PERTIMBANGAN MANAJEMEN UNTUK PENERAPAN PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH YANG BERHASIL September, 2006 Ministry of Forestry BUKU KELIMA DARI RANGKAIAN PEDOMAN TEKNIS PROJECT ITTO PD 110/01 REV.4 (I) : “PROGRAM UNTUK MEMFASILITASI DAN MEMPROMOSIKAN PELAKSANAAN REDUCED IMPACT LOGGING DI INDONESIA DAN WILAYAH ASIA PACIFIC” Pertimbangan Mana jemen Untuk Pener apan Pembalak an Berdampak Rendah Yang Berhasil Badan Pelaksanaan : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Departmen Kehutanan, Republik Indonesia Jl. Gunung Batu, P.O. Box. 141 Bogor 16610, Indonesia Phone : (0251) 312841 / 313622 / 337742 Fax : (0251) 323565 E-mail : [email protected] Bogor, September 2006 TROPICAL FOREST FOUNDATION Manggala Wanabakti Build., Block IV, Floor 7, Wing B Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270, Indonesia Telephone: (62-21) 573 5589, Fax. (62-21) 5790 2925 E-mail : [email protected] http://www.tff-indonesia.org ISBN : 979-97847-0-0 Publikasi ini ditujukan untuk penggunaan dan distribusi secara luas. Seluruh bagian dari dokumen ini dapat direproduksi untuk tujuan peningkatan penerapan praktek-praktek kehutanan dengan menyebutkan Tropical Forest Foundation sebagai sumber. Salinan dalam bentuk digital dari manual ini dapat diperoleh di Tropical Forest Foundation dengan membayar biaya penggantian duplikasi dan pengiriman. Pertimbangan Mana jemen Untuk Pener apan Pembalak an Berdampak Rendah Yang Berhasil Penulis : Art Klassen Editor : Hasbillah Layout : Mario Ekaroza September, 2006 Prepared for ITTO Project PD 110 / 01 Rev. 4 (I) TROPICAL FOREST FOUNDATION Departemen Kehutanan REPUBLIK INDONESIA Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Kata Pengantar K ata Pengantar Buku ini merupakan yang kelima dari seri buku pedoman teknis tentang strategi penerapan pengelolaan sistem pembalakan berdampak rendah (RIL) di hutan-hutan dipterocarp di dataran rendah dan tinggi di Indonesia. ”Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil”, mencakup bidang manajemen yang penting diluar aspek-aspek teknis pembalakan berdampak rendah (RIL). Buku manual ini menyampaikan analisa mengenai bagaimana kebijakan dan praktek pengelolaan HPH secara fundamental mempengaruhi hasil akhir aspek teknis RIL. Dalam pandangan ini, peran menajemen sering kali menjadi faktor paling mendasar dan berpengaruh untuk menentukan apakah suatu HPH bisa berhasil melaksanakan pengelolaan hutan secara baik sesuai standar RIL. Buku ini merupakan buku pedoman terakhir tentang RIL yang telah dikembangkan oleh Tropical Forest Foundation i Kata Pengantar Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Tropical Forest Foundation dengan dana bantuan dari International Tropical Timber Organization (ITTO). Rangkaian buku-buku pedoman teknis pembalakan berdampak rendah (RIL) yang telah terbit lebih dahulu adalah : 1. “Prosedur Survei Topografi Hutan dan Pemetaan Pohon”. Buku pedoman pertama ini menguraikan langkah demi langkah prosedur pengumpulan data inventori dan kontur untuk menghasilkan peta posisi pohon dan kontur yang akurat bagi perencanaan operasional. 2. “Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah”, menguraikan berbagai pertimbangan dan standar yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kegiatan pembalakan sistem RIL. Buku pedoman ini menyampaikan kepada pembaca lengkah-langkah yang diperlukan untuk mempersiapkan rencana kerja lapangan. 3. “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan Berdampak Rendah”, meninjau kegiatan operasional mulai dari proses pembukaan hutan, penebangan, bucking dan penyaradan hingga proses deaktivasi jalan sarad. Bagian khusus mengenai pemanfaatan menitikberatkan pada masalah limbah; penyebab dan saran untuk penyelesaiannya. 4. “Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan untuk Pembuatan Jalan Logging Berdampak Rendah”. Ini adalah buku pedoman khusus yang terpisah dengan memusatkan perhatian pada kegiatan perencanaan, penempatan, pembuatan dan pemeliharaan jaringan jalan di hutan. Penekanannya adalah pada pengurangan dampak yang ditimbulkan. Tema pokok dari buku pedoman ini adalah dampak yang besar menyebabkan biaya tinggi, dan dampak kecil menghasilkan penghematan. Buku pedoman ini disusun oleh Tropical Forest Foundation dengan dana hibah dari International Tropical Timber Organization (ITTO). Badan pelaksana dana hibah ini adalah Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) Departemen Kehutanan RI, dimana pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh TFF bekerjasama dengan PUSDIKLAT. ii Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Direktur Regional Tropical Forest Foundation Manggala Wanabakti, Blk.IV, Lt. 7, Wing ‘B’ Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270, Indonesia Kata Pengantar Kritik dan saran untuk perbaikan dapat dikirim ke : Tel. (+021) 5735589 Fax. (+021) 57902925 E-mail: [email protected] Buku petunjuk ini dapat diperoleh tanpa biaya selama persediaan masih ada hanya dengan mengajukan permohonan. Buku petunjuk ini juga tersedia dalam bentuk file PDF yang dapat didownload melalui website TFF : www.tff-indonesia.org. Tropical Forest Foundation iii Daf tar Isi Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Foto Pendahuluan ........................................................................................... i ......................................................................................... iv ......................................................................................... vi ........................................................................................ vii ....................................................................................... viii .......................................................................................... 1 BAB 1.1 1.2 1.3 I - Pengantar RIL .............................................................................. 3 Lingkup Pertimbangan Manajemen ...................................................... 3 Apa itu RIL? ......................................................................................... 4 Kerangka Kerja untuk Petunjuk Implementasi .....................................16 BAB 2.1 2.2 2.3 2.4 II - Kebijakan Pemerintah dan Praktek di Lapangan ...................21 Peran “Manajemen” dari Pemerintah ...................................................21 Tujuan dari Kerangka Kerja Peraturan ............................................... 22 Dampak dari Buruknya Peraturan ....................................................... 24 Praktek Korupsi .................................................................................. 25 BAB III - Persyaratan Pengorganisasian dan Operasional RIL .......... 26 3.1 Persyaratan Pengorganisasian .............................................................. 27 3.1.1 Jumlah staf yang memadai ....................................................... 27 3.1.2 Kualifikasi yang memadai ........................................................ 27 3.1.3 Struktur Organisasi ................................................................... 28 3.2 Persyaratan Operasional ..................................................................... 28 3.2.1 Definisi tugas dan tanggung jawab .......................................... 28 3.2.2 Memadukan fungsi .................................................................... 29 3.2.3 Komunikasi .............................................................................. 29 3.2.4 Feedback / Umpan Balik ........................................................... 30 BAB IV - Peran Teknologi dan Keahlian ..................................................32 4.1 Peran Teknologi ...................................................................................32 4.1.1 Peralatan yang Tepat .................................................................32 4.1.2 Alat yang Tepat ........................................................................ 36 4.2 Sebagian besar adalah mengenai keahlian ...........................................37 iv Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil LAMPIRAN I - Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) ............ 38 PENGELOLAAN WILAYAH KHUSUS ..................................42 SOP #24 : PERENCANAAN PEMBALAKAN ........................................ 48 SOP #25 : PENETAPAN LOKASI JALAN SARAD DAN TPN ................. 54 SOP #40 : PEMBANGUNAN JALAN SARAD DAN TEMPAT PENIMBUNAN KAYU / TPN ...................................57 SOP #41 : STANDAR PEMANFAATAN ....................................................61 SOP #42 : PENEBANGAN DAN BUCKING ............................................. 66 SOP #43 : KEGIATAN EKSTRAKSI ....................................................... 73 Tropical Forest Foundation Daf tar Isi SOP #22 : v Daf tar Gambar, Tabel dan Foto Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil vi Daftar Gambar Gambar 1 : Anda bisa membuat SOP untuk meruncingkan pensil. Tetapi apakah itu berguna ?!! ...........................................39 Gambar 22-1 : Batasan Pembalakan ........................................................47 Gambar 24-1 : Contoh Perencanaan Pembalakan .....................................53 Gambar 40-1 : Membuat tempat penyeberangan dari kayu log pada sungai kecil. ........................................................... 60 Gambar 41-1 : Perbaikan pemanfaatan volume kayu dari batang pohon. .................................................................. 64 Gambar 42-1 : Kerangka pengambilan keputusan untuk penebang. .........71 Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Daf tar Gambar, Tabel dan Foto Daftar Tabel Tabel 1 : Kriteria dan Indikator Penerapan Sistem RIL di Indonesia ........16 Table 2 : Elemen RIL dibandingkan dengan Peraturan Serta Usulan Departemen Kehutanan. ............................................... 