Penerapan Model pembelajaran Guided Discovery untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pelajaran fisika pokok bahasan cahaya kelas VIIIB SMPN 7 Kota Jambi Oleh: Adfal Afdala (Pendidikan Fisika PMIPA FKIP Universitas Jambi) Pembimbing: ( I ) Drs. Menza Hendri,M.Pd ( II ) Nehru S.Si, MT ABSTRAK Kata Kunci: Guided discovery, Hasil belajar, Aktivitas belajar Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya nilai fisika siswa di SMP Negeri 7 Kota jambi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya minat siswa dalam belajar fisika serta kurang menariknya proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sebagain besar siswa menganggap bahwa belajar fisika itu sulit karena hanya mempelajari rumus– rumus yang membosankan bagi siswa. Untuk itu peneliti mencoba menerapkan suatu model pembelajaran yang interaktif dan menciptakan suasana belajar yang asyik dan menyenangkan bagi siswa, yaitu Model pembelajaran Guided discovery. Adapun tujuannya untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Dengan menerapkan model Guided discovery pada materi cahaya di kelas VIII B SMPN 7 Kota Jambi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus. Data yang dianalisis ialah data kualitatif mengenai aktivitas siswa dan kegiatan pembelajaran guru, sedangkan data kuantitatif mengenai hasil belajar tiap siklus. Berdasarkan data hasil penelitian, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan aktivitas yang di alami siswa dari siklus I yaitu, 48,49% menjadi 55,17% pada siklus II dan 64,13% pada siklus III dengan Indikator ketercapaiannya 60%. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan setiap siklus yaitu 64,63 untuk siklus I menjadi 69,76 untuk siklus II dan 71,72 untuk siklus III. dengan Kriteria Ketuntasan Minimumnya 70 dari skala 100. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan Model Guided Discovery dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi cahaya kelas VIIIB SMPN 7 Kota Jambi. Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 1 I. PENDAHULUAN Dalam proses pembelajaran saat ini, guru sering mengarahkan siswa untuk menghafal informasi, siswa dituntut untuk mengingat dan menumpuk informasi tanpa tahu kegunaanya. Jika metode ini selalu digunakan pada pelajaran science, ditakutkan akan membunuh sifat kreatif dan kritis anak, padahal dalam pelajaran science sikap kreatif dan kritis sangat diharapkan. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode atau model pembelajaran yang dapat menumbuhkan sifat kreatif dan kritis siswa. Data rata-rata nilai ulangan harian siswa pada pokok bahasan cahaya terlihat pada tabel 1 dibawah ini: Tabel 1 : Rata-rata nilai ulangan fisika siswa kelas VIII SMPN 7 Kota Jambi tahun ajaran 2012/2013 pokok bahasan cahaya NO Kelas Jumlah siswa Nilai rata-rata 1 VIII A 33 71,5 2 VIII B 35 49,3 3 VIII C 34 58,3 4 VIII D 34 57,8 5 VIII E 35 53,6 (sumber: rekapitulasi nilai guru fisika kelas VIII 2012/2013) Dari data diatas terlihat bahwa masih banyak kelas yang memiliki rata-rata nilai dibawah KKM yang ditentukan yakni 70. Menurut guru fisika di sekolah tersebut hal ini dikarenakan sulitnya membuat siswa ikut serta dan berperan aktif dalam proses pembelajaran. Kurang aktifnya siswa ini menyebabkan siswa terbiasa menerima apa yang disampaikan guru saja, sehingga sifat kritis siswa tidak muncul. Pada dasarnya hal ini disebabkan oleh model pembelajaran yang digunakan belum mampu merangsang keaktifan siswa dalam pembelajaran sehingga perlu dilakukan penelitian tentang model pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan aktifitas siswa dalam pembelajaran. II. KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan perubahan dari persepsi dan prilaku, termasuk juga perbaikan prilaku, misalnya pemuasan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lengkap (Hamalik, 2012). Menurut Hilgard dan Bower dalam Baharuddin (2010) belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau penemuan. Dengan kata lain, belajar merupakan perubahan sikap yang ditandai dengan bertambahnya pengetahuan melalui pengalaman, ataupun pelatihan. Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 2 King Sley dalam Haryani (2010) mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang melalui pengalaman dan latihan-latihan. Nurcahayati (2009) berpendapat bahwa, belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya. Dari beberapa sumber di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan sikap dan bertambahnya pengetahuan yang diakibatkan oleh serangkaian kegiatan pembelajaran dan latihan. 2.2 Aktivitas Belajar Dalam proses belajar mengajar, tentu tidak akan lepas dengan kegiatan dan aktivitas pembelajaran. Menurut Mulyasa dalam Diani (2010), pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran. Hal ini juga didukung oleh pendapat lain yang mengatakan bahwa aktivitas belajar adalah proses kegiatan belajar siswa yang menimbulkan perubahan-perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan (Islamiyah, 2010). Selain itu, aktivitas belajar dapat diartikan sebagai suatu perbuatan baik jasmani maupun rohani yang menghendaki gerakan fungsi otot-otot individu dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dari pendapat itu, dapat diambil kesimpulan bahwa aktifitas belajar merupakan kegiatan jasmani maupun rohani yang dilakukan dalam proses interaksi antara guru dan siswa yang dapat menimbulkan perubahan tingkah laku maupun kecakapan sehingga tercapai tujuan pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar aktivitas yang dilakukan sangat bervariasi baik itu berupa tindakan, berpikir, berbicara, menanggapi, dan lain sebagainya. Adapun jenis-jenis aktivitas dalam belajar yang digolongkan oleh Paul B. Diedric dalam Sardiman (2011) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Visual activities ,yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. Oral Activities, seperti menyatakan merumuskan, bertanya, memberi saran, berpendapat, diskusi, interupsi. Listening Activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. Writing Activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, menyalin. Drawing Activities, menggambar, membuat grafik, peta, diagram. Motor Activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, berkebun, beternak. Mental Activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, m emecahkan soal, menganalisis, mengambil keputusan. Emotional Activities, seperti misalnya, merasa bosan, gugup, melamun, berani, tenang. 2.3 Hasil Belajar Dimyati (2006) mengatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Selain itu, menurut Djamarah (2010) hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil akan terbentuk setelah adanya usaha yang dilakukan Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 3 untuk mencapai hasil tersebut. Hasil dari suatu usaha akan tergantung dari seberapa baik usaha yang dilakukan. Pendapat lain mengenai hasil belajar juga dikemukakan oleh Dimyati (2006) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberi tes hasil belajar pada setiap akhir pelajaran. Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar itu merupakan hasil yang dicapai karena adanya usaha pembelajaran yang memiliki tujuan tertentu yang dapat digambarkan dalam bentuk angka-angka. Dalam proses belajar mengajar tentu mempunyai standar untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai siswa setelah pembelajaran. Beberapa pendapat muncul mengenai hal ini, seperti yang ditulis Djamarah (2010) yang mengatakan bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khususnya (TIK) tercapai. Tujuan instruksional dijabarkan oleh guru bedasarkan indikator dengan mempertimbangkan kondisi lapangan, peserta, tingkah laku dan hasi belajar. Untuk kepentingan pengajaran dan penilaian tujuan, Benjamin Bloom mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan-tujuan pendidikan. Ada tiga ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun pengklasifikasian ranah kognitif menurut Bloom dalam Hamalik (2012) sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pengetahuan Kelas ini mengingat kembali (recall) hal-hal yang khusus dan generalisasi, metode dan proses, pola, struktur, dan perangkat. Pemahaman Kelas ini adalah tingkat terbawah dari pengertian. Siswa mengetahui apa yang dikomunikasikan dan dapat menggunakan bahan atau gagasan tanpa perlu menghubungkannya dengan materi lain atau melihat implikasinya. Aplikasi Kelas perilaku ini menuntut