judul dalam bahasa indonesia, ditulis dengan huruf tnr

advertisement
KEEFEKTIFAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM
MENGEMBANGKAN ORGANISASI SEKOLAH DI SDN 1
BATULAYAR BARAT KECAMATAN BATULAYAR
LINAWATI WIJAYA
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengungkap keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengembangkan organisasi sekolah yang meliputi tiga keterampilan dasar, yakni keterampilan
teknis, keterampilan sosial, dan keterampilan konseptual. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus, dimana peneliti berusaha memahami
makna peristiwa serta interaksi orang di dalam lingkungan sekolah dan masyarakat pada saat
penelitian sehingga peneliti dapat memahami konsep-konsep dan pandangan-pandangan tentang
keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (1) wawancara, (2) observasi, (3)
dokumentasi. Pemilihan informan penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling, data
yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, dengan alur (1) reduksi data, (2) display data, (3)
verifikasi data. Agar memperoleh keabsahan data dilakukan dengan kriteria: (1) kredibilitas, (2)
transfermabilitas, dan (3) konfirmabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: keefektifan
kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah, kenyataannya di
dukung oleh tiga keterampilan dasar, yaitu: (1) keterampilan teknis, (2) keterampilan sosial, dan
(3) keterampilan konseptual. Ketiga keterampilan dasar tersebut juga dibutuhkan kepala sekolah
dalam melaksanakan peran dan fungsinya dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.
Kata Kunci: keefektifan, kepemimpinan kepala sekolah, organisasi sekolah
Abstract
This reseach aims to reveal the effectiveness of school principal leadership in developing school
organization that involves three basic skills. They are technical skill, social skill and conceptual
skill. This study used of qualitative approach with case study design, in which the researcher
tried to see the meaning of the event and the interaction of the people in the school and
environment in which the research was carried out so that the researcher could understand the
concept and the views about the effect of the school principal leadership in developing school
organization. The data were collected using three ways, namely: (1) interview, (2) observation,
(3) documentation. The selection of informants used snowball sampling techniques and the data
were analyzed using descriptive method: (1) data reduction, (2) display of data, (3) verification
of data. In order to get the valid data, the researcher used several criteria: (1) credibility, (2)
transformability, and (3) confirmability. The results of the study showed that the effectiveness of
principal leadership in developing the school organization was supported by these three basic
skills, namely: (1) technical skill, (2) social skill, and (3) conceptual skill. The three basic skills
were also applied by the school headmaster in carrying out their roles and functions in order to
achieve the organizational goals that had been set.
Key word: the effect, the leadership of principal, school organization.
1
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
PENDAHULUAN
Sekolah
sebagai
organisasi
pendidikan formal merupakan wadah
kerjasama sekelompok orang yang terdiri
atas kepala sekolah, guru, staf, dan siswa
serta masyarakat yang memiliki tujuan
yaitu terciptanya sumber daya manusia
yang handal. Untuk mencapai tujuan
tersebut, terdapat beberapa unsur yang
diperlukan sekolah salah satunya adalah
kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan
pengaruh terhadap orang lain sehingga
orang lain bersedia mengikuti apa yang
diharapkan oleh pemimpin. Seorang
pemimpin dalam melaksanakan proses
kepemimpinannya
harus
memiliki
kelebihan-kelebihan tertentu untuk dapat
diterima
sebagai
pemimpin
dalam
organisasi yang dipimpinnya.
Kepala sekolah sebagai seorang
pemimpin di sekolah diharuskan untuk
memiliki beberapa keterampilan dalam
menjalankan tugas. Kelebihan yang
dimiliki oleh kepala sekolah tersebut tidak
boleh dipakai untuk menjadikan dirinya
orang yang “paling lebih atau paling
mendominasi” anggota kelompoknya,
melainkan dijadikan sebagai arahan dan
bimbingan kepada anggotanya.
Menjadi pemimpin yang efektif
diperlukan beberapa persyaratan, baik
persyaratan yang bersifat pribadi maupun
persyaratan
profesional.
Persyaratan
profesional mencakup pengetahuan dan
keterampilan di bidang profesi pekerjaan,
percaya pada diri sendiri dan rendah hati
termasuk sifat-sifat pribadi yang mendasar
sebagai pemimpin. Seorang kepala sekolah
dikatakan berhasil apabila mereka mampu
memahami keberadaan sekolah sebagai
organisasi yang komplek dan mampu
melaksanakan tugas sebagai seorang yang
telah diberikan tanggug jawab untuk
memimpin sekolah.
Berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13
Tahun 2007 syarat-syarat untuk menjadi
kepala sekolah adalah sebagai berikut:
1. Kualifikasi umum kepala sekolah
adalah memiliki kualifikasi akademik
sarjana (S1) atau diploma empat (DIV)
kependidikan
atau
non
kependidikan pada perguruan tinggi
yang terakreditasi;
2. Kualifikasi khusus kepala sekolah
dasar adalah sebagai berikut:
a. Berstatus sebagai guru SD;
b. Memiliki sertifikat pendidik sebagai
guru SD; dan
c. Memiliki sertifikat kepala SD yang
diterbitkan oleh lembaga yang
ditetapkan pemerintah.
Kepala sekolah merupakan motor
penggerak, penentu arah kebijakan menuju
sekolah dan pendidikan secara luas.
Sebagai
pengelola
institusi
satuan
pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk
selalu meningkatkan efektifitas kinerjanya.
Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif,
kepala sekolah dan seluruh stakeholders
harus bahu membahu bekerjasama dengan
penuh kekompakan dalam segala hal.
Kepala sekolah harus memahami
sekolah yang dipimpinnya dan menyadari
bahwa hal itu tidak lepas dari pola
kepemimpinannya. Perubahan sekolah ke
arah yang lebih baik harus dimulai dari
kepemimpinan kepala sekolah. Kepala
sekolah
harus
mengembangkan
kepemimpinan berdasarkan dialog, saling
perhatian dan pengertian satu dengan yang
lain.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
2
Organisasi sekolah berkaitan erat
dengan visi yang dimiliki oleh kepala
sekolah tentang masa depan sekolah.
Kepala sekolah yang memiliki visi untuk
menghadapi tantangan sekolah di masa
depan akan lebih sukses dalam membangun
kultur sekolah. Untuk membangun visi
sekolah ini, perlu kolaborasi antara kepala
sekolah, guru, orang tua, staf administrasi
dan tenaga profesional. Organisasi sekolah
akan baik apabila: a) kepala sekolah dapat
berperan sebagai model, b) mampu
membangun tim kerjasama, c) belajar dari
guru, staf, dan siswa, dan, d) harus
memahami kebiasaan yang baik untuk terus
dikembangkan.
Kualitas sekolah tidak ditentukan
oleh besar atau kecilnya sekolah, negeri
atau swasta, kaya atau miskin, permanen
atau tidak, di kota atau di desa, gratis atau
membayar, fasilitas yang wah dan keren,
guru sarjana atau bukan, berpakaian
seragam atau tidak. Faktor-faktor yang
menentukan kualitas sekolah terletak pada
unsur-unsur dinamis yang ada di dalam
sekolah dan lingkungannya sebagai suatu
kesatuan sistem. Salah satu dinamis
tersebut
adalah guru sebagai pelaku
terdepan dalam pelaksanaan pendidikan di
tingkat institusional dan instruksional.
Kepala sekolah adalah manajer
pendidikan
profesional yang direkrut
komite sekolah untuk mengelola segala
kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan
yang
diterapkan.
Dalam
proses
pengambilan keputusan, kepala sekolah
mengimplementasikan proses “bottom-up”
secara demokratis, sehingga semua pihak
memiliki tanggung jawab terhadap
keputusan
yang
diambil
beserta
pelaksanaannya.
3
Studi pendahuluan terhadap peran
kepala sekolah diperoleh informasi bahwa
ada beberapa kepala sekolah yang kurang
aktif dalam upaya mencapai tujuan
organisasi sekolah yang dipimpinnya.
Kepala sekolah lebih banyak
reaktif
daripada aktif, dan lebih banyak
menanggapi ide daripada membentuk ide.
Hasil kepemimpinan kepala sekolah tidak
dapat mempengaruhi perubahan pola pikir
tentang apa yang diinginkan dan
diperlukan.
Efektifitas
sebuah
organisasi
sekolah dalam mencapai tujuan sangatlah
ditentukan oleh seorang pemimpin dalam
hal
ini
kepala
sekolah.
Namun
kenyataannya, kepala sekolah kurang
berhasil dalam mengembangkan organisasi
sekolah secara efektif dan efisien. Kepala
sekolah kurang menguasai teknik-teknik
untuk menciptakan sebuah iklim yang
memungkinkan bawahan merasa bebas
mengemukakan pendapat, mengajukan
saran, ikut aktif dalam pemecahan masalah
dan harus mau menerima segala kritikan
dari bawahan sepanjang kritikan tersebut
bersifat konstruktif.
Sebagai seorang kepala sekolah,
pengelolaan sekaligus pengembangan
organisasi sekolah kurang diperhatikan,
antara
lain:
(1)
peningkatan
profesionalisme guru-guru dan karyawan,
(2) peningkatan kesejahteraan guru-guru
dan karyawan, (3) perbaikan dan
pengembangan sarana dan prasarana
sekolah.
Yukl (2001: 4) menjelaskan tentang
kepemimpinan sebagai suatu proses untuk
mempengaruhi
orang
lain,
untuk
memahami dan setuju dengan apa yang
perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu
dilakukan secara efektif, serta proses untuk
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
memfasilitasi upaya individu dan kolektif
untuk mencapai tujuan bersama. Terry
(Kartono, 2010: 57) berpendapat bahwa
kepemimpinan
adalah
kegiatan
mempengaruhi orang-orang agar mereka
suka berusaha mencapai tujuan-tujuan
kelompok.
Kepemimpinan dalam penelitian ini
diartikan sebagai proses kepala sekolah
dalam mempengaruhi, memahami, dan
setuju dengan apa yang perlu dilakukan
serta bagaimana tugas dilaksanakan secara
efektif dan efisien dalam memfasilitasi
individu dan kolektif untuk mencapai
tujuan bersama.
Lussier
dkk
(2001:
36)
mengemukakan
tentang
beberapa
klasifikasi teori kepemimpinan, meliputi:
1) Teori kepemimpinan sifat, menjelaskan
karakteristik khas accounting untuk
efektivitas kepemimpinan; 2) Teori
kepemimpinan perilaku, gaya khas untuk
menentukan sifat dari pekerjaan; 3) Teori
kepemimpinan kontingensi, menjelaskan
gaya
kepemimpinan
yang
sesuai
berdasarkan pengikut dan situasi; 4) Teori
kepemimpinan integratif, menggabungkan
sifat, perilaku, dan teori kontingensi.
Mulyasa (2004: 19), menjelaskan
bahwa kepemimpinan kepala sekolah
berperan sebagai
motor penggerak
sekaligus penentu arah kebijakan sekolah
yang akan menentukan cara pencapaian
tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan.
Sedangkan sebagai pengelola institusi
satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut
untuk selalu meningkatkan efektifitas
kinerjanya. Sebagai penggerak segala
kebijakan di sekolah, kemampuankemampuan yang harus dimiliki oleh
kepala sekolah menurut kepemimpinan
situasional, Tracey (Wahjosumidjo, 2008:
385) adalah: 1) memiliki kemampuan dasar
atau keahlian; 2) kualifikasi pribadi; dan 3)
kepribadian.
Mulyasa (2004: 98) menjelaskan
beberapa peran yang harus dilakukan oleh
seorang kepala sekolah, yaitu: 1) sebagai
edukator; 2) sebagai manajer; 3) sebagai
administrator; 4) sebagai supervisor; 5)
sebagai leader; 6) sebagai pencipta iklim
kerja; 7) sebagai wirausahawan; dan 8)
sebagai pembentuk motivasi kerja guru.
Penelitian oleh Maduratna (2013)
menjelaskan peranan kepala sekolah
sebagai pendidik mampu menciptakan
iklim sekolah yang kondusif dengan
memberikan dorongan, sebagai manajer
dengan memberdayakan guru, sebagai
administrator
dengan
mengelola
administrasi, sebagai supervisor dengan
melakukan pengawasan, sebagai pemimpin
dengan memberikan petunjuk, sebagai
motivator dengan mengatur suasana
lingkungan dan suasana kerja.
Subandono (2011: 113) menyatakan
bahwa aktivitas kepemimpinan kepala
sekolah
ada
kaitannya
dengan
perkembangan sekolah sebagai suatu
organisasi. Sekolah dengan tingkat
perkembangan organisasi yang masih
dalam kategori sederhana aktivitas
kepemimpinan yang dominan dilaksanakan
adalah: memperkokoh keorganisasian,
membangun komunikasi, penguatan pilar
manajemen,
program
penjaminan,
membangun
kemitraan
dan
mengembangkan
wirausaha.
Dengan
konsep efisiensi pembiayaan, tetapi efektif
dalam mencapai tujuan pendidikan.
Dari
beberapa
teori
yang
dipaparkan sebelumnya, kepemimpinan
dapat menjadikan efektivitas bagi sebuah
organisasi (sekolah) apabila pemimpin
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
4
organisasi dapat melakukan beberapa hal
berikut: 1) dapat memastikan tingkah laku
yang dikoordinasikan dan diarahkan pada
penyelesaian
tugas;
2)
mampu
mempertahankan
stabilitas
dalam
lingkungan yang bergejolak, dengan
demikian dibutuhkan penyesuaian dan
adaptasi yang segera pada kondisi
lingkungan yang berubah; 3) dapat
membantu koordinasi intern dari unit-unit
lembaga lainnya yang berbeda-beda,
khususnya selama masa pertumbuhan
perubahan; dan 4) memainkan peran dalam
mempertahankan susunan anggota yang
stabil.
Kepemimpinan kepala sekolah
dalam penelitian ini dilihat dari peran
kepala sekolah dalam melaksanakan
tugasnya untuk mengembangkan organisasi
sekolah dengan berdasarkan keterampilan
dasar yang seharusnya dimiliki, yaitu: 1)
keterampilan teknis, yang mengamati
aspek-aspek teknis pendidikan dan
pengajaran; 2) keterampilan sosial, yang
mengamati keterampilan kepala sekolah
dalam berkomunikasi; dan 3) keterampilan
konseptual, yang mengamati aspek-aspek
manajerial.
METODE
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang
berusaha untuk mengungkapkan dan
mengembangkan keadaan riil pada saat
tertentu sehingga nantinya menjadi lebih
lengkap dan lebih baik. Jenis penelitian
yang peneliti lakukan adalah studi kasus,
yakni menggambarkan kasus sebagai obyek
penelitian dalam kondisi seadanya dan
mendalam.
Penelitian dilaksanakan di Sekolah
Dasar Negeri 1 Batulayar Barat,
5
Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok
Barat. Informan yang akan memberikan
informasi terkait kepemimpinan kepala
sekolah dalam penelitian ini, antara lain: 1)
pengawas sekolah; 2) guru; 3) tata usaha;
4) siswa; 5) komite sekolah; dan 5) wali
murid.
Teknik penentuan informan adalah
dengan menggunakan teknik purpose
sampling, yaitu dengan cara memilih orang
yang dapat memberikan penjelasan tentang
kepemimpinan kepala sekolah. Penentuan
informan
juga
ditempuh
dengan
menggunakan cara snowball sampling,
yaitu informan kunci menunjukkan orangorang yang dapat menjelaskan masalah
yang akan diteliti kepemimpinan kepala
sekolah, selanjutnya orang yang ditunjuk
akan menunjuk orang lain bila keterangan
yang diberikan masih kurang jelas dan
belum memadai.
Berdasarkan
pendekatan
yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu
pendekatan
kualitatif,
maka
untuk
memperoleh data, harus pula disesuaikan
dengan pendekatan yang dipakai. Adapun
metode-metode yang dapat digunakan
melalui pendekatan kualitatif ,antara lain:
1)
wawancara,
dengan
menyusun
pertanyaan terstruktur yang ditujukan
kepada kepala sekolah; 2) observasi,
melakukan
suatu
pengamatan
dan
pencatatan secara sistematis terhadap
gejala/fenomena yang diselidiki; dan 3)
dokumentasi, untuk mengumpulkan data
dari sumber non insani.
Teknik
analisis
data
yang
digunakan disesuaikan dengan pendekatan
yang digunakan yaitu analisis kualitatif
dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1)
Reduksi data, dengan cara menerangkan
dan memilih hal-hal pokok: 2) Display
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
data, untuk menampilkan data secara
sederhana dalam bentuk kata-kata, kalimat,
tabel, matrik, dan grafik; dan 3) Verifikasi
data, menarik intisari dari data-data yang
terkumpul ke dalam bentuk pernyataan
kalimat dan memiliki data yang jelas.
Pengecekan
keabsahan
data
dilakukan untuk menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat
relevan dengan persiapan dan isu yang
sedang dicari dan kemudian memusatkan
diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
Pemeriksaan keabsahan data dilakukan
dengan berlandaskan pada: 1) kredibilitas;
2) transfermabilitas; 3) dependabilitas; dan
4) konfirmabilitas.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
SDN 1 Batulayar Barat, Desa
Batulayar,
Kecamatan
Batulayar,
Kabupaten Lombok Barat. SDN 1
Batulayar Barat berdiri pada tahun 1968 di
atas lahan seluas 7536 m2 terletak di jalan
Raya Senggigi, Desa Batulayar, sebelah
Selatan
Kantor
Camat
Batulayar.
Penduduk
Desa Batulayar
bermata
pencarian sebagai pegawai, nelayan, kusir,
dan pedagang. Jarak Desa Batulayar 7 km
dari Kota Mataram. Gambaran mengenai
SDN 1 Batulayar Barat meliputi: 1) Visi
sekolah; 2) Misi sekolah; 3) Kesiswaan; 4)
Kondisi sarana dan prasarana; 5)
Kurikulum dan sistem pembelajaran; 6)
Keuangan; 7) Guru dan staf; 8) Struktur
organisasi dan 9) Manajemen sekolah.
Hasil Penelitian
Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah
dalam mengembangkan organisasi sekolah
dilihat dari keterampilan teknis (technical
skills).
Implementasi
keaktifan
kepemimpinan kepala sekolah dalam upaya
memajukan pendidikan di SDN 1 Batulayar
Barat dari segi keterampilan teknis di
antaranya pengelolaan guru, pengelolaan
sarana dan prasarana, dan pengelolaan dana
terus ditingkatkan. Kepala sekolah
mempunyai peran penting dalam upaya
memberdayakan guru dan meningkatkan
mutu pembelajaran. Kepala SDN 1
Batulayar Barat bercita-cita menjadikan
SDN 1 Batulayar Barat sebagai sekolah
terbaik dari segi kualitas maupun kuantitas
dengan lulusan berkualitas.
Sebagai pengelola pendidikan,
kepala SDN 1 Batulayar Barat bertanggung
jawab penuh terhadap keberhasilan
penyelenggaraan kegiatan pendidikan
dengan cara melaksanakan administrasi
sekolah dengan seluruh substansinya.
Kepala
SDN
1
Batulayar
Barat
bertanggung jawab terhadap kualitas
sumber daya manusia yang ada, agar
mampu
menjalankan
tugas-tugas
pendidikan. Oleh karena itu, kepala SDN 1
Batulayar Barat
sebagai pengelola
pendidikan
mempunyai
tugas
mengembangkan kinerja para personal,
terutama
para
guru
ke
arah
profesionalisme.
Tentang upaya yang dilakukan kepala
SDN 1 Batulayar Barat, Ni Ketut Swasthi
(guru), menanggapi:
“Sebagai pimpinan formal, kepala
sekolah bertanggung jawab atas
tercapainya
tujuan
pendidikan
melalui upaya menggerakkan para
bawahan ke arah pencapaian tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini, kepala sekolah
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
6
mempunyai tugas melaksanakan
fungsi-fungsi kepemimpinan, baik
fungsi yang berhubungan dengan
pencapaian tujuan
pendidikan
maupun penciptaan iklim sekolah
yang kondusif bagi terlaksananya
proses belajar mengajar yang efektif
dan efisien”.
Implementasi manajemen berbasis
sekolah dalam pemberdayaan guru,
merupakan tindakan kepala SDN 1
Batulayar Barat dalam upaya meningkatkan
profesionalisme guru melalui berbagai cara
seperti mendorong guru untuk memenuhi
ketentuan UU Nomor. 14 Tahun 2005,
tentang Guru dan Dosen, yaitu dengan cara
memberikan motivasi kepada guru untuk
memiliki sertifikat guru. Kepala sekolah
mempunyai
peran
penting
dalam
mengembangkan sebuah sekolah, sehingga
menjadi sebuah sekolah yang efektif.
Untuk menciptakan sekolah yang
efektif
membutuhkan
kreativitas
kepemimpinan yang memadai. Kreativitas
pemimpin seperti itu dapat terlihat atau
dapat muncul manakala pemimpin sekolah
mampu untuk melakukan perubahanperubahan tentang cara dan metode yang
digunakan dalam mengelola sekolah.
Keterampilan teknis (technical skills)
merupakan tindakan kepala sekolah dalam
berinteraksi dengan orang lain, dengan
indikator: melayani orang lain, memberi
dorongan
kepada
orang
lain,
berkomunikasi lisan dan tulisan, serta
bekerja sama dalam kelompok kerja.
Keefektifan kepemimpinan kepala
sekolah dalam mengembangkan organisasi
sekolah dilihat dari keterampilan sosial
(social skills).
Terkait dengan keterampilan sosial (social
skills), kepemimpinan kepala SDN 1
7
Batulayar
Barat
transparan
dalam
mengambil
keputusan.
Kebijakankebijakan lain seperti pengadaan peralatan,
penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Sekolah (RAPBS), dan
pengadaan buku-buku diakui oleh Rehanun
(guru), di mana kepala SDN 1 Batulayar
Barat selalu mengadakan koordinasi dan
rapat dengan guru apabila akan menyusun
Rencana Anggaran Pendapatan
dan
Belanja Sekolah (RAPBS), mengadakan
buku dan peralatan sekolah. Penggunaan
anggaran secara transparan disampaikan
kepada guru tanpa ada yang ditutup-tutupi.
Kebijakan
yang
terkait
dengan
profesionalisme guru, oleh kepala sekolah
sangat diperhatikan, seperti pengembangan
kurikulum,
penyediaan
program
pengembangan sekolah.
Terkait
dengan
pengelolaan
administrasi, kepala SDN 1 Batulayar
Barat sangat tertib seperti apa yang
diungkapkan oleh Daliana (guru):
“Tertib administrasi khususnya
dalam hal administrasi keuangan
mendapat perhatian utama. Selain
itu, buku induk siswa, pencatatan
surat-surat
serta
dokumentasi
pendidikan
sangat
pula
diperhatikan,
sehingga
setiap
dokumentasi tersimpan dengan
rapi”.
Kepala SDN 1 Batulayar Barat
berupaya memberdayakan guru-guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang
baik, lancar, produktif, menyelesaikan
tugas sesuai dengan waktu yang ditetapkan,
menjalin hubungan yang harmonis dengan
masyarakat agar bisa terlibat aktif dalam
mewujudkan tujuan sekolah, bekerja sama
dengan tim secara koperatif, dan
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
mewujudkan tujuan sekolah secara
produktif sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan. Adapun beberapa hal yang
telah dilakukan kepala sekolah untuk
menggalang
kepercayaan
masyarakat
terhadap sekolah yaitu: 1) komunikasi yang
baik; 2) mengikuti kompetisi; 3)
penghargaan kepada siswa; 4) peningkatan
hubungan
dengan
masyarakat;
5)
pelaksanaan pembelajaran yang bervariasi;
6) keterbukaan terhadap ide, saran dan
kritikan; 7) profesi orang tua diberdayakan
dalam pembelajaran; dan 8) kearifan dan
komunikasi.
Keefektifan
Kepemimpinan
Kepala
Sekolah
dalam
Mengembangkan
Organisasi
Sekolah
dilihat
dari
Keterampilan Konseptual
(Conceptual
Skills).
Terkait dengan keterampilan konseptual,
Kepala SDN 1 Batu Layar melaksanakan
dua hal yakni penilaian (judgement) dan
kreativitas (creativity) terhadap guru
melalui kerangka konsep diagnosa dari
permasalahan yang kompleks menjadi
simple / mudah, disamping itu kepala
sekolah mampu menujukkan kemampuan
kemampuan menganalisis, berpikir logis,
merumuskan konsep, dan memberikan
pertimbangan secara induktif.
Secara umum diperoleh bahwa
kepala SDN Batu Layar memiliki
kemampuan mengkoordinasikan aktivitas
sesuai dengan kebutuhan organisasi
sekolah, dengan indikator: tanggap
terhadap
perubahan,
memanfaatkan
peluang, menyampaikan gagasan, dan
memberikan pertimbangan penyelesaian
masalah.
Pembahasan
Tujuan umum penelitian ini adalah
untuk memperoleh gambaran tentang
kepemimpinan kepala sekolah SDN 1
Batulayar Barat dalam menjalankan
perannya menciptakan iklim organisasi
sekolah yang kondusif. Keefektifan
kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengembangkan organisasi dilihat dari
beberapa keterampilan sebagai berikut:
Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah
dalam mengembangkan organisasi sekolah
dilihat dari keterampilan teknis (technical
skills)
Dalam
kaitannya
dengan
keterampilan teknis (technical skills)
kepala SDN 1 Batulayar Barat telah
memposisikan dirinya dalam pengambilan
keputusan partisipasif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah dan
masyarakat untuk meningkatkan mutu
sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional.