23 Tabel 3 : Usulan kerangka kerja SOP yang mencakup administrasi kehutanan, perencanaan serta pelaksanaannya. ......................... 40 Tropical Forest Foundation vii Daf tar Gambar, Tabel dan Foto viii Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Daftar Foto Foto 1 : Keterlibatan menajemen dalam aspek operasional RIL sangat penting untuk penerapan teknik RIL yang berhasil. ......... 8 Foto 2 : Pengumpulan data pohon. ........................................................... 9 Foto 3 : Pembuatan peta kontur dengan mengunakan data yang teklah dikumpulkan di lapangan. ...............................................10 Foto 4 : Persiapan rencana kegiatan logging. ..........................................11 Foto 5 : Penetapan lokasi jalan sarad di lapangan. ...................................11 Foto 6 : Pembukaan jalan sarad sebelum penebangan..............................12 Foto 7 : Cara bucking yang benar guna meningkatkan pemanfaatan .......13 Foto 9 : Pembuatan sudetan .....................................................................14 Foto 8 : Mempersiapkan pengunaan winch pada pohon yang telah ditebang. ...................................................................14 Foto 10 : Penilaian kayu yang terbuang, sebagai salah satu kegiatan evaluasi. ................................................................15 Foto 11 : Sikorsky S-64F ...........................................................................32 Foto 12 : Thundebird TTY-70 skyline yarder, memang biasanya dihubungkan dengan kegiatan pembalakan di kawasan Amerika dan Canada.. ................................................................33 Foto 13 : Alat Rimbaka Timber Harvester ............................................... 34 Foto 14 : Penampilan bisa mengelabui. Alat ini bukanlah traktor crawler yang biasa. Caterpillar 527 Track Skidder .....................35 Foto 15 : Alat penyaradan dengan ban karet. ........................................... 36 Foto 16 : Pengunaan baji; adalah cara sederhana tapi efektip dalam memperbaiki arah rebah. .................................... 36 Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Pendahuluan Pendahuluan Ketidaktahuan sudah tidak bisa menjadi alasan yang logis bagi HPH untuk tidak menerapkan pembalakan berdampak rendah atau RIL. Konsep ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu dan aspek teknisnya sudah dipahami. Informasi dan pelatihan tentang pembalakan berdampak rendah (RIL) telah diadakan oleh beberapa organisasi, sehingga kekurangan sumber informasi juga tidak bisa dijadikan alasan. Manfaat dari RIL telah dibuktikan secara terus menerus, dan alasan lama, seperti ”terlalu mahal untuk dilaksanakan” sama sekali tidak berlaku lagi. Lagi pula, kini sudah ada contoh-contoh RIL yang telah sukses dilaksanakan oleh HPH di Indonesia. Tetapi, banyak HPH yang mulai menerapkan RIL, sebenarnya tidak mengikuti penerapannya secara penuh, yaitu hingga titik di mana manfaat RIL bisa dicapai pada tingkat operasional. Mengapa sesuatu yang begitu bermanfaat untuk perusahaan HPH, tidak bisa diterima dengan cepat? Apa yang menjadi penghalang? Dan bagaimana halangan itu bisa diatasi? Buku pedoman ini menyelidiki pertanyaanpertanyaan tersebut dan memberikan beberapa jawaban serta petunjuk mengenai penerapan RIL secara lebih efektif. Semakin banyak jumlah peneliti dan praktisi yang menemukan bahwa ternyata sering sekali pihak ”Menajemen”lah menjadi penghambat utama perbaikan praktekpraktek kehutanan. Ini terjadi dalam berbagai Tropical Forest Foundation 1 Pendahuluan Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil bentuk mulai dari sikap/pendirian, kelalaian, dan penyusunan kelembagaan dan cara kerja yang tidak tepat. Menajemen juga bisa menjadi penghalang pelaksanaan RIL melalui kesalahan penggunaan teknologi dan keahlian yang sesuai. Buku pedoman ini menyelidiki rintangan utama keberhasilan menerapkan RIL, yang ada dibawah pengawasan langsung Menajemen HPH. Buku ini juga memberikan petunjuk bagaimana untuk mengatasi rintangan ini. Walaupun, fokus utama buku ini adalah Menajemen perusahaan HPH, disadari bahwa Departemen Kehutanan juga memiliki peran utama dalam pengelolaan sumber kekayaan hutan. Peran itu telah tercatat dalam bentuk hukum dan peratuan yang menyebabkan beban bagi staff dan menajemen HPH, yaitu melalui kunjungan lapangan dan peraturan pengawasan. Telah semakin jelas bahwa sistem peraturan kehutanan seperti telah ditetapkan oleh pemerintah mengandung banyak rintangan untuk pemanfaatan pengelolaan hutan secara lestari dan strategi pengelolaan tertentu seperti RIL. Penghambat bisa berupa peraturan yang telah dirumuskan secara tidak baik, atau bagaimana peraturan tersebut dilaksanakan. Walaupun buku ini tidak mengulas secara detil peran manajemen dari Departemen Kehutanan, namun menyoroti dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan, peraturan dan praktek terhadap kemauan Menajemen HPH untuk menerapkan RIL. 2 Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Pengantar RIL BAB I Pengantar RIL 1 .1 Lingkup Pertimbangan Mana j e m e n Pembalakan Berdampak Rendah (RIL) biasanya dianggap sebagai hal praktis yang mencakup perubahan dalam perencanaan pembalakan, penebangan terarah(directional felling), peralatan yang tepat, deaktivasi jalan sarad serta serangkaian modifikasi teknis lain terhadap praktek-praktek yang berlaku. Memang hal ini merupakan elemen penting dari RIL dan juga merupakan elemen yang paling mudah untuk dicapai melalui diseminasi informasi, program pelatihan dan peragaan. Namun ada aspek RIL yang lebih signifikan dan sering kurang diperhatikan tapi cukup berperan dalam menentukan apakah RIL telah diterapkan secara efektif atau belum. Aspek ini adalah peran manajemen. Secara dasar manajemen perusahaanlah yang akan menentukan apakah strategi RIL telah diterapkan secara efektif atau apakah strategi ini akan mati begitu saja karena staf perusahaan harus berjuang keras menghadapi masalah jurisdiksi dan komunikasi saat mereka berusaha menerapkan solusi teknisnya. Peran manajemen adalah memberi visi, bimbingan, serta fasilitasi. Untuk dapat menjalankan peran ini, manajemen perlu memenuhi beberapa syarat yang sangat dasar seperti: Perlu ada pemahaman yang baik dan benar tentang sistem RIL. Apa tujuan, peluang, tantangan serta aspek teknis yang terlibat. 2. Manajemen benar-benar harus menunjukkan komitmen yang penuh agar berhasil menerapkan sistem RIL. Inilah yang disebut sebagai “komitmen manajemen” yang sering dibahas para pelaku riset dan praktisi RIL saat membahas masalah yang mungkin timbul pada saat akan menerapkan system. 3. Manajemen harus dapat menjamin bahwa mereka memiliki kebijakan, struktur organisasi, staf terlatih dan prosedur Tropical Forest Foundation BAB I 1. 3 Pengantar RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil pelaksanaan yang tepat yang mampu menjamin bahwa semua kegiatan RIL yang dilaksanakan berada dalam sinergi antara satu dengan lainnya. Dalam buku petunjuk ini, kami berusaha memberi bimbingan guna memfasilitasi pemahaman mengenai tiga kondisi di atas. Kami juga akan membahas peran manajemen secara ringkas. Dalam konteks Indonesia, hutan adalah milik pemerintah dan hak untuk memanfaatkan hasil hutan telah diberikan kepada sektor swasta. Walaupun sektor swasta melaksanakan semua kegiatan pengelolaan hutan yang memberi dampak secara langsung pada hutan, pemerintah melalui penetapan serta implementasi kerangka kerja peraturan juga secara signifikan mempengaruhi perilaku manajer hutan yang berasal dari sektor swasta. Intinya, tindakan pemerintah dapat dilihat sebagai cara untuk menetapkan insentif atau disinsentif dalam menerapkan praktek pengelolaan hutan yang berkelanjutan seperti RIL. 1.2 Apa itu RIL? Pembalakan berdampak rendah (Reduced-Impact Logging/RIL) terdiri dari serangkaian teknologi dan praktek yang dirancang guna mengurangi dampak lingkungan akibat kegiatan penebangan. BAB I Tidak ada satupun definisi RIL yang dapat diterapkan secara global guna menjelaskan aspek teknis RIL karena peraturan pemerintah, kondisi hutan, topografi, silvikultur pohon, praktek manajemen, peralatan penebangan serta variable lain umumnya berbeda dari satu hutan tropis ke hutan tropis lainnya. 4 Di Indonesia/Malaysia penerapan sistem RIL umumnya mencakup hal-hal berikut: • Inventarisasi sebelum pemanenan serta pemetaan masingmasing pohon yang akan ditebang. • Mempersiapkan peta kontur yang tepat berdasarkan skala operasional. • Merencanakan jalan utama, jalan sarad, serta TPn guna memberikan akses menuju areal penebangan dan pohonpohon yang telah dijadwalkan untuk ditebang dengan mengurangi kerusakan pada lapisan tanah serta melindungi anak sungai dan aliran air dengan penyeberangan yang dibuat secara benar. • Menyusun standar lingkungan dan operasional secara tertulis Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil • • • • • • • Pengantar RIL • sebagai dasar dari perencanaan serta pelaksanaan kegiatan operasional dan integrasi standar ini ke dalam struktur perusahaan. Menggunakan sistem penebangan terkendali serta teknik bucking termasuk penebangan terarah. Menyusun standar penebangan dan bucking secara tertulis guna mengurangi limbah pembalakan serta meningkatkan volume dan pemulihan nilai. Membangun jalan utama dan tempat penimbunan kayu yang sesuai dengan petunjuk teknis serta lingkungan sambil pada saat yang bersamaan mengurangi kerusakan lapisan tanah, kerusakan pada tegakan tinggal, dampak pada sistem sungai hutan, serta dampak menyeluruh pada bentang hutan. Memberi tanda yang jelas pada lokasi jalan sarad sehingga operator mesin penyaradan dapat melihatnya dengan mudah. Membuka jalan sarad sebelum melakukan kegiatan penebangan. Mengurangi kerusakan pada lapisan tanah pada saat membangun dan menggunakan jalan sarad dengan jalan memberikan petunjuk yang sederhana dan supervisi