Ilmu Sosial - INFORMASI JURNAL ILMU PENDIDIKAN

advertisement
87203.020
(Pendidikan Ekonomi- FPIPS)
2 SKS/MODUL
MATERI POKOK
PENDIDIKAN ILMU SOSIAL
Oleh
DRA. SRI PUJI ASTUTI M.M
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
IKIP PGRI JEMBER
2013
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
……………………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… 2
TINJAUAN MATA KULIAH ……………………………………………………………. 4
Modul 1: Konsep-konsep Dasar Pendidikan Ilmu Sosial ……………………… 6
Pendahuluan .....………………………………………………………………………. 6

Uraian Materi …………………………………………………

Latihan ……………………………………………................ 19

Rangkuman ………………………………………………..... 19

Tes Formatif …………………………………………..…….. 22

Umpan Balik dan Tindak lanjut …………………….………. 24

Kunci Jawaban Tes Formatif …………………..………….. 24

Daftar Pustaka ……………………………………………..
7
25
Modul 2: Landasan dan Perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia 26
Pendahuluan .....……………………………………………………….……………. 26

Uraian Materi ……………………………………………….. 27

Latihan ……………………………………..……................. 30

Rangkuman ………………………………………………..... 31

Tes Formatif …………………………………………..…….. 32

Umpan Balik dan Tindak lanjut …………………….………. 34

Kunci Jawaban Tes Formatif ……………………………….. 34

Daftar Pustaka …………………………………..………….. 35
2
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Modul 3 : Tujuan dan Materi Pendidikan Ilmu Sosial ……………...…………. 36
Pendahuluan .....……………………………………………………….………… …. 36

Uraian Materi ……………………………………….………

Latihan …………………………………..………................. 53

Rangkuman ………………………………………………..... 54

Tes Formatif …………………………………………..…….. 56

Umpan Balik dan Tindak lanjut …………………….………. 57

Kunci Jawaban Tes Formatif …………………….………… 58

Daftar Pustaka ……………………………………………… 58
37
Modul 4: Model/Strategi Pembelajaran Ilmu Sosial di Sekolah ……………. 59
Pendahuluan .....…………………………………………………… ………………. 59