Perubahan peran guru yang awalnya
sebagai
penyampai
pengetahuan,
pengalihan pengetahuan, dan pengalihan
keterampilan serta merupakan satu-satunya
sumber belajar, berubah peran menjadi
pembimbing, pembina, pengajar, dan
pelatih. Dalam kegiatan pembelajaran, guru
akan bertindak sebagai fasilitator yang
bersikap akrab dan penuh tanggung jawab
serta memperlakukan siswa sebagai mitra
dalam menggali dan mengolah informasi
menuju tujuan belajar yang telah
direncanakan.
SDN 1 Batulayar Barat memiliki
guru profesional yang menguasai: (a)
kurikulum serta perangkat pedoman
pelaksanaannya, (b) materi yang harus
diajarkan, (c) mampu mengembangkan dan
menggunakan berbagai metode bervariasi,
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
8
(d)
mampu
mengembangkan
dan
menggunakan berbagai macam media
pembelajaran,
(e)
terampil
menyelenggarakan evaluasi proses dan
hasil kerja, (f) memiliki rasa tanggung
jawab dan dedikasi terhadap tugasnya, dan
disiplin dalam melaksanakan tugasnya.
Kepemimpinan kepala sekolah
mempunyai latar belakang pendidikan yang
berbeda-beda. Pendidikan keguruan dan
non keguruan ternyata berpengaruh pada
iklim pembelajaran di sekolah. Selain itu
karakteristik dan strategi, pendekatan, dan
penerapan kepemimpinan yang berbedabeda
juga
mempengaruhi
iklim
pembelajaran di sekolah.
Kepala
sekolah
berusaha
membentuk dan membina guru yang
profesional, lingkungan yang kondusif,
ramah siswa, manajemen yang kuat,
kurikulum yang seimbang, penilaian
pelaporan yang bermakna, pelibatan
masyarakat yang tinggi. Sehingga dapat
mencapai sekolah yang bermutu serta
menjadikan sekolah yang maju dan
berkualitas di Kecamatan Batulayar.
keefektifan kepemimpinan kepala sekolah
dalam mengembangkan organisasi sekolah
dilihat dari keterampilan sosial (social
skills)
Kepala SDN 1 Batulayar Barat
memiliki keterampilan sosial yang baik, hal
ini dikarenakan banyak pengalaman yang
dimiliki dalam hidupnya. Pengalaman
beliau sebelumnya saat menjadi seorang
guru yang memiliki tugas dan tanggung
jawab untuk mendidik dan mengajar siswasiswanya sehingga hal inilah yang akhirnya
membentuk kompetensi sosial yang baik
pada diri Kepala SDN 1 Batulayar Barat.
Kompetensi sosial pada diri kepala SDN 1
9
Batulayar Barat terlihat dari sifat
kedermawan yang cukup baik, memiliki
rasa empati yang besar terhadap orang lain
disekitarnya, mampu memahami orang
lain, dan suka menolong orang lain. Kepala
SDN 1 Batulayar Barat
aktif untuk
melakukan inisiatif dalam situasi sosial
dengan memulai suatu komunikasi dan
kontak sosial dan akan menarik dirinya dari
situasi tertentu yang dapat menyebabkan
konflik.
keefektifan kepemimpinan kepala sekolah
dalam mengembangkan organisasi sekolah
dilihat dari keterampilan konseptual
(conceptual skills)
Kepala sekolah dalam membangun
pendekatan dengan guru, staf, dan
masyarakat melalui pendekatan formal
maupun non formal. Pendekatan formal
yang dibangun adalah dengan mengadakan
pertemuan rutin setiap hari Sabtu dengan
guru-guru dan staf dalam rangka
membahas
kelemahan,
kekurangan,
hambatan serta kendala-kendala lain dalam
proses belajar mengajar selama satu pekan.
Pendekatan non formal yang dibangun
kepala sekolah adalah dengan membuka
pintu bagi orang tua siswa, guru, maupun
siswa untuk membangun dialog. Untuk
menambah kemampuan guru, kepala
sekolah mengundang narasumber yang
berkompeten untuk member input kepada
guru.
Pelayanan yang baik sesuai apa
yang dibutuhkan siswa dan orang tua siswa
menjadi hal utama yang perlu diperhatikan.
Kepala sekolah berusaha memenuhi
fasilitas
pendidikan,
mempromosikan
sekolah dengan menyebar brosur-brosur
penerimaan siswa baru, menyiapkan
perangkat pembelajaran guru, membina
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
guru baru bersama guru senior di dalam
kelas selama satu semester. Dalam
pengelolaan sarana dan prasarana, kepala
sekolah menunjuk wakil yang mengurus
secara khusus sarana dan prasarana sekolah
mulai dari pengadaan hingga pada
perawatannya. Wakil yang ditunjuk diberi
kewenangan untuk mengajukan atau
menyusun rencana anggaran terkait dengan
kebutuhan sarana dan prasarana sekolah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Keefektifan kepemimpinan kepala
sekolah dalam mengembangkan organisasi
sekolah, merupakan profil kepemimpinan
kepala sekolah yang didasari oleh tiga
keterampilan dasar yang harus dimiliki
oleh kepala sekolah, antara lain:
1. Keterampilan Teknis
Keterampilan teknis yang dimiliki
oleh kepala sekolah, meliputi
keterampilan
yang
dapat
dikelompokkan ke dalam tiga
keterampilan utama, yakni sebagai
berikut: (a) keterampilan dalam
menggunakan metode pengelolaan
sekolah: (b) keterampilan dalam
menggunakan teknik pengelolaan
sekolah, dan (3) memiliki
pengetahuan dan keterampilan
dalam melakukan supervisi kelas.
2. Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial yang dimiliki
oleh kepala sekolah terdiri dari
beberapa jenis keterampilan, yang
dapat dikelompokkan ke dalam
empat kategori, yakni sebagai
berikut: (a) keterampilan dalam
membangun kerjasama dengan
personel sekolah, (b) keterampilan
dalam memotivasi guru,
(c)
keterampilan dalam kegiatan
sosial
kemasyarakatan,
(d)
keterampilan
dalam
mengorganisasi
elemen-elemen
pendidikan intern maupun ekstern
sekolah.
3. Keterampilan Konseptual
Keterampilan konseptual yang
dimiliki oleh kepala sekolah terdiri
dari berbagai jenis keterampilan
yang dapat dikelompokkan ke tiga
kategori, yakni sebagai berikut: (a)
memahami
kompleksitas
pengelolaan organisasi sekolah,
(b) kemampuan dalam membuat
keputusan pendidikan pada level
sekolah, dan (c) kemampuan
dalam membuat pemetaan struktur
organisasi sekolah.
Saran
Kepemimpinan kepala sekolah
merupakan faktor yang berpengaruh
penting dalam pengembangan organisasi
sekolah, sehingga diperlukan kepala
sekolah yang mempunyai keterampilan
teknis (technical skills), keterampilan
sosial (social skills), dan keterampilan
konseptual (conceptual skills) dalam
mengembangkan
organisasi
sekolah
tersebut. Setiap kepala sekolah hendaklah
senantiasa meningkatkan kinerja kepala
sekolah yang diawali dengan peningkatan
keterampilan manajerial dan juga tidak
melupakan
peningkatan
keterampilan
teknis,
keterampilan
sosial,
dan
keterampilan konseptual kepala sekolah.
Dalam menjalankan tugas sebagai
kepala
sekolah,
hendaknya
selalu
bertanggungjawab dalam menyelesaikan
pekerjaannya secara tepat waktu, selalu
mengkomunikasikan semua permasalahan
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
10
dengan bijaksana baik dengan guru, siswa,
orang tua/wali murid maupun dengan para
pengambil keputusan diluar sekolah.
Pemilihan dan pengangkatan kepala
sekolah juga perlu diperhatikan melalui
keterampilan yang dimiliki.
Supriyanto, Penerjemah) Jakarta:
Indeks.
Daftar Rujukan
Kartono, Kartini, 2010. Pemimpin dan
Kepemimpinan.
Apakah
Kepemimpinan Abnormal itu?.
Jakarta: Rajawali Pers.
Lussier, Robert N and Achua Christoper F.
2001.
Leadership:
Theory,
Application Skill Development
USA: South – Western College
Publishing.
Maduratna,
M.
2013.
“Peranan
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dalam Meningkatkan Efektivitas
Kerja Guru Dan Pegawai Di
Sekolah
Dasar
Negeri
015
Samarida”. Jurnal Administrasi
Negara [Online], Vol I (1), hal 7084e.
Tersedia:
http://ejournal.an.fisip-unmul.org.
Diakses pada 11 November 2015.
Mulyasa. 2004. Menjadi Kepala Sekolah
Profesional
Dalam
Konteks
Menyukseskan MBS dan KBK.
Jakarta: Rosdakarya.
Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah.
Subandono, Heru. 2011. “Kepemimpinan
Kepala Sekolah dalam Membentuk
Motivasi Kerja Guru”. Tesis.
Jakarta: Pascasarjana UI.
Wahjosumidjo.
2008.
Kepala Sekolah.
Grafindo Persada.
Kepemimpinan
Jakarta: Raja
Yukl, Gary. 2001. Kepemimpinan Dalam
Organisasi. Edisi ke Lima (Budi
11
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
PENERAPAN METODE PENGAJARAN AUTENTIK DALAM
MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
MUHAMMAD WAKANG
SMA Negeri 1 Sumbawa Besar NTB, Email: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah 1) untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama
Islam Materi Kerjasama Ekonomi dalam Islam dengan menerapkan metode pengajaran autentik
pada siswa Kelas XI IPA-2 SMAN 1 Sumbawa Besar Tahun Pelajaran 2015/2016. 2) Mengetahui
efektivitas metode pengajaran autentik terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Islam Materi
Kerjasama Ekonomi dalam Islam dengan menerapkan metode pengajaran autentik pada siswa
Kelas XI IPA-2 SMAN 1 Sumbawa Besar Tahun Pelajaran 2015-2016
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pelaksanaan tindakan dalam
penelitian dilakukan dalam 3 siklus yang terdiri dari tiga kali pertemuan. Waktu yang digunakan
setiap kali pertemuan adalah 2 x 35 menit. Pelaksanaannya sesuai dengan prosedur rencana
pembelajaran dan skenario pembelajaran.
Hasil tindakan yang dilakukan terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dengan mencapai
standar ideal. Dari 50,95% pada Siklus l, dapat meningkat pada siklus 2 menjadi 72,10%
sedangkan pada siklus 3 mencapai 77,90% dan secara klasikal telah mencapai ketuntasan. Hal ini
menunjukkan bahwa model pengajaran autentik dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dengan
ketuntasan mencapai 100%.
Kata Kunci : pengajaran autentik, proses dan hasil belajar.
PENDAHULUAN
Pendidikan formal telah mengalami
berbagai macam perubahan yang ditandai
dengan hadirnya inovasi-inovasi baru dalam
proses belajar mengajar. Pada hakekatnya,
perubahan adalah suatu hal yang wajar
karena bersifat kodrati dan manusiawi.
Hanya ada dua alternatif pilihan, yaitu
menghadapi tantangan yang ada di
dalamnya atau mencoba menghindarinya.
Jika perubahan direspon positif, maka akan
menjadi peluang. Namun jika perubahan
direspon negatif, akan menjadi arus kuat
yang menghempaskan dan mengalahkan
kita.
Dalam proses pembelajaran yang
menyangkut materi, metode, media alat
peraga dan sebagainya harus pula
mengalami inovasi positif. Sehingga
seorang guru dituntut untuk lebih kreatif
dan inovatif dalam menyusun model dan
metode pembelajaran yang tepat. Hal ini
sangat menentukan keberhasilan siswa
terutama dalam pembentukan kecakapan
hidup (life skill) yang berpijak pada
lingkungan sekitarnya.
Mengajar bukan semata persoalan
menceritakan,
sedangkan
belajar
memerlukan keterlibatan mental dan kerja
siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan
semata tidak akan membuahkan hasil
belajar yang optimal, tetapi dibutuhkan
sebuah sistem pembelajaran aktif yang
menuntut para siswa untuk berfikir,
mengkaji gagasan, memecahkan masalah,
dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
12
Salah satu metode pengajaran yang
memiliki komponen-komponen seperti
kriteria tersebut adalah metode pengajaran
autentik.
Pengajaran
autentik
yaitu
pendekatan
pengajaran
yang
memperkenankan siswa untuk mempelajari
konteks bermakna. Siswa mengembangkan
keterampilan berpikir dan pemecahan
masalah yang penting dalam konteks
kehidupan nyata (Dani, 2013). Donovan,
B.
and
Pellegrino,
J.W.
(1999)
mengembangkan konsep bahwa bahwa
belajar otentik merupakan pendekatan
pedagogis yang memungkinkan siswa untuk
mengeksplorasi, berdiskusi, dan penuh arti
membentuk konsep dan hubungan dalam
konteks yang melibatkan dunia nyata
masalah dan proyek-proyek yang relevan
dengan peserta didik.
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui
peningkatan
prestasi
belajar Pendidikan Agama Islam
Materi Kerjasama Ekonomi dalam
Islam dengan menerapkan metode
pengajaran autentik pada siswa Kelas
XI IPA-2 SMAN 1 Sumbawa Besar
Tahun Pelajaran 2015-2016.
2. Mengetahui
efektivitas
metode
pengajaran autentik terhadap motivasi
belajar Pendidikan Agama Islam
Materi Kerjasama Ekonomi dalam
Islam dengan menerapkan metode
pengajaran autentik pada siswa Kelas
XI IPA-2 SMAN 1 Sumbawa Besar
Tahun Pelajaran 2015-2016.
Dengan dilakukannya penelitian ini,
diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan wawasan penulis tentang peranan guru
pendidikan
agama
Islam
dalam
13
meningkatkan pemahaman siswa serta
memberi sumbangan pemikiran bagi para
guru pendidikan agama islam dalam
mengajar dan meningkatkan pemahaman
siswa dalam belajar Pendidikan Agama
Islam.
METODE
Penelitian ini dilakukan di SMA
Negeri 1 Sumbawa Besar pada tanggal 10
Oktober 2015 sampai dengan 16 November
2015 tahun pelajaran 2015-2016. Subyek
penelitian adalah siswa-siswi Kelas XII
IPA-2 dengan jumlah 31 orang.
Penelitian
ini
menggunakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model
penelitian tindakan dari Kemmis, S. dan
Taggart, R. (1988) menggambarkan bahwa
PTK adalah adalah suatu bentuk kajian
yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan
yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan rasional dari tindakan mereka
dalam melaksanakan tugas, memperdalam
pemahaman terhadap tindakan-tindakan
yang dilakukan itu, serta memperbaiki
kondisi dimana praktek pembelajaran
tersebut dilakukan. Model penelitian
tindakan dari Kemmis, S. dan Taggart, R.
(1988) berbentuk spiral dari siklus yang
satu ke siklus berikutnya. Setiap siklus
meliputi planning (rencana), action
(tindakan), observation (pengamatan), dan
reflection (refleksi). Langkah pada siklus
berikutnya adalah perncanaan yang sudah
direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Pelaksanaan
tindakan
dalam
penelitian dilakukan dalam 3 siklus yang
terdiri dari tiga kali pertemuan. Waktu
yang digunakan setiap kali pertemuan
adalah 2 x 35 menit. Pelaksanaannya sesuai
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
dengan prosedur rencana pembelajaran dan
skenario pembelajaran. Siklus spiral dari
tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Alur Penelitian
Pada
setiap
siklus,
peneliti
mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran, LKS,
soal tes formatif dan alat-alat pengajaran
yang mendukung. Selain itu juga
dipersiapkan lembar observasi pengolaan
pembelajaran. Dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar, peneliti bertindak sebagai
guru. Proses belajar mengajar mengacu
pada rencana pelajaran yang telah
dipersiapkan.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan
belajar mengajar. Pada akhir proses belajar
mengajar siswa diberi tes formatif I dengan
tujuan
untuk
mengetahui
tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar
mengajar yang telah dilakukan.
Dalam penelitian tindakan kelas ini
variabel yang akan diteliti adalah
peningkatan prestasi belajar siswa mata
pelajaran pendidikan agama Islam dengan
menerapkan
pembelajaran
autentik.
Variabel tersebut dapat dituliskan kembali
sebagai berikut :
Peningkatan prestasi
pendidikan
: belajar
agama islam materi
kerjasama
ekonomi
Variabel
Tindakan : dalam islam.
Penerapan
pembelajaran autentik.
Adapun indikator yang akan diteliti
dalam variabel harapan terdiri dari:
1. Peningkatan prestasi belajar siswa
kelas XI IPA-2
2. Kemampuan dalam memahami konsep
pada pelajaran pendidikan agama
islam.
3. Kemampuan
memahami
materi
kerjasama ekonomi dalam islam
4. Keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran pendidikan agama islam
melalui pembelajaran autentik.
Sedangkan variabel tindakan memiliki
indikator sebagai berikut:
(1) Tingkat kualitas perencanaan
(2) Kualitas perangkat observasi
(3) Kualitas operasional tindakan
(4) Keseuaian perencanaan dengan
tindakan kelas
(5) Kesesuaian materi pendidikan agama
islam yang diberikan.
(6) Tingkat efektifitas model pembelajaran
dengan autentik.
(7) Kemampuan memahami konsep
pendidikan agama islam
(8) Kemampuan meningkatkan prestasi
belajar siswa.
Pengumpulan
data
dilakukan
menggunakan observasi dan tes, untuk
kemudian
dilakukan
analisa
secara
Variabel
Harapan
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
14
kuantitatif dan kualitatif. Data tersebut
berasal dari dua sumber yaitu :
Tabel 1 : Distribusi Hasil Tes Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan
Pembelajaran Autentik
1 Siswa: Diperoleh data tentang prestasi
belajar siswa pada pelajaran
pendidikan agama islam materi
kerjasama ekonomi dalam islam.
2 Guru: Diperoleh data tentang prestasi
belajar
siswa
dengan
menerapkan model pembelajaran
autentik
Indikator keberhasilan, penelitian
yang dilaksanakan dalam tiga siklus
tersebut dianggap sukses apabila terjadi
peningkatan kemampuan dan prestasi siswa
dalam kegiatan pembelajaran. Jika 85%
siswa kelas XI IPA-2 (kelas yang diteliti)
telah mencapai ketuntasan dengan nilai rata
rata 75, berarti telah memenuhi harapan
ideal seperti yang disyaratkan dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian
Setelah melakukan tahapan-tahapan
kegiatan penelitian dalam tiga siklus yang
meliputi tahapan perencanaan, tindakan /
observasi, dan refleksi, diperoleh data
sebagai berikut :
15
Dari tabel 1 di atas diketahui bahwa
dengan menerapkan metode pembelajaran
autentik pada siklus 1 diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa adalah 50,80%
atau ada 11 siswa dari 31 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal
siswa belum tuntas belajar, karena siswa
yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar
35,48%, lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar
85%. Hal ini disebabkan karena siswa
masih merasa baru dan belum mengerti apa
yang dimaksudkan dan digunakan guru
dengan menerapkan pembelajaran autentik.
Pelaksanaan
kegiatan
belajar
mengajar pada siklus I ini masih terdapat
kekurangan, sehingga perlu adanya revisi
pada siklus berikutnya, yaitu:
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
1) Guru perlu lebih terampil dalam
memotivasi siswa dan lebih jelas
dalam
menyampaikan
tujuan
pembelajaran. Siswa diajak untuk
terlibat langsung dalam setiap
kegiatan yang akan dilakukan.
2) Guru
perlu
mendistribusikan
waktu
secara
baik
dengan
menambahkan informasi-informasi
yang dirasa perlu dan memberi
catatan
3) Guru harus lebih terampil dan
bersemangat dalam memotivasi
siswa sehingga siswa bisa lebih
antusias.
Pada siklus II, diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa 72,10% dan
ketuntasan belajar mencapai 67,74% atau
ada 21 siswa dari 31 siswa sudah tuntas
belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ketuntasan belajar secara klasikal
telah mengalami peningkatan cukup lebih
baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil
belajar
siswa
ini
karena
guru
menginformasikan bahwa setiap akhir
pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga
pada pertemuan berikutnya siswa lebih
termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa
juga sudah mulai mengerti apa yang
dimaksudkan dan dinginkan guru dalam
menerapkan pembelajaran autentik.
Pelaksanaan kegiatan belajar pada
siklus II masih terdapat kekurangankekurangan. Maka perlu adanya revisi
untuk dilaksanakan pada siklus III antara
lain:
1) Guru dalam memotivasi siswa
hendaknya dapat membuat siswa
lebih termotivasi selama proses
belajar mengajar berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan
siswa sehingga tidak ada perasaan
takut dalam diri siswa baik untuk
mengemukakan pendapat atau
bertanya.
3) Guru harus lebih sabar dalam
membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep.
4) Guru
harus
mendistribusikan
waktu secara baik sehingga
kegiatan
pembelajaran
dapat
berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah lebih
banyak contoh soal dan memberi
soal-soal latihan pada siswa untuk
dikerjakan pada setiap kegiatan
belajar mengajar.
Pada siklus III, diperoleh nilai ratarata tes formatif sebesar 77,90% dari 31
siswa telah tuntas secara keseluruhan. Maka
secara klasikal ketuntasan belajar yang
telah tercapai sebesar 100% (termasuk
kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini
mengalami peningkatan lebih baik dari
siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar
pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya
peningkatan kemampuan guru dalam
menerapkan metode pembelajaran autentik
dan siswa menjadi lebih terbiasa dengan
pola pembelajaran tersebut, sehingga siswa
lebih mudah dalam memahami materi yang
telah diberikan. Di samping itu ketuntasan
ini juga dipengaruhi oleh kerja sama dari
siswa yang telah menguasai materi
pelajaran untuk membimbing siswa lain
yang belum menguasai.
Pada siklus III guru telah
menerapkan metode pembelajaran autentik
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
16
dengan baik. Jika dilihat dari aktivitas serta
hasil belajar siswa, pelaksanaan proses
belajar mengajar sudah berjalan dengan
baik. Maka tidak diperlukan revisi seperti
halnya pada siklus sebelumnya, tetapi yang
perlu
diperhatikan
untuk
tindakah
selanjutnya adalah memaksimalkan dan
mempertahankan apa yang telah ada dengan
tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar
mengajar selanjutnya penerapan metode
pembelajaran autentik dapat meningkatkan
proses belajar mengajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penerapan metode pembelajaran
autentik memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini
dapat dilihat dari semakin mantapnya
pemahaman siswa terhadap materi yang
disampaikan guru (ketuntasan belajar
meningkat dari siklus I, II, dan III ) yaitu;
50,97% ; 72,10% ; 77,90%. Pada siklus III
ketuntasan belajar siswa secara klasikal
telah tercapai.
Kemampuan Guru dalam Mengelola
Pembelajaran, berdasarkan analisis data,
diketahui bahwa aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran dengan metode
pembelajaran autentik dalam setiap siklus
mengalami peningkatan. Hal ini berdampak
positif terhadap prestasi belajar siswa yang
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai
rata-rata siswa pada setiap siklus.
Aktivitas guru dan siswa dalam
pembelajaran, berdasarkan analisis data,
diketahui bahwa aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran pendidikan agama
islam
dengan menerapkan metode
17
pembelajaran autentik yang paling dominan
adalah bekerja dengan menggunakan
alat/media, mendengarkan/ memperhatikan
penjelasan guru, dan diskusi antar
siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat
dikatakan bahwa aktivitas siswa terbilang
aktif.
Aktivitas guru selama proses
pembelajaran telah melaksanakan langkahlangkah metode pembelajaran autentik
dengan baik. Hal ini terlihat dari beberapa
aktivitas guru diantaranya membimbing dan
mengamati siswa dalam mengerjakan
kegiatan
pembelajaran,
menjelaskan,
memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab,
di mana prosentase untuk aktivitas di atas
cukup besar.
Berdasarkan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), siswa dikatakan
tuntas apabila jumlah siswa yang telah
mencapai nilai standar ideal 70 mencapai ≥
85%. Pada penilitian ini, pencapaian nilai ≥
75 pada siklus 3 melebihi target yang
ditetapkan dalam KTSP yaitu mencapai
100% .
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pembelajaran
autentik
memiliki
dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa yang ditandai
dengan peningkatan ketuntasan belajar
siswa dalam setiap siklus (siklus I, II,
III), yaitu 50,97% ; 72,10% ; 77,90%.
2. Penerapan
model
pembelajaran
autentik dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa yang ditunjukan dengan
rata-rata
jawaban
siswa
hasil
wawancara yang menyatakan bahwa
siswa tertarik dan berminat dengan
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
model pembelajaran autentik sehingga
mereka menjadi termotivasi untuk
belajar.