yang memadai. Winching balok kayu menuju jalan sarad yang telah direncanakan dan memastikan bahwa setiap saat alat penyaradan tetap berada pada jalan sarad yang telah direncanakan. Untuk mengurangi erosi pada topografi dengan kelerengan tertentu, jalan sarad harus di non-aktifkan setelah kegiatan selesai dilakukan (contoh dengan membuat sudetan). Melakukan penilaian paska pemanenan guna memberi umpan balik kepada para pemegang hak pengusahaan hutan dan kru pembalakan, juga untuk mengevaluasi sejauh mana penerapan petunjuk RIL berhasil dilakukan. Agar praktek ini dapat diterapkan dengan biaya yang efektif serta berwawasan lingkungan, persyaratan berikut perlu diperhatikan: • Tropical Forest Foundation BAB I • Para pemegang HPH dan pengelola harus dapat memberikan suatu dokumentasi yang menunjukkan bahwa mereka memang secara resmi berhak memanen kayu dalam areal penebangan dan bahwa penebangan tersebut dilakukan sesuai dengan undang-undang serta hukum yang berlaku. Harus ada serangkaian prosedur standar operasional dan lingkungan yang benar-benar ditaati, dan seluruh kru manajerial, perencanaan, pembalakan harus benar-benar mengenali standar ini. 5 Pengantar RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil • • • • • • BAB I • 6 Kru perencanaan dan pembalakan perlu diberi pelatihan sehubungan dengan tugas-tugas mereka, dan mereka juga perlu memahami tidak hanya apa yang harus dilakukan dan cara melakukannya tapi juga perlu memahami mengapa hal itu penting untuk dilakukan. Para kru harus dilengkapi dengan alat-alat pengaman dan perlu diberi pelatihan mengenai cara menggunakan serta perawatan alat-alat tersebut. Supervisor yang berpengetahuan, berwawasan harus ada di lapangan untuk mengawasi kegiatan, memastikan prosedur standar operasional dilaksanakan dan untuk menjamin bahwa jadual kegiatan dipenuhi. Di mana diperlukan tempat bermalam di lapangan, maka kamp tersebut harus memenuhi standar sanitasi dan makanan yang sesuai dengan jurisdiksi lokasi tersebut. Alat pembalakan harus sesuai dengan keadaan di areal pembalakan, selalu dirawat dengan baik untuk digunakan di kondisi kerja yang baik. Kegiatan perencanaan serta operasional harus benar-benar terpadu agar perencanaan tersebut benar-benar dilaksanakan dengan baik. Hal ini mungkin membutuhkan penyesuaian atas pengaturan struktural dan prosedural perusahaan. Suatu sistem manajemen dan pengendalian harus diimplementasikan sehingga dapat memberi informasi kegiatan secara berkala kepada para pemegang HPH, manajer pembalakan, serta auditor eksternal. Sistem ini mencakup hal-hal seperti daftar tugas, informasi mengenai staf, inventarisasi peralatan, prosedur standar operasional dan informasi sejenis. Pembalakan konvensional seperti yang masih dilaksanakan di sebagian besar areal konsesi di Indonesia dan Malaysia, bahkan hampir di sebagian besar negara tropis, memberi dampak yang sangat tinggi. Penebangan dan ekstraksi kayu bulat dari hutan umumnya dilakukan tanpa rencana. Pada cara konvensional, kru pembalakan bebas melaksanakan kegiatan pembalakan mereka di petak penebangan dengan sedikit pengawasan. Kegiatan tanpa perencanaan ini membawa dampak cukup tinggi terhadap tegakan sisa yang merupakan dasar dari siklus penebangan berikutnya. Hal ini juga mengakibatkan pergerakan mesin yang berlebihan sehingga menyebabkan kerusakan lapisan tanah serta musnahnya vegetasi hutan. Akibatnya, hal ini mendorong penanaman spesies pohon dengan nilai rendah dan terjadinya penyebaran vegetasi yang tidak produktif. Gangguan pada Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Implikasi penting dari pembalakan konvensional yang relatif tidak terencana dengan dampak yang berlebihan sebagai akibat dari beroperasinya mesin tanpa kendali ini adalah bahwa pendekatan ini menunjukkan inefi siensi yang cukup tinggi. Sistem RIL dapat memperbaiki situasi ini dan memberikan peluang kepada para manajer untuk mengurangi biaya melalui produktivitas serta efi siensi yang tinggi, dengan volume pemulihan yang lebih baik. Pengantar RIL lapisan tanah yang berlebihan juga dapat mengakibatkan erosi dan sedimentasi pada sungai hutan dengan dampak yang negatif pada masyarakat setempat. RIL dapat dilihat sebagai serangkaian teknik yang bila digabungkan akan menghasilkan strategi manajemen yang komprehensif. Dalam strategi ini proses ekstraksi dirancang hingga untuk masing-masing pohon. RIL juga menekankan diterapkannya standar serta prosedur operasional yang akan mengarah pada peningkatan pengetahuan serta implementasi lebih efetif kegiatan pemanenan. Perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk mengembangkan informasi yang dibutuhkan agar bisa melakukan perencanaan yang lebih rinci. Namun demikian sebagian besar praktisi kehutanan sepakat bahwa keuntungan finansial yang signifikan dan langsung dicapai akan dapat diperoleh melalui perencanaan yang lebih baik, persiapan di lapangan dan pengendalian operasional. Manfaat ini umumnya dinyatakan dalam istilah seperti efi siensi yang lebih baik, atau penghematan biaya produksi yang meningkatkan pendapatan bersih dari kegiatan kehutanan ini. Manfaat ekonomi jangka panjang dari penerapan sistem RIL pada proses perencanaan dan pemanenan tidak dapat dipungkiri, walaupun memang belum banyak studi yang dilakukan atas hal ini. Dengan mengurangi kerusakan hutan yang terjadi pada awal dimulainya penebangan, maka dapat diharapkan hasil pemanenan yang sama atau lebih baik. Di samping itu dari perspektif ekologis dan sosial dapat dikatakan bahwa berkurangnya dampak akan menghasilkan hutan yang lestari. Tropical Forest Foundation BAB I Guna mempromosikan penerapan sistem RIL melalui peragaan dan pelatihan, Tropical Forest Foundation telah mendefinisikan strategi RIL dalam konteks serangkaian elemen dengan ciriciri yang khas. Sebagian besar dari elemen ini sudah ada pada kegiatan penebangan. Namun demikian agar sesuai dengan 7 Pengantar RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil standar RIL sebagian dari elemen ini membutuhkan pengembangan keterampilan khusus atau modifikasi dari kegiatan yang telah dilaksanakan. Pada beberapa kasus ditambahkan beberapa kegiatan atau elemen baru. Elemen 1 Menciptakan Lingkungan Manajemen yang Tepat Seringkali RIL dipersepsikan sebagai strategi teknis yang sebagian besar didasarkan pada aspek perencanaan dan kegiatan ekstraksi. Akan tetapi tanpa adanya komitmen penuh dari Manajemen, sangat tidak mungkin hanya melalui perbaikan praktek teknis dapat menjamin keberhasilan penerapan dan implementasi strategi RIL. BAB I Komitmen kuat berdasarkan pemahaman tentang manfaat potensial RIL bisa menjadi titik awal. Tidak kalah penting adalah kesediaan untuk mengakui adanya “kesenjangan” dalam keterampilan serta Foto 1 : Keterlibatan menajemen dalam pemahaman tentang konsep aspek operasional RIL sangat penting untuk RIL pada setiap tingkat proses produksi. Pemahaman ini penerapan teknik RIL yang berhasil. tentunya perlu diikuti dengan implementasi dari berbagai tindak korektif yang diperlukan. Di banyak perusahaan, implementasi perubahan teknis atau prosedural yang diperlukan guna mengimplementasi RIL lebih berhasil dengan disertai penyusunan petunjuk operasional dan lingkungan yang sering disebut sebagai prosedur standar operasional (SOP). Manfaat dari rangkaian SOP kini baru mulai disadari perusahaan-perusahaan yang progresif. Agar bisa berhasil melaksanakan satu set SOP yang baru, besar kemungkinan akan diperlukan tambahan personel, meningkatkan kemampuan staf yang ada, atau bahkan perlu dilakukan penyesuaian fungsi dan tanggung jawab dalam perusahaan. (Lampiran I: Contoh dari SOP) Elemen 2 8 Melaksanakan Inventarisasi Operasional Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Foto 2 : Pengumpulan data pohon. bermanfaat. Elemen 3 Pengantar RIL Pemetaan pohon merupakan hasil inventarisasi 100% yang dilakukan sebagian besar perusahaan berdasarkan sistem silvikultur dan administrasi TPTI1) . Peraturan yang mendasari inventarisasi 100% hanya mensyaratkan posisi pohon diperlihatkan pada peta. Dapat dikatakan bahwa pada sebagian besar perusahaan peta ini tidak digunakan untuk kegiatan yang berarti dan hanya untuk memenuhi persyaratan birokratis Departemen Kehutanan. Dalam sistem RIL, pengumpulan data dapat dimasukkan ke dalam prosedur survei untuk menghasilkan peta yang memiliki perencanaan yang jelas dan kegunaan operasional. Posisi pohon biasanya digabungkan dengan rincian kontur dan planimetrik guna menghasilkan peta yang komprehensif dan Mempersiapkan Pembuatan Peta Kontur dan Posisi Pohon dengan Skala Operasional Ada pendapat bahwa peta kontur dengan skala operasional merupakan persyaratan dasar untuk bisa menerapkan sistem RIL dengan berhasil, khususnya dalam merencanakan lokasi jalan sarad pada topografi Indonesia dan Malaysia yang berbukit-bukit. Skala operasional bisa bervariasi dari 1:1,000 hingga 1: 5,000. Pilihan skala peta dan interval kontur harus merupakan fungsi variabilitas topografi dan tingkat rincian kegiatan yang ingin dimasukkan ke dalam peta. 1) BAB I Persiapan peta kontur tersebut dapat dilakukan dengan teknik pemetaan konvensional melalui foto udara, namun demikian karena berbagai alasan hal ini masih sulit diperoleh di Indonesia. TFF mempromosikan pendekatan pragmatis dalam mengumpulkan data topografi dimana prosedur inventarisasi 100% dimodifikasi Tebang Pilih Tanam Indonesia. Ini adalah sistem resmi administrasi dan silvicultur untuk pengelolaan hutan di Indonesia. Tropical Forest Foundation 9 Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Pengantar RIL sehingga mampu mencakup kumpulan data elevasi yang memungkinkan dihasilkannya peta kontur 2) yang tepat dengan skala operasional. Pengalaman menunjukkan bahwa modifikasi ini akan meningkatkan biaya inventarisasi sebesar $1.50 hingga $1.80 per hektar. Foto 3 : Pembuatan peta kontur Peta dengan skala operasional dengan