siswa untuk menggunakan abstraksi dalam situasi yang kongkret dan khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa gagasangagasan yang umum, prosedur, prinsip-prinsip teknis, dan teori-teori yang yang harus diingat dan dilaksanakan. Analisis Kelas prilaku ini menuntut siswa untuk membuat jenjang gagasan-gagasan dalam suatu kesatuan materi secara jelas atau membuat hubungan-hubungan antara gagasan-gagasan secara eksplisit. Sintesis Kelas perilaku ini menuntut siswa untuk memadukan bagian-bagian menjadi satu keseluruhan. Evaluasi Kelas prilaku ini terdiri atas pertimbangan tentang nilai materi dan metode yang digunakan untuk maksud-maksud tertentu. Pertimbangan itu dapat bersifat kantitatif dan kualitatif dan melibatkan aplikasi ukuran tentang penerimaan yang ditentukan oleh siswa. Ranah kognitif yang telah dikemukakan di atas diharapkan mampu membantu guru untuk menyusun instrument penilaian, sehingga hasil belajar dapat terlihat. Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 4 2.4 Teori Belajar Konstuktifis Menurut Triyanto dalam Muthoharoh (2011) teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturanaturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori konstruktivisme belajar tidak dapat memindahkan informasi dari guru ke siswa begitu saja, namun perlu adanya peran aktif siswa baik mental maupun fisik untuk membangun struktur pengetahuannya bedasarkan kematangan kognitif yang dimiliki, hal ini sesuai dengan pendapat Piaget dalam Rahmawati (2007) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan konsep dalam konsep tersebut, pelajar setiap kali membangun konsep baru melalui asimilasi dan akomodasi skema mereka. Oleh dari itu, belajar merupakan proses yang terus menerus, dan tidak berkesudahan. Dari semua itu, dapat disimpulkan ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat sesuai bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Menurut Honebein dalam Maknun (2007) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran konstruktivis diantaranya: 1. 2. 3. 4. Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang sesuai. Mengutamakan proses. Menananmkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial. Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkontruksi pengalaman. Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome S. Bruner yang dikenal dengan nama discovery learning. Menurut Muthoharoh (2011) J. Bruner mengembangkan discovery learning bedasarkan kepada pandangan belajar kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. 2.5 Model Guided Discovery Model pembelajaran guided discovery merupakan komponen penting dalam pendekatan konstruktivis. Menurut Nur dalam Suprihatiningrum (2013) guided discovery muncul dari keinginan untuk memberi rasa senang kepada siswa dalam “menemukan” sesuatu oleh mereka sendiri, dengan mengikuti jejak para ilmuan. Guided discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengaitkankan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 5 Model ini melibatkan interaksi antara guru dan siswa dalam mencari kesimpulan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru untuk menuntun siswa dalam mendapatkan kesimpulan. Menurut Joseph abrustcato dan Donald A Derosa dalam Mutoharoh (2011) mengatakan yang intinya bahwa sebagai guru kalian harus mengarahkan anak-anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir aktif, menjadi pengamat, mencari fakta bedasarkan bukti-bukti, yaitu bedasarkan percobaan dan eksperiment. Model guided discovery menganjurkan siswa untuk bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Mencoba-coba dan trial error dianjurkan dalam model ini, karena dengan begitu siswa akan lebih banyak mendapat pengalaman dalam penemuan. Guru bertindak sebagai instruktur yang hanya memberikan suatu pernyataan dan permasalahan kemudian mengarahkan siswa berpikir tahap demi tahap yang nantinya siswa mendapatkan pengetahuan yang baru. Dari pendapat di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa model guided discovery ini merupakan model yang lebih menekankan pada siswa untuk ikut terlibat langsung dalam mendapatkan kesimpulan dalam pembelajaran melalui instruksi dari guru, baik berupa peta konsep, pertanyaan-pertanyaan, maupun