Uraian Materi ……………………………… ….……………. 60

Latihan ……………………………………… ……............... 64

Rangkuman ………………………………… ……………..... 64

Tes Formatif ………………………………… ………..…….. 66

Umpan Balik dan Tindak lanjut …………………….………. 67

Kunci Jawaban Tes Formatif ………………………… … 68

Daftar Pustaka ………………………………………………. 69
3
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
TINJAUAN MATA KULIAH
Mata kuliah Pendidikan Ilmu sosial mempunyai Kompetensi Dasar, mampu
menguasai ruang lingkup substansi Pendidikan Ilmu social sebagai landasan untuk
pelaksanaan tugas kependidikan dan tugas yang relevan. Secara sederhana
Pendidikan Ilmu sosial adalah pendidikan mengenai disiplin-disiplin ilmu sosial. Di
Perguruan Tinggi ada benarnya karena mahasiswa yang memilih salah satu disiplin
ilmu sosial dididik dalam berfikir menurut disiplin ilmu
itu, dan dikembangkan
perhatiannya kepada studi disiplin yang bersangkutan, menguasai teori yang
dianggap mutakhir dan valid, serta dilatih bekerja menurut metode kerja keilmuan
dalam suatu penelitian. Bagaimana dengan pendidikan di Sekolah? Apakah sama
dengan yang ada di perguruan tinggi?
Oleh karena itu materi ini mengulas
bagaimana Pendidikan Ilmu Sosial harus diberikan di Sekolah.
Setelah mengikuti mata kuliah ini Anda diharapkan memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu menganalisis Konsep – Konsep Dasar Pendidikan Ilmu
Sosial.
2.Mahasiswa mampu menganalisis Landasan-landasan dan sejarah
perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia.
3. Mahasiswa mampu menganalisis masalah Tujuan dan Materi Pendidikan Ilmu
Sosial
4. Menganalisis Model/Strategi Pembelajaran Ilmu Sosial di sekolah.
Adapun secara terinci dikemukan, setelah mempelajari mata kuliah ini mahasiswa
mampu untuk :
1.1. Mendefinisikan Pendidikan Ilmu Sosial
1.2. Membandingkan Konsep Pendidikan Ilmu Sosial dengan Konsep Ilmu
Pengetahuan Sosial
1.3. Membedakan Konsep Pendidikan Ilmu Sosial dengan Konsep Ilmu Sosial
1.4. Menghubungkan Konsep Pendidikan Ilmu Sosial dengan Konsep Ilmu Sosial.
2.1. Menjelaskan Macam-macam Landasan Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia.
2.2. Mendeskripsikan Perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia.
4
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
3.1. Mengidentifikasikan Macam Tujuan Pendidikan Ilmu Sosial.
3.2. Mengeksplorasi Berbagai Sumber Materi Pendidikan Ilmu Sosial.
3.3. Mengeksplorasi macam-macam materi PIS.
3.4. Mengeksplorasi isi materi PIS..
3.5. Menjelaskan macam-macam dan alternative sekuensi materi PIS
3.6. Menjelaskan macam dan alternative organisasi materi PIS.
4.1. Mendeskripsikan macam dan bentuk model/strategi pembelajaran kognitif
dalam pembelajaran IS di sekolah..
4.2. Mendiskripsikan macam dan bentuk model/strategi afektifdalam pembelajaran
Ilmu Sosial di Sekolah.
Oleh karena itu materi matakuliah ini menyajikan materi dalam 4 modul sebagai
berikut :
Modul 1 : Konsep – Konsep Dasar Pendidikan Ilmu Sosial.
Modul 2: Landasan-landasan dan sejarah Perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial di
Indonesia.
Modul 3: Masalah Tujuan dan Materi Pendidikan Ilmu Sosial
Modul 4: Model/Strategi Pembelajaran Ilmu Sosial di sekolah.
Anda yang berhasil dengan baik menguasai mata kuliah ini, ikuti petunjuk umum
sebagai berikut :
a. Bacalah modul demi modul sampai pada tingkat kepuasaan paling rendah
80 %.
b. Gunakan bahan pendukung dengan baik untuk memperkuat pemahaman
Anda.
c. Gunakan
pertemuan
kelompok
kecil
dan
pertemuan
tutorial
untuk
memantapkan penguasaan Anda.
5
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
KONSEP – KONSEP DASAR
Modul 1 :
PENDIDIKAN ILMU SOSIAL
Pendahuluan
Pada modul pertama pada kegiatan ini Anda akan diajak untuk menganalisa
konsep-konsep dasar Pendidikan Ilmu Sosial. Anda mungkin sudah seringkali
mendengar atau membaca istilah ilmu sosial. Dalam dunia ilmu pengetahuan, ilmu
sosial merupakan cabang ilmu yang besar dan mempunyai pengaruh yang besar
pula, untuk dapat dipelajari. Adanya pengaruh yang besar ini tidak mengherankan
apabila diiingat bahwa ilmu sosial adalah cabang ilmu yang mempelajari kehidupan
manusia, mengingat Pendidikan Ilmu Sosial menggambarkan
dua istilah yaitu
Pendidikan dan Imu Sosial maka terlebih dulu diketahui apa Pendidikan baru
dibahas Ilmu Sosial.
Sesuai dengan tujuannya maka pembahasan dimulai dengan
pengertian pendidikan dan ilmu sosial.
Oleh karena itu apa sebetulnya ruang lingkup konsep dasar Pendidikan Ilmu Sosial
pada modul pertama ini?, akan dibahas sebagai berikut :
1.1. Definisi Pendidikan Ilmu Sosial
1.2. Pendidikan Ilmu Sosial dan Ilmu Pengetahuan Sosial
1.3. Pendidikan Ilmu Sosial dan Ilmu Sosial.
Konsep ini perlu diketahui lebih dahulu, oleh karena itu agar Anda berhasil dengan
baik mempelajari modul ini, ikuti petunjuk di bawah ini :
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda
memahami betul apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari.
2. Bacalah dengan baik, bagian ini dan temukan kata-kata kunci yang sulit
dalam daftar kamus.
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui
pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan mahasiswa atau guru lain dan
dengan tutor Anda.
4. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman
simulasi dalam kelompok kecil atau klasikal pada saat tutorial.
6
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Uraian Materi :
1.1. Definisi Pendidikan
Pendidikan menggambarkan dua istilah atau konsep yang harus dibicarakan
lebih awal untuk dijadikan landasan pemahaman terhadap pengertian Pendidikan
Ilmu Sosial. Pengertian Pendidikan mengandung dua pengertian atau makna yang
dapat dipisahkan .
Pertama adalah pengertian pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu. Sebagai suatu
disiplin ilmu, pendidikan mempelajari apa yang telah dilakukan manusia itu adalah
untuk menemukan kebenaran yang dirumuskan dalam bentuk prinsip, generalisasi,
teori, ataupun hukum yang digunakan oleh para pakar ilmu pendidikan untuk
menjelaskan fenomena pendidikan yang ditimbulkan oleh upaya pendidikan. Selain
itu, prinsip, generalisasi, teori, ataupun hukum itu digunakan pula untuk
mengembangkan
upaya
pendidikan
yang
lebih
sistematis
dan
dapat
dipertanggungjawabkan secara akademik. Materi ini sebenarnya dipelajari dalam
mata kulilah Pengantar Pendidikan.
Kedua
adalah Pendidikan sebagai suatu upaya yang dilakukan negara,
masyarakat, keluarga atau individu tertentu, ini sesuai dengan pengertian resmi
yang berlaku dinegara kita, berdasarkan Undang-undang nomor 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah “usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan/atau latihan bagi perannya dimasa yang akan datang” (pasal 1 ayat 1), yang
merupakan pengertian resmi yang dianut pemerintah Republik Indonesia dalam
mengembangkan upaya pendidikan.
Pengertian atau definisi ini yang perlu diperhatikanadalah : Pendidikan ialah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik. Rumusan ini merupakan pengertian dasar
dari suatu kegiatan pendidikan. Dari rumusan ini jelas dinyatakan bahwa usaha
pendidikan haruslah dilakukan dengan jelas, penuh arti, dan bukanlah sesuatu yang
dapat dilaksanakan tanpa rencana. Usaha sadar membawa konsekuensi bahwa apa
yang akan dicapai telah dapat dinyatakan dan dipertanggungjawabkan, dengan
7
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
demikian apabila ada suatu kegiatan yang tidak ada tujuanyang jelas maka kegiatan
itu sukar dinyatakan sebagai suatu upaya pendidikan.Kejelasan tujuan itu mungkin
dinyatakan dalam bentuk tertulis tetapi dapat juga tidak tertulis. Dalam tingkat
tertentu seperti tingkat nasional, tujuan itu harus dinyatakan secara tertulis. Apabila
tidak tertulis, akan terjadi kekacauan karena orang tidak memiliki rujukan yang
otentik dan tertulis jelas mengenai apa yang akan dicapai, perbedaan itu sukar untuk
diselesaikan. Untuk itulah GBHN, UU Nomor 2 dan juga PP nomor 27, 28, 29, dan
30, menyatakan tujuan pendidikan di Indonesia secara resmi dan tertulis. Kejelasan
tujuan diharapkan pula pada tingkat kurikulum. Kurikulum Pendidikan Ilmu Sosial
harus memiliki tujuan yang jelas sehingga guru mampu menterjemahkan tujuan
tersebut menjadi tujuan pengajaran. Adalah sesuatu yang sukar dibayangkan
apabila kurikulum Pendidikan Ilmu Sosial tidak memiliki tujuan yang jelas padahal ia
harus diimplementasikan bukan oleh mereka yang mengembangkan.Guru yang
akan mengimplementasikan kurikulum akan sulit mengetahui dan memahami apa
yang dikehendaki kurikulum sehingga mereka akan mengembangkan pemikiran dan
penafsiran pribadi yang berbeda mengenai apa yang akan dicapai dari pendidikan
tersebut. Perbedaan penafsiran antara guru ilmu-ilmu sosial itu akan lebih banyak
memberikan kerugian terhadap proses belajar mengajar di sekolah ketimbang
keuntungan. Jika situasi demikian terjadi maka pendidikan ilmu-ilmu sosial akan
mengalami masa yang lebih sulit. Kejelasan tujuan akan membantu guru untuk
menentukan apakah tujuan yang dikehendaki kurikulum tercapai atau tidak.
Dengan tujuan yang jelas guru akan jelas mengetahui mengenai kualitas yang harus
dimiliki peserta didik setelah mengikuti proses belajar. Dengan kejelasan tujuan dan
kualitas yang harus dimiliki siswa itu guru ilmu sosial diharapkan akan memiliki
pandangan yang jelas pula mengenai data evaluasi yang harus dikumpulkan.
Demikian pula kejelasan dalam menetapkan alat evaluasi yang akan digunakan.
Usaha sadar dalam pengertian pendidikan diartikan pula bahwa kegiatan
pendidikan dilakukan dengan rencana yang jelas. Pada tingkat nasional rencana itu
dapat dinyatakan dalam bentuk jenjang persekolahan, jenjang luar sekolah, dan
upaya lain yang terencana. lainnya.
8
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Unsur kedua dan ketiga serta keempat dari definisi pendidikan (Pendidikan sebagai
kegiatan bimbingan, pengajaran, pelatihan)
Diatas merujuk pada pelaksanaan pendidikan. Kegiatan bimbingan yang dinyatakan
dalam definisi tersebut mengisyaratkan agar guru hendaklah memberikan bantuan
dan arahan bagi peserta didik, Guru tidak saja hanya menyampaikan informasi atau
mengajak peserta didik aktif mencari, mengolah dan memanfaatkan informasi dalam
suatu kegiatan pengajaran. Guru tidak pula hanya melatih peserta didik untuk suatu
ketrampilan tertentu yang harus dikuasai. Guru harus pula memperhatikan peserta
didik yang memerlukan bantuan yang lebih khusus dibandingkan lainnya dalam
menguasai suatu tujuan tertentu.
Proses bimbingan itu diberikan secara terencana walaupun dilaksanakan dalam
waktu singkat misalnya dua atau tiga kali pertemuan.
Unsur dari terakhir dari pendidikan yang dikemukakan UU tersebut ialah umum apa
yang akan dicapai suatu upaya pendidikan. Definisi itu jelas menyebutkan bahwa
pendidikan diupayakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk perannya dimasa
mendatang, Dalam unsur ini jelas bahwa pengertian pendidikan yang dimaksud
menganut faham pendidikan yang sering disebut dengan istilah rekonstruksionisme.
Faham ini menghendaki agar pendidikan diarahkan kepada kemampuan dan
partisipasi peserta didik di masa mendatang (Mc.Neil, 1980, Hasan 1990). Dari
definisi ini jelas bahwa apa yang diinginkan pendidikan Indonesia adalah
mempersiapkan
generasi
mudanya
untuk
mampu
berbuat
banyak
dalam
membangun masyarakat masa depan yang diinginkan.
Dalam konteks pembangunan di Indonesia jika dikatakan bahwa masyarakat
Indonesia menuju ke masyarakat industri artinya kehidupan sosial, budaya, politik
dan perekonomian Indonesia di masa depan didasarkan pada kehidupan yang
berkaitan dengan cara berfikir, bertindak, bekerja yang sesuai dengan tuntutan
kehidupan Industri , arti lebih lanjut dari arah pembangunan perekonomian yang
agraris dan selama ini dulunya menjadi tulang punggung perekonomian bangsa
Indonesia tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang utama. Apabila demikian halnya
maka tujuan pendidikan harus diarahkan kepada upaya yang berorientasi pada
penyiapan generasi muda bagi kehidupan masa depan memberi arah bahwa upaya
9
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
pendidikan Indonesia harus mengembangkan kualitas manusia yang diperlukan oleh
suatu masyarakat industri.yang diinginkan oleh falsafah hidup bangsa (Pancasila).
Jadi kualitas manusia yang diinginkan adalah manusia yang religius dan memiliki
wawasan dan ketrampilan yang dapat mengembangkan kehidupan dirinya,
masyarakatnya, bangsanya, dan dunia dalam perekonomian industri. Apabila tujuan
pembangunan berubah maka kualitas manusia yang akan dikembangkan melalui
pendidikan berubah pula.
1.2.
Ilmu Sosial
1.2.1. Pengertian Ilmu Sosial
Dunia ilmu pengetahuan membagi ilmu-ilmu yang demikian banyaknya
dalam beberapa kategori. Pembagian tersebut didasarkan pada persamaan dan
perbedaan ciri-ciri yang dimiliki oleh setiap disiplin ilmu. Disiplin-disipin ilmu yang
memiliki persamaan mengenai apa yang diteliti dikelompokkan
menjadi satu
kelompok yang sama. Ilmu-ilmu sosial adalah salah satu kelompok dari beberapa
disiplin yang mempunyai persamaan mengenai apa yang diteliti.
Pengelompokan itu sangat penting karena dengan adanya pengelompokkan itu
orang dengan mudah dapat mencari hubungan antara anggota-anggota kelompok.
Dengan pengelompokan itu juga berarti terjadi penyederhanaan dari sesuatu yang
banyak yang harus diingat atau diketahui menjadi sesuatu yang lebih mudah dikaji
dan diketahui.
Dalam mengadakan pengelompokkan disiplin-disiplin ilmu tersebut para ahli
melakukan pengkajian terhadap persamaan dan perbedaan mengenai apa yang
diteliti. Jadi persamaan dan perbedaan fenomena yang diteliti disiplin-disipin ilmu
menyebabkan adanya pengelompokkan ilmu. (Lili M. Sadeli,1986:h.1.3)
Yang perlu diingat fenomena yang sama artinya fenomena yang mempunyai
persamaan dalam garis besarnya. Fenomena – fenomena yang diteliti dibagi atas
fenomena alam dan fenomena sosial. Pembagian ini merupakan pembagian yang
sederhana tetapi memenuhi kebutuhan kita untuk mendapatkan pengertian tentang
ilmu – ilmu sosial yang dapat dilihat langsung oleh mata telanjang maupun yang
hanya dilihat melalui bantuan alat-alat tehnologi seperti mikroskop, ataupun yang
10
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
dapat dilihat melalui manipulasi tertentu.ataupun menggunakan mata telanjang.
Disiplin yang mempelajari fenomena alam misalnya : biologi, fisika, kimia, geologi
dan sebagainya.
Fenomena Sosial
atau gejala sosial berhubungan dengan kegiatan-kegiatan
manusia baik secara individual maupun dalam kelompok-kelompok. Gejala sosial
yang diteliti tersebut merupakan gejala yang tidak statis tapi dinamis dan
berkembang terus dalam suatu proses. Oleh karena itu. walaupun manusia menjadi
obyek penelitian biologi, tetapi biologi memperhatikan segi fisik. Sedangkan gejala
sosial manusia yang bersifat dinamis seperti cara berpikir, konsepsi, atau
pandangan hidup, cara bertindak, komunikasi, cara-cara mengatasi persoalan
kehidupan merupakan fenomena-fenomena yang tidak diperhatikan oleh kelompokkelompok ilmu alam. Fenomena sosial itu timbul sebagai akibat dari kegiatan
manusia baik kegiatan perorangan maupun kegiatan dalam kelompok sosial.