mengunakan data yang telah yang menggabungkan kontur, rincian planimetris dan informasi dikumpulkan di lapangan. posisi pohon dapat dilakukan dengan menggunakan metode kartografi s manual atau menggunakan serangkaian teknik pemetaan dengan bantuan computer. Langkah ini mensyaratkan kru inventarisasi memperoleh pelatihan bukan untuk mengumpulkan data, tetapi justru untuk mengikuti protokol survei yang ketat guna menghindari kesalahan data yang tidak dapat ditangani pada tahap pemetaan. Dari berbagai langkah yang terdapat dalam proses RIL, langkah ini merupakan langkah yang memiliki tantangan teknis terbesar. Elemen 4 Merencanakan Jaringan Jalan Sarad Peta kontur dan inventarisasi merupakan dasar dari perencanaan jaringan jalan sarad. Rencana pembuatan jalan sarad3) merupakan elemen paling mendasar dalam sistem RIL. BAB I Pastikan untuk mempertimbangkan konsep spasialnya. Sebagian besar konsesi masih menggunakan sistem batas/100 ha/petak penebangan untuk mengorganisir dan melakukan perencanaan serta operasionalnya. Areal perbatasan seperti ini sebaiknya tidak digunakan sebagai batas saat melakukan perencanaan jalan sarad. Batas alam seperti sungai, rawa-rawa, puncak bukit atau lahan yang sangat curam sebaiknya menjadi batas dari areal yang akan dilakukan penyaradan menuju tempat penimbunan 2) 3) 10 Prosedur Survei Topografi Hutan dan Pemetaan Pohon, April 2004, buku panduan pertama dari serangkaian panduan pelaksanaan teknis RIL. Pertimbangan Dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah, buku pedoman kedua dari serangkaian panduan pelaksanaan teknis RIL. Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Pengantar RIL kayu. Perencanaan sistem jalan sarad yang berhasil harus bisa melihat di luar batas administratif di dalam areal penebangan tahunan yang sudah disetujui dan harus dapat dilaksanakan dalam konteks perencanaan unit pemanenan yang paling efi sien. Yang paling penting dalam perencanaan pembalakan berdasarkan sistem RIL adalah integrasi standar dasar operasional dan lingkungan. Pedoman operasional dapat menunjuk pada pertimbangan sederhana seperti kemiringan maksimum jalan sarad atau lokasi dan rancangan dari Tpn. Standar lingkungan dapat berkaitan dengan pertimbangan kemiringan, zona pengelolaan riparian, dan kemungkinan hambatan lingkungan lain. Definisi terbaik untuk standar ini dapat dilihat dalam konteks rangkaian SOP yang komprehensif (Lihat Lampiran 1). Foto 4 : Persiapan rencana kegiatan Penggunaan peta untuk perencanaan operasional sangat buruk pada tingkat pendidikan formal dan di antara staf pemegang konsesi. Persyaratan keterampilan ini sering membutuhkan pelatihan yang signifikan sebelum peta ini dapat memberi kontribusi yang efektif pada penerapan sistem RIL dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Elemen 5 Lokasi Jalan Sarad dan TPn di lapangan Menegaskan validitas rencana jaringan jalan sarad di lapangan dengan memberi tanda berupa cat atau pita pada batas lokasi. Tropical Forest Foundation BAB I Foto 5 : Penetapan lokasi jalan sarad di lapangan. Baik perencanaan maupun lokasi lapangan dari jaringan jalan sarad harus berdasarkan standar yang dapat memberi petunjuk tentang bagaimana menangani kelerengan jalan sarad, jarak penyaradan 11 Pengantar RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil maksimum dan bagaimana menangani masalah lahan curam, situs yang berwawasan lingkungan dan sungai di hutan. Penyeberangan sungai harus dihindari di mana mungkin agar tetap dapat mempertahankan kualitas air serta fungsi hidrologis menyeluruh. Elemen 6 Membuka Jalan Sarad sebelum Melakukan Kegiatan Penebangan 4) Manfaat pembukaan jalan sarad sebelum melakukan kegiatan penebangan belum dipahami sepenuhnya. Traktor atau alat penyarad harus memasuki lokasi jalan sarad dengan mata pisaunya diangkat sedikit di atas tanah. Manfaat dilakukannya hal ini sebelum memulai kegiatan penebangan dan penyaradan adalah secara jelas dapat dilihat bahwa jaringan “ekstraksi” telah dimulai sebelum melakukan kegiatan penebangan. Para penebang memiliki akses yang lebih baik dan akan lebih menyadari pentingnya penebangan terarah. BAB I Lapisan tanah sebaiknya tidak diganggu dan semua anakan Foto 6 : Pembukaan jalan sarad pohon harus dibiarkan tumbuh sebelum penebangan di jalan sarad. Bahan ini akan melindungi tanah pada saat dilakukan penyaradan. Namun di mana penyaradan harus melalui areal bukit dengan kelerengan maka pemotongan lereng tidak akan dapat dihindari. 12 Elemen 7 4) Penebangan - Menyusun Petunjuk Penebangan dan Untuk Elemen 6 s/d 10 berpedoman ke “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan Berdampak Rendah”, buku pedoman ketiga dari serangkaian pedoman teknis untuk RIL. Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Pertimbangan yang perlu disertakan dalam menyusun petunjuk ini adalah hal-hal seperti penebangan terarah, menghindari pohonpohon yang dilindungi, pohon-pohon yang memiliki nilai dagang di masa depan serta cara bucking yang benar guna meningkatkan pemanfaatan, zona perlindungan riparian dan keamanan para pekerja. Pengantar RIL Bucking yang Tepat Para penebang perlu mendapatkan pelatihan agar selalu mengingat petunjuk ini pada saat memilih arah penebangan yang paling tepat. Oleh karena prosedur inventarisasi telah mensyaratkan penandaan pohon-pohon yang akan ditebang pada masa selanjutnya dan pohon-pohon yang dilindungi, maka seorang penebang yang mengetahui cara menebang pohon dilatih dan diberikan beberapa petunjuk yang selalu harus diingat tentang bagaimana menentukan arah penebangan yang tepat. Yang ingin dikemukakan disini adalah bahwa para penebang merupakan pembuat keputusan utama dalam kegiatan di hutan karena apa yang dilakukan penebang akan memberi dampak terbesar di hutan. Foto 7 : Cara bucking yang benar guna meningkatkan pemanfaatan Tingkat keterampilan para penebang harus memadai sehingga dapat melaksanakan penebangan terarah secara efektif. Perusahaan perlu memastikan bahwa para penebang dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk melakukan penebangan terarah. Elemen 8 Penyaradan - Menyusun Petunjuk Penyaradan yang Tepat Tropical Forest Foundation BAB I Pada praktek penebangan konvensional, kegiatan penyaradan mengakibatkan kerusakan yang berat pada lapisan tanah dan tegakan tinggal. Melalui perencanaan, penetapan lokasi, serta pembukaan jalan sarad sebelum memulai kegiatan penebangan, akan terjadi perbaikan yang signifikan pada penyaradan 13 Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Pengantar RIL Foto 8 : Mempersiapkan pengunaan winch pada pohon yang telah ditebang. dan kerusakan dikurangi. dapat Agar tingkat kerusakan akibat penyaradan dapat berkurang maka dibutuhkan pengawasan yang ketat serta penerapan petunjuk penyaradan sederhana yang tepat bagi perusahaan atau situasi tertentu. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan mencakup meningkatnya penggunaan winch, perlunya untuk berada tetap pada jalan sarad yang telah ditentukan, menghindari penyeberangan sungai, dan menerapkan strategi yang tepat dalam menangani situs-situs yang berkaitan dengan adat. Penyusunan pedoman atau SOP merupakan tanggung jawab masing-masing perusahaan, supaya petunjuk yang diberikan tepat dan sesuai dengan sistem manajemen serta situasi fi sik areal konsesi. Untuk kegiatan penebangan dan penyaradan, penting untuk mengingat jenis peralatan yang tepat untuk digunakan agar meningkatkan manfaat dari melakukan perencanaan serta pengendalian operasional yang lebih baik. BAB I Elemen 9 14 Deaktivasi Dalam banyak kasus, akan sangat baik untuk melakukan deaktivasi jalan sarad, terutama bila lokasinya di kawasan berbukit. Ini termasuk sudetan untuk mengurangi penyaluran dan erosi dari jalan sarad yang curam. Kegiatan ini perlu dicantumkan dalam daftar tugas operator traktor dan harus segera dilakukan Foto 9 : Pembuatan sudetan Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Sebagaimana aspek operasional lain dalam sistem manajemen RIL, pedoman yang jelas dan sederhana perlu dikembangkan dalam konteks unit operasional atau konsesi, guna merefleksikan kondisi manajemen dan operasional yang unik di tiap areal. Pengantar RIL segera setelah jalan sarad selesai digunakan untuk mengurangi biaya tambahan yang tidak diperlukan. Di mana diperlukan atau sesuai, reklamasi TPn dan jalan sarad dapat dijadikan bagian dari kegiatan ini, dengan menggunakan berbagai teknik. Elemen 10 Evaluasi dan Monitoring Untuk menjamin keberhasilan penerapan sistem RIL dan memberi masukan yang baik kepada manajemen dan staf di areal konsesi, maka perusahaan perlu mengembangkan prosedur evaluasi yang tepat. Ini melibatkan survei pasca pembalakan pada jalan sarad untuk memperoleh sampling kerusakan pada lapisan tanah, atau bisa juga dengan melakukan inspeksi lapangan yang sederhana terhadap unit pembalakan oleh orang yang telah dipilih kemudian membuat laporan sederhana. Tujuan dari evaluasi dan inspeksi adalah untuk memberikan masukan internal sehingga kekurangan dalam menerapkan sistem RIL dapat langsung diidentifikasi dan dikoreksi. Evaluasi semacam ini juga perlu dilakukan untuk menjamin agar manajemen dan staf menyadari tujuan, prestasi, serta hal-hal yang perlu diperbaiki demi keberhasilan Foto 10 : Penilaian kayu yang terbuang, dalam menerapkan sistem sebagai salah satu kegiatan evaluasi. RIL. Tropical Forest Foundation BAB I Untuk memperoleh petunjuk teknis yang lebih rinci tentang pertimbangan operasional dalam menerapkan sistem RIL, dapat membaca buku petunjuk, “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan Berdampak Rendah”, yang diterbitkan pada bulan Maret 2006. 