Saran
1. Pembelajaran
aktif
memerlukan
persiapan yang cukup matang,
sehingga guru harus mampu memilih
topik yang benar-benar bisa diterapkan
dengan model pembelajaran autentik
dalam proses belajar mengajar
sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi
belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatih siswa dengan berbagai
metode pengajaran yang berbeda
sesuai dengan pokok bahasan, walau
dalam taraf yang sederhana, dimana
siswa nantinya dapat menemukan
pengetahuan baru, memperoleh konsep
dan keterampilan, sehingga siswa
mampu memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut,
karena penelitian ini hanya dilakukan
di Kelas XI IPA-2 SMA Negeri 1
Sumbawa Besar Tahun Pelajaran 20152016.
4. Untuk
penelitian
yang
serupa
hendaknya
dilakukan
perbaikan-
perbaikan agar diperoleh hasil yang
lebih baik.
DAFTAR RUJUKAN
Dani, Irfan. 2013. Pengajaran Autentik
(online)
http://pustaka.pandani.
web.id diakses 9 Mei 2016.
Donovan, M.S., Bransford, J.D. and
Pellegrino, J.W. 1999. How People
Learn Bridging Research and
Practice. Washington DC: National
Academy Press.
Kemmis, S. dan Taggart, R. 1988. The
Action Research Planner. Deakin:
Deakin University.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
18
UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn MELALUI
PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN
STRUKTUR DI KELAS IX-1 SMP NEGERI 1 UNTER IWES
TAHUN PELAJARAN 2014-2015
BAMBANG IRAWANSYAH
Guru PKn SMPN 1 Unter Iwes Email: Bambang [email protected]
ABSTRAK
Tujuan diadakan penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa
dengan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan ini dilakukan dalam 3 siklus. Dari hasil tindakan yang dilakukan terbukti dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dengan mencapai standar ideal. Dari hasil 61,91% pada siklus I,
dapat meningkat pada siklus II menjadi 68,53 % dan siklus III mencapai 80,29 %, dan secara klasikal
telah mencapai ketuntasan. Hasil penelitian pula menunjukkan bahwa melalui pembelajaran
kooperatif dengan pendekatan struktur dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-1 dengan
ketuntasan mencapai 100%.
Kata Kunci: hasil belajar, pembelajaran kooperatif,
PENDAHULUAN
Dalam pembelajaran PKn, sangat
diperlukan strategi pembelajaran yang tepat
yang dapat melibatkan siswa seoptimal
mungkin baik secara intelektual maupun
emosional
karena
pengajaran
PKn
menekankan pada keterampilan proses kelas
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
adalah guru dan siswa. Selain menguasai
materi seorang guru juga dituntut untuk
menguasai strategi-strategi penyampaian
materi tersebut, cara guru menciptakan
suasana kelas akan berpengaruh terhadap
respon siswa dalam proses pembelajaran.
Apabila guru berhasil menciptakan
suasana
yang
menyebabkan
siswa
termotivasi aktif dalam belajar akan
memungkinkan terjadi peningkatan hasil
belajar. Guru PKn di SMP Negeri 1 Unter
Iwes
selalu merasa tidak puas dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Dari
hasil ulangan semester diperoleh nilai rata19
rata ketuntasan siswa hanya mencapai 9
orang (26,47%) dari 34 orang siswa yang
telah mencapai (KKM). Hambatan yang
ditemui antara lain adalah kelas selalu pasif,
motivasi siswa untuk belajar sangat rendah
dan sangat sulit untuk menimbulkan
interaksi baik antara siswa dengan siswa
maupun antara siswa dengan guru, sehingga
kelas selalu didominasi oleh guru.
Berdasarkan kenyataan yang ada
maka peneliti selaku guru PKn di SMP
Negeri 1 Unter Iwes mengadakan Penelitian
Tindakan Kelas untuk memperbaiki strategi
pembalajaran yang motivasi dan aktifitas
siswa akan meningkat.
Salah satu model pembelajaran yang
diharapkan dapat meningkatkan motivasi
dan aktivitas belajar siswa adalah melalui
pembelajaran
kooperatif.
Model
pembelajaran kooperatif adalah salah satu
model
pembelajaran
yang
dapat
meningkatkan aktifitas siswa, meningkatkan
interaksi, meningkatkan penguasaan siswa
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
terhadap materi pembelajaran dan akan
meningkatkan motivasi siswa untuk aktif
dalam proses pembelajaran.
Salah satu pendekatan dari model
pembelajaraan Kooperatif adalah Pendekatan
Struktural, pada pendekatan ini memberikan
pemecahan pada penggunaan struktur yang
dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Diharapkan siswa bekerja
sama dan saling membantu dalam kelompok
kecil dan lebih pada penghargaan kooperatif
dan penghargaan individu.
Pendekatan struktural dikembangkan
oleh Spencer Kagen (Ibrahim, 29) yang
terdiri dari dua macam struktur yang terkenal
yaitu Think–Pair Share (TPS) dan
Numbered–Head
Together
(NHT).
Penelitian tindakan kelas ini menggunakan
struktur TPS. Ibrahim (2000: 29) TPS
memiliki prosedur yang ditetapkan secara
eksplisit untuk memberi siswa waktu yang
lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan
saling memberikan satu sama lain.
TPS adalah sebagai ganti tanyajawab seluruh kelas. Dalam pelaksanaan di
kelas TPS terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Thinking.
Guru
mengajukan
pertanyaan
yang
berhubungan
dengan pelajaran, kemudian siswa
diminta
untuk
memikirkan
pertanyaan tersebut secara mandiri
dalam beberapa saat.
2. Pairing. Guru meminta siswa
berpasangan dengan siswa yang lain
untuk mendiskusikan apa yang telah
diperkirakannya, disini pasangan
akan memberikan berbagai jawaban
dan berbagai ide jika persoalan
khusus telah diidentifikasi.
3.
Sharing. Guru meminta kepada
pasangan untuk berbagi dengan
seluruh kelas tentang hal yang telah
mereka
bicarakan,
dilakukan
bergiliran pasangan demi pasangan
sampai lebih kurang seperempat
pasangan yang ada di kelas
mendapatkan kesempatan untuk
melaporkannya.
Masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana peningkatan hasil belajar
PKn melalui pembelajaran kooperatif
dengan pendekatan struktur di kelas
IX-1 SMP Negeri 1 Unter Iwes
Tahun Pelajaran 2014-2015 ?
2. Bagaimana efektivitas pembelajaran
kooperatif
dengan
pendekatan
struktur dalam meningkatkan hasil
belajar PKn kelas IX-1 SMP Negeri
1 Unter Iwes Tahun Pelajaran 20142015 ?
Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar tidak dapat dipisahkan
dari perbuatan belajar, karena “belajar
merupakan suatu proses, sedangkan hasil
belajar adalah hasil dari proses pembelajaran
tersebut” (Slameto, 2003: 45).
Seorang siswa belajar merupakan
suatu kewajiban. Berhasil atau tidaknya
seorang siswa dalam pendidikan tergantung
pada proses belajar yang dialami oleh siswa
tersebut.
Menurut Chaplin, pengertian hasil
belajar adalah : “Hasil belajar merupakan
suatu tingkatan khusus yang diperoleh
sebagai hasil dari kecakapan kepandaian,
keahlian dan kemampuan di dalam karya
akademik yang dinilai oleh guru atau melalui
tes prestasi” (Chaplin, JP. 1992: 159).
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
20
Pendapat
Chaplin
di
atas
mengandung pengertian bahwa prestasi itu
hakikatnya berupa perubahan perilaku pada
individu di sekolah, perubahan itu terjadi
setelah
individu
yang
bersangkutan
mengalami proses belajar mengajar tertentu.
Hasil belajar adalah kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia ingin
menerima pengalaman belajar atau yang
optimal yang dapat dicapai dari kegiatan
belajar di sekolah untuk pelajaran. Hasil
belajar seperti yang dijelaskan oleh
Poerwadarminta (1993 : 768) adalah hasil
yang telah dicapai (dilakukan). Pengertian
hasil belajar menurut Buchari, (1986: 94)
adalah hasil yang dicapai atau ditonjolkan
oleh anak sebagai hasil belajarnya, baik
berupa angka atau huruf serta tindakannya
yang mencerminkan hasil belajar yang
dicapai masing-masing anak dalam periode
tertentu.
Nasution (1972: 45) berpendapat
bahwa hasil belajar adalah kemampuan anak
didik berdasarkan hasil dari pengalaman atau
pelajaran setelah mengikuti program belajar
secara periodik. Dengan selesainya proses
belajar mengajar pada umumnya dilanjutkan
dengan adanya suatu evaluasi. Di mana
evaluasi ini mengandung maksud untuk
mengetahui
kemajuan
belajar
atau
penguasaan siswa atau terhadap materi yang
diberikan oleh guru.
Dari hasil evaluasi ini akan dapat
diketahui hasil belajar siswa yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka.
Dengan demikian hasil belajar merupakan
suatu nilai yang menunjukkan hasil belajar
dari aktifitas yang berlangsung dalam
interaksi aktif sebagai perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman keterampilan dan
nilai sikap menurut kemampuan anak dalam
21
perubahan baru. Dalam proses belajar
mengajar anak didik merupakan masalah
utama karena anak didiklah yang diharapkan
dapat menyerap seluruh materi pelajaran
yang diprogramkan di dalam kurikulum.
Berdasarkan pengertian tentang hasil
belajar
maupun
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya maka harus diperhatikan
faktor-faktor tersebut supaya berpengaruh
menguntungkan bagi belajarnya sehingga
hasil belajar sebagai suatu hasil yang telah
dicapai oleh siswa setelah melakukan
kegiatan baik berupa angka atau huruf dapat
meningkat.
Pembelajaran Kooperatif
Dalam
proses
pembelajaran
diupayakan guru dapat memandirikan siswa
untuk belajar, bekerjasama, menilai diri
sendiri dan diutamakan agar siswa mampu
membangun
pemahaman
dan
pengetahuannya.
Setelah
mengikuti
pembelajaran
siswa
memperoleh
keterampilan atau kecakapan hidup yaitu
sikap dan perilaku siswa yang adaptif,
kooperatif,
dan
kompetitif
dalam
menghadapi
tantangan
dan
tuntutan
kehidupan sehari hari secara efektif. Untuk
mencapai tujuan tersebut diperlukan model
atau metode pembelajaran dalam proses
pembelajaran agar siswa dapat memperoleh
pengalaman belajar yang optimal. Dengan
demikian pengalaman belajar siswa yang
spesifik dan bermakna bergantung pada
kemampuan guru dalam menguasai atau
menerapkan metode pembelajaran yang telah
dipilih dalam menyampaikan materi
pelajaran pada saat proses pembelajaran.
Pada dasarnya model pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran
di mana guru mengajarkan kepada siswa
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
untuk bekerjasama dalam suatu tugas
bersama
dan
mereka
harus
mengkoordinasikan
usahanya
untuk
menyelesaikan tugasnya. Sehingga dua atau
lebih individu saling tergantung satu sama
lain untuk mencapai satu penghargaan
bersama.
Ciri khusus pembelajaran kooperatif
yaitu siswa bekerja dalam kelompok secara
kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya. Kelompok dibentuk dari siswa
yang memiliki kemampun tinggi,sedang dan
rendah,
bilamana
mungkin
anggota
kelompok berasal dari kedudukan sosial dan
jenis kelamin yang berbeda. Penghargan
lebih berorientasi pada individu (Nur,
Muhammad, 1999: 26 ).
Model
pembelajaran
kooperatif
dikembangkan agar siswa atau individu
memperoleh pengalaman dan kecakapan
hidup antara lain: memiliki rasa tanggung
jawab atas segala sesuatu yang terjadi pada
kelompoknya,
pembagian
tugas,
kepemimpinan dan tanggung jawab yang
sama
dengan
anggota
di
dalam
kelompoknya, memiliki tujuan yang sama di
dalam kelompoknya, ketrampilan untuk
belajar bersama selama proses belajarnya,
pertanggungjawaban
secara
individual
materi
yang
ditangani
di
dalam
kelompoknya.
Selain kecakapan hidup yang
diperoleh
oleh
siswa,
pembelajaran
kooperatif juga dikembangkan untuk
mencapai setidak tidaknya tiga tujuan
pembelajaran penting, yaitu hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman,
dan pengembangan ketrampilan sosial
(Slavin, 1995).
Siswa yang tergabung dalam
kelompok
akan
bekerjasama
dalam
menyelesaikan tugas tugas akademik dan
guru yang mengarahkan pada hubungan ide
ide yang terdapat di dalam materi tersebut,
sehingga
siswa
dapat
meningkatkan
kemampuan akademiknya dan dapat berpikir
trampil untuk menyelesaikan materi
belajarnya. Dengan latar belakang siswa
yang berbeda beda di dalam kelompok,
siswa bekerja sama dengan
saling
bergantung satu sama lain atas tugas-tugas
bersama. Sehingga siswa dapat menerima
terhadap keragaman , baik ras, budaya, kelas
sosial. Dengan demikian pembelajaran
kooperatif mengajarkan kepada siswa
tentang
ketrampilan
kerjasama
dan
kolaborasi.
Model
pembelajaran
kooperatif
dengan strategi investigasi kelompok terdiri
dari enam sintaks atau tahapan utama.
Keenam tahapan yang dimaksud adalah
sebagai berikut: Tahap I Pemilihan topik,
dengan kegiatan siswa memilih sub topik
khusus di dalam masalah umum yang
biasanya telah ditetapkan oleh guru. Tahap II
Perencanaan kooperatif, dengan kegiatan
siswa dan guru merencanakan prosedur
pembelajaran, tugas dan tujuan yang
konsisten dengan sub topik yang telah
ditentukan. Tahap III Implementasi, dengan
kegiatan siswa merencanakan kegiatan yang
telah dikembangkan di tahap kedua. Tahap
IV Analisis dan Sintesis, dengan kegiatan
siswa menganalisis dan mengevaluasi
informasi yang diperoleh dan merencanakan
informasi yang diringkas dan akan disajikan
dengan cara yang menarik sebagai bahan
untuk dipresentasikan kepada seluruh siswa.
Tahap V Presentasi hasil final, dengan
kegiatan semua kelompok menyajikan hasil
penyelidikan dengan cara yang menarik
dengan tujuan agar siswa terlibat dengan
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
22
topik yang dibahas. Tahap VI Evaluasi,
dengan
kegiatan
siswa
dan
guru
mengevaluasi tiap kelompok dengan
penilaian secara individu atau kelompok.
Lingkungan
belajar
untuk
pembelajaran kooperatif strategi investigasi
kelompok dicirikan oleh proses demokrasi
dan peran aktif siswa dalam menentukan apa
yang harus dipelajari
dan bagaimana
mempelajarinya. Guru menerapkan suatu
struktur tingkat tinggi dalam pembentukan
kelompok dan mendefinisikan semua
prosedur, namun siswa diberi kebebasan
dalam mengendalikan diri dari waktu ke
waktu di dalam kelompoknya. Selain unggul
dalam membantu siswa memahami konsep
konsep sulit, model ini sangat berguna untuk
membantu siswa menumbuhkan kemampuan
kerja sama, berfikir kritis, dan kemampuan
membantu teman.
Para ahli teori dan peneliti
memberikan pandangan teoritis terhadap
pembelajaran kooperatif tentang bagaimana
individu
belajar
dari
pengalaman.
Pengalaman memberi wawasan, pemahaman
dan teknik teknik yang sulit untuk
dipaparkan kepada seseorang yang tidak
memiliki pengalaman serupa. Tingkah laku
kooperatif
dipandang
sebagai
dasar
demokrasi dan sekolah dipandang sebagai
laboratorium untuk mengembangkan tingkah
laku
demokrasi.
Kelas
seharusnya
mencerminkan masyarakat yang lebih besar
dan berfungsi sebagai laboratorium untuk
belajar tentang kehidupan nyata, guru
menciptakan
di
dalam
lingkungan
belajarnya. Jadi dalam pembelajaran
kooperatif mencerminkan pandangan bahwa
manusia belajar dari pengalaman mereka dan
berpartisipasi aktif dalam kelompok kecil
membantu siswa belajar ketrampilan sosial
23
yang penting, sementara itu secara
bersamaan mengembangkan sikap demokrasi
dan ketrampilan berpikir logis.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif
secara garis besar ditentukan oleh dua hal,
yaitu tugas tugas perencanaan dan tugas
tugas interaktif. Tugas tugas perencanaan
memilih pendekatan, memilih materi yang
sesuai,pembentukan
kelompok
siswa,
pengembangan
materi
dan
tujuan,
mengenalkan kepada siswa tugas dan peran,
dan merencanakan waktu dan tempat.
Sedangkan tugas tugas interaktif adalah
sesuai dengan sintaks atau langkah langkah
model pembelajaran kooperatif strategi
investigasi kelompok, yaitu pemilihan topik,
perencanaan
kooperatif,
implementasi,
analisis dan sintesis, presentase hasil final,
dan evaluasi.
Arends (1997), pembelajaran yang
menggunakan
model
pembelajaran
kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a) Siswa bekerja dalam kelompok secara
kooperatif untuk menyelesaikan materi
belajarnya
b) Kelompok dibentuk dari siswa yang
memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah
c) Bila memungkinkan, anggota berasal
dari suku, ras budaya, jenis kelamin
yang berbeda
d) Penghargaan lebih berorientasi pada
kelompok daripada individu.
Pembelajaran
kooperatif
dilaksanakan
mengikuti langkah-langkah seperti pada
tabel berikut:
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
Tabel 1. Langkah-langkap
Pembelajaran Kooperatif
METODE PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas IX-1 sebanyak 34 orang siswa. Jenis
penelitian ini merupakan penelitian tindakan
kelas, yang dilakukan secara bertahap-tahap
sampai mendapatkan hasil yang diinginkan
di SMPN 1 Unter Iwes.
Tindakan dilaksanakan dalam 3
siklus
1. Kegiatan dilaksanakan
dalam
semester Genap
tahun pelajaran
2014-2015.
2. Lama penelitian 6 pekan efektif
dilaksanakan mulai tanggal
08
Januari sampai dengan 14 Februari
2015.
Rancangan Penelitian Tindakan
Kelas
(PTK)
menurut
(Arikunto, 2007)
adalah seperti
gambar berikut ;
Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan
kelas
Perencanaan
Tahapan ini berupa rancangan
tindakan yang menjelaskan tentang apa,
mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan
bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Pada
PTK di mana peneliti dan guru adalah orang
yang berbeda, dalam tahap menyusun
rancangan harus ada kesepakatan antara
keduanya. Rancangan harus dilakukan
bersama antara guru yang akan melakukan
tindakan dengan peneliti yang akan
mengamati proses jalannya tindakan. Hal
tersebut
untuk
mengurangi
unsur
subjektivitas
pengamat
serta
mutu
kecermatan pengamatan yang dilakukan.
Tindakan
Pada tahap ini, rancangan tindakan
tersebut tentu saja sebelumnya telah dilatih
kepada si pelaksana tindakan (guru) untuk
dapat diterapkan di dalam kelas sesuai
dengan skenarionya. Skenario dari tindakan
harus dilaksanakan dengan baik dan tampak
wajar.
Tahap ini sebenarnya berjalan
bersamaan dengan saat pelaksanaan.
Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan
sedang berjalan, jadi, keduanya berlangsung
dalam waktu yang sama.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
24
Pada tahap ini peneliti (atau guru
apabila ia bertindak sebagai peneliti)
melakukan pengamatan dan mencatat semua
hal yang diperlukan dan terjadi selama
pelaksanaan
tindakan
berlangsung.
Pengumpulan data ini dilakukan dengan
menggunakan format observasi / penilaian
yang telah tersusun, termasuk juga
pengmatan secara cermat pelaksanaan
skenario tindakan dari waktu ke waktu serta
dampaknya terhadap proses dan hasil belajar
siswa.
Tahap selanjutnya adalah refleksi,
tahap ini dimaksudkan untuk mengkaji
secara menyeluruh tindakan yang telah
dilakukan, berdasarkan data yang telah
terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi
guna menyempurnakan tindakan berikutnya.
Refleksi dalam PTK mencakup
analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil
pengamatan atas tindakan yang dilakukan.
Jika terdapat masalah dari proses refleksi
maka dilakukan proses pengkajian ulang
melalui siklus berikutnya yang meliputi
kegiatan: perencanaan ulang, tindakan ulang,
dan pengamatan ulang shingga permasalahan
dapat teratasi.
Sumber data dalam penelitian ini
berasal dari dua sumber yaitu :
1
Siswa
2
Guru
25
data
: Diperoleh
tentang hasil belajar
siswa
dalam
pelajaran PKn
data
: Diperoleh
tentang penggunaan
Pembelajaran
kooperatif dengan
pendekatan struktur.
Dalam pengumpulan data teknik yang
digunakan adalah menggunakan observasi
dan angket.
Penelitian tindakan kelas yang
dilaksanakan dalam tiga siklus dianggap
sudah berhasil apabila terjadi peningkatan
hasil belajar siswa apabila 85% siswa (kelas
yang diteliti) telah mencapai ketuntasan
dengan standar ideal 75. Jika peningkatan
tersebut dapat dicapai pada tahap siklus 1
dan 2, maka siklus selanjutnya tidak akan
dilaksanakan karena tindakan kelas yang
dilakukan sudah dinilai efektif sesuai dengan
harapan dalam kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP).
Dalam analisis data teknik yang
digunakan adalah kuantitatif, Analisis ini
akan digunakan untuk menghitung besarnya
peningkatan hasil belajar siswa dengan
menerapkan Pembelajaran kooperatif dengan
pendekatan
struktur
menggunakan
prosentase (%). Kualitatif, teknik analisis
ini akan digunakan untuk memberikan
gambaran hasil penelitian secara; reduksi
data, sajian deskriptif, dan penarikan
simpulan.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Perencanaan Tindakan
Penelitian
ini
menggunakan
pembelajaran
melalui
penerapan
pembelajaran kooperatif dengan pendekatan
struktur dalam peningkatan hasil belajar
siswa pelajaran PKn
kelas IX-1 SMP
Negeri 1 Unter Iwes. tujuan yang diharapkan
pada pertemuan pertama dalam pelajaran
PKn, penerapan pembelajaran kooperatif
dengan pendekatan struktur.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
Untuk mencapai
tujuan di atas,
peneliti yang bertindak sebagai guru
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menyusun
instrumen
pembelajaran
b) Menyusun Instrumen Monitoring
c) Sosialisasi kepada siswa
d) Melaksanakan tindakan dalam
pembelajaran
e) Melakukan refleksi
f) Menyusun strategi pembelajaran
pada siklus ke dua berdasar
refleksi siklus pertama
g) Melaksanakan pembelajaran pada
siklus kedua
h) Melakukan Observasi
i) Melakukan refleksi pada siklus
kedua
j) Menyusun strategi pembelajaran
pada siklus ketiga berdasar
refleksi siklus kedua
k) Melaksanakan pembelajaran pada
siklus ketiga
l) Melakukan Observasi
m) Melakukan refleksi pada siklus
ketiga
n) Menyusun laporan
Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan
Pelaksanaan
tindakan
dalam
penelitian dilakukan 3 siklus yang terdiri
dari tiga kali pertemuan. Waktu yang
digunakan setiap kali pertemuan adalah 2 x
40 menit. Pertemuan pertama dilaksanakan
pada tanggal 08 s.d 17 Januari 2015 dan
pertemuan kedua pada tanggal 24 s.d 31
Januari 2015, dan pertemuan ke tiga 07 s.d
14 Februari 2015. Penelitian tindakan kelas
dilaksanakan sesuai dengan prosedur
rencana
pembelajaran
dan
skenario
pembelajaran.
SIKLUS I
b) Tahap Perencanaan
Pada
tahap
ini
peneliti
mempersiapkan
perangkat
pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 1, LKS 1, soal
tes formatif 1 dan alat-alat
pengajaran yang mendukung.
Selain itu juga dipersiapkan
lembar observasi pengolaan
pembelajaran.
c) Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar
untuk
siklus
I
dilaksanakan pada tanggal 08 s.d
17 Januari 2015 di SMP Negeri
1 Unter Iwes Tahun pelajaran
2014-2015. dengan jumlah siswa
34 orang. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun
proses belajar mengajar mengacu
pada rencana pelajaran yang
telah dipersiapkan.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksaaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar
mengajar siswa diberi tes
formatif I dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan
siswa dalam proses belajar
mengajar yang telah dilakukan.
Adapun data hasil penelitian
pada siklus I. adalah seperti pada
tabel berikut :
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
26
Tabel 2. Distribusi Nilai tes pelajaran PKN
dengan Pembelajaran Kooperatif
Dengan Pendekatan Struktur
Pada Siklus I
Ketrangan :
Jumlah Siswa yang tuntas
: 16 Orang
Jumlah Siswa yang belum tuntas : 18 Orang
Kelas
: belum tuntas.
Dari tabel di atas dapat dijelaskan
bahwa dengan pembelajaran kooperatif
dengan pendekatan struktur diperoleh nilai
rata-rata prestasi belajar siswa adalah
27
61,91% atau ada 16 siswa dari 34 siswa
sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar,
karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65
hanya sebesar 47,06%, lebih kecil dari
persentase ketuntasan yang dikehendaki
yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan
karena siswa masih merasa baru dan belum
mengerti apa yang dimaksudkan dan
digunakan guru dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif dengan pendekatan
struktur.
d) Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan
belajar
mengajar
diperoleh
informasi dari hasil pengamatan
sebagai berikut:
1) Guru kurang baik dalam
memotivasi siswa dan dalam
menyampaikan
tujuan
pembelajaran
2) Guru kurang baik dalam
pengelolaan waktu
3) Siswa kurang begitu antusias
selama pembelajaran
berlangsung.
e) Revisi Rancangan
Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar pada siklus I ini masih
terdapat kekurangan, sehingga
perlu adanya revisi untuk
dilakukan pada siklus berikutnya.