Pengertian definitif menurut Lili M. Sadeli dkk. (1986:1.5) adalah sebagai berikut
: “Ilmu-ilmu sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Sedangkan
menurut H. Dadang Supardan (2008: 27)
Istilah sosial (social dalam bahasa
Inggris), dalam ilmu sosial memiliki arti yang berbeda-beda, misalnya istilah dalam
sosialisme dengan istilah Departemen Sosial, jelas keduanya menunjukkan makna
yang sangat jauh berbeda. Menurut Soekanto (1986: 11), apabila istilah sosial pada
ilmu sosial menunjuk obyeknya, yaitu masyarakat, sosialisme adalah suatu ideologi
yang berpokok pada pada prinsip pemilikan umum atas alat-alat produksi dan jasa
dalam bidang ekonomi.(Fairchild,1964: 296). Sedangkan istilah sosial pada
Departemen Sosial, menunjukkan kegiatan-kegiatan di lapangan Sosial.Artinya,
kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang
dihadapi masyarakat dalam bidang kesejahteraan, seperti tunakarya, tuna susila,
tuna wisma, orang jompo, anak yatim piatu, dan lain-lain. Selain itu Soekanto
(1993:464) mengemukakan bahwa istilah sosial pun berkenaan dengan perilaku
interpersonal, atau berkaitan dengan proses-proses sosial.
Ruang Lingkup Ilmu Sosial, secara keilmuan, masyarakat
yang menjadi
obyek kajian ilmu-ilmu sosial, dapat dilihat sebagai sesuatu yang terdiri atas
11
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
beberapa segi. Dilihat dari segi ekonomi, akan berkaitan dengan faktor produksi,
distribusi, penggunaan barang-barang, serta jasa-jasa. Disinilah ilmu ekonomi yang
akan membahas tentang usaha-usaha manusia untuk
memenuhi kebutuhan
materialnya dari bahan-bahan yang terbatas ketersediaannya.
Sedangkan dari segi politik, antara lain berhubungan dengan penggunaan
kekuasaan dalam masyarakat. Berbeda dengan psycholigi sosial, yang pada
hakekatnya mempelajari perilaku manusia sebagai individu secara social. Menurut
Gerungan (dalam Bimo Walgito: 8) mengemukakan bahwa “Ilmu Jiwa Sosial adalah
suatu
ilmu
pengetahuan
yang
mempelajari
dan
menyelidiki
pengalaman-
pengalaman dan tingkah laku individu manusia seperti yang dipengaruhi atau
ditimbulkan oleh situasi-situasi sosial. Selain itu, terdapat antropologi budaya yang
lebih menekankan pada masyarakat dan kebudayaannya, dan begitu seterusnya
untuk ilmu ilmu social lainnya, seperti geografi social, maupun sosiologi.
Menurut Dahrendorf,(2000:999), Ilmu Sosial mencakup sosiologi, antropologi,
psikologi, ekonomi, geografi sosial, politik bahkan sejarah walaupun di satu sisi ia
termasuk ilmu humaniora. Sedangkan menurut H. Dadang Supardan (2008: 27)
Istilah social (social dalam bahasa Inggris) dalam ilmu sosial memiliki arti yang
berbeda-beda, misalnya istilah dalam sosialisme dengan istilah Departemen Sosial,
jelas keduanya menunjukkan makna yang sangat jauh berbeda. Menurut Soekanto
(1986: 11), apabila istilah sosial pada ilmu sosial menunjuk obyeknya, yaitu
masyarakat, sosialisme adalah suatu ideology yang berpokok pada pada prinsip
pemilikan
umum
atas
alat-alat
produksi
dan
jasa
dalam
bidang
ekonomi.(Fairchild,1964: 296). Sedangkan istilah social pada Departemen Sosial,
menunjukkan kegiatan-kegiatan di lapangan Sosial. Artinya, kegiatan-kegiatan yang
ditujukan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat dalam
bidang kesejahteraan, seperti tunakarya, tuna susila, tuna wisma, orang jompo, anak
yatim piatu, dan lain-lain. Selain itu Soekanto (1993:464) mengemukakan bahwa
istilah sosial pun berkenaan dengan perilaku interpersonal, atau berkaitan dengan
proses-proses sosial.
12
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
1.2.2.Ruang Lingkup Ilmu Sosial
Secara keilmuan, masyarakat yang menjadi obyek kajian ilmu-ilmu sosial, dapat
dilihat sebagai sesuatu yang terdiri atas beberapa segi. Dilihat dari segi ekonomi,
akan berkaitan dengan faktor produksi, distribusi, penggunaan barang-barang, serta
jasa-jasa. Disinilah ilmu ekonomi yang akan membahas tentang usaha-usaha
manusia untuk memenuhi kebutuhan materialnya dari bahan-bahan yang terbatas
ketersediaannya. Sedangkan dari segi politik, antara lain berhubungan dengan
penggunaan kekuasaan dalam masyarakat. Berbeda dengan psycholigi sosial, yang
pada hakekatnya mempelajari perilaku manusia sebagai individu secara sosial.
Selain itu, terdapat antropologi budaya yang lebih menekankan pada masyarakat
dan kebudayaannya, dan begitu seterusnya untuk ilmu ilmu social lainnya, seperti
geografi social, maupun sosiologi.
Menurut Dahrendorf, (2000:999), Ilmu Sosial mencakup sosiologi, antropologi,
psikologi, ekonomi, gegrafi sosial, politik bahkan sejarah walaupun di satu sisi ia
termasuk ilmu humaniora.
1.2.3. Sejarah Perkembangan Ilmu Sosial
Istilah-istilah ilmu sosial tidak begitu saja dapat diterima ditengah-tengah
kalangan
akademisi,
terutama
di
Inggris.
Sciences
Sociale
dan
Sozialwissenschaften adalah istilah-istilah yang lebih mengena, meski keduanya
juga membuat “menderita” karena diinterpretasikan terlalu luas maupun terlalu
sempit (Dahrendorf,2000:1000). Ironisnya, ilmu sosial yang dimaksud sering hanya
untuk mendefinisikan sosiologi, atau hanya teori social sintetis. Kenyataan seperti itu
dapat kita lihat pada tahun 1982, pemerintah Inggris menentang nama Sosial
Science Research Council yang dibiayai Negara, mereka mengusulkan
kajian-
kajian sosial, dan akhirnya dewan itu disebut Economic and Social Research Council
(Dahrendorf, 2000:1000).
Berjalannya waktu dan peristiwa sejarah, tidak banyak membantu dalam
mengusahakan diterimanya konsep itu.Ilmu-ilmu sosial tumbuh dari filsafat moral,
sebagaimana ilmu-ilmu alam tumbuh dari filsafat alam. Dikalangan filsuf moral
Skotlandia, kajian ekonomi politik selalu diikuti oleh kajian isu-isu sosial yang lebih
13
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
luas, meski tidak disebut sebagai ilmu sosial . Unggulnya positivisme pada awal
abad ke 19, terutama di Prancis, mengambil alih filsafat moral.
Menurut Auguste Comte, positivisme menekankan sisi faktual dan bukan
spekulatif, manfaat dan bukan kesia-siaan, kepastian bukan keragu-raguan ,
ketepatan bukan kekaburan, positif bukan negative maupun kritis. Maka sejak abad
ke-19, positivisme merupakan ilmu dalam pengertian materialisme. Kemudian
Comte
menyebutnya
science
social,
dari
Charles
Fourier
(1808),
untuk
mendeskripsikan keunggulan disiplin sintetis dari bangunan ilmu. Pada saat yang
sama, sedikit pun ia tidak ragu bahwa metode ilmu social yang juga disebut sebagai
fisika social) sama sekali tidak berbeda dengan ilmu alam.
1.3. Pendidikan Ilmu Sosial
Sesuai dengan UU nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan PP nomor 29 tentang Pendidikan Menengah tujuan pendidikan menengah
terbagi atas dua kelompok besar. Pertama menyiapkan siswa untuk belajar lebih
lanjut ke jenjang pendidikan tinggi. Kedua adalah mempersiapkan siswa untuk terjun
ke masyarakat dan memasuki dunia kerja yang tersedia, Tujuan pertama jelas
memperlihatkan bahwa apa yang dipelajari siswa di pendidikan menengah umum
adalah sebagai persiapan mereka untuk belajar lebih lanjut. Artinya, pendidikan
disiplin ilmu yang mereka alami di sekolah ini masih bersifat permulaan dan juga
dalam kerangka mencari yang dirasakan sesuai dengan minat mereka.
Secara kasar, katakanlah mereka baru dalam fase berkenalan dengan
disiplin ilmu yang bersangkutan. Apabila dirasakan sesuai mereka mungkin
meneruskan minatnya dalam bentuk memasuki fakultas yang mengemban disiplin
ilmu yang bersangkutan. Apabila tidak mereka mencari disiplin ilmu lain yang
dirasakan lebih sesuai.
Perbedaan ini akan berpengaruh terhadap luas ruang lingkup materi (scope)
yang harus dikaji siswa dan mana yang tidak perlu mereka pelajari. Posisi pokok
kajian dalam suatu disiplin ilmu akan sangat menentukan apa yang harus dipelajari
14
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
siswa. Hal-hal pokok tersebut adalah sesuatu yang mau tidak mau merupakan
bagian dasar dari mereka yang akan belajar disiplin ilmu itu.
Selain pertanyaan keluasan ruang lingkup, pertanyaan lain yang harus
dijawab dalam pendidikan ilmu-ilmu sosial ialah kedalaman materi untuk setiap
pokok bahasan terpilih. Atas dasar posisi setiap disiplin ilmu ini dalam kurikulum
SMA dan tujuan lembaga pendidikan SMA, kedalaman materi yang dipelajari siswa
SMA akan berbeda dari apa yang dipelajari di Perguruan Tinggi. Sebagai contoh
katakanlah apabila siswa SMA belajar tentang kekerabatan dalam antropologi,
berapa banyak teori atau pandangan teoritik yang harus mereka ketahui (atau
apakah ini perlu?). Bagaimana mereka yang belajar tentang system pemerintahan
dalam tata Negara, dan sebagainya. Persoalan ini bukan persoalan disiplin ilmu dan
juga bukan kajian para ilmuwan disiplin ilmu yang bersangkutan. Persoalan ini
adalah persoalan pendidikan disiplin ilmu dan menjadi tanggung jawab kelompok
pendidik ini (dalam menentukan kedalaman mereka diharapkan dapat bekerja sama
dengan pakar disiplin ilmu tersebut yang menguasai rincian sangat mendalam setiap
topic yang terpilih atau dalam menentukan topic mana yang harus dipelajari).
Masalah lain adalah memilih apa yang harusnya menjadi dasar bagi
pendidikan lanjutan di perguruan tinggi tersebut. Apabila yang dianggap layak
menjadi landasan itu adalah disiplin ilmu pertanyaan berikutnya ialah disiplin mana
yang akan dijadikan dasar ?.Untuk ilmu-ilmu social yang diperguruan tinggi dikenal
adanya fakultas sosial-politik untuk disiplin untuk disiplin ilmu politik, administrasi
(Negara dan niaga), sosiologi dan antropologi, fakultas ekonomi untuk disiplin ilmu
ekonomi, fakultas sastra untuk sejarah ( di beberapa tempat termasuk sosiologi dan
anthropologi), dan arkeologi, fakultas MIPA untuk jurusan geografi (di UGM berdiri
sendiri sebagai fakultas geografi) dan sebagainya.
Permasalahan ini memang tidak mudah dan pengaruh latar belakang
pendidikan serta tekanan sosial – politik terhadap pengambil keputusan kurikulum
memang besar. Pengaruh-pengaruh seperti itu tercermin dalam setiap keputusan
mengenai apa yang seharusnya dalam suatu kurikulum dan berapa besar waktu
yang dialokasikan untuk itu.
15
Dra. Sri Puji Astuti, MM
Perbedaan
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
tujuan
antara
pendidikan
menengah
dengan
pendidikan
perguruan tinggi tentu memberikan pula pengaruh sehingga menyebabkan adanya
perbedaan dalam kurikulum.Kepribadian seorang guru seperti yang dikehendaki
kode etik guru sudah harus terbina baik selama pendidikannya sebagai calon guru.
Penilaian akhir apakah seseorang pantas menjadi guru, dokter yang hanya
menguasai semua kemampuan tehnis yang dituntut profesi tetapi tidak dapat
memenuhi perilaku dokter yang dipersyaratkan.
Hal yang sama berlaku pula
dengan seorang guru : ia sudah harus faham menyadari konsekuensi profesi yang
akan disandangnya baik keuntungan, tantangan, upaya mengatasi tantangan, serta
berbagai permasalahan lainnya yang berkaitan dengan profesi guru.
Di jenjang pendidikan menengah, tujuan kelembagaannya bukan mendidik
calon sarjana atau tenaga profesi tingkat tinggi di suatu bidang tertentu. Oleh karena
itu pengembangan aspek kepribadian
masih bersifat umum dan tidak dikaitkan
dengan suatu profesi tingkat tinggi tertentu.
Pertanyaan yang kemudian diajukan ialah apa yang menjadi tujuan
pendidikan ilmu social untuk jenjang pendidikan menengah?
Tujuan pendidikan di SMA berbeda dari tujuan pendidikan SMP dengan demikian
maka pengembangan pendidikan ilmu-ilmu sosial tidak juga diarahkan untuk
menghasilkan tenaga yang secara profesional menjadi pengembang ilmu-ilmu sosial
tidak juga diarahkan untuk menjadi tenaga yang secara profesional menjadi
pengembang ilmu-ilmu sosial atau orang yang mampu menerapkan pengetahuan
dan ketrampilan ilmu-ilmu social pada jenjang profesi yang tinggi seperti tamatan
perguruan tinggi. Tujuan kurikulum yang dikembangkan tidaklah diarahkan secara
khusus untuk itu.
Apa yang terjadi di pendidikan menengah justru sebaliknya, Bukan
kepribadian yang khusus berkaitan dengan suatu disiplin ilmu atau profesi yang
akan dikembangkan pada diri siswa tetapi kepribadian yang lebih umum sesuai
dengan tuntutan budaya, masyarakat, bangsa dan agama yang mempengaruhi
tujuan kurikulum pendidikan ilmu sosial, serta tuntutan pekerjaan yang akan
dimasukinya nanti di masyarakat. Oleh karena itu tujuan yang harus dicapai dalam
setiap kurikulum pendidikan ilmu sosial untuk jenjang pendidikan menengah berbeda
16
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
dari pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan Ilmu sosial di tingkat persekolahan adalah
tujuan untuk membina peserta didik menjadi anggota masyarakat yang dikehendaki
bangsa dan masyarakatnya. Ini yang dinamakan dengan tujuan kepribadian umum.
Dalam pemilihan materi maka pendidikan ilmu sosial jenjang persekolahan
melakukan pemilihan yang sangat berorientasi kepada kepentingan pendidikan,
bukan pada keillmuan semata.
1.4. Pendidikan Ilmu Sosial dan Ilmu Sosial
Pendidikan Ilmu Sosial dapat diartikan sebagai pendidikan yang
memperkenalkan konsep, generalisasi, teori, cara berfikir, dan cara bekerja berbagai
disiplin ilmu-ilmu sosial. Untuk pendidikan ilmu yang demikian maka diadakan
pemilihan terhadap apa yang harus dipelajari. Pemilihan itu dilakukan terhadap apa
yang harus dipelajari siswa. Dasar pemilihan materi tersebut adalah kedudukan
Materi yang akan diajarkan dalam suatu disiplin ilmu bentuk
pendidikan ilmu sosial yang dikehendaki, dan pertimbangan pendidikan mengenai
tujuan dan fungsi suatu lembagai pendidikan. Dalam pertimbangan ini termasuk
didalamnya pertimbangan mengenai perkembangan peserta didik, perkembangan
dalam teori belajar dan proses belajar, arah politik, kondisi sekolah dan lingkungan
sosial budaya di mana suatu lembagai pendidikan berada.
Disiplin ilmu-ilmu sosial tetap merupakan sumber utama materi kurikulum
pendidikan ilmu-ilmu sosial. Materi tersebut dapat dikembangkan dari aspek
subtantif disiplin ilmu dan juga dari aspek metodologis disipin ilmu. Materi yang
dipilih dapat pula berasal dari kedua aspek tersebut. Cara pemilihan materi
kurikulum sangat ditentukan oleh bentuk pendidikan ilmu-ilmu sosial yang
digunakan.
Pendidikan ilmu –ilmu sosial dapat memakai bentuk dimana setiap disiplin
ilmu diajarkan secara terpisah. Dalam bentuk ini materi untuk pendidikan ilmu-ilmu
sosial diambil dari disiplin ilmu yang bersangkutan sepenuhnya, selain sering oleh
pertimbangan pendidikan. Bentuk semacam ini tampaknya akan lebih sesuai untuk
unit pendidikan yang mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi di perguruan
17
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
tinggi. Materi kurikulum untuk pendidikan menggunakan bentuk ini dapat berbentuk
konsep, peristiwa, generalisasi, teori, ataupun masalah.
Bentuk lain yang dapat digunakan untuk pendidikan ilmu sosial adalah
bentuk integratif.
Dalam bentuk ini dikenal ada satu disiplin ilmu sosial yang
dijadikan sebagai disiplin ilmu utama dalam melakukan kajian terhadap suatu pokok
bahasan. Dalam kajian itu disiplin ilmu yang utama tadi dibantu oleh disiplin ilmuilmu sosial lainnya yang digunakan secara fungsional (berdasarkan kebutuhan yang
timbul dari pokok bahasan yang dipelajari). Dalam membahas pokok persoalan itu
nama disiplin ilmu yang digunakan sebagai bantuan tadi mungkin disebutkan tetapi
mungkin juga tidak. Dalam kedudukan semacam ini maka batas-batas antara satu
disiplin ilmu (pokok) dengan disiplin ilmu lainnya (penunjang) tidak selalu
digambarkan secara tegas. Demikian pula batas antara satu disiplin ilmu bantuan
dengan disiplin ilmu bantuan lainnya. Artinya, dalam mempelajari pokok bahasan
perpindahan dimensi masalah dari pokok bahasan itu tidak selalu harus dimnculkan
dan dikaji berdasarkan alur berfikir suatu disiplin ilmu bantuan secara utuh. Materi
kurikulum untuk bentuk pendidikan illmu-ilmu sosial yang demikian dapat berupa
konsep, peristiwa, generalisai, teori, dan masalah ( dari disiplin ilmu yang dianggap
pokok).
Pendidikan Ilmu Sosial dapat diartikan sebagai pendidikan yang
memperkenalkan konsep, generalisasi, teori, cara berfikir, dan cara bekerja berbagai
disiplin ilmu-ilmu sosial. Untuk pendidikan ilmu yang demikian maka diadakan
pemilihan terhadap apa yang harus dipelajari. Pemilihan itu dilakukan terhadap apa
yang harus dipelajari siswa. Dasar pemilihan materi tersebut adalah kedudukan
Materi yang akan diajarkan dalam suatu disiplin ilmu, bentuk
pendidikan ilmu sosial yang dikehendaki, dan pertimbangan pendidikan mengenai
tujuan dan fungsi suatu lembagai pendidikan.
Dalam
pertimbangan
ini
termasuk
didalamnya
pertimbangan
mengenai
perkembangan peserta didik, perkembangan dalam teori belajar dan proses belajar,
arah politik, kondisi sekolah dan lingkungan sosial budaya di mana suatu lembagai
pendidikan berada.
18
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Latihan
1. Jelaskan Pengertian Pendidikan!
2. Jelaskan Pengertian Ilmu sosial!
3. Perhatikan masyarakat yang ada disekitar Anda. Kenalilah fenomena-fenomena
yang ada :
a. Usaha untuk kehidupan ( mata pencaharian hidup ....................
b. Bentuk rumah ................................
c. Bahan untuk rumah .............................
d. Golongan sosial yang ada ........................
e. Lembaga-lembaga masyarakat yang ada ...........................
4. Uraikan obyek penelitian ilmu-ilmu sosial yang utama!
5. Apa perbedaan Ilmu-ilmu sosial dengan ilmu alamiah.
Jawaban Latihan
1. Cukup jelas Anda hanya perlu menuliskan berdasarkan yang ada!.
2. Anda boleh mengutip definisi yang telah diberikan!
3. Cukup jelas tulis fenomena yang ada!.
4. Perhatikan kata ”tingkah laku”, ”perorangan” dan kelompok.
5. Uraikan perbedaan tersebut secara teliti.
Rangkuman :
Pengertian Pendidikan mengandung dua pengertian atau makna yang dapat
dipisahkan.
Pertama adalah pengertian pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu. Sebagai suatu
disiplin ilmu, pendidikan mempelajari apa yang telah dilakukan manusia itu adalah
untuk menemukan kebenaran yang dirumuskan dalam bentuk prinsip, generalisasi,
teori, ataupun hukum yang digunakan oleh para pakar ilmu pendidikan untuk
menjelaskan fenomena pendidikan yang ditimbulkan oleh upaya pendidikan. Selain
itu, prinsip, generalisasi, teori, ataupun hukum itu digunakan pula untuk
mengembangkan
upaya
pendidikan
yang
lebih
sistematis
dan
dapat
19
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
dipertanggungjawabkan secara akademik. Materi ini sebenarnya dipelajari dalam
mata kulilah Pengantar Pendidikan.
Kedua
adalah Pendidikan sebagai suatu upaya yang dilakukan negara,
masyarakat, keluarga atau individu tertentu, ini sesuai dengan pengertian resmi
yang berlaku dinegara kita, berdasarkan Undang-undang nomor 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah “usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan/atau latihan bagi perannya dimasa yang akan datang” (pasal 1 ayat 1), yang
merupakan pengertian resmi yang dianut pemerintah Republik Indonesia dalam
mengembangkan upaya pendidikan.
Pengertian atau definisi ini yang perlu diperhatikanadalah : Pendidikan ialah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik. Rumusan ini merupakan pengertian dasar
dari suatu kegiatan pendidikan. Dari rumusan ini jelas dinyatakan bahwa usaha
pendidikan haruslah dilakukan dengan jelas, penuh arti, dan bukanlah sesuatu yang
dapat dilaksanakan tanpa rencana
Ilmu-ilmu sosial adalah salah satu kelompok dari beberapa disiplin yang
mempunyai persamaan mengenai apa yang diteliti.
Pengelompokan itu sangat
penting karena dengan adanya pengelompokkan itu orang dengan mudah dapat
mencari hubungan antara anggota-anggota kelompok. Dengan pengelompokan itu
juga berarti terjadi penyederhanaan dari sesuatu yang banyak yang harus diingat
atau diketahui menjadi sesuatu yang lebih mudah dikaji dan diketahui.
Ruang Lingkup Ilmu Sosial, secara keilmuan, masyarakat
yang menjadi obyek
kajian ilmu-ilmu sosial, dapat dilihat sebagai sesuatu yang terdiri atas beberapa
segi. Dilihat dari segi ekonomi, akan berkaitan dengan faktor produksi, distribusi,
penggunaan barang-barang, serta jasa-jasa. Disinilah ilmu ekonomi yang akan
membahas tentang usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan materialnya
dari bahan-bahan yang terbatas ketersediaannya.
Sedangkan dari segi politik, antara lain berhubungan dengan penggunaan
kekuasaan dalam masyarakat. Berbeda dengan psycholigi sosial, yang pada
hakekatnya mempelajari perilaku manusia sebagai individu secara social.
20
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Pendidikan Ilmu Sosial dapat diartikan sebagai pendidikan yang
memperkenalkan konsep, generalisasi, teori, cara berfikir, dan cara bekerja berbagai
disiplin ilmu-ilmu sosial. Untuk pendidikan ilmu yang demikian maka diadakan
pemilihan terhadap apa yang harus dipelajari. Pemilihan itu dilakukan terhadap apa
yang harus dipelajari siswa. Dasar pemilihan materi tersebut adalah kedudukan
Materi yang akan diajarkan dalam suatu disiplin ilmu bentuk
pendidikan ilmu sosial yang dikehendaki, dan pertimbangan pendidikan mengenai
tujuan dan fungsi suatu lembagai pendidikan.
Dalam
pertimbangan
ini
termasuk
didalamnya
pertimbangan
mengenai
perkembangan peserta didik, perkembangan dalam teori belajar dan proses belajar,
arah politik, kondisi sekolah dan lingkungan sosial budaya di mana suatu lembagai
pendidikan berada.
Menurut Dahrendorf, (2000:999), Ilmu Sosial mencakup sosiologi, antropologi,
psikologi, ekonomi, geografi sosial, politik bahkan sejarah walaupun di satu sisi ia
termasuk ilmu humaniora.
Sesuai dengan UU nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan PP nomor 29 tentang Pendidikan Menengah tujuan pendidikan menengah
terbagi atas dua kelompok besar. Pertama menyiapkan siswa untuk belajar lebih
lanjut ke jenjang pendidikan tinggi. Kedua adalah mempersiapkan siswa untuk terjun
ke masyarakat dan memasuki dunia kerja yang tersedia, Tujuan pertama jelas
memperlihatkan bahwa apa yang dipelajari siswa di pendidikan menengah umum
adalah sebagai persiapan mereka untuk belajar lebih lanjut. Artinya, pendidikan
disiplin ilmu yang mereka alami di sekolah ini masih bersifat permulaan dan juga
dalam kerangka mencari yang dirasakan sesuai dengan minat mereka.
Pendidikan Ilmu Sosial dapat diartikan sebagai pendidikan yang memperkenalkan
konsep, generalisasi, teori, cara berfikir, dan cara bekerja berbagai disiplin ilmu-ilmu
sosial. Untuk pendidikan ilmu yang demikian maka diadakan pemilihan terhadap apa
yang harus dipelajari. Pemilihan itu dilakukan terhadap apa yang harus dipelajari
siswa.
Dasar pemilihan materi tersebut adalah kedudukan materi yang akan
diajarkan dalam suatu disiplin ilmu bentuk pendidikan ilmu sosial yang dikehendaki,
dan pertimbangan pendidikan mengenai tujuan dan fungsi suatu lembagai
21
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
pendidikan. Dalam pertimbangan ini termasuk didalamnya pertimbangan mengenai
perkembangan peserta didik, perkembangan dalam teori belajar dan proses belajar,
arah politik, kondisi sekolah dan lingkungan sosial budaya di mana suatu lembagai
pendidikan berada.
Tes Formatif :
Pilihlah salah satu jawaban yang Anda anggap paling benar.
1. Yang diteliti oleh ilmu-ilmu sosial ialah :
a. komposisi makanan sehat,
b. perubahan cuaca sepanjang tahun
c. kehidudupan nelayan di musim barat.
2. Fenomena sosial adalah seperti tersebut di bawah ini kecuali :
a. kelaparan di Afrika
b. kekeringan tanah pertanian
c. pendidikan keluarga berencana di Afrika
3. Dibandingkan dengan fenomena alamiah, fenomena sosial bersifat:
a. labil
b. statis
c. dinamis
4. Fenomena yang diteliti oleh ilmu-ilmu sosial ialah fenomena yang bersifat :
a. tenang
b. penuh gerak
c.
tidak menetap
5. Tujuan ilmu-ilmu sosial ialah untuk memahami gejala-gejala sosial, artinya:
a. ilmu-ilmu sosial berusaha memberikan arti pada gejala sosial.
b. Ilmu-ilmu sosial memilih gejala sosial menjadi bagian kecil,
c. Ilmu-ilmu sosial berusaha menghubungkan gejala sosial dengan
kehidupan manusia.
22
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
6. Gejala sosial dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial untuk :
a. dipikirkan
b. difahami
c. diuraikan.
7. Yang dimaksudkan dengan ramalan dalam ilmu –ilmu sosial ialah :
a. meramalkan masa depan
b. memperkirakan hubungan faktor-faktor
c. menyatakan hubungan sebab akibat
8. Salah satu tujuan ilmu-ilmu sosial ialah membuat ramalan, artinya:
a. membuat hipotesis
b. memperkirakan apa yang terjadi di masa yang akan datang
c. menarik kesimpulan hubungan antar faktor-faktor.
9. Pendidikan Ilmu Sosial dapat diartikan sebagai pendidikan yang
memperkenalkan konsep, generalisasi, teori, cara berfikir, dan cara bekerja berbagai
a. disiplin ilmu-ilmu sosial.
b. disiplin ilmu-ilmu alam
c. disiplin ilmu pengetahuan budaya.
10. Ruang Lingkup Ilmu Sosial, secara keilmuan, adalah :
a. Individu dan keluarga yang menjadi obyek
b. Negara dan bangsa yang menjadi obyek
c. Masyarakat yang menjadi obyek
Umpan Balik dan Tindak lanjut
Bandingkan jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes formatif yang ada dibagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan rumus dibaawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda mengenai materi Kegiatan Belajar
23
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Rumus :
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan =
______________________________
X 100%
10
Arti tingkat penguasaan yang anda capai :
90% - 100%
= baik sekali
80% -
89%
= baik
70% -
79%
= cukup
-
69%
=
kurang
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas Anda dapat meneruskkan
dengan Kegiatan Belajar modul 2.
Bagus. Tetapi kalau nilai Anda dibawah 80%
Anda harus mengulangi Kegiatan Belaja modul 1 terutama bagian yang belum Anda
kuasai.
“Selamat Belajar Semoga Sukses”
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. C
, 2. B
, 3. C
, 4.B
, 5.C
, 6.A
7. B. 8. A
9.A
10. C
24
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Daftar Pustaka
Azis Wahab, dkk.,1986, Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Modul 13,4-6, Universitas Terbuka, Jakarta .
Abdul Majid, 2005, Perencanaan Pembelajaran, Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Bimo Walgito, 1980, Psikologi Sosial, Fakultas Psikologi, Yogyakarta.
Dadang Supardan H. , 20008 Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Hamid Hasan S, 1995, Pendidikan Ilmu Sosial, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Lili M. Sadeli dkk., 1986, Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial Modul 1-3,
Universitas Terbuka, Jakarta.
---------------------, 1985. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial Modul 4-6
Universitas Terbuka, Jakarta.
Munandar Soelaeman M. , 2005, Ilmu Sosial Dasar, PT. Refika Adita.a, Bandung.
Nursid Sumaatmadja, 1985, Pengantar Studi Sosial,Alumni, Bandung.
-------------------------, 1986. Perspektif Studi Sosial, Alumni, Bandung.
Pujiwati Sayoga,1985, Sosiologi Pembangunan, Fakultas Pasca Sarjana IKIP
Jakarta bekerjasama dengan BKKBN.
Soerjono Soekanto, 1986, Sosiologi Suatu Pengantar, CV. Rajawali, Jakarta.
25
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Modul 2 : LANDASAN DAN PERKEMBANGAN
PIS DI INDONESIA
Pendahuluan
Pada modul kedua
pada kegiatan ini Anda akan diajak
mempelajari
Landasan dan Perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial. Anda mungkin sudah
seringkali mendengar atau membaca istilah ilmu sosial maupun pendidikan ilmu
sosial, namun bagaimana landasan dan perkembangan di Indonesia? Permasalahan
landasan pendidikan ilmu-ilmu sosial perlu dipelajari untuk memberikan dasar ilmiah
yang kokoh bagi pengembangan wawasan calon guru mengenai pendidikan ilmu
sosial.
Oleh karena itu apa sebetulnya ruang lingkup Landasan dan Perkembangan
Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia, pada modul pertama ini akan dibahas :
2.1. Landasan Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia
2.2. Perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia
Konsep ini perlu diketahui lebih dahulu, oleh karena itu agar Anda berhasil dengan
baik mempelajari modul ini, ikuti petunjuk di bawah ini:
a. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda
memahami betul apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari.
b. Bacalah dengan baik, bagian ini dan temukan kata-kata kunci yang sulit
dalam daftar kamus.
c.Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui pemahaman
sendiri dan tukar pikiran dengan mahasiswa atau guru lain dan dengan tutor
Anda.
d. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman simulasi
dalam kelompok kecil atau klasikal pada saat tutorial.
26
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Uraian Materi
2.1. Landasan Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia
Keberadaan pendidikan ilmu-ilmu sosial didukung juga oleh yang bersifat Filosofis,
politis, akademis (kurikulum), dan juga kebutuhan masyarakat.
Landasan filosofis dimaksudkan adalah landasan kurikulum pendidikan ilmuilmu sosial. Berbagai pengertian dikemukakan dan digunakan orang mengenai istilah
filosofi ( HALVERSON, 1976: 3-5, BRENT, 1978 11-13). Beberapa sarjana
berpendapat bahwa filsafat adalah dasar teori yang dipergunakan seseorang (
Peters, 1975: Halverson, 1976:5; Tanner dan Tanner, 1980:100). Secara sederhana
dapat dikatakan landasan filosofis kependidikan seseorang adalah dasar pandangan
seseorang mengenai tujuan yang seharusnya dicapai, materi apa yang seharusnya
diberikan dalam suatu upaya mencapai tujuan, dan proses belajar apa yang harus
dikembangkan.
Tujuan yang akan dicapai adalah kualitas yang diinginkan bagi siswa yang
belajar ilmu-ilmu sosial. Kulitas yang diinginkan itu menggambarkan apa yang
dianggap guru atau ahli pendidik sebagai suatu terbaik yang harus dimiliki siswa.
Kualitas itu menggambarkan kulitas masyarakat yang diinginkan karena siswa akan
menjadi anggota masyarakat sebagai suatu kelompok sosial dan budaya.
Pandangan filsafat ini menuntut agar sekolah menjadi pusat keunggulan
(centre of excellence). Sekolah yang tidak mampu menjadi pusat keunggulan
bukanlah suatu lembaga pendidikan yang dapat diandalkan, karena ia tidak akan
mampu mempersiapkan generasi muda untuk berperan dengan baik di masyarakat.
Landasan politis tercermin dalam berbagai keputusan negara dan pemerintah
seperti GBHN, UU nomor 2 tahun 1989, PP. Nomor 28 dan 29 tahun 1990 serta juga
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 060/U/1993 tentang
kurikulum pendidikan dasar dan nomor 061/U/ 1993 tentang kurikulum pendidikan
menengah
(kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994,
Kurukulum 2004/Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum 2006 / Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
27
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Landasan akademik didukung oleh kenyataan adanya berbagai fakultas,
jurusan, atau bentuk organisasi lain yang secara khusus mempelajari dan
mengembangkan ilmu-ilmu sosial. Untuk mendapatkan peminat maka siswa SMP
dan SMA diperkenalkan dengan pendidikan ilmu-ilmu sosial dengan harapan
pendidikan tersebut dapat menarik minat mereka untuk mengembangkan diri
sebagai pakar ataupun pemegang profesi yang erat kaitannya dengan ilmu-ilmu
sosial.
Tuntutan riil masyarakat didukung oleh kenyataan adanya berbagai lembaga
dalam kegiatan masyarakat yang memerlukan jasa konsultasi dan pemikir lanjutan
dari pakar-pakar ilmu – ilmu sosial. Kehadiran pakar ini sedemilkian rupa sehingga
diyakini bahwa masyarakat tidak mungkin dapat berfungsi dengan baik tanpa jasa
dan pikiran para pakar ilmu-ilmu sosial. Adanya kegiatan pembangunan yang
semakin pesat menuntut jasa dan pemikiran para pakar ilmu-ilmu sosial leblih dari
masa-masa sebelumnya.
2.2. Perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia.
Perkembangan Kurikulum di Indonesia menunjukkan posisi
Pendidikan ilmu-ilmu sosial yang berbeda selama masa 30 tahun terakhir. Dalam
kurikulum 1964 pendidikan ilmu-ilmu sosial di SMP hanya terdiri atas disiplin Sejarah
dan Geografi. Kedua disiplin ilmu dibagi atas dua bagian yakni Sejarah Kebangsaan
dan Sejarah Dunia, Geografi Indonesia dan Geografi Dunia. Sejarah kebangsaan
dan Geografi Indonesia dalam struktur kurikulum dimasukkan dalaml kelompokkelompok Dasar. Sedangkan Sejarah Dunia dan Geografi dunia dimasukkan dalam
Kelompok Cipta. Baik dalam kelompok dasar maupun kelompok cipta, Sejarah dan
Geografi diajarkan dengan pendekatan pengajaran disiplin ilmu terpisah (separated
disciplinary approach).
Pendekatan terpisah digunakan pula dalam pengajaran ilmu-ilmu sosial di
SMA. Dalam kurikulum 1964, pendidikan ilmu sosial di SMA terdiri dari Sejarah,
Geografi, dan ekonomi. Pendidikan Sejarah terdiri atas pendidikan Sejarah
28
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Indonesia, Sejarah dunia dan Sejarah Kebudayaan. Pendidikan Geografi terbagi
atas Geografi Indonesia dan Geografi Dunia.
Dalam kurikulum 1968 yang merupakan perbaikan dari kurikulum 64 dan 66,
Sejarah dan Geografi tetap mewakili pendidikan ilmu sosial di SMP. Kedua disiplin
ilmu itu diajarkan dalam mata pelajaran Sejarah Indonesia dan Sejarah Dunia,
Geografi Indonesia dan Geografi dunia. Keadaan yang sama dengan kurikulum
1964 berlaku untuk pendidikan ilmu sosial di SMA. Bentuk pengajaran disarankan
pun masih sama yaitu pendekatan pengajaran disiplin ilmu yang terpisah.
Upaya untuk menerapkan pendekatan integratif dalam kurikulum ilmu-ilmu
sosial hanya dilakukan dalam kurikulum 1975. Meskipun harus dikatakan bahwa
upaya itu kurang berhasil baik di tingkat kurikulum apalagi di tingkat pengajaran
tetapi kurikulum tersebut adalah sesuatu yang memberikan alternatif lain dalam
pendidikan ilmu-ilmu sosial.
Dalam kurikulum 75 IPS SMP, pendidikan ilmu-illmu sosial diwakili oleh
disiplin Sejarah, Geografi, dan Ekonomi.
Pembagian Sejarah menjadi mata
pelajaran terpisah Sejarah Indonesia dan Sejarah Dunia. Dan Geografi menjadi
mata pelajaran terpisah Geografi Indonesia dan Geografi Dunia tidak terjadi dalam
kurikulum 75, keterpaduan yang dikehendaki kurikulum. Walaupun tidak dikatakan
berhasil diterjemahkan dalam GBPP, menyebabkan materi Sejarah Indonesia dan
Sejarah Dunia diramu sedemikian rupa sehingga hanya tergambar pada rumusan
Tujuan Kurikuler.
Demikian yang terjadi dengan geografi yang diperluas dengan kependudukan.
Dalam kurikulum 75 SMA ditambahkan materi Antropologi ,sehingga dapat
dikatakan bahwa pendidikan ilmu-ilmu sosial sudah lebih berkembang dalam jumlah
disiplin ilmu yang yang diliput kurikulum. Meskipun demikian, pendekatan terpadu
yang diinginkan kurikulum tidak berhasil diterjemahkan dalam GBPP.
Pendidikan ilmu sosial dalam kurikulum SMA berikutnya (1984 dan 1994)
dikembangkan berdasarkan pendekatan disiplin ilmu terpisah. Memang terjadi
perbedaan – perbedaan dalam mata pelajaran yang menopang pendidikan ilmu
sosial di kedua kurikulum itu tetapi pada dasarnya perbedaan itu dalam struktur
kurikulum dan bukan dalam pendekatan pendidikan ilmu sosial yang digunakan.
29
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Dalam perkembangan kurikulum terus ada perbaikan-perbaikan penyempurnaan,
dengan diberlakukannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989
tentang sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah sebagai pedoman
pelaksanaanya, telah menetapkan kurikulum ditandai dengan munculnya kurikulum
2004, 2006 (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP, Pendidikan Ilmu sosial
menggunakan IPS terpadu. Perpaduan antara lalin dari PPKN. Sejarah, Ekonomi,
Sosiologi.
Latihan
1. Mengapa guru ilmu-ilmu sosial perlu memahami filsafat yang mendasari
pendidikan Ilmu Sosial?
2. Jelaskan pandangan filsafat
mengenai pendidikan ilmu sosial dilihat dari
tujuan, materi, dan pendekatan yang digunakan!
3. Jelaskan mengapa pendidikan ilmu-ilmu sosial diperlukan, dilihat dari
tuntutan pandangan politis dan tuntutan masyarakat..
4. Uraikan Perkembangan Kurikulum Pendidikan Illmu Sosial di Indonesia !
Jawaban Latihan
1. Baca landasan Pendidikan Ilmu Sosial (filsafat, politis, akademis, kebutuhan
masyarakat), kaitkan dengan posisi guru sebagai tenaga profesional harus
memiliki wawasan mengenai pekerjaannya.
2. Tujuan untuk menanamkan intelektualisme dan peranan golongan intelektual
dalam masyarakat.
3. Kaji keputusan-keputusan pemerintah dalam bentuk UU, PP dan keputusan
Mendikbud.
4. Baca perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial kembangkan !
30
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Rangkuman
Landasan Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia,
Keberadaan pendidikan ilmu-ilmu sosial didukung juga oleh yang bersifat Filosofis,
politis, akademis (kurikulum), dan juga kebutuhan masyarakat.
Landasan filosofis dimaksudkan adalah landasan kurikulum pendidikan ilmuilmu sosial. Berbagai pengertian dikemukakan dan digunakan orang mengenai istilah
filosofi ( HALVERSON, 1976: 3-5, BRENT, 1978 11-13). Beberapa sarjana
berpendapat bahwa filsafat adalah dasar teori yang dipergunakan seseorang (
Peters, 1975: Halverson, 1976:5; Tanner dan Tanner, 1980:100). Secara sederhana
dapat dikatakan landasan filosofis kependidikan seseorang adalah dasar pandangan
seseorang mengenai tujuan yang seharusnya dicapai, materi apa yang seharusnya
diberikan dalam suatu upaya mencapai tujuan, dan proses belajar apa yang harus
dikembangkan.
Landasan politis tercermin dalam berbagai keputusan negara dan pemerintah
seperti GBHN, UU nomor 2 tahun 1989, PP. Nomor 28 dan 29 tahun 1990 serta juga
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 060/U/1993 tentang
kurikulum pendidikan dasar dan nomor 061/U/ 1993 tentang kurikulum pendidikan
menengah
(kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994,
Kurukulum 2004/Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum 2006 / Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Landasan akademik didukung oleh kenyataan adanya berbagai fakultas,
jurusan, atau bentuk organisasi lain yang secara khusus mempelajari dan
mengembangkan ilmu-ilmu sosial. Untuk mendapatkan peminat maka siswa SMP
dan SMA diperkenalkan dengan pendidikan ilmu-ilmu sosial dengan harapan
pendidikan tersebut dapat menarik minat mereka untuk mengembangkan diri
sebagai pakar ataupun pemegang profesi yang erat kaitannya dengan ilmu-ilmu
sosial.
Tuntutan riil masyarakat didukung oleh kenyataan adanya berbagai lembaga
dalam kegiatan masyarakat yang memerlukan jasa konsultasi dan pemikir lanjutan
dari pakar-pakar ilmu – ilmu sosial. Kehadiran pakar ini sedemilkian rupa sehingga
31
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
diyakini bahwa masyarakat tidak mungkin dapat berfungsi dengan baik tanpa jasa
dan pikiran para pakar ilmu-ilmu sosial. Adanya kegiatan pembangunan yang
semakin pesat menuntut jasa dan pemikiran para pakar ilmu-ilmu sosial leblih dari
masa-masa sebelumnya.
Perkembangan Kurikulum :
Dalam perkembangan kurikulum terus ada perbaikan-perbaikan penyempurnaan,
dengan diberlakukannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989
tentang sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah sebagai pedoman
pelaksanaanya, telah menetapkan kurikulum ditandai dengan munculnya kurikulum
2004, 2006 (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP, Pendidikan Ilmu sosial
menggunakan IPS terpadu. Perpaduan antara lalin dari PPKN. Sejarah, Ekonomi,
Sosiologi.
Tes Formatif :
1. Dasar pandangan seseorang mengenai tujuan yang seharusnya dicapai, materi
apa yang seharusnya diberikan dalam suatu upaya mencapai tujuan, dan proses
belajar apa yang harus dikembangkan, merupakan:
a. Landasan Filosofis
b. Landasan Akademik
c. Tuntutan masyarakat.
2. Berbagai keputusan seperti : seperti GBHN, UU nomor 2 tahun 1989, PP. Nomor
28 dan 29 tahun 1990 serta juga Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
nomor 060/U/1993 dan sebagainya, merupakan
a. Landasan Psykhologis
b. Landasan Politis
c. Landasan Akademis
32
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
3. Upaya untuk menerapkan pendekatan integratif dalam kurikulum ilmu-ilmu sosial
hanya dilakukan dalam:
a. Kurikulum 2004
b. Kurikulum 1984
c. kurikulum 1975.
4. Pendidikan ilmu sosial dalam kurikulum SMA berikut :(1984 dan 1994)
dikembangkan berdasarkan :
a. Pendekatan terpadu
b. Pendekatan Multidisiplin
c. Pendekatan disiplin ilmu terpisah
5. Kenyataan adanya berbagai lembaga dalam kegiatan masyarakat yang
memerlukan jasa konsultasi dan pemikir lanjutan dari pakar-pakar ilmu – ilmu
sosial merupakan :
a.Tuntutan Para ahlli
b.Tuntutan riil Masyarakat
c.Tuntutan Akademis.
6. Adanya berbagai fakultas, jurusan, atau bentuk organisasi lain yang secara
khusus mempelajari dan mengembangkan ilmu-ilmu sosial, merupakan :
a. Tuntutan Para ahlli
b. Tuntutan Akademis.
c. Tuntutan riil masyarakat.
33
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Umpan Balik dan Tindak lanjut
Bandingkan jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes formatif yang ada dibagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan rumus dibaawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda mengenai materi Kegiatan Belajar
Rumus :
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan =
______________________________
X 100%
6
Arti tingkat penguasaan yang anda capai :
90% - 100%
= baik sekali
80% -
89%
= baik
70% -
79%
= cukup
-
69%
=
kurang
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas Anda dapat meneruskkan
dengan Kegiatan Belajarmodul 3 .
Bagus. Tetapi kalau nilai Anda dibawah 80%
Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar modul 2 terutama bagian yang belum
Anda kuasai.
“Selamat Belajar Semoga Sukses”
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. A
, 2. B
, 3. C
, 4.C
, 5.B
, 6.A
34
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Daftar Pustaka
Azis Wahab, dkk.,1986, Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Modul 13,4-6, Universitas Terbuka, Jakarta .
Abdul Majid, 2005, Perencanaan Pembelajaran, Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Bimo Walgito, 1980, Psikologi Sosial, Fakultas Psikologi, Yogyakarta.
Dadang Supardan H. , 20008 Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Hamid Hasan S, 1995, Pendidikan Ilmu Sosial, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Lili M. Sadeli dkk., 1986, Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial Modul 1-3,
Universitas Terbuka, Jakarta.
---------------------, 1985. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial Modul 4-6
Universitas Terbuka, Jakarta.
Munandar Soelaeman M. , 2005, Ilmu Sosial Dasar, PT. Refika Adita.a, Bandung.
Nursid Sumaatmadja, 1985, Pengantar Studi Sosial,Alumni, Bandung.
-------------------------, 1986. Perspektif Studi Sosial, Alumni, Bandung.
Pujiwati Sayoga,1985, Sosiologi Pembangunan, Fakultas Pasca Sarjana IKIP
Jakarta bekerjasama dengan BKKBN.
Soerjono Soekanto, 1986, Sosiologi Suatu Pengantar, CV. Rajawali, Jakarta.
35
Dra. Sri Puji Astuti, MM
Modul 3.
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
TUJUAN DAN MATERI PENDIDIKAN
ILMU SOAL
Pendahuluan
Pada modul ketiga pada kegiatan ini Anda akan diajak untuk menganalisa
Tujuan dan Materi
Pendidikan Ilmu Sosial. Anda mungkin sudah mengetahui
definisi, pengertian ilmu sosial namun belum memahami tujuan dan materi
pendidikan ilmu sosial.
Oleh karena itu apa sebetulnya ruang lingkup konsep dasar Pendidikan Ilmu Sosial
pada modul ketiga ini akan dibahas :
3.1. Tujuan Pendidikan Ilmu Sosial
3.2. Materi Pendidikan Ilmu Sosial (sumber, macam, isi, sekuensi,
organisasi),
Agar Anda berhasil dengan baik mempelajari modul ini, ikuti petunjuk di bawah
ini :
a. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda
memahami betul apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari.
b. Bacalah dengan baik, bagian ini dan temukan kata-kata kunci yang sulit
dalam daftar kamus.
c. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui
pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan mahasiswa atau guru lain dan
dengan tutor Anda.
d. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman
simulasi dalam kelompok kecil atau klasikal pada saat tutorial.
36
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Uraian Materi
3.1. Mengidentifikasi macam-macam tujuan Pendidikan Ilmu Sosial (PIS)
Tujuan adalah sesuatu yang mencerminkan hasil yang telah dicapai tetapi
juga dilihat sebagai suatu batu ukuran yang menunjukkan sudah sampai dimanakah
yang telah dicapai oleh seseorang.
Tujuan dibedakan atas tujuan mastery dan tujuan development. Tujuan mastery
adalah tujuan antara yang dapat dicapai dalam kegiatan belajar yang relatif singkat,
Tujuan development adalah tujuan yang terus menerus dikembangkan karena ia
tidak mungkin tercapai melalui beberapa kegiatan belajar saja. Batas akhir tujuan
development sukar dikenali karena itu kemampuan tersebut dikembangkan seumur
hidup. Dalam hal pendidikan ilmu Sosial harus menentukan batas antara untuk
tujuan developmental yang mungkin dicapai pada jenjang SMP dan SMA. Tujuan ini
berhubungan dengan pengembangan pengetahuan dan pemahaman siswa
mengenai berbagai data dan fakta, istilah, kondep dan generalisasi, teori, hukum,
prosedur yang berlaku dalam disiplin ilmu-ilmu sosial.
Tujuan Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial :
1. Pengembangan kemampuan intelektual siswa
Tujuan mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami disiplin ilmu