15 Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Pengantar RIL 1.3 Kerangka Kerja untuk Petunjuk I m p l e m e n t a s i Dalam proses mengembangkan modul pelatihan untuk menerapkan sistem RIL, TFF menemukan bahwa sangat bermanfaat untuk mengelaborasi persyaratan teknis dan prosedural dalam bentuk matriks kriteria dan indikator. Matriks ini dapat digunakan oleh para manajer sebagai petunjuk untuk memahami dan mengimplementasikan perubahan yang dibutuhkan guna merealisasikan manfaat sistem RIL. Kerangka kerja ini juga dapat digunakan oleh pihak lain yang ingin mengevaluasi dan memonitor kinerja unit manajemen kehutanan dalam usahanya menerapkan sistem RIL. Tabel 1 : KRITERIA DAN INDIKATOR PENERAPAN SISTEM RIL DI INDONESIA Kegiatan atau elemen 1. Indikator Implementas Verivikasi Implementasi Inventarisasi sebelum kegiatan pemanenan telah dilakukan untuk mengidentifikasikan semua pohon yang akan dipanen dan pohon yang dilindungi, sesuai standar yang diatur dalam sistem silvikultur dan administrasi TPTI5) atau TPTJ6) . 1.1 Kunjungan lapangan memverifikasikan bahwa inventori telah dilakukan dan pohonpohon telah diberi label dan dinomori sesuai dengan peraturan yang berlaku. 1.1.1 PENDAPAT : 2. BAB I 16 Pemeriksaan lapangan harus dilakukan secara berkala pada berbagai lokasi. 1.2 Perusahaan telah menyusun standar kegiatan cruising termasuk kebijakan yang jelas tentang pohon mana tepat diinventori (lihat catatan audit di bawah). 1.3 Ringkasan hasil cruising (LHC) tersedia semua areal yang akan dipanen. 1.4 Dokumen harus dapat menunjukkan bahwa spesies yang dilindungi Undang-undang Indonesia dan protokol CITES tidak termasuk dalam daftar yang akan dipanen. Inventori 100% merupakan hal yang mandatoris bagi konsesi di Indonesia. Sudah banyak persyaratan serta prosedur untuk inventori ini yang telah didokumentasikan oleh Departemen Kehutanan dan dapat diperoleh oleh semua perusahaan. Peraturan Departemen Kehutanan merinci prosedur inventarisasi, penandaan, pemetaan, dan pelaporan untuk pohon-pohon komersial, pohon-pohon yang dilindungi, serta pohon-pohon yang memiliki nilai komersial di masa mendatang. Surat Keputusan tentang standar minimum stok untuk memperoleh izin HPH dan perpanjangan RKT tidak dianggap sah dalam kerangka audit RIL karena hal tersebut berlawanan dengan tujuan RIL dan menjanjikan harapan-harapan yang tidak dapat diimplementasikan. Tersedia Peta Posisi Pohon dan Kontur Skala Operasional dengan akurasi yang baik untuk seluruh area yang akan dipanen. 2.1 Perusahaan telah memiliki peta kontur dengan skala yang tepat yang diperoleh melalui metode remote sensing atau telah menerapkan prosedur survei yang baik sehingga dalam memetakan kontur dan posisi pohon yang akurat secara rutin. 2.1.1 5) 6) Pendapat tambahan Skala peta operasional yang baik adalah tidak lebih dari 1: 5.000 dengan interval kontur tidak lebih dari 5m. TPTI - Tebang Pilih Tanaman Indonesia TPTJ - Tebang Pilih Tanaman Jalur Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Indikator Implementas 2.2 Verivikasi Implementasi 2.1.2 Informasi yang terdapat pada peta operasional kontur dan posisi pohon sedikitnya memuat mencakup informasi lintasan air yang permanen maupun yang musiman, kontur, jalan (yang sudah ada atau yang masih direncanakan), batas wilayah, tanda-tanda alam yang dapat mempengaruhi perencanaan pembalakan dan lokasi seluruh pohon yang dapat dipanen. 2.1.3 Direkomendasikan agar survey dasar dilakukan dengan menggunakan jaringan survey yang dapat digunakan untuk orientasi lapangan. Tingkat keakuratan peta harus memadai agar dapat dilakukan perencanaan jalan sarad yang juga akurat sesuai dengan kontur, lokasi tanda-tanda alam (misal sungai) dan informasi lokasi pohon. 2.1.4 PENDAPAT : 3. Walaupun pemetaan kontur direkomendaskan dalam peraturan Departemen Kehutanan, tapi bukanlah keharusan. Namun, dibandingkan dengan peta posisi pohon, peta kontur yang akurat memegang peran yang lebih besar dalam perencanaan RIL. Akibatnya indicator serta verifikasi ini merupakan prakondisi yang penting untuk menerapkan RIL dan perlu mendapat perhatian yang besar pada saat dilakukan audit. 3.1 Standar khusus perusahaan untuk pembangunan jalan telah disusun sebagai pedoman dalam membuat rencana, menetapkan lokasi, konstruksi, perawatan dan deaktivasi jalan hutan. 3.2 Pembangunan jalan raya dilakukan di lokasi berdasarkan sesuai standar yang dimiliki perusahaan. 3.3 Lokasi jalan secara rutin dimasukkan pada peta perencanaan operasional sebelum membuat rencana pembalakan dan pelaksanaannya. 3.4 Jalan selalu dirawat guna mengurangi erosi. 3.5 Jalan raya yang tidak dibutuhkan lagi untuk kegiatan pengelolaan hutan dideaktivasi untuk mencegah terjadinya kegiatan –kegiatan yang tidak memiliki izin dan erosi. Petunjuk teknis tentang pembangunan jalan dapat dilihat dalam publikasi TFF yang berjudul: “Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan untuk Pembuatan Jalan Logging Berdampak Rendah” . Batas wilayah pemanenan harus dibuat di lapangan dan ditunjukkan di atas peta sesuai dengan peraturan/persyaratan yang ada. 4.1 Prosedur tentang penetapan batas areal pembalakan diuraikan secara jelas. 4.1.1 4.2 PENDAPAT : Pemeriksaan lapangan secara random dan representatif memverifikasi tapal batas areal operasional. Batas areal pemanenan tidak tumpang tindih dengan batas kawasan yang dilindungi dengan diidentifikasikan pada peta baik yang terdapat di dalam maupun diluar batas konsesi. Demarkasi tapal batas merupakan persyaratan yang terdapat dalam peraturan Departemen Kehutanan dan harus dipenuhi Prosedur telah dijelaskan secara rinci oleh Departemen Kehutanan. Baik pemeriksaan peta maupun lapangan harus dilakukan untuk memverifikasikan kepatuhan pada petunjuk yang ada. Perusahaan memiliki izin HPH dan SK Rencana Karya Tahunan (SK RKT) yang valid. 5.1 BAB I 5. Pemeriksaan lapangan akan memverifikasi keakuratan peta. Lokasi pohon harus akurat dalam radius 20m. Jalan di hutan dirancang, ditentukan lokasinya, dibangun dan dipelihara untuk mengurangi dampak yang terjadi pada hutan dan nilai-nilai terkait. PENDAPAT : 4. Pendapat tambahan Pengantar RIL Kegiatan atau elemen Surat izin HPH dan RKT disetujui dan ditandatangani oleh pihak yang berwenang. Tropical Forest Foundation 17 Pengantar RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Kegiatan atau elemen Indikator Implementas Verivikasi Implementasi 5.1.1 PENDAPAT : 6. Rancangan pemanenan dengan skala operasional dipersiapkan yang menunjukkan bagaimana perusahaan merencanakan pemanenan yang akan dilakukan. 6.1 Rencana pemanenan dipersiapkan pada peta kontur dan posisi pohon. 6.2 Perusahaan telah mengembangkan standar operasional dan lingkungan sebagai petunjuk dalam perencanaan dan pembalakan. 6.2.1 Standar operasional mencakup pertimbangan kelerengan maksimum jalan sarad, kondisi tanah, lokasi TPn, pembuatan sub-petak penebangan7), dan prosedur penyeberangan sungai. 6.2.2 Standar lingkungan mencakup kebijakan kelerengan maksimum baik untuk pembalakan ground based, zona riparian, penyeberangan sungai serta pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan aspek budaya8). Perusahaan telah menunjuk staf yang bertanggung jawab membuat persiapan perencanaan pembalakan yang rinci. 6.3.1 PENDAPAT : Penetapan lokasi jalan sarad dan TPn dilakukan sebelum kegiatan penebangan sesuai standar operasional dan ingkungan. Perusahaan telah menunjuk staf yang bertanggung jawab menetapkan lokasi jalan sarad dan TPn. 7.1.1 7.2 PENDAPAT : BAB I 8) 9) 18 Pemeriksaan lapangan memastikan bahwa lokasi jalan sarad dan TPn secara rutin ditetapkan sesuai rencana pembalakan dan standar yang telah dispesifikasikan. Peta-peta diperbaharui dengan memperlihatkan lokasi TPN dan jalan sarad yang actual bila terjadi perubahan pada peta sebelumnya. Pemeriksaan lapangan perlu dilakukan untuk mengkonfirmasikan kepatuhan sesuai pedoman. Pembukaan jalan sarad dilakukan sebelum penebangan dimulia dan sesuai dengan standar operasional dan lingkungan9) 8.1 7) Rancangan yang akurat dimana informasi kontur dan posisi pohon berhubungan erat dengan standar perencanaan, haruslah menjadi kegiatan yang rutin. Ini merupakan persyaratan RIL. Satu-satunya persyaratan Departemen Kehutanan untuk rencana pembalakan membagi areal RKT menjadi petak seluas +/-100 hektar dan perencanaan membangun jalan hutan dua tahun sebelum pemanenan. Namun, persiapan pemanenan yang rinci oleh staf yang kompeten merupakan elemen kunci dari keberhasilan penerapan RIL. 7.1 8. Pemeriksaan dokumen untuk memverifikasikan sahnya dokumen perijinan, Memiliki surat izin resmi HPH dan RKT merupakan bagian dari standar legalitas dan merupakan prakondisi utama untuk bisa berpartisipasi dalam program “Verifikasi RIL”. 6.3 7. Pendapat tambahan Tujuan dan prosedur pembukaan jalan sarad disampaikan secara jelas kepada supervisor dan staf operasional. Standar Operasional telah dipublikasikan dalam buku pedoman “Pertimbangan dalam Perencanaan Pembalakan Berdampak Rendah”. Standar Lingkungan telah dipublikasikan dalam buku pedoman “Pertimbangan dalam Perencanaan Pembalakan Berdampak Rendah”. Buku pedoman “Pertimbangan Operasional ... “ telah dipublikasikan sebagai bagian dari proyek ITTO, dan merupakan buku ketiga. Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Indikator Implementas Verivikasi Implementasi 8.1.1 8.2 9. Penebangan dan bucking dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan pedoman RIL11) Para penebang telah diberi petunjuk mengenai bagaimana pengambilan keputusan yang sederhana sebagai pedoman mereka saat melakukan penebangan terarah. Termasuk pertimbangan tingkat keselamatan, kesesuaian dengan jalan sarad, lokasi pemanenan berikutnya dan pohon-pohon yang dilindungi serta pohon inti lokasi, tingkat pemulihan pohon yang ditebang serta memperkecil penebangan yang patah, tidak sempurna. 