Title Goes Here - Binus Repository

advertisement
Matakuliah
Tahun
: U0022 | SEJARAH SENI RUPA DAN
KEBUDAYAAN INDONESIA 1
: 2009/2010
Seni Topeng
Pertemuan 11
TOPENG MAGIS & ANIMISTIK
Kebiasaan pemakaian topeng sebagai
media peragaan dalam berbagai
upacara ritual diperkirakan telah
berlangsung sejak masa Prasejarah.
Topeng Kematian dari
emas | Jawa Timur
Pada masa itu topeng berhubungan
dengan simbol spiritual animistik.
Dengan mengenakan topeng, seorang
pelaku ritual dianggap mampu
mewakili keberadaan roh nenek
moyang.
TOPENG MAGIS & ANIMISTIK
Sebagai motif hias, topeng tampil
dalam bentuk stilasi wajah
manusia ataupun hewan, atau
gabungannya.
Perbedaan gaya topeng tampak
pada seni dekorasinya. Topeng
Kalimantan bergaya ornamental
serta ritmis dan dinamis contohnya
topeng hudoq.
Topeng Hudoq Kalimantan
Timur yang hanya dipakai
pada upacara tertentu.
Sementara Topeng Batak
cenderung agak kaku.
TOPENG MAGIS & ANIMISTIK
Topeng dari Batak Toba yang
terbuat dari kayu yang
menyatu dengan tutup
kepalanya. Ada kalanya
diberi rambut dengan lidi
dari kayu ataupun dari
paku.
Topeng dikenakan di
antaranya pada upacara
kematian.
TOPENG MAGIS & ANIMISTIK
Tidak hanya menutupi wajah,
ada kalanya topeng juga
menutupi sebagian tubuh
(seperti pakaian), misalnya
topeng dan kostum upacara
adat di Papua.
TOPENG PADA MASA HINDU
Topeng sebagai ragam hias
masih berkelanjutan pada
zaman Hindu.
Topeng Barong & Rangda
Nilai magis yang diwariskan
oleh seni prasejarah masih
berpengaruh dan
menyesuaikan diri dengan
paham magis dari agama
Hindu, khususnya Shivaisme di
Indonesia.
TOPENG PADA MASA HINDU
Untuk kepentingan ungkapan baru dalam
seni Jawa-Hindu, ragam hias topeng dengan
ekspresi magis tampil sebagai penolak bala
yang ditempatkan di bagian atas dari lobang
pintu masuk atau pelengkung relung dari
dinding bangunan candi.
TOPENG PADA MASA HINDU
Motif topeng dengan wajah
raksasa dalam seni dekoratif
Jawa-Hindu disebut Kala.
Motif hias karang Bhoma pada
gapura bangunan Pura di Bali
sebagai perkembangan motif
hias di Jawa Timur.
Nilai magis motif hias Kala pada
bangunan candi makin jelas
tampak pada wujud
perkembangannya di Jawa
Timur dan Bali. Di Bali motif ini
disebut dengan istilah Karang
Boma.
TOPENG PADA MASA HINDU
Ekspresi wajah semakin realistik
dengan meninggalkan pola
ornamental.
Topeng dengan wajah yang mendekati
realistis ini dapat ditemukan di Bali.
Topeng drama
tari Bali
Sebagai karya seni topeng
perlambangan Hinduistik tersebut
tampil pula sebagai media peragaan
dalam dramatari yang mengambil
lakon dari cerita wayang.
TOPENG PADA MASA HINDU
Nilai ekspresi dari topeng tampil dalam
suatu tarian yang mendukung
perwatakan tokoh yang diperankan.
Pementasan tarian topeng yang diangkat
dari cerita yang bersumber pada
kesusasteraan Jawa Hindu dimulai di
pusat kebudayaan di lingkungan istana
raja serta dalam lingkungan Pura dan
Topeng Bali yang
kemudian di banjar-banjar, khususnya di
menampilkan ekspresi Bali.
wajah yang kuat
karakternya.
TOPENG PADA MASA HINDU
Sebagai karya seni klasik yang bersumber di
lingkungan istana dengan ketentuan hidup
yang mengikat, maka topeng wayang
dikenakan peraturan representasi.