sosial, kemampuan berpikir dalam disiplin ilmu-ilmu sosial, serta kemampuan
prosesual
dalam
mencari
informasi,
mengolah
informasi
dan
mengkomunikasikan hasil temuan. Walaupun tujuan ini tidak dapat
dilepaskan dari pengembangan pribadi siswa, kepedulian utama dari tujuan
dalam kategori ini ialah kepentingan disiplin ilmu-ilmu sosial.
2. Pengembangan Kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial :
Dapat
disebut
secara
singkat
sebagai
kemampuan
sosial,
tujuan
mengembangkan kemampuan dan tanggung jawab siswa sebagai anggota
masyarakat lainnya, rasa tanggung jawab sebagai warga negara dan warga
dunia, kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan
dan bangsa termasuk dalam tujuan ini ialah pengembangan pemahaman dan
37
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
sikap positif siswa terhadap nilai, norma, dan moral yang berlaku dalam
masyarakat.
3. Pengembangan diri sebagai pribadi : Berkenaan dengan pengembangan
sikap, nilai, norma yang menjadi anutan siswa. Kemauan untuk terus –
menerus mengembangkan diri melalui belajar di jenjang pendidikan
lebih lanjut maupun di luar jalur pendidikan persekolahan
pembentukan kebiasaan positif untuk kehidupan pribadinya, serta sikap
positif ter ajuan masyarakat atau bangsa dan juga illmu pengetahuan adalah
tujuan yang termasuk kedalam kelompok tujuan pengembangan diri
pribadi siswa.
Menurut Senesh, 1967, Wronaki dan Bragaw, 1986, Philips, 1987, Trigg, 1991)
Pendidikan disiplin-disiplin dalam ilmu-ilmu sosial harus memilliki pengetahuan dan
pemahaman mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Ruang lingkup dan pokok kajian.
2. Struktur keilmuan dari setiap disiplin.
3. Fakta, konsep, peristiwa yang dianggap penting.
4. Pokok-pokok pikiran keillmuan
5. Teori-teori penting
6. Tokoh-tokoh yang melahirkan teori
7. Isu penting yang ada di masyarakat
Daftar ini bersifat umum dan masih harus dikembangkan oleh setiap disiplin ilmu
yang bersangkutan. Misalnya ruang lingkup dan pokok kajian untuk berbeda dari
geografi, sosiologi, antropologi, dan tata negara. Fakta konsep dan peristiwaperistiwa masih harus dipilih untuk dijadikan sebagai tujuan pendidikan disiplin ilmuilmu sosial.Demikian pula untuk dengan teori dan generalisasi serta prosedur yang
ada dalam setiap disiplin ilmu.
38
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
3.2. Mengeksplorasi berbagai sumber materi Pendidikan Ilmu Sosial
Pengembangan materi pendidikan ilmu-ilmu sosial. Pengertian materi yang
mencakup aspek subtansi dan aspek proses. Aspek subtansi memberikan apa yang
harus dipelajari siswa sebagai suatu obyek studi. Aspek proses memberikan apa
yang harus dipelajari siswa sebagai suatu alat yang akan digunakan untuk belajar
substansi lebih lanjut. Aspek subtansi terdiri dari teori, generalisasi, konsep, fakta,
sikap nilai, dan moral. Aspek proses terdiri atas ketrampilan akademik dan sosial.
Pengembangan materi pendidikan ilmu-ilmu sosial dari pendekatan disiplin
tunggal/terpisah, pendekatan korelasi yang terdiri atas antar disiplin dan
multidisilplin. Perbedaan antara ketiganya digambarkan dalam kedudukan setiap
disiplin dalam menentukan tata urutan materi yang dikaji. Dalam pendekatan disiplin
terpisah kebebasan disiplin dalam menentukan materi sangat besar, dapat dikatakan
sepenuhnya. Dalam pendekatan korelatif kemerdekaan yang demikian sudah tidak
mungkin dilakukan, setiap disiplin harus melepaskan kebebasan dalam menentukan
materi disiplin ilmu yang semata dari sudut pendangan disiplin ilmunya semata.
Setiap disiplin ilmu harus memperhatikan kepentingan disiplin ilmu lainnya.
Perbedaan antara pendekatan antar disiplin dan multidisiplin digambarkan
dalam perbedaan kebebasan dan kedudukan disiplin ilmu terhadap pokok bahasan.
Dalam pendekatan antar disiplin kebebasan yang lebih besar dimiliki oleh suatu
disiplin ilmu yang dinyatakan sebagai disiplin ilmu utama. Sedangkan dalam disiplin
ilmu penunjang harus membatasi dirinya sesuai kebutuhan yang diminta disiplin
utama.
Dalam pengembangan materi yang berdasarkan pendekatan multidisiplin
setiap disiplin ilmu memiliki kebebasan yang sama sepanjang kebersamaan di
antara disiplin ilmu memiliki kebebasan yang sama sepanjang kebersamaan di
antara disiplin ilmu terjaga. Untuk suatu pokok bahasan setiap disiplin ilmu dapat
mengkajinya sepenuhnya dari konsep-konsep yang relevan yang dimilikinya untuk
pokok bahasan tersebut.
Sedangkan pendekatan fusi di mana dinyatakan bahwa ciri disiplin ilmu sudah tidak
lagi mendapatkan tempat. Pengembangan materi yang demikian dirasakan sesuai
39
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
untuk pengorganisasian kurikulum yangmenggunakan pendekatan IPS seperti yang
dilakukan untuk SMP. Dalam model pengembangan materi ini permasalahan sosial
dijadikan dasar utama dan bukan disiplin ilmu. Materi dari disiplin ilmu
dikembangkan
untuk
membahas
pokok
permasalahan
sosial
yang
telah
diidentifikasli. Dalam banyak hal pendekatan fusi memiliki kesamaan dengan
pendekatan multidisiplin, terkecuali dalam kemandirian dan keutuhan masingmasing disiplin.
3.3. Mengeksplorasi macam-macam materi PIS
Pada dasarnya disiplin ilmu : Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi,
Antropologi, Tata negara dalam berbagai kedudukan kurikuler. Sejarah dan Geografi
menjadi materi inti sedangkan yang lain menjadi mata pelajaran pilihan. Pada
dasarnya, disiplin-disiplin ini adalah sumber utama materi Pendidikan Ilmu Sosial.
Materi pendidikan adalah apa yang dipelajari peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan, dalam hal ini tujuan kurikulum ilmu sosial. Termasuk dalam pengertian
ini ialah subtansi dan proses yang berasal dari disiplin ilmu-ilmu sosial.
Dalam pengertian substansi ilmu-ilmu sosial umumnya terdiri atas pandangan, tema,
topik, fenomena, fakta, peristiwa prosedur, konsep, generalisasi dan teori, biasanya
dinamakan materi kurikulum. Jadi setiap orang berbicara mengenai materi kurikulum
maka yang dimaksudkan adalah hal yang berhubungan dengan pokok – pokok
bahasan yang berisikan pandangan, tema, fenomena, fakta, konsep dan
sebagainya.
Sementara pandangan semacam itu masih dianut banyak orang pandangan baru
memasukkan ke dalam pengertian materi kurikulum adalah proses, prosedur, dan
langkah-langkah yang harus dilaksanakan siswa dalam mempelajari aspek
substantif tersebut.
1. Teori dan Generalisasi
Teori adalah komposisi yang dihasilkan dari pengembangan sejumlah proposisi
atau generalisasi yang dianggap memiliki keterhubungan secara sistematis
(Goetz dan Le Compte, 1984:36).
Selain sistematis, keterhubungan antara proposisi ataupun generalisasi
40
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
tersebut sudah harus teruji kebenarannya secaara empirik dan dianggap
berlaku universal. Contoh : berdasarkan Teori ini para ekonom dapat menjelaskan
berbagai fenomena jual beli di Pasar, dari kegiatan pasar yang paling sederhana
sampai kegiatan pasar yang paling kompleks. Dalam pendidikan illmu-ilmu sosial
kedudukan teori sebagai materi kurikulum sangat penting. Hal ini terutama
disebabkan kedudukan teori yang sentral dalam struktur disiplin ilmu.. Secara
mendasar dapat dikatakan bahwa tugas suatu disiplin ilmu adalah mengembangkan
teori, dengan menggunakan
sebagai materi kurikulum, ada kemungkinan untuk
mengembangkan ketrampila-ketrampilan sedemikian rupa sehingga akan terjadi aoa
yang dimaksudkan Bruner dengan “transfer of training”, siswa memiliki kemampuan
untuk belajar sesuatu yang berdasarkan apa yang sudah diketahui dan dikuasainya.
Goetz dan Le Comte (1984:36-38), membagi teori atas 4 (empat) yaitu:
- Grand Theory (teori besar)
- Theoritical models (model teorites)
-
Formal and middle-range theory (teori formal dan tingkat menengah).
-
Substantive theory.
Perlu dijelaskan sebagai berikut :
Grand theory (teori besar) adalah sistem yang secara ketat mengkaitkan preposisipreposisi dan konsep-konsep yang abstrak sehingga dapat digunakan menguraikan,
menjelaskan,
dan memprediksi secara komprehensif sejumlah fenomena besar
secara non-probabilitas.
Teoritical models ( model teoritis) adalah teori tingkat dua sebagai keterhubungan
yang longgar (tidak ketat) antara sejumlah asumsi, konsep, dan preposisi yang
membentuk pandangan ilmuwan tentang dunia. Teori ini banyak digunakan sebagai
pendekatan dalam mengembangkan, dan memecahkan berbagai persoalan yang
diungkapkan., oleh karena itu teori ini bukan untuk menjelaskan saja tetapi juga
secara operasional dipakai dalam mengembangkan berbagai aktivitas ilmiah. Teoriteori dalam sosiologi dinamakan fungsionalisme, teori konflik, interaksinisme adalah
contoh teori yang dinamakan model teoritis.
Formal and middle-range theory (teory formal dan tingkat menengah)
41
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Didefinisi sebagai preposisi yang berhubungan yang dikembangkan untuk
menjelaskan beberp kelompok tingkah laku manusia yang abstrak. Teori tingkat ini
terbatas dalam ruang lingkupnya dibandingkan untuk menjelaskan beberapa
kelompok tingkah laku manusia yang abstrak. Teori tingkat ini terbatas dalam ruang
lingkupnya dibandingkan dengan kedua teori yang diatas. Generalisasi yang
dijadikan dasar untuk mengembangkan teori sudah bersifat universal tetapi
keterikatannya dengan data empirik masih sangat kuat.
Contoh Ilmuwan Sosial mengembangkan teori tentang mobilitas sosial yang memiliki
tingkat generalisasi yang luas. Tetapi bagaimanapun universalitas generalisasi yang
dijadikan dasar masih terbatas dibandingkan dengan rekonstruksionisme sejarah
atau fungsionalisme. Teori mobilitas sosial dikembangkan sudah dimaksudkan untuk
menjelaskan berbagai kegiatan abstrak yang dinamakan mobilitas kelompok sosial
manusia. Contoh lain, teori konflik peran (role conflict theory), teori penyimpangan
kepribadian (deviance personality theory), dan teori motivasi (motivation theory).
Substantive theory (theory substantive), adalah teori yang paling rendah
tingkatan abstraksi dan sangat terbatas dalam keumuman generalisasinya. Teoori
yang dikembangkan pada jenjang ini berisikan preposisi atau konsep yang hanya
berlaku untuk kelompok populasi, lingkungan, atau waktu tertentu. Contoh teori
tentang hubungan ras di suatu tempat, sosialisasi peran seks, kejahatan remaja
adalah contoh teori substantif untuk sosiologi yang dikemukakan Goetz dan
LeCompte (1984:38)
Dalam Antropologi ada teori yang berkenaan masyarakat desa, organisasi,
kekerabatan, masyarakat kota, ataupun kolonialisme. Teori ini dikembangkan untuk
menggambarkan pola konsumsi masyarakat tertentu di suatu wilayah tertentu dalam
ekonomi adalah termasuk kelompok teori substantif.
Dalam ilmu sosial dikenal adanya generalisasi. Generasisasi ini sama dengan teori.
Generalisasi menggambarkan keterhubungan antara dua atau lebih konsep
merupakan hasil yang sudah teruji secara empirik. Generalisasi diperoleh sebagai
suatu kesimpulan yang bersifat umum dari suatu penelitian yang menggunakan
sampel. Atas dasar kebenaran yang sama terhadap populasi. Generalisasi berbeda
dengan teori dalam tingkat keberlakuan teori lebih universal dan lebih kompleks.
42
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Teori sudah dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena sementara generalisasi
belum.
2. Konsep
Konsep diartikan sebagai abstraksi kebersamaan atau keterhubungan dari
sekelompok benda atau sifat (Bruner, Goodnow dan Austin, 1962). Kesamaan yang
dimaksud adalah adanya unsur-unsur yang sama baik dalam bentuk konkret
maupun dalam bentuk yang abstrak. Keterhubungan diartikan sebagai adanya
hubungan antara berbagai benda atau sifat baik yang sifatnya konkret maupun yang
sifatnya abstrak dan terjadi hanya atas dasar pemikiran abstak tertentu pula..
Novak
dan Gowin (1986:3-4),
lebih menyenangi istilah keteraturan yang
dipersepsikan (perceived regularities) untuk menyebutkan abstraksi kesamaan
antara benda dan sifat tersebut. Keteraturan yang dimaksud adalah keteraturan
dalam apa yang dikatakan sama-sama dimiliki suatu konsep.
Kesamaan yang dimiliki aspek-aspek kegiatan manusia dalam suatu budaya
membentuk apa yang disebut konsep budaya. Suatu konsep memiliki bagian yang
dinamakan atribut. Atribut adalah karakteristik yang dimiliki suatu konsep. Atribut
atau gabungan dari berbagai atrribut menjadi suatu pembeda antara satu konsep
dengan konsep lainnya. Contoh: danau memiliki atribut ukuran, bentuk, tempat, dan
isi danau.. Berdasarkan atribut itu danau dibedakan dengan benda lainnya tetapi
untuk membedakan danau dengan laut diperlukan hanya atribut ukuran, bentuk dan
tempat/lokasi. Danau ukurannya kecil dibandingkan laut, bentuknya juga berbeda,
letaknya juga berbeda.
Ada 3 (tiga) jenis konsep berdasarkan perbedaan
keterhubungan nilai atribut
tersebut yakni :
1. Konsep Konjungtif, adalah konsep yang paling rendah tingkatnya. Dalam
konsep ini benda atau sifat yang menjadi anggota konsep memiliki persamaan yang
tinggi dalam nilai atributnya.
Contoh : kalau orang berbicara tentang buku ilmiah dengan atribut isi buku, warna
sampul, ketebalan buku, serta pembaca buku maka apabila ada buku yang memiliki
isi, semuanya mengenai ekonomi mikro, warna sampulnya semuanya merah, semua
43
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
buku ditulis untuk mahasiswa yang baru belajar ilmu ekonomi. Buku tadi dinamakan
buku ekonomi mikro membentuk suatu konsep konjungtif. Konsep yang memiliki
atribut yang banyak.
2. Konsep disjungtif adalah konsep yang memiliki anggota dengan atribut yang
memiliki nilai beragam. Pengelompokan benda atau sifat tersebut dalam suatu
konsep karena atributnya memberikan kemungkinan terjadinya perbedaan dalam
nilainya. Konsep ini lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan konsep
konjungtif.
Contoh disjungtif : alat kantor.
Atribut konsep ini tidak mungkin berupa bentuk
ataupun fungsi khusus suatu benda yang dinamakan alat kantor. Fungsi kertas
sebagai alat kantor adalah untuk ditulis sedangkan fungsi mesin tik sebagai alat
kantor adalah untuk mengetik. Fungsi yang berbeda pula untuk ballpoint, penggaris,
marking pen, dan sebagainya.
Meskipun demikian benda-benda tersebut dikeompokkan sebagai satu konsep yang
diberi label alat kantor.
3. Konsep Relational : jenis konsep ini konsep yang paling abstrak.
Konsep ini kebersamaan antara anggotanya dalam suatu atribut hanya berdasarkan
kriteria yang abstrak dan selalu dalam hubungan dengan kriteria tertentu Relasional.
Ia tercipta karena adanya relasi yang diciptakan dalam pengertian yang
dikandungnya.
Jenis konsep paling abstrak adalah konsep relasional. Dalam konsep ini
kebersamaan antara anggotanya dalam suaatu atribut hanya berdasarkan kriteria
yang abstrak dan selalu dalam hubungan dan kriteria tertentu (relasional) Ia tercipta
karena adanya relasi yang diciptakan dalam pengertian yang dikandungnya.
Konsep dalam disiplin ilmu-ilmu sosial sangat abstrak. Konsep yang
digunakan sedemikian abstrak sehingga kadang-kadang digunakan istilah konstrak
(construct) untuk menyatakan bahwa konsep terbentuk sebagai hasil pemikiran
abstrak.
44
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Contoh :
Konsep Sejarah
Konsep Geografi