9.1.1 9.2 9.3 PENDAPAT : Para penebang dilengkapi dengan alat keselamatan kerja yang paling dasar (top/helm) serta perlengkapan penebangan lainnya seperti baji. Perusahaan memiliki kebijakan yang jelas dan tertulis mengenai standar pemanfaatan dan bucking. Kebijakan ini harus menyebutkan batas maksimum kerusakan yang bisa ditolerir, panjang kayu bulat dan jenis-jenis apa saja yang dikehendaki. Untuk mengetahui lebih banyak rincian teknis dapat membacanya dalam buku petunjuk “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan Berdampak Rendah”. Penyaradan dilakukan sedemikian rupa untuk menekani kerusakan tanah dan tegakan tinggal. 10.1 Perusahaan mengeluarkan petunjuk operasional kepada operator traktor untuk memastikan bahwa mesin tetap berada di jalan sarad dan memaksimalkan winching. 10.1.1 10.2 Apabila kayu bulat berada sekitar 20 m dari jalan sarad, maka harus ditarik dengan menggunakan winch kecuali bila posisinya sulit sehingga tidak memungkinkan memasukan sling ke kayu log atau jika ada rintangan yang menghalangi winching. Operator traktor tidak akan membuka jalan sarad baru yang tidak ditandai tanpa berkonsultasi dengan mandor. 10.2.1 Tidak dibenarkan adanya jalan sarad berpotongan atau ganda. Ini telah dimasukkan dalam buku pedoman “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan Berdampak Rendah”. Lihat footnote No. 4. Tropical Forest Foundation BAB I 11) Apakah para penebang memiliki buku saku yang berisi informasi perhitungan dasar penebangan dan bucking? Para penebang dilengkapi dengan peralatan dasar leselamatan kerja dan alat-alat yang penebangan terarah. 9.2.1 10) Pemeriksaan lapangan memastikan bahwa pembukaan jalan sarad dan TPN secara rutin dilakukan sebelum memulai penebangan berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Hal ini merupakan persyaratan RIL guna memastikan bahwa manfaat rencana pemanenan yang rinci benar-benar dilakukan hingga ke tahap operasional. Pengalaman menujukkan bahwa membuka jalan sarad yang progresif dengan kegiatan pembalakan tidak akan efektif bila dilakukan pada kondisi di mana terdapat pohon-pohon yang tinggi dan areal yang berbukit-bukit yang sering ditemukan di Indonesia. Sebagai akibatnya pembukaan jalan sarad sebelum penebangan merupakan langkah penting dalam proses implementasi sistem RIL. 9.1 10. Mandor yang bertanggung jawab melakukan kegiatan pembalakan harus memiliki peta terbaru yang akurat sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatan pembalakan. Tersedianya petunjuk teknis yang sederhana untuk membuka jalan sarad. 10) 8.2.1 PENDAPAT : Pendapat tambahan Pengantar RIL Kegiatan atau elemen 19 Pengantar RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Kegiatan atau elemen PENDAPAT : 11. Indikator Implementas Verivikasi Implementasi Hal ini merupakan persyaratan RIL sehubungan dengan penyaradan. Dalam hutan Dipeterocarp meminimalkan kerusakan lapisan tanah merupakan kunci regenerasi yang baik. Lapisan tanah di hutan biasanya memiliki banyak benih tumbuhan baru. Terjadinya pembukaan tajuk mahkota maka regenerasi yang ada akan tumbuh dengan agresif. Kerusakan pada lapisan tanah tidak hanya berimplikasi pada perusakan anak pohon tapi juga benihnya. Gangguan/pemindahan lapisan tanah merupakan factor penting yang mempengaruhi regenerasi hutan. Perusahaan memiliki kebijakan yang jelas mengenai deaktivasi TPn dan jalan sarad untuk meminimalisir resiko erosi. 11.1 Pedoman deaktivasi untuk jalan sarad harus menjelaskan bagaimana dan seperti apa kondisi sudetan harus dibuat. 11.2 Sudetan pada jalan sarad merupakan bagian dari pekerjaan seorang operator traktor. 11.2.1 PENDAPAT : 12. Monitoring dan evaluasi setelah pemanenan dilakukan sebagai evaluasi-diri secara kontinu dan umpan balik kepada pihak manajemen atas penerapan RIL. Monitoring dan evaluasi diidentifikasikan sebagai tugas serta tanggung jawab pekerjaan dan dari staf yang cakap yang telah diberi petunjuk bagaimana kegiatan-kegiatan ini dilakukan. 12.1.1 PENDAPAT : Tugas-tugas ini dapat ditambahkan ke dalam daftar tugas mandor atau kemungkinan ada staf baru yang akan direkrut sebagai inspector petak. 12.2 Monitoring rutin di lapangan dilaksanakan selama pembalakan untuk memastikan bahwa tujuan RIL telah dicapai. 12.3 Prosedur evaluasi setelah pemanenan yang telah diterapkan, yang menilai bagaimana tujuan RIL terpenuhi dan melaporkannya kepada manajemen. 12.3.1 Tersedia ‘laporan petak’ penebangan. Laporan tersebut harus memuat seluruh aspek dan persyaratan pembalakan maupun deaktivasi serta melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan pemanfaatan. Peta yang mengindikasikan area yang dibalak sebaiknya disertakan. Rincian petunjuk teknis dapat dilihat dalam publikasi TFF yang berjudul, “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan Berdampak”. Manajemen telah memiliki kebijakan, pedoman dan personel yang tepat untuk memastikan bahwa seluruh aspek kegiatan jelas dipahami atau perlu dilakukan modifikasi sehingga dapat merealisasikan penerapan praktekRIL. BAB I 13.1 13.2 PENDAPAT : 20 Pemeriksaan lapangan memastikan bahwa sudetan dan deaktivasi TPn dilakukan sesuai standar perusahaan. Pemeriksaan lapangan diperlukan. Petunjuk teknis dapat dibaca dalam buku, “Operational Considerations for RIL”. 12.1 13. Pendapat tambahan Kebijakan dan pedoman perusahaan mengenai inventori, perencanaan dan personel operasional menyebutkan/menjelaskan tujuan penerapan sistem RIL dan secara jelas mendeskripsikan tanggung jawab masing-masing staf. 13.1.1 Terdapat standar operasionial prosedur dan/atau kebijakan yang menguraikan berbagai elemen system RIL. 13.1.2 Terdapat uraian tugas dan tanggung jawab yang memperlihatkan integrasi fungsi dan tanggung jawab. Personel yang telah dipiih, dilatih dan diberi petunjuk yang memadai agar kegiatan RIL dapat dilaksanakan secara efektif. Petunjuk implementasi RIL terdapat dalam publikasi TFF yang berjudul “Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah”. Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Kebijak an Pemerintah dan Pr aktek di Lapangan 2 .1 Kebijakan Pemerintah dan Praktek di Lapangan BAB II Peran “Manajemen” dari Pem e r i n t a h Walaupun fokus buku pedoman ini adalah mengenai pengelola/ manajer hutan dari sektor swasta dan bagaimana ia dapat memberi pengaruh pada penerapan RIL, namun pembahasan ini tidak akan lengkap tanpa melihat peran pemerintah sebagai mitra dalam pengelolaan. Undang-undang kehutanan di Indonesia secara jelas menyatakan bahwa hutan di Indonesia adalah milik Negara dan pemerintah tetap memegang tanggung jawab penuh atas pengelolaannya guna memastikan tercapainya pengelolaan hutan Negara yang lestari. Undang-undang kehutanan ini juga memberi peluang adanya pengalihan hak pengusahaan hutan ke sektor swasta Indonesia sehingga mereka juga dapat memanfaatkan hasil hutan tentunya dengan imbalan melaksanakan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan membayar royalty serta pajak sebagiamana ditetapkan pemerintah. Pemerintah memenuhi tanggung jawab pengelolaannya melalui pengembangan kerangka kerja peraturan yang terdiri dari Undangundang, Peraturan, Surat Keputusan, serta Surat Instruksi Khusus. Kerangka ini mencakup serangkaian persyaratan yang cukup rumit mengenai pelaporan dan inspeksi. Departemen Kehutanan beserta jajaran perwakilannya di tingkat Provinsi dan Kabupaten bertanggung jawab melaksanakan dan mengatur kebijakan kehutanan melalui penerapan kerangka kerja tersebut. Komitmen Pemerintah Departemen Kehutanan meyadari pentingnya arti RIL dalam usaha mencapai tujuan pengelolaan hutan lestari. Tropical Forest Foundation BAB II Niat pemerintah untuk mendukung penerapan RIL dikemukakan dalam Kriteria 2 dan 3 dalam “Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan” (SK Menhut No. No. 4795/KPTS 11/2002) yang ditandatangani Menteri Kehutanan. Walaupun 21 Kebijakan Pemerintah dan Praktek di Lapangan Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil dalam SK ini tidak diberikan keterangan yang rinci, namun isi dari SK ini merupakan persyaratan yang cukup ketat bagi para pemegang hak pengusahaan hutan. SK kedua telah diterbitkan oleh Dir. Jen. Pengelolaan Hutan Produksi (SK DirJen Pengelolaan Hutan Produksi No. 274/VI-PHA/2001). SK ini mengambil bentuk sebagai “lembar saran” yang memberi petunjuk yang cukup rinci tentang aspek teknis dari RIL. Peraturan versus Rekomendasi Dasar dari sebagian besar peraturan mengenai pengelolaan hutan di Indonesia adalah sistem silvikultur dan administrative TPTI1) . Beberapa kegiatan yang sangat penting dalam penerapan RIL tercakup dalam peraturan TPTI. Sedangkan kegiatan lain memang tidak dijelaskan secara rinci dan biasanya hanya sebagai acuan secara umum, Pemerintah sebagai pembuat kebijakan telah berusaha melembagakan konsep RIL ke dalam kerangka peraturan dengan menerbitkan dua peraturan. Yang pertama dalam bentuk peraturan yang menjelaskan tentang pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Dalam peraturan ini, penjelasan tentang pentingnya penerapan sistem RIL dikemukakan dalam kriteria 2 dan 3. Sedangkan yang kedua dikemukakan dalam bentuk “surat edaran” yang memberikan definisi kegiatan RIL dengan lebih rinci. Namun demikian perlu dipahami bahwa definisi yang rinci tentang RIL ini hanya dalam bentuk “himbauan” sehingga tidak memiliki kekuatan untuk memberi sanksi. 