Kesan ekspresi adalah pencerminan dari
wajah dalam kehidupan sehari-hari yang
disebut watak. Dalam seni topeng ataupun
wayang disebut wanda. Ekspresi topeng
meliputi tipe kasar, halus, galak, raksasa,
ksatria dan lain sebagainya.
TOPENG PADA MASA MASUKNYA ISLAM
Para raja dan bangsawan pada
zaman Islam, sesuai dengan tradisi
kebudayaan istana terus berusaha
untuk mengembangkan dan
menyempurnakan tarian topeng
yang telah dirintis pada zaman
Hindu.
Topeng berhidung
panjang | Cirebon.
Kebiasaan ini selain untuk
membina dan mengembangkan
seni klasik juga untuk memasukkan
ajaran hidup berdasar agama
Islam.
TOPENG PADA MASA MASUKNYA ISLAM
Tradisi seni topeng yang sudah
berakar sejak zaman pra sejarah dan
Hindu, oleh para Wali dan Raja Islam
dikembangkan dan disempurnakan,
baik dari nilai drama tarinya maupun
nilai-nilai kesenirupaannya.
TOPENG PADA MASA MASUKNYA ISLAM
Topeng disesuaikan pula dengan ajaran
Islam (terutama untuk menghindari
visualisasi secara langsung figur manusia
atau hewan), sehingga wujud topeng
cenderung dekoratif tidak terlalu realistik.
Wujud topeng sering kali merupakan
adaptasi dari bentuk wayang.
TOPENG PADA MASA MASUKNYA ISLAM
Pada periode ini topeng
memiliki nilai baru, yaitu nilai
simbolik perwatakan manusia
sesuai dengan ajaran moral-etik
waktu itu.
Nilai simbolik tersebut tampak
pada konsep pembentukan
wajah dari topeng yang
tercermin melalui warna, garis
dan tatarias wajah serta
tatabusananya.
TOPENG MASA KINI
Di masa kini masih ada topeng tradisional
yang masih dikeramatkan. Biasanya yang
masih digunakan dalam ritual adat.
Namun demikian banyak topeng yang
sudah tidak lagi bernilai sakral, baik yang
digunakan dalam tari-tarian tradisional
maupun yang diproduksi massal sebagai
benda hias dan cindera mata.
Topeng-topeng tersebut kerap bentuknya
sudah tidak mengikuti pakem dan banyak
dimodifikasi.
PERUBAHAN FUNGSI TOPENG
Topeng yang awalnya memiliki fungsi magis sebagai
sarana upacara dan tolak bala, kemudian berubah
menjadi sarana penyampai ajaran agama baik agama
Hindu maupun Islam.
Pemakaian topeng berhubungan pula dengan seni tari
yang dikembangkan saat itu di lingkungan istana.
Saat ini, topeng juga mulai berubah fungsi pakainya
menjadi benda dekoratif untuk dipajang sebagai
hiasan.
Akibatnya berubah pula nilai artistik dari seni topeng
sebagai kerajinan. Topeng tidak lagi dikeramatkan
melainkan diperdagangkan sebagai komoditi.
DAFTAR PUSTAKA
• Soekmono, R. (1981). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1,
2 dan 3. Kanisius. Yogyakarta.
• Miksic, John (ed) (1998). Indonesian Heritage vol. 1 - Ancient
History. Didier Millet. Singapore
• Reid, Anthony (ed) (1998). Indonesian Heritage vol. 3 - Early
Modern History. Didier Millet. Singapore
• Tjahjono, G. (ed) (1998). Indonesian Heritage vol. 6 Architecture. Didier Millet. Singapore
• Soemantri, H. (ed) (1998). Indonesian Heritage vol. 7 - Visual Art.
Didier Millet. Singapore.
• Fox, James (ed) (1998). Indonesian Heritage vol. 9 – Religion and
Ritual. Didier Millet. Singapore
• McGlynn, J.H. (ed)(1998). Indonesian Heritage vol. 10 - Language
and literature. Didier Millet, Singapore
• Katalog Pameran ‘Beyond Faces: Seratus Topeng Indonesia Raya’
Download