pernyataan yang dapat membimbing siswa menemukan konsep. Menurut Suprihatiningrum (2013) terdapat tiga macam cara pengajaran sains yaitu: Exspositori, guided discovery, Explorasi. Perbedaan mendasar dari ketiga cara ini adalah penempatan guru dan murid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel berikut: Tabel.2 Perbedaan Model Pengajaran Expositori, guided discovery, Explorasi Cara pegajaran Guru Siswa Expositori Aktif dan lebih mendominasi Pasif Guided discovery Aktif sekaligus menjadi fasilitator Aktif Explorasi Hanya sebagai fasilitator Aktif (Suprihatiningrum:2013) Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pengajaran expositori, guru lebih aktif dalam pembelajaran, sedangkan siswa bersikap pasif. Jika kita lihat pembelajaran explorasi terlihat bahwa guru hanya berperan sebagai fasilitator, sedangkan siswa aktif mencari sendiri sumber belajar. Sedangkan jika kita lihat model guided discovery merupakan campuran antara guru sebagai fasilitator dan guru sebagai pusat pembelajaran. Dalam menggunakan model pembelajaran guided discovery, terdapat 10 langkah yang perlu diperhatikan menurut Carin dalam Mutoharoh, (2011) diantaranya: a. Introduction (pendahuluan) Pada tahap ini, guru fokus kepada tujuan, konten, maupun kegiatan yang akan dilakukan dalam pembelajaran. Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 6 b. c. d. e. f. g. h. i. j. III. Review (pengulangan) Pada tahap ini guru mengulang pelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran yang akan dilakukan. Overview (gambaran) Pada tahap ini, guru mulai menjelaskan tentang gambaran, ide-ide, maupun gagasan masalah yang akan diteliti. Investigation (penyelidikan) Pada tahap ini siswa mulai memanipulasi bahan untuk menguji informasi yang mereka dapat, atau experiment yang dilakukan dilabolatorium, bisa juga dengan simulasi. Tahap ini merupakan tahap eksplorasi dalam siklus, pedoman yang dapat dijadikan penuntun bagi siswa dapat berupa saran, petunjuk, pertanyaan maupun informasi. Tahap inilah yang menjadi ciri khas dari model pembelajaran guided discovery. Representation (representasi) Tahap ini merupakan tahap dimana hasil penelitian melalui penyelidikan masalah direpresentasikan melalui tindakan, grafik, gambar, tabel, kata-kata, ataupun peta konsep. Dengan ditampilkannya hasil pengamatan menggunakan grafik maupun peta konsep, maka siswa telah berlatih berfikir secara sistematik. Disscusion (diskusi) Hasil penelitian disajikan kemudian dilakukan diskusi. Pada tahap ini, guru dapat menggunakan strategi agar terjadi miskonsepsi sehingga memicu adanya diskusi yang aktif. Invention (penemuan) Setelah hasil didiskusikan, maka akan timbul kesimpulan yang berupa konsep atau perinsip yang mengarah pada kesimpulan yang kita inginkan. Siswa bukan hanya mengingat pengetahuan baru, akan tetapi akan mebangun pengetahuan baru yang bermakna bagi siswa. Application (aplikasi) Pengetahuan baru yang dibangun, dapat dijadikan untuk memecahkan masalah selanjutnya. Cara yang biasa dilakukan yakni melakukan latihan soal. Summary (kesimpulan) Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ialah meringkas pengetahuan yang didapat pada pertemuaan. Assesment (penilaian) Tahap ini merupakan tahap akhir dari model pembelajaran ini. Tahap inilah yang menentukan apakah tujuan pembelajaran telah tercapai atau tidak. Hasil pada tahap ini dapat berupa angka-angka atau nilai. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tiga siklus. Tiap siklus terdiri dari beberapa tahap menurut Elfanany (2013) yang mengatakan bahwa PTK diwujudkan dalam bentuk tahapantahapan siklus yang berkesinambungan dan berkelanjutan, dimana untuk setiap siklus terdiri dari 4 tahapan langkah yaitu: 1. Perencanaan (Planning) 2. Pelaksanaan (Action) 3. Pengamatan (Observing) 4. Refleksi (Reflecttion) Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 7 3.2 Subjek dan objek penelitian Subjek penelitian ini ialah siswa kelas VIII B SMPN 7 Kota Jambi. Sedangkan objek dari penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran fisika pokok bahasan cahaya menggunakan model pembelajaran guided discovery. 3.3 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII B SMPN 7 Kota Jambi. Pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. 