1) Guru perlu lebih terampil
dalam memotivasi siswa dan
lebih
jelas
dalam
menyampaikan
tujuan
pembelajaran. Di mana siswa
diajak untuk terlibat langsung
dalam setiap kegiatan yang
akan dilakukan.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
2) Guru perlu mendistribusikan
waktu secara baik dengan
menambahkan
informasiinformasi yang dirasa perlu
dan memberi catatan
3) Guru harus lebih terampil dan
bersemangat dalam
memotivasi siswa sehingga
siswa bisa lebih antusias.
SIKLUS II
a.
Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan
perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 2, soal tes formatif II
dan
alat-alat
pengajaran
yang
mendukung.
b.
Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
untuk siklus II dilaksanakan pada
tanggal 24 s.d 31 Januari 2015 di SMP
Negeri 1 Unter Iwes tahun pelajaran
2014-2015. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses
belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran dengan memperhatikan revisi
pada siklus I, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus I tidak terulang
lagi pada siklus II. Pengamatan
(observasi) dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar
siswa diberi tes formatif II dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar
mengajar
yang
telah
dilakukan.
Instrumen yang digunakan adalah tes
formatif II. Adapun data hasil penelitian
pada siklus II adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Tabel Distribusi Nilai tes Pelajaran
PKn
dengan
Pembelajaran
Kooperatif Dengan Pendekatan
Struktur Pada Siklus II
Ketrangan :
Jumlah Siswa yang tuntas
: 28 Orang
Jumlah Siswa yang belum tuntas : 6 Orang
Kelas
: belum tuntas.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
28
Dari tabel di atas diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa adalah 68,53%
dan ketuntasan belajar mencapai 82,35%
atau ada 28 siswa dari 34 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa
pada siklus II ini ketuntasan belajar secara
klasikal telah mengalami peningkatan cukup
lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan
hasil belajar siswa ini karena setelah guru
menginformasikan bahwa setiap akhir
pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga
pada pertemuan berikutnya siswa lebih
termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa
juga sudah mulai mengerti apa yang
dimaksudkan dan dinginkan guru dalam
menerapkan
Pembelajaran
Kooperatif
dengan Pendekatan Struktur.
c.
Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar
diperoleh
informasi
dari
hasil
pengamatan sebagai berikut :
1) Memotivasi siswa
2) Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3) Pengelolaan waktu
d.
Revisi Pelaksanaaan
Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus
II ini masih terdapat kekurangankekurangan. Maka perlu adanya revisi
untuk dilaksanakan pada siklus III
antara lain:
1) Guru dalam memotivasi siswa
hendaknya dapat membuat siswa
lebih termotivasi selama proses
belajar mengajar berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan
siswa sehingga tidak ada perasaan
takut dalam diri siswa baik untuk
mengemukakan pendapat
atau
bertanya.
29
3) Guru harus lebih sabar dalam
membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep.
4) Guru harus mendistribusikan waktu
secara baik sehingga kegiatan
pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah lebih
banyak contoh soal dan memberi
soal-soal latihan pada siswa untuk
dikerjakan pada setiap kegiatan
belajar mengajar.
SIKLUS III
a. Tahap Perencanaan
Pada
tahap
ini
peneliti
mempersiapkan
perangkat
pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 3, soal tes
formatif
3
dan
alat-alat
pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar untuk siklus III
dilaksanakan pada tanggal 07 s.d
14 Februari 2015 di SMP Negeri
1 Unter Iwes tahun pelajaran
2014-2015 dengan jumlah siswa
34 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun
proses belajar mengajar mengacu
pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus
II, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus II tidak
terulang lagi pada siklus III.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar
mengajar siswa diberi tes
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
formatif III dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan
siswa dalam proses belajar
mengajar yang telah dilakukan.
Instrumen
yang
digunakan
adalah tes formatif III. Adapun
data hasil penelitian pada siklus
III adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Tabel Distribusi Nilai tes Pelajaran
PKn dengan Pembelajaran Kooperatif
dengan Pendekatan Struktur Pada
Siklus III
Ketrangan :
Jumlah Siswa yang tuntas
: 34 Orang
Jumlah Siswa yang belum tuntas :
- Orang
Kelas
: sudah tuntas.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
30
Berdasarkan tabel di atas diperoleh
nilai rata-rata tes formatif sebesar
80,29% dari 34 siswa telah tuntas
secara keseluruhan. Maka secara
klasikal ketuntasan belajar yang telah
tercapai sebesar 100% (termasuk
kategori tuntas). Hasil pada siklus III
ini mengalami peningkatan lebih baik
dari siklus II. Adanya peningkatan hasil
belajar pada siklus III ini dipengaruhi
oleh adanya peningkatan kemampuan
guru dalam menerapkan Pembelajaran
Kooperatif dengan Pendekatan Struktur,
sehingga siswa menjadi lebih terbiasa
dengan pembelajaran seperti ini
sehingga siswa lebih mudah dalam
memahami materi yang telah diberikan.
Di samping itu ketuntasan ini juga
dipengaruhi oleh kerja sama dari siswa
yang telah menguasai materi pelajaran
untuk mengajari temannya yang belum
menguasai.
c. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa
yang telah terlaksana dengan baik
maupun yang masih kurang baik dalam
proses belajar mengajar dengan
penerapan Pembelajaran Kooperatif
dengan Pendekatan Struktur.
Dari
data-data
yang
telah
diperoleh dapat duraikan sebagai
berikut:
1. Selama
proses
belajar
mengajar
guru
telah
melaksanakan
semua
pembelajaran dengan baik.
Meskipun ada beberapa aspek
yang belum sempurna, tetapi
persentase
pelaksanaannya
untuk masing-masing aspek
cukup besar.
31
2. Berdasarkan
data
hasil
pengamatan diketahui bahwa
siswa aktif selama proses
belajar berlangsung.
3. Kekurangan pada siklussiklus sebelumnya sudah
mengalami perbaikan dan
peningkatan
sehingga
menjadi lebih baik.
4. Hasil belajar siswa pada
siklus
III
mencapai
ketuntasan.
d. Revisi Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah
menerapkan
Pembelajaran
Kooperatif dengan Pendekatan
Struktur, dengan baik dan dilihat
dari aktivitas siswa serta hasil
belajar siswa pelaksanaan proses
belajar mengajar sudah berjalan
dengan baik. Maka tidak
diperlukan revisi terlalu banyak,
tetapi yang perlu diperhatikan
untuk
tindakah
selanjutnya
adalah memaksimalkan dan
mempertahankan apa yang telah
ada dengan tujuan agar pada
pelaksanaan
proses
belajar
mengajar selanjutnya penerapan
Pembelajaran Kooperatif dengan
Pendekatan
Struktur,
dapat
meningkatkan proses belajar
mengajar
sehingga
tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Setelah dilakukan tindakan pada siklus I,
siklus II dan siklus III menunjukkan
hasil sebagai berikut:
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
Tabel 5. Analisis Hasil Tes Pelajaran
PKn dengan Pembelajaran
Kooperatif dengan Pendekatan
Struktur Sebelum dan Sesudah
diberi Tindakan
Analisis Data Deskriptif Kuantitatif
1. Pencapaian hasil belajar siswa
sebelum diberi tindakan ;
= 2105 x100% = 61,91%
3400
2. Pencapaian hasil belajar siswa
setelah
diberi
tindakan
pengelompokan siswa berdasarkan
nomor panggilan (acak berdasarkan
tempat duduk )
= 2330 x 100% = 68,53%
3400
3. Pencapaian hasil belajar siswa
setelah
diberi
tindakan
pengelompokan siswa berdasarkan
kemampuan akademik
= 2730x 100% = 80,29%
3400
Dari hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa:
a. Terjadi peningkatan
prestasi
setelah diberi tindakan
yaitu
61,91% menjadi 68,53%
ada
kenaikan sebesar = 6,62%.
b. Dari sebelum tindakan untuk PKn
(siklus I) dan setelah tindakan
sampai dengan (siklus II) 61,91%
menjadi 68,53%, dan dari (siklus
2) ke (siklus III)
juga ada
peningkatan sebanyak 80,29% 68,53% = 11,76%.
c. Rata – rata siswa sebelum diberi
tindakan 47,06% (siklus I) naik
82,35% siklus II, dan siklus III
meningkat menjadi 100%.
Refleksi dan Temuan
Berdasarkan pelaksanaan tindakan maka
hasil observasi nilai, hasil dapat
dikatakan sebagai berikut :
a. Pertemuan pertama kegiatan belajarmengajar menerapkan pembelajaran
dengan Pembelajaran Kooperatif
dengan Pendekatan Struktur belum
berhasil karena dalam pembelajaran
masih terlihat siswa yang bermain,
bercerita, dan mengganggu siswa
lain;
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
32
b. Model Pembelajaran Kooperatif
dengan Pendekatan Struktur, dalam
hal peningkatan prestasi belum
tampak, sehingga hasil yang dicapai
tidak tuntas.
c. Mungkin karena proses belajar
mengajar yang dilakukan adalah
Pembelajaran Kooperatif dengan
Pendekatan Struktur yang baru
mereka laksanakan sehingga siswa
merasa kaku dalam menerapkannya.
d. Akan tetapi setelah dijelaskan,
mereka bisa mengerti dan buktinya
pada pertemuan kedua dan ketiga
proses kegiatan belajar - mengajar
berjalan baik, semua siswa aktif dan
lebih-lebih setelah ada rubrik
penilaian proses, seluruh siswa
langsung aktif belajar.
Pembahasan Hasil Penelitian
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Berdasarkan
hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan
Pembelajaran Kooperatif dengan
Pendekatan
Struktur
memiliki
dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa.hal ini dapat
dilihat dari semakin
mantapnya
pemahaman siswa terhadap materi
yang disampaikan guru (ketuntasan
belajar meningkat dari siklus I, II,
dan III) yaitu; 61,06% ; 68,53%;
80,29%. Pada siklus III ketuntasan
belajar siswa secara klasikal telah
tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh
aktivitas
siswa
dalam
proses
Pembelajaran Kooperatif dengan
33
Pendekatan Struktur dalam setiap
siklus mengalami peningkatan. Hal
ini berdampak positif terhadap
prestasi belajar siswa yaitu dapat
ditunjukkan dengan meningkatnya
nilai rata-rata siswa pada setiap siklus
yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh
aktivitas
siswa
dalam
proses
pembelajaran Kooperatif dengan
Pendekatan Struktur yang paling
dominan adalah bekerja dengan
menggunakan
alat/media,
mendengarkan/
memperhatikan
penjelasan guru, dan diskusi antar
siswa/antara siswa dengan guru. Jadi
dapat dikatakan bahwa aktivitas
siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru
selama
pembelajaran
telah
melaksanakan
langkah-langkah
Pembelajaran Kooperatif dengan
Pendekatan Struktur dengan baik.
Hal ini terlihat dari aktivitas guru
yang muncul di antaranya aktivitas
membimbing dan mengamati siswa
dalam
mengerjakan
kegiatan
pembelajaran,
menjelaskan,
memberi umpan balik/evaluasi/tanya
jawab di mana prosentase untuk
aktivitas di atas cukup besar.
Berdasarkan hasil penelitian di
atas, maka hasil belajar siswa untuk
pelajaran PKn menerapkan Pembelajaran
Kooperatif dengan Pendekatan Struktur
hasilnya sangat baik. Hal itu tampak pada
pertemuan pertama dari 23 orang siswa
yang hadir pada saat penelitian ini
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
dilakukan
nilai rata-rata mencapai
61,91%; 68,53 % ; 80,29%.
Dari analisis data di atas bahwa
Pembelajaran
Kooperatif
dengan
Pendekatan Struktur diterapkan pada
pelajaran PKn kelas IX-1, yang berarti
proses kegiatan belajar mengajar lebih
berhasil dan dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa khususnya pada siswa kelas
IX-1 di SMP Negeri 1 Unter Iwes, oleh
karena itu diharapkan kepada para guru
SMP dapat melaksanakan Pembelajaran
Kooperatif dengan Pendekatan Struktur di
kelas IX.
Berdasarkan kerikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) siswa dikatakan
tuntas apabila siswa telah mencapai nilai
standar ideal 75 mencapai ≥ 85%.
Sedangkan pada penilitian ini, pencapai
nilai ≥ 75 pada ( siklus III) mencapai
melebihi target yang ditetapkan dalam
KTSP yaitu mencapai 100 %
Simpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran
yang telah dilakukan selama tiga siklus,
dan berdasarkan seluruh pembahasan
serta analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pembelajaran dengan menggunakan
Metode Inquiri Suchman memiliki
dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa di SMP Negeri
1 Unter Iwes yang ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar siswa
dalam setiap siklus, yaitu ; 61,91%
(siklus I) ; 68,53 % (siklus II) ;
80,29% (siklus III).
2. Penerapan Pembelajaran Kooperatif
dengan Pendekatan Struktur pada
pelajaran PKn mempunyai pengaruh
positif, yaitu dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa.
3. Penerapan Pembelajaran Kooperatif
dengan Pendekatan Struktur efektif
untuk meningkatkan kembali materi
ajar yang telah diterima siswa selama
ini, sehingga mereka merasa siap
untuk
menghadapi
pelajaran
berikutnya.
Saran-Saran
Dari hasil penelitian yang
diperoleh dari uraian sebelumnya agar
proses belajar mengajar di sekolah
menengah pertama (SMP) lebih efektif
dan lebih memberikan hasil yang optimal
bagi siswa, maka disampaikan saran
sebagai berikut :
1. Pembelajaran memerlukan persiapan
yang cukup matang, sehingga guru
harus mampu menentukan atau
memilih topik yang benar-benar bisa
diterapkan
dengan
model
Pembelajaran Kooperatif dengan
Pendekatan
Struktur
sehingga
diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi
belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatih siswa dengan kegiatan
penemuan, walau dalam taraf yang
sederhana, di mana siswa nantinya
dapat menemukan pengetahuan baru,
memperoleh
konsep
dan
keterampilan,
sehingga
siswa
berhasil atau mampu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih
lanjut, karena hasil penelitian ini
hanya dilakukan di SMP Negeri 1
Unter Iwes tahun pelajaran 20142015.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
34
DAFTAR RUJUKAN
Arends, R. 1997. Classroom Instructional
and Management. New York:
McGraw Hill Companies
Arikunto,
Suharsimi. 2007.
Tindakan
Kelas.
Remaja Rosdakarya
Penelitian
Bandung:
Buchari, Mochtar. 1986. Dasar- Dasar
Kependidikan. Bandung: Tarsito.
Chaplin, JP. 1992. Psikologi Pengajaran.
Jakarta: Pustaka Jaya
Ibrahim,
Muslimin,
dkk.
2000.
Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
UNESA Press.
Nasution. 1972. Psikologi Pengajaran
Nasional. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Nur, Muhamad, dkk. 1999. Teori Belajar.
Surabaya: Unesa Press.
Poerwadarminta, W.J.S. 1993. Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor
yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta
Slavin,
35
Robert, E. 1995. Cooperative
Learning: Theory, and Practice.
Second Edition. Boston: Allyn and
Bacon.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN SISWA
PADA POKOK BAHASAN SURAT DINAS
MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF
PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 1 PLAMPANG
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
ASIAH
SMP Negeri 1 Plampang
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan strategi pembelajaran aktif dapat
meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia pada
kelas VIII-1 SMPN 1 Plampang Tahun Pelajaran 2014/2015.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research) dengan 2 siklus.
Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif komparatif yakni membandingkan hasil belajar pada
kondisi awal dengan hasil yang dicapai pada setiap siklus, dan analisis deskriptif kualitatif dengan
membandingkan hasil observasi pada siklus I dan siklus II.
Hasil penelitian menujukkan peningkatan pemahaman yang utuh terhadap konsep menulis surat dinas
berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku. Peningkatan
ketuntasan nilai siswa berdasarkan standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran yang
sudah sudah ditentukan meningkat dengan baik. Ini terlihat pada pra siklus siswa yang belum tuntas
sebanyak 19 siswa atau 53%, kemudian pada siklus I siswa yang belum tuntas berkurang menjadi 9
siswa atau 25% dan pada siklus II semua siswa sudah mencapai ketuntasan belajar.
Kata Kunci: strategi pembelajaran aktif, hasil belajar siswa, surat dinas.
PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia merupakan bahasa
pengantar pendidikan di semua jenis dan
jenjang pendidikan formal mulai dari taman
kanak–kanak sampai dengan
perguruan
tinggi yang memegang peranan penting
dalam pembaharuan dan peningkatan mutu
pendidikan.
Pada tahap perencanaan, pendekatan
tertentu yang dipilih akan tampak pada
rumusan tujuan pengajaran, pengembangan
bahan pengajaran, penentuan langkah
kegiatan (metode dan teknik) yang dipilih,
media
dan
sumber
belajar
yang
dimanfaatkan, bentuk model, dan strategi
penilaiannya. Sedangkan dalam pelaksanaan
pengajaran pendekatan yang dipilih akan
tampak pada aktifitas yang dilaksanakan baik
guru maupun oleh siswa dalam interaksinya.
Selanjutnya
dalam
tahap
evaluasi,
pendekatan yang dipilih akan tampak pada
bentuk model dan strategi yang dilaksanakan
berdasarkan apa yang tertuang dalam rencana
pengajaran. Oleh karena itu guru selayaknya
memahami bagaimana memilih dan menata
bahan sehingga mencapai sasaran belajar
secara lebih efektif dan efisien.
Pembelajaran tentang surat dinas
menjadi bekal bagi siswa untuk memahami
format, bentuk serta hal-hal lain yang
berkaitan
dengan
surat
dinas.
Ini
dimaksudkan agar nantinya ketika siswa
sudah terjun dalam masyarakat dapat
membedakan macam-macam surat yang ada
dalam masyarakat.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
44
Pemahaman konsep ini perlu
dilakukan agar tidak terjadi berbagai macam
penipuan, karena saat ini muncul berbagai
macam penipuan baik atas nama pemerintah
maupun lembaga kemasyarakatan lainnya.
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “Apakah Penerapan Strategi
Strategi Pembelajaran Aktif
dapat
Meningkatkan Hasil Belajar dan Keaktifan
Siswa pada Pokok Bahasan Surat Dinas
Siswa Kelas VIII-A Di SMPN 1 Plampang
Sumbawa tahun pelajaran 2014/2015?”
Strategi Pembelajaran Aktif yang
diterapkan berupaya meningkatkan kualitas
pembelajaran pada materi surat dinas. Maka
tujuan yang hendak dicapai dalam PTK ini
adalah:
1. Meningkatkan hasil belajar dan
keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran.
2. Mengetahui Penerapan Strategi
Strategi Pembelajaran Aktif dapat
digunakan pada pelajaran Bahasa
Indonesia
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan puncak dari
proses belajar. Hasil belajar merupakan
perubahan
perilaku
yang
diperoleh
pembelajar setelah mengalami aktivitas
belajar (Anni, 2007: 5). Perolehan aspekaspek perubahan tersebut tergantung pada
apa yang dipelajari oleh belajar. Oleh karena
itu apabila seorang siswa belajar tentang
konsep maka perubahan perilaku yang
diperoleh adalah pemahaman konsep.
Dalam pembelajaran, perubahan
perilaku yang dicapai oleh siswa setelah
melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan
dalam
tujuan
pembelajaran.
Tujuan
pembelajaran merupakan diskripsi tentang
45
perubahan perilaku yang diinginkan atau
deskripsi produk yang menunjukkan bahwa
belajar telah terjadi (Anni, 2007: 5).
Pendapat yang senada dikemukakan
oleh Djamarah dkk (2002 : 117) bahwa
hasil belajar merupakan bentuk untuk
memberi umpan balik kepada guru dalam
rangka memperbaiki proses belajar mengajar
dan melaksanakan program remidial bagi
siswa yang belum berhasil. Artinya suatu
proses belajar mengajar tentang suatu bahan
pengajaran dinyatakan berhasil apabila
tujuan instruksional khususnya tercapai.
Berdasarkan pengertian di atas , dapat
dipahami bahwa hasil belajar terfokus pada
angka yang dicapai siswa dalam proses
pembelajaran di sekolah dengan indikator 1.
Daya serap terhadap bahan pengajaran yang
diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik
secara individual maupun kelompok. 2.
Perilaku yang digariskan dalam tujuan
pengajaran / instruksional khusus telah
tercapai oleh siswa, baik secara individual
maupun kelompok.
Keaktifan Siswa
Keaktifan Siswa menurut pandangan
ilmu jiwa modern menyatakan bahwa jiwa
manusia sebagai sesuatu yang dinamis,
memiliki potensi dan energi sendiri. Oleh
karena itu secara alami siswa juga bisa
menjadi aktif, karena adanya motivasi dan
didorong oleh bermacam-macam kebutuhan
(Sardiman, 2011: 99). Motivasi itu sendiri
dimaknai
sebagai
kekuatan
yang
menggerakkan seseorang untuk aktif
melakukan suatu aktivitas demi tercapai apa
yang ia harapkan. Oleh karena itu sebelum
meningkatkan keaktifan siswa, guru harus
dapat meningkatkan motivasi siswa
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
Sardiman (1986: 2) untuk melihat
terwujudnya cara belajar siswa aktif dalam
proses belajar mengajar, terdapat beberapa
indikator. Melalui indikator tersebut dapat
dilihat tingkah laku mana yang muncul
dalam suatu proses belajar mengajar,
berdasarkan apa yang telah dirancang guru
selama ini dalam kegiatan pembelajaran.
Indikator tersebut diantaranya adalah : 1.
Keinginan, keberanian menampilkan minat,
kebutuhan dan permasalahan. 2. Keinginan
dan keberanian serta kesempatan untuk
berpartisispasi dalam kegiatan, proses dan
kelanjutan belajar. 3. Penampilan berbagai
usaha / kekreatifan belajar dalam menjalani
dan
menyelesaikan
kegiatan
belajar
mengajar. 4. Kebebasan atau keleluasaan
melakukan hal tersebut tanpa tekanan guru
(kemandirian belajar).
Keaktifan peserta didik dalam
pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan bakat yang dimilikinya,
peserta didik juga dapat berlatih untuk
berfikir kritis, dan dapat memecahkan dalam
kehidupan sehari–hari. Selain itu, guru dapat
merekayasa sistem pembelajaran secara
sistematis, sehingga merangsang keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran.
Beberapa
aspek
yang
dapat
menunjukkkan indikator siswa dalam
pembelajaran adalah : 1. Peserta didik mau
mendengarkan dan memperhatikan guru
dalam kegiatan belajar mengajar 2. Didalam
kelas terjadi diskusi antar siswa. 3. Seorang
siswa antusias dalam mengikuti kegiatan
belajar mengajar, 4. Memunculkan aktivitas,
partisispasi peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran. 5. Menyimpulkan setiap
materi
yang
pembelajaran.
disampaikan
dalam
Secara umum pembelajaran yang
menyenangkan saat belajar mengajar dapat
meningkatkan daya tarik siswa, guru dapat
menggunakan
berbagai
cara
dalam
membangkitkan semangat siswa untuk giata
belajar, salah satunya dengan menerapkan
metode belajar yang benar dan dapat
memanfaatkan media pembelajaran untuk
menjadikan pembelajaran yang menarik
minat siswa dalam belajar.
Strategi Pembelajaran
Learning Strategy)
Aktif
(Active
Pembelajaran aktif (active learning)
dimaksudkan
untuk
mengoptimalkan
penggunaan semua potensi yang dimiliki
oleh anak didik, sehingga semua anak didik
dapat mencapai hasil belajar yang
memuaskan sesuai dengan karakteristik
pribadi yang mereka miliki. Di samping itu
pembelajaran aktif (active learning) juga
dimaksudkan untuk menjaga perhatian
siswa/anak didik agar tetap tertuju pada
proses pembelajaran.
Mulyasa (2004: 241) mengemukakan
bahwa active learning (belajar aktif) pada
dasarnya berusaha untuk memperkuat dan
memperlancar stimulus dan respons anak
didik dalam pembelajaran, sehingga proses
pembelajaran
menjadi
hal
yang
menyenangkan, tidak menjadi hal yang
membosankan bagi
mereka. Dengan
memberikan strategi active learning (belajar
aktif) pada anak didik dapat membantu
ingatan (memory) mereka, sehingga mereka
dapat
dihantarkan
kepada
tujuan
pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
46
diperhatikan
konvensional.
pada
pembelajaran
Dalam metode active learning
(belajar aktif) setiap materi pelajaran yang
baru harus dikaitkan dengan berbagai
pengetahuan dan pengalaman yang ada
sebelumnya. Materi pelajaran yang baru
disediakan secara aktif dengan pengetahuan
yang sudah ada. Agar murid dapat belajar
secara aktif guru perlu menciptakan strategi
yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga
peserta didik mempunyai motivasi yang
tinggi untuk belajar.