2.2 Tujuan dari Kerangka Kerja Per a t u r a n BAB II Tujuan dari kerangka kerja peraturan adalah untuk memastikan bahwa pengelolaan hutan yang berkaitan dengan produksi kayu dikelola secara berkelanjutan dan bahwa fungsi ekologis hutan tetap dipertahankan demi kesejahteraan masyarakat setempat. Perolehan pendapatan dari hasil hutan merupakan salah satu cara pemerintah akan manfaat hutan bagi masyarakat yang lebih luas. Indonesia telah berulang kali menyampaikan komitmennya untuk mencapai pengelolaan hutan lestari pada berbagai forum nasional maupun internasional. Salah satu komitmen yang 1) 2) 22 Tebang Pilih Tanaman Indonesia International Tropical Timber Organization Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Peraturan TPTI Lembar Saran DepHut tentang RIL (SK No. 151/Kpts/IV-BPHH/1993) (SK No. 274/VI-PHA/2001) Tidak dikemukakan secara khusus Ditekankan tetapi tidak ada penjelasan khusus mengenai kegiatan yang dilakukan, juga tidak diberikan perincian kegiatan. Inventori sebelum pemanenan (pemotongan tanaman perambat) Ya. Saran rinci tentang prosedur inventori. Ya. Diarahkan pada prosedur inventarisasi TPTI (Tidak disebut tentang pemotongan tanaman merambat) Pemetaan topografi dan posisi pohon Peta posisi pohon diperlukan; Di sini tidak disebut apakah diperlukan peta topografis. Ya. Disebutkan bahwa peta posisi pohon dan peta kontur merupakan persyaratan penting yang harus dipenuhi. Perencanaan jalan sarad Secara umum disebutkan pentingnya pembuatan rencana pembangunan jalan sarad. Dijelaskan tentang pentingnya perencanaan jalan sarad. Lokasi jalan sarad TIdak disebut Tidak disebutkan secara khusus Pembukaan jalan sarad sebelum penebangan. Tidak disebut Disarankan Kegiatan penebangan (standar) Pendapat umum tentang kegiatan penebangan Disarankan mengenai tebang terarah Penyaradan (standar) Pendapat umum tentang penyaradan Disebutkan tentang pentingnya mengurangi kerusakan akibat penyaradan dan pentingnya winching. Deaktivasi jalan sarad Tidak disebut Disarankan Pemantauan dan evaluasi paska panen Dijelaskan sebagai prosedur sistematis yang mencakup 100% areal penebangan. Menekankan pentingnya evaluasi dan pemantauan. Deskripsi tentang elemen dan Kegiatan RIL Komitmen Manajemen - Standar Prosedur Operasional - Standar dan sistem, dll. Kebijakan Pemerintah dan Praktek di Lapangan Table 2 : Elemen RIL dibandingkan dengan Peraturan Serta Usulan Departemen Kehutanan. paling menonjol adalah yang dikemukakan pada tujuan ITTO1) tahun 2000 yang menyatakan bahwa negara-negara anggota akan berusaha mencapai tujuan pengelolaan hutan lestari pada tahun 2000. Tujuan ini dianggap banyak Negara sebagai tujuan yang terlalu optimistis, namun perkembangan yang terjadi baik di dalam maupun di luar kendali pemerintah Indonesia telah mengakibatkan gerak yang semakin menjauh dan bukannya mendekati pencapaian tujuan ini. BAB II Di banyak wilayah Indonesia, pencapaian pengelolaan hutan lestari akan dikaitkan dengan pembangunan berkelanjutan, yang mana menurut World Commission on Environment and Development pada tahun 1987 didefinisikan sebagai: “Pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Tropical Forest Foundation 23 Kebijakan Pemerintah dan Praktek di Lapangan Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil saat ini tanpa harus mengkompromikan kemampuan generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan mereka”. Hal ini meningkatkan urgensi untuk mengelola hutan Indonesia secara berkelanjutan dimana permintaan industri dan masyarakat tidak sejalan dengan kemampuan hutan memenuhi tuntutan tersebut. Oleh karenanya, pengelolaan Hutan Secara Berkelanjutan (SFM) didefinisikan oleh ITTO sebagai: “ . . . proses mengelola lahan hutan permanen guna mencapai satu atau lebih tujuan manajemen sehubungan dengan penghasilan produk dan layanan jasa hutan yang kontinu, tanpa mengurangi nilai yang dimiliki maupun produktivitasnya di masa depan dan tanpa adanya pengaruh yang tidak diinginkan terhadap lingkungan fi sik dan sosialnya.” 3) 2.3 Dampak dari Buruknya Peratura n BAB II Pembelaan/argumentasi yang sering terdengar di berbagai ruang di Departemen Kehutanan saat membahas jarak yang terdapat antara tujuan kerangka kerja peraturan dengan realitas yang dijumpai di areal konsesi, adalah bahwa, “…. Masalahnya bukan pada peraturannya melainkan pada cara implementasinya.” Terlihat kebenaran pada pernyataan tersebut, namun argumentasi tersebut juga tidak sepenuhnya benar. Indonesia telah menikmati berbagai proyek kehutanan yang sebagian besar komponen proyeknya menganalisa kebijakan administrasi hutan. Salah satu hasil temuan adalah bahwa sektor kehutanan Indonesia menghadapi sejumlah undang-undang, surat keputusan, peraturan dan petunjuk, di mana banyak dari peraturan-peraturan tersebut yang hanya sedikit atau bahkan tidak memiliki validitas teknik; seringkali saling bertentangan, pada beberapa kasus justru menghambat pencapaian pengelolaan hutan yang berkelanjutan; bahkan ada yang menghambat pelaksanaannya karena berbagai alasan. 24 Peraturan, undang-undang, surat keputusan ataupun surat edaran yang tidak memiliki nilai teknis atau ekonomis atau yang tidak memberi hasil positif terhadap pencapaian keberlanjutan dalam pengelolaan hutan tidak bisa dilaksanakan dengan baik dan hanya akan mengakibatkan timbulnya budaya korupsi. Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Praktek Korupsi Peraturan yang tidak tepat dan berlebihan cenderung mengarah pada praktek korupsi karena manajer perusahaan banyak yang berusaha menghindari biaya yang terlampau tinggi saat menerapkan peraturan yang tidak tepat atau tidak logis, sementara pejabat pemerintah yang bertugas menegakkan peraturan ini justru melihat keadaan tersebut sebagai sumber untuk memperoleh pendapatan tambahan. Kebijakan Pemerintah dan Praktek di Lapangan 2 .4 Tidak dapat disangkal bahwa kerangka kerja peraturan di Indonesia diselimuti dengan berbagai masalah. Hal inilah mengarah pada budaya korupsi yang menambah biaya dalam melakukan kegiatan bisnis. Efek tambahannya adalah bahwa hal ini menghambat motivasi mereka yang ingin mencapai pengelolaan hutan yang lestari. Sebagai mitra dalam pengelolaan hutan yang berkomitmen untuk melaksanakan praktek pengelolaan hutan lestari antara lain dengan menerapkan sistem RIL, tanggung jawab Departemen Kehutanan cukup besar karena relatif sedikit pemegang HPH yang telah berhasil menjalankan praktek-praktek yang lebih baik. Solusi atas dilema ini bukanlah dengan menerbitkan lebih banyak peraturan, melainkan hanya dengan membuat peraturan yang lebih baik. Suatu uji coba bisa diterapkan pada setiap peraturan atau surat keputusan: Apakah peraturan atau surat keputusan tersebut memberikan nilai positif guna mencapai pengelolaan hutan lestari? Apabila jawabannya tidak, tidak pasti atau tidak jelas, maka perlu dipertimbangkan untuk merevisi atau bahkan membatalkan peraturan tersebut. Kerangka kerja peraturan di Indonesia harus lebih berorientasi pada hasil dan bukan pada restruktif guna memberi lebih banyak insentif pada manajer hutan untuk menerapkan praktek pengelolaan hutan yang lebih baik. BAB II Tropical Forest Foundation 25 Persyaratan Organisasional dan Operasional RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil BAB III Persyar atan Pengorganisasian dan Oper asional RIL Keberhasilan atau kegagalan upaya pemegang HPH dalam menerapkan RIL pada sistem pengelolaan hutan mereka bukan hanya bergantung pada kemampuan perusahaan dalam menguasai aspek teknisnya melainkan juga pada kesediaan manajemen perusahaan untuk melakukan perubahan yang diperlukan sehubungan dengan cara melaksanakan kegiatan pembalakan itu sendiri. Bagaimanapun, tingginya antusiasme atau dukungan awal dari manajemen atau pemilik perusahaan terhadap RIL, ini tidak secara langsung akan mengarah pada penerapan RIL. Banyak contoh menunjukkan bahwa walaupun perusahaan HPH telah mengubah sistem inventarisasi, pemetaan serta fungsi perencanaannya agar sesuai dengan metode RIL, namun semua usaha menjadi gagal karena pada saat terakhir tim yang melakukan kegiatan pembalakan tidak melaksanakan rencana pembalakan RIL. Kegagalan dalam menerapkan RIL jika ditelusuri biasanya disebabkan karena adanya hambatan pada pengaturan organisasi atau operasional atau keduanya yang terdapat dalam perusahaan. BAB III Merupakan tanggung jawab manajemen perusahaan untuk memastikan diterapkannya metode serta teknologi baru. Komitmen kuat dari manajemen merupakan persyaratan, namun demikian hal tersebut belumlah cukup. Manajemen harus memastikan bahwa seluruh persyaratan pengorganisasian dan operasional harus dipenuhi. 26 Dilihat dari perspektif kelembagaan, salah satu cara untuk memastikan bahwa seluruh elemen dari struktur manajemen telah dilaksanakan adalah dengan mulai mengembangkan serangkaian prosedur standar operasional (SOP) yang khas bagi perusahaan tersebut. Tentu saja hal ini akan tetap membutuhkan manajemen untuk memantau secara seksama semua usaha penerapan sistem Tropical Forest Foundation RIL yang dilakukan, namun hal ini juga akan dapat memberikan kerangka kerja yang berguna untuk memastikan bahwa setiap personel perusahaan mengetahui fungsi pekerjaan mereka dan memahami bagaimana hubungan antar fungsi tersebut dengan langkah-langkah sebelum dan sesudah proses produksi. Dalam lampiran 1 disampaikan serangkaian contoh SOP. Contohcontoh ini hanyalah petunjuk tentang cara mengembangkan SOP yang khas bagi perusahaan. 3 .1 Persyaratan Organisasional dan Operasional RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Persyaratan Pengorganisasia n Tujuan umum sistem RIL adalah untuk memperkecil dampak dan meningkatkan efi siensi pembalakan. Namun, hal ini tidak selalu dapat dicapai pada saat yang bersamaan dalam setiap fase kegiatan. Memang untuk melaksanaan inventarisasi yang lengkap di areal kegiatan akan memakan biaya yang tinggi bila dibandingkan dengan tidak melakukannya sama sekali. Namun demikian melalui perencanaan yang efektif serta supervisi yang lebih baik saat melakukan pembalakan maka produktivitas mesin akan lebih meningkat sehingga manfaat yang diperoleh melalui produktivitas mesin akan mampu mengimbangi biaya yang tinggi dan pada saat yang bersamaan juga merealisasikan dua tujuan utama sistem RIL yaitu: mengurangi dampak dan meningkatkan efi siensi pembalakan. Agar dapat mengoptimalkan pencapaian tujuan ini, seorang manajer harus dapat memastikan bahwa serangkaian prasyarat penting sudah dipenuhi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan. 3.1.1 Jumlah staf yang memadai 3.1.2 Kualifikasi yang memadai BAB III Apakah jumlah staf yang dipekerjakan sudah memadai untuk melaksanakan semua kegiatan pokok? Persyaratan tenaga kerja untuk kegiatan yang membutuhkan banyak tenaga kerja seperti kegiatan inventarisasi hutan sudah diketahui secara umum, sehingga jumlah staf yang ada akan mudah diverifikasi. Apakah staf dan pekerja di hutan memiliki keterampilan serta Tropical Forest Foundation 27 Persyaratan Organisasional dan Operasional RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil kualifikasi yang diperlukan? Persyaratan keterampilan dasar akan berbeda dari satu pekerjaan dengan pekerjaan yang lain. Manajemen harus mampu menilai kemampuan yang dimiliki staf yang diberi tanggung jawab atas suatu pekerjaan. Bila ternyata tingkat keterampilan staf/pekerja kurang memadai, apakah ada program pelatihan eksternal yang dapat meningkatkan kemampuan para staf yang membutuhkannya atau apakah perlu dikembangkan program pelatihan internal? 3.1.3 Struktur Organisasi Apakah manajer telah membuat suatu struktur organisasi yang memastikan bahwa semua tugas penting telah dilaksanakan? Dalam beberapa kasus, perubahan ke sistem RIL membutuhkan penciptaan fungsi kerja baru. Apakah struktur organisasi yang ada dapat mengakomodasikan fungsi kerja baru dan mampu memadukannya secara efektif ke dalam system? Sebagai contoh adalah penciptaan fungsi kerja sebagai pengawas blok yang bertugas menyusun laporan pemantauan yang efektif kepada manajemen guna memastikan bahwa kegiatan pembalakan telah memenuhi tujuan yang ingin dicapai. 3.2 Persyaratan Operasional Keberhasilan penerapan sistem RIL seringkali terhambat oleh masalah operasional yang tidak terselesaikan. 3.2.1 Definisi tugas dan tanggung jawab BAB III Seorang manajer hutan/kamp biasanya hanya memiliki satu tujuan yaitu mencapai target produksi sehingga mereka sering kurang memperhatikan fungsi-fungsi inti lainnya seperti rencana operasional yang memiliki peran penting dalam merealisasikan kegiatan pembalakan yang lebih efi sien namun secara tradisional kurang memiliki peran dalam meraih target produksi. 28 Apabila manajer kamp kurang memahami manfaat penerapan sistem RIL dan apabila ia tidak memperoleh arahan yang jelas dari manajemen tingkat atas, maka bisa dikatakan ia tidak juga memperoleh arahan dari divisi perencanaan walaupun manajer tersebut mampu mengembangkan sistem RIL lengkap dengan Tropical Forest Foundation metodologinya untuk pengumpulan data, pemetaan serta fasefase perencanaannya. Hasil umum yang dapat dilihat dari situasi ini adalah bahwa penerapan sistem RIL tidak akan lebih dari dari tahap perencanannya saja. Sebagian dari masalah ini berkaitan dengan pemberian definisi yang jelas mengenai tugas, atau job description. Sebagai contoh, bila tugas membuat sudetan di areal jalan sarad yang akan dideaktivasi tidak ditambahkan pada job-description operator traktor, maka besar mungkin pekerjaan tersebut tidak akan dilakukan. Persyaratan Organisasional dan Operasional RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil 3.2.2 Memadukan fungsi Sebagian besar perusahaan HPH memiliki struktur organisasi yang didasarkan pada fungsi, sehingga tugas inventarisasi dan pemetaan akan dilakukan oleh Bagian Inventarisasi. Mungkin akan terdapat Bidang Teknis Kehutanan yang bertanggung jawab untuk melakukan perencanaan, survei, penetapan lokasi dan pembangunan jalan utama. Kegiatan pembalakan dilakukan oleh Bagian Produksi dan seterusnya. Perubahan ke sistem RIL seringkali dimulai dengan fungsi pengumpulan data dan perencanaan. Kemampuan teknis tingkat tinggi dapat dicapai melalui pembuatan peta yang akurat dan rencana pembalakan yang rinci, namun demikian hal ini tidak selalu menjamin terealisasinya tujuan RIL. Pihak manajemen harus bisa meyakinkan bahwa sistem sudah diterapkan dan menunjukkan bagaimana usaha yang dilakukan Bidang Perencanaan sudah beralih ke Bidang Produksi sehingga rencana serta lokasi jaringan ekstraksi diikuti oleh para operator traktor. 3.2.3 Komunikasi BAB III Komunikasi yang efektif merupakan prasyarat yang tidak dapat dihindari saat hendak melakukan perubahan. Pembaharuan teknik, sistem manajemen yang baru, job description yang diperluas, serta staf yang memperoleh pelatihan memang perlu namun tidak menjamin berlangsungnya penerapan RIL kecuali bila ada komunikasi yang jelas dan efektif. Perubahan perlu disosialisasikan. Penyebarluasan instruksi secara Tropical Forest Foundation 29 Persyaratan Organisasional dan Operasional RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil tertulis akan sangat membantu. Pertemuan sering merupakan forum yang bermanfaat untuk mengkomunikasikan tujuan serta rasional dilakukannya perubahan, juga agar memastikan penerapan prosedur atau teknik baru secara efektif. Adalah peran pihak manajemen untuk memastikan berlangsungnya komunikasi yang efektif. 3.2.4 Feedback / Umpan Balik Mengubah kebiasaan atau cara seseorang melaksanakan tugas sehari-harinya bukanlah hal yang mudah dan keberhasilannya akan membutuhkan waktu. Pada saat menerapkan suatu sistem yang baru, pihak manajemen perlu menyadari kemungkinan terjadinya serangkaian masalah sehingga dapat dengan cepat melakukan tindakan koreksi. Oleh karenanya, sistem RIL menyarankan dikembangkannya fungsi pemantauan serta evaluasi sehingga dapat memberi evaluasi terkini mengenai kegiatan pembalakan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Di sebagian besar perusahaan hal ini membutuhkan dibuatnya fungsi kerja baru atau perluasan dari job description seorang staf. BAB III Kegiatan pemantauan dan evaluasi dapat dilakukan melalui berbagai cara dan pengumpulan informasi, semuanya bergantung pada serangkaian prioritas yang telah ditetapkan pihak manajemen. Kegiatan pemantauan umumnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara kontinu guna memastikan bahwa produksi serta tujuan yang ditetapkan dalam RIL sudah terpenuhi. Hal ini dapat dilakukan dengan memperluas tanggung jawab seorang mandor atau dengan cara membuat posisi pengawas blok yang baru. Evaluasi biasanya dilakukan setelah selesai melakukan kegiatan pembalakan dan ditujukan untuk memberi masukan yang lebih formal kepada pihak manajemen. Evaluasi ini juga dapat dikembangkan menjadi suatu prosedur yang menghasilkan catatan permanent mengenai kegiatan serta hasil dari suatu blok penebangan. Bila demikian halnya maka hal ini akan mencakup: • • 30 Pemutahirkan peta jalan sarad sehingga mampu menunjukkan lokasi jalan sarad terkini Melakukan survei serta sampling dari jalan sarad guna Tropical Forest Foundation • • • • • • mengevaluasi dampak keseluruhan dari kerusakan pada lapisan tanah. Penilaian atas kerusakan yang terjadi pada tegakan tinggal. Pemeriksaan terhadap jalan sarad yang tidak diperlukan Pemeriksaan atas berbagai kegiatan yang belum tuntas dilakukan seperti sudetan. Pemeriksaan balok kayu yang tertinggal atau limbah pembalakan yang berlebihan Mengidentifikasikan dan melaporkan tindakan korektif yang diperlukan Mengidentifikasikan pada peta, areal mana yang tidak dilakukan penebangan karena alasan lingkungan atau adanya hambatan lain. Persyaratan Organisasional dan Operasional RIL Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Hasil dari evaluasi blok penebangan harus berupa peta terkini yang dilengkapi dengan laporan singkat sehingga menghasilkan catatan yang permanent mengenai kegiatan pembalakan di setiap blok penebangan. Rekomendasi untuk tindakan korektif yang diperlukan harus dicantumkan secara jelas. BAB III Tropical Forest Foundation 31 Peran Teknologi dan Keahlian Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil BAB IV Per an Teknologi dan Keahlian Teknologi dan keahlian telah menjadi fokus utama dari keempat buku petunjuk mengenai RIL, oleh karenanya mengapa harus membahas kembali topik ini dalam pertimbangan manajemen? Jawaban yang sederhana adalah karena pihak manajemenlah yang akhirnya menentukan teknologi terbaik mana yang akan digunakan dan berperan dalam keberhasilan penerapan. 4.1 Peran Teknologi 4.1.1 Peralatan yang Tepat BAB IV Di Indonesia, Caterpillar D7-G (atau Komatsu) dan sejenisnya merupakan alat yang sering digunakan dalam pembalakan. Kekhasan alat tersebut terletak pada ukurannya yang cukup besar sehingga dapat digunakan untuk membangun jalan dan juga cukup kuat untuk mengangkat balok kayu yang besar. Alat tersebut dibuat di Indonesia sehingga harganya relatif terjangkau serta kemudahan memperoleh suku cadang membuatnya lebih menarik. Foto 11 : Sikorsky S-64F 32 Tropical Forest Foundation Namun demikian, alat tersebut dirancang untuk kegiatan mendorong dan bukan untuk menarik sehingga cenderung akan menjadi sangat merusak bila digunakan dalam konteks kegiatan pembalakan yang selektif. Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Peran Teknologi dan Keahlian Para manajer atau pemilik suatu perusahaan HPH berperan dalam memutuskan pilihan alat yang akan digunakan. Fakta memang menunjukkan bahwa bulldozer standar D7-G merupakan pilihan utama, tetapi ini bukan berarti bahwa tidak ada pilihan lain. Berikut ini beberapa pilihan lain yang dapat menjadi bahan pertimbangan: Sikorsky S-64F yang sering digunakan dalam kegiatan pembalakan selektif di Serawak, merupakan pilihan lain yang cukup menarik untuk digunakan pada kondisi lereng berteras. Alat ini memiliki kekuatan di luar kemampuan traktor crawler yang konvensional. Biaya penggunaannya yang cukup tinggi sebagian diimbangi dengan kemampuan produksinya. Dengan kemampuannya memberi hasil sebanyak 11 ton, alat ini dapat menggantilkan 17 traktor crawler. Penggunaannya dapat diterima di Serawak di mana harga kayu balok ditetapkan oleh pasar internasional, berbeda dengan pasar di Indonesia di mana harga kayu balok kurang lebih sedikit di atas separuh harga kayu balok di Malaysia. Namun, harga kayu balok di Indonesia telah meningkat secara drastis. Mungkin sudah waktunya untuk mempertimbangkan kembali pilihan kegiatan pembalakan yang efi sien dan berdampak sangat rendah ini. Tropical Forest Foundation BAB IV Alat jenis Thundebird TTY – 70 skyline yarder memang biasