BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bakteri Bakteri berasal

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Bakteri
Bakteri berasal dari kata bakterion (Yunani= batang kecil). Didalam
klasifikasi bakteri digolongkan dalam divisio Schizomycetes. Bakteri dari kata latin
bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok raksasa dari organisme hidup. Mereka
sangatlah kecil dan kebanyakan uniseluler, dengan struktur sel yang relative
sederhana tanpta nucleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria
dan klroplas (Dwidoseputro, 2005).
Bakteri pertama ditemukan oleh Anthony van Leeuwenhoek pada tahun 1674
dengan menggunakan mikroskop buatannya sendiri. Istilah bacterium diperkenalkan
dikemudian hari oleh Ehrenburg pada tahun 1828 (Pleczar dkk, 2008).
2.1.1 Karkas ayam pedaging
Karkas ayam pedaging ialah bagian dari ayam pedaging hidup, setelah
dipotong, dibului, dikelurkan jeroan, dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan
leher serta kedua kakinya (ceker).
2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan cara penangananya, dibedakan menjadi
1. Karkas segar ialah karkas segar yang baru selesai diproses selama tidak lebih
dari 6 jam dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut.
2. Karkas dingin segar ialah karkas segera didinginkan setelah selesai diproses
sehingga suhu di dalam daging menjadi antara 40-50 C.
3. Karkas beku ialah karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau
lambat dengan suhu penyimpanan antara 120C sampai dengan suhu 180C.
Pengawasan daging sangat perlu, terutama karena daging lekas membusuk,
juga kemungkinan hewan potong menderita yang dapat ditularkan kepada manusia.
Untuk memelihara sanitasi daging ada beberapa hal khusus yang perlu di
perhatikan.
1. Hewan potong
Hewan apapun yang akan diambil dagingnya, harus bebas dari penyakit,
seperti TBC, anthrax, dan cacing.
Untuk mengetahui apakan hewan potong mempunyai penyakit dilakukan dua
kali pemeriksaan.
a. Pemeriksaan sebelum ternak dipotong
Hewan yang dicurigai menderita penyakit, harus dipotong terpisah
b. Pemeriksaan setelah ternak dipotong yang diperiksa biasanya kelenjar,
jantung, lidah, alat-alat viseral, sebab alat-alat ini sering sebagai tempat
hidupnya bibit penyakit.
2. Rumah potong
Bangunan harus dibuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan,
tidak menjadi sarana berbagai serangga atau tikus, mempunyai
saluran limbah, mempunyai air bersih yang cukup, dan mempunyai
tempat pembuangan sampah yang baik.
Kadang-kadang tersedia untuk tempat hewan menginap sebelum
dipotong
Orang yang melaksanakan pemotongan harus terjaga kesehatanya.
Pisau dan alat-alat yang dipergunakan harus benar-benar bersih.
3. Pemasaran
Kebersihan pasar daging haruslah terpelihara. Daging yang dijual jangan
dibiarkan terbuka dan batasi pembeli memegang daging agar tidak terkontaminasi
oleh kuman yang mungkin ada pada tangan pembeli tersebut. Sebaiknya pasar
dilengkapi dengan alat pendingin agar daging tidak cepat rusak. Untuk
mengetahui apakah daging masih berada dalam keadaan baik, ada tiga hal yang
perlu diperhatikan:
a. Warna daging
Daging yang baik harus mempunyai warna sama antara bagian dalam dan
bagian luar dagin
b. Bau
Bau daging adalah khas, sesuai dengan bau hewanya. Kalau ada proses
pembusukan, baunya akan berubah.
c. Konsistensi
Daging yang baik mempunyai konsistensi, elastic bila ditekan, kalau dipegang
terasa basah kering. Artinya, meskipun rasanya basah, tidak sampai membasahi
tangan si pemegang (Widyati dan Yuliarsih, 2002).
2.1.2 Uji Mikrobiologi Daging
Daging biasanya diawetkan dengan cara pendinginan atau pemberian es, oleh
karena itu mikroba yang sering tumbuh pada daging biasanya sebagian besar
tergolong dalam mikroba psikrofilik, yaitu mempunyai suhu optimum pertumbuhan
5-150C, dengan suhu minimum 00C dan suhu maksimum 200C. Bakteri gram negative
yang sering mengkontaminasi daging yang didinginkan tergolong
jenis
pseudomonas. Daging yang dijual di pasar tanpa diberi perlakuan pendinginan atau
pemberian es sering terkontaminasi oleh mikroba mesofilik yang mungkin bersifat
gram positif. Oleh karena itu untuk menghitung jumlah mikroba pada daging
digunakan suhu 200C, yaitu dengan tujuan supaya mikroba psikrofolik maupun
mesofilik (suhu pertumbuhan 20-450C) dapat tumbuh
Bagian dalam daging yang baru disembelih dari hewan sehat biasanya steril.
Kontaminasi dan kebusukan dari daging biasnya berasal dari mikroorganisme pada
permukaanya, yang kemudian akan masuk ke bagian dalam daging (Fardiaz, 1993).
2.1.3 Uji Kuantitatif Bakteri
Banyak metode yang digunakan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam
bahan pangan. Salah satunya adalah metode hitung cawan. Prinsip metode ini adalah
apabila ada satu sel mikroorganisme yang masih hidup berkembang biak pada
medium yang sesuai, maka sel tersebut akan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung dan dihitung dengan mata pada media yang digunakan setelah dilakukan
inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
Metode ini merupakan metode yang paling sensitif untuk menentukan jumlah
jasad renik, dengan alasan :
a. Hanya sel mikroba yang hidup yang dapat dihitung.
b. Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus.
c. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba, karena koloni
yang terbentuk mungkin berasal dari mikroba yang mempunyai
penampakan spesifik.
Selain keutungan-keuntungan tersebut diatas, metode hitung cawan juga
mempunyai kelemahan sebagai berikut:
a. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena
beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni.
b. Medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan
jumlah yang berbeda pula.
c. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang kompak, jelas, tidak menyebar.
d. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi yang relatif lama sehingga
pertumbuhan koloni dapat dihitung (Waluyo Lud, 2008).
1. Uji Angka Lempeng Total
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada
pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan angka lempeng total (ALT). Uji angka
lempeng total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil
menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati
secara visual berupa angka dalam koloni(cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Cara yangn
digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar (BPOM, 2008).
2.2 Standar Perhitungan
Laporan dari hasil menghitung dengan cara hitungan cawan menggunakan
suatu standar yang disebut Standar Plate Count (SPC) sebagai berikut:
1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni
antara 30-300, jika tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang
jumlahnya mendekati 300.
2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu
kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan, dapat
dihitung sebagai satu koloni.
3. Suatu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal
dihitung sebagai satu koloni.
4. Perbandingan jumlah bakteri hasil pengenceran yang berturut-turut antara
pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya, jika
sama atau lebih kecil dari 2 hasilnya dirata- rata. Tetapi jika lebih besar
dari 2 yang dipakai jumlah mikroba dari hasil pengenceran sebelumnya.
5. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petri disk,
koloni demikian dinamakan spreader.
6. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata.
Dalam SPC ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni sebagai berikut:
1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yakni angka pertama
(satuan) dan angka kedua (desimal). Jika angka ketiga sama dengan atau
lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka
kedua, sebagai contoh, didapatkan 1,7 x 104 unit koloni/ml atau 2,0 x 106
2. Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni per cawan
petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Karena itu,
jumlah koloni pada pengenceran yang terendah yang dihitung. Hasilnya
dilaporkan
sebagai
kurang
dari
30
dikalikan
dengan
besarnya
pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam
tanda kurung.
3. Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan
petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Karena itu,
jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya
dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor pengenceran,
tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
4. Jika jumlah cawan cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni
dengan jumlah antara 30 dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi
dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama
dengan dua, dilaporkan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan
memperhitungkan faktor pengenceran. Jika perbandingan antara hasil
tertinggi dan terendah lebih besar daripada 2, yang dilaporkan hanya hasil
yang terkecil.
5. Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran data yang diambil
harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh salah satu. Oleh karena itu,
harus dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan kedua cawan duplo
dengan koloni antara 30 dan 300 (Waluyo Lud, 2008).
2.2.1 Sterilisasi
Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan proses penghilangan semua jenis
organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri,
mycoplasma, virus) yang terdapat pada/di dalam suatu benda. Proses ini melibatkan
aplikasi biosidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atan
menghilangkan mikroorganisme (Pratiwi, 2008).
Metode sterilisasi dibagi menjadi dua, yaitu metode fisik dan metode kimia.
Metode sterilisasi kimia dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia,
sedangkan metode sterilisasi fisik dapat dilakukan dengan cara panas, baik panas
kering maupun panas basah, radiasi, dan filtrasi.
1.
Metode Sterilisasi fisik
Metode sterilisasi panas merupakan metode yang paling baik dipercaya dan
banyak digunakan. Metode sterilisasi ini digunakan untuk bahan yang tahan panas.
Metode sterilisasi panas dengan penggunaan uap air disebut metode sterilisasi panas
lembap atau sterilisasi basah. Metode sterilisasi panas tanpa kelembapan (tanpa
penggunaan uap air) disebut metode sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering.
Umumnya untuk bahan yang sensitif terhadap kelembapan digunakan metode
sterilisai kering pada temperatur 160-1800C, sedangkan untuk bahan yang resisten
kelembapan digunakan metode sterilisasi panas basah pada temperature 1150-1340C.
Proses sterilisasi panas ini terdiri dari tiga tahap, yaitu:
a.
Tahap Pemanasan (heating stage) : peningkatan temperatur bahan yang
disterilisasi.
b.
Tahap Sterilisasi (holding stage) : waktu yang diperlukan untuk proses
sterilisasi.
c.
Tahap Pendinginan (cooling stage) : waktu yang diperlukan untuk
penurunan temperatur bahan yang disterilisasi.
Sterilisasi panas kering berfungsi untuk mematikan organisme dengan cara
mengoksidasi komponen sel ataupun mendenaturasi enzim. Metode ini tidak dapat
digunakan untuk bahan yang terbuat dari karet atau plastik, waktu sterilisasinya lama
(sekitar 2-3 jam), dan berdaya penetrasi rendah. Ada dua metode sterilisasi panas
kering yaitu dengan insinerasi (incineration), yaitu pembakaran dengan menggunakan
api dari Bunsen dengan temperatur sekitar 350C dengan udara panas oven yang lebih
sederhana dan murah dengan temperatur sekitar 1600 1700C (Waluyo, 2008).
Sterilisasi panas basah dengan perebusan menggunakan air mendidih 1000C
selama 10 menit efektif untuk sel-sel vegetatif dan spora eukariot, namun tidak
efektif untuk endospora bakteri. Tingkat sterilisasi panas basah pada temperatur
kurang dari 1000C tergantung pada temperatur dan atau waktu sterilisasi. Endospora
bakteri umumnya resisten terdapat sterilisasi cara ini. Sterilisasi panas basah
digunakan untuk bahan yang sensitif panas.
Sterilisasi panas basah menggunakan temperatur di atas 1000C di lakukan
dengan uap yaitu menggunakan autoklaf, alat serupa pressure cooker dengan
pengatur makanan dan klep pengaman. Prinsip autoklaf adalah terjadinya koagulasi
yang lebih cepat dalam keadaan basah dibandingkan dalam keadaan kering. Proses
sterilisasi
dengan autoklaf ini dapat membunuh mikroorganisme dengan cara
mendenaturasi atau mengkoagulasi protein pada enzim dan membran sel
mikroorganisme. Proses ini juga dapat membunuh endospora bakteri. Panas basah
dari autoklaf berfungsi untuk mensterilkan, bukan pada tekanannya. Autoklaf dapat
digunakan untuk mensterilkan beberapa bahan alat sebagai berikut. Bahan dan alat
tersebut antaralain media mikrobiologi, alat intravena, sarung tangan, alat penyuntik,
alat transfusi, pengawetan makanan dalam kaleng dan lain-lain. Autoklaf merupakan
alat streilisasi yang cukup meyakinkan, walaupun demikian tidak dapat dipakai untuk
mensterilkan alat- alat yang terbuat dari plastik (Pratiwi T Syilvia, 2008).