METODE
Penelitian dilaksanakan di SMP
Negeri 1 Plampang Kabupaten Sumbawa
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dasar
pertimbangan penentuan lokasi penelitian ini
dengan pertimbangan sekolah
tersebut
adalah
tempat
mengajar
sehingga
memudahkan dalam mencari data dan
bertujuan
untuk
memperbaiki
dan
meningkatkan proses pembelajaran.
Penelitian dilaksanakan selama 3
bulan mulai dari bulan Agustus sampai
dengan Oktober 2014 pada tahun ajaran
2014/2015 pada semester ganjil. Lama
penelitian mulai dari pengajuan proposal
sampai penulisan laporan. Pelaksanaan
penelitian dilakukan pada hari efektif sesuai
dengan jadwal jam pelajaran.
Dalam
penelitian
ini
kami
menggunakan dua siklus, untuk melihat
peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa
pada pokok bahasan surat dinas melalui
strategi pembelajaran aktif
pada siswa
pelajaran Bahasa Indonesia.
Sebelum pelaksanaan PTK akan
dibuat berbagai input instrumental yang akan
47
digunakan untuk memberi perlakuan dalam
PTK, yaitu rencana pembelajaran yang akan
dijadikan PTK, yaitu standar kompetensi
mengungkapkan informasi dalam bentuk
laporan, surat dinas dan petunjuk.Selainitu
juga akan dibuat perangkat pembelajaran
yaitu berupa: 1) lembar kerja siswa, 2)
lembar observasi dan 3) lembar evaluasi.
Sumber data dalam penelitian ini
adalah siswa, sebagai subjek penelitian
sebanyak 36 orang siswa terdiri dari 18 lakilaki dan 18 perempuan. Data yang
dikumpulkan dari siswa meliputi data hasil
tes tertulis dan pengamatan proses
pembelajaran melalui lembar observasi. Tes
tertulis dilaksanakan pada setiap akhir siklus
yang terdiri atas materimengungkapkan
informasi dalam bentuk laporan, surat dinas
dan petunjuk. Selain siswa sebagai sumber
data, penulis juga menggunakan teman
sejawat sesama guru sebagai sumber data.
Dalam penelitian ini pengumpulan
data menggunakan teknik tes dan non tes.
Tes tertulis digunakan pada akhir siklus I dan
siklus II, yang terdiri atas materi
mengungkapkan informasi dalam bentuk
laporan, surat dinas dan petunjuk. Sedangkan
teknik non tes meliputi teknik observasi dan
dokumentasi. Observasi digunakan pada saat
pelaksanaan penelitian tindakan kelas
kemampuan atas materi mengungkapkan
informasi dalam bentuk laporan, surat dinas
dan petunjuk siklus I dan siklus II.
Sedangkan teknik dokumentasi digunakan
untuk mengumpulkan data khususnya nilai
mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Alat pengumpulan data meliputi:
a. Tes tertulis
b. Non tes, meliputi lembar observasi,
dokumen dan kuesioner.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
Validasi data meliputi validasi hasil
belajar dan validasi proses pembelajaran.
Validasi hasil belajar dikenakan pada
instrumen penelitian ini berupa tes. Validasi
ini meliputi validasi teoritis dan validasi
empirid. Validasi teoritis artinya mengadakan
analisis instrumen yang terdiri atas face
validity (tampilan tes), content validity
(validitas isi) dan contruct validity (validitas
konstruksi).
Validitas empiris artinya analisis
terhadap butir-butir tes, yang dimulai dari
pembuatan kisi-kisi soal, penulisan butirbutir soal , kunci jawaban dan kriteria
pemberian skor.
Validasi
proses
pembelajaran
dilakukan dengan teknik triangulasi yang
meliputi triangulasi sumber dan triangulasi
metode. Triangulasi sumber dilakukan
dengan observasi terhadap subyek penelitian
yaitu kelas VIII-1 SMPN 1 Plampang.
Triangulasi metode dilakukan dengan
penggunaan metode dokumentasi selain
metode observasi. Metode dokumentasi
digunakan
untuk
memperoleh
data
pendukung yang diperlukan dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif, yang meliputi :
1. Analisis deskriptif komparatif hasil
belajar dengan cara membandingkan
aktivits belajar pada siklus I dengan
siklus II.
2. Analisis deskritif kualitatif hasil
observasi
dengan
cara
membandingkan hasil observasi dan
refleksi pada siklus I dan siklus II.
Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan kelas yang ditandai dengan adanya
siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri
atas 2 (dua) siklus. Setiap siklus terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan
refleksi (Arikunto dkk, 2012: 122).
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Hasil Siklus I
1. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan dalam siklus I
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pemilihan materi dan
penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran
Materi yang dipilih dalam
penelitian ini pada Standar
Kompetensi
Mengungkapkan
informasi dalam bentuk laporan,
surat dinas dan petunjuk yang
mencakup Kompetensi Dasar
yaitu menulis surat dinas
berkenaan
dengan
kegiatan
sekolah dengan sistematika yang
tepat
dan
bahasa
baku.
Berdasarkan materi yang dipilih
tersebut, kemudian setiap KD
disusun dalam 1 RPP yang
masing-masing diberikan alokasi
waktu 40 menit (2 x pertemuan),
artinya setiap RPP disampaikan
dalam 1 kali tatap muka).
Dengan demikian, selama siklus I
terjadi 2 kali tatap muka.
b. Pembentukan kelompok belajar
Pada siklus I, siswa dalam satu
kelas
dibagi
menjadi
18
kelompok
kecil
yang
beranggotakan 2 orang (the
power
of
two)
dengan
memperhatikan
heterogenitas
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
48
baik baik kemampuan dan
gender.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus I
dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a. Pelaksanaan Tatap Muka
Tatap muka I dan II dengan RPP
tentang
materi,
strategi
pembelajaran dengan strategi
aktif tipe card sort, index card
math dan the power of two
dengan panduan Lembar Kerja
Siswa (LKS). Adapun langkahlangkah sebagai berikut :
1) Guru
secara
klasikal
menjelaskan
strategi
pembelajaran yang harus
dilaksanakan siswa.
2) Secara
klasikal
guru
mendemonstrasikan
pembelajaran menulis surat
dinas berkenaan dengan
kegiatan sekolah dengan
sistematika yang tepat dan
bahasa baku.
3) Secara kelompok siswa
menentukan menulis surat
dinas berkenaan dengan
kegiatan sekolah dengan
sistematika yang tepat dan
bahasa baku pada Lembar
Kerja Siswa.
4) Secara kelompok siswa
berdiskusi
menyelesaikan
LKS.
5) Secara kelompok siswa
bertanya
jawab
antar
kelompok
untuk
mempresentasikan
hasil
kerjanya.
49
6) Kelompok yang mendapat
skor paling tinggi mendapat
hadiah.
7) Guru memberi umpan balik
hasil pemahaman siswa
terhadap
materi
yang
dipelajari
dengan
mengadakan evaluasi berupa
tes.
8) Guru menilai hasil evaluasi
9) Guru memberikan tindak
lanjut
Proses kegiatan pada siklus
satu dengan menggunakan strategi
pembelajaran
aktif.
Sekilas
gambaran proses pembelajaran pada
siklus I, guru tidak lagi mentransfer
materi pada siswa, tapi siswa secara
aktif membangun kemandirian dan
bekerja sama dalam kelompokn
untuk
mencari
materi
serta
mendiskusikannya. Siswa tampak
aktif
dan
bergairah
dalam
pembelajaran. Dalam kegiatan ini
mereka saling bekerja sama dan
bertanggung
jawab
untuk
berkompetisi dengan kelompok lain
dalam menyelesaikan lembar kerja
siswa.
b. Observasi
Observasi
dilaksanakan
pada
keseluruhan kegiatan tatap muka,
dalam hal ini observasi dilakukan
oleh 3 (tiga) observer yaitu guru
(teman sejawat). Hasil observasi
digunakan sebagai bahan refleksi
dan untuk merencanakan rencana
tindakan pada siklus II.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
3. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada siklus I
dapat dideskripsikan seperti pada
tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Rekap Nilai Tes Siklus I
Sumber : Hasil tabulasi data Agustus 2014
Berdasarkan data tabel 1 di atas,
dapat digambarkan dengan grafik dibawah
ini
%
%
%
% Siklus I%
Gambar 1. Diagram Hasil Belajar
Dari hasil tes siklus I, menunjukkan
bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat
baik) adalah 5 siswa (15%), sedangkan yang
mendapat nilai B (baik) adalah 13 siswa
(36%), sedangkan yang mendapat C (cukup)
adalah 10 siswa (29%), sedangkan yang
mendapat nilai D (kurang) adalah 8 (22%)
dan yang mendapat nilai E (sangat kurang)
adalah 0 siswa (0 ).
Tabel 2. Ketuntasan Belajar Siswa
Hasil Tes Siklus I
Jumlah Siswa
No.
Ketuntasan
Siklus I
Belajar
Jumlah Persen
1. Tuntas
27
75 %
2. Belum Tuntas
9
25 %
Jumlah
36
100 %
Berdasarkan
ketuntasan
belajar siswa dari sejumlah 36 siswa
terdapat 27 atau 75% yang sudah
mencapai
ketuntasan
belajar.
sedangkang 9 siswa atau 25% belum
mencapai ketuntasan.
4. Refleksi
Berdasarkan
hasil
tes
kemampuan awal dengan hasil tes
kemampuan siklus I dapat dilihat
adanya pengurangan jumlah siswa
yang masih dibawah Kriteria
Ketuntasan Minimal. Pada pra siklus
jumlah siswa yang dibawah KKM
sebanyak 19 siswa dan pada akhir
siklus I berkurang menjadi 8 siswa.
Jumlah siswa yang mencapai
ketuntasan
belajar
mengalami
peningkatan
belajar
jika
dibandingkan dengan pra siklus,
seperti disajikan dalam tabel berikut :
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
50
Tabel 3. Perbandingan Hasil Nilai
Tes Pra Siklus dan Siklus I
No.
Hasil Tes
Jumlah siswa yang
(dalam
Berhasil
huruf)
Pra
Siklus I
Siklus
1
E
7
0
2
D
12
8
3
C
11
10
4
B
5
13
5
A
1
5
Jumlah
36
36
Sumber : Hasil Tabulasi data
Agustus 2014
Peningkatan
hasil
tes
kemampuan belajar pada pra siklus
siswa yang mendapat nilai E (sangat
kurang) ada 7 siswa, pada siklus I
tidak ada siswa yang mendapat nilai
E (sangat kurang). Peningkatan
ketuntasan belajar siswa hasil pra
siklus dan siklus I, dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4. Perbandingan Ketuntasan Belajar
Antara Pra Siklus dengan Siklus I
No
Ketuntasan
1. Tuntas
2. Belum
Tuntas
Jumlah
Jumlah Siswa
Pra Siklus
Siklus I
Jlh
Persen Jlh Persen
17
47 %
27
75 %
19
53 %
9
25 %
36
100 %
36
100 %
Sumber : Tabulasi data September 2014
Peningkatan hasil ketuntasan
kelas nampak ada perubahan antara
pra siklus dan dengan siklus I,
mengalami peningkatan dari 17 siswa
yang tuntas menjadi 28 siswa yang
tuntas, dan dari 19 siswa yang tidak
tuntas menjadi 8 siswa yang tidak
tuntas.
51
Walaupun
sudah
terjadi
kenaikan seperti tersebut di atas,
namun hasil tersebut belum optimal.
Hal ini dapat terlihat dari hasil
observasi dan wawancara bahwa
dalam kegiatan pembelajaran masih
terdapat beberapa siswa belum
menguasai materi nampak pada hasil
soal yang telah dikerjakan, tipe
strategi aktif card sort dan index card
match perlu dikembangkan lagi agar
aktivitas siswa lebih aktif. Oleh
karena
itu,
diperlukan
upaya
perbaikan pembelajaran pada siklus
II.
Deskripsi Hasil Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi pada
siklus I, maka pelaksanaan tindakan
pada siklus II dapat dideskripsikan
sebagai berikut
1. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan dalam siklus II
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pemilihan materi dan penyusunan
rencanaan pelaksanaan
pembelajaran
Dalam siklus II, pada hakikatnya
merupakan perbaikan atas kondisi
siklus I.
Atas dasar materi
pelajaran
tersebut
kemudian
dilanjutkan dengan pembuatan
rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP). alokasi waktu yang
dibutuhkan untuk kegiatan tersebut
adalah 4 x 40 menit dengan 2 kali
tatap muka.
b. Pembentukan kelompok siswa
Pada
siklus
II,
strategi
pembelajaran yang digunakan
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
adalah strategi pembelajaran aktif
tipe card sort, index card match
dan the power of two dengan
meningkatkan
kemampuan
individu dan kelompok.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus II
dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a. Pelaksanaan Tatap Muka
Tatap muka III dan IV dengan
RPP tentang materi Bahasa
Indonesia. Metode pembelajaran
yang digunakan adalah strategi
pembelajaran aktif. Adapun
langkah-langkahnya
sebagai
berikut :
1) Guru memberikan motivasi
pentingnya strategi index card
sort, index card match dan the
power of two.
2) Guru melatih sisiwa untuk
menerapkan strategi belajar
aktif dan melaksanakannya.
3) Mengevaluasi tugas latihan
dengan latihan mandiri dan
kemampuan kelompok untuk
the power of two.
4) Membimbing siswa untuk
merangkum pelajaran
5) Guru memberikan evaluasi
dengan tes
6) Guru menilai hasil evaluasi.
Pada
pelaksanaan
pembelajaran pada siklus II siswa
belajar secara kelompok, namun
dalam kegiatan kelompok ini
siswa tertantang untuk lebih
mandiri dalam menguasai materi.
Karena disamping belajar secara
kelompok, namun antar individu
mereka
harus
berkompetisi
secara pribadi.
b. Observasi
Observasi dilaksanakan pada
keseluruhan kegiatan tatap muka,
dalam hal ini observasi dilakukan
oleh 3 (tiga) observer yaitu guru
sejawat. Observasi dilaksanakan
untuk mengetahui aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran. Hasil
observasi digunakan sebagai
bahan refleksi.
3. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada siklus II
dapat dideskripsikan seperti pada
tabel 7 berikut :
Tabel 5. Rekap hasil Belajar Siklus II
No.
Hasil
(angka)
Hasil
(huruf)
Arti
Jlh
Siswa
%
1
66 – 70
C
Cukup
2
5%
2
71 – 79
B
Baik
22
62%
3
80 – 89
A
9
25%
4
90-100
A
Sangat
Baik
Sangat
Baik
3
8%
36
100%
Jumlah
Pada siklus II siswa yang
memperoleh nilai E (sangat kurang)
tidak ada (0%), siswa yang mempunyai
nilai D (kurang) tidak ada (0%), siswa
yang mempunyai nilai C (cukup)
sejumlah 2 siswa (5%), siswa yang
mempunyai nilai B (baik) sejumlah 22
siswa (62%) dan siswa yang mendapat
nilai A (sangat baik) sejumlah 12 siswa
(33%).
Ketuntasan belajar pada siklus II
dapat ditabulasikan seperti pada tabel 6
di bawah ini :
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
52
Tabel 6. Ketuntasan Belajar Siklus II
Jumlah Siswa
No.
Ketuntasan
Siklus II
Belajar
Jumlah Persen
1. Tuntas
36
100 %
2. Belum
0
0%
Tuntas
Jumlah
36
100 %
Berdasarkan data tabel 6
tentang
ketuntasan
belajar
menunjukkan semua siswa telah
mengalami
ketuntasan
belajar.
berdasarkan data tersebut diatas
dapat diketahui bahwa siswa yang
mencapai ketuntasan 100% yang
berarti sudah peningkatan dan sudah
memenuhi standar KKM yang
ditetapkan 65.
4. Refleksi
Berdasarkan nilai hasil siklus
I dan hasil siklus II dapat diketahui
bahwa strategi pembelajaran aktif
dapat meningkatkan hasil belajar dan
keaktifan siswa pada Standar
Kompetensi
Mengungkapkan
informasi dalam bentuk laporan,
surat dinas dan petunjuk khususnya
pokok bahasan Menulis surat dinas
berkenaan dengan kegiatan sekolah
dengan sistematika yang tepat dan
bahasa baku pada kelas VIII-1 SMP
Negeri 1 Plampang tahun Pelajaran
2014/2015.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dinyatakan strategi pembelajaran aktif
pokok bahasan menulis surat dinas
berkenaan dengan kegiatan sekolah
53
dengan sistematika yang tepat dan
bahasa baku pada siswa kelas VIII-1
SMP Negeri Plampang Tahun Pelajaran
2014/2015. Hal tersebut dapat dianalisis
dan dibahas sebagai berikut :
1. Pembahasan Pra Siklus I
a. Hasil Belajar
Pada awalnya siswa kelas
VIII-1 memperoleh nilai rata-rata
pelajaran pada pokok bahasan
menulis surat dinas berkenaan
dengan kegiatan sekolah dengan
sistematika yang tepat dan bahasa
baku. Salah satu penyebab
utamanya
adalah
strategi
pembelajaran yang kurang tepat
dan
kurangnya
pemanfaatan
media pembelajaran. Sebelum
dilakukan tindakan, guru terlebih
dahulu
memberikan
tes.
Berdasarkan ketuntasan belajar
siswa dari sejumlah 36 siswa
terdapat 17 siswa atau 47% yang
baru mencapai ketuntasan belajar
dengan skor standar Kriteria
Ketuntasan minimal, sedangkan
19 siswa atau 53% belum
mencapai kriteria ketuntasan
minimal.
b. Proses pembelajaran
Proses pembelajaran pada
pra siklus menunjukkan bahwa
siswa masih pasif, karena tidak
diberi respon yang menantang.
Siswa masih bekerja secara
individual,
tidak
tampak
kreatifitas siswa maupun gagasan
yang muncul. Siswa terlihat jenuh
dan bosan tanpa gairah karena
pembelajaran selalu monoton.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
2. Pembahasan Siklus I
Hasil tindakan pembelajaran
pada siklus I, berupa hasil tes dan non
tes. Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti terhadap
pelaksanaan siklus I diperoleh
keterangan sebagai berikut :
a. Hasil Belajar
Berdasarkan
ketuntasan
belajar siswa dari sejumlah 25
siswa terdapat 9 siswa atau 25%
yang belum mencapai ketuntasan
belajar. sedangkan 27 siswa atau
75% sudah mencapai ketuntasan.
b. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada
siklus I sudah menunjukkan
adanya perubahan, meskipun
semua siswa belum terlibat aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Hal
ini
dikarenakan
adanya
kemampuan pribadi terbentuk dan
keaktifan meningkat serta kerja
kelompok sudah terjalin.
Hasil antara kondisi awal
dengan
siklus
I
telah
menunjukkan adanya perubahan,
meskipun belum semua siswa
terlibat aktif dalam kegiatan
pembelajaran, hal ini ditandai
dengan peningkatan jumlah siswa
yang mencapai ketuntasan belajar.
Dari hasil tes akhir siklus I
ternyata lebih baik dibandingkan
dengan tingkat ketuntasan belajar
siswa pada kondisi awal atau
sebelum dilakukan tindakan. Dari
hasil refleksi siklus I dapat
disimpulkan
bahwa
bahwa
melalui proses penerapan strategi
pembelajaran aktif mengalami
peningkatan baik hasil belajar,
ketuntasan belajar dan keaktifan
siswa meningkat. Pada siklus ini
belum semua siswa mencapai
ketuntasan karena ada sebagian
siswa yang belum mengetahui
tentang jenis-jenis surat dinas.
3. Pembahasan Siklus II
Hasil tindakan pembelajaran
pada siklus II berupa hasil tes dan non
tes. Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti terhadap
pelaksanaan siklus II diperoleh
keterangan sebagai berikut
a. Hasil Belajar
Dari pelaksanaan tindakan
siklus II dapat diketahui bahwa
yang mendapatkan nilai sangat
baik (A) adalah 12 siswa atau
33%,
sedangkan
yang
mendapatkan nilai baik (B) adalah
22 siswa atau 62%, sedangkan
yang mendapat nilai cukup (C)
adalah 2 orang atau 5%.
Sedangkan yang mendapat nilai
kurang (D) dan sangat kurang (E)
tidak ada.
b. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada
siklus II sudah menunjukkan
semua siswa terlibat aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Hal ini
dikarenakan siswa sudah mengenal
jenis-jenis surat dinas dan strategi
pembelajaran aktif. Ada interaksi
antar siswa secara individu
maupun kelompok serta antar
kelompok. Kemampuan mandiri
siswa terbentuk dan interaksi
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
54
kelompok sudah terjalin baik. Ada
persaingan positif antar kelompok
untuk mendapatkan penghargaan
dan menunjukkan jati diri pada
siswa.
Hasil antara siklus I dengan
siklus II ada perubahan signifikan,
hal
ini
ditandai
dengan
peningkatan jumlah siswa yang
mencapai ketuntasan belajar. Dari
hasil tes akhir siklus II ternyata
lebih baik dibandingkan dengan
tingkat ketuntasan belajar siswa
pada siklus I.
Secara umum dari hasil
pengamatan dan tes sebelum pra
siklus, hingga siklus II, dapat
disimpulkan
bahwa
melalui
penerapan strategi pembelajaran
aktif meningkatkan hasil belajar
dan keaktifan siswa pada pokok
bahasan menulis surat dinas
berkenaan
dengan
kegiatan
sekolah dengan sistematika yang
tepat dan bahasa baku pada siswa
kelas VIII-1 SMPN 1 Plampang
Tahun pelajaran 2010/2011.
Hasil penelitian
Dari hasil penelitian, dapat
dilihat dan telah terjadi peningkatan
pemahaman yang utuh terhadap konsep
menulis surat dinas berkenaan dengan
kegiatan sekolah dengan sistematika
yang tepat dan bahasa baku. Peningkatan
ketuntasan nilai siswa berdasarkan
standar Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) mata pelajaran yang sudah sudah
ditentukan meningkat dengan baik. Ini
terlihat pada pra siklus siswa yang belum
55
tuntas sebanyak 19 siswa atau 53%,
kemudian pada siklus I siswa yang
belum tuntas berkurang menjadi 9 siswa
atau 25% dan pada siklus II semua siswa
sudah mencapai ketuntasan belajar.
Pada akhir pembelajaran terdapat
perubahan positif mengenai menulis
surat dinas berkenaan dengan kegiatan
sekolah dengan sistematika yang tepat
dan bahasa baku. Dengan menggunakan
strategi pembelajaran aktif ternyata
mampu meningkatkan hasil belajar dan
keaktifan siswa pada pokok bahasan
menulis surat dinas berkenaan dengan
kegiatan sekolah dengan sistematika
yang tepat dan bahasa baku.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa Hasil belajar merupakan
hal penting yang harus diketahui guru untuk
mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam
aktivitas belajar yang sudah dilakukan. Hasil
belajar diukur melalui evaluasi pembelajaran.
Evaluasi ini didasarkan pada tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan dan
disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku.
Strategi pembelajaran aktif bisa
digunakan untuk mengembangkan nilai-nilai
kerjasama, komunikatif, empati, kerja keras.
Sedangkan fase atau langkah-langkah dalam
strategi pembelajaran aktif adalah Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan
Siswa,
Fase
2:
Mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan, Fase 3 :
Membimbing pelatihan, Fase 4 : Mengecek
pemahaman dan memberikan umpan balik
dan Fase 5: Memberikan kesempatan untuk
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
pelatihan
lanjutan
dan
penerapan.
Sedangkan strategi pembelajaran aktif bisa
digunakan untuk meningkatkan hasil belajar
siswa, ini terlihat dalam hasil penelitian pada
pra siklus siswa yang belum tuntas sebanyak
19 siswa atau 53%, kemudian pada siklus I
siswa yang belum tuntas berkurang menjadi
9 siswa atau 25% dan pada siklus II semua
siswa sudah mencapai ketuntasan belajar.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka
dikemukakan saran bahwa guru hendaknya
menerapkan strategi pembelajaran aktif
sesuai dengan materi yang diajarkan dan
hendaknya guru mampu memaksimalkan
media
pembelajaran
untuk
proses
pembelajaran baik itu kreasi guru sendiri
maupun
media
pembelajaran
yang
menunjang proses belajar mengajar.
DAFTAR RUJUKAN
Anni, Catharina Tri. 2007. Psikologi Belajar.
Semarang: UPT Unnes press.
Arikunto, Suharsimi., Suhardjono. Supardi.
2012. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain.
2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis
Kompetensi
(KBK),
Konsep,
Karakteristik dan Implementasi,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sardiman, AM. 1986. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: CV.
Rajawali Kota
__________ 2011. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
56
PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR
BAHASA INDONESIA MELALUI METODE DISKUSI KELAS
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA LKS
KELAS VII-A SMP NEGERI 2 PLAMPANG
TAHUN PELAJARAN 2011-2012
IDHAM HULDI
SMPN 1 Plampang Sumbawa NTB
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan motivasi dan hasil belajar Bahasa
Indonesia melalui penerapan metode diskusi menggunakan LKS pada siswa kelas VII-A SMP Negeri
2 Plampang tahun pelajaran 2011-2012.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus. Hasil tindakan yang dilakukan terbukti dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa dengan mencapai standard ideal. Dari 61,82% pada siklus 1, dapat
meningkat pada siklus II menjadi 69,84% dan siklus III mencapai 81,97%, dan secara klasikal telah
mencapai ketuntasan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui metode diskusi dengan media LKS dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VII-A dengan ketuntasan mencapai 100%,
dengan demikian melalui metode diskusi dengan media LKS efektif dalam meningkatkan motivasi dan
hasil belajar siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Plampang
Kata Kunci: motivasi belajar, hasil belajar, pelajaran bahasa Indonesia di SMP, Metode diskusi
kelas, media LKS
PENDAHULUAN
Percepatan
perkembangan
ilmu
pengetahuan menyebabkan bahan ajar yang
bersumber dari ilmu pengetahuan itu makin
banyak (makin luas atau mendalam) sehingga
tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua
fakta dan konsep itu kepada siswanya dalam
pembelajaran di sekolah. Kalau guru tetap
berusaha mengajarkan semua fakta dan
konsep itu, maka guru biasanya memilih cara
praktis dengan metode ceramah. Akibatnya,
siswa mengetahui banyak fakta dan konsep
yang diajarkannya itu, tetapi siswa tidak
dilatih
untuk
menemukan
atau
mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip,
dengan kata lain, tidak dilatih untuk
57
mengembangkan ilmu penegtahuan. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan adalah
metode diskusi dengan media LKS.
Terminologi
diskusi
sering
dicampur-adukkan dengan resitasi. Diskusi
adalah situasi dimana guru dan para siswa
atau antara siswa dengan siswa yang lain
berbincang satu sama lain dengan berbagai
gagasan dan pendapat mereka. Pertanyaanpertanyaan yang diajukan untuk diskusi
biasanya pada tingkat kognitif yang cukup
tinggi. Resitasi, sebaliknya adalah pertanyaan
yang bertukar, seperti misalnya dalam
pembelajaran langsung dimana guru bertanya
pada para siswa serangkaian pertanyaan pada
tingkat rendah atau faktual dengan maksud
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
mengecek seberapa baik siswa memahami
gagasan atau konsep tertentu.
Selain dengan metode diskusi,
penggunaan media juga merupakan hal yang
penting dalam proses pembelajaran, salah
satunya yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah media LKS.
Penerapan pembelajaran dengan
metode diskusi menggunakan media LKS ini
perlu dilakukan karena pembelajaran yang
bermakna itu akan menumbuhkan prakarsa
dan kreativitas siswa dalam pembelajaran,
serta akan mendorong perkembangan mental
yang kadarnya tinggi dalam dua komponen
penting yakni 1) berpikir kritis dalam
mencari kebenaran fakta, konsep, prinsip,
dan teori, 2) kreativitas dalam mencari
kebermaknaan.
Berdasar latar belakang masalah di
atas dan hasil penelitian observasi awal di
SMPN 2 Plampang bahwa kurangnya
motivasi belajar yang timbul dalam proses
belajar yang dilihat dari kurangnya minat
bertanya
dan
berbicara,
menjawab
pertanyaan yang akhirnya berdampak pada
hasil belajar siswa. Hal ini timbul karena
adanya pengaruh eksternal dan internal siswa
maupun guru. Kondisi eksternal keadaan
ruang belajar, sarana dan prasarana belajar di
sekolah. Kondisi internal meliputi kurang
minat baca, kebutuhan untuk mengerti dan
mengetahui.
Rumusan masalah dalam penelitian
ini penulis batasi pada masalah yang
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana peningkatan motivasi dan
hasil belajar Bahasa Indonesia
melalui penerapan metode diskusi
kelas menggunakan LKS pada siswa
kelas VII-A SMPN 2 Plampang tahun
pelajaran 2011-2012 ?
2. Bagaimana efektivitas penerapan
metode diskusi kelas menggunakan
LKS dalam meningkatkan motivasi
dan hasil belajar pada siswa kelas
VII-A SMPN 2 Plampang tahun
pelajaran 2011-2012?
Motivasi Belajar
Motivasi berasal dari kata motif
yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalam diri individu, yang
menyebabkan individu tersebut bertindak
atau berbuat (Uno, 2009: 3). Motif tidak
dapat diamati secara langsung, tetapi dapat
diinterpretasikan dalam tingkah lakunya
berupa rangsangan,
dorongan,
atau
pembangkit tenaga munculnya suatu
tingkah laku tertentu. Menurut Uno (2009:
3) motivasi merupakan dorongan yang
terdapat dalam diri seseorang untuk
berusaha mengadakan perubahan tingkah
laku yang lebih baik dalam memenuhi
kebutuhannya.
Suryabrata
(2011:
70)
mengemukakan motif adalah keadaan
dalam pribadi orang yang mendorong
individu untuk melakukan aktiviatasaktivitas tertentu guna mencapai suatu
tujuan.
Motif
manusia
merupakan
dorongan, hasrat, keingianan dan tenaga
penggerak lainnya, yang berasal dari dalam
dirinya,untuk
melakukan
sesuatu.
Sedangkan Sheriff & Sheriff (Sobur, 2003:
265) menyebutkan motif sebagai suatu
istilah genetik yang meliputi semua faktior
internal yang mengarah pada berbagai jenis
perilaku yang bertujuan, semua pengaruh
internal, seperti kebutuhan (need) yang
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
60
berasal dari fungsi-fungsi organisme,
dorongan dan keinginan, aspirasi dan selera
sosial, yang bersumber dari fungsi-fungsi
tersebut. Sebenarnya motivasi merupakan
istilah yang lebih umum untuk menunjuk
pada seluruh proses gerakan, termasuk
situasi yang mendorong, dorongan yang
timbul dalam diri individu, tingkah laku
yang ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir
dari gerakan atau perbuatan.
Menurut Mc. Donald dalam
Sardiman (2010: 73) motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya “feeling” dan
didahului dengan tanggapan terhadap
adanya tujuan. Dari pengertian tersebut ada
tiga hal penting yaitu: 1) motivasi itu
mengawali terjadinya energi pada setiap
individu manusia, 2) motivasi tersebut
ditandai dengan munculnya rasa ”feeling”
atau afeksi seseorang, dan 3) motivasi akan
dirangsang karena adanya tujuan. Motivasi
akan menyebabkan terjadinya suatu
perubahan energi yang ada pada diri
manusia yang berkaitan dengan perasaan
dan
juga
emosi
kemudian
dapat
menentukan
tingkah
laku
manusia,
dorongan yang muncul itu karena adanya
tujuan kebutuhan atau keinginan.
Menurut Purwanto (2007: 60)
motif adalah suatu pernyataan yang
kompleks di dalam suatu organisme yang
mengarahkan tingkah laku/ perbuatan ke
suatu tujuan atau perangsang. Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat diambil
pengertian motivasi adalah suatu kekuatan
atau dorongan dalam diri individu membuat
individu tersebut bergerak, bertindak untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai
61
tujuannya. Belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku akibat latihan dan
pengalaman (Hamalik, 2009: 106).
Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Dimyati dan Moedjiono (1994: 40)
menyebutkan hasil belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak mengajar atau
tindak belajar. Selanjutnya disebutkan ciriciri belajar ada tiga yaitu: 1) hasil belajar
memiliki kapasitas berupa pengetahuan,
kebiasaan, keterampilan, sikap dan cita-cita,
2) adanya perubahan mental dan jasmani,
dan 3) memiliki dampak pengajaran dan
dampak pengiring.
Taksonomi Bloom (dalam Aqib,
2002: 18) menyatakan, hasil belajar dapat di
bedakan atas tiga ranah yaitu ranah kognitif,
ranah afektif dan ranah psikomotor. Ranah
kognitif berkenaan dengan perilaku yang
berhubungan dengan berpikir, mengetahui
dan memecahkan masalah, yaitu meliputi:
pengetahuan,
pemahaman,
penerapan,
analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif
berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes,
apresiasi, dan penyesuaian perasaan sosial,
yaitu meliputi: kemauan menerima, kemauan
menanggapi, keyakinan, penerapan karya dan
ketekunan ketelitian. Ranah Psikomotor
berkaitan dengan keterampilan (skill) yang
bersifat manual dan motorik, yang meliputi:
persepsi, kesiapan melakukan sesuatu
kegiatan, mekanisme, respon terbimbing,
kemahiran, adaptasi dan originasi.
Hasil belajar adalah keseluruhan
hasil proses pembelajaran yang dilakukan
dalam kurun waktu tertentu yang ditandai
dengan adanya kemampuan penguasaan
konsep, perubahan sikap dan perilaku siswa
serta mampu dan terampil mempraktikkan/
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
menerapkan baik secara individu maupun
secara bersama-sama dalam kehidupan
bermasyarakat, dan bernegara.
Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS merupakan alat bantu untuk
menyampaikan pesan kepada siswa yang
digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran dengan tujuan memudahkan
guru
dalam
menyampaikan
materi
pembelajaran dan mengefektifkan waktu,
serta akan menimbulkan interaksi antara guru
dengan siswa dalam proses pembelajaran.
Pengertian tersebut dipertegas oleh Sriyono
(1992: 9), Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah
salah satu bentuk program yang berlandaskan
atas tugas yang harus diselesaikan dan
berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan
pengetahuan dan keterampilan sehingga
mampu mempercepat tumbuhnya minat
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
LKS ini sebaiknya dirancang oleh
guru sendiri sesuai dengan pokok bahasan
dan tujuan pembelajarannya. LKS dalam
kegiatan
belajar
mengajar
dapat
dimanfaatkan pada tahap penanaman kosep
(menyampaikan konsep baru) atau pada
tahap pemahaman konsep (tahap lanjutan
dari penanaman konsep), karena LKS
dirancang untuk membimbing siswa dalam
mempelajari topik. Pada tahap pemahaman
konsep
LKS
dimanfaatkan
untuk
mempelajari pengetahuan tentang topik yang
telah dipelajari sebelumnya yaitu penanaman
konsep.
METODE
Pelaksanaan
tindakan
kelas
ini
dilaksanakan dalam 3 siklus meliputi: (1)
perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Observasi,
(4) refleksi (Arikunto, 2008: 16). Kegiatan
penelitian
dilaksanakan dalam semester
ganjil selama 6 pekan (05 September 2011
sampai 10 Oktober 2011).
Siklus I
1. Perencanaan
Pada
tahap
ini
peneliti
mempersiapkan
perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana
pembelajaran 1, LKS 1, soal tes
formatif 1 dan alat-alat pembelajaran
yang mendukung. Selain itu juga
dipersiapkanlembar
observasi
pengolahan pembelajaran.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan
kegiatan
belajar
mengajar untuk siklus 1 dilaksanakan
pada tanggal 05 sampai 12 September
2011 di SMPN 2 Plampang tahun
pelajaran 2011-2012, dengan jumlah
siswa 33 orang. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses
belajar mengajar mengacu pada
rencana
pelajaran
yang
telah
dipersiapkan.
3. Observasi
Observasi
atau
pengamatan
dilaksanakan
bersamaan
dengan
pelaksanaan belajar mengajar. Pada
akhir proses belajar mengajar siswa
diberi tes formatif 1 dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan
siswa dalam proses belajar mengajar
yang telah dilakukan.
4. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar diperoleh informasi dari hasil
observasi sebagai berikut :
1) Guru
kurang
baik
dalam
memotivasi siswa dan dalam
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
62
menyampaikan
tujuan
pembelajaran.
2) Guru
kurang
baik
dalam
pengelolaan waktu
3) Siswa kurang begitu antusias
selama
pembelajaran
berlangsung.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
pada siklus I ini masih terdapat
kekurangan, sehingga perlu adanya
revisi untuk dilakukan pada siklus
berikutnya.
Siklus II
1. Perencanaan
Pada
tahap
ini
peneliti
mempersiapkan
perangkat
pembelajaran yang terdiri darirencana
pelajaran 2, soal tes formatif dan alatalat pengajaran yang mendukung.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
untuk siklus II dilaksanakan pada
tanggal 19 sampai 26 September 2011.
Adapun proses belajar mengajar
mengacu pada rencana pelajaran
dengan memperhatikan revisi pada
siklus I, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus I tidak terulang
lagi pada siklus II.
3. Observasi
Observasi
atau
pengamatan
dilaksanakan
bersamaan
dengan
pelaksanaan belajar mengajar. Pada
akhir proses belajar mengajar siswa
diberi tes formatif II dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan
siswa dalam proses belajar mengajar
yang telah dilakukan.
63
4. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar diperoleh informasi dari hasil
observasi sebagai berikut :
1) Memotivasi siswa.
2) Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3) Pengelolaan waktu
Pelaksanaan kegiatan belajar pada
siklus II ini masih terdapat kekurangan,
maka perlu adanya revisi untuk
dilaksanakan pada siklus III antara lain:
1) Guru dalam memotivasi siswa
hendaknya dapat membuat siswa
lebihtermotivasi selama proses
belajar mengajar berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan
siswa sehingga tidak ada
perasaan takut dalam diri siswa
baik
untuk
mengemukakan
pendapat atau bertanya.
3) Guru harus lebih sabar dalam
membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep.
4) Guru harus mendistribusikan
waktu secara baik sehingga
kegiatan pembelajaran dapat
berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah lebih
banyak contoh soal dan member
soal-soal latihan pada siswa
untuk dikerjakan pada setiap
kegaiatn belajar mengajar.
Siklus III
1. Perencanaan
Pada
tahap
ini
peneliti
mempersiapkan
perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan
alat-alat pengajaran yang mendukung.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan
kegiatan
belajar
mengajar untuk siklus III dilaksanakan
pada tanggal 03 sampai 10 Oktober
2011. Adapun proses belajar mengajar
mengacu pada rencana pelajaran
dengan memperhatikan revisi pada
siklus
II,
sehingga
kesalahan
ataukekurangan pada siklus II tidak
terulang lagi pada siklus III.
Pada akhir proses belajar mengajar
siswa diberi tes formatif III dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar yang telah dilakukan.
3. Observasi
Pada akhir proses belajar mengajar
siswa diberi tes formatif III dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar yang telah dilakukan.
4. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang
telah terlaksana dengan baik maupun
yang masih kurang baik dalam proses
belajar mengajar dengan penerapan
metode diskusi kelas denganmedia
LKS.
Dari data yang telah diperoleh
dapat di uraikan sebagai berikut :
1) Selama
proses
belajar
mengajar
guru
telah
melaksanakan
semua
pembelajaran dengan baik.
Meskipun ada beberapa aspek
yang belum sempurna, tetapi
persentase
pelaksanaannya
untuk masing-msiang aspek
cukup besar.
2) Berdasarkan
data
hasil
pengamatan diketahui bahwa
siswa aktif selama proses
belajar berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus
sebelumnya sudah mengalami
perbaikan dan peningkatan
sehingga menjadi lebih baik.
4) Hasil belajar siswa pada siklus
III mencapai ketuntasan.
Pada siklus III guru telah menerapkan
metode diskusi kelas menggunakan
media LKS, dengan baik dan dilihat
dari motivasi siswa serta hasil belajar
siswa pelaksanaan proses belajar
mengajar sudah berjalan dengan baik.
Maka tidak diperlukan revisi terlalu
banyak, tetapi yang perlu diperhatikan
untuk tindakan selanjutnya adalah
memaksimalkan dan mempertahankan
apa yang telah ada dengan tujuan agar
pada pelaksanaan proses belajar
mengajar
selanjutnya
penerapan
pembelajaran melalui metode diskusi
kelas dengan media LKS dapat
meningkatkan proses belajar mengajar
sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
Analisis data dalam penelitian tindakan
kelas ini menggunakan analisis kuantitatif
dan kualitatif. Terhadap perolehan hasil
belajar Bahasa Indonesia dianalisis secara
kuantitatif dengan memberikan nilai pada
hasil belajar siswa. Data-data tersebut
dianalisis mulai dari siklus satu, siklus dua
dan siklus tiga untuk dibandingkan dengan
teknik deskriptif kuantitatif.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
64
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Telah diketahui bahwa subjek penelitian
berjumlah 33 siswa. Pelaksanaan penelitian
tindakan kelas ini dilakukan dalam 3 (tiga)
siklus. Berikut disajikan paparan hasil
penelitian dengan analisis data deskriptif
kuantitatif :
Ketuntasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa
penerapan
pembelajaran
dengan
menerapkan
metode diskusi kelas dengan media LKS
memiliki
dampak
positif
dalam
meningkatkan motivasi dan hasil belajar
siswa, hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman siswa terhadap
materi yang disampaikan guru (hasil
belajar meningkat dari siklus 1, II, dan
III) yaitu ; 61,82% ; 69,97% ; 81,97%.
Pada siklus III ketuntasan belajar siswa
secara klasikal telah tercapai.
Kemampuan Guru dalam Mengelola
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh
aktivitas
siswa
dalam
proses
pembelajaran
dengan
menerapkan
metode diskusi kelas dengan media LKS
dalam
setiap
siklus
mengalami
peningkatan. Hal ini berdampak positif
terhadap aktivitas belajar siswa yaitu
dapat diyunjukkan dengan meningkatnya
nilai rata-rata siswa pada setiap siklus
yang terus mengalami peningkatan.
Aktivitas Guru dan Siswa Dalam
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh
aktivitas
siswa
dalam
proses
pembelajaran
dengan
menerapkan
metode diskusi kelas dengan media LKS
65
yang paling dominan adalah bekerja
dengan
menggunakan
alat/media,
mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru, dan diskusi antar
siswa/antara siswa dengan guru. Jadi
dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa
dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru
selama pembelajaran telah melaksanakan
langkah-langkah pembelajaran dengan
menerapkan metode diskusi kelas dan
media LKS dengan baik. Hal ini terlihat
dari aktivitas guru yang muncul
diantaranya aktivitas membimbing dan
mengamati siswa dalam mengerjakan
kegiatan pembelajaran, menjelaskan,
member umpan balik/evaluasi/Tanya
jawab di mana prosentase untuk aktivitas
di atas cukup besar.
Berdasarkan hasil penelitian di atas,
maka hasil belajar siswa untuk
pembelajaran Bahasa Indonesia dengan
menerapkan metode diskusi kelas dan
media LKS hasilnya sangat baik. Hal itu
tampak pada siklus pertama dari 33
orang siswa yang hadir pada saat
penelitian ini dilakukan nilai rata-rata
mencapai 61,82% ; 69,97% ; 81,97%.
Dari analisis data di atas bahwa
pembelajaran
dengan
menerapkan
metode diskusi kelas dengan media LKS
pada pembelajaran Bahasa Indonesia
kelas VII, lebih berhasil dan dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar
siswa khususnya pada siswa kelas VII-A
di SMP Negeri 2 Plampang, oleh karena
itu diharapkan kepada guru SMP dapat
melaksanakan pembelajaran dengan
menerapkan metode diskusi kelas
dengan media LKS di kelas VII.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
Berdasarkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) siswa
dikatakan tuntas apabila siswa telah
mencapai nilai standard ideal 75
mencapai ≥ 85%. Sedangkan pada
penelitian ini, pencapai nilai ≥ 75 pada
(siklus III) mencapai melebihi target
yang ditetapkan dalam KTSP yaitu
mencapai 100%. Dengan demikian maka
Hipotesis yang diajukan dapat diterima.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan selama tiga siklus, dan
berdasarkan seluruh pembahasan serta
analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Motivasi dan hasil belajar Bahasa
Indonesia dapat meningkat dengan
menerapkan metode diskusi kelas
dengan media LKS pada siswa kelas
VII-A di SMP Negeri 2 Plampang yang
ditandai dengan peningkatan hasil
belajra siswa dalam setiap siklus, yaitu
siklus 1 (61,82%), siklus II (69,84%),
siklus III (81,97%).
2. Pembelajaran dengan menerapkan
metode diskusi kelas dan media LKS
efektif dalam meningkatkan kembali
materi ajar yang telah diterima siswa
selama ini, sehingga mereka merasa
siap untuk menghadapi pelajaran
berikutnya.
3. Pembelajaran dengan menerapkan
metode diskusi kelas dengan media
LKS pada pembelajaran Bahasa
Indonesia mempunyai pengaruh positif,
yaitu dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa.
Dari hasil penelitian yang diperoleh
dari uraian sebelumnya agar proses belajar
mengajar lebih efektif dan lebih memberikan
hasil yang optimal bagi siswa, maka
disampaikan saran sebagai berikut :
1. Untuk melaksanakan pembelajaran
memerlukan persiapan yang cukup
matang, sehingga guru harus mampu
menentukan atau memilih topik yang
benar-benar bias diterapkan melalui
metode diskusi kelas dengan media
LKS sehingga diperoleh hasil yang
optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan motivasi
dan hasil belajar siswa, guru
hendaknya lebih sering melatih siswa
dengan kegiatan penemuan, walau
dalam taraf yang sederhana, di mana
siswa nantinya dapat menemukan
pengetahuan baru, memperoleh konsep
dan keterampilan, sehingga siswa
berhasil atau mampu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih
lanjut, karena hasil penelitian ini hanya
dilakukan di SMP Negeri 2 Plampang
tahun pelajaran 2011-2012.
DAFTAR RUJUKAN
Aqib, Zainal 2002. Profesionalisme Guru
Dalam Pembelajaran. Surabaya:
Insan Cendekia.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
66
Purwanto, M. Ngalim. 2007. Psikologi
Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sardiman, AM. 2011. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Sobur,
Alex. 2003. Psikologi
Bandung: Pustaka Setia.
Umum.
Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar
dalam CBSA. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata,
Sumadi.
2011.
Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Uno, Hamzah B. 2009. Teori Motivasi dan
Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara
67
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU
KELAS VIII MELALUI SUPERVISI KLINIS DI SMP NEGERI 1
PLAMPANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015
MUSTAMAR
SMPN 1 Plampang Kec.Plampang, Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian tindakan sekolah ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan guru kelas
VIII melalui supervisi klinis oleh kepala sekolah di SMP Negeri 1 Plampang Kecamatan Plampang
Kabupaten Sumbawa Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015. Metode Penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan sekolah yang mengacu pada model yang
dikembangkan oleh Hopkins (Arikunto, 2006; Aqib, 2007) yang terdiri atas perencanaan (planning),
tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting).
Hasil penelitian menujukkan bahwa kondisi awal kemampuan guru sebesar 49 meningkat menjadi 67
setelah diberikan tindakan supervisi klinis. Proses supervisi klinis atau dalam hal ini adalah
pembimbingan dengan partisipasi aktif Kepala Sekolah melalui empat tahap supervisi klinis.
Kata Kunci : kemampuan guru, supervisi klinis
PENDAHULUAN
Tampilan pembelajaran bermutu di
sekolah merupakan kewajiban bagi guru
secara umum, namun demikian hal ini masih
belum dilakukan dengan maksimal oleh guru,
dan mereka belum kreatif menggunakan
model-model pembelajaran maupun teknikteknik pendekatan yang baru. Seolah-olah
guru hanya menyampaikan materi pelajaran
saja, kurang kontrol terhadap kondisi siswa
saat pembelajaran berlangsung.
Hal ini dapat dilihat dari hasil
supervisi yang telah dilaksanakan oleh
peneliti dari sejumlah guru VIII yang ada di
SMP Negeri 1 Plampang Kecamatan
Plampang Kabupaten Sumbawa sebanyak 11
orang yang tersebar dalam 5 rombongan
beljar, ternyata rata-rata guru belum mampu
melaksanakan pembelajaran berpusat pada
siswa secara maksimal. Dari hasil supervisi
rutin dapat dilihat secara nyata bahwa guru
masih melaksanakan pembelajaran yang
67
biasa-biasa
saja.
Pembelajaran
yang
dilakukan hanya menggunakan metode
ceramah tanpa ada variasi dan kurang
memanfaatkan
peluang,
membentuk
kelompok-kelompok kecil di kelasnya.
Kondisi ini peneliti sebagai Kepala
Sekolah berupaya agar semua guru dalam
melaksanakan pembelajaran secara optimal
sesuai dengan ketentuan yang ada dalam
Standar Proses dalam Permendiknas No 41
tahun 2007. Ketentuan itu merupakan
pedoman yang harus diwujudkan dalam
proses pembelajaran oleh guru yang
merupakan pimpinan di kelas itu. Apabila
semua guru dalam melaksanakan tugasnya
setiap hari mengajar dengan berpusat
kooperatif di kelasnya, maka dapat
dikatakan, bahwa hasil dari proses
pembelajaran itu akan tercapai memuaskan,
yang pada gilirannya akan meningkatkan
prestasi belajar para peserta didiknya.
Pelaksanaan supervisi yang dilakukan
peneliti berupaya mengubah kegiatan
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
mengajar guru yang lebih baik dengan
menggunakan instrumen khusus tentang
pembelajaran di kelasnya. Maka sasaran
supervisi mampu mengubah perilaku guru
untuk lebih berkreatif melalui tindakan
khusus yang dilakukan oleh Kepala Sekolah
yaitu supervisi klinis.
Willem dalam Sahertian (2000: 36)
supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang
difokuskan pada peningkatan mengajar
melalui siklus yang sistematik, dalam
perencanaan, pengamatan serta analisis yang
intensif dan cermat tentang penampilan
mengajar yang nyata serta bertujuan
mengadakan perubahan dengan cara rasional.
Melalui kegiatan supervisi klinis diharapkan
permasalahan-permasalahan
pembelajaran
yang dialami guru dapat diantisipasi sedini
mungkin.
Ada dua asumsi yang mendasari
pentingnya supervisi klinis. Pertama,
pembelajaran merupakan aktivitas yang
sangat
kompleks
yang
memerlukan
pengamatan dan analisis secara hati-hati.
Melalui pengamatan dan analisis ini, seorang
supervisor pendidikan akan dengan mudah
mengembangkan kemampuan guru dalam
mengelola proses pembelajaran. Kedua,
guru-guru yang profesionalismenya ingin
dikembangkan lebih menghendaki cara
kesejawatan daripada cara yang otoriter
(Sergiovanni dalam Bafadal, 2004: 66).
Secara umum langkah-langkah supervsi
klinis sebagai berikut: (a) membangun
hubungan antara guru dengan pengawas, (b)
melakukan perencanaan bersama guru, (c)
merencanakan strategi pengamatan, (d)
mengamati
proses
pembelajaran,
(e)
menganalisis proses pembelajaran, (f)
merencanakan strategi pertemuan, (g)
mengadakan pertemuan, dan (h) meninjau
kembali perencanaan (Cogan dalam Bafadal,
2004: 69).
Berdasarkan uraian di atas, penelitian
tindakan
sekolah
bertujuan
untuk
meningkatkan kemampuan guru dalam
proses pembelajaran melalui supervisi klinis
sehingga
guru
memiliki
seperangkat
kemampuan untuk mendesain proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,
menyenangkan, dan inovatif.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan sekolah yang mengacu pada model
yang dikembangkan oleh Hopkins (Arikunto,
2006; Aqib,
2007) yang terdiri atas
perencanaan (planning), tindakan (acting),
observasi
(observing),
dan
refleksi
(reflecting).
Lokasi tempat untuk melakukan
penelitian tindakan sekolah ini adalah di
SMP Negeri 1 Plampang
Kecamatan
Plampang Kabupaten Sumbawa. Waktu
penelitian dilaksanakan dari tanggal 12
Januari sampai 18 April 2015.
Subyek penelitian adalah guru kelas
VIII SMP Negeri 1 Plampang sebanyak 11
orang guru, yang berdasarkan hasil supervisi
rutin, guru - guru tersebut masih memiliki
kemampuan
yang
rendah
dalam
melaksanakan pembelajaran.
Tindakan yang dilakukan adalah
berupa supervisi klinis yang akan dilakukan
secara bertahap yaitu ; siklus I supervisi
dilakukan menggunakan supervisi klinis
secara kelompok, kemudian siklus II
dilakukan supervisi secara individual yang
terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan
tindakan, pengamatan/observasi dan refleksi.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
68
Data awal penelitian ini adalah
berupa hasil supervisi secara rutin dari
peneliti sebagai Kepala Sekolah, serta data
akhir
diperoleh
melalui
observasi,
dokumentasi dan pengisian lembar instrumen
penelitian.
Instrumen penelitian berupa lembar
observasi dan lembar penilaian, yang
berguna untuk mencatat semua peristiwa
pelaksanaan tugas guru dalam pembelajaran
selama penelitian berlangsung.
Analisis data yang digunakan peneliti
dengan menggunakan analisis deskriptif
komparatif, yaitu dengan membandingkan
pelaksanaan
pembelajaran
pendekatan
kooperatif sebelum dilaksanakan supervisi
klinis, dan pembelajaran sesudah dilakukan
supervisi klinis.
Selanjutnya
dari
hasil
nilai
kemampuan melaksanaan pembelajaran
sebelum dilaksanakan supervisi klinis
dibandingkan
dengan
hasil
sesudah
dilaksanakan
supervisi
klinis
untuk
mengetahui kemajuan hasil yang dicapai
dalam tampilan kemampuan kinerja guru di
kelasnya.
agar semua guru mampu melaksanakan
pembelajaran
secara maksimal seperti
tampak pada tabel 1, bahwa guru berkode A
adalah kelompok guru kelas VIII yang
termasuk dalam kategori kurang, sedangkan
guru yang berkode B adalah kelompok guru
kelas VIII yang masuk kategori cukup,
namun masih dalam batas bawah. Rata-rata
skor untuk kelompok guru A (kategori
kurang) dan B (kategori cukup) adalah 48
dan 50 rata-rata keduanya adalah 49
termasuk
kategori
kurang
mampu
melaksanakan
pembelajaran
berpusat
kooperatifkarena skor maksimal 100, dengan
rincian skor 0 s.d 49 termasuk kategori
kurang, 50 s.d 75 kategori cukup dan 76 s.d.
100 kategori baik seperti tapak pada tabel 1.
Tabel 1. Data Awal Pembelajaran Guru
Kelas VIII SMPN 1 Plampang
Kec.Plampang Kab. Sumbawa Sebelum
Penelitian Tindakan
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Kondisi atau pra awal kegiatan
Kondisi awal kemampuan guru dalam
melakukan proses pembelajaran berdasarkan
hasil supervise kepala sekolah menunjukkan
guru tersebut belum memiliki kemampuan
maksimal
dalam
melaksanakan
pembelajaran. Dari 11 orang guru yang
termasuk kategori kurang hanya 5 orang dan
6 orang lainnya masih dalam kategori cukup.
Untuk itu peneliti akan melakukan tindakan
69
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
Keterangan:
Skor perolehan 0 – 49 kategori
kurang, skor 50 – 75 kategori cukup,
dan skor 76 – 100 kategori baik.
Deskripsi Siklus
Siklus I
Beranjak dari proposal yang sudah
tersusun, peneliti mempersiapkan materi
untuk pembimbingan yaitu Permendiknas
Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses
dan pedoman pengelolaan pembelajaran
berpusat kooperatif dari berbagai sumber.
Materi ini diberikan kepada subjek
penelitian. Standar Proses berisi aturanaturan yang harus dilakukan guru dalam
proses pembelajaran. Pedoman pengelolaan
pembelajaran berpusat kooperatif berisi
tentang model-model pembelajaran dan
pengelolaan kelas dalam melaksanakan
model pembelajaran kooperatif yang harus
dilakukan oleh guru.
Perlakuan supervisi klinis oleh
peneliti terhadap kelompok guru kelas VIII
SMP Negeri 1 Plampang Kecamatan
Plampang
pada hari Selasa tanggal 28
Januari 2015, setelah pembelajaran usai yaitu
pukul 12.00 sampai pukul 14.00 di SMP
Negeri 1 Plampang Kecamatan Plampang
Kabupaten Sumbawa. Pelaksanaan supervisi
klinis dalam hal ini adalah melakukan
pembinaan dan pembimbingan secara
bersama - sama oleh peneliti terhadap
kelompok guru kelas VIII sebanyak 11
orang.
Tindakan supervisi klinis yang
dilakukan khusus tentang pengelolaan
pembelajaranmodel kooperatif pada guru
kelas VIII yaitu meliputi : pemahaman isi
standar proses, memilih metode dan
pengelolaan kelompok siswa dikelas,
ketrampilan bertanya, pelayanan individu,
sumber belajar dan alat bantu mengajar,
umpan balik dan penilaian, komunikasi dan
interaksi, keterlibatan siswa, refleksi, hasil
karya siswa dan hasil belajar siswa.
Pada akhir kegiatan supervisi klinis
ini peneliti melakukan simulasi dengan guruguru dengan langkah-langkah pembelajaran
yang telah disusun bersama. Guru tidak
segan-segan
untuk
bertanya
dan
mengemukakan pendapatnya kepada peneliti,
sehingga
ia
merasa
siap
untuk
mempraktikkan
pembelajaran
berpusat
kooperatif tersebut satu minggu berikutnya.
Guru selalu diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapat atau ide-idenya.
Setelah kegiatan tersebut puas dan yakin
dapat melaksanakan dengan baik, maka
membuat
kesepakatan
waktu
untuk
pelaksanaan
pembelajaran
berpusat
kooperatif tersebut yang diawali dari
penyusunan RPP yang baik. Hasil
kesepakatan antara guru-guru dengan peneliti
bahwa, RPP dilaksanakan pada tanggal 23
Januari
sampai
dengan
tanggal
7
Februari 2015 untuk semua guru kelas VIII
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
70
SMP Negeri 1 Plampang Kecamatan
Plampang Kabupaten Sumbawa secara
bergilir di kelas masing-masing.
Pengamatan yang dilakukan melalui
dua hal, yaitu pengamatan yang dilakukan
peneliti terhadap guru dalam melakukan
proses pembelajaran dan pengamatan oleh
teman sejawat terhadap peneliti dalam
melakukan proses tindakan pembimbingan
ini.
Pada hari Jumat tanggal 23 Januari
2015 peneliti bersama teman sejawat
mengamati proses pembelajaran guru Mapel
IPS terpadu di kelas VIIIE , Guru Mapel IPA
Terpadu di kelas VIIIB, pada hari Sabtu
tanggal 24 Januari 2015 guru mapel Bahasa
Indonesia di kelas VIIIA, Guru mapel Bahasa
Inggris di kelas VIIIB dan guru Mapel di kels
Matematika VIII E, pada hari Senin tanggal 2
Februari 2015 Guru Muatan Lokal di kelas
VIIID dan Guru Mapel Agama Islam di kelas
VIIID pada hari Selasa tanggal 3 Februari
2015 guru mapel Penjas di kelas VIIIC dan
Guru Mapel PKn d kelas VIIIB pada hari
Rabu tanggal 4 februari 2015 guru mapel
TIK di kelas VIIID dan Pada hari Kamis
tanggal 5 Februari 2015 guru mapel Seni
Budaya di kelas VIIIC.
Secara umum proses pembelajaran
yang dilakukan untuk mata pelajaran IPS
tentang Tokoh Pergerakan Nasional. Guru
melakukan
proses
pembelajaran
menggunakan metode yang telah dipelajari
yaitu Bermain Peran. Siswa dikelompokkan
menjadi beberapa kelompok kecil untuk
memerankan tokoh yang telah disepakati
bersama.
Secara
berkelompok
siswa
berdiskusi
membahas
masing–masing
perannya. Kegiatan menyenangkan, sudah
muncul eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
71
Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan
peserta didik mencari informasi tentang
sejarah, memfasilitasi terjadinya interaksi
antar peserta didik serta antara peserta didik
dengan guru, melibatkan peserta didik
secara aktif. Proses elaborasi dilakukan
dengan memberi tugas peserta didik untuk
berani tampil di depan kelas dan memiliki
rasa percaya diri serta tidak takut salah ingin
melatih
keberanian.
Pada
kegiatan
konfirmasi, guru memberikan konfirmasi
terhadap tampilan tiap kelompok kecil yang
berisi penghargaan berupa pujian kepada
kelompok yang sudah melaksanakan tugas
tersebut. Guru memfasilitasi peserta didik
untuk memperoleh pengalaman dalam
mencapai kompetensi dasar.
Hasil pengamatan yang dilakukan
peneliti dan teman sejawat terhadap mutu
pembelajaran guru kelas VIII SMP Negeri 1
Plampang dapat dilihat pada kegiatan siklus
1, dan dapat dilihat pada tabel 2 dapat
diketahui bahwa skor mutu pembelajaran
guru kelas VIII yang termasuk kelompok A
adalah 66,5 sedangkan guru kelas VIII yang
termasuk kelompok B adalah 67,5 dan rataratanya adalah 67 termasuk masih dalam
kategori cukup
(kurang memuaskan).
Tampak dalam tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Rata–rata Pengamatan Proses
Pembelajaran Kooperatif Guru Kelas VIII
Di SMPN 1 Plampang pada Akhir Siklus 1
Sedangkan
hasil
pengamatan
pelaksanaan tindakan pembimbingan dapat
dilihat pada tabel 3 teman sejawat mengamati
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
Tampak bahwa skor pembimbingan
untuk guru kelasVIII SMP Negeri 1
Plampang untuk kelompok A (kurang) dan
kelompok B (cukup) adalah 17 dan 19
sehingga rata – rata 18 atau masih dalam
kategori cukup dan belum maksimal. Masih
ada beberapa butir indikator yang belum
tampak optiimal, bahkan ada yang sama
sekali
tidak
muncul,
misalnya
mengemukakan tujuan, pembimbingan pada
evaluasi pembelajaran, penggunaan multi
metodedanmulti
media,
maupun
memunculkan ide-ideatau gagasan guru.
Dari hasil pengamatan yang telah
dilakukan pada siklus 1, dan untuk
mengetahui apakah kemampuan guru dalam
melaksanakan pembelajaran meningkat,
maka hasil pengamatan pada akhir siklus 1
dibandingkan dengan data awal.Data awal
untuk kelompok A rata – rata 48 dan
kelompok B rata- rata 50 , maka rata – rata
seluruh adalah 49 (kategori kurang). Pada
siklus 1 diperoleh data rata – rata untuk
kelompok A adalah 66,5 dan untuk
No
Data
Penelitian
Kenaikan
Tabel 4. Rata-rata Data Awal dan Akhir
Siklus 1
Siklus 1
Tabel 3. Hasil Rata – rata Pengamatan Proses
Pembimbingan secara individu
Pada Akhir Siklus 1
Skor
Pembimbingan
No Pengamat untuk
Ket
Kel. Kel. RataA
B
rata
1
Teman
17
19
18
sejawat
Ket: Skor data pembimbingan dari 0–10
kurang maksimal, 11–20 cukup
dan 21–30 maksimal.
kelompok B adalah 67,5 maka rata – rata
67. Data ini tampak dalam tabel 4 dan dalam
gambar 2 di bawah ini.
Data
Awal
tindakan peneliti dalam membimbing dengan
partisipasi aktif.
%
Kenaikan
1
Mutu
49 67 18 36,7 %
Pembelajaran
2
Pembimbingan 0
18 18 60% .
Keterangan: Skor maksimal mutu
pembelajaran 100 dan pembimbingan 30.
Berdasarkan tabel tersebut diketahui
bahwa mutu proses pembelajaran mengalami
kenaikan 18 skor atau 36,7% dan
pelaksanaan pembimbingan mencapai skor
18 atau 60%. Pada proses pembelajaran
sebagian besar masih belum tampak pada
proses elaborasi dan konfirmasi, serta
nuansapembelajaran
kooperatifbelum
maksimal. Sedangkan untuk pembimbingan
masih ada yang belum nampak antara lain:
penyampaian
tujuan
pembimbingan,
pembimbingan pada evaluasi pembelajaran,
penggunaan multi metode, memunculkan
ide-ide guru, dan masih menggurui guru.
Berdasarkan hasil siklus 1 tersebut, maka
pembimbingan akan dilakukan lagi dengan
memenuhi semua indikator pembimbingan,
dengan harapan mutu pembelajaran juga
akan meningkat.
Siklus II
Setelah melakukan refleksi antara
peneliti dengan kolaborator, maka peneliti
merencanakan tindakan pada siklus ke 2.
Peneliti melakukan koordinasi dengan
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
72
Pengawas Pembina SMPN 1 Plampang untuk
menentukan tindakan pembimbingan pada
siklus 2. Disepakati akan dilakukan
pembimbingan secara individu kepada setiap
guru sesuai dengan masalah yang dihadapi.
Pelaksanaan mulai hari Senin tanggal 9
Februari sampai dengan hari Rabu
18 Februari 2015. Peneliti menyiapkan
materi
dan
instrumen
observasi
pembimbingan dan observasi pembelajaran.
Pelaksanaan supervisi klinis atau
pembimbingan tentang perbaikan proses
pembelajaran
ke
arah
pembelajaran
oleh peneliti terhadap guru kelas VIII SMP
Negeri 1 Plampang
dilakukan secara
individual
dengan
mempertimbangkan
kelemahan yang ada pada tiap guru tersebut.
Hal ini dilakukan mulai hari Senin tanggal 9
Februari sampai dengan hari Rabu tanggal
18 Februari 2015 secara bergilir. Dengan
diamati oleh teman sejawat, peneliti
menyampaikan
tujuan
pembimbingan.
Pembimbingan dengan mengkaji RPP secara
bersama yang telah dimiliki, disesuaikan
dengan standar proses yang di dalamnya
terdapat penentuan alat peraga, metode,
langkah-langkah pembelajaran, dan evaluasi
hasil belajar, refleksi, tindak lanjut maupun
pencapaian KKM yang dirumuskan.
Materi yang akan dipraktikkan pada
siklus
2
adalah
tentang
kegiatan
pembelajaran
IPS:
Tokoh
Pahlawan
Pergerakan Nasional, kemudian guru
mengemukakan ide melakukan simulasi
pembelajaran. Guru tampak gembira, dan
merasa percaya diri dalam melakukan
pembelajaran,kemudian menyusun langkahlangkah pembelajaran yang berisi eksplorasi,
elaborasi,
dan
konfirmasi
serta
penjelasannya.
73
Pada hari Senin tanggal 9 Februari
sampai hari Rabu tanggal 18 Oktober 2015
tersebut, peneliti dan teman sejawat
melakukan pengamatan terhadap guru kelas
VIII secara bergilir. Masing-masing guru
kelas VIII menyiapkan RPP hasil revisi di
mejanya, beserta alat peraga yang digunakan.
Dalam kondisi ini guru-guru terlihat lebih
semangat, sehingga tertarik dengan alat-alat
yang disediakan di atas meja, kemudian Guru
mulai melakukan pembelajaran.
Peneliti dan teman sejawat duduk di
kelas paling belakang dengan sikap tenang,
serius
sambil
mengamati
proses
pembelajaran
kooperatif.
Siswa
tampak gembira dan aktif di kelompoknya
mengikuti pembelajaran yang berlangsung.
Ringkasan hasil pengamatan proses
pembelajaran guru kelas VIII SMPN 1
Plampang pada siklus 2 dapat dilihat pada
tabel 5. Rata-rata skor hasil pengamatan
untuk kelompok A adalah 76,5, sedangkan
rata-rata pengamatan untuk kelompok B
adalah 79,5, Rata-rata total menjadi 78 atau
masuk dalam kategori baik atau mampu
melaksanakan
pembelajaran
berpusat
kooperatif. Selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran. Hal yang belum muncul adalah
penerapan
teknologi
informasi,
dan
melakukan pameran.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Proses
Pembelajaran Guru Kelas VIII
SMPN 1 Plampang pada Akhir Siklus 2
Keterangan: skor data mutu pembelajaran
maksimal adalah 100
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
Data pembimbingan siklus 2 dapat
dilihat pada tabel 6 berikut. Hasil
pengamatan teman sejawat terhadap
peneliti dalam melakukan pembimbingan
adalah 29 untuk semua guru. Atau sudah
nampak maksimal karena mendekati skor
30.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Proses
Pembimbingan secara individu
Pada Akhir Siklus 2
Skor
Ket
No Pengamat Pembimbingan
untuk
Kel Kel RataA
B
rata
1
Teman
29 29 29
sejawat
Keterangan: Skor data maksimal
pembimbingan adalah 30
Berdasarkan skor siklus 2, maka
dapat dilihat peningkatan dari siklus 1
sampai siklus 2 (tampak dalam tabel 7).
Peningkatan mutu pembelajaran adalah naik
11 skor atau 16,4 %, sedangkan keberhasilan
proses pembimbingan adalah naik 11 atau
36%.
1
Kenaikan
Data
Penelitian
Siklus 2
N
o
Siklus 1
Tabel 7. Rata-rata Data Akhir siklus 1 dan
Akhir Siklus 2
%
Mutu
67 78
11
22,3 %
Pembelajaran
2 Pembimbing 18 29
11
36 %
an
Keterangan : Skor maksimal mutu pembelajaran
100 dan pembimbingan 30.
Berdasarkan pembahasan di atas
dapat
disimpulkan
bahwa
tindakan
pembimbingan secara kelompok kecil dan
individu, peneliti berhasil meningkatkan
mutu
proses
pembelajaran.
Bukti
keberhasilan tersebut adalah bahwa mutu
proses pembelajaran yang dilakukan guru
kelas VIII SMPN 1 Plampang dari kondisi
awal sebelum siklus: 1 ke kondisi akhir
siklus : 2 terdapat peningkatan dari skor 49
menjadi 67 pada siklus 1, dan 78 pada siklus
2. Total kenaikan sebesar 29. Proses
pembimbingan dengan partisipasi aktif
Kepala Sekolah dari kondisi awal belum
dilaksanakan (0), menjadi dilaksanakan
dengan skor keberhasilan 18 pada siklus 1
dan 29 pada siklus 2, sehingga total kenaikan
29. Kenaikan skor mutu pembelajaran ini
merupakan hasil dari proses pembimbingan
secara individu oleh peneliti.
Dengan demikian hipotesis tindakan
yang berbunyi supervisi klinis dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam
melaksanakan
pembelajaran
model
kooperatif bagi guru kelas VIII SMPN 1
Plampang Kecamatan Plampang Kabupaten
Sumbawa, telah terbukti benar. Dengan kata
lain kemampuan melaksanakan pembelajaran
dapat ditingkatkan melalui supervisi klinis
oleh Kepala Sekolah sebagai peneliti, dan
sekaligus sebagai Kepala SMPN 1 Plampang.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa
kegiatan supervise klinis dapt meningkatkan
kemampuan guru dalam pembelajaran dari
49 menjadi 67 pada siklus 1, dan 78 pada
siklus 2. Total kenaikan sebesar 59%.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
74
Proses supervisi klinis atau dalam hal ini
pembimbingan dengan partisipasi aktif
Kepala Sekolah sebagai peneliti, dari kondisi
awal belum dilaksanakan semula menjadi
dilaksanakan dengan skor keberhasilan 18
pada siklus I, dan keberhasilan 29 pada
siklus
II,
sehingga
total
kenaikan
keberhasilan 96%.
mutu diri yang selanjutnya secara
profesional
meningkatkan
prestasi
belajar para siswanya dan dapat
meningkatkan mutu pendidikan pada
umumnya sesuai dengan harapan orang
tua, masyarakat dan bangsa Indonesia
tercinta ini.
DAFTAR RUJUKAN
Saran
1. Kepada rekan-rekan Kepala Sekolah,
agar dalam melakukan pembinaan
terhadap guru di sekolahnya dapat
menggunakan
langkah-langkah
penelitian
ini.
Teknik
supervisi
dilakukan bervariasi menurut kondisi
guru, sehingga mudah mencapai hasil
pembelajaran yang lebih baik. Perlu juga
diubah pelaksanaan supervisi yang
diartikan tidak hanya menilai guru secara
langsung di dalam kelas, tetapi lebih dari
itu, adalah meningkatkan kemampuan
guru dalam penerapan pembelajaran.
Sehingga dengan pendekatan ini, guru
dalam melakukan pembelajaran merasa
perlu dan penting untuk meningkatkan
prestasi yang lebih baik. Pembimbingan
yang
sungguh-sungguh
sudah
selayaknya merupakan kewajiban tugastugas pokok dan fungsi Kepala Sekolah,
sehingga mampu mencapai hasil sesuai
dengan harapan.
2. Kepada para Kepala Sekolah, agar cara
pembinaan tersebut dapat diterapkan
dalam membina guru–guru, sehingga
seorang guru akan merasa senang,
nyaman melaksanakan yang pada
gilirannya, guru mampu meningkatkan
75
Aqib, Zaenal. 2007. Penelitian Tindakan
Kelas. Bandung: Yrama Widya.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Bafadal, Ibrahim. 2004. Peningkatan
Profesionalisme Guru Sekolah Dasar
dalam
Kerangka
Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
Jakarta: Bumi Aksara
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar dan
Tekmik Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPS
KELAS VII SMP NEGERI 4 PLAMPANG DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN SCRAMBLE
TAHUN PELAJARAN 2015-2016
KARSIMIN, S.Pd
SMP Negeri 4 Plampang Kec. Plampang
Abstrak
Tujuan dari penelitian tindakan ini adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran
scramble dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS kelas VII SMP Negeri 4
Plampang tahun pelajaran 2015 – 2016.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan 3 siklus dimana
masing-masing siklus terdiri dari langkah perencanaan, tindakan, evaluasi, dan refleksi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa meningkat dari 60,27% atau berada
pada kualifikasi “cukup tinggi” pada siklus I, meningkat menjadi 70,40% atau berada pada
kualifikasi “tinggi” pada siklus II, dan pada siklus III mencapai 81,87% atau berada pada
kualifikasi “sangat tinggi”. Sedangkan peningkatan hasil belajar siswa mencapai standar ideal
yaitu dari 52,89% pada siklus I , meningkat menjadi 71,59% pada siklus II, dan siklus III
mencapai 77,89% .
Hasil penelitian tindakan ini menunjukkan bahwa model pembelajaran scramble dapat
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar IPS SMP Negeri 4 Plampang.
Kata Kunci : Motivasi, hasil belajar, scramble.
PENDAHULUAN
Upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan terus dilakukan mulai dari
perubahan kurikulum ke arah pendidikan
berbasis
kompetensi.
Perubahan
manajemen penyelenggaraan pendidikan
dan
sebagainya.
Keberhasilan
implementasi dari berbagai perubahan
tersebut bergantung, pada keberhasilan
pendidikan di dalam kelas. Sebagian
pembelajaran di sekolah belum mencapai
keberhasilan yang optimal.
IPS sendiri merupakan mata
pelajaran yang mempunyai karakteristik
sendiri
tidak
hanya
menunjukkan
kumpulan fakta saja, tetapi juga adanya
pembinaan
peserta
didik
menjadi
masyarakat dan warga Negara yang
79
memiliki
tanggung
jawab
atas
kesejahteraan bersama dalam arti yang
seluas-luasnya.
Oleh
karena
itu,
pembinaan peserta didik tidak hanya
mencakup
pengetahuan
dan
berkemampuan berpikir tinggi, melainkan
harus pula memiliki kesadaran yang tinggi
serta tanggung jawab yang kuat terhadap
kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan
Negara. Dengan demikian pokok bahasan
yang disajikan, tidak hanya terbatas pada
materi yang bersifat pengetahuan,
melainkan juga meliputi nilai-nilai yang
wajib melekat pada diri peserta didik
sebagai warga masyarakat dan warga
Negara (Sumaatmadja, 1997: 17)
IPS harus diajarkan dengan
berbagai metode pembelajaran, karena
metode yang variatif dapat meningkatkan
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
keaktifan peserta didik, serta memberikan
iklim kondusif atas perkembangan daya
nalar, kreatifitas dan inovasi dalam
penguasaan IPS. Persiapan materi ajar dan
pelaksanaan
proses
pembelajaran
merupakan kemampuan utama yang harus
dimiliki oleh seorang guru agar mampu
mengolah kegiatan pembelajaran secara
aktif, inovatif, kreatif, efektif dan
menyenangkan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan
pengalaman selama ini, peserta didik aktif
dalam kegiatan belajar-mengajar. Tetapi
peserta didik cenderung menganggap IPS
sebagai
pelajaran
yang
hanya
mementingkan hafalan semata sehingga
menyebabkan
rendahnya
minat
memahami IPS secara konteks bagi
peserta didik di sekolah.
Banyak faktor yang menyebabkan
rendahnya minat memahami IPS secara
kontekstual bagi peserta didik yaitu faktor
internal dan eksternal dari peserta didik.
Faktor internal antara lain: motivasi
belajar, intelegensi, kebiasan dan rasa
percaya diri. Sedangkan faktor eksternal
adalah faktor yang terdapat di luar peserta
didik, seperti; guru sebagai Pembina
kegiatan belajar, startegi pembelajaran,
sarana dan prasarana, kurikulum dan
lingkungan.
Rendahnya minat memahami IPS
secara kontekstual bagi peserta didik di
sekolah
melatarbelakangi
Penelitian
Tindakan Kelas ini. Rendahnya minat
memahami IPS secara kontekstual bagi
peserta didik tersebut disebabkan adanya
dugaan rendahnya motivasi belajar peserta
didik. Rendahnya motivasi belajar peserta
didik ditunjukkan oleh aktivitas dan
partisipasi peserta didik selama dalam
kegiatan pembelajaran.
Untuk menjawab permasalahan
tersebut, penulis mencoba melakukan
Penelitian Tindakan Kelas dengan
mengimplementasikan
metode
pembelajaran
scramble
dapat
meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar IPS di kelas VII SMP Negeri 4
Plampang tahun pelajaran 2014-2015.
Dari uraian latar belakang masalah
di atas maka masalah dalam penelitian ini
dapat diidentifikasi sebagai berikut ;
1. Apakah
penerapan
model
pembelajaran scramble
dalam
meningkatkan
motivasi
belajar
Peserta didik ?
2. Apakah
penerapan
model
pembelajaran
scramble
dalam
meningkatkan hasil belajar IPS ?
Hakekat Hasil Belajar.
Berdasarkan kamus umum Bahasa
Indonesia
karangan
Purwodarminto
disebutkan bahwa hasil belajar adalah
sesuatu yang diadakan (dilihat/dijadikan)
oleh usaha atau pikiran, sesuatu yang
diperoleh dari usaha, akibat melakukan
sesuatu. Hasil belajar merupakan keseluruhan
kecakapan dan hasil yang di capai melalui
proses belajar mengajar di sekolah yang
dinyatakan dengan angka angka atau yang di
ukur.
Surakhmad (1980: 25) menyatakan
hasil belajar siswa bagi kebanyakan orang
berarti ulangan, ujian atau tes, maksud
ulangan tersebut ialah untuk memperoleh
suatu indek dalam menentukan keberhasilan
siswa.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
80
Dari definisi di atas, maka dapat
disimpulkan
bahwa hasil
belajar adalah
prestasi belajar yang dicapai siswa dalam
proses kegiatan belajar mengajar dengan
membawa suatu perubahan dan pembentukan
tingkah laku seseorang. Untuk menyatakan
bahwa suatu proses belajar dapat dikatakan
berhasil, setiap guru memiliki pandangan
masing-masing sejalan dengan filsafatnya.
Namun untuk menyamakan persepsi
sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum
yang berlaku saat ini yang telah
disempurnakan, antara lain bahwa suatu
proses belajar mengajar tentang suatu bahan
pembelajaran dinyatakan berhasil apabila
tujuan pembelajaran khususnya dapat
dicapai.
Dalam kaitan dengan penelitian ini
maka hasil belajar adalah adalah nilai atau
angka yang dicapai peserta didik dari hasil
tes baik dalam ulangan harian maupun
ulangan semesteran pada mata pelajaran IPS
di kelas VII SMP Negeri 4 Plampang tahun
pelajaran 2014 / 2015.
Motivasi
Asrori (2009: 183) motivasi dapat
diartikan sebagai: (1) dorongan yang timbul
pada diri seseorang, secara disadari, untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan
tertentu. (2) usaha usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau sekelompok
orang tertentu tergerak melakukan sesuatu
karena ingin mencapai tujuan yang ingin
dicapai. Sedangkan menurut Nasution (1986:
76) Istilah motivasi berasal dari kata “motif “
yang mempunyai arti segala daya yang
mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu.
81
Berdasarkan uraian di atas, maka
dapat diambil pengertian motivasi adalah
suatu kekuatan atau dorongan dalam diri
individu
membuat
individu
tersebut
bergerak, bertindak untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuannya.
Pembelajaran Scramble.
Salah satu cara belajar yang dapat
membuat peserta didik aktif adalah
melalui model pembelajaran
Scramble.
Widodo dalam Rahmawati (2011: 21) model
pembelajaran Scramble adalah suatu model
pembelajaran dengan membagi kartu soal
dan kartu jawaban yang disertai dengan
alternatif jawaban yang tersedia namun
dengan susunan yang acak dan siswa
bertugas mengoreksi jawaban tersebut
sehingga menjadi jawaban yang tepat.
Damayanti (2010: 3-4) menyatakan
model pembelajaran scramble adalah model
pembelajaran yang menggunakan penekanan
latihan soal yang dikerjakan secara
berkelompok yang memerlukan adanya
kerjasama antar anggota kelompok dengan
berfikir kritis sehingga dapat lebih mudah
dalam mencari penyelesaian soal.
Model
pembelajaran
scramble
merupakan model pembelajaran yang
memberikan lembar soal dan lembar jawaban
yang disertai dengan alternatif jawaban yang
tersedia. Siswa diharapan mampu mencari
jawaban dan cara penyelesaian dari soal.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan
dalam
menerapkan
model
pembelajaran scramble adalah
sebagai
berikut:
1. Guru
menyampaikan
tujuan
pembelajaran yang akan dicapai dan
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
2.
3.
4.
5.
6.
memberi motivasi kepada siswa
tentang perlunya mempelajari materi.
Guru menyampaikan materi
Guru menyiapakan lembar yang
berisi soal dan jawaban yang sudah
diacak, Guru membentuk kelompok
untuk mengerjakan lembar soal
tersebut.
Guru membagikan lembar soal
tersebut
dan
memberikan
kesempatan
siswa
untuk
mengerjakannya.
Guru menyuruh salah satu siswa
maju kedepan mempresentasikan
pekerjaannya.
Guru memberikan point bagi siswa
yang menjawab benar dan bagi siswa
yang menjawab salah guru memberi
motivasi agar tidak putus asa.
METODE
Jenis peneltian ini adalah penelitian
tindakan kelas dengan rancangan dilakukan
dalam 3 siklus yang meliputi:
1)
perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan,
4) refleksi (Arikunto: 2006)
Siklus I
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 7
Agustus 2015 di SMP Negeri 4 Plampang
kelas VII-A tahun pelajaran 2015 – 2016
dengan jumlah Peserta didik 19 orang.
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.
Adapun proses pembelajaran mengacu pada
rencana
pembelajaran
yang
telah
dipersiapkan.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
pembelajaran di sekolah. Tes formatif siklus
I diberikan pada tanggal 10 Agustus 2015
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan peserta didik dalam proses
pembelajaran yang telah dilakukan
Siklus II
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 8
September 2015 di SMP Negeri 4 Plampang
kelas VII-A tahun pelajaran 2015 – 2016
dengan jumlah Peserta didik 19 orang.
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.
Adapun proses pembelajaran mengacu pada
rencana
pembelajaran
yang
telah
dipersiapkan dengan memperhatikan revisi
pada siklus I, sehingga kesalahan dan
kekurangan pada siklus I tidak terulang pada
siklus II.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan proses
pembelajaran. Tes formatif siklus II
diberikan pada tanggal 11 September 2015
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan peserta didik dalam proses
pembelajaran
yang
telah
dilakukan.
Instrumen yang digunakan adalah tes
formatif 2
Siklus III
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 29
September 2015 di SMP Negeri 4 Plampang
kelas VII-A tahun pelajaran 2015 – 2016
dengan jumlah peserta didik 19 orang. Dalam
hal ini peneliti bertindak sebagai guru.
Adapun proses pembelajaran mengacu pada
rencana
pembelajaran
yang
telah
dipersiapkan dengan memperhatikan revisi
pada siklus II, sehingga kesalahan dan
kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi
pada siklus III.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
82
Refleksi Setelah mengkaji hasil belajar
IPS siswa dan hasil pengamatan aktivitas
guru maka guru mengecek apakah indikator
kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya
sudah tercapai. Apabila belum tercapai maka
guru tetap melanjutkan siklus berikut, dan
seterusnya sampai mencapai indikator
kinerja. Pada siklus III ini guru sudah
mencapai indikator kinerja
Teknik Analisis data
Analisis data dalam penelitian
tindakan kelas ini menggunakan analisis
kuantitatif dan kualitatif. Terhadap perolehan
hasil belajar IPS dianalisis secara kuantitatif
dengan memberikan nilai pada hasil belajar
siswa. Data dianalisis mulai dari siklus satu,
siklus dua dan tiga untuk dibandingkan
dengan teknik deskriptif presentase. Hasil
perhitungan dikonsultasikan dengan tabel
kriteria
deskriptif
prosentase,
yang
dikelompokkan dalam 5 kategori, yaitu
sangat tinggi, tinggi, cukup tinggi, rendah,
sangat rendah seperti berikut:
Tabel 1: Klasifikasi Kategori Tingkatan
No Kualifikasi
Skala (%)
1 Sangat Tinggi
81 – 100
2 Tinggi
61 – 80
3 Cukup Tinggi
41 – 60
4 Rendah
21 – 40
5 Sangat Rendah
1 – 20
(Depdiknas,2002:4)
Hasil
observasi
dianalisis
menggunakan teknik deskriptif kualitatif
yang digambarkan dengan kata-kata atau
kalimat, dipisah-pisahkan menurut kategori
untuk memperoleh kesimpulan.
83
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Peningkatan Motivasi Belajar
Berdasarkan
hasil
analisis
menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran
scramble
pada
proses
pembelajaran IPS ekonomi berdampak
positif pada peningkatan motivasi belajar
Peserta didik yaitu ditunjukan dengan adanya
peningkatan motivasi belajar Peserta didik
pada setiap siklus yang telah dilaksanakan.
Pada siklus I tingkat motivasi belajar Peserta
didik dari 5 (lima) aspek dalam kegiatan
pembelajaran mencapai 60,27 % atau
menunjukkan kualifikasi “cukup tinggi”.
Pada siklus II tingkat motivasi belajar
Peserta didik dari 5 (lima) aspek dalam
kegiatan pembelajaran 70,40 % atau
menunjukkan kualifikasi “tinggi “. Dan pada
siklus III menunjukan bahwa motivasi
belajar peserta didik dari 5 (lima) aspek
dalam kegiatan pembelajaran meningkat
menjadi 81,87% atau berada pada kualifikasi
“sangat tinggi“.
Aspek motivasi belajar peserta didik
yang dimaksud adalah kemampuan bertanya,
kemampuan
menjawab
pertanyaan,
kemampuan menyampaikan ide, antusias dan
kerjasama peserta didik.
Kelima aspek
motivasi belajar Peserta didik tersebut
merupakan aspek yang esensial dalam
kegiatan pembelajaran IPS.
Peningkatan Prestasi Belajar
Hasil analisis terhadap tes hasil
belajar peserta didik menunjukkan bahwa
tingkat penguasaan dan pemahaman peserta
didik terhadap materi yang disampaikan
dengan menggunakan model scramble
mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
dengan adanya peningkatan ketuntasan
belajar peserta didik pada tiap siklus yang
telah dilaksanakan.
Pada siklus I peserta didik yang telah
memenuhi Kriteria ketuntasana minimal
(≥ 65) yaitu sebanyak 8 Peserta didik
(40,00%) dari 19 Peserta didik yang
mengikuti tes formatif 1 dengan pencapaian
prestasi belajar peserta didik 52,89%. Pada
siklus II diperoleh pencapaian prestasi belajar
Peserta didik 71,53% atau ada 12 Peserta
didik sudah tuntas ( 66,67%) dari 19 Peserta
didik yang mengikuti tes formatif 2. Hal ini
menunjukkan ada peningkatan ketuntasan
belajar sebesar 21,15% dan hasil belajar
peserta didik mengalami kenaikan sebesar
18,7%.
Selanjutnya berdasarkan analisis
terhadap tes hasil belajar peserta didik pada
siklus III menunjukkan adanya perubahan
yang signifikan ke arah peningkatan kualitas
belajar jika dibandingkan dengan siklus
sebelumnya, yaitu mencapai ketuntasan
belajar 84,21% atau ada 16 peserta didik
sudah tuntas dari 19 peserta didik yang
mengikuti tes formatif 3 dengan pencapaian
prestasi belajar sebesar 77,89%. Hal ini
menunjukan ada peningkatan dari siklus II ke
siklus III yaitu ketuntasan belajar peserta
didik meningkat sebesar 21,06% dan hasil
belajar peserta didik mengalami kenaikan
sebesar 6,3%.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa
upaya perbaikan dan peningkatan kualitas
proses pembelajaran IPS melalui model
pembelajaran scramble telah berdampak
pada kualitas hasil pembelajaran, yakni
pemahaman peserta didik terhadap konsep
dan materi pembelajaran IPS yang dipelajari
meningkat dan ketuntasan belajar peserta
didik secara klasikal telah tercapai.
Dari analisis data di atas bahwa
pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran scramble proses pembelajaran
lebih berhasil dan dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar IPS Kelas VII
SMP Negeri 4 Plampang tahun pelajaran
2015 – 2016. Dengan demikian diharapkan
kepada para guru agar dapat melaksanakan
pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran scramble.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pembelajaran dengan model pembelajaran
Scramble mempunyai pengaruh positif
dalam meningkatkan motivasi belajar
Peserta didik di SMP Negeri 4 Plampang
yang ditandai dengan peningkatan
motivasi belajar Peserta didik dalam
setiap siklus, yaitu siklus I (60,27%) atau
berada pada kualifikasi “cukup tinggi”,
siklus II (70,40%) atau berada pada
kualifikasi “tinggi”, dan siklus III
(81,87%) atau berada pada kualifikasi
“sangat tinggi”.
2. Pembelajaran dengan model pembelajaran
scramble mempunyai pengaruh positif
dalam meningkatkan hasil belajar peserta
didik di SMP Negeri 4 Plampang yang
ditandai dengan peningkatan ketuntasan
belajar peserta didik dalam setiap siklus,
yaitu siklus I (52,89%), siklus II
(71,59%), dan siklus III (77,89%) dan
adanya peningkatan hasil belajar peserta
didik dalam setiap siklus, yaitu siklus I
(42,00%), siklus II (63,15%), dan siklus
III (84,21%).
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
84
3. Penerapan model pembelajaran scramble
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar
peserta didik secara signifikan.
Damayanti,
Hesty.
2010.
Model
pembelajaran scramble, http://beredu
kasi.blogspot.com/2013/09/modelpembelajaran-scramble.html diakses
tanggal 2 Agustus 2015.
Saran
Depdiknas.
2005.
Materi
Pelatihan
Terintegrasi IPS. Jakarta: Dirjen
Dikdasmen.
Nasution, S. 1986. Diktaktik Asas Asas
Mengajar. Bandung: Jemmers.
Beberapa hal yang dapat disaran
kepada:
1. Kepada Guru mata pelajaran ekonomi,
disarankan agar dapat melaksanakan
pembelajaran dengan persiapan yang
cukup matang, untuk itu guru harus
mampu menentukan atau memilih topik
yang benar-benar bisa diterapkan dengan
model pembelajaran scramble sehingga
diperoleh hasil yang maksimal.
2. Kepada Peserta didik, dengan adanya
model pembelajaran scramble ini,
disarankan dapat lebih membantu
meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar peserta didik dalam setiap proses
pembelajaran.
3. Bagi Sekolah, disarankan agar lebih
memperhatikan kebutuhan guru dan
peserta didik dalam mengembangkan
berbagai macam media dan metode
pembelajaran.
4. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut,
karena hasil penelitian ini hanya
dilakukan di SMP Negeri 4 Plampang
tahun pelajaran 2015-2016.
Rahmawati,
Tri.
2011. “Penggunaan
Model Pembelajaran Scremble
untuk Peningkatan Motivasi Belajar
IPA (Fisika) pada siswa SMP
Negeri 16 Purworejo tahun pelajaran
2011/2012”. Radiasi, Vol 1 No: 1.
Sumaatmadja, Nursid. 1997. Metodologi
Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Surakhmad,
Winarno.
1980. Interaksi
Belajar
Mengajar.
Bandung:
Jemmars.
Prev
Next
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi 2006.
Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Bandung: Reneka Cipta.
Asrori,
85
Muhammad. 2009.
Pembelajaran.
CV Wacana Prima.
Psikologi
Bandung:
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH
JURNAL Pendidikan SAMAWA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Artikel yang dikirim ke Jurnal Pendidikan SAMAWA (JPS) meliputi hasil penelitian
(paling lama 5 tahun pada saat naskah diajukan) bidang pendidikan. Naskah diketik dengan
program Microsoft Word, huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi 1,5 dicetak
pada kertas A4 sepanjang maksimum 7-15 halaman, dengan margin kiri-atas-kanan-bawah
berturut-turut: 3,5 – 3 - 2,5 - 3 dan diserahkan dalam bentuk cetakan (print-out) sebanyak 2
eksemplar beserta soft-copy-nya. Pengiriman naskah juga dapat dilakukan sebagai
attachment
e-mail
ke
alamat:
[email protected]
atau
[email protected].
Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah judul
artikel. Jika artikel ditulis bersama tim, anggota penulis dicantumkan di bawah nama penulis
utama. Penulis harus mencantumkan institusi asal dan alamat email (bagi penulis utama) untuk
memudahkan komunikasi. penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis
yang namanya tercantum pada urutan pertama
Sistematika artikel hasil penelitian adalah judul (maks: 12 kata) Judul dicetak dengan huruf
kapital di tengah-tengah, dengan ukuran huruf 14 poin, nama penulis (tanpa gelar akademik),.
abstrak terdiri dari bahasa indonesia dan bahasa inggris (dalam satu paragraf, maks 200
kata) yang memuat tujuan, metode, dan hasil penelitian, kata kunci (maks 3-5 kata);
pendahuluan yang memuat latar belakang, rangkuman kajian teoritik, dan tujuan penelitian
(maksimum 40 % dari keseluruhan isi artikel), Metode, hasil dan pembahasan yang
berisikan bagian hasil (ada subjudul) dan bagian pembahasan (ada subjudul), simpulan yang
memuat simpulan dan saran (tanpa judul), serta daftar rujukan (hanya memuat sumbersumber yang dirujuk). Tabel dan gambar diberi nomor dan judul
Sumber rujukan minimal 80% berupa pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang
digunakan adalah sumber-sumber primer berupa artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau
laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi). Atau artikel-artikel penelitian dalam
jurnal atau majalah ilmiah
Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir, tahun).
Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor
halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Darwis, 2015: 55).
Daftar Rujukan diurutkan secara alfabetis dan kronologis dengan tata cara seperti contoh
berikut ini.
Buku:
Anderson, D.W., Vault, V.D., & Dickson, C.E. 1999. Problems and Prospects for the Decades
Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Pubishing Co.
Buku kumpulan artikel:
Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4,
cetakan ke-1). Malang: UM Press.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
86
Artikel dalam buku kumpulan artikel:
Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Representation. Dalam P.J. Black
& A. Lucas (Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London:
Routledge.
Artikel dalam jurnal atau majalah:
Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam
Memenuhi Kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61.
Artikel dalam koran:
Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan?
Majapahit Pos, hlm. 4 & 11.
Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang):
Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.
Dokumen resmi:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian.
Jakarta: Depdikbud.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990.
Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
Buku terjemahan:
Ary, D., Jacobs, L.C., & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan
oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Peneitian:
Darwis, Nasrullah. 2015. Pengembangan Model Supervisi Bimbingan dan Konseling dengan
Teknik Structured group Supervision untuk Guru BK SMK. Tesis. Tidak diterbitkan.
Semarang: Program Pascasarjana Unnes Semarang.
Makalah seminar, lokakarya, penataran:
Mahmud, Alimuddin. 2015. Pengembangan kualitas pribadi sosial konselor dalam
membentuk generasi bangsa menuju generasi emas 2045. Makalah disajikan dalam
Seminar Nasional Pendidikan dan Workshop Bimbingan dan Konseling, Program
Pascasarjana Universitas Negeri Makassar, Makassar, 23-24 Maret 2015.
Internet (karya individual):
Hitchcock, S., Carr, L., & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995: The
Calm before the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html),
diakses 12 Juni 1996.
Internet (artikel dalam jurnal online):
Halim. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu
Pendidikan. (Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.unm.ac.id), diakses 20 Januari
2014.
Internet (bahan diskusi):
Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet Sites. NETTRAIN Discussion
List, (Online), ([email protected]), diakses 22 November 2014.
Internet (e-mail pribadi):
Naga, D.S. ([email protected]). 1 Oktober 1997. Artikel untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah
([email protected]).
87
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
13. Semua
naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bebestari (reviewers) yang ditunjuk oleh
penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan
perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/ saran dari mitra bestari atau penyunting.
14. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan software
komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HaKI yang dilakukan
oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi
tanggung jawab penuh penulis artikel.
15. Untuk konfirmasi langsung dapat menghubungi kami ke Aan Andayani: 087863615071 dan
Nasrullah Darwis: 081353514705.
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
88
Tamplate Artikel JPS
JUDUL DI TULIS DENGAN
FONT TIMES NEW ROMAN 14 CETAK TEBAL
(MAKSIMAL 12 KATA)
Penulis1)
Penulis2)
[Font Times New Roman 12 Cetak Tebal dan Nama Tidak Boleh Disingkat]
Nama Institusi Asal, alamat dan email : [email protected] (penulis 1) .
[Font Times New Roman 11 spasi tunggal]
Abstrak [Judul : Times New Roman 11 Cetak Tebal].
Abstract ditulis dalam bahasa inggris dan indonesia bersusun kebawah yang berisikan, tujuan
penelitian metode pendekatan dan hasil penelitian. Abstract ditulis dalam satu paragraf tidak
lebih dari 250 kata. (Times New Roman 11, spasi tunggal).
Keyword: Maksimum 3-5 kata kunci dipisahkan dengan tanda koma. [Font Times New
Roman 11 spasi tunggal]
PENDAHULUAN [Times New Roman 12
bold]
Pendahuluan mencakup latar belakang
atasi suatu permasalahan serta urgensi dan
rasionalisasi kegiatan (penelitian atau
pengabdian). Tujuan Kegiatan dan rencana
pemecahan masalah disajikan dalam bagian
ini. Tinjauan pustaka yang relevan dan
pengembangan
hipotesis
(jika
ada)
dimasukkan dalam bagian ini. [Times New
Roman, 12, normal]
METODE
Metode penelitian menjelaskan rancangan
kegiatan, ruang lingkup atau objek, bahan
dan alat utama, tempat teknik pengumpulan
data , defenisi operasional variabel
penelitian, dan teknik analisis. [Times New
Roman, 12, normal].
89
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian Ini menyajikan hasil penelitian. Hasil
penelitian dapat dilengkapi dengan tabel, grafik
(gambar), dan/atau bagan.Tabel dan gambar diberi
nomor dan judul.
Bagian
pembahasan
memaparkan
hasil
pengolahan
data,
mengintrepretasikan penemuan secara logis,
mengaitkan dengan sumber rujukan yang relevan.
[Times New Roman, 12, normal].
SIMPULAN
Memuat simpulan dan saran (tanpa judul). Berisi
temuan penelitian yang berupa jawaban atas
pertanyaan peneitian atau berupa intisari hasil
pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk
paragraf. [Times New Roman, 12, normal].
DAFTAR RUJUKAN
Memuat sumber-sumber yang dirujuk .Sumber
rujukan minimal 80% berupa pustaka terbitan 10
tahun terakhir. [Times New Roman, 12, normal].
Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016
Download