KEEFEKTIFAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN ORGANISASI SEKOLAH DI SDN 1 BATULAYAR BARAT KECAMATAN BATULAYAR LINAWATI WIJAYA Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini dilaksanakan untuk mengungkap keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah yang meliputi tiga keterampilan dasar, yakni keterampilan teknis, keterampilan sosial, dan keterampilan konseptual. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus, dimana peneliti berusaha memahami makna peristiwa serta interaksi orang di dalam lingkungan sekolah dan masyarakat pada saat penelitian sehingga peneliti dapat memahami konsep-konsep dan pandangan-pandangan tentang keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (1) wawancara, (2) observasi, (3) dokumentasi. Pemilihan informan penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling, data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, dengan alur (1) reduksi data, (2) display data, (3) verifikasi data. Agar memperoleh keabsahan data dilakukan dengan kriteria: (1) kredibilitas, (2) transfermabilitas, dan (3) konfirmabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah, kenyataannya di dukung oleh tiga keterampilan dasar, yaitu: (1) keterampilan teknis, (2) keterampilan sosial, dan (3) keterampilan konseptual. Ketiga keterampilan dasar tersebut juga dibutuhkan kepala sekolah dalam melaksanakan peran dan fungsinya dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kata Kunci: keefektifan, kepemimpinan kepala sekolah, organisasi sekolah Abstract This reseach aims to reveal the effectiveness of school principal leadership in developing school organization that involves three basic skills. They are technical skill, social skill and conceptual skill. This study used of qualitative approach with case study design, in which the researcher tried to see the meaning of the event and the interaction of the people in the school and environment in which the research was carried out so that the researcher could understand the concept and the views about the effect of the school principal leadership in developing school organization. The data were collected using three ways, namely: (1) interview, (2) observation, (3) documentation. The selection of informants used snowball sampling techniques and the data were analyzed using descriptive method: (1) data reduction, (2) display of data, (3) verification of data. In order to get the valid data, the researcher used several criteria: (1) credibility, (2) transformability, and (3) confirmability. The results of the study showed that the effectiveness of principal leadership in developing the school organization was supported by these three basic skills, namely: (1) technical skill, (2) social skill, and (3) conceptual skill. The three basic skills were also applied by the school headmaster in carrying out their roles and functions in order to achieve the organizational goals that had been set. Key word: the effect, the leadership of principal, school organization. 1 Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 PENDAHULUAN Sekolah sebagai organisasi pendidikan formal merupakan wadah kerjasama sekelompok orang yang terdiri atas kepala sekolah, guru, staf, dan siswa serta masyarakat yang memiliki tujuan yaitu terciptanya sumber daya manusia yang handal. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa unsur yang diperlukan sekolah salah satunya adalah kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan pengaruh terhadap orang lain sehingga orang lain bersedia mengikuti apa yang diharapkan oleh pemimpin. Seorang pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya harus memiliki kelebihan-kelebihan tertentu untuk dapat diterima sebagai pemimpin dalam organisasi yang dipimpinnya. Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di sekolah diharuskan untuk memiliki beberapa keterampilan dalam menjalankan tugas. Kelebihan yang dimiliki oleh kepala sekolah tersebut tidak boleh dipakai untuk menjadikan dirinya orang yang “paling lebih atau paling mendominasi” anggota kelompoknya, melainkan dijadikan sebagai arahan dan bimbingan kepada anggotanya. Menjadi pemimpin yang efektif diperlukan beberapa persyaratan, baik persyaratan yang bersifat pribadi maupun persyaratan profesional. Persyaratan profesional mencakup pengetahuan dan keterampilan di bidang profesi pekerjaan, percaya pada diri sendiri dan rendah hati termasuk sifat-sifat pribadi yang mendasar sebagai pemimpin. Seorang kepala sekolah dikatakan berhasil apabila mereka mampu memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang komplek dan mampu melaksanakan tugas sebagai seorang yang telah diberikan tanggug jawab untuk memimpin sekolah. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 syarat-syarat untuk menjadi kepala sekolah adalah sebagai berikut: 1. Kualifikasi umum kepala sekolah adalah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (DIV) kependidikan atau non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi; 2. Kualifikasi khusus kepala sekolah dasar adalah sebagai berikut: a. Berstatus sebagai guru SD; b. Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD; dan c. Memiliki sertifikat kepala SD yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah. Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif, kepala sekolah dan seluruh stakeholders harus bahu membahu bekerjasama dengan penuh kekompakan dalam segala hal. Kepala sekolah harus memahami sekolah yang dipimpinnya dan menyadari bahwa hal itu tidak lepas dari pola kepemimpinannya. Perubahan sekolah ke arah yang lebih baik harus dimulai dari kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus mengembangkan kepemimpinan berdasarkan dialog, saling perhatian dan pengertian satu dengan yang lain. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 2 Organisasi sekolah berkaitan erat dengan visi yang dimiliki oleh kepala sekolah tentang masa depan sekolah. Kepala sekolah yang memiliki visi untuk menghadapi tantangan sekolah di masa depan akan lebih sukses dalam membangun kultur sekolah. Untuk membangun visi sekolah ini, perlu kolaborasi antara kepala sekolah, guru, orang tua, staf administrasi dan tenaga profesional. Organisasi sekolah akan baik apabila: a) kepala sekolah dapat berperan sebagai model, b) mampu membangun tim kerjasama, c) belajar dari guru, staf, dan siswa, dan, d) harus memahami kebiasaan yang baik untuk terus dikembangkan. Kualitas sekolah tidak ditentukan oleh besar atau kecilnya sekolah, negeri atau swasta, kaya atau miskin, permanen atau tidak, di kota atau di desa, gratis atau membayar, fasilitas yang wah dan keren, guru sarjana atau bukan, berpakaian seragam atau tidak. Faktor-faktor yang menentukan kualitas sekolah terletak pada unsur-unsur dinamis yang ada di dalam sekolah dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Salah satu dinamis tersebut adalah guru sebagai pelaku terdepan dalam pelaksanaan pendidikan di tingkat institusional dan instruksional. Kepala sekolah adalah manajer pendidikan profesional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang diterapkan. Dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah mengimplementasikan proses “bottom-up” secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil beserta pelaksanaannya. 3 Studi pendahuluan terhadap peran kepala sekolah diperoleh informasi bahwa ada beberapa kepala sekolah yang kurang aktif dalam upaya mencapai tujuan organisasi sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah lebih banyak reaktif daripada aktif, dan lebih banyak menanggapi ide daripada membentuk ide. Hasil kepemimpinan kepala sekolah tidak dapat mempengaruhi perubahan pola pikir tentang apa yang diinginkan dan diperlukan. Efektifitas sebuah organisasi sekolah dalam mencapai tujuan sangatlah ditentukan oleh seorang pemimpin dalam hal ini kepala sekolah. Namun kenyataannya, kepala sekolah kurang berhasil dalam mengembangkan organisasi sekolah secara efektif dan efisien. Kepala sekolah kurang menguasai teknik-teknik untuk menciptakan sebuah iklim yang memungkinkan bawahan merasa bebas mengemukakan pendapat, mengajukan saran, ikut aktif dalam pemecahan masalah dan harus mau menerima segala kritikan dari bawahan sepanjang kritikan tersebut bersifat konstruktif. Sebagai seorang kepala sekolah, pengelolaan sekaligus pengembangan organisasi sekolah kurang diperhatikan, antara lain: (1) peningkatan profesionalisme guru-guru dan karyawan, (2) peningkatan kesejahteraan guru-guru dan karyawan, (3) perbaikan dan pengembangan sarana dan prasarana sekolah. Yukl (2001: 4) menjelaskan tentang kepemimpinan sebagai suatu proses untuk mempengaruhi orang lain, untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Terry (Kartono, 2010: 57) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. Kepemimpinan dalam penelitian ini diartikan sebagai proses kepala sekolah dalam mempengaruhi, memahami, dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan serta bagaimana tugas dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Lussier dkk (2001: 36) mengemukakan tentang beberapa klasifikasi teori kepemimpinan, meliputi: 1) Teori kepemimpinan sifat, menjelaskan karakteristik khas accounting untuk efektivitas kepemimpinan; 2) Teori kepemimpinan perilaku, gaya khas untuk menentukan sifat dari pekerjaan; 3) Teori kepemimpinan kontingensi, menjelaskan gaya kepemimpinan yang sesuai berdasarkan pengikut dan situasi; 4) Teori kepemimpinan integratif, menggabungkan sifat, perilaku, dan teori kontingensi. Mulyasa (2004: 19), menjelaskan bahwa kepemimpinan kepala sekolah berperan sebagai motor penggerak sekaligus penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan cara pencapaian tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan. Sedangkan sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas kinerjanya. Sebagai penggerak segala kebijakan di sekolah, kemampuankemampuan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah menurut kepemimpinan situasional, Tracey (Wahjosumidjo, 2008: 385) adalah: 1) memiliki kemampuan dasar atau keahlian; 2) kualifikasi pribadi; dan 3) kepribadian. Mulyasa (2004: 98) menjelaskan beberapa peran yang harus dilakukan oleh seorang kepala sekolah, yaitu: 1) sebagai edukator; 2) sebagai manajer; 3) sebagai administrator; 4) sebagai supervisor; 5) sebagai leader; 6) sebagai pencipta iklim kerja; 7) sebagai wirausahawan; dan 8) sebagai pembentuk motivasi kerja guru. Penelitian oleh Maduratna (2013) menjelaskan peranan kepala sekolah sebagai pendidik mampu menciptakan iklim sekolah yang kondusif dengan memberikan dorongan, sebagai manajer dengan memberdayakan guru, sebagai administrator dengan mengelola administrasi, sebagai supervisor dengan melakukan pengawasan, sebagai pemimpin dengan memberikan petunjuk, sebagai motivator dengan mengatur suasana lingkungan dan suasana kerja. Subandono (2011: 113) menyatakan bahwa aktivitas kepemimpinan kepala sekolah ada kaitannya dengan perkembangan sekolah sebagai suatu organisasi. Sekolah dengan tingkat perkembangan organisasi yang masih dalam kategori sederhana aktivitas kepemimpinan yang dominan dilaksanakan adalah: memperkokoh keorganisasian, membangun komunikasi, penguatan pilar manajemen, program penjaminan, membangun kemitraan dan mengembangkan wirausaha. Dengan konsep efisiensi pembiayaan, tetapi efektif dalam mencapai tujuan pendidikan. Dari beberapa teori yang dipaparkan sebelumnya, kepemimpinan dapat menjadikan efektivitas bagi sebuah organisasi (sekolah) apabila pemimpin Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 4 organisasi dapat melakukan beberapa hal berikut: 1) dapat memastikan tingkah laku yang dikoordinasikan dan diarahkan pada penyelesaian tugas; 2) mampu mempertahankan stabilitas dalam lingkungan yang bergejolak, dengan demikian dibutuhkan penyesuaian dan adaptasi yang segera pada kondisi lingkungan yang berubah; 3) dapat membantu koordinasi intern dari unit-unit lembaga lainnya yang berbeda-beda, khususnya selama masa pertumbuhan perubahan; dan 4) memainkan peran dalam mempertahankan susunan anggota yang stabil. Kepemimpinan kepala sekolah dalam penelitian ini dilihat dari peran kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya untuk mengembangkan organisasi sekolah dengan berdasarkan keterampilan dasar yang seharusnya dimiliki, yaitu: 1) keterampilan teknis, yang mengamati aspek-aspek teknis pendidikan dan pengajaran; 2) keterampilan sosial, yang mengamati keterampilan kepala sekolah dalam berkomunikasi; dan 3) keterampilan konseptual, yang mengamati aspek-aspek manajerial. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang berusaha untuk mengungkapkan dan mengembangkan keadaan riil pada saat tertentu sehingga nantinya menjadi lebih lengkap dan lebih baik. Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah studi kasus, yakni menggambarkan kasus sebagai obyek penelitian dalam kondisi seadanya dan mendalam. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 1 Batulayar Barat, 5 Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat. Informan yang akan memberikan informasi terkait kepemimpinan kepala sekolah dalam penelitian ini, antara lain: 1) pengawas sekolah; 2) guru; 3) tata usaha; 4) siswa; 5) komite sekolah; dan 5) wali murid. Teknik penentuan informan adalah dengan menggunakan teknik purpose sampling, yaitu dengan cara memilih orang yang dapat memberikan penjelasan tentang kepemimpinan kepala sekolah. Penentuan informan juga ditempuh dengan menggunakan cara snowball sampling, yaitu informan kunci menunjukkan orangorang yang dapat menjelaskan masalah yang akan diteliti kepemimpinan kepala sekolah, selanjutnya orang yang ditunjuk akan menunjuk orang lain bila keterangan yang diberikan masih kurang jelas dan belum memadai. Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif, maka untuk memperoleh data, harus pula disesuaikan dengan pendekatan yang dipakai. Adapun metode-metode yang dapat digunakan melalui pendekatan kualitatif ,antara lain: 1) wawancara, dengan menyusun pertanyaan terstruktur yang ditujukan kepada kepala sekolah; 2) observasi, melakukan suatu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala/fenomena yang diselidiki; dan 3) dokumentasi, untuk mengumpulkan data dari sumber non insani. Teknik analisis data yang digunakan disesuaikan dengan pendekatan yang digunakan yaitu analisis kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Reduksi data, dengan cara menerangkan dan memilih hal-hal pokok: 2) Display Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 data, untuk menampilkan data secara sederhana dalam bentuk kata-kata, kalimat, tabel, matrik, dan grafik; dan 3) Verifikasi data, menarik intisari dari data-data yang terkumpul ke dalam bentuk pernyataan kalimat dan memiliki data yang jelas. Pengecekan keabsahan data dilakukan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persiapan dan isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan berlandaskan pada: 1) kredibilitas; 2) transfermabilitas; 3) dependabilitas; dan 4) konfirmabilitas. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN SDN 1 Batulayar Barat, Desa Batulayar, Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat. SDN 1 Batulayar Barat berdiri pada tahun 1968 di atas lahan seluas 7536 m2 terletak di jalan Raya Senggigi, Desa Batulayar, sebelah Selatan Kantor Camat Batulayar. Penduduk Desa Batulayar bermata pencarian sebagai pegawai, nelayan, kusir, dan pedagang. Jarak Desa Batulayar 7 km dari Kota Mataram. Gambaran mengenai SDN 1 Batulayar Barat meliputi: 1) Visi sekolah; 2) Misi sekolah; 3) Kesiswaan; 4) Kondisi sarana dan prasarana; 5) Kurikulum dan sistem pembelajaran; 6) Keuangan; 7) Guru dan staf; 8) Struktur organisasi dan 9) Manajemen sekolah. Hasil Penelitian Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah dilihat dari keterampilan teknis (technical skills). Implementasi keaktifan kepemimpinan kepala sekolah dalam upaya memajukan pendidikan di SDN 1 Batulayar Barat dari segi keterampilan teknis di antaranya pengelolaan guru, pengelolaan sarana dan prasarana, dan pengelolaan dana terus ditingkatkan. Kepala sekolah mempunyai peran penting dalam upaya memberdayakan guru dan meningkatkan mutu pembelajaran. Kepala SDN 1 Batulayar Barat bercita-cita menjadikan SDN 1 Batulayar Barat sebagai sekolah terbaik dari segi kualitas maupun kuantitas dengan lulusan berkualitas. Sebagai pengelola pendidikan, kepala SDN 1 Batulayar Barat bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan administrasi sekolah dengan seluruh substansinya. Kepala SDN 1 Batulayar Barat bertanggung jawab terhadap kualitas sumber daya manusia yang ada, agar mampu menjalankan tugas-tugas pendidikan. Oleh karena itu, kepala SDN 1 Batulayar Barat sebagai pengelola pendidikan mempunyai tugas mengembangkan kinerja para personal, terutama para guru ke arah profesionalisme. Tentang upaya yang dilakukan kepala SDN 1 Batulayar Barat, Ni Ketut Swasthi (guru), menanggapi: “Sebagai pimpinan formal, kepala sekolah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan para bawahan ke arah pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, kepala sekolah Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 6 mempunyai tugas melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, baik fungsi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun penciptaan iklim sekolah yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien”. Implementasi manajemen berbasis sekolah dalam pemberdayaan guru, merupakan tindakan kepala SDN 1 Batulayar Barat dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru melalui berbagai cara seperti mendorong guru untuk memenuhi ketentuan UU Nomor. 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, yaitu dengan cara memberikan motivasi kepada guru untuk memiliki sertifikat guru. Kepala sekolah mempunyai peran penting dalam mengembangkan sebuah sekolah, sehingga menjadi sebuah sekolah yang efektif. Untuk menciptakan sekolah yang efektif membutuhkan kreativitas kepemimpinan yang memadai. Kreativitas pemimpin seperti itu dapat terlihat atau dapat muncul manakala pemimpin sekolah mampu untuk melakukan perubahanperubahan tentang cara dan metode yang digunakan dalam mengelola sekolah. Keterampilan teknis (technical skills) merupakan tindakan kepala sekolah dalam berinteraksi dengan orang lain, dengan indikator: melayani orang lain, memberi dorongan kepada orang lain, berkomunikasi lisan dan tulisan, serta bekerja sama dalam kelompok kerja. Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah dilihat dari keterampilan sosial (social skills). Terkait dengan keterampilan sosial (social skills), kepemimpinan kepala SDN 1 7 Batulayar Barat transparan dalam mengambil keputusan. Kebijakankebijakan lain seperti pengadaan peralatan, penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), dan pengadaan buku-buku diakui oleh Rehanun (guru), di mana kepala SDN 1 Batulayar Barat selalu mengadakan koordinasi dan rapat dengan guru apabila akan menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), mengadakan buku dan peralatan sekolah. Penggunaan anggaran secara transparan disampaikan kepada guru tanpa ada yang ditutup-tutupi. Kebijakan yang terkait dengan profesionalisme guru, oleh kepala sekolah sangat diperhatikan, seperti pengembangan kurikulum, penyediaan program pengembangan sekolah. Terkait dengan pengelolaan administrasi, kepala SDN 1 Batulayar Barat sangat tertib seperti apa yang diungkapkan oleh Daliana (guru): “Tertib administrasi khususnya dalam hal administrasi keuangan mendapat perhatian utama. Selain itu, buku induk siswa, pencatatan surat-surat serta dokumentasi pendidikan sangat pula diperhatikan, sehingga setiap dokumentasi tersimpan dengan rapi”. Kepala SDN 1 Batulayar Barat berupaya memberdayakan guru-guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang baik, lancar, produktif, menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditetapkan, menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat agar bisa terlibat aktif dalam mewujudkan tujuan sekolah, bekerja sama dengan tim secara koperatif, dan Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Adapun beberapa hal yang telah dilakukan kepala sekolah untuk menggalang kepercayaan masyarakat terhadap sekolah yaitu: 1) komunikasi yang baik; 2) mengikuti kompetisi; 3) penghargaan kepada siswa; 4) peningkatan hubungan dengan masyarakat; 5) pelaksanaan pembelajaran yang bervariasi; 6) keterbukaan terhadap ide, saran dan kritikan; 7) profesi orang tua diberdayakan dalam pembelajaran; dan 8) kearifan dan komunikasi. Keefektifan Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Organisasi Sekolah dilihat dari Keterampilan Konseptual (Conceptual Skills). Terkait dengan keterampilan konseptual, Kepala SDN 1 Batu Layar melaksanakan dua hal yakni penilaian (judgement) dan kreativitas (creativity) terhadap guru melalui kerangka konsep diagnosa dari permasalahan yang kompleks menjadi simple / mudah, disamping itu kepala sekolah mampu menujukkan kemampuan kemampuan menganalisis, berpikir logis, merumuskan konsep, dan memberikan pertimbangan secara induktif. Secara umum diperoleh bahwa kepala SDN Batu Layar memiliki kemampuan mengkoordinasikan aktivitas sesuai dengan kebutuhan organisasi sekolah, dengan indikator: tanggap terhadap perubahan, memanfaatkan peluang, menyampaikan gagasan, dan memberikan pertimbangan penyelesaian masalah. Pembahasan Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang kepemimpinan kepala sekolah SDN 1 Batulayar Barat dalam menjalankan perannya menciptakan iklim organisasi sekolah yang kondusif. Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi dilihat dari beberapa keterampilan sebagai berikut: Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah dilihat dari keterampilan teknis (technical skills) Dalam kaitannya dengan keterampilan teknis (technical skills) kepala SDN 1 Batulayar Barat telah memposisikan dirinya dalam pengambilan keputusan partisipasif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Perubahan peran guru yang awalnya sebagai penyampai pengetahuan, pengalihan pengetahuan, dan pengalihan keterampilan serta merupakan satu-satunya sumber belajar, berubah peran menjadi pembimbing, pembina, pengajar, dan pelatih. Dalam kegiatan pembelajaran, guru akan bertindak sebagai fasilitator yang bersikap akrab dan penuh tanggung jawab serta memperlakukan siswa sebagai mitra dalam menggali dan mengolah informasi menuju tujuan belajar yang telah direncanakan. SDN 1 Batulayar Barat memiliki guru profesional yang menguasai: (a) kurikulum serta perangkat pedoman pelaksanaannya, (b) materi yang harus diajarkan, (c) mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai metode bervariasi, Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 8 (d) mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai macam media pembelajaran, (e) terampil menyelenggarakan evaluasi proses dan hasil kerja, (f) memiliki rasa tanggung jawab dan dedikasi terhadap tugasnya, dan disiplin dalam melaksanakan tugasnya. Kepemimpinan kepala sekolah mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Pendidikan keguruan dan non keguruan ternyata berpengaruh pada iklim pembelajaran di sekolah. Selain itu karakteristik dan strategi, pendekatan, dan penerapan kepemimpinan yang berbedabeda juga mempengaruhi iklim pembelajaran di sekolah. Kepala sekolah berusaha membentuk dan membina guru yang profesional, lingkungan yang kondusif, ramah siswa, manajemen yang kuat, kurikulum yang seimbang, penilaian pelaporan yang bermakna, pelibatan masyarakat yang tinggi. Sehingga dapat mencapai sekolah yang bermutu serta menjadikan sekolah yang maju dan berkualitas di Kecamatan Batulayar. keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah dilihat dari keterampilan sosial (social skills) Kepala SDN 1 Batulayar Barat memiliki keterampilan sosial yang baik, hal ini dikarenakan banyak pengalaman yang dimiliki dalam hidupnya. Pengalaman beliau sebelumnya saat menjadi seorang guru yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendidik dan mengajar siswasiswanya sehingga hal inilah yang akhirnya membentuk kompetensi sosial yang baik pada diri Kepala SDN 1 Batulayar Barat. Kompetensi sosial pada diri kepala SDN 1 9 Batulayar Barat terlihat dari sifat kedermawan yang cukup baik, memiliki rasa empati yang besar terhadap orang lain disekitarnya, mampu memahami orang lain, dan suka menolong orang lain. Kepala SDN 1 Batulayar Barat aktif untuk melakukan inisiatif dalam situasi sosial dengan memulai suatu komunikasi dan kontak sosial dan akan menarik dirinya dari situasi tertentu yang dapat menyebabkan konflik. keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah dilihat dari keterampilan konseptual (conceptual skills) Kepala sekolah dalam membangun pendekatan dengan guru, staf, dan masyarakat melalui pendekatan formal maupun non formal. Pendekatan formal yang dibangun adalah dengan mengadakan pertemuan rutin setiap hari Sabtu dengan guru-guru dan staf dalam rangka membahas kelemahan, kekurangan, hambatan serta kendala-kendala lain dalam proses belajar mengajar selama satu pekan. Pendekatan non formal yang dibangun kepala sekolah adalah dengan membuka pintu bagi orang tua siswa, guru, maupun siswa untuk membangun dialog. Untuk menambah kemampuan guru, kepala sekolah mengundang narasumber yang berkompeten untuk member input kepada guru. Pelayanan yang baik sesuai apa yang dibutuhkan siswa dan orang tua siswa menjadi hal utama yang perlu diperhatikan. Kepala sekolah berusaha memenuhi fasilitas pendidikan, mempromosikan sekolah dengan menyebar brosur-brosur penerimaan siswa baru, menyiapkan perangkat pembelajaran guru, membina Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 guru baru bersama guru senior di dalam kelas selama satu semester. Dalam pengelolaan sarana dan prasarana, kepala sekolah menunjuk wakil yang mengurus secara khusus sarana dan prasarana sekolah mulai dari pengadaan hingga pada perawatannya. Wakil yang ditunjuk diberi kewenangan untuk mengajukan atau menyusun rencana anggaran terkait dengan kebutuhan sarana dan prasarana sekolah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah, merupakan profil kepemimpinan kepala sekolah yang didasari oleh tiga keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh kepala sekolah, antara lain: 1. Keterampilan Teknis Keterampilan teknis yang dimiliki oleh kepala sekolah, meliputi keterampilan yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga keterampilan utama, yakni sebagai berikut: (a) keterampilan dalam menggunakan metode pengelolaan sekolah: (b) keterampilan dalam menggunakan teknik pengelolaan sekolah, dan (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan supervisi kelas. 2. Keterampilan Sosial Keterampilan sosial yang dimiliki oleh kepala sekolah terdiri dari beberapa jenis keterampilan, yang dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, yakni sebagai berikut: (a) keterampilan dalam membangun kerjasama dengan personel sekolah, (b) keterampilan dalam memotivasi guru, (c) keterampilan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, (d) keterampilan dalam mengorganisasi elemen-elemen pendidikan intern maupun ekstern sekolah. 3. Keterampilan Konseptual Keterampilan konseptual yang dimiliki oleh kepala sekolah terdiri dari berbagai jenis keterampilan yang dapat dikelompokkan ke tiga kategori, yakni sebagai berikut: (a) memahami kompleksitas pengelolaan organisasi sekolah, (b) kemampuan dalam membuat keputusan pendidikan pada level sekolah, dan (c) kemampuan dalam membuat pemetaan struktur organisasi sekolah. Saran Kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor yang berpengaruh penting dalam pengembangan organisasi sekolah, sehingga diperlukan kepala sekolah yang mempunyai keterampilan teknis (technical skills), keterampilan sosial (social skills), dan keterampilan konseptual (conceptual skills) dalam mengembangkan organisasi sekolah tersebut. Setiap kepala sekolah hendaklah senantiasa meningkatkan kinerja kepala sekolah yang diawali dengan peningkatan keterampilan manajerial dan juga tidak melupakan peningkatan keterampilan teknis, keterampilan sosial, dan keterampilan konseptual kepala sekolah. Dalam menjalankan tugas sebagai kepala sekolah, hendaknya selalu bertanggungjawab dalam menyelesaikan pekerjaannya secara tepat waktu, selalu mengkomunikasikan semua permasalahan Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 10 dengan bijaksana baik dengan guru, siswa, orang tua/wali murid maupun dengan para pengambil keputusan diluar sekolah. Pemilihan dan pengangkatan kepala sekolah juga perlu diperhatikan melalui keterampilan yang dimiliki. Supriyanto, Penerjemah) Jakarta: Indeks. Daftar Rujukan Kartono, Kartini, 2010. Pemimpin dan Kepemimpinan. Apakah Kepemimpinan Abnormal itu?. Jakarta: Rajawali Pers. Lussier, Robert N and Achua Christoper F. 2001. Leadership: Theory, Application Skill Development USA: South – Western College Publishing. Maduratna, M. 2013. “Peranan Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Efektivitas Kerja Guru Dan Pegawai Di Sekolah Dasar Negeri 015 Samarida”. Jurnal Administrasi Negara [Online], Vol I (1), hal 7084e. Tersedia: http://ejournal.an.fisip-unmul.org. Diakses pada 11 November 2015. Mulyasa. 2004. Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Jakarta: Rosdakarya. Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah. Subandono, Heru. 2011. “Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Membentuk Motivasi Kerja Guru”. Tesis. Jakarta: Pascasarjana UI. Wahjosumidjo. 2008. Kepala Sekolah. Grafindo Persada. Kepemimpinan Jakarta: Raja Yukl, Gary. 2001. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Edisi ke Lima (Budi 11 Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 PENERAPAN METODE PENGAJARAN AUTENTIK DALAM MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MUHAMMAD WAKANG SMA Negeri 1 Sumbawa Besar NTB, Email: [email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian adalah 1) untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam Materi Kerjasama Ekonomi dalam Islam dengan menerapkan metode pengajaran autentik pada siswa Kelas XI IPA-2 SMAN 1 Sumbawa Besar Tahun Pelajaran 2015/2016. 2) Mengetahui efektivitas metode pengajaran autentik terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Islam Materi Kerjasama Ekonomi dalam Islam dengan menerapkan metode pengajaran autentik pada siswa Kelas XI IPA-2 SMAN 1 Sumbawa Besar Tahun Pelajaran 2015-2016 Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pelaksanaan tindakan dalam penelitian dilakukan dalam 3 siklus yang terdiri dari tiga kali pertemuan. Waktu yang digunakan setiap kali pertemuan adalah 2 x 35 menit. Pelaksanaannya sesuai dengan prosedur rencana pembelajaran dan skenario pembelajaran. Hasil tindakan yang dilakukan terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dengan mencapai standar ideal. Dari 50,95% pada Siklus l, dapat meningkat pada siklus 2 menjadi 72,10% sedangkan pada siklus 3 mencapai 77,90% dan secara klasikal telah mencapai ketuntasan. Hal ini menunjukkan bahwa model pengajaran autentik dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dengan ketuntasan mencapai 100%. Kata Kunci : pengajaran autentik, proses dan hasil belajar. PENDAHULUAN Pendidikan formal telah mengalami berbagai macam perubahan yang ditandai dengan hadirnya inovasi-inovasi baru dalam proses belajar mengajar. Pada hakekatnya, perubahan adalah suatu hal yang wajar karena bersifat kodrati dan manusiawi. Hanya ada dua alternatif pilihan, yaitu menghadapi tantangan yang ada di dalamnya atau mencoba menghindarinya. Jika perubahan direspon positif, maka akan menjadi peluang. Namun jika perubahan direspon negatif, akan menjadi arus kuat yang menghempaskan dan mengalahkan kita. Dalam proses pembelajaran yang menyangkut materi, metode, media alat peraga dan sebagainya harus pula mengalami inovasi positif. Sehingga seorang guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyusun model dan metode pembelajaran yang tepat. Hal ini sangat menentukan keberhasilan siswa terutama dalam pembentukan kecakapan hidup (life skill) yang berpijak pada lingkungan sekitarnya. Mengajar bukan semata persoalan menceritakan, sedangkan belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang optimal, tetapi dibutuhkan sebuah sistem pembelajaran aktif yang menuntut para siswa untuk berfikir, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 12 Salah satu metode pengajaran yang memiliki komponen-komponen seperti kriteria tersebut adalah metode pengajaran autentik. Pengajaran autentik yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata (Dani, 2013). Donovan, B. and Pellegrino, J.W. (1999) mengembangkan konsep bahwa bahwa belajar otentik merupakan pendekatan pedagogis yang memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi, berdiskusi, dan penuh arti membentuk konsep dan hubungan dalam konteks yang melibatkan dunia nyata masalah dan proyek-proyek yang relevan dengan peserta didik. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam Materi Kerjasama Ekonomi dalam Islam dengan menerapkan metode pengajaran autentik pada siswa Kelas XI IPA-2 SMAN 1 Sumbawa Besar Tahun Pelajaran 2015-2016. 2. Mengetahui efektivitas metode pengajaran autentik terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Islam Materi Kerjasama Ekonomi dalam Islam dengan menerapkan metode pengajaran autentik pada siswa Kelas XI IPA-2 SMAN 1 Sumbawa Besar Tahun Pelajaran 2015-2016. Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru pendidikan agama Islam dalam 13 meningkatkan pemahaman siswa serta memberi sumbangan pemikiran bagi para guru pendidikan agama islam dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar Pendidikan Agama Islam. METODE Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Sumbawa Besar pada tanggal 10 Oktober 2015 sampai dengan 16 November 2015 tahun pelajaran 2015-2016. Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas XII IPA-2 dengan jumlah 31 orang. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model penelitian tindakan dari Kemmis, S. dan Taggart, R. (1988) menggambarkan bahwa PTK adalah adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Model penelitian tindakan dari Kemmis, S. dan Taggart, R. (1988) berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Pelaksanaan tindakan dalam penelitian dilakukan dalam 3 siklus yang terdiri dari tiga kali pertemuan. Waktu yang digunakan setiap kali pertemuan adalah 2 x 35 menit. Pelaksanaannya sesuai Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 dengan prosedur rencana pembelajaran dan skenario pembelajaran. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 1. Alur Penelitian Pada setiap siklus, peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran, LKS, soal tes formatif dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengolaan pembelajaran. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, peneliti bertindak sebagai guru. Proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Dalam penelitian tindakan kelas ini variabel yang akan diteliti adalah peningkatan prestasi belajar siswa mata pelajaran pendidikan agama Islam dengan menerapkan pembelajaran autentik. Variabel tersebut dapat dituliskan kembali sebagai berikut : Peningkatan prestasi pendidikan : belajar agama islam materi kerjasama ekonomi Variabel Tindakan : dalam islam. Penerapan pembelajaran autentik. Adapun indikator yang akan diteliti dalam variabel harapan terdiri dari: 1. Peningkatan prestasi belajar siswa kelas XI IPA-2 2. Kemampuan dalam memahami konsep pada pelajaran pendidikan agama islam. 3. Kemampuan memahami materi kerjasama ekonomi dalam islam 4. Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam melalui pembelajaran autentik. Sedangkan variabel tindakan memiliki indikator sebagai berikut: (1) Tingkat kualitas perencanaan (2) Kualitas perangkat observasi (3) Kualitas operasional tindakan (4) Keseuaian perencanaan dengan tindakan kelas (5) Kesesuaian materi pendidikan agama islam yang diberikan. (6) Tingkat efektifitas model pembelajaran dengan autentik. (7) Kemampuan memahami konsep pendidikan agama islam (8) Kemampuan meningkatkan prestasi belajar siswa. Pengumpulan data dilakukan menggunakan observasi dan tes, untuk kemudian dilakukan analisa secara Variabel Harapan Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 14 kuantitatif dan kualitatif. Data tersebut berasal dari dua sumber yaitu : Tabel 1 : Distribusi Hasil Tes Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan Pembelajaran Autentik 1 Siswa: Diperoleh data tentang prestasi belajar siswa pada pelajaran pendidikan agama islam materi kerjasama ekonomi dalam islam. 2 Guru: Diperoleh data tentang prestasi belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran autentik Indikator keberhasilan, penelitian yang dilaksanakan dalam tiga siklus tersebut dianggap sukses apabila terjadi peningkatan kemampuan dan prestasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Jika 85% siswa kelas XI IPA-2 (kelas yang diteliti) telah mencapai ketuntasan dengan nilai rata rata 75, berarti telah memenuhi harapan ideal seperti yang disyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian Setelah melakukan tahapan-tahapan kegiatan penelitian dalam tiga siklus yang meliputi tahapan perencanaan, tindakan / observasi, dan refleksi, diperoleh data sebagai berikut : 15 Dari tabel 1 di atas diketahui bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran autentik pada siklus 1 diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa adalah 50,80% atau ada 11 siswa dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 35,48%, lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan pembelajaran autentik. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi pada siklus berikutnya, yaitu: Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. 2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan 3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias. Pada siklus II, diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa 72,10% dan ketuntasan belajar mencapai 67,74% atau ada 21 siswa dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan cukup lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dalam menerapkan pembelajaran autentik. Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II masih terdapat kekurangankekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus III antara lain: 1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung. 2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. 3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep. 4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar. Pada siklus III, diperoleh nilai ratarata tes formatif sebesar 77,90% dari 31 siswa telah tuntas secara keseluruhan. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 100% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran autentik dan siswa menjadi lebih terbiasa dengan pola pembelajaran tersebut, sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Di samping itu ketuntasan ini juga dipengaruhi oleh kerja sama dari siswa yang telah menguasai materi pelajaran untuk membimbing siswa lain yang belum menguasai. Pada siklus III guru telah menerapkan metode pembelajaran autentik Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 16 dengan baik. Jika dilihat dari aktivitas serta hasil belajar siswa, pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi seperti halnya pada siklus sebelumnya, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode pembelajaran autentik dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode pembelajaran autentik memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III ) yaitu; 50,97% ; 72,10% ; 77,90%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran, berdasarkan analisis data, diketahui bahwa aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan metode pembelajaran autentik dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus. Aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran, berdasarkan analisis data, diketahui bahwa aktivitas siswa dalam proses pembelajaran pendidikan agama islam dengan menerapkan metode 17 pembelajaran autentik yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa terbilang aktif. Aktivitas guru selama proses pembelajaran telah melaksanakan langkahlangkah metode pembelajaran autentik dengan baik. Hal ini terlihat dari beberapa aktivitas guru diantaranya membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan pembelajaran, menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab, di mana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), siswa dikatakan tuntas apabila jumlah siswa yang telah mencapai nilai standar ideal 70 mencapai ≥ 85%. Pada penilitian ini, pencapaian nilai ≥ 75 pada siklus 3 melebihi target yang ditetapkan dalam KTSP yaitu mencapai 100% . SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pembelajaran autentik memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus (siklus I, II, III), yaitu 50,97% ; 72,10% ; 77,90%. 2. Penerapan model pembelajaran autentik dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa hasil wawancara yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 model pembelajaran autentik sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. Saran 1. Pembelajaran aktif memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model pembelajaran autentik dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang berbeda sesuai dengan pokok bahasan, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, karena penelitian ini hanya dilakukan di Kelas XI IPA-2 SMA Negeri 1 Sumbawa Besar Tahun Pelajaran 20152016. 4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan- perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik. DAFTAR RUJUKAN Dani, Irfan. 2013. Pengajaran Autentik (online) http://pustaka.pandani. web.id diakses 9 Mei 2016. Donovan, M.S., Bransford, J.D. and Pellegrino, J.W. 1999. How People Learn Bridging Research and Practice. Washington DC: National Academy Press. Kemmis, S. dan Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Deakin: Deakin University. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 18 UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN STRUKTUR DI KELAS IX-1 SMP NEGERI 1 UNTER IWES TAHUN PELAJARAN 2014-2015 BAMBANG IRAWANSYAH Guru PKn SMPN 1 Unter Iwes Email: Bambang [email protected] ABSTRAK Tujuan diadakan penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan ini dilakukan dalam 3 siklus. Dari hasil tindakan yang dilakukan terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dengan mencapai standar ideal. Dari hasil 61,91% pada siklus I, dapat meningkat pada siklus II menjadi 68,53 % dan siklus III mencapai 80,29 %, dan secara klasikal telah mencapai ketuntasan. Hasil penelitian pula menunjukkan bahwa melalui pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-1 dengan ketuntasan mencapai 100%. Kata Kunci: hasil belajar, pembelajaran kooperatif, PENDAHULUAN Dalam pembelajaran PKn, sangat diperlukan strategi pembelajaran yang tepat yang dapat melibatkan siswa seoptimal mungkin baik secara intelektual maupun emosional karena pengajaran PKn menekankan pada keterampilan proses kelas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah guru dan siswa. Selain menguasai materi seorang guru juga dituntut untuk menguasai strategi-strategi penyampaian materi tersebut, cara guru menciptakan suasana kelas akan berpengaruh terhadap respon siswa dalam proses pembelajaran. Apabila guru berhasil menciptakan suasana yang menyebabkan siswa termotivasi aktif dalam belajar akan memungkinkan terjadi peningkatan hasil belajar. Guru PKn di SMP Negeri 1 Unter Iwes selalu merasa tidak puas dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dari hasil ulangan semester diperoleh nilai rata19 rata ketuntasan siswa hanya mencapai 9 orang (26,47%) dari 34 orang siswa yang telah mencapai (KKM). Hambatan yang ditemui antara lain adalah kelas selalu pasif, motivasi siswa untuk belajar sangat rendah dan sangat sulit untuk menimbulkan interaksi baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru, sehingga kelas selalu didominasi oleh guru. Berdasarkan kenyataan yang ada maka peneliti selaku guru PKn di SMP Negeri 1 Unter Iwes mengadakan Penelitian Tindakan Kelas untuk memperbaiki strategi pembalajaran yang motivasi dan aktifitas siswa akan meningkat. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa adalah melalui pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktifitas siswa, meningkatkan interaksi, meningkatkan penguasaan siswa Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 terhadap materi pembelajaran dan akan meningkatkan motivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu pendekatan dari model pembelajaraan Kooperatif adalah Pendekatan Struktural, pada pendekatan ini memberikan pemecahan pada penggunaan struktur yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Diharapkan siswa bekerja sama dan saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih pada penghargaan kooperatif dan penghargaan individu. Pendekatan struktural dikembangkan oleh Spencer Kagen (Ibrahim, 29) yang terdiri dari dua macam struktur yang terkenal yaitu Think–Pair Share (TPS) dan Numbered–Head Together (NHT). Penelitian tindakan kelas ini menggunakan struktur TPS. Ibrahim (2000: 29) TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling memberikan satu sama lain. TPS adalah sebagai ganti tanyajawab seluruh kelas. Dalam pelaksanaan di kelas TPS terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: 1. Thinking. Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri dalam beberapa saat. 2. Pairing. Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah diperkirakannya, disini pasangan akan memberikan berbagai jawaban dan berbagai ide jika persoalan khusus telah diidentifikasi. 3. Sharing. Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang hal yang telah mereka bicarakan, dilakukan bergiliran pasangan demi pasangan sampai lebih kurang seperempat pasangan yang ada di kelas mendapatkan kesempatan untuk melaporkannya. Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana peningkatan hasil belajar PKn melalui pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur di kelas IX-1 SMP Negeri 1 Unter Iwes Tahun Pelajaran 2014-2015 ? 2. Bagaimana efektivitas pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur dalam meningkatkan hasil belajar PKn kelas IX-1 SMP Negeri 1 Unter Iwes Tahun Pelajaran 20142015 ? Hasil Belajar Siswa Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatan belajar, karena “belajar merupakan suatu proses, sedangkan hasil belajar adalah hasil dari proses pembelajaran tersebut” (Slameto, 2003: 45). Seorang siswa belajar merupakan suatu kewajiban. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa tersebut. Menurut Chaplin, pengertian hasil belajar adalah : “Hasil belajar merupakan suatu tingkatan khusus yang diperoleh sebagai hasil dari kecakapan kepandaian, keahlian dan kemampuan di dalam karya akademik yang dinilai oleh guru atau melalui tes prestasi” (Chaplin, JP. 1992: 159). Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 20 Pendapat Chaplin di atas mengandung pengertian bahwa prestasi itu hakikatnya berupa perubahan perilaku pada individu di sekolah, perubahan itu terjadi setelah individu yang bersangkutan mengalami proses belajar mengajar tertentu. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia ingin menerima pengalaman belajar atau yang optimal yang dapat dicapai dari kegiatan belajar di sekolah untuk pelajaran. Hasil belajar seperti yang dijelaskan oleh Poerwadarminta (1993 : 768) adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan). Pengertian hasil belajar menurut Buchari, (1986: 94) adalah hasil yang dicapai atau ditonjolkan oleh anak sebagai hasil belajarnya, baik berupa angka atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai masing-masing anak dalam periode tertentu. Nasution (1972: 45) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan anak didik berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah mengikuti program belajar secara periodik. Dengan selesainya proses belajar mengajar pada umumnya dilanjutkan dengan adanya suatu evaluasi. Di mana evaluasi ini mengandung maksud untuk mengetahui kemajuan belajar atau penguasaan siswa atau terhadap materi yang diberikan oleh guru. Dari hasil evaluasi ini akan dapat diketahui hasil belajar siswa yang biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka. Dengan demikian hasil belajar merupakan suatu nilai yang menunjukkan hasil belajar dari aktifitas yang berlangsung dalam interaksi aktif sebagai perubahan dalam pengetahuan, pemahaman keterampilan dan nilai sikap menurut kemampuan anak dalam 21 perubahan baru. Dalam proses belajar mengajar anak didik merupakan masalah utama karena anak didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran yang diprogramkan di dalam kurikulum. Berdasarkan pengertian tentang hasil belajar maupun faktor-faktor yang mempengaruhinya maka harus diperhatikan faktor-faktor tersebut supaya berpengaruh menguntungkan bagi belajarnya sehingga hasil belajar sebagai suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan baik berupa angka atau huruf dapat meningkat. Pembelajaran Kooperatif Dalam proses pembelajaran diupayakan guru dapat memandirikan siswa untuk belajar, bekerjasama, menilai diri sendiri dan diutamakan agar siswa mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya. Setelah mengikuti pembelajaran siswa memperoleh keterampilan atau kecakapan hidup yaitu sikap dan perilaku siswa yang adaptif, kooperatif, dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan sehari hari secara efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan model atau metode pembelajaran dalam proses pembelajaran agar siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang optimal. Dengan demikian pengalaman belajar siswa yang spesifik dan bermakna bergantung pada kemampuan guru dalam menguasai atau menerapkan metode pembelajaran yang telah dipilih dalam menyampaikan materi pelajaran pada saat proses pembelajaran. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana guru mengajarkan kepada siswa Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 untuk bekerjasama dalam suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Sehingga dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama. Ciri khusus pembelajaran kooperatif yaitu siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampun tinggi,sedang dan rendah, bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari kedudukan sosial dan jenis kelamin yang berbeda. Penghargan lebih berorientasi pada individu (Nur, Muhammad, 1999: 26 ). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan agar siswa atau individu memperoleh pengalaman dan kecakapan hidup antara lain: memiliki rasa tanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi pada kelompoknya, pembagian tugas, kepemimpinan dan tanggung jawab yang sama dengan anggota di dalam kelompoknya, memiliki tujuan yang sama di dalam kelompoknya, ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, pertanggungjawaban secara individual materi yang ditangani di dalam kelompoknya. Selain kecakapan hidup yang diperoleh oleh siswa, pembelajaran kooperatif juga dikembangkan untuk mencapai setidak tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial (Slavin, 1995). Siswa yang tergabung dalam kelompok akan bekerjasama dalam menyelesaikan tugas tugas akademik dan guru yang mengarahkan pada hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi tersebut, sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan akademiknya dan dapat berpikir trampil untuk menyelesaikan materi belajarnya. Dengan latar belakang siswa yang berbeda beda di dalam kelompok, siswa bekerja sama dengan saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama. Sehingga siswa dapat menerima terhadap keragaman , baik ras, budaya, kelas sosial. Dengan demikian pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa tentang ketrampilan kerjasama dan kolaborasi. Model pembelajaran kooperatif dengan strategi investigasi kelompok terdiri dari enam sintaks atau tahapan utama. Keenam tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut: Tahap I Pemilihan topik, dengan kegiatan siswa memilih sub topik khusus di dalam masalah umum yang biasanya telah ditetapkan oleh guru. Tahap II Perencanaan kooperatif, dengan kegiatan siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan yang konsisten dengan sub topik yang telah ditentukan. Tahap III Implementasi, dengan kegiatan siswa merencanakan kegiatan yang telah dikembangkan di tahap kedua. Tahap IV Analisis dan Sintesis, dengan kegiatan siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh dan merencanakan informasi yang diringkas dan akan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh siswa. Tahap V Presentasi hasil final, dengan kegiatan semua kelompok menyajikan hasil penyelidikan dengan cara yang menarik dengan tujuan agar siswa terlibat dengan Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 22 topik yang dibahas. Tahap VI Evaluasi, dengan kegiatan siswa dan guru mengevaluasi tiap kelompok dengan penilaian secara individu atau kelompok. Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif strategi investigasi kelompok dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan diri dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berfikir kritis, dan kemampuan membantu teman. Para ahli teori dan peneliti memberikan pandangan teoritis terhadap pembelajaran kooperatif tentang bagaimana individu belajar dari pengalaman. Pengalaman memberi wawasan, pemahaman dan teknik teknik yang sulit untuk dipaparkan kepada seseorang yang tidak memiliki pengalaman serupa. Tingkah laku kooperatif dipandang sebagai dasar demokrasi dan sekolah dipandang sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi. Kelas seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata, guru menciptakan di dalam lingkungan belajarnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan berpartisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar ketrampilan sosial 23 yang penting, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan ketrampilan berpikir logis. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif secara garis besar ditentukan oleh dua hal, yaitu tugas tugas perencanaan dan tugas tugas interaktif. Tugas tugas perencanaan memilih pendekatan, memilih materi yang sesuai,pembentukan kelompok siswa, pengembangan materi dan tujuan, mengenalkan kepada siswa tugas dan peran, dan merencanakan waktu dan tempat. Sedangkan tugas tugas interaktif adalah sesuai dengan sintaks atau langkah langkah model pembelajaran kooperatif strategi investigasi kelompok, yaitu pemilihan topik, perencanaan kooperatif, implementasi, analisis dan sintesis, presentase hasil final, dan evaluasi. Arends (1997), pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajarnya b) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah c) Bila memungkinkan, anggota berasal dari suku, ras budaya, jenis kelamin yang berbeda d) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti langkah-langkah seperti pada tabel berikut: Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 Tabel 1. Langkah-langkap Pembelajaran Kooperatif METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX-1 sebanyak 34 orang siswa. Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang dilakukan secara bertahap-tahap sampai mendapatkan hasil yang diinginkan di SMPN 1 Unter Iwes. Tindakan dilaksanakan dalam 3 siklus 1. Kegiatan dilaksanakan dalam semester Genap tahun pelajaran 2014-2015. 2. Lama penelitian 6 pekan efektif dilaksanakan mulai tanggal 08 Januari sampai dengan 14 Februari 2015. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut (Arikunto, 2007) adalah seperti gambar berikut ; Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan kelas Perencanaan Tahapan ini berupa rancangan tindakan yang menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Pada PTK di mana peneliti dan guru adalah orang yang berbeda, dalam tahap menyusun rancangan harus ada kesepakatan antara keduanya. Rancangan harus dilakukan bersama antara guru yang akan melakukan tindakan dengan peneliti yang akan mengamati proses jalannya tindakan. Hal tersebut untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan pengamatan yang dilakukan. Tindakan Pada tahap ini, rancangan tindakan tersebut tentu saja sebelumnya telah dilatih kepada si pelaksana tindakan (guru) untuk dapat diterapkan di dalam kelas sesuai dengan skenarionya. Skenario dari tindakan harus dilaksanakan dengan baik dan tampak wajar. Tahap ini sebenarnya berjalan bersamaan dengan saat pelaksanaan. Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan, jadi, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 24 Pada tahap ini peneliti (atau guru apabila ia bertindak sebagai peneliti) melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan format observasi / penilaian yang telah tersusun, termasuk juga pengmatan secara cermat pelaksanaan skenario tindakan dari waktu ke waktu serta dampaknya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Tahap selanjutnya adalah refleksi, tahap ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya. Refleksi dalam PTK mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika terdapat masalah dari proses refleksi maka dilakukan proses pengkajian ulang melalui siklus berikutnya yang meliputi kegiatan: perencanaan ulang, tindakan ulang, dan pengamatan ulang shingga permasalahan dapat teratasi. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu : 1 Siswa 2 Guru 25 data : Diperoleh tentang hasil belajar siswa dalam pelajaran PKn data : Diperoleh tentang penggunaan Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur. Dalam pengumpulan data teknik yang digunakan adalah menggunakan observasi dan angket. Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus dianggap sudah berhasil apabila terjadi peningkatan hasil belajar siswa apabila 85% siswa (kelas yang diteliti) telah mencapai ketuntasan dengan standar ideal 75. Jika peningkatan tersebut dapat dicapai pada tahap siklus 1 dan 2, maka siklus selanjutnya tidak akan dilaksanakan karena tindakan kelas yang dilakukan sudah dinilai efektif sesuai dengan harapan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dalam analisis data teknik yang digunakan adalah kuantitatif, Analisis ini akan digunakan untuk menghitung besarnya peningkatan hasil belajar siswa dengan menerapkan Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur menggunakan prosentase (%). Kualitatif, teknik analisis ini akan digunakan untuk memberikan gambaran hasil penelitian secara; reduksi data, sajian deskriptif, dan penarikan simpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perencanaan Tindakan Penelitian ini menggunakan pembelajaran melalui penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur dalam peningkatan hasil belajar siswa pelajaran PKn kelas IX-1 SMP Negeri 1 Unter Iwes. tujuan yang diharapkan pada pertemuan pertama dalam pelajaran PKn, penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 Untuk mencapai tujuan di atas, peneliti yang bertindak sebagai guru melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a) Menyusun instrumen pembelajaran b) Menyusun Instrumen Monitoring c) Sosialisasi kepada siswa d) Melaksanakan tindakan dalam pembelajaran e) Melakukan refleksi f) Menyusun strategi pembelajaran pada siklus ke dua berdasar refleksi siklus pertama g) Melaksanakan pembelajaran pada siklus kedua h) Melakukan Observasi i) Melakukan refleksi pada siklus kedua j) Menyusun strategi pembelajaran pada siklus ketiga berdasar refleksi siklus kedua k) Melaksanakan pembelajaran pada siklus ketiga l) Melakukan Observasi m) Melakukan refleksi pada siklus ketiga n) Menyusun laporan Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan Pelaksanaan tindakan dalam penelitian dilakukan 3 siklus yang terdiri dari tiga kali pertemuan. Waktu yang digunakan setiap kali pertemuan adalah 2 x 40 menit. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 08 s.d 17 Januari 2015 dan pertemuan kedua pada tanggal 24 s.d 31 Januari 2015, dan pertemuan ke tiga 07 s.d 14 Februari 2015. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan sesuai dengan prosedur rencana pembelajaran dan skenario pembelajaran. SIKLUS I b) Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengolaan pembelajaran. c) Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 08 s.d 17 Januari 2015 di SMP Negeri 1 Unter Iwes Tahun pelajaran 2014-2015. dengan jumlah siswa 34 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I. adalah seperti pada tabel berikut : Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 26 Tabel 2. Distribusi Nilai tes pelajaran PKN dengan Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Struktur Pada Siklus I Ketrangan : Jumlah Siswa yang tuntas : 16 Orang Jumlah Siswa yang belum tuntas : 18 Orang Kelas : belum tuntas. Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 27 61,91% atau ada 16 siswa dari 34 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 47,06%, lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur. d) Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut: 1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran 2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu 3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung. e) Revisi Rancangan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. 1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Di mana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasiinformasi yang dirasa perlu dan memberi catatan 3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias. SIKLUS II a. Tahap perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 24 s.d 31 Januari 2015 di SMP Negeri 1 Unter Iwes tahun pelajaran 2014-2015. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut. Tabel 3. Tabel Distribusi Nilai tes Pelajaran PKn dengan Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Struktur Pada Siklus II Ketrangan : Jumlah Siswa yang tuntas : 28 Orang Jumlah Siswa yang belum tuntas : 6 Orang Kelas : belum tuntas. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 28 Dari tabel di atas diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa adalah 68,53% dan ketuntasan belajar mencapai 82,35% atau ada 28 siswa dari 34 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan cukup lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dalam menerapkan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur. c. Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut : 1) Memotivasi siswa 2) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep 3) Pengelolaan waktu d. Revisi Pelaksanaaan Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangankekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus III antara lain: 1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung. 2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. 29 3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep. 4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar. SIKLUS III a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap kegiatan dan pengamatan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 07 s.d 14 Februari 2015 di SMP Negeri 1 Unter Iwes tahun pelajaran 2014-2015 dengan jumlah siswa 34 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut: Tabel 4. Tabel Distribusi Nilai tes Pelajaran PKn dengan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur Pada Siklus III Ketrangan : Jumlah Siswa yang tuntas : 34 Orang Jumlah Siswa yang belum tuntas : - Orang Kelas : sudah tuntas. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 30 Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 80,29% dari 34 siswa telah tuntas secara keseluruhan. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 100% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur, sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Di samping itu ketuntasan ini juga dipengaruhi oleh kerja sama dari siswa yang telah menguasai materi pelajaran untuk mengajari temannya yang belum menguasai. c. Refleksi Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut: 1. Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. 31 2. Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung. 3. Kekurangan pada siklussiklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4. Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan. d. Revisi Pelaksanaan Pada siklus III guru telah menerapkan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur, dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur, dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I, siklus II dan siklus III menunjukkan hasil sebagai berikut: Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 Tabel 5. Analisis Hasil Tes Pelajaran PKn dengan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur Sebelum dan Sesudah diberi Tindakan Analisis Data Deskriptif Kuantitatif 1. Pencapaian hasil belajar siswa sebelum diberi tindakan ; = 2105 x100% = 61,91% 3400 2. Pencapaian hasil belajar siswa setelah diberi tindakan pengelompokan siswa berdasarkan nomor panggilan (acak berdasarkan tempat duduk ) = 2330 x 100% = 68,53% 3400 3. Pencapaian hasil belajar siswa setelah diberi tindakan pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan akademik = 2730x 100% = 80,29% 3400 Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa: a. Terjadi peningkatan prestasi setelah diberi tindakan yaitu 61,91% menjadi 68,53% ada kenaikan sebesar = 6,62%. b. Dari sebelum tindakan untuk PKn (siklus I) dan setelah tindakan sampai dengan (siklus II) 61,91% menjadi 68,53%, dan dari (siklus 2) ke (siklus III) juga ada peningkatan sebanyak 80,29% 68,53% = 11,76%. c. Rata – rata siswa sebelum diberi tindakan 47,06% (siklus I) naik 82,35% siklus II, dan siklus III meningkat menjadi 100%. Refleksi dan Temuan Berdasarkan pelaksanaan tindakan maka hasil observasi nilai, hasil dapat dikatakan sebagai berikut : a. Pertemuan pertama kegiatan belajarmengajar menerapkan pembelajaran dengan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur belum berhasil karena dalam pembelajaran masih terlihat siswa yang bermain, bercerita, dan mengganggu siswa lain; Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 32 b. Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur, dalam hal peningkatan prestasi belum tampak, sehingga hasil yang dicapai tidak tuntas. c. Mungkin karena proses belajar mengajar yang dilakukan adalah Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur yang baru mereka laksanakan sehingga siswa merasa kaku dalam menerapkannya. d. Akan tetapi setelah dijelaskan, mereka bisa mengerti dan buktinya pada pertemuan kedua dan ketiga proses kegiatan belajar - mengajar berjalan baik, semua siswa aktif dan lebih-lebih setelah ada rubrik penilaian proses, seluruh siswa langsung aktif belajar. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu; 61,06% ; 68,53%; 80,29%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses Pembelajaran Kooperatif dengan 33 Pendekatan Struktur dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. 3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan pembelajaran, menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab di mana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka hasil belajar siswa untuk pelajaran PKn menerapkan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur hasilnya sangat baik. Hal itu tampak pada pertemuan pertama dari 23 orang siswa yang hadir pada saat penelitian ini Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 dilakukan nilai rata-rata mencapai 61,91%; 68,53 % ; 80,29%. Dari analisis data di atas bahwa Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur diterapkan pada pelajaran PKn kelas IX-1, yang berarti proses kegiatan belajar mengajar lebih berhasil dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada siswa kelas IX-1 di SMP Negeri 1 Unter Iwes, oleh karena itu diharapkan kepada para guru SMP dapat melaksanakan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur di kelas IX. Berdasarkan kerikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) siswa dikatakan tuntas apabila siswa telah mencapai nilai standar ideal 75 mencapai ≥ 85%. Sedangkan pada penilitian ini, pencapai nilai ≥ 75 pada ( siklus III) mencapai melebihi target yang ditetapkan dalam KTSP yaitu mencapai 100 % Simpulan Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pembelajaran dengan menggunakan Metode Inquiri Suchman memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 1 Unter Iwes yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu ; 61,91% (siklus I) ; 68,53 % (siklus II) ; 80,29% (siklus III). 2. Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur pada pelajaran PKn mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 3. Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur efektif untuk meningkatkan kembali materi ajar yang telah diterima siswa selama ini, sehingga mereka merasa siap untuk menghadapi pelajaran berikutnya. Saran-Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar di sekolah menengah pertama (SMP) lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut : 1. Pembelajaran memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan kegiatan penemuan, walau dalam taraf yang sederhana, di mana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SMP Negeri 1 Unter Iwes tahun pelajaran 20142015. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 34 DAFTAR RUJUKAN Arends, R. 1997. Classroom Instructional and Management. New York: McGraw Hill Companies Arikunto, Suharsimi. 2007. Tindakan Kelas. Remaja Rosdakarya Penelitian Bandung: Buchari, Mochtar. 1986. Dasar- Dasar Kependidikan. Bandung: Tarsito. Chaplin, JP. 1992. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Pustaka Jaya Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA Press. Nasution. 1972. Psikologi Pengajaran Nasional. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nur, Muhamad, dkk. 1999. Teori Belajar. Surabaya: Unesa Press. Poerwadarminta, W.J.S. 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Slavin, 35 Robert, E. 1995. Cooperative Learning: Theory, and Practice. Second Edition. Boston: Allyn and Bacon. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN SISWA PADA POKOK BAHASAN SURAT DINAS MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 1 PLAMPANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ASIAH SMP Negeri 1 Plampang ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan strategi pembelajaran aktif dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia pada kelas VIII-1 SMPN 1 Plampang Tahun Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research) dengan 2 siklus. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif komparatif yakni membandingkan hasil belajar pada kondisi awal dengan hasil yang dicapai pada setiap siklus, dan analisis deskriptif kualitatif dengan membandingkan hasil observasi pada siklus I dan siklus II. Hasil penelitian menujukkan peningkatan pemahaman yang utuh terhadap konsep menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku. Peningkatan ketuntasan nilai siswa berdasarkan standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran yang sudah sudah ditentukan meningkat dengan baik. Ini terlihat pada pra siklus siswa yang belum tuntas sebanyak 19 siswa atau 53%, kemudian pada siklus I siswa yang belum tuntas berkurang menjadi 9 siswa atau 25% dan pada siklus II semua siswa sudah mencapai ketuntasan belajar. Kata Kunci: strategi pembelajaran aktif, hasil belajar siswa, surat dinas. PENDAHULUAN Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar pendidikan di semua jenis dan jenjang pendidikan formal mulai dari taman kanak–kanak sampai dengan perguruan tinggi yang memegang peranan penting dalam pembaharuan dan peningkatan mutu pendidikan. Pada tahap perencanaan, pendekatan tertentu yang dipilih akan tampak pada rumusan tujuan pengajaran, pengembangan bahan pengajaran, penentuan langkah kegiatan (metode dan teknik) yang dipilih, media dan sumber belajar yang dimanfaatkan, bentuk model, dan strategi penilaiannya. Sedangkan dalam pelaksanaan pengajaran pendekatan yang dipilih akan tampak pada aktifitas yang dilaksanakan baik guru maupun oleh siswa dalam interaksinya. Selanjutnya dalam tahap evaluasi, pendekatan yang dipilih akan tampak pada bentuk model dan strategi yang dilaksanakan berdasarkan apa yang tertuang dalam rencana pengajaran. Oleh karena itu guru selayaknya memahami bagaimana memilih dan menata bahan sehingga mencapai sasaran belajar secara lebih efektif dan efisien. Pembelajaran tentang surat dinas menjadi bekal bagi siswa untuk memahami format, bentuk serta hal-hal lain yang berkaitan dengan surat dinas. Ini dimaksudkan agar nantinya ketika siswa sudah terjun dalam masyarakat dapat membedakan macam-macam surat yang ada dalam masyarakat. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 44 Pemahaman konsep ini perlu dilakukan agar tidak terjadi berbagai macam penipuan, karena saat ini muncul berbagai macam penipuan baik atas nama pemerintah maupun lembaga kemasyarakatan lainnya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Penerapan Strategi Strategi Pembelajaran Aktif dapat Meningkatkan Hasil Belajar dan Keaktifan Siswa pada Pokok Bahasan Surat Dinas Siswa Kelas VIII-A Di SMPN 1 Plampang Sumbawa tahun pelajaran 2014/2015?” Strategi Pembelajaran Aktif yang diterapkan berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran pada materi surat dinas. Maka tujuan yang hendak dicapai dalam PTK ini adalah: 1. Meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. 2. Mengetahui Penerapan Strategi Strategi Pembelajaran Aktif dapat digunakan pada pelajaran Bahasa Indonesia Hasil Belajar Hasil belajar merupakan puncak dari proses belajar. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2007: 5). Perolehan aspekaspek perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh belajar. Oleh karena itu apabila seorang siswa belajar tentang konsep maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah pemahaman konsep. Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang dicapai oleh siswa setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan diskripsi tentang 45 perubahan perilaku yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi (Anni, 2007: 5). Pendapat yang senada dikemukakan oleh Djamarah dkk (2002 : 117) bahwa hasil belajar merupakan bentuk untuk memberi umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remidial bagi siswa yang belum berhasil. Artinya suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khususnya tercapai. Berdasarkan pengertian di atas , dapat dipahami bahwa hasil belajar terfokus pada angka yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran di sekolah dengan indikator 1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok. 2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran / instruksional khusus telah tercapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok. Keaktifan Siswa Keaktifan Siswa menurut pandangan ilmu jiwa modern menyatakan bahwa jiwa manusia sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri. Oleh karena itu secara alami siswa juga bisa menjadi aktif, karena adanya motivasi dan didorong oleh bermacam-macam kebutuhan (Sardiman, 2011: 99). Motivasi itu sendiri dimaknai sebagai kekuatan yang menggerakkan seseorang untuk aktif melakukan suatu aktivitas demi tercapai apa yang ia harapkan. Oleh karena itu sebelum meningkatkan keaktifan siswa, guru harus dapat meningkatkan motivasi siswa Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 Sardiman (1986: 2) untuk melihat terwujudnya cara belajar siswa aktif dalam proses belajar mengajar, terdapat beberapa indikator. Melalui indikator tersebut dapat dilihat tingkah laku mana yang muncul dalam suatu proses belajar mengajar, berdasarkan apa yang telah dirancang guru selama ini dalam kegiatan pembelajaran. Indikator tersebut diantaranya adalah : 1. Keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan dan permasalahan. 2. Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisispasi dalam kegiatan, proses dan kelanjutan belajar. 3. Penampilan berbagai usaha / kekreatifan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar. 4. Kebebasan atau keleluasaan melakukan hal tersebut tanpa tekanan guru (kemandirian belajar). Keaktifan peserta didik dalam pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, peserta didik juga dapat berlatih untuk berfikir kritis, dan dapat memecahkan dalam kehidupan sehari–hari. Selain itu, guru dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Beberapa aspek yang dapat menunjukkkan indikator siswa dalam pembelajaran adalah : 1. Peserta didik mau mendengarkan dan memperhatikan guru dalam kegiatan belajar mengajar 2. Didalam kelas terjadi diskusi antar siswa. 3. Seorang siswa antusias dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, 4. Memunculkan aktivitas, partisispasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. 5. Menyimpulkan setiap materi yang pembelajaran. disampaikan dalam Secara umum pembelajaran yang menyenangkan saat belajar mengajar dapat meningkatkan daya tarik siswa, guru dapat menggunakan berbagai cara dalam membangkitkan semangat siswa untuk giata belajar, salah satunya dengan menerapkan metode belajar yang benar dan dapat memanfaatkan media pembelajaran untuk menjadikan pembelajaran yang menarik minat siswa dalam belajar. Strategi Pembelajaran Learning Strategy) Aktif (Active Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Mulyasa (2004: 241) mengemukakan bahwa active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi active learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 46 diperhatikan konvensional. pada pembelajaran Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. METODE Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Plampang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dasar pertimbangan penentuan lokasi penelitian ini dengan pertimbangan sekolah tersebut adalah tempat mengajar sehingga memudahkan dalam mencari data dan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2014 pada tahun ajaran 2014/2015 pada semester ganjil. Lama penelitian mulai dari pengajuan proposal sampai penulisan laporan. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada hari efektif sesuai dengan jadwal jam pelajaran. Dalam penelitian ini kami menggunakan dua siklus, untuk melihat peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa pada pokok bahasan surat dinas melalui strategi pembelajaran aktif pada siswa pelajaran Bahasa Indonesia. Sebelum pelaksanaan PTK akan dibuat berbagai input instrumental yang akan 47 digunakan untuk memberi perlakuan dalam PTK, yaitu rencana pembelajaran yang akan dijadikan PTK, yaitu standar kompetensi mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat dinas dan petunjuk.Selainitu juga akan dibuat perangkat pembelajaran yaitu berupa: 1) lembar kerja siswa, 2) lembar observasi dan 3) lembar evaluasi. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, sebagai subjek penelitian sebanyak 36 orang siswa terdiri dari 18 lakilaki dan 18 perempuan. Data yang dikumpulkan dari siswa meliputi data hasil tes tertulis dan pengamatan proses pembelajaran melalui lembar observasi. Tes tertulis dilaksanakan pada setiap akhir siklus yang terdiri atas materimengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat dinas dan petunjuk. Selain siswa sebagai sumber data, penulis juga menggunakan teman sejawat sesama guru sebagai sumber data. Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan teknik tes dan non tes. Tes tertulis digunakan pada akhir siklus I dan siklus II, yang terdiri atas materi mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat dinas dan petunjuk. Sedangkan teknik non tes meliputi teknik observasi dan dokumentasi. Observasi digunakan pada saat pelaksanaan penelitian tindakan kelas kemampuan atas materi mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat dinas dan petunjuk siklus I dan siklus II. Sedangkan teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data khususnya nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia. Alat pengumpulan data meliputi: a. Tes tertulis b. Non tes, meliputi lembar observasi, dokumen dan kuesioner. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 Validasi data meliputi validasi hasil belajar dan validasi proses pembelajaran. Validasi hasil belajar dikenakan pada instrumen penelitian ini berupa tes. Validasi ini meliputi validasi teoritis dan validasi empirid. Validasi teoritis artinya mengadakan analisis instrumen yang terdiri atas face validity (tampilan tes), content validity (validitas isi) dan contruct validity (validitas konstruksi). Validitas empiris artinya analisis terhadap butir-butir tes, yang dimulai dari pembuatan kisi-kisi soal, penulisan butirbutir soal , kunci jawaban dan kriteria pemberian skor. Validasi proses pembelajaran dilakukan dengan teknik triangulasi yang meliputi triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan observasi terhadap subyek penelitian yaitu kelas VIII-1 SMPN 1 Plampang. Triangulasi metode dilakukan dengan penggunaan metode dokumentasi selain metode observasi. Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data pendukung yang diperlukan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif, yang meliputi : 1. Analisis deskriptif komparatif hasil belajar dengan cara membandingkan aktivits belajar pada siklus I dengan siklus II. 2. Analisis deskritif kualitatif hasil observasi dengan cara membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) siklus. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi (Arikunto dkk, 2012: 122). HASIL PENELITIAN Deskripsi Hasil Siklus I 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan dalam siklus I dapat diuraikan sebagai berikut : a. Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran Materi yang dipilih dalam penelitian ini pada Standar Kompetensi Mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat dinas dan petunjuk yang mencakup Kompetensi Dasar yaitu menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku. Berdasarkan materi yang dipilih tersebut, kemudian setiap KD disusun dalam 1 RPP yang masing-masing diberikan alokasi waktu 40 menit (2 x pertemuan), artinya setiap RPP disampaikan dalam 1 kali tatap muka). Dengan demikian, selama siklus I terjadi 2 kali tatap muka. b. Pembentukan kelompok belajar Pada siklus I, siswa dalam satu kelas dibagi menjadi 18 kelompok kecil yang beranggotakan 2 orang (the power of two) dengan memperhatikan heterogenitas Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 48 baik baik kemampuan dan gender. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus I dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Pelaksanaan Tatap Muka Tatap muka I dan II dengan RPP tentang materi, strategi pembelajaran dengan strategi aktif tipe card sort, index card math dan the power of two dengan panduan Lembar Kerja Siswa (LKS). Adapun langkahlangkah sebagai berikut : 1) Guru secara klasikal menjelaskan strategi pembelajaran yang harus dilaksanakan siswa. 2) Secara klasikal guru mendemonstrasikan pembelajaran menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku. 3) Secara kelompok siswa menentukan menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku pada Lembar Kerja Siswa. 4) Secara kelompok siswa berdiskusi menyelesaikan LKS. 5) Secara kelompok siswa bertanya jawab antar kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. 49 6) Kelompok yang mendapat skor paling tinggi mendapat hadiah. 7) Guru memberi umpan balik hasil pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dengan mengadakan evaluasi berupa tes. 8) Guru menilai hasil evaluasi 9) Guru memberikan tindak lanjut Proses kegiatan pada siklus satu dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif. Sekilas gambaran proses pembelajaran pada siklus I, guru tidak lagi mentransfer materi pada siswa, tapi siswa secara aktif membangun kemandirian dan bekerja sama dalam kelompokn untuk mencari materi serta mendiskusikannya. Siswa tampak aktif dan bergairah dalam pembelajaran. Dalam kegiatan ini mereka saling bekerja sama dan bertanggung jawab untuk berkompetisi dengan kelompok lain dalam menyelesaikan lembar kerja siswa. b. Observasi Observasi dilaksanakan pada keseluruhan kegiatan tatap muka, dalam hal ini observasi dilakukan oleh 3 (tiga) observer yaitu guru (teman sejawat). Hasil observasi digunakan sebagai bahan refleksi dan untuk merencanakan rencana tindakan pada siklus II. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 3. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan pada siklus I dapat dideskripsikan seperti pada tabel berikut : Tabel 1. Hasil Rekap Nilai Tes Siklus I Sumber : Hasil tabulasi data Agustus 2014 Berdasarkan data tabel 1 di atas, dapat digambarkan dengan grafik dibawah ini % % % % Siklus I% Gambar 1. Diagram Hasil Belajar Dari hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 5 siswa (15%), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 13 siswa (36%), sedangkan yang mendapat C (cukup) adalah 10 siswa (29%), sedangkan yang mendapat nilai D (kurang) adalah 8 (22%) dan yang mendapat nilai E (sangat kurang) adalah 0 siswa (0 ). Tabel 2. Ketuntasan Belajar Siswa Hasil Tes Siklus I Jumlah Siswa No. Ketuntasan Siklus I Belajar Jumlah Persen 1. Tuntas 27 75 % 2. Belum Tuntas 9 25 % Jumlah 36 100 % Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 36 siswa terdapat 27 atau 75% yang sudah mencapai ketuntasan belajar. sedangkang 9 siswa atau 25% belum mencapai ketuntasan. 4. Refleksi Berdasarkan hasil tes kemampuan awal dengan hasil tes kemampuan siklus I dapat dilihat adanya pengurangan jumlah siswa yang masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Pada pra siklus jumlah siswa yang dibawah KKM sebanyak 19 siswa dan pada akhir siklus I berkurang menjadi 8 siswa. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan belajar jika dibandingkan dengan pra siklus, seperti disajikan dalam tabel berikut : Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 50 Tabel 3. Perbandingan Hasil Nilai Tes Pra Siklus dan Siklus I No. Hasil Tes Jumlah siswa yang (dalam Berhasil huruf) Pra Siklus I Siklus 1 E 7 0 2 D 12 8 3 C 11 10 4 B 5 13 5 A 1 5 Jumlah 36 36 Sumber : Hasil Tabulasi data Agustus 2014 Peningkatan hasil tes kemampuan belajar pada pra siklus siswa yang mendapat nilai E (sangat kurang) ada 7 siswa, pada siklus I tidak ada siswa yang mendapat nilai E (sangat kurang). Peningkatan ketuntasan belajar siswa hasil pra siklus dan siklus I, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4. Perbandingan Ketuntasan Belajar Antara Pra Siklus dengan Siklus I No Ketuntasan 1. Tuntas 2. Belum Tuntas Jumlah Jumlah Siswa Pra Siklus Siklus I Jlh Persen Jlh Persen 17 47 % 27 75 % 19 53 % 9 25 % 36 100 % 36 100 % Sumber : Tabulasi data September 2014 Peningkatan hasil ketuntasan kelas nampak ada perubahan antara pra siklus dan dengan siklus I, mengalami peningkatan dari 17 siswa yang tuntas menjadi 28 siswa yang tuntas, dan dari 19 siswa yang tidak tuntas menjadi 8 siswa yang tidak tuntas. 51 Walaupun sudah terjadi kenaikan seperti tersebut di atas, namun hasil tersebut belum optimal. Hal ini dapat terlihat dari hasil observasi dan wawancara bahwa dalam kegiatan pembelajaran masih terdapat beberapa siswa belum menguasai materi nampak pada hasil soal yang telah dikerjakan, tipe strategi aktif card sort dan index card match perlu dikembangkan lagi agar aktivitas siswa lebih aktif. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan pembelajaran pada siklus II. Deskripsi Hasil Siklus II Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan dalam siklus II dapat diuraikan sebagai berikut : a. Pemilihan materi dan penyusunan rencanaan pelaksanaan pembelajaran Dalam siklus II, pada hakikatnya merupakan perbaikan atas kondisi siklus I. Atas dasar materi pelajaran tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut adalah 4 x 40 menit dengan 2 kali tatap muka. b. Pembentukan kelompok siswa Pada siklus II, strategi pembelajaran yang digunakan Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 adalah strategi pembelajaran aktif tipe card sort, index card match dan the power of two dengan meningkatkan kemampuan individu dan kelompok. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Pelaksanaan Tatap Muka Tatap muka III dan IV dengan RPP tentang materi Bahasa Indonesia. Metode pembelajaran yang digunakan adalah strategi pembelajaran aktif. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : 1) Guru memberikan motivasi pentingnya strategi index card sort, index card match dan the power of two. 2) Guru melatih sisiwa untuk menerapkan strategi belajar aktif dan melaksanakannya. 3) Mengevaluasi tugas latihan dengan latihan mandiri dan kemampuan kelompok untuk the power of two. 4) Membimbing siswa untuk merangkum pelajaran 5) Guru memberikan evaluasi dengan tes 6) Guru menilai hasil evaluasi. Pada pelaksanaan pembelajaran pada siklus II siswa belajar secara kelompok, namun dalam kegiatan kelompok ini siswa tertantang untuk lebih mandiri dalam menguasai materi. Karena disamping belajar secara kelompok, namun antar individu mereka harus berkompetisi secara pribadi. b. Observasi Observasi dilaksanakan pada keseluruhan kegiatan tatap muka, dalam hal ini observasi dilakukan oleh 3 (tiga) observer yaitu guru sejawat. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Hasil observasi digunakan sebagai bahan refleksi. 3. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan pada siklus II dapat dideskripsikan seperti pada tabel 7 berikut : Tabel 5. Rekap hasil Belajar Siklus II No. Hasil (angka) Hasil (huruf) Arti Jlh Siswa % 1 66 – 70 C Cukup 2 5% 2 71 – 79 B Baik 22 62% 3 80 – 89 A 9 25% 4 90-100 A Sangat Baik Sangat Baik 3 8% 36 100% Jumlah Pada siklus II siswa yang memperoleh nilai E (sangat kurang) tidak ada (0%), siswa yang mempunyai nilai D (kurang) tidak ada (0%), siswa yang mempunyai nilai C (cukup) sejumlah 2 siswa (5%), siswa yang mempunyai nilai B (baik) sejumlah 22 siswa (62%) dan siswa yang mendapat nilai A (sangat baik) sejumlah 12 siswa (33%). Ketuntasan belajar pada siklus II dapat ditabulasikan seperti pada tabel 6 di bawah ini : Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 52 Tabel 6. Ketuntasan Belajar Siklus II Jumlah Siswa No. Ketuntasan Siklus II Belajar Jumlah Persen 1. Tuntas 36 100 % 2. Belum 0 0% Tuntas Jumlah 36 100 % Berdasarkan data tabel 6 tentang ketuntasan belajar menunjukkan semua siswa telah mengalami ketuntasan belajar. berdasarkan data tersebut diatas dapat diketahui bahwa siswa yang mencapai ketuntasan 100% yang berarti sudah peningkatan dan sudah memenuhi standar KKM yang ditetapkan 65. 4. Refleksi Berdasarkan nilai hasil siklus I dan hasil siklus II dapat diketahui bahwa strategi pembelajaran aktif dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa pada Standar Kompetensi Mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat dinas dan petunjuk khususnya pokok bahasan Menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku pada kelas VIII-1 SMP Negeri 1 Plampang tahun Pelajaran 2014/2015. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan strategi pembelajaran aktif pokok bahasan menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah 53 dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku pada siswa kelas VIII-1 SMP Negeri Plampang Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal tersebut dapat dianalisis dan dibahas sebagai berikut : 1. Pembahasan Pra Siklus I a. Hasil Belajar Pada awalnya siswa kelas VIII-1 memperoleh nilai rata-rata pelajaran pada pokok bahasan menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku. Salah satu penyebab utamanya adalah strategi pembelajaran yang kurang tepat dan kurangnya pemanfaatan media pembelajaran. Sebelum dilakukan tindakan, guru terlebih dahulu memberikan tes. Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 36 siswa terdapat 17 siswa atau 47% yang baru mencapai ketuntasan belajar dengan skor standar Kriteria Ketuntasan minimal, sedangkan 19 siswa atau 53% belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. b. Proses pembelajaran Proses pembelajaran pada pra siklus menunjukkan bahwa siswa masih pasif, karena tidak diberi respon yang menantang. Siswa masih bekerja secara individual, tidak tampak kreatifitas siswa maupun gagasan yang muncul. Siswa terlihat jenuh dan bosan tanpa gairah karena pembelajaran selalu monoton. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 2. Pembahasan Siklus I Hasil tindakan pembelajaran pada siklus I, berupa hasil tes dan non tes. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus I diperoleh keterangan sebagai berikut : a. Hasil Belajar Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 25 siswa terdapat 9 siswa atau 25% yang belum mencapai ketuntasan belajar. sedangkan 27 siswa atau 75% sudah mencapai ketuntasan. b. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus I sudah menunjukkan adanya perubahan, meskipun semua siswa belum terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan adanya kemampuan pribadi terbentuk dan keaktifan meningkat serta kerja kelompok sudah terjalin. Hasil antara kondisi awal dengan siklus I telah menunjukkan adanya perubahan, meskipun belum semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil tes akhir siklus I ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal atau sebelum dilakukan tindakan. Dari hasil refleksi siklus I dapat disimpulkan bahwa bahwa melalui proses penerapan strategi pembelajaran aktif mengalami peningkatan baik hasil belajar, ketuntasan belajar dan keaktifan siswa meningkat. Pada siklus ini belum semua siswa mencapai ketuntasan karena ada sebagian siswa yang belum mengetahui tentang jenis-jenis surat dinas. 3. Pembahasan Siklus II Hasil tindakan pembelajaran pada siklus II berupa hasil tes dan non tes. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus II diperoleh keterangan sebagai berikut a. Hasil Belajar Dari pelaksanaan tindakan siklus II dapat diketahui bahwa yang mendapatkan nilai sangat baik (A) adalah 12 siswa atau 33%, sedangkan yang mendapatkan nilai baik (B) adalah 22 siswa atau 62%, sedangkan yang mendapat nilai cukup (C) adalah 2 orang atau 5%. Sedangkan yang mendapat nilai kurang (D) dan sangat kurang (E) tidak ada. b. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa sudah mengenal jenis-jenis surat dinas dan strategi pembelajaran aktif. Ada interaksi antar siswa secara individu maupun kelompok serta antar kelompok. Kemampuan mandiri siswa terbentuk dan interaksi Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 54 kelompok sudah terjalin baik. Ada persaingan positif antar kelompok untuk mendapatkan penghargaan dan menunjukkan jati diri pada siswa. Hasil antara siklus I dengan siklus II ada perubahan signifikan, hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil tes akhir siklus II ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada siklus I. Secara umum dari hasil pengamatan dan tes sebelum pra siklus, hingga siklus II, dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan strategi pembelajaran aktif meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa pada pokok bahasan menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku pada siswa kelas VIII-1 SMPN 1 Plampang Tahun pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian Dari hasil penelitian, dapat dilihat dan telah terjadi peningkatan pemahaman yang utuh terhadap konsep menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku. Peningkatan ketuntasan nilai siswa berdasarkan standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran yang sudah sudah ditentukan meningkat dengan baik. Ini terlihat pada pra siklus siswa yang belum 55 tuntas sebanyak 19 siswa atau 53%, kemudian pada siklus I siswa yang belum tuntas berkurang menjadi 9 siswa atau 25% dan pada siklus II semua siswa sudah mencapai ketuntasan belajar. Pada akhir pembelajaran terdapat perubahan positif mengenai menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku. Dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif ternyata mampu meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa pada pokok bahasan menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Hasil belajar merupakan hal penting yang harus diketahui guru untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam aktivitas belajar yang sudah dilakukan. Hasil belajar diukur melalui evaluasi pembelajaran. Evaluasi ini didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Strategi pembelajaran aktif bisa digunakan untuk mengembangkan nilai-nilai kerjasama, komunikatif, empati, kerja keras. Sedangkan fase atau langkah-langkah dalam strategi pembelajaran aktif adalah Fase 1: Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan Siswa, Fase 2: Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, Fase 3 : Membimbing pelatihan, Fase 4 : Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik dan Fase 5: Memberikan kesempatan untuk Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 pelatihan lanjutan dan penerapan. Sedangkan strategi pembelajaran aktif bisa digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, ini terlihat dalam hasil penelitian pada pra siklus siswa yang belum tuntas sebanyak 19 siswa atau 53%, kemudian pada siklus I siswa yang belum tuntas berkurang menjadi 9 siswa atau 25% dan pada siklus II semua siswa sudah mencapai ketuntasan belajar. Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka dikemukakan saran bahwa guru hendaknya menerapkan strategi pembelajaran aktif sesuai dengan materi yang diajarkan dan hendaknya guru mampu memaksimalkan media pembelajaran untuk proses pembelajaran baik itu kreasi guru sendiri maupun media pembelajaran yang menunjang proses belajar mengajar. DAFTAR RUJUKAN Anni, Catharina Tri. 2007. Psikologi Belajar. Semarang: UPT Unnes press. Arikunto, Suharsimi., Suhardjono. Supardi. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya. Sardiman, AM. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV. Rajawali Kota __________ 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 56 PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI METODE DISKUSI KELAS DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA LKS KELAS VII-A SMP NEGERI 2 PLAMPANG TAHUN PELAJARAN 2011-2012 IDHAM HULDI SMPN 1 Plampang Sumbawa NTB ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan motivasi dan hasil belajar Bahasa Indonesia melalui penerapan metode diskusi menggunakan LKS pada siswa kelas VII-A SMP Negeri 2 Plampang tahun pelajaran 2011-2012. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus. Hasil tindakan yang dilakukan terbukti dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dengan mencapai standard ideal. Dari 61,82% pada siklus 1, dapat meningkat pada siklus II menjadi 69,84% dan siklus III mencapai 81,97%, dan secara klasikal telah mencapai ketuntasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui metode diskusi dengan media LKS dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VII-A dengan ketuntasan mencapai 100%, dengan demikian melalui metode diskusi dengan media LKS efektif dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Plampang Kata Kunci: motivasi belajar, hasil belajar, pelajaran bahasa Indonesia di SMP, Metode diskusi kelas, media LKS PENDAHULUAN Percepatan perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan bahan ajar yang bersumber dari ilmu pengetahuan itu makin banyak (makin luas atau mendalam) sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua fakta dan konsep itu kepada siswanya dalam pembelajaran di sekolah. Kalau guru tetap berusaha mengajarkan semua fakta dan konsep itu, maka guru biasanya memilih cara praktis dengan metode ceramah. Akibatnya, siswa mengetahui banyak fakta dan konsep yang diajarkannya itu, tetapi siswa tidak dilatih untuk menemukan atau mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip, dengan kata lain, tidak dilatih untuk 57 mengembangkan ilmu penegtahuan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah metode diskusi dengan media LKS. Terminologi diskusi sering dicampur-adukkan dengan resitasi. Diskusi adalah situasi dimana guru dan para siswa atau antara siswa dengan siswa yang lain berbincang satu sama lain dengan berbagai gagasan dan pendapat mereka. Pertanyaanpertanyaan yang diajukan untuk diskusi biasanya pada tingkat kognitif yang cukup tinggi. Resitasi, sebaliknya adalah pertanyaan yang bertukar, seperti misalnya dalam pembelajaran langsung dimana guru bertanya pada para siswa serangkaian pertanyaan pada tingkat rendah atau faktual dengan maksud Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 mengecek seberapa baik siswa memahami gagasan atau konsep tertentu. Selain dengan metode diskusi, penggunaan media juga merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran, salah satunya yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah media LKS. Penerapan pembelajaran dengan metode diskusi menggunakan media LKS ini perlu dilakukan karena pembelajaran yang bermakna itu akan menumbuhkan prakarsa dan kreativitas siswa dalam pembelajaran, serta akan mendorong perkembangan mental yang kadarnya tinggi dalam dua komponen penting yakni 1) berpikir kritis dalam mencari kebenaran fakta, konsep, prinsip, dan teori, 2) kreativitas dalam mencari kebermaknaan. Berdasar latar belakang masalah di atas dan hasil penelitian observasi awal di SMPN 2 Plampang bahwa kurangnya motivasi belajar yang timbul dalam proses belajar yang dilihat dari kurangnya minat bertanya dan berbicara, menjawab pertanyaan yang akhirnya berdampak pada hasil belajar siswa. Hal ini timbul karena adanya pengaruh eksternal dan internal siswa maupun guru. Kondisi eksternal keadaan ruang belajar, sarana dan prasarana belajar di sekolah. Kondisi internal meliputi kurang minat baca, kebutuhan untuk mengerti dan mengetahui. Rumusan masalah dalam penelitian ini penulis batasi pada masalah yang dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana peningkatan motivasi dan hasil belajar Bahasa Indonesia melalui penerapan metode diskusi kelas menggunakan LKS pada siswa kelas VII-A SMPN 2 Plampang tahun pelajaran 2011-2012 ? 2. Bagaimana efektivitas penerapan metode diskusi kelas menggunakan LKS dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar pada siswa kelas VII-A SMPN 2 Plampang tahun pelajaran 2011-2012? Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat (Uno, 2009: 3). Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Menurut Uno (2009: 3) motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. Suryabrata (2011: 70) mengemukakan motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktiviatasaktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motif manusia merupakan dorongan, hasrat, keingianan dan tenaga penggerak lainnya, yang berasal dari dalam dirinya,untuk melakukan sesuatu. Sedangkan Sheriff & Sheriff (Sobur, 2003: 265) menyebutkan motif sebagai suatu istilah genetik yang meliputi semua faktior internal yang mengarah pada berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal, seperti kebutuhan (need) yang Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 60 berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi dan selera sosial, yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut. Sebenarnya motivasi merupakan istilah yang lebih umum untuk menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Menurut Mc. Donald dalam Sardiman (2010: 73) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian tersebut ada tiga hal penting yaitu: 1) motivasi itu mengawali terjadinya energi pada setiap individu manusia, 2) motivasi tersebut ditandai dengan munculnya rasa ”feeling” atau afeksi seseorang, dan 3) motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia yang berkaitan dengan perasaan dan juga emosi kemudian dapat menentukan tingkah laku manusia, dorongan yang muncul itu karena adanya tujuan kebutuhan atau keinginan. Menurut Purwanto (2007: 60) motif adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku/ perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil pengertian motivasi adalah suatu kekuatan atau dorongan dalam diri individu membuat individu tersebut bergerak, bertindak untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai 61 tujuannya. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku akibat latihan dan pengalaman (Hamalik, 2009: 106). Hasil Belajar Bahasa Indonesia Dimyati dan Moedjiono (1994: 40) menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar atau tindak belajar. Selanjutnya disebutkan ciriciri belajar ada tiga yaitu: 1) hasil belajar memiliki kapasitas berupa pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, sikap dan cita-cita, 2) adanya perubahan mental dan jasmani, dan 3) memiliki dampak pengajaran dan dampak pengiring. Taksonomi Bloom (dalam Aqib, 2002: 18) menyatakan, hasil belajar dapat di bedakan atas tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan perilaku yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah, yaitu meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi, dan penyesuaian perasaan sosial, yaitu meliputi: kemauan menerima, kemauan menanggapi, keyakinan, penerapan karya dan ketekunan ketelitian. Ranah Psikomotor berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan motorik, yang meliputi: persepsi, kesiapan melakukan sesuatu kegiatan, mekanisme, respon terbimbing, kemahiran, adaptasi dan originasi. Hasil belajar adalah keseluruhan hasil proses pembelajaran yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang ditandai dengan adanya kemampuan penguasaan konsep, perubahan sikap dan perilaku siswa serta mampu dan terampil mempraktikkan/ Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 menerapkan baik secara individu maupun secara bersama-sama dalam kehidupan bermasyarakat, dan bernegara. Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS merupakan alat bantu untuk menyampaikan pesan kepada siswa yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran dengan tujuan memudahkan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dan mengefektifkan waktu, serta akan menimbulkan interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Pengertian tersebut dipertegas oleh Sriyono (1992: 9), Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah salah satu bentuk program yang berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. LKS ini sebaiknya dirancang oleh guru sendiri sesuai dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajarannya. LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman kosep (menyampaikan konsep baru) atau pada tahap pemahaman konsep (tahap lanjutan dari penanaman konsep), karena LKS dirancang untuk membimbing siswa dalam mempelajari topik. Pada tahap pemahaman konsep LKS dimanfaatkan untuk mempelajari pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari sebelumnya yaitu penanaman konsep. METODE Pelaksanaan tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 3 siklus meliputi: (1) perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Observasi, (4) refleksi (Arikunto, 2008: 16). Kegiatan penelitian dilaksanakan dalam semester ganjil selama 6 pekan (05 September 2011 sampai 10 Oktober 2011). Siklus I 1. Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pembelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pembelajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkanlembar observasi pengolahan pembelajaran. 2. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus 1 dilaksanakan pada tanggal 05 sampai 12 September 2011 di SMPN 2 Plampang tahun pelajaran 2011-2012, dengan jumlah siswa 33 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. 3. Observasi Observasi atau pengamatan dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 1 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. 4. Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil observasi sebagai berikut : 1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 62 menyampaikan tujuan pembelajaran. 2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu 3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. Siklus II 1. Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri darirencana pelajaran 2, soal tes formatif dan alatalat pengajaran yang mendukung. 2. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 19 sampai 26 September 2011. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. 3. Observasi Observasi atau pengamatan dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. 63 4. Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil observasi sebagai berikut : 1) Memotivasi siswa. 2) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep 3) Pengelolaan waktu Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan, maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus III antara lain: 1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebihtermotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung. 2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. 3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep. 4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan member soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegaiatn belajar mengajar. Siklus III 1. Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. 2. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 03 sampai 10 Oktober 2011. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan ataukekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. 3. Observasi Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. 4. Refleksi Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan metode diskusi kelas denganmedia LKS. Dari data yang telah diperoleh dapat di uraikan sebagai berikut : 1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-msiang aspek cukup besar. 2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung. 3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4) Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan. Pada siklus III guru telah menerapkan metode diskusi kelas menggunakan media LKS, dengan baik dan dilihat dari motivasi siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran melalui metode diskusi kelas dengan media LKS dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Analisis data dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Terhadap perolehan hasil belajar Bahasa Indonesia dianalisis secara kuantitatif dengan memberikan nilai pada hasil belajar siswa. Data-data tersebut dianalisis mulai dari siklus satu, siklus dua dan siklus tiga untuk dibandingkan dengan teknik deskriptif kuantitatif. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 64 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Telah diketahui bahwa subjek penelitian berjumlah 33 siswa. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 3 (tiga) siklus. Berikut disajikan paparan hasil penelitian dengan analisis data deskriptif kuantitatif : Ketuntasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran dengan menerapkan metode diskusi kelas dengan media LKS memiliki dampak positif dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (hasil belajar meningkat dari siklus 1, II, dan III) yaitu ; 61,82% ; 69,97% ; 81,97%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan menerapkan metode diskusi kelas dengan media LKS dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap aktivitas belajar siswa yaitu dapat diyunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan menerapkan metode diskusi kelas dengan media LKS 65 yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan metode diskusi kelas dan media LKS dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul diantaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan pembelajaran, menjelaskan, member umpan balik/evaluasi/Tanya jawab di mana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka hasil belajar siswa untuk pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan metode diskusi kelas dan media LKS hasilnya sangat baik. Hal itu tampak pada siklus pertama dari 33 orang siswa yang hadir pada saat penelitian ini dilakukan nilai rata-rata mencapai 61,82% ; 69,97% ; 81,97%. Dari analisis data di atas bahwa pembelajaran dengan menerapkan metode diskusi kelas dengan media LKS pada pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VII, lebih berhasil dan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa khususnya pada siswa kelas VII-A di SMP Negeri 2 Plampang, oleh karena itu diharapkan kepada guru SMP dapat melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan metode diskusi kelas dengan media LKS di kelas VII. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) siswa dikatakan tuntas apabila siswa telah mencapai nilai standard ideal 75 mencapai ≥ 85%. Sedangkan pada penelitian ini, pencapai nilai ≥ 75 pada (siklus III) mencapai melebihi target yang ditetapkan dalam KTSP yaitu mencapai 100%. Dengan demikian maka Hipotesis yang diajukan dapat diterima. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Motivasi dan hasil belajar Bahasa Indonesia dapat meningkat dengan menerapkan metode diskusi kelas dengan media LKS pada siswa kelas VII-A di SMP Negeri 2 Plampang yang ditandai dengan peningkatan hasil belajra siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus 1 (61,82%), siklus II (69,84%), siklus III (81,97%). 2. Pembelajaran dengan menerapkan metode diskusi kelas dan media LKS efektif dalam meningkatkan kembali materi ajar yang telah diterima siswa selama ini, sehingga mereka merasa siap untuk menghadapi pelajaran berikutnya. 3. Pembelajaran dengan menerapkan metode diskusi kelas dengan media LKS pada pembelajaran Bahasa Indonesia mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut : 1. Untuk melaksanakan pembelajaran memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bias diterapkan melalui metode diskusi kelas dengan media LKS sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan kegiatan penemuan, walau dalam taraf yang sederhana, di mana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SMP Negeri 2 Plampang tahun pelajaran 2011-2012. DAFTAR RUJUKAN Aqib, Zainal 2002. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan Cendekia. Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 66 Purwanto, M. Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sardiman, AM. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Bandung: Pustaka Setia. Umum. Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: Rineka Cipta. Suryabrata, Sumadi. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Uno, Hamzah B. 2009. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara 67 Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU KELAS VIII MELALUI SUPERVISI KLINIS DI SMP NEGERI 1 PLAMPANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 MUSTAMAR SMPN 1 Plampang Kec.Plampang, Email: [email protected] Abstrak Tujuan penelitian tindakan sekolah ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan guru kelas VIII melalui supervisi klinis oleh kepala sekolah di SMP Negeri 1 Plampang Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan sekolah yang mengacu pada model yang dikembangkan oleh Hopkins (Arikunto, 2006; Aqib, 2007) yang terdiri atas perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Hasil penelitian menujukkan bahwa kondisi awal kemampuan guru sebesar 49 meningkat menjadi 67 setelah diberikan tindakan supervisi klinis. Proses supervisi klinis atau dalam hal ini adalah pembimbingan dengan partisipasi aktif Kepala Sekolah melalui empat tahap supervisi klinis. Kata Kunci : kemampuan guru, supervisi klinis PENDAHULUAN Tampilan pembelajaran bermutu di sekolah merupakan kewajiban bagi guru secara umum, namun demikian hal ini masih belum dilakukan dengan maksimal oleh guru, dan mereka belum kreatif menggunakan model-model pembelajaran maupun teknikteknik pendekatan yang baru. Seolah-olah guru hanya menyampaikan materi pelajaran saja, kurang kontrol terhadap kondisi siswa saat pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat dilihat dari hasil supervisi yang telah dilaksanakan oleh peneliti dari sejumlah guru VIII yang ada di SMP Negeri 1 Plampang Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa sebanyak 11 orang yang tersebar dalam 5 rombongan beljar, ternyata rata-rata guru belum mampu melaksanakan pembelajaran berpusat pada siswa secara maksimal. Dari hasil supervisi rutin dapat dilihat secara nyata bahwa guru masih melaksanakan pembelajaran yang 67 biasa-biasa saja. Pembelajaran yang dilakukan hanya menggunakan metode ceramah tanpa ada variasi dan kurang memanfaatkan peluang, membentuk kelompok-kelompok kecil di kelasnya. Kondisi ini peneliti sebagai Kepala Sekolah berupaya agar semua guru dalam melaksanakan pembelajaran secara optimal sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Standar Proses dalam Permendiknas No 41 tahun 2007. Ketentuan itu merupakan pedoman yang harus diwujudkan dalam proses pembelajaran oleh guru yang merupakan pimpinan di kelas itu. Apabila semua guru dalam melaksanakan tugasnya setiap hari mengajar dengan berpusat kooperatif di kelasnya, maka dapat dikatakan, bahwa hasil dari proses pembelajaran itu akan tercapai memuaskan, yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi belajar para peserta didiknya. Pelaksanaan supervisi yang dilakukan peneliti berupaya mengubah kegiatan Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 mengajar guru yang lebih baik dengan menggunakan instrumen khusus tentang pembelajaran di kelasnya. Maka sasaran supervisi mampu mengubah perilaku guru untuk lebih berkreatif melalui tindakan khusus yang dilakukan oleh Kepala Sekolah yaitu supervisi klinis. Willem dalam Sahertian (2000: 36) supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara rasional. Melalui kegiatan supervisi klinis diharapkan permasalahan-permasalahan pembelajaran yang dialami guru dapat diantisipasi sedini mungkin. Ada dua asumsi yang mendasari pentingnya supervisi klinis. Pertama, pembelajaran merupakan aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara hati-hati. Melalui pengamatan dan analisis ini, seorang supervisor pendidikan akan dengan mudah mengembangkan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang profesionalismenya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara kesejawatan daripada cara yang otoriter (Sergiovanni dalam Bafadal, 2004: 66). Secara umum langkah-langkah supervsi klinis sebagai berikut: (a) membangun hubungan antara guru dengan pengawas, (b) melakukan perencanaan bersama guru, (c) merencanakan strategi pengamatan, (d) mengamati proses pembelajaran, (e) menganalisis proses pembelajaran, (f) merencanakan strategi pertemuan, (g) mengadakan pertemuan, dan (h) meninjau kembali perencanaan (Cogan dalam Bafadal, 2004: 69). Berdasarkan uraian di atas, penelitian tindakan sekolah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran melalui supervisi klinis sehingga guru memiliki seperangkat kemampuan untuk mendesain proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan inovatif. METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan sekolah yang mengacu pada model yang dikembangkan oleh Hopkins (Arikunto, 2006; Aqib, 2007) yang terdiri atas perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Lokasi tempat untuk melakukan penelitian tindakan sekolah ini adalah di SMP Negeri 1 Plampang Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa. Waktu penelitian dilaksanakan dari tanggal 12 Januari sampai 18 April 2015. Subyek penelitian adalah guru kelas VIII SMP Negeri 1 Plampang sebanyak 11 orang guru, yang berdasarkan hasil supervisi rutin, guru - guru tersebut masih memiliki kemampuan yang rendah dalam melaksanakan pembelajaran. Tindakan yang dilakukan adalah berupa supervisi klinis yang akan dilakukan secara bertahap yaitu ; siklus I supervisi dilakukan menggunakan supervisi klinis secara kelompok, kemudian siklus II dilakukan supervisi secara individual yang terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan/observasi dan refleksi. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 68 Data awal penelitian ini adalah berupa hasil supervisi secara rutin dari peneliti sebagai Kepala Sekolah, serta data akhir diperoleh melalui observasi, dokumentasi dan pengisian lembar instrumen penelitian. Instrumen penelitian berupa lembar observasi dan lembar penilaian, yang berguna untuk mencatat semua peristiwa pelaksanaan tugas guru dalam pembelajaran selama penelitian berlangsung. Analisis data yang digunakan peneliti dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif, yaitu dengan membandingkan pelaksanaan pembelajaran pendekatan kooperatif sebelum dilaksanakan supervisi klinis, dan pembelajaran sesudah dilakukan supervisi klinis. Selanjutnya dari hasil nilai kemampuan melaksanaan pembelajaran sebelum dilaksanakan supervisi klinis dibandingkan dengan hasil sesudah dilaksanakan supervisi klinis untuk mengetahui kemajuan hasil yang dicapai dalam tampilan kemampuan kinerja guru di kelasnya. agar semua guru mampu melaksanakan pembelajaran secara maksimal seperti tampak pada tabel 1, bahwa guru berkode A adalah kelompok guru kelas VIII yang termasuk dalam kategori kurang, sedangkan guru yang berkode B adalah kelompok guru kelas VIII yang masuk kategori cukup, namun masih dalam batas bawah. Rata-rata skor untuk kelompok guru A (kategori kurang) dan B (kategori cukup) adalah 48 dan 50 rata-rata keduanya adalah 49 termasuk kategori kurang mampu melaksanakan pembelajaran berpusat kooperatifkarena skor maksimal 100, dengan rincian skor 0 s.d 49 termasuk kategori kurang, 50 s.d 75 kategori cukup dan 76 s.d. 100 kategori baik seperti tapak pada tabel 1. Tabel 1. Data Awal Pembelajaran Guru Kelas VIII SMPN 1 Plampang Kec.Plampang Kab. Sumbawa Sebelum Penelitian Tindakan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kondisi atau pra awal kegiatan Kondisi awal kemampuan guru dalam melakukan proses pembelajaran berdasarkan hasil supervise kepala sekolah menunjukkan guru tersebut belum memiliki kemampuan maksimal dalam melaksanakan pembelajaran. Dari 11 orang guru yang termasuk kategori kurang hanya 5 orang dan 6 orang lainnya masih dalam kategori cukup. Untuk itu peneliti akan melakukan tindakan 69 Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 Keterangan: Skor perolehan 0 – 49 kategori kurang, skor 50 – 75 kategori cukup, dan skor 76 – 100 kategori baik. Deskripsi Siklus Siklus I Beranjak dari proposal yang sudah tersusun, peneliti mempersiapkan materi untuk pembimbingan yaitu Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses dan pedoman pengelolaan pembelajaran berpusat kooperatif dari berbagai sumber. Materi ini diberikan kepada subjek penelitian. Standar Proses berisi aturanaturan yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran. Pedoman pengelolaan pembelajaran berpusat kooperatif berisi tentang model-model pembelajaran dan pengelolaan kelas dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif yang harus dilakukan oleh guru. Perlakuan supervisi klinis oleh peneliti terhadap kelompok guru kelas VIII SMP Negeri 1 Plampang Kecamatan Plampang pada hari Selasa tanggal 28 Januari 2015, setelah pembelajaran usai yaitu pukul 12.00 sampai pukul 14.00 di SMP Negeri 1 Plampang Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa. Pelaksanaan supervisi klinis dalam hal ini adalah melakukan pembinaan dan pembimbingan secara bersama - sama oleh peneliti terhadap kelompok guru kelas VIII sebanyak 11 orang. Tindakan supervisi klinis yang dilakukan khusus tentang pengelolaan pembelajaranmodel kooperatif pada guru kelas VIII yaitu meliputi : pemahaman isi standar proses, memilih metode dan pengelolaan kelompok siswa dikelas, ketrampilan bertanya, pelayanan individu, sumber belajar dan alat bantu mengajar, umpan balik dan penilaian, komunikasi dan interaksi, keterlibatan siswa, refleksi, hasil karya siswa dan hasil belajar siswa. Pada akhir kegiatan supervisi klinis ini peneliti melakukan simulasi dengan guruguru dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah disusun bersama. Guru tidak segan-segan untuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya kepada peneliti, sehingga ia merasa siap untuk mempraktikkan pembelajaran berpusat kooperatif tersebut satu minggu berikutnya. Guru selalu diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya. Setelah kegiatan tersebut puas dan yakin dapat melaksanakan dengan baik, maka membuat kesepakatan waktu untuk pelaksanaan pembelajaran berpusat kooperatif tersebut yang diawali dari penyusunan RPP yang baik. Hasil kesepakatan antara guru-guru dengan peneliti bahwa, RPP dilaksanakan pada tanggal 23 Januari sampai dengan tanggal 7 Februari 2015 untuk semua guru kelas VIII Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 70 SMP Negeri 1 Plampang Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa secara bergilir di kelas masing-masing. Pengamatan yang dilakukan melalui dua hal, yaitu pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap guru dalam melakukan proses pembelajaran dan pengamatan oleh teman sejawat terhadap peneliti dalam melakukan proses tindakan pembimbingan ini. Pada hari Jumat tanggal 23 Januari 2015 peneliti bersama teman sejawat mengamati proses pembelajaran guru Mapel IPS terpadu di kelas VIIIE , Guru Mapel IPA Terpadu di kelas VIIIB, pada hari Sabtu tanggal 24 Januari 2015 guru mapel Bahasa Indonesia di kelas VIIIA, Guru mapel Bahasa Inggris di kelas VIIIB dan guru Mapel di kels Matematika VIII E, pada hari Senin tanggal 2 Februari 2015 Guru Muatan Lokal di kelas VIIID dan Guru Mapel Agama Islam di kelas VIIID pada hari Selasa tanggal 3 Februari 2015 guru mapel Penjas di kelas VIIIC dan Guru Mapel PKn d kelas VIIIB pada hari Rabu tanggal 4 februari 2015 guru mapel TIK di kelas VIIID dan Pada hari Kamis tanggal 5 Februari 2015 guru mapel Seni Budaya di kelas VIIIC. Secara umum proses pembelajaran yang dilakukan untuk mata pelajaran IPS tentang Tokoh Pergerakan Nasional. Guru melakukan proses pembelajaran menggunakan metode yang telah dipelajari yaitu Bermain Peran. Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil untuk memerankan tokoh yang telah disepakati bersama. Secara berkelompok siswa berdiskusi membahas masing–masing perannya. Kegiatan menyenangkan, sudah muncul eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. 71 Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan peserta didik mencari informasi tentang sejarah, memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta didik dengan guru, melibatkan peserta didik secara aktif. Proses elaborasi dilakukan dengan memberi tugas peserta didik untuk berani tampil di depan kelas dan memiliki rasa percaya diri serta tidak takut salah ingin melatih keberanian. Pada kegiatan konfirmasi, guru memberikan konfirmasi terhadap tampilan tiap kelompok kecil yang berisi penghargaan berupa pujian kepada kelompok yang sudah melaksanakan tugas tersebut. Guru memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman dalam mencapai kompetensi dasar. Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti dan teman sejawat terhadap mutu pembelajaran guru kelas VIII SMP Negeri 1 Plampang dapat dilihat pada kegiatan siklus 1, dan dapat dilihat pada tabel 2 dapat diketahui bahwa skor mutu pembelajaran guru kelas VIII yang termasuk kelompok A adalah 66,5 sedangkan guru kelas VIII yang termasuk kelompok B adalah 67,5 dan rataratanya adalah 67 termasuk masih dalam kategori cukup (kurang memuaskan). Tampak dalam tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Rata–rata Pengamatan Proses Pembelajaran Kooperatif Guru Kelas VIII Di SMPN 1 Plampang pada Akhir Siklus 1 Sedangkan hasil pengamatan pelaksanaan tindakan pembimbingan dapat dilihat pada tabel 3 teman sejawat mengamati Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 Tampak bahwa skor pembimbingan untuk guru kelasVIII SMP Negeri 1 Plampang untuk kelompok A (kurang) dan kelompok B (cukup) adalah 17 dan 19 sehingga rata – rata 18 atau masih dalam kategori cukup dan belum maksimal. Masih ada beberapa butir indikator yang belum tampak optiimal, bahkan ada yang sama sekali tidak muncul, misalnya mengemukakan tujuan, pembimbingan pada evaluasi pembelajaran, penggunaan multi metodedanmulti media, maupun memunculkan ide-ideatau gagasan guru. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada siklus 1, dan untuk mengetahui apakah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meningkat, maka hasil pengamatan pada akhir siklus 1 dibandingkan dengan data awal.Data awal untuk kelompok A rata – rata 48 dan kelompok B rata- rata 50 , maka rata – rata seluruh adalah 49 (kategori kurang). Pada siklus 1 diperoleh data rata – rata untuk kelompok A adalah 66,5 dan untuk No Data Penelitian Kenaikan Tabel 4. Rata-rata Data Awal dan Akhir Siklus 1 Siklus 1 Tabel 3. Hasil Rata – rata Pengamatan Proses Pembimbingan secara individu Pada Akhir Siklus 1 Skor Pembimbingan No Pengamat untuk Ket Kel. Kel. RataA B rata 1 Teman 17 19 18 sejawat Ket: Skor data pembimbingan dari 0–10 kurang maksimal, 11–20 cukup dan 21–30 maksimal. kelompok B adalah 67,5 maka rata – rata 67. Data ini tampak dalam tabel 4 dan dalam gambar 2 di bawah ini. Data Awal tindakan peneliti dalam membimbing dengan partisipasi aktif. % Kenaikan 1 Mutu 49 67 18 36,7 % Pembelajaran 2 Pembimbingan 0 18 18 60% . Keterangan: Skor maksimal mutu pembelajaran 100 dan pembimbingan 30. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa mutu proses pembelajaran mengalami kenaikan 18 skor atau 36,7% dan pelaksanaan pembimbingan mencapai skor 18 atau 60%. Pada proses pembelajaran sebagian besar masih belum tampak pada proses elaborasi dan konfirmasi, serta nuansapembelajaran kooperatifbelum maksimal. Sedangkan untuk pembimbingan masih ada yang belum nampak antara lain: penyampaian tujuan pembimbingan, pembimbingan pada evaluasi pembelajaran, penggunaan multi metode, memunculkan ide-ide guru, dan masih menggurui guru. Berdasarkan hasil siklus 1 tersebut, maka pembimbingan akan dilakukan lagi dengan memenuhi semua indikator pembimbingan, dengan harapan mutu pembelajaran juga akan meningkat. Siklus II Setelah melakukan refleksi antara peneliti dengan kolaborator, maka peneliti merencanakan tindakan pada siklus ke 2. Peneliti melakukan koordinasi dengan Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 72 Pengawas Pembina SMPN 1 Plampang untuk menentukan tindakan pembimbingan pada siklus 2. Disepakati akan dilakukan pembimbingan secara individu kepada setiap guru sesuai dengan masalah yang dihadapi. Pelaksanaan mulai hari Senin tanggal 9 Februari sampai dengan hari Rabu 18 Februari 2015. Peneliti menyiapkan materi dan instrumen observasi pembimbingan dan observasi pembelajaran. Pelaksanaan supervisi klinis atau pembimbingan tentang perbaikan proses pembelajaran ke arah pembelajaran oleh peneliti terhadap guru kelas VIII SMP Negeri 1 Plampang dilakukan secara individual dengan mempertimbangkan kelemahan yang ada pada tiap guru tersebut. Hal ini dilakukan mulai hari Senin tanggal 9 Februari sampai dengan hari Rabu tanggal 18 Februari 2015 secara bergilir. Dengan diamati oleh teman sejawat, peneliti menyampaikan tujuan pembimbingan. Pembimbingan dengan mengkaji RPP secara bersama yang telah dimiliki, disesuaikan dengan standar proses yang di dalamnya terdapat penentuan alat peraga, metode, langkah-langkah pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar, refleksi, tindak lanjut maupun pencapaian KKM yang dirumuskan. Materi yang akan dipraktikkan pada siklus 2 adalah tentang kegiatan pembelajaran IPS: Tokoh Pahlawan Pergerakan Nasional, kemudian guru mengemukakan ide melakukan simulasi pembelajaran. Guru tampak gembira, dan merasa percaya diri dalam melakukan pembelajaran,kemudian menyusun langkahlangkah pembelajaran yang berisi eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi serta penjelasannya. 73 Pada hari Senin tanggal 9 Februari sampai hari Rabu tanggal 18 Oktober 2015 tersebut, peneliti dan teman sejawat melakukan pengamatan terhadap guru kelas VIII secara bergilir. Masing-masing guru kelas VIII menyiapkan RPP hasil revisi di mejanya, beserta alat peraga yang digunakan. Dalam kondisi ini guru-guru terlihat lebih semangat, sehingga tertarik dengan alat-alat yang disediakan di atas meja, kemudian Guru mulai melakukan pembelajaran. Peneliti dan teman sejawat duduk di kelas paling belakang dengan sikap tenang, serius sambil mengamati proses pembelajaran kooperatif. Siswa tampak gembira dan aktif di kelompoknya mengikuti pembelajaran yang berlangsung. Ringkasan hasil pengamatan proses pembelajaran guru kelas VIII SMPN 1 Plampang pada siklus 2 dapat dilihat pada tabel 5. Rata-rata skor hasil pengamatan untuk kelompok A adalah 76,5, sedangkan rata-rata pengamatan untuk kelompok B adalah 79,5, Rata-rata total menjadi 78 atau masuk dalam kategori baik atau mampu melaksanakan pembelajaran berpusat kooperatif. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Hal yang belum muncul adalah penerapan teknologi informasi, dan melakukan pameran. Tabel 5. Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Guru Kelas VIII SMPN 1 Plampang pada Akhir Siklus 2 Keterangan: skor data mutu pembelajaran maksimal adalah 100 Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 Data pembimbingan siklus 2 dapat dilihat pada tabel 6 berikut. Hasil pengamatan teman sejawat terhadap peneliti dalam melakukan pembimbingan adalah 29 untuk semua guru. Atau sudah nampak maksimal karena mendekati skor 30. Tabel 6. Hasil Pengamatan Proses Pembimbingan secara individu Pada Akhir Siklus 2 Skor Ket No Pengamat Pembimbingan untuk Kel Kel RataA B rata 1 Teman 29 29 29 sejawat Keterangan: Skor data maksimal pembimbingan adalah 30 Berdasarkan skor siklus 2, maka dapat dilihat peningkatan dari siklus 1 sampai siklus 2 (tampak dalam tabel 7). Peningkatan mutu pembelajaran adalah naik 11 skor atau 16,4 %, sedangkan keberhasilan proses pembimbingan adalah naik 11 atau 36%. 1 Kenaikan Data Penelitian Siklus 2 N o Siklus 1 Tabel 7. Rata-rata Data Akhir siklus 1 dan Akhir Siklus 2 % Mutu 67 78 11 22,3 % Pembelajaran 2 Pembimbing 18 29 11 36 % an Keterangan : Skor maksimal mutu pembelajaran 100 dan pembimbingan 30. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa tindakan pembimbingan secara kelompok kecil dan individu, peneliti berhasil meningkatkan mutu proses pembelajaran. Bukti keberhasilan tersebut adalah bahwa mutu proses pembelajaran yang dilakukan guru kelas VIII SMPN 1 Plampang dari kondisi awal sebelum siklus: 1 ke kondisi akhir siklus : 2 terdapat peningkatan dari skor 49 menjadi 67 pada siklus 1, dan 78 pada siklus 2. Total kenaikan sebesar 29. Proses pembimbingan dengan partisipasi aktif Kepala Sekolah dari kondisi awal belum dilaksanakan (0), menjadi dilaksanakan dengan skor keberhasilan 18 pada siklus 1 dan 29 pada siklus 2, sehingga total kenaikan 29. Kenaikan skor mutu pembelajaran ini merupakan hasil dari proses pembimbingan secara individu oleh peneliti. Dengan demikian hipotesis tindakan yang berbunyi supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran model kooperatif bagi guru kelas VIII SMPN 1 Plampang Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa, telah terbukti benar. Dengan kata lain kemampuan melaksanakan pembelajaran dapat ditingkatkan melalui supervisi klinis oleh Kepala Sekolah sebagai peneliti, dan sekaligus sebagai Kepala SMPN 1 Plampang. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervise klinis dapt meningkatkan kemampuan guru dalam pembelajaran dari 49 menjadi 67 pada siklus 1, dan 78 pada siklus 2. Total kenaikan sebesar 59%. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 74 Proses supervisi klinis atau dalam hal ini pembimbingan dengan partisipasi aktif Kepala Sekolah sebagai peneliti, dari kondisi awal belum dilaksanakan semula menjadi dilaksanakan dengan skor keberhasilan 18 pada siklus I, dan keberhasilan 29 pada siklus II, sehingga total kenaikan keberhasilan 96%. mutu diri yang selanjutnya secara profesional meningkatkan prestasi belajar para siswanya dan dapat meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat dan bangsa Indonesia tercinta ini. DAFTAR RUJUKAN Saran 1. Kepada rekan-rekan Kepala Sekolah, agar dalam melakukan pembinaan terhadap guru di sekolahnya dapat menggunakan langkah-langkah penelitian ini. Teknik supervisi dilakukan bervariasi menurut kondisi guru, sehingga mudah mencapai hasil pembelajaran yang lebih baik. Perlu juga diubah pelaksanaan supervisi yang diartikan tidak hanya menilai guru secara langsung di dalam kelas, tetapi lebih dari itu, adalah meningkatkan kemampuan guru dalam penerapan pembelajaran. Sehingga dengan pendekatan ini, guru dalam melakukan pembelajaran merasa perlu dan penting untuk meningkatkan prestasi yang lebih baik. Pembimbingan yang sungguh-sungguh sudah selayaknya merupakan kewajiban tugastugas pokok dan fungsi Kepala Sekolah, sehingga mampu mencapai hasil sesuai dengan harapan. 2. Kepada para Kepala Sekolah, agar cara pembinaan tersebut dapat diterapkan dalam membina guru–guru, sehingga seorang guru akan merasa senang, nyaman melaksanakan yang pada gilirannya, guru mampu meningkatkan 75 Aqib, Zaenal. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Bafadal, Ibrahim. 2004. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar dan Tekmik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPS KELAS VII SMP NEGERI 4 PLAMPANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN SCRAMBLE TAHUN PELAJARAN 2015-2016 KARSIMIN, S.Pd SMP Negeri 4 Plampang Kec. Plampang Abstrak Tujuan dari penelitian tindakan ini adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran scramble dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS kelas VII SMP Negeri 4 Plampang tahun pelajaran 2015 – 2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan 3 siklus dimana masing-masing siklus terdiri dari langkah perencanaan, tindakan, evaluasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa meningkat dari 60,27% atau berada pada kualifikasi “cukup tinggi” pada siklus I, meningkat menjadi 70,40% atau berada pada kualifikasi “tinggi” pada siklus II, dan pada siklus III mencapai 81,87% atau berada pada kualifikasi “sangat tinggi”. Sedangkan peningkatan hasil belajar siswa mencapai standar ideal yaitu dari 52,89% pada siklus I , meningkat menjadi 71,59% pada siklus II, dan siklus III mencapai 77,89% . Hasil penelitian tindakan ini menunjukkan bahwa model pembelajaran scramble dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar IPS SMP Negeri 4 Plampang. Kata Kunci : Motivasi, hasil belajar, scramble. PENDAHULUAN Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan terus dilakukan mulai dari perubahan kurikulum ke arah pendidikan berbasis kompetensi. Perubahan manajemen penyelenggaraan pendidikan dan sebagainya. Keberhasilan implementasi dari berbagai perubahan tersebut bergantung, pada keberhasilan pendidikan di dalam kelas. Sebagian pembelajaran di sekolah belum mencapai keberhasilan yang optimal. IPS sendiri merupakan mata pelajaran yang mempunyai karakteristik sendiri tidak hanya menunjukkan kumpulan fakta saja, tetapi juga adanya pembinaan peserta didik menjadi masyarakat dan warga Negara yang 79 memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan bersama dalam arti yang seluas-luasnya. Oleh karena itu, pembinaan peserta didik tidak hanya mencakup pengetahuan dan berkemampuan berpikir tinggi, melainkan harus pula memiliki kesadaran yang tinggi serta tanggung jawab yang kuat terhadap kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan Negara. Dengan demikian pokok bahasan yang disajikan, tidak hanya terbatas pada materi yang bersifat pengetahuan, melainkan juga meliputi nilai-nilai yang wajib melekat pada diri peserta didik sebagai warga masyarakat dan warga Negara (Sumaatmadja, 1997: 17) IPS harus diajarkan dengan berbagai metode pembelajaran, karena metode yang variatif dapat meningkatkan Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 keaktifan peserta didik, serta memberikan iklim kondusif atas perkembangan daya nalar, kreatifitas dan inovasi dalam penguasaan IPS. Persiapan materi ajar dan pelaksanaan proses pembelajaran merupakan kemampuan utama yang harus dimiliki oleh seorang guru agar mampu mengolah kegiatan pembelajaran secara aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman selama ini, peserta didik aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Tetapi peserta didik cenderung menganggap IPS sebagai pelajaran yang hanya mementingkan hafalan semata sehingga menyebabkan rendahnya minat memahami IPS secara konteks bagi peserta didik di sekolah. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya minat memahami IPS secara kontekstual bagi peserta didik yaitu faktor internal dan eksternal dari peserta didik. Faktor internal antara lain: motivasi belajar, intelegensi, kebiasan dan rasa percaya diri. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar peserta didik, seperti; guru sebagai Pembina kegiatan belajar, startegi pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum dan lingkungan. Rendahnya minat memahami IPS secara kontekstual bagi peserta didik di sekolah melatarbelakangi Penelitian Tindakan Kelas ini. Rendahnya minat memahami IPS secara kontekstual bagi peserta didik tersebut disebabkan adanya dugaan rendahnya motivasi belajar peserta didik. Rendahnya motivasi belajar peserta didik ditunjukkan oleh aktivitas dan partisipasi peserta didik selama dalam kegiatan pembelajaran. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis mencoba melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan mengimplementasikan metode pembelajaran scramble dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar IPS di kelas VII SMP Negeri 4 Plampang tahun pelajaran 2014-2015. Dari uraian latar belakang masalah di atas maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut ; 1. Apakah penerapan model pembelajaran scramble dalam meningkatkan motivasi belajar Peserta didik ? 2. Apakah penerapan model pembelajaran scramble dalam meningkatkan hasil belajar IPS ? Hakekat Hasil Belajar. Berdasarkan kamus umum Bahasa Indonesia karangan Purwodarminto disebutkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang diadakan (dilihat/dijadikan) oleh usaha atau pikiran, sesuatu yang diperoleh dari usaha, akibat melakukan sesuatu. Hasil belajar merupakan keseluruhan kecakapan dan hasil yang di capai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka angka atau yang di ukur. Surakhmad (1980: 25) menyatakan hasil belajar siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan, ujian atau tes, maksud ulangan tersebut ialah untuk memperoleh suatu indek dalam menentukan keberhasilan siswa. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 80 Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang. Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pembelajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran khususnya dapat dicapai. Dalam kaitan dengan penelitian ini maka hasil belajar adalah adalah nilai atau angka yang dicapai peserta didik dari hasil tes baik dalam ulangan harian maupun ulangan semesteran pada mata pelajaran IPS di kelas VII SMP Negeri 4 Plampang tahun pelajaran 2014 / 2015. Motivasi Asrori (2009: 183) motivasi dapat diartikan sebagai: (1) dorongan yang timbul pada diri seseorang, secara disadari, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. (2) usaha usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan menurut Nasution (1986: 76) Istilah motivasi berasal dari kata “motif “ yang mempunyai arti segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. 81 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil pengertian motivasi adalah suatu kekuatan atau dorongan dalam diri individu membuat individu tersebut bergerak, bertindak untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya. Pembelajaran Scramble. Salah satu cara belajar yang dapat membuat peserta didik aktif adalah melalui model pembelajaran Scramble. Widodo dalam Rahmawati (2011: 21) model pembelajaran Scramble adalah suatu model pembelajaran dengan membagi kartu soal dan kartu jawaban yang disertai dengan alternatif jawaban yang tersedia namun dengan susunan yang acak dan siswa bertugas mengoreksi jawaban tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat. Damayanti (2010: 3-4) menyatakan model pembelajaran scramble adalah model pembelajaran yang menggunakan penekanan latihan soal yang dikerjakan secara berkelompok yang memerlukan adanya kerjasama antar anggota kelompok dengan berfikir kritis sehingga dapat lebih mudah dalam mencari penyelesaian soal. Model pembelajaran scramble merupakan model pembelajaran yang memberikan lembar soal dan lembar jawaban yang disertai dengan alternatif jawaban yang tersedia. Siswa diharapan mampu mencari jawaban dan cara penyelesaian dari soal. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran scramble adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 2. 3. 4. 5. 6. memberi motivasi kepada siswa tentang perlunya mempelajari materi. Guru menyampaikan materi Guru menyiapakan lembar yang berisi soal dan jawaban yang sudah diacak, Guru membentuk kelompok untuk mengerjakan lembar soal tersebut. Guru membagikan lembar soal tersebut dan memberikan kesempatan siswa untuk mengerjakannya. Guru menyuruh salah satu siswa maju kedepan mempresentasikan pekerjaannya. Guru memberikan point bagi siswa yang menjawab benar dan bagi siswa yang menjawab salah guru memberi motivasi agar tidak putus asa. METODE Jenis peneltian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan rancangan dilakukan dalam 3 siklus yang meliputi: 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, 4) refleksi (Arikunto: 2006) Siklus I Pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 7 Agustus 2015 di SMP Negeri 4 Plampang kelas VII-A tahun pelajaran 2015 – 2016 dengan jumlah Peserta didik 19 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses pembelajaran mengacu pada rencana pembelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Tes formatif siklus I diberikan pada tanggal 10 Agustus 2015 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan Siklus II Pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 8 September 2015 di SMP Negeri 4 Plampang kelas VII-A tahun pelajaran 2015 – 2016 dengan jumlah Peserta didik 19 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses pembelajaran mengacu pada rencana pembelajaran yang telah dipersiapkan dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan dan kekurangan pada siklus I tidak terulang pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan proses pembelajaran. Tes formatif siklus II diberikan pada tanggal 11 September 2015 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif 2 Siklus III Pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 29 September 2015 di SMP Negeri 4 Plampang kelas VII-A tahun pelajaran 2015 – 2016 dengan jumlah peserta didik 19 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses pembelajaran mengacu pada rencana pembelajaran yang telah dipersiapkan dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan dan kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 82 Refleksi Setelah mengkaji hasil belajar IPS siswa dan hasil pengamatan aktivitas guru maka guru mengecek apakah indikator kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya sudah tercapai. Apabila belum tercapai maka guru tetap melanjutkan siklus berikut, dan seterusnya sampai mencapai indikator kinerja. Pada siklus III ini guru sudah mencapai indikator kinerja Teknik Analisis data Analisis data dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Terhadap perolehan hasil belajar IPS dianalisis secara kuantitatif dengan memberikan nilai pada hasil belajar siswa. Data dianalisis mulai dari siklus satu, siklus dua dan tiga untuk dibandingkan dengan teknik deskriptif presentase. Hasil perhitungan dikonsultasikan dengan tabel kriteria deskriptif prosentase, yang dikelompokkan dalam 5 kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup tinggi, rendah, sangat rendah seperti berikut: Tabel 1: Klasifikasi Kategori Tingkatan No Kualifikasi Skala (%) 1 Sangat Tinggi 81 – 100 2 Tinggi 61 – 80 3 Cukup Tinggi 41 – 60 4 Rendah 21 – 40 5 Sangat Rendah 1 – 20 (Depdiknas,2002:4) Hasil observasi dianalisis menggunakan teknik deskriptif kualitatif yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. 83 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Peningkatan Motivasi Belajar Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran scramble pada proses pembelajaran IPS ekonomi berdampak positif pada peningkatan motivasi belajar Peserta didik yaitu ditunjukan dengan adanya peningkatan motivasi belajar Peserta didik pada setiap siklus yang telah dilaksanakan. Pada siklus I tingkat motivasi belajar Peserta didik dari 5 (lima) aspek dalam kegiatan pembelajaran mencapai 60,27 % atau menunjukkan kualifikasi “cukup tinggi”. Pada siklus II tingkat motivasi belajar Peserta didik dari 5 (lima) aspek dalam kegiatan pembelajaran 70,40 % atau menunjukkan kualifikasi “tinggi “. Dan pada siklus III menunjukan bahwa motivasi belajar peserta didik dari 5 (lima) aspek dalam kegiatan pembelajaran meningkat menjadi 81,87% atau berada pada kualifikasi “sangat tinggi“. Aspek motivasi belajar peserta didik yang dimaksud adalah kemampuan bertanya, kemampuan menjawab pertanyaan, kemampuan menyampaikan ide, antusias dan kerjasama peserta didik. Kelima aspek motivasi belajar Peserta didik tersebut merupakan aspek yang esensial dalam kegiatan pembelajaran IPS. Peningkatan Prestasi Belajar Hasil analisis terhadap tes hasil belajar peserta didik menunjukkan bahwa tingkat penguasaan dan pemahaman peserta didik terhadap materi yang disampaikan dengan menggunakan model scramble mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 dengan adanya peningkatan ketuntasan belajar peserta didik pada tiap siklus yang telah dilaksanakan. Pada siklus I peserta didik yang telah memenuhi Kriteria ketuntasana minimal (≥ 65) yaitu sebanyak 8 Peserta didik (40,00%) dari 19 Peserta didik yang mengikuti tes formatif 1 dengan pencapaian prestasi belajar peserta didik 52,89%. Pada siklus II diperoleh pencapaian prestasi belajar Peserta didik 71,53% atau ada 12 Peserta didik sudah tuntas ( 66,67%) dari 19 Peserta didik yang mengikuti tes formatif 2. Hal ini menunjukkan ada peningkatan ketuntasan belajar sebesar 21,15% dan hasil belajar peserta didik mengalami kenaikan sebesar 18,7%. Selanjutnya berdasarkan analisis terhadap tes hasil belajar peserta didik pada siklus III menunjukkan adanya perubahan yang signifikan ke arah peningkatan kualitas belajar jika dibandingkan dengan siklus sebelumnya, yaitu mencapai ketuntasan belajar 84,21% atau ada 16 peserta didik sudah tuntas dari 19 peserta didik yang mengikuti tes formatif 3 dengan pencapaian prestasi belajar sebesar 77,89%. Hal ini menunjukan ada peningkatan dari siklus II ke siklus III yaitu ketuntasan belajar peserta didik meningkat sebesar 21,06% dan hasil belajar peserta didik mengalami kenaikan sebesar 6,3%. Secara umum, dapat dikatakan bahwa upaya perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran IPS melalui model pembelajaran scramble telah berdampak pada kualitas hasil pembelajaran, yakni pemahaman peserta didik terhadap konsep dan materi pembelajaran IPS yang dipelajari meningkat dan ketuntasan belajar peserta didik secara klasikal telah tercapai. Dari analisis data di atas bahwa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran scramble proses pembelajaran lebih berhasil dan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar IPS Kelas VII SMP Negeri 4 Plampang tahun pelajaran 2015 – 2016. Dengan demikian diharapkan kepada para guru agar dapat melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran scramble. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pembelajaran dengan model pembelajaran Scramble mempunyai pengaruh positif dalam meningkatkan motivasi belajar Peserta didik di SMP Negeri 4 Plampang yang ditandai dengan peningkatan motivasi belajar Peserta didik dalam setiap siklus, yaitu siklus I (60,27%) atau berada pada kualifikasi “cukup tinggi”, siklus II (70,40%) atau berada pada kualifikasi “tinggi”, dan siklus III (81,87%) atau berada pada kualifikasi “sangat tinggi”. 2. Pembelajaran dengan model pembelajaran scramble mempunyai pengaruh positif dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik di SMP Negeri 4 Plampang yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar peserta didik dalam setiap siklus, yaitu siklus I (52,89%), siklus II (71,59%), dan siklus III (77,89%) dan adanya peningkatan hasil belajar peserta didik dalam setiap siklus, yaitu siklus I (42,00%), siklus II (63,15%), dan siklus III (84,21%). Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 84 3. Penerapan model pembelajaran scramble mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik secara signifikan. Damayanti, Hesty. 2010. Model pembelajaran scramble, http://beredu kasi.blogspot.com/2013/09/modelpembelajaran-scramble.html diakses tanggal 2 Agustus 2015. Saran Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi IPS. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. Nasution, S. 1986. Diktaktik Asas Asas Mengajar. Bandung: Jemmers. Beberapa hal yang dapat disaran kepada: 1. Kepada Guru mata pelajaran ekonomi, disarankan agar dapat melaksanakan pembelajaran dengan persiapan yang cukup matang, untuk itu guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model pembelajaran scramble sehingga diperoleh hasil yang maksimal. 2. Kepada Peserta didik, dengan adanya model pembelajaran scramble ini, disarankan dapat lebih membantu meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. 3. Bagi Sekolah, disarankan agar lebih memperhatikan kebutuhan guru dan peserta didik dalam mengembangkan berbagai macam media dan metode pembelajaran. 4. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SMP Negeri 4 Plampang tahun pelajaran 2015-2016. Rahmawati, Tri. 2011. “Penggunaan Model Pembelajaran Scremble untuk Peningkatan Motivasi Belajar IPA (Fisika) pada siswa SMP Negeri 16 Purworejo tahun pelajaran 2011/2012”. Radiasi, Vol 1 No: 1. Sumaatmadja, Nursid. 1997. Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara. Surakhmad, Winarno. 1980. Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Jemmars. Prev Next DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Bandung: Reneka Cipta. Asrori, 85 Muhammad. 2009. Pembelajaran. CV Wacana Prima. Psikologi Bandung: Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH JURNAL Pendidikan SAMAWA 1. 2. 3. 4. 5. 6. Artikel yang dikirim ke Jurnal Pendidikan SAMAWA (JPS) meliputi hasil penelitian (paling lama 5 tahun pada saat naskah diajukan) bidang pendidikan. Naskah diketik dengan program Microsoft Word, huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi 1,5 dicetak pada kertas A4 sepanjang maksimum 7-15 halaman, dengan margin kiri-atas-kanan-bawah berturut-turut: 3,5 – 3 - 2,5 - 3 dan diserahkan dalam bentuk cetakan (print-out) sebanyak 2 eksemplar beserta soft-copy-nya. Pengiriman naskah juga dapat dilakukan sebagai attachment e-mail ke alamat: [email protected] atau [email protected]. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah judul artikel. Jika artikel ditulis bersama tim, anggota penulis dicantumkan di bawah nama penulis utama. Penulis harus mencantumkan institusi asal dan alamat email (bagi penulis utama) untuk memudahkan komunikasi. penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama Sistematika artikel hasil penelitian adalah judul (maks: 12 kata) Judul dicetak dengan huruf kapital di tengah-tengah, dengan ukuran huruf 14 poin, nama penulis (tanpa gelar akademik),. abstrak terdiri dari bahasa indonesia dan bahasa inggris (dalam satu paragraf, maks 200 kata) yang memuat tujuan, metode, dan hasil penelitian, kata kunci (maks 3-5 kata); pendahuluan yang memuat latar belakang, rangkuman kajian teoritik, dan tujuan penelitian (maksimum 40 % dari keseluruhan isi artikel), Metode, hasil dan pembahasan yang berisikan bagian hasil (ada subjudul) dan bagian pembahasan (ada subjudul), simpulan yang memuat simpulan dan saran (tanpa judul), serta daftar rujukan (hanya memuat sumbersumber yang dirujuk). Tabel dan gambar diberi nomor dan judul Sumber rujukan minimal 80% berupa pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang digunakan adalah sumber-sumber primer berupa artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi). Atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau majalah ilmiah Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir, tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Darwis, 2015: 55). Daftar Rujukan diurutkan secara alfabetis dan kronologis dengan tata cara seperti contoh berikut ini. Buku: Anderson, D.W., Vault, V.D., & Dickson, C.E. 1999. Problems and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Pubishing Co. Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 86 Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge. Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi Kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61. Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos, hlm. 4 & 11. Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3. Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya. Buku terjemahan: Ary, D., Jacobs, L.C., & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional. Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Peneitian: Darwis, Nasrullah. 2015. Pengembangan Model Supervisi Bimbingan dan Konseling dengan Teknik Structured group Supervision untuk Guru BK SMK. Tesis. Tidak diterbitkan. Semarang: Program Pascasarjana Unnes Semarang. Makalah seminar, lokakarya, penataran: Mahmud, Alimuddin. 2015. Pengembangan kualitas pribadi sosial konselor dalam membentuk generasi bangsa menuju generasi emas 2045. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan dan Workshop Bimbingan dan Konseling, Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar, Makassar, 23-24 Maret 2015. Internet (karya individual): Hitchcock, S., Carr, L., & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995: The Calm before the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html), diakses 12 Juni 1996. Internet (artikel dalam jurnal online): Halim. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. (Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.unm.ac.id), diakses 20 Januari 2014. Internet (bahan diskusi): Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet Sites. NETTRAIN Discussion List, (Online), ([email protected]), diakses 22 November 2014. Internet (e-mail pribadi): Naga, D.S. ([email protected]). 1 Oktober 1997. Artikel untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah ([email protected]). 87 Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 13. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bebestari (reviewers) yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/ saran dari mitra bestari atau penyunting. 14. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HaKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel. 15. Untuk konfirmasi langsung dapat menghubungi kami ke Aan Andayani: 087863615071 dan Nasrullah Darwis: 081353514705. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016 88 Tamplate Artikel JPS JUDUL DI TULIS DENGAN FONT TIMES NEW ROMAN 14 CETAK TEBAL (MAKSIMAL 12 KATA) Penulis1) Penulis2) [Font Times New Roman 12 Cetak Tebal dan Nama Tidak Boleh Disingkat] Nama Institusi Asal, alamat dan email : [email protected] (penulis 1) . [Font Times New Roman 11 spasi tunggal] Abstrak [Judul : Times New Roman 11 Cetak Tebal]. Abstract ditulis dalam bahasa inggris dan indonesia bersusun kebawah yang berisikan, tujuan penelitian metode pendekatan dan hasil penelitian. Abstract ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 250 kata. (Times New Roman 11, spasi tunggal). Keyword: Maksimum 3-5 kata kunci dipisahkan dengan tanda koma. [Font Times New Roman 11 spasi tunggal] PENDAHULUAN [Times New Roman 12 bold] Pendahuluan mencakup latar belakang atasi suatu permasalahan serta urgensi dan rasionalisasi kegiatan (penelitian atau pengabdian). Tujuan Kegiatan dan rencana pemecahan masalah disajikan dalam bagian ini. Tinjauan pustaka yang relevan dan pengembangan hipotesis (jika ada) dimasukkan dalam bagian ini. [Times New Roman, 12, normal] METODE Metode penelitian menjelaskan rancangan kegiatan, ruang lingkup atau objek, bahan dan alat utama, tempat teknik pengumpulan data , defenisi operasional variabel penelitian, dan teknik analisis. [Times New Roman, 12, normal]. 89 HASIL DAN PEMBAHASAN Bagian Ini menyajikan hasil penelitian. Hasil penelitian dapat dilengkapi dengan tabel, grafik (gambar), dan/atau bagan.Tabel dan gambar diberi nomor dan judul. Bagian pembahasan memaparkan hasil pengolahan data, mengintrepretasikan penemuan secara logis, mengaitkan dengan sumber rujukan yang relevan. [Times New Roman, 12, normal]. SIMPULAN Memuat simpulan dan saran (tanpa judul). Berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan peneitian atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf. [Times New Roman, 12, normal]. DAFTAR RUJUKAN Memuat sumber-sumber yang dirujuk .Sumber rujukan minimal 80% berupa pustaka terbitan 10 tahun terakhir. [Times New Roman, 12, normal]. Jurnal Pendidikan Samawa, Vol. 1 No.2 September 2016