pertumbuhan mampu memproduksi senyawa triptofan maupun indole yang kemungkinan dapat dimanfaatkan oleh tanaman sebagai bahan prekursor hormon Indole Acetic Acid, Indole Butyric Acid, maupun Naphthelene Acetic Acid. Kajian dengan metoda KLT juga menunjukkan beberapa spesies bakteri tanah dapat menghasilkan hormon kinetin (unpublished data). Mikroba tanah juga berperan penting dalam proses pelarutan mineral-mineral yang tadinya berada dalam bentuk senyawa kompleks menjadi bentuk ion, maupun garam-garam yang dapat diserap oleh akar. Sebagai contoh unsur fosfor dalam senyawa kompleks batuan akan terlarutkan oleh kelompok pelarut fosfat seingga menjadi tersedia bagi tanaman (Wild, 2001). Sumber hara yang paling utama bagi pertumbuhan vegetatif tanaman adalah nitrogen. Produksi pupuk nitrogen dunia untuk tahun 1999/2000 menurut data World Bank telah mencapai lebih dari 80,000,000 ton (World Bank Technical Paper No. 309). Sementara kita menyadari keberadaan gas N2 di udara adalah sekitar 78%. Gas Nitrogen ini oleh sekelompok mikroba non -simbiotik seperti Azotobacter, Azomonas, 2 Azotococcus, Beijerinckia, Derxia, Xanthobacter, Methylobacter, Methylococcus, Azospirillum, Arthrobacter, Citrobacter dapat difiksasi ke dalam tanah dan oleh mikroba nitrifikasi dan amonifikasi dapat diubah menjadi senyawa nitrogen yang tersedia bagi tanaman yakni nitrat dan garam amonium. Sementara bakteri simbiotik seperti Rhizobium, Bradyrhizobium, Azorhizobium yang berinteraksi spesifik dengan kelompok tanaman tertentu dengan membentuk nodul mampu memfiksasi nitrogen udara dan disumbangkan langsung kepada tanaman dalam simbiosa mutualistis. Kelompok lain seperti Cyanobacteria adalah kelompok pemfiksasi nitrogen yang juga bersimbiosa dengan tanaman seperti Azolla dapat hidup secara autotrof. Begitu besar potensi nitrogen di alam, walau tidak dapat diambil langsung oleh tanaman, namun banyak jenis mikroba yang dapat memfiksasinya lalu memindahkan ke tanah atau langsung mengasosiasikan dengan tanaman inang yang cocok (Madigan et al., 1997 & Richards, 1989). Kelompok mikroba lain yang berasosiasi salling menguntungkan dengan tanaman adalah fungi mikrohiza. Asosiasi ini dapat saling menyumbangkan yakni berupa senyawa organik oleh tanaman ke fungi sementara akumulasi unsur hara seperti fosfor yang konsentrasinya rendah di tanah dapat dioptimalkan penyerapannya oleh keberadaan fungi. Potensi fungi mikorhiza sangat besar untuk tanaman kehutanan terutama untuk reklamasi atau penanaman kembali lahan-lahan kritis. Berbagai jenis fungi mikorhiza yang tergabung dalam kelompok ektomikorhiza seperti : Cortinarius, Amanita, Tricholoma, Boletus, Suillus, Russula, Lactarius, Rhizopogon, Scleroderma, Pisolithus, Telephora, maupun endomikorhiza seperti Endogone, Gigaspora, Acaulospora, Glomus, dan Schlerocystis (Rhicards, 1987). Aspek penghambatan penyakit akar sangat penting dalam dunia hortikultura untuk memperoleh tanaman yang sehat dan subur. Berbagai jenis bakteri dan fungi telah dilaporkan mampu untuk menghambat pertumbuhan penyakit tanaman terutama penyakit akar (Aryantha & Guest, 2000 dan Aryantha et al., 2001). Pengendalian dengan penghambatan dan pencegahan dari awal dengan menambahkan agen mikroba ke dalam tanah