2.2.2
Jenis Bakteri yang Mencemari Makanan
Bakteri yang tumbuh di dalam makanan kita mengubah makanan tersebut
menjadi zat-zat organik yang berkurang energinya. Di dalam pengubahan itu bakteri
memperoleh energi yang dibutuhkan. Hasil
metabolisme spesies-spesies tertentu
digemari oleh manusia, misalnya alkohol sebagai hasil metabolisme saccharomyces
cerevisiae, cuka sebagai hasil fermentasi Acetobacter sp. Akan tetapi ada beberapa
spesies yang hasil metabolismenya merupakan eksotoksin yang berbahaya bagi
kesehatan manusia. Jika toksin itu masak dalam alat pencernaan manusia, dapatlah
timbul gejala-gejala keracunan seperti perut sakit, muntah-muntah, diare (buang air
besar berkali-kali).
Beberapa spesies dari bakteri patogen dapat tumbuh serta berkembang biak
dengan baiknya, jika makanan yang dihinggapinya itu mempunyai PH, kelembaban,
dan temperatur yang menguntungkan bagi kehidupan mereka. Toksin yang mereka
hasilkan dapat berupa enterotoksin, yaitu toksin yang menganggu alat pencernaan
kita. Dapat juga toksin yang mereka hasilkan itu berupa neurotoksin, yaitu toksin
yang menganggu urat saraf kita. Keracunan oleh enterotoksin menimbulkan gejalagejala yang lain daripada keracunan oleh neurotoksin. Diantara racu-racun yang
dihasilkan oleh bakteri-bakteri yang paling banyak ialah racun yang dihasilkan
clostridium botulinium.
Umumnya makanan merupakan sumber infeksi dan keracunan oleh bakteri,
ialah makanan yang tergolong dalam makanan berasam rendah seperti daging, susu,
telur, serta produk-produk lainya. Bakteri – bakteri yang menyebabkan infeksi
antaralain, Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinium,
Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Staphylococcus Aureus, Vibrio cholera,
Vibrio parahaemolyticus (Winarno dkk., 1982).
1.
Bacillus cereus
Bakteri ini adalah bakteri gram positif berbentuk batang, bergerak, dapat
membentuk spora, bersifat fakultatif anaerob dan tersebar secara luas dalam tanah
dan air. Bakteri dapat tercemar pada bahan pangan kering seperti serealia, rempah-
rempah
dan
susu
bubuk.
Kemampuan
membentuk
spora
memungkinkan
mikroorganisme ini tetap hidup pada operasi pengolahan dengan pemanasan. Gejalagejala dan keracunan bahan pangan yang tercemar oleh bakteri ini termasuk diare,
sakit perut dan kadang-kadang muntah-muntah (Adiono, 2009).
2. Chlostridium perfringens
Chlostridium perfringens adalah gram positif, pembentuk spora, bakteri
berbentuk batang yang tidak bergerak dan anaerob. Clostridium perfringens
berkembang biak dengan baik dan sangat cepat pada suhu antara 370C-550C dengan
pembelahan sel terjadi setiap 10-15 menit. Clostridium perfrigens merupakan bakteri
patogen yang paling luas penyebaranya. Bakteri ini secara alami telah berada secara
alamiah dalam alat pencernaan manusia, binatang dan burung yang sehat dan
kemudian dikeluarkan ke tanah dan air dimana organisme tersebut akan tetap dapat
hidup untuk jangka waktu cukup lama. Produk- produk daging dan ayam seringkali
tercemar oleh organisme ini. Gejala-gejala dan keracunan bahan pangan yang
tercemar oleh bakteri akan nampak setalah 8-24 jam memakan bahan pangan yang
tercemar dan ditandai dengan gejala sakit perut, diare, dan pusing.
Menurut Adiono (2009) bahwa “jumlah dosis yang besar (108 sel) diperlukan
untuk bersifat infeksi dan setelah dimakan, organisme akan berkembang dalam alat
pencernaan karena itu menghasilkan racun yang menimbulkan gejala patogenik.
3. Chlostridium botulinium
Bakteri Chlostridium botulinium seperti bakteri perfrigens, Chlostridium
botulinium, adalah bakteri gram positif, anaerobik, pembentuk spora berbentuk
batang. Bakteri ini terdapat didalam tanah, air, dan sedimen air laut dan dapat
mencemari bermacam-macam produk seperti buah-buahan, sayuran, daging dan
bahan pangan asal laut. Keracunan bahan pangan oleh Chlostridium botulinium
kebanyakan berhubungan dengan bahan pangan yang telah diolah, terutama yang
diolah dengan pemanasan, di mana proses tersebut tidak dapat mengurangi spora dan
organisme ini.
Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan sistem racun
yang cukup kuat dan bersifat mematikan. Gejala-gejala keracunan akan nampak
dalam jangka waktu 24-72 jam sebagai tanda pertama adalah lesu, sakit kepala dan
pusing. Sistem syaraf pusat terganggu dan terjadi pula gangguan pada penglihatan,
pada akhirmya sulit berbicara yang disebabkan kelumpuhan pada otot tenggorokan.
Kematian dapat terjadi oleh karena pusat pernapasan mengalami kelumpuhan.
Tingkat kematian sangat tinggi (kira-kira 50%) dan hal ini dapat dikurangi jika
antitoksin dapat segera diberikan (Adiono, 2009).
4.
Eschericia coli
Bakteri ini adalah gram negatif, bergerak, berbentuk batang, bersifat fakultatif
anaerob dan termasuk golongan Entrobacteriaceae. Organisme ini berada di dapur
dan tempat-tempat persiapan bahan pangan melalui bahan baku dan selanjutnya
masuk kemakanan yang telah dimasak melalui tangan, permukaan alat-alat, tempattempat masakan dan peralatan lain. Masa inkubasi adalah 1-3 hari dan gejalagejalanya menyerupai gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar oleh
Salmonella atau disentri (Adiono,2009).
5. Sal monella
Salmonella adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk
spora, dan dapat memfermentasi glukosa. Bakteri ini dapat tumbuh baik pada suhu
kamar, sedangkan suhu optimumnya adalah 370C. Pemanasan yang digunakan untuk
menghancurkan salmonella yaitu selama paling sedikit 20 menit pada suhu 660C.
Menurut Winarno dan Betty (1982) bahwa “Sumber Kontaminasi makanan
dengan salmonella adalah manusia dan hewan baik secara langsung maupun tidak
langsung”, Kontaminasi Salmonella pada makanan juga dapat berasal dari ternak,
unggas, telur serta kontaminasi dari tikus, lalat dan kecoa. Makanan-makanan lain
yang sering tercemari dalam infeksi Salmonella adalah daging dan produknya seperti
sosis, sandwich, ikan asap, susu segar, bakso, es krim, cokelat susu, dan makanan
yang terbuat dari telur.
6.
Shigella
Shigella adalah bakteri gram negatif, anaerob fakultatif, berbentuk
batang, suhu optimum 370C, tidak membentuk spora dan tidak mempunyai
flagella. Gejala yang nampak setelah memakan bahan pangan yang tercemar oleh
bakteri ini adalah kejang perut, diare, demam sampai 400C dan malaise.
Makanan yang terkontaminasi adalah terutama air, susu, es krim, kentang, ikan
tuna, udang, kalkun, salad dan makroni. Untuk mengawasi agar penyakit ini
tidak terjadi dapat dilakukan dengan memperhatikan higiene pekerja, makanan
segara didinginkan dan dimasak dengan baik, air dikhlorinasi dan dihindarkan
kontak makanan dengan lalat (Winarno dan Betty, 1982).
7.
Staphylococcus Aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, fakultatif anaerob dan
dapat tumbuh pada produk-produk yang mengandung Nacl sampai 16%.
Tercemarnya bahan pangan oleh bakteri staphylococcus aureus kebanyakan
berhubungan dengan produk bahan pangan yang telah dimasak terutama yang
dikelola oleh manusia seperti daging dan ayam yang dimasak dan produk-produk
susu seperti kue-kue krim dan keju.
Menurut Adiono (2009) bahwa “gejala-gejala dan keracunan bahan pangan
tercemar oleh staphylococcus aureus bersifat intoksifikasi. Pertumbuhan organisme
ini dalam bahan pangan menghasikan racun enterotoksin. Apabila termakan dapat
mengakibatkan serangan mendadak yaitu kekejangan pada perut dan muntah-muntah
yang hebat. Diare dapat juga terjadi, penyembuhanya cukup cepat dan umumnya
sehari. Untuk menghasilkan enterotoksin yang cukup dalam produk untuk bersifat
meracuni dibutuhkan kira- kira 106 sel/g.
8.
Vibrio cholera
Vibrio cholera adal bakteri gram negatif, berfalgel polar, berbentuk batang,
bersifat anaerobik. Hanya membutuhkan zat-zat gizi yang sederhana dan tidak peka
terhadap keadaan basa, dapat tumbuh pada pH 9,0-9,6. Vibrio cholera adalah patogen
dalam usus, penyebab kolera yang ditandai oleh diare berair dan muntah-muntah
secara tiba-tiba dan berulang-ulang. Pada keadaan yang gawat, cairan usus habis
dengan cepat sekali dan sebagai akibat penderita mengalami dehidrasi yang
menyebabkan pingsan dan mati. Penyakit ini umumnya ditularkan melalui air karena
tercemar oleh kotoran seperti kerang-kerang, telur, dan susu juga telah dilaporkan
sebagai penyebab dari beberapa kejadian. Pengendalian penyakit ini didasarkan pada
pembuatan kotoran yang harus dilakukan secara hati-hati dan program imunisasi
(Adiono, 2009).
9.
Vibrio parahaemolyhticus
Bakteri ini adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang-batang kecil dan
bergerak, yang bersifat fakultatif anaerob. Bakteri ini membutuhkan garam untuk
pertumbuhanya dan karena itu bakteri ini merupakan penghuni air laut. Oleh karena
itu umumnya bakteri ini kebanyakan mencemari produk bahan pangan dan laut.
Pemasakan akan menghancurkan bakteri ini, tetapi pencemaran kembali pada produk
yang dimasak, misalnya kontak dengan produk-produk yang belum dimasak,
merupakan penyebab dan sejumlah peristiwa keracunan (Adiono, 2009).
2.2.3
Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan
Badan Standar Nasional Indonesia (2009) mengatakan bahwa makanan yang
diproduksi, diimpor dan diedarkan di seluruh wilayah Indonesia harus memenuhi
persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan. Persyaratan keamanan makanan harus
dipenuhi untuk mencegah makanan dari bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia
dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia. Jenis cemaran dan batas maksimum cemaran pada makanan sebagaimana
dimaksud tercantum dalam tabel 1.
Tabel 1 : Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan
No.kategori
Kategori pangan
Jenis cemaran mikroba
Batas Maksimum
pangan
Daging, daging unggas dan daging hewan buruan mentah
O8.1.1
Daging
ayam ALT (300C,72 Jam)
1 x 106koloni/g
segar,
beku APM Koliform
1 x 102 koloni/g
(Karkas
dan APM Eschericia coli
1 x 101 koloni/g
tanpa tulang) dan Salmonela sp
Negatif / 25 g
cincang
Staphylococcus aureus
1 x 102 kolon / g
Campylobacter sp
Negatif / 25 g
(Sumber : Badan Standar nasional Indonesia (2009))
Download