3.4 Setting penelitian Penelitian ini menggunakan setting dalam laboratorium IPA dan setting kelompok dimana data diperoleh saat proses belajar mengajar di dalam kelas. 3.5 3.5.1 Instrument Penelitian dan Pengumpulan Data Pengumpulan Data Data kualitaitf: Diperoleh dari pengamatan aktifitas siswa dan kegiatan pembelajaran guru Data kuantitatif: Diperoleh dari hasil belajar siswa tiap siklus 3.5.2 Instrument Penelitian Menurut Arikunto (2010) instrumen penelitian merupakan alat bantu peneliti dalam menggunakan metode pengumpulan data. Data yang dikumpulkan dalam peneltian inilah data mengenai aktivitas belajar dan hasil belajar. Adapun instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah: Tabel 3 Instrument untuk variable Variable Aktivitas Hasil belajar Metode Observasi Dokumentasi Instrument Lembar observasi Tes Formatif (Sumber: Triyani, 2009) 3.5.2.1 Tes Formatif Menurut Purwanto (2013) tes formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti proses belajar mengajar setiap pokok bahasan sesuai tujuan pembelajarannya. Tes yang digunakan berupa butir-butir soal dengan bentuk objektif atau pilihan. Sebelum didapat butir-butir soal, penulis membuat kisi-kisi soal terlebih dahulu, hal ini dimaksudkan agar butir-butir soal yang dijadikan sebagai alat ukur dapat menjaring data yang kita butuhkan. Butir soal nantinya akan dilakukan analisis berupa Validitas soal, daya beda, Tingkat kesukaran, maupun reliabilitasnya. Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 8 a. Validitas Soal Instrument yang valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang akan diukur. Instrumen yang valid ialah instrument yang dapat memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai dengan kenyataan dan keadaan sesungguhnya. b. Tingkat Kesukaran Soal Menurut Arikunto (2010) soal yang terlalu mudah menyebabkan anak kurang usaha untuk memecahkannya, sebaliknya soal yang sangat sulit menyebabkan siswa akan putus asa dan kurang motivasi untuk memecahkannya. Maka butir diusahakan memiliki tingkat kesukaran sedang. c. Daya Beda Daya pembeda soal adalah kemampuan soal membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi. d. Reliabilitas Soal Reliabilitas soal merupakan suatu ukuran apakah tes dapat dipercaya dan bertujuan untuk melihat apakah soal yang akan diberikan tersebut dapat deberikan skor yang sama setiap digunakan. Sehingga suatu tes dikatakan reliable jika tes itu dilakukan pada subject yang berbeda akan memberikan hasil yang sama. 3.5.2.2 Lembar Observasi Lembar observasi merupakan instrument penelitian sebagai acuan dalam tahap observasi. Lembar observasi terdiri dari beberapa kemungkinan prilaku dan sikap siswa saat proses pembelajaran. Lembar observasi juga membantu observer guna mengamati prilaku yang timbul pada proses pembelajaran. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran melalui penerapan model Guided discovery merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dengan penerapan model ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Adapun rincian mengenai hasil belajar siswa pada aspek kognitif yang diperoleh dari penerapan model ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.10 Peningkatan hasil belajar siswa tiap siklus No. 1. 2. 3. Variabel yang diamati Nilai rata – rata Jumlah siswa yang mencapai KKM Jumlah siswa yang tidak mencapai KKM Siklus I 64,63 17 14 Jumlah Siklus II 69,76 20 11 Siklus III 71,72 22 9 Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan peningkatan nilai rata-rata setiap siklus. Jadi, model yang diterapkan ini memberikan dampak positif terhadap proses pembelajaran yang ditinjau dari peningkatan nilai rata-rata kelas yang meningkat Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 9 setiap siklusnya. Sedangkan hubungan peningkatan aktivitas, kegiatan pembelajaran guru dan hasil belajar fisika siswa dapat dilihat pada tabel berikut: 80 70 Aktivitas siswa (%) 60 50 Hasil belajar 40 30 20 Kegiatan pembelajaran guru (%) 10 0 Siklus I Siklus II Siklus III Gambar 4.1 Grafik perkembangan aktivitas dan hasil belajar tiap siklus V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Bedasarkan hasil observasi dilapangan tentang aktivitas siswa dipdapat 48,49% pada siklus I, 55,17% pada siklus II, dan 64,13% pada siklus III dengan indikator ketercapaian 60%. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran guided discovery yang dilaksanakan pada siswa kelas VIII B SMPN 7 Kota Jambi, dapat meningkatkan aktivitas siswa pada pembelajaran dengan pokok bahasan cahaya. 2. Bedasarkan rata-rata hasil tes formatif siswa didapat nilai 64,63 pada siklus I, 69,76 pada siklus II, dan 71,72 pada siklus III, dengan kriteria ketuntasan minimumnya 70. Maka didapat kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran guided discovery yang dilaksanakan pada siswa kelas VIII B SMPN 7 Kota Jambi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan cahaya. 5.2 Saran 1. Diharapkan kepada guru fisika agar dapat menerapkan model guided discovery sebagai alternatif dalam pembelajaran. 2. Penelitian ini diharapkan berguna sebagai landasan untuk penelitianpenelitian yang relevan. Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 10 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Baharuddin dan Wahyuni, E.N., 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Dann, J. 2010. Basic Physics. CK-12 Foundation. Diani, R., 2010, Upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada konsep cahaya dan alat-alat optik dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe inquiring minds want to know di kelas VIIID SMP Negeri 17 Kota Jambi, Skripsi, Universitas Jambi, Jambi. Dimyati dan Mudjiono.2006. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Djamarah dan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Elfanany, Burhan. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Araska. Hafidz, S. Diakses 25 Desember 2013. Belajar Dan Mengajar. http://www.referensimakalah.com Halliday, D., Resnick,R. 1997. Fisika, edisi-3, terjemahan Pantur.S dan Erwin.S, Erlangga, Jakarta. Hamalik, O. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Algensindo. Haryani,A,T.2010.Penerapan model pembelajaran guided discovery pada materi pokok kalor untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas VIIA MTs darul ulum beringin semarang semester gasal tahun pelajaran2010/2011 ,Skripsi, InstitutAgama IslamNegeri Walisongo,Semarang. Islamiah, W. Diakses tanggal 2 Januari 2014. Aktivitas Belajar. http://www.Academia.edu Krisno,M.A.,Mampuono.,Suhada,I.,2008. Ilmu Pengetahuan Alam Untuk MTs dan SMP. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Mustakim dan Wahib, A., 1991. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RinekaCipta. Mutoharoh, S., 2011. Pengaruh Model Guided Discovery Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Laju Reaksi, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Nurcahayati, L., 2009, Pengaruh penggunaan model pembelajaran guided Discovery terhadap hasil belajar fisika meteri pokok zat dan wujudnya kelas VII di MTsN pamotan Rembang, Skripsi, Institut agama negri walisongo, Semarang. Nurkencana, W., 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Purwanto, 2013. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Rahmadani,Y. 2013. Analisis pertanyaan siswa SMP bedasarkan tingkat Perkembangan intelektual dan gender. Universitas pendidikan Indonesia. repository.upi.edu Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 11 Rahmawati, Y.2007. Pembelajaran fisika dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari keterampilan menggunakan alat ukur terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan gerak lurus, Skripsi, Universitas Sebelas Maret,Surakarta. Sardiman.,2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Suyanto,2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Yrama Widya. Tim PEKERTI-AA PPSP LPP. (2007). Panduan Evaluasi Belajar. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Triyani, A.N., 2009, Model pembelajaran guided discovery sebagai upaya Meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa pokok bahasan peluang di SMP 4 Depok Yogyakarta kelas IX C, Skripsi, Universitas Negri Yogyakarta, Yogyakarta. Wasis.,Irianto,S.Y.,2008. Ilmu Pengetahuan Alam Untuk MTs dan SMP. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Adfal Afdala: S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi 12