Fakta Sejarah
- Fakta Geografi

Waktu
- Ruang

Ruang
- Waktu

Sumber
- Distribusi

Penafsiran
- Asosoasi Wilayah

Ceritera Sejarah
- Wilayah

Bukti Sejarah
- Skala

Peristiwa
- Interaksi Keruangan

Pelaku Sejarah
- Peta

Hukum Sebab akibat
- Lingkungan

Kronologi Artefak
- Arah
- Bentuk wilayah
- Cuaca
Konsep Ekonomi
Konsep Sosiologi

Fakta Ekonomi
- Fakta Sosiologi

Keinginan
- Nilai, - Norma

Sumber

Distribusi
- Institusi

Kelompok
- Keluarga

Konsumsi
- Kelas

Pasar
- Komunitas

Modal
- Kelompok Etnis

Benda
- Inovasi

Jasa
- Sistem

-Penghasilan
- Sosialisasi

-Pengeluaran
- Status, Peran, Interaksi

-Perkembangan
- Masyarakat, Modernisasi,
- Perubahan
45
Dra. Sri Puji Astuti, MM
Konsep Antroplologi
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Konsep Ilmu Politik

Fakta Antropologi
- Fakta Ilmu Politik

Kebudayaan
- Kekuasaan

Kebutuhan
- Struktur

Keluarga
- Tekanan

Tradisi
- Kebijaksanaan

Perubahan
- Kedudukan

Kelompok Etnis
- Kelompok Penekan

Inivasi
- Demokrasi

Siatem
- Pemerintahan

Akulturasi
- Norma, Isu, Konflik

Enkulturasi
- Tujuan, Sistem Nilai

Evaluasi
- Organisasi

Ras
- Hak, Kewajiban

Kekerabatan
- Warga negara.
3. Fakta
Menurut Schuncke (1988:18), mengatakan bahwa fakta adalah build-ing
blocks yang digunakan untuk mengembangkan konsep dan generalisasi. Tanpa
fakta tidak akan ada konsep dan tanpa konsep tidak akan ada generalisasi dan
selanjutnya tidak akan ada teori.
Fakta tidak pernah tersedia begitu saja di lapangan. Fakta tidak juga dapat
dikumpulkan langsung dari lapangan. Para ilmuwan hanya dapat mengumpulkan
data atau informasi dari lapangan . Data atau informasi itu yang kemudian diolah
berdasarkan prosedur tertentu untuk menghasilkan fakta. Jadi fakta dihasilkan
berdasarkan proses pengolahan tertentu dan atas pandangan tertentu.
46
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
4. Materi Proses dalam Pendidikan Ilmu Sosial
Proses adalah materi kurikulum pendidikan ilmu-ilmu sosial yang berkenaan
dengan berbagai prosedur, cara kerja, metode kerja tertentu yang harus dilakukan
siswa di dalam kelas, di ruang tertentu, bahkan juga digunakan untuk
mengembangkan wawasan, ketrampilan, dan berbagai kemampuan berfikir.
Kemampuan tersebut, wawasan, ketrampilan berfikir dan pelaksanaan teknis,
adalah materi yang dipelajari bukan hanya sekedar sampai pada mengetahui dan
memahami tetapi juga untuk melatih siswa bekerja berdasarkan apa yang
dikemukakan dalam materi tersebut. Materi proses dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan mencari sumber dan merumuskan informasi,
mengolah informasi, mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan apa yang
sudah dimilikinya, memecahkan berbagai masalah, dan mengambil berbagai
keputusan.
Materi untuk proses sebagian terbesar dikembangkan dari disiplin ilmu-ilmu
sosial. Untuk kemampuan berfikir maka cara melihat permasalahan, pemilihan
masalah menjadi sesuatu yang dapat dikelola. Operasionalisasi masalah dari yang
abstrak menjadi sesuatu yang konkret, pendekatan yang digunakan untuk
memecahkan masalah, tehnik yang digunakan dalam pengumpulan data, cara
pengolahan data menjadi fakta, kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan serta cara
mengkomunikasikan hasil berfikir sangat ditentukan oleh warna dan ciri khas suatu
disiplin ilmu.
Dalam pendidikan disiplin ilmu yang memakai pendekatan terpisah,
kekhasan setiap disiplin ilmu memang akan lebih menuntut perhatian untuk
dikembangkan pada diri peserta didik dibandingkan kesamaan yang ada di antara
disiplin-disiplin ilmu tersebut.
Materi pendidikan untuk proses berkembang dalam tingkat kesulitan antar jenjang
pendidikan. Perkembangan tingkat kesulitan tidak berdasarkan atas meluaskan
reuang lingkup materi seperti terjadi pada materi substansi.
47
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
5. Sikap, Nilai dan Moral
Materi untuk pendidikan illmu – ilmu sosial yang menjadi wahana
pengembangan sikap, nilai, norma, dan moral yang berlaku dalam masyarakat.
Seperti yang dikemukakan dalam bahasan mengenai konsep, maka nilai, norma,
dan moral
sebenarnya adalah konsep-konsep utama dalam sosiologi dan
antroplogi. Oleh karena itu pemahaman mengenai nilai, norma, dan moral dapat
dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari ataukah ia tidak bersesuaian itu akan
dianggap sebagai pengembangan terhadap isi nilai, norma, dan moral yang berlaku
ataukah sebagai sesuatu yang membahayakan.
Nilai dan moral adalah nilai dan moral yang diterima masyarakat, kelompok
etnis tertentu dan bangsa. Dalam hal ini pendidikan ilmu sosial harus berhati-hati
dan jangan sampai mengulang secara tidak perlu materi Pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan. Materi yang berasal dari Pendidikan Pancasila seperti nilai yang
36 butir Ekaprasetya Pancakarsa tidak dapat dijadikan materi pendidikan ilmu-ilmu
sosial begitu saja. Secara resmi materi tersebut adalah Materi Pendidikan berbagai
materi, tetapi dapat diambil untuk materi Pendidikan Ilmu Sosial.
Pengertian Nilai atau `Value (Inggris) berasal dari bahasa latin Valere, Valere
dalam arti kata baik atau kuat. Pengertian nilai ini menjadi semakin luas yaitu
sesuatu yang baik, yang berharga dan berkualitas. Udin Saripudin (1989),
menjelaskan bahwa nilai adalah sesuatu yang memiliki kualitas, kebaikan atau harga
atau diamati atau diperkirakan sebagai memiliki kualitas, kebaikan atau harga. Milton
Rokeah (1977) memberi penjelasan, nilai adalah suatu kepercayaan atau keyakinan
(belief) yang bersumber pada sisem nilai seseorang, mengenai apa yang patut atau
tidak patut dilakukan seseorang atau mengenai apa yang berharga atau yang tidak
berharga.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan nilai adalah sesuatu yang menunjukkan
berharga atau tidak berharga., berkualitas atau tidak berkualitas serta benar dan
adil.
Pengertian moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat-istiadat,
kelakuan, tabiat, watak atau akhlak. S. Nasution mendefinisikan bahwa moral adalah
seperangkat nilai-nilai standar atau prinsip yang diterima baik dalam konteks kultural
48
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
tertentu. Sedangkan Azis Wahab (1986) mendefinisikan moral adalah suatu tuntutan
kebiasaan hukum atau karena tuntutan masyarakat umumnya.
Kesimpulannya moral adalah seperangkat nilai, prinsip, sikap yang telah diterima
baik yang menuntut diikuti atau dilakukan dalam bentuk perbuatan karena tuntutan
kultural yang berlaku.
Pengertian Norma atau norm (Inggris), kaidah (Arab), norma atau kaidah
adalah petunjuk perilaku yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari. Abdillah M. Fuad (1995), mengemukakan Norma merupakan
kaidah yang mengandung keharusan untuk melakukan sesuatu dan larangan untuk
melakukan sesuatu. Tujuan adanya norma adalah untuk memberikan batasanbatasan terhadap seseorang atau masyarakat agar dalam bertindak tidak perlu
mempertimbangkan orang lain, karena disamping kita ada orang . Disamping itu
norma juga dapaat memisahkan yang mana hak dan yang mana kewajiban. Tentu
norma memiliki berbagai jenis yang perlu diadaptasi dan untuk diadopsi oleh kita
dalam bentuk perilaku dalam kehidupan bermasyarakat yaitu norma agama, norma
hukum, norma adat dan norma kesusilaan.
Materi yang bersifat sikap, nilai moral memberikan kesempatan kepada guru
pendidikan ilmu sosial untuk bekerja secara profesional. Sebagai pengembang
kurikulum di sekolah atau untuk kelas, ia harus berfikir keras untuk mengkaji pokok
bahasan dalam kurikulum. Kemampuan untuk kmenemukan sikap nilai dan moral
dari pokok bahasan yang tersedia dalam GBPP suatu kurikulum memang harus
mendapat binaan yang mendasar.
pengorganisasian
materi
secara
Oleh karena itu dapat dipergunakan
vertikal
maupun
horizontal.
Pengorganisasian secara Vertikal (dalam Aim Abdulkarim, 2003:9.13), mengandung
arti bahwa materi-materi pembelajaran (konsep-konsep) disusun berurutan menurut
tingkat keluasannya, atau menurut urutan logisnya dalam struktur keilmuan.
Demikian juga dalam hal proses pembelajarannya. Sebagai contoh, pembelajaran
konsep “kepentingan umum”, seyogyanya dimulai dengan proses pembelajaran
konsep “kepentingan pribadi” dengan alur logika seperti berikut :
a. tiap-tiap individu memiliki kepentingan
b. terdapat persamaan dan perbedaan kepentingan di antara individu-individu
49
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
c. kepentingan-kepentingan yang sama di antara individu membentuk kepentingan
umum di antara mereka.
d. kepentingan umum bukan penjumlahan dari kepentingan setiap individu
melainkan persekutuan kepentingan-kepentingan yang sama di antara para individu.
Sedangkan pengorganisasian materi secara horizontal menunjuk kepada penataan
hubung – kait antar materi yang setara pada suatu tingkatan pembelajaran materi
tertentu. Apabila materi pembelajaran itu berupa pemahaman konsep, maka
pemetaan konsep secara horizontal mengandung arti pengidentifikasian konsepkonsep yang salng terkait dan saling mendukung pagi pemahaman yang
komprehensif. Konsep tersebut tidak bersifat inklusif-eksklusif, tetapi lebih bersifat
setara.
3.4. Mengeksplorasi isi materi Pendidikan Ilmu Sosial
Dalam pengembangan materi pendidikan ilmu sosial pengertian materi yang
mencakup aspek subtansi dan aspek proses. Aspek subtansi memberikan apa yang
harus dipelajari siswa sebagai suatu obyek studi. Aspek proses memberikan apa
yang harus dipelajari siswa sebagai suatu alat yang akan digunakan untuk belajar
substansi lebih lanjut. Aspek subtansi terdiri dari teori, generalisasi, konsep, fakta,
sikap nilai dan moral. Aspek proses terdirri atas ketrampilan akademik dan
sosial.Materi yang secara universal dipelajari siswa di kelas-kelas Pendidikan.
Materi proses adalah materi yang dipelajari siswa tetapi tidak berkenaan dengan
aspek seperti fakta, konsep, generalisasi ataupun teori tetapi berkenaan dengan
prosedur yang harus dilakukan. Materi pendidikan yang bersifat proses haruslah
dipelajari dalam bentuk kegiatan dan pelaksanaan proses itu sendiri.
3.5. Menjelaskan macam dan alternative sekuensi materi Pendidikan Ilmu Sosial.
Sekuensi materi adalah tata urutan antara suatu materi dengan materi yang
lain; dalam bahasa GBPP tata urutan antara pokok bahasan. Dalam konteks
kurikulum yang lebih luas sekuensi dapat berkenaan dengan tata urutan antara satu
mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya.
50
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Dalam konteks pertama menyangkut pekerjaan guru sehari-hari walaupun GBPP
sudah mencantumkan urutan tersebut.. Sebagai pengembang kurikulum guru diberi
kebebasan oleh kurikulum nasional untuk mengatur kurikulum guru diberi kebebasan
oleh kurikulum nasional untuk mengatur kembali tata urutan yang berlaku: asalkan
masih dalam satu semester atau dalam satu catur wulan. Artinya guru masih
memiliki tanggung jawab untuk menentukan apakah sekuensi yang telah ditetapkan
pengembang kurikulum tingkat pusat sudah dianggapnya memadai ataukah masih
harus disesuaikan dengan sifat atau kondisi setempat.
Secara sederhana tata urutan dikelompokkan :
1. Pendekatan
logis yang berasal dari disiplin ilmu, adalah pendekatan
berdasarkan pemikiran logis suatu disiplin ilmu. Oleh karena itu maka tata
urutan logis adalah urutan kronologis progresif, artinya materi pendidikan
sejarah disusun berdasarkan urutan waktu dari masa paling tua ke masa
paling muda. Olah karena itu pendidikan sejarah dimulai membahas pasa
pra-sejarah, Zaman kuno, Zaman tua, Zaman Madya dan seterusnya sampai
keZaman paling muda..
2. Pendekatan Paedagogis
Sekuensi
yang
berdasarkan
kependidikan
lebih
ditekankan
pada
pertimbangan mengenai siswa dan bukan tata urutan yang ada dari disiplin
ilmu. Dalam hal ini kriteria seperti kemudahan, familiarisasi dengan pokok
bahasan, dijadikan pertimbangan.
Misalnya untuk membahas pokok
bahasan penduduk dan warga negara. Penduduk bagi siswa lebih jelas dan
dekat dengan pokok bahasan, serta tingkat abstrak suatu materi pokok
bahasan dijadikan pertimbangan.
3.6. Menjelaskan macam dan alternative organisasi materi Pendidikan Ilmu Sosial.
Pengorganisasian materi membahas bagaimana materi diatur sehingga ia
merupakan suatu kesatuan yang utuh. Pengorganisasian materi amat penting
dalam pendidikan ilmu sosial.
Dalam Pendidikan Ilmu sosial dikenal jenis pegorganisasian materi yaitu
51
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
1. Pengorganisasian Terpisah
Bentuk
pengorganisasian terpisah adalah bentuk pengorganisasian materi
kurikulum yang tertua. Dalam pengorganisasian kurikulum yang demikian setiap
disiplin ilmu-ilmu sosial diajarkan secara terpisah berdasarkan karakteristiknya
masing-masing, Contoh : Sejarah diajarkan secara terpisah dari geografi, ekonomi,
sosiologi, antropologi atau politik. Materi dyang dipelajari siswa diberikan masingmasing disiplin ilmu secara terpisah.
Keuntungannya sisa belajar sepenuhnya terpusat pada satu disiplin ilmu . Ketika
belajar sejarah terpusat pada materi sejarah saja, Ketika belajar geografi terpusat
pada geografi saja. Kompleksitas permasalahan dan cara pemecahan masalah
sepenuhnya dikaji dari pemikiran keilmuan disiplin yang bersangkutan.
Kelemahan dari pengorganisasian yang demikian ialah menjadikan pendidikan ilmu
sosial sebagai suatu pendidikan yang hanya memikirkan kepentingan disiplin ilmu.
2. Pengorganisasian Korelatif
Pengorganisasian ini tidak menghilangkan ciri dari disiplin ilmu yang bersangkutan.
Pendidikan sejarah sebagai suatu keutuhan tetap saja dipertahankan; seperti halnya
dengan pendidikan geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan tata negara.
Pengorganisasian ini hanya mencoba mencari keterkaitan pembahasan antara satu
pokok bahasan dengan pokok bahasan yang lainnya. Dalam pengembangan materi
yang bersifat korelatif, setiap disiplin ilmu lebih sulit. Tim yang mengembangkan
materi kurikulum maupun materi pengajaran harus kompak:
mereka harus
membicarakan keterhubungan antara pokok bahasan dengan pokok bahasan
lainnya.
3. Pengorganisasian Fusi
Dalam organisasi ini orang tidak bisa mengatakan bahwa ini geografi, sejarah,
ekonomi, atau lainnya. Fusi itu memberi kesan seolah –olah ada sesuatu yang baru
dimunculkan sebagai peleburan dari disiplin yang ada. Peleburan dalam odel fusi
tidak harus melahirkan suatu disipli yang ada. Peleburan dilakukan atas dasar
pertimbangan pendidikan dan bukan atas dasar kepentingan ilmu.
Ciri disiplin ilmu sudah tidak lagi mendapatkan tempat.
52
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Latihan
1. Jelaskan 3 tujuan pendidikan ilmu sosial!
2. Pengembangan materi pendidikan ilmu-ilmu sosial mencakup aspek subtansi dan
aspek proses. Uraikan!
3.Jelaskan materi untuk pendidikan illmu – ilmu sosial yang menjadi wahana
pengembangan sikap, nilai, norma, dan moral yang berlaku dalam masyarakat!.
4.Apa yang dimaksud dengan fakta ilmu-ilmu sosial?
5. Mengapa pendidikan ilmu-ilmu sosial harus memperhatikan sikap ,nilai. dan
moral?
6. Jelaskan tentang konsep ilmu sosial!
Jawaban Latihan
1. Baca tentang tujuan pendidikan ilmu sosial dengan teliti dan kembangkan.
2. Aspek proses memberikan apa yang harus dipelajari siswa sebagai suatu alat
yang akan digunakan untuk belajar substansi lebih lanjut. Aspek subtansi terdiri
dari teori, generalisasi, konsep, fakta, sikap nilai, dan moral. Aspek proses terdiri
atas ketrampilan akademik dan sosial.
3. Baca dalam Pengembangan aspek sikap, nilai dan moral dengan teliti.
4. Jelaskan pengertian fakta dan berikan contohnya.
5. - Uraikan pengertian Sikap, nilai dan moral
- Uraikan fungsi ilmu-ilmu sosial sebagai wahana pendidikan
- Kaitkan fungsi ilmu-ilmu sosial dengan sikap, nilai dan moral
6. Jelaskan pengertian konsep, berikan contoh konsep dalam ilmu sosial.
53
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Rangkuman :
Tujuan Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial : adalah Pengembangan kemampuan
intelektual siswa,Tujuan mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami
disiplin ilmu sosial, kemampuan berpikir dalam disiplin ilmu-ilmu sosial, serta
kemampuan prosesual dalam
mencari informasi, mengolah informasi dan
mengkomunikasikan hasil temuan. Walaupun tujuan ini tidak dapat dilepaskan dari
pengembangan pribadi siswa, kepedulian utama dari tujuan dalam kategori ini ialah
kepentingan disiplin ilmu-ilmu sosial. Pengembangan Kemampuan dan rasa
tanggung jawab sosial dapat disebut secara singkat sebagai kemampuan sosial,
tujuan mengembangkan kemampuan dan tanggung jawab siswa sebagai anggota
masyarakat lainnya, rasa tanggung jawab sebagai warga negara dan warga dunia,
kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan bangsa
termasuk dalam tujuan ini ialah pengembangan pemahaman dan sikap positif siswa
terhadap nilai, norma, dan moral yang berlaku dalam masyarakat. Pengembangan
diri sebagai pribadi.
Berkenaan dengan pengembangan sikap, nilai, norma yang menjadi anutan
siswa. Kemauan untuk terus – menerus mengembangkan diri melalui belajar di
jenjang pendidikan ebih lanjut maupun di luar jalur pendidikan persekolahan
pembentukan kebiasaan positif untuk kehidupan pribadinya, serta sikap positif
bertujuan masyarakat atau bangsa dan juga illmu pengetahuan adalah
tujuan yang termasuk kedalam kelompok tujuan pengembangan diri pribadi siswa.
Materi untuk pendidikan illmu – ilmu sosial yang menjadi wahana pengembangan
sikap, nilai, norma, dan moral yang berlaku dalam masyarakat. Seperti yang
dikemukakan dalam bahasan mengenai konsep, maka nilai, norma, dan moral
sebenarnya adalah konsep-konsep utama dalam sosiologi dan antroplogi.
Pada dasarnya disiplin ilmu : Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi,
Antropologi, Tata negara dalam berbagai kedudukan kurikuler. Sejarah dan Geografi
menjadi materi inti sedangkan yang lain menjadi mata pelajaran pilihan. Pada
dasarnya, disiplin-disiplin ini adalah sumber utama materi Pendidikan Ilmu Sosial.
54
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Materi pendidikan adalah apa yang dipelajari peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan, dalam hal ini tujuan kurikulum ilmu sosial. Termasuk dalam pengertian
ini ialah subtansi dan proses yang berasal dari disiplin ilmu-ilmu sosial.
Setiap disiplin ilmu harus memperhatikan kepentingan disiplin ilmu lainnya.
Perbedaan antara pendekatan antar disiplin dan multidisiplin digambarkan
dalam perbedaan kebebasan dan kedudukan disiplin ilmu terhadap pokok bahasan.
Dalam pendekatan antar disiplin kebebasan yang lebih besar dimiliki oleh suatu
disiplin ilmu yang dinyatakan sebagai disiplin ilmu utama. Sedangkan dalam disiplin
ilmu penunjang harus membatasi dirinya sesuai kebutuhan yang diminta disiplin
utama.
Dalam pengembangan materi yang berdasarkan pendekatan multidisiplin
setiap disiplin ilmu memiliki kebebasan yang sama sepanjang kebersamaan di
antara disiplin ilmu memiliki kebebasan yang sama sepanjang kebersamaan di
antara disiplin ilmu terjaga. Untuk suatu pokok bahasan setiap disiplin ilmu dapat
mengkajinya sepenuhnya dari konsep-konsep yang relevan yang dimilikinya untuk
pokok bahasan tersebut.
Materi yang bersifat sikap, nilai moral memberikan kesempatan kepada guru
pendidikan ilmu sosial untuk bekerja secara profesional. Sebagai pengembang
kurikulum di sekolah atau untuk kelas, ia harus berfikir keras untuk mengkaji pokok
bahasan dalam kurikulum. Kemampuan untuk kmenemukan sikap nilai dan moral
dari pokok bahasan yang tersedia dalam GBPP suatu kurikulum memang harus
mendapat binaan yang mendasar.
pengorganisasian
materi
secara
Oleh karena itu dapat dipergunakan
vertikal
maupun
horizontal.
55
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Tes Formatif :
1. Tujuan mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami disiplin ilmu
sosial, kemampuan berpikir dalam disiplin ilmu-ilmu sosial, serta kemampuan
prosesual
dalam
mencari
informasi,
mengolah
informasi
dan
mengkomunikasikan hasil temuan merupakan :
a. Pengembangan kemampuan intelektual siswaen
b. Pengembangan Kemampuan dan rasa tanggung jawab
sosial
c. Pengembangan diri dan pribadi.
2. Pengembangan materi dengan sah kebebasan disiplin dalam menentukan materi
sangat besar, dapat dikatakan sepenuhnya, merupakan pengembangan materi
dengan :
a. Pengorganisasian fusi
b. Pengorganisasian terpisah
c. Pengorganisasian struktur.
3. Pengorganisasian ini hanya mencoba mencari keterkaitan pembahasan antara
satu pokok bahasan dengan pokok bahasan yang lainnya, merupakan :
a. Pengorganisasian terpisah
b. Pengorganisasian terpadu
c. Pengorganisasian korelasi
4. Materi untuk pendidikan illmu – ilmu sosial yang menjadi wahana pengembangan
sikap, nilai, norma, dan moral yang berlaku dalam masyarakat dapat diperoleh
melalui :
a. dapat dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari
b. dapat dikembangkan dengan penyuluhan
c. dapat dikembangkan dengan pemberian hadiah.
5. Komposisi yang dihasilkan dari pengembangan sejumlah proposisi atau
generalisasi yang dianggap memiliki keterhubungan secara sistematis disebut :
a. Fakta
b. Generalisasi
c. Teori
56
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
6. Dalam konsep ini benda atau sifat yang menjadi anggota konsep memiliki
persamaan yang tinggi dalam nilai atributnya dan konsep ini tarafnya paling rendah ,
merupakan :
a. Konsep Konjungtif
b. Konsep Disjungtif
c. Konsep Relational.
Umpan Balik dan Tindak lanjut
Bandingkan jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes formatif yang ada dibagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan rumus dibaawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda mengenai materi Kegiatan Belajar
Rumus :
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan =
______________________________
X 100%
6
Arti tingkat penguasaan yang anda capai :
90% - 100%
= baik sekali
80% -
89%
= baik
70% -
79%
= cukup
-
69%
=
kurang
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas Anda dapat meneruskkan
dengan Kegiatan Belajar modul 4
Bagus. Tetapi kalau nilai Anda dibawah 80%
Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar modul 3 terutama bagian yang belum
Anda kuasai.
“Selamat Belajar Semoga Sukses”
57
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. A
, 2. B
, 3. C
, 4.A
, 5.C
, 6.A
Daftar Pustaka
Azis Wahab, dkk.,1986, Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Modul 13,4-6, Universitas Terbuka, Jakarta .
Abdul Majid, 2005, Perencanaan Pembelajaran, Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Bimo Walgito, 1980, Psikologi Sosial, Fakultas Psikologi, Yogyakarta.
Dadang Supardan H. , 20008 Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Hamid Hasan S, 1995, Pendidikan Ilmu Sosial, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Lili M. Sadeli dkk., 1986, Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial Modul 1-3,
Universitas Terbuka, Jakarta.
---------------------, 1985. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial Modul 4-6
Universitas Terbuka, Jakarta.
Munandar Soelaeman M. , 2005, Ilmu Sosial Dasar, PT. Refika Adita.a, Bandung.
Nursid Sumaatmadja, 1985, Pengantar Studi Sosial,Alumni, Bandung.
-------------------------, 1986. Perspektif Studi Sosial, Alumni, Bandung.
Pujiwati Sayoga,1985, Sosiologi Pembangunan, Fakultas Pasca Sarjana IKIP
Jakarta bekerjasama dengan BKKBN.
Soerjono Soekanto, 1986, Sosiologi Suatu Pengantar, CV. Rajawali, Jakarta.
58
Dra. Sri Puji Astuti, MM
Modul 4:
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
MODEL/STRATEGI PEMBELAJARAN
IS DI SEKOLAH
Pendahuluan
Pada modul keempat pada kegiatan ini Anda akan diajak untuk menganalisa
Model/strategi Pembelajaran Ilmu Sosial di Sekolah. Anda mungkin sudah seringkali
Mempelajari metode atau strategi mengajar di sekolah.
Oleh karena itu bagaimana sebenarnya model atau strategi Pembelajaran Illmu
Sosial di sekolah! Pada modul keempat ini akan dibahas :
Model/strategi Pembelajaran Kognitif
Model/strategi Pembelajaran Afektif.
Konsep ini perlu diketahui lebih dahulu, oleh karena itu agar Anda berhasil dengan
baik mempelajari modul ini, ikuti petunjuk di bawah ini:
a. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda
memahami betul apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari.
b. Bacalah dengan baik, bagian ini dan temukan kata-kata kunci yang sulit
dalam daftar kamus.
c. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui
pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan mahasiswa atau guru lain dan
dengan tutor Anda.
d. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman
simulasi dalam kelompok kecil atau klasikal pada saat tutorial.
59
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Uraian Materi
4.1. Model/Strategi Pembelajaran Kognitif (pengetahuan).
Mengenai pengajaran pengetahuan (kognittif ) dan pemahaman untuk pendidikan
ilmu sosial strategi pembelajarannya bisa menggunakan hafalan dan pemahaman .
Pengetahuan yang paling awal adalah hafalan tidak ada yang diingat, dengan
demikian tidak ada pemahaman dan proses berfikir yang tinggi, Meskipun demikian,
strategi pengajaran yang dimaksud haruslah bukan yang mengandung kegiatan
menghafal. Kegiatan menghafal tidak memberi jaminan kelanggengan penyimpanan
informasi. Artinya seseorang hafal bukan karena melakukan hafalan itu sendiri tetapi
karena ia melakukan sesuatu yang lain dan sebagai akibatnya ia hafal.
Dalam bukunya yang terkenal dengan Taxonomy of Educational Obyectives,
Bloom (1956: 62-78), mengemukakan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang
dilakukan dengan cara mengingat atau memanggil kembali apa yang sudah ada
dalam memori seseorang tentang sesuatu pokok pikiran, materi, atau fenomena.
Selanjutnya dikemukakan pengetahuan terdiri atas pengetahuan istilah, tentang
fakta, tentang cara, untuk berhubungan dengan sesuatu, tentang ide, skema,
proses, prosedur dan pola.
-Pengetahuan istilah : pengetahuan tentang lambang khusus baik yang bersifat
verbal maupun bukan verbal. Termasuk istlah ini adalah konsep yang digunakan
dalam ilmu-ilmu sosial.
-Pengetahuan tentang fakta, harus dimiliki siswa secara benar. Contoh fakta sejarah
harus disebutkan secara tepat dan benar. Proklamasi Kemerdekaan apabila
disebutkan tahun 1946 adalah keliru.
-Pengetahuan tentang cara untuk berhubungan dengan sesuatu terdiri atas
pengetahuan tentang langkah-langkah untuk suatu kegiatan inkuiri, urutan
kronologis, cara mengemukakan pokok pikiran, menyusun suatu karya ilmiah,
kecenderungan, klasifikasi, kategori, kriteria dan metodologi. Pengetahuan ini
penting bagi mereka yang melakukan sesuatu. Tanpa pengetahuan ini maka ia
sukar mempertanggungjawabkan apa yang sedang atau dilakukannya. Seorang
60
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
siswa yang tidak tahu tata cara melakukan wawancara maka tidak mungkin dia
dapat melakukan wawancara dengan baik.
Menurut Abdul Madjid (2005, 49), dikemukakan bahwa ditinjau dari
kompetensi yang ingin dicapai, pengalaman belajar siswa meliputi : kognitif,
Kompetensi ranah kognitif meliputi menghafal, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis, mensintesakan, dan menilai pengalaman belajar yang relevan dengan
setiap tingkatan tersebut . Dijelaskan sebagai berikut :
Pengalaman belajar untuk kegiatan hafalan dapat berupa berlatih menghaval
verbal atau para prase di luar kepala, berlatih menemukan taktik menghafal
misalnya menggunakan jembatan ingatan (mnemonic). Jenis materi pembelajaran
yang perlu dihafal dapat berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur.
Pengalaman
belajar
untuk
tingkat
pemahaman
dilakukan
dengan
membandingkan (menunjukkan persamaan dan perbedaan ), mengidentifikasi
karakteristik, menggeneralisasi, menyimpulkan, dan sebagainya.
Pengalaman belajar tingkatan aplikasi dilakukakn dengan jalan menerapkan
rumus dalil atau prinsip terhadap kasus-kasus nyata yang terjadi di lapangan.
Pengalaman belajar untuk mencapai kemampuan dasar tingkatan penilaian
dilakukan dengan memberikan penilaian (judgement) terhadap obyek studi
menggunakan kriteria tertentu.
4.2. Model/Strategi Pembelajaran Afektif
Pendidikan ilmu sosial diharapkan untuk membuat seseorang menyenangi dan
bahkan mau menggunakan sesuatu yang dipelajari maka sikap positif terhadap apa
yang telah dipelajarinya harus dikembangkan. Yang bersangkutan harus memiliki
nilai yang dapat digunakan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan
kehidupannya. Keyakinan itu adalah suatu nilai dan dengan demikian ia menjadi
tanggung jawab dari pendidikan disiplin ilu itu sendiri. Lebih-lebih untuk pendidikan
ilmu sosial yaitu pendidikan mengenai disiplin-disiplin ilmu yang berhubungan erat
dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Jadi dunia pendidikan disiplin ilmu
sosial harus memperhatikan masalah sikap, nilai moral yang harus dikembangkan.
61
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Apa yang terjadi pada saat ini dalam dunia pendidikan ilmu-ilmu sosial menunjukkan
ketidak pedulian terhadap makna mempelajari disiplin ilmu sosial, sehingga
menunjukkan ketidakpedulian terhadap makna yang dipelajari.
Menurut Abdul Madjid (2005, 49), berkenaan dengan ranah afektif, kompetensi yang
ingin dicapai antara lain meliputi tingkatan pemberian respon (responding), apresiasi
(appreciating), penilaian (Valuing) dan internalisasi (internalization). Pengalaman
belajar yang relevan dengan berbagai jenis tingkatan afektif tersebut antara lain :
berlatih memberikan respon atau reaksi terhadap nilai-nilai yang di hadapkan
kepadanya, berlatih menikmati atau menerima nilai, norma, serta obyek yang
mempunyai nilai etika dan estetika; berlatih menilai di tinjau dari segi baik buruknya,
adil tidak adil, indah tidak indah terhadap obyek studi; berlatih menerapkan /
mempraktekkan nilai, norma, etika dan estetika dalam perilaku kehidupan seharihari. Secara konkrit, pengalaman belajar yang perlu dilakukan agar siswa mencapai
tingkatan kompetensi afektif tersebut antara lain dengan mengamati dan menirukan
contoh/model/panutan, mendatangi obyek studi yang dapat memupuk pertumbuhan
nilai, berbuat atau berpartisipasi aktif sesuai dengan tuntutan yang dipelajari dan
sebagainya. Pendidikan Ilmu Sosial harus juga mengembangkan pemahaman rasa
senang, kemauan untuk memiliki, dan menerapkan sikap, nilai dan moral. Yang ada
dalam masyarakat pada diri siswa, aspek – aspek itu menyangkut berbagai aspek
kehidupan manusia : pemikiran, tingkah laku, hasil karya, sikap umum masyarakat
terhadap sesuatu nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Prinsip pengembangan Nilai pada diri siswa meliputi :
a. Pemahaman terhadap nilai moral
b. Penghargaan terhadap nilai moral
c. Identifikasi terhadap nilai moral
d. Penerapan nilai dalam perilaku
e. Pembentukan wawasan dan kebiasaan.
Dalam pembahasan ini dikemukakan kedua model yang dapat dipergunakan guru
dalam mengembangkan pendidikan ilmu-ilmu sosial untuk mencapai ranah afektif.
62
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Model tersebut adalah bermain peran dan drama sosial, karena model ini lebih
sesuai dengan pengembangan yang bersifat afektif.
Bermain peran (Role Playing) : suatu peroses belajar di mana siswa melakukan
sesuatu yang dilakukan orang lain, Orang lain itu mungkin seorang Presiden,
Menteri, tokoh masyarakat, pejabat, hukum, dosen/guru, pemegang profesi lain atau
bahkan orang biasa.
Dalam kegiatannya para siswa mencoba melakukan sesuatu (berfikir, berperasaan,
dan bertindak) yang mungkin beda dari apa yang biasa dia lakukan dalam posisi dia
sebagai siswa.. Proses belajar yang dinamakan bermain peran menuntut kualitas
tertentu pada siswa.Keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan
menentukan apakah proses pemahaman, penghargaan, dan identifikasi diri
terhadap nilai berkembang.
Drama Sosial : Penentuan peran dalam drama sosial dapat dilakukan pada waktu
itu juga (spontan setelah permasalahan dibahas). Peran yang dimainkan seorang
siswa tidak perlu dipersiapkan secara mendalam seperti dalam bermain peran.
Aspek positif yang tercapai dalam drama sosial, guru harus berupaya untuk
menghilangkan aspek negatif yang mungkin terjadi di antara siswa yang memegang
peran tersebut. Dalam drama sosial, pembahasan mengenai masalah merupakan
kegiatan pertama . Kemudian dilanjutkan tujuan yang akan dicapai untuk masalah
tersebut dan peran yang akan terlibat dalam masalah yang dikemukakan.
Bagaiimana mengembangkan permainan, sepenuhnya diserahkan kepada siswa
yang akan memegang peran.
Latihan
1. Jelaskan pengertian tentang pengetahuan!
2. Jelaskan Kompetensi ranah kognitif!
3. Jelaskan Kompetensi ranah afektif!
4.Sebutkan prinsip pemahaman nilai pada diri siswa!
5.Uraikan dengan contoh model pembelajaran Pendidikan Ilmu sosial!
63
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Jawaban Latihan
1. Pengetahuan terdiri atas pengetahuan istilah, tentang fakta, tentang cara, untuk
berhubungan dengan sesuatu, tentang ide, skema, proses, prosedur dan pola.
( baca dengan teliti dan uraikan)
2. Kompetensi ranah kognitif meliputi menghafal, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis, mensintesakan, dan menilai pengalaman belajar yang relevan
dengan setiap tingkatan tersebut
3. Kompetensi afektif : kompetensi yang ingin dicapai antara lain meliputi tingkatan
pemberian respon (responding), apresiasi (appreciating), penilaian (Valuing) dan
internalisasi (internalization). Pengalaman belajar yang relevan dengan berbagai
jenis tingkatan afektif tersebut antara lain : berlatih memberikan respon atau reaksi
terhadap nilai-nilai yang di hadapkan kepadanya, berlatih menikmati atau
menerima nilai, norma, serta obyek yang mempunyai nilai etika dan estetika;
berlatih menilai di tinjau dari segi baik buruknya, adil tidak adil, indah tidak indah
terhadap obyek studi; berlatih menerapkan / mempraktekkan nilai, norma, etika
dan estetika dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
4. Prinsip pengembangan Nilai pada diri siswa meliputi :
f.
Pemahaman terhadap nilai moral
g. Penghargaan terhadap nilai moral
h. Identifikasi terhadap nilai moral
i.
Penerapan nilai dalam perilaku Pembentukan wawasan dan kebiasaan.
5. Model tersebut adalah bermain peran dan drama sosial, karena model ini lebih
sesuai dengan pengembangan yang bersifat afektif (buatlah contoh model
bermain peran dan drama sosial (coba dilatih pada peserta didik) .
Rangkuman
Mengenai pengajaran pengetahuan (kognittif ) dan pemahaman untuk pendidikan
ilmu sosial strategi pembelajarannya bisa menggunakan hafalan dan pemahaman .
Pengetahuan yang paling awal adalah hafalan tidak ada yang diingat, dengan
demikian tidak ada pemahaman dan proses berfikir yang tinggi, Meskipun demikian,
strategi pengajaran yang dimaksud haruslah bukan yang mengandung kegiatan
64
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
menghafal. Kegiatan menghafal tidak memberi jaminan kelanggengan penyimpanan
informasi. Artinya seseorang hafal bukan karena melakukan hafalan itu sendiri tetapi
karena ia melakukan sesuatu yang lain dan sebagai akibatnya ia hafal.
Menurut Abdul Madjid (2005, 49), dikemukakan bahwa ditinjau dari kompetensi yang
ingin dicapai, pengalaman belajar siswa meliputi : kognitif, Kompetensi ranah kognitif
meliputi menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan,
dan menilai pengalaman belajar yang relevan dengan setiap tingkatan tersebut
Pendidikan ilmu sosial diharapkan untuk membuat seseorang menyenangi dan
bahkan mau menggunakan sesuatu yang dipelajari maka sikap positif terhadap apa
yang telah dipelajarinya harus dikembangkan. Yang bersangkutan harus memiliki
nilai yang dapat digunakan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan
kehidupannya. Keyakinan itu adalah suatu nilai dan dengan demikian ia menjadi
tanggung jawab dari pendidikan disiplin ilu itu sendiri. Lebih-lebih untuk pendidikan
ilmu sosial yaitu pendidikan mengenai disiplin-disiplin ilmu yang berhubungan erat
dengan berbagai aspek kehidupan manusia.
Menurut Abdul Madjid (2005, 49), berkenaan dengan ranah afektif, kompetensi yang
ingin dicapai antara lain meliputi tingkatan pemberian respon (responding), apresiasi
(appreciating), penilaian (Valuing) dan internalisasi (internalization). Pengalaman
belajar yang relevan dengan berbagai jenis tingkatan afektif tersebut antara lain :
berlatih memberikan respon atau reaksi terhadap nilai-nilai yang di hadapkan
kepadanya, berlatih menikmati atau menerima nilai, norma, serta obyek yang
mempunyai nilai etika dan estetika; berlatih menilai di tinjau dari segi baik buruknya,
adil tidak adil, indah tidak indah terhadap obyek studi; berlatih menerapkan /
mempraktekkan nilai, norma, etika dan estetika dalam perilaku kehidupan seharihari.
Prinsip pengembangan Nilai pada diri siswa meliputi :
j.
Pemahaman terhadap nilai moral
k. Penghargaan terhadap nilai moral
l.
Identifikasi terhadap nilai moral
m. Penerapan nilai dalam perilaku
n. Pembentukan wawasan dan kebiasaan.
65
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Dalam pembahasan ini dikemukakan kedua model yang dapat dipergunakan guru
dalam mengembangkan pendidikan ilmu-ilmu sosial untuk mencapai ranah afektif.
sesuai dengan pengembangan yang bersifat afektif.
Bermain peran (Role Playing) : suatu peroses belajar di mana siswa melakukan
sesuatu yang dilakukan orang lain, Orang lain itu mungkin seorang Presiden,
Menteri, tokoh masyarakat, pejabat, hukum, dosen/guru, pemegang profesi lain atau
bahkan orang biasa.
Dalam kegiatannya para siswa mencoba melakukan sesuatu (berfikir, berperasaan,
dan bertindak) yang mungkin beda dari apa yang biasa dia lakukan dalam posisi dia
sebagai siswa.. Proses belajar yang dinamakan bermain peran menuntut kualitas
tertentu pada siswa.Keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan
menentukan apakah proses pemahaman, penghargaan, dan identifikasi diri
terhadap nilai berkembang.
Drama Sosial : Penentuan peran dalam drama sosial dapat dilakukan pada waktu
itu juga (spontan setelah permasalahan dibahas). Peran yang dimainkan seorang
siswa tidak perlu dipersiapkan secara mendalam seperti dalam bermain peran.
Tes Formatif
1. Mengenai pengajaran untuk pendidikan ilmu sosial yang menggunakan
strategi pembelajarannya dengan hafalan dan pemahaman merupakan:
d. Pemahaman kognitif
e. Pemahaman afektif
f.
Pemahaman psychomotor.
2. Pengetahuan tentang lambang khusus baik yang bersifat verbal maupun
bukan verbalyang termasuk istlah ini adalah konsep yang digunakan dalam
ilmu-ilmu sosial, merupakan
a. Pengetahuan istilah
b. Pengetauan umum
c. Pengetahuan khusus
66
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
3. Proklamasi Kemerdekaan apabila disebutkan tahun 1946 adalah keliru ini
merupakan :
a. Pengetahuan Istilah
b. Pengetahuan Fakta
c. pengetahuan umum
4.
Menghafal,
memahami,
mengaplikasikan,
menganalisis,
mensintesakan
merupakan :
a. Kompetensi Psychomotor
b. Kompetensi Afektif
c. Kompetensi Kognitif.
5. Suatu proses belajar di mana siswa melakukan sesuatu yang dilakukan orang
lain, seperti menjadi guru, dokter, kepala desa, merupakan model pembelajaran
menggunakan metode:
a. Pemberian Tugas
b. Metode Demontrasi
c. Bermain Peran (Role Playing)
6. Kompetensi yang ingin dicapai antara lain meliputi tingkatan pemberian respon
(responding),
apresiasi
(appreciating),
penilaian
(Valuing)
dan
internalisasi
(internalization) merupakan tujuan pembelajaran berkenaan :
a. ranah kognitif
b. ranah afektif
c. ranah psychomotor.
Umpan Balik dan Tindak lanjut
Bandingkan jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes formatif yang ada dibagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan rumus dibaawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda mengenai materi Kegiatan Belajar
67
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Rumus :
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan =
______________________________
X 100%
6
Arti tingkat penguasaan yang anda capai :
90% - 100%
= baik sekali
80% -
89%
= baik
70% -
79%
= cukup
-
69%
=
kurang
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas Anda dapat meneruskkan
dengan Kegiatan Belajar modul lain. Bagus. Tetapi kalau nilai Anda dibawah 80%
Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar modul 4. terutama bagian yang belum
Anda kuasai.
“Selamat Belajar Semoga Sukses”
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. A. , 2. A
, 3. B
, 4.C
, 5. C
, 6.B
68
Dra. Sri Puji Astuti, MM
MODUL Pendidikan Ilmu Sosial
Daftar Pustaka
Azis Wahab, dkk.,1986, Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Modul 13,4-6, Universitas Terbuka, Jakarta .
Abdul Majid, 2005, Perencanaan Pembelajaran, Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Bimo Walgito, 1980, Psikologi Sosial, Fakultas Psikologi, Yogyakarta.
Dadang Supardan H. , 20008 Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Hamid Hasan S, 1995, Pendidikan Ilmu Sosial, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Lili M. Sadeli dkk., 1986, Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial Modul 1-3,
Universitas Terbuka, Jakarta.
---------------------, 1985. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial Modul 4-6
Universitas Terbuka, Jakarta.
Munandar Soelaeman M. , 2005, Ilmu Sosial Dasar, PT. Refika Adita.a, Bandung.
Nursid Sumaatmadja, 1985, Pengantar Studi Sosial,Alumni, Bandung.
-------------------------, 1986. Perspektif Studi Sosial, Alumni, Bandung.
Pujiwati Sayoga,1985, Sosiologi Pembangunan, Fakultas Pasca Sarjana IKIP
Jakarta bekerjasama dengan BKKBN.
Soerjono Soekanto, 1986, Sosiologi Suatu Pengantar, CV. Rajawali, Jakarta.
69
Download