dapat melindungi tanaman budidaya seperti sayur-sayuran dari serangan penyakit akar. Meskipun mikroba berperan positif dalam pertumbuhan tanaman, namun faktor senyawa organik adalah sangat penting harus tersedia di dalam tanah. Peran senaywa 3 organik disamping sebagai sumber nutrien bagi mikroba, juga dapat menciptakan kondisi fisik dan biokimia tanah yang optimal bagi pertumbuhan. Keberadaan senyawa rganik telah terbukti berkorelasi positif terhadap aktivitas enzim mikroba, terhadap daya ikat air, mencegah penguapan pada saat udara kering, meningkatkan daya tukar ion, dan memberikan pori yang cukup bagi proses biokimia dalam tanah. Dalam upaya menyeimbangkan dan melestarikan ekosistem pertanian, menurut Prof. Higa dapat dicapai dengan menyeimbangkan mikroba heterotrof dan autotrof. Atas dasar keberadaan mikroba dalam tanah, Higa membagi ada 4 tipe tanah : (1) diseaseinducing soil, (2) disease-suppressive soil, (3) zymogenic soil and (4) synthetic soil (Higa, 1988). Dengan ide dasar dari Higa, dapat dilakukan pengkondisian tanah pertanian dengan mengkombinasikan anatara mikroba penekan penyakit, mikroba lakto -aseto fermentatif dan mikroba pemfiksasi nitrogen. Masing-masing diharapkan dapat berperan sesuai sifatnya seperti penekan penyakit karena mampu menghasilkan senyawa antibiotik seperti kelompok Bacillus. Kelompok lakto-aseto fermentatif diharapkan dapat menghasilkan senyawa-senyawa organik yang merupakan prekursor sintesa senyawa lain. Demikian juga kelompok pemfiksasi nitrogen diharapkan dapat memfiksasi nitrogen udara, membawanya masuk ke dalam tanah yang selanjutnya dapat diubah menjadi senyawa nitrogen tersedia bagi tanaman. Dalam upaya ini, kemasan pupuk mikroba cair berupa kultur campur dari beberapa bakteri (Bacillus sp., Lactobacillus sp., Azotobacter sp., Acetobacter sp.) dan ragi telah dikembangkan untuk aplikasi pertanian dan perkebunan secara luas. Hasil-hasil penelitian dan penerapan pupuk mikroba Beberapa kajian dan penerapan langsung formula pupuk mikroba AgriSimba di laboratorium, rumah kaca maupun di lapangan terhadap beberapa jenis komoditas tanaman telah menunjukkan hasil yang positif. Berikut adalah beberapa hasil positif dari kajian skala rumah kaca dan di lapangan. Pada gambar 1 disajikan hasil kajian terhadap tanaman buncis skala rumah kaca terhadap efek pertumbuhan (jumlah daun) dan panen serta nilai aktivitas enzim mikroba dalam tanah. Dari data tersebut tampak bahwa perlakuan dengan pupuk mikroba tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk kimia NPK, sementara produksi buah dapat dicapai 2 minggu lebih awal dari perlakuan pupuk 4 kimia. Demikian juga nilai aktivitas enzim yang berkaitan dengan aktivitas biokimia dan dukungan terhadap kesinambungan kesuburan tanah tampak berbeda nyata antara perlakuan mikroba dibandingkan dengan pupuk kimia maupun kontrol. Dalam hal ini, tentunya aplikasi pupuk mikroba dikombinasikan dengan materi organik berupa limbah rumput. Kasus 1 menampilkan hasil kajian aplikasi di lapangan (Kadu Gede, Kuningan) tampak memberikan peningkatan hasil panen sebesar 10% dan waktu panen lebih cepat 7 hari dengan pengurangan biaya pemupukan sebesar Rp. 602.000 per hektar. Sementara kasus 2 Hasil percobaan per 1 Ha memberi peningkatan hasil panen 10 %, waktu panen lebih singkat 10 hari dan penghematan biaya = Rp 268.000,00 / Ha. Selanjutnya dalam kasus 3 hasil aplikasi memberi percepatan waktu panen, dari semula 115 hari menjadi 105 hari. Disamping itu, hasil panen lebih seragam, panen bisa dilakukan serempak, sehingga menghemat biaya tenaga kerja panen. Lebih daripada itu, juga dilaporkan tanaman tidak terkena penyakit dan hama, padahal areal sebelahnya terkena penyakit kering daun. 5 jumlah daun Jumlah daun per minggu 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 I II III IV V Minggu ke- kontrol rumput + simba rumput NPK Jumlah buah total Jumlah buah per minggu 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 I II III IV V VI VII Minggu kekontrol Rumput +Simba rumput NPK Aktivitas enzim (ug.g-1.m-1) Aktivitas ensim mikroba di dalam tanah 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1 2 3 4 5 Waktu (minggu) Kontrol Mulsa + Simba Mulsa NPK Gambar 1 : Hasil uji coba penanaman kacang buncis dalam pot dengan perlakuan pupuk mikroba dengan kombinasi limbah rumput dibandingkan dengan penggunaan NPK. (A) Jumlah daun, (B) Jumlah buah dan (C) Aktivitas mikroba dalam tanah 6 Hasil kajian aplikasi pada beberapa tanaman komoditas di beberapa daerah di Pulau Jawa Kasus 1. Hasil aplikasi pupuk mikroba cair pada tanaman padi di Desa Kadugede, Kab. Kuningan. Tanpa Agri Simba No Keterangan Dengan Agri Simba Biaya Satuan Qty Jumlah (Rp.) No Keterangan 1 Urea 40 kg 12.500 2 TSP/SP36 15 kg 1.800 27.000 2 NPK15 3 KCL 10 kg 2.500 25.000 3 4 Ongkos Pemupukan 1 30.000 30.000 4 Sanitasi 5 Sanitasi 1 20.000 20.000 5 50.000 50.000 6 6 Lain-lain/ 1 Pestisida Total Biaya (Rp.) 50.000 1 Agri Simba Biaya Satuan Qty Jumlah (Rp.) 2 lt 12.500 25.000 7 kg 3.000 21.000 1 30.000 30.000 1 20.000 20.000 1 20.000 20.000 Ongkos pemupukan Lainlain/Pestisida Total Biaya (Rp.) 202.000 116.000 Hasil Percobaan per 100 bata : - Peningkatan hasil panen sebesar ± 10 % - Penurunan umur panen ± 7 hari - Penghematan biaya = Rp 602.000,oo / Ha Kasus 2. Hasil kajian aplikasi pada tanaman padi di Desa Lamaran, Kec. Larangan, Kab. Kuningan pada bulan April 2000 Tanpa Agri Simba No Keterangan Qty Dengan Agri Simba Biaya Satuan Jumlah (Rp.) No Keterangan Qty Biaya Satuan Jumlah (Rp.) 1 Urea 300 kg 1.000 300.000 1 Urea 300 kg 1.000 300.000 2 TSP 250 kg 1.800 450.000 2 TSP 150 kg 1.800 270.000 3 KCL 150 kg 2.000 300.000 3 KCL 50 kg 2.000 100.000 4 Agri simba 8 Lt Total Biaya (Rp.) 14.000 112.000 782.000 Total Biaya (Rp.) 1.050.000 Ket : biaya lainnya dianggap sama Hasil percobaan per 1 Ha : 7 - Peningkatan hasil panen 10 % - Waktu panen lebih singkat 10 hari - Penghematan biaya = Rp 268.000,oo / Ha Kasus 3. Hasil kajian aplikasi pada tanaman padi di Desa Padajaya, Kecamatan Wado, Sumedang Luas demplot : Rata-rata 30-350 tumbak, total luas sekitar 4 Ha. Varietas Padi : Widas Jumlah bibit : 30 -35 kg/Ha Keterangan No Saprotan Tanpa Agri Simba Harga Satuan (Rp) Dengan Agri Simba Biaya (Rp) Qty Qty Biaya (Rp) 1 Urea 1,200 250 300,000 125 150,000 2 SP-36 1,600 100 160,000 50 80,000 3 KCL 1,750 100 175,000 50 87,500 4 ZA 1,200 100 120,000 50 60,000 5 Agri Simba 8 112,000 14,000 Selisih Biaya (Rp) 755,000 489,500 Keuntungan dari sisi biaya saprotan/Ha : Rp 265.500,oo - Kenaikan produksi : pada musim tanam Mei - Juli 2001 pada sawah yang menggunakan pupuk anorganik secara penuh, mendapatkan hasil 5 kg/bata, sementara sawah yang menggunakan Agri Simba mendapatkan hasil 6 kg/bata. Kasus 4. Hasil kajian aplikasi pada tanaman padi di Kec. Sanden, Kab. Bantul, DIY Nama petani : Sujarno Desa : Ds. Gadingsari, Luas lahan : + 1.500 m2 Penggunaan pupuk : Tanpa Agri Simba No Keterangan Dengan Agri Simba Qty No Keterangan 1 Urea Pil + 45 kg 1 Pupuk kandang 2 Zet A + 20 kg 2 Urea pil Qty + 500 kg 32 kg 8 3 KCL 20 kg 3 Agri Simba 4 TSP 20 kg 4 750 kg gabah kering Hasil panen 1,2 lt 800 kg gabah kering Hasil panen giling giling Peningkatan hasil = 50 kg Kasus 5. Hasil kajian aplikasi pada tanaman kentang di Kebun Bp. Burhanuddin Joni, Kompleks Komando Kavaleri Lembang, RT 01 RW 03 Cisarua Lembang Luas tanam : 1 ha Hasil Percobaan : - Peningkatan hasil panen, dari semula 12 – 15 ton/ Ha menjadi 25 – 30 ton/ Ha. - Penghematan biaya pemupukan sebesar ± Rp. 3.527.500,oo/Ha, dengan rincian sbb Tanpa Agri Simba No Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pupuk kandang Borax Urea TSP NPK KCL Dengan Agri Simba Qty Biaya Jumlah (Rp.) No Keterangan (kg) Satuan 10.000 10 340 300 150 270 Total Biaya (Rp.) 300 7.500 1.000 2.000 2.500 1.700 3.000.000 75.000 340.000 600.000 450000 675.000 1. 2. 3. 4. 5. Pupuk kandang Borax NPK KCL Agri Simba 5.140.000 Qty ( kg ) 2.500 5 150 50 20 Total Biaya (Rp.) Biaya Satuan 300 7.500 2.500 1.700 12.500 Jumlah (Rp.) 750.000 37.500 450.000 125.000 250.000 1.612.500 Kasus 6. Hasil kajian aplikasi pada Hidroponik bibit kentang di Maribaya Lembang • Lokasi implementasi : Cipanas Maribaya Lembang • Hasil panen : data sedang disusun • Kelebihan : dapat mengurangi pupuk kimia sampai 40% sehingga dapat menghemat biaya 2,5 juta per 3 bulan per kumbung. Percobaan dilakukan pada 12 kumbung. Kasus 7. Hasil kajian aplikasi pada Kembang Kol di Lembang Lokasi implementasi : Lembang • Hasil panen : > 2 kg / tanaman • Kelebihan dibandingkan penggunaan pupuk sintetis : 9 Hasil panen meningkat > 30 % (semula 1,2 – 1,5 kg/tanaman menjadi 2 kg / tanaman). Biaya pemupukan berkurang > 50 % (semula Rp. 13 juta/Ha menjadi Rp. 5,5 Juta/Ha) Kasus 8. Hasil kajian aplikasi pada tanaman Cabe keriting di Ciparay Bandung • Lokasi implementasi : Ciparay, Kab. Bandung • Hasil panen : 25 ton/ Ha, 2,5 – 3 kg / pohon • Kelebihan dibandingkan penggunaan pupuk sintetis : Hasil panen meningkat 25 % (semula 20 ton menjadi 25 ton/ Ha) Biaya pemupukan berkurang > 30 % (semula Rp. 38 juta/Ha menjadi Rp. 26 Juta/Ha) Kasus 9. Hasil kajian aplikasi pada tanaman Bawang daun di Ciparay Bandung • Lokasi implementasi : Ciparay, Bandung • Hasil panen : > 1 kg / rumpun • Kelebihan dibandingkan penggunaan pupuk sintetis : Hasil rata-rata panen meningkat (semula 0,75 kg/rumpun menjadi 1 kg / rumpun). Waktu panen lebih awal (semula 60 hari menjadi 50 hari) Biaya pemupukan berkurang > 30 % Kasus 10. Hasil kajian aplikasi pada tanaman Bawang merah di Brebes Nama Petani : Suparjan Lokasi : Desa Sri Gading Sanden Luas lahan : ± 550 m2 Sebelum memakai Agri Simba Urea KCL ZA NPK 15 Kg 15 Kg 15 Kg 15 Kg Dengan memakai Agri Simba Urea KCL ZA NPK Simba 5 Kg 5 Kg 3 Kg 5 Kg 2 liter Dengan Agri Simba Hasil ubinannya (berdasarkan demplot) adalah: Rumus ubinan (2,5 x 2,5) 1. 17,5 (basah), 14,25 (kering) x 16 (rumus untuk mencari Ha) = 22,8 ton 2. 14,1 (basah), 11, 5 (kering) x 16 (rumus untuk mencari Ha) = 18,4 ton 3. 14 (basah), 11 (kering) x 16 (rumus untuk mencari Ha) = 17,6 ton 10 • • 58,8 ton Hasil rata-rata/hektar/1000 m2 adalah 19,6 ton/Ha (ubinan) atau 17,3 ton (hasil nyatanya). Hasil rata-rata/1000 m2 adalah 1,73 ton. Penutup Situasi perekonomian yang terpuruk telah menimbulkan ketidakberdayaan petani dalam membeli pupuk kimia sehingga mengancam aktivitas pertanian. Dengan hasil-hasil kajian percobaan dan aplikasi di lapangan yang positif, maka ketidakberdayaan petani dapat dibantu dengan pemakaian pupuk mikroba AgriSimba. Praktek aplikasi organik ini pada dasarnya bersifat ramah lingkungan karena menggunakan mikroba lokal disamping dapat mengurangi pemakain pupuk kimia bahkan dalam beberapa kasus dapat mengeliminasinya. Penyetaan bahan organik adalah merupakan persyaratan dalam penerapan teknologi mikroba yang pada dasarnya dapat disediakan dengan mengembalikan sisa-sisa tanaman budi daya pada periode penanaman sebelumnya. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada PT. Rekayasa Sumber Daya Hayati yang telah memberikan beberapa data hasil kajian dan aplikasi pupuk mikroba di lapangan. Juga terima kasih kepada panitia penyelenggara pertemuan ini yang memberikan kesempatan untuk menyajikan makalah ini. Daftar Pustaka Aryantha, I.P and D.I. Guest, 1996, Bokashi (EM made product) as biocontrol agent to suppress the growth of Phytophthora cinnamomi, Rands, Fifth Conference on Technology of Effective Microorganisms, Sara Buri, Thailand, 10-11 December, 1996. Aryantha, I.P., R. Cross & D.I. Guest, 1997. Biocontrol of Phytophthora cinnamomi Rands, 11th Biennial Conference of Australasian Plant Pathology Society, PerthAustralia, 29 Sept.-2 Oct. 1997. Aryantha, I.P and D. Guest, 2000, Pengendalian fungi pathogen Phytophthora cinnamomi Rands dengan menggunakan mikroba antagonist, Seminar MIPA 2000, 13-14 November 2000, Kampus ITB, Bandung. Aryantha, I.P., D. P. Lestari & M. Gantina, 2001, Biofungicide from indigenous microbes for controlling root rot diseases, Patent of Indonesia (Filing date) 11 Alvin, P.E., 1989, Soil Microbiology and Biochemistry, Academic Press, Inc., California, (p. 222-232) Higa., T., 1988, Considering agriculture from the principle of creation -Role of Kyusei nature farming for the future of mankind, Proceeding of Seminar for Dietmen, 15 December 1988, University of the Ryukus, Japan. Madigan, M.T., J.M. Martinko & J. Parker, 1997, Brock Biology of Microorganisms, Prentice Hall International, Inc., New Jersey, USA, p. 571-572 Richards, B.N., 1989, The Microbiology of Terrestrial Ecosystem, Longman Scientific & Technical Inc., Singapore, pp. Stoate C, Boatman ND, Borralho RJ, Carvalho CR, de Snoo GR, Eden P, 2001, Ecological impacts of arable intensification in Europe, J Environ Manage, 63(4):337-65 Wild, A., 2001, Soils and the Environment, Cambridge University Press, Canbridge, UK (p 68-88) World Bank Technical Paper No. 309, Current World Fertilizer Situation and Outlook, 1993/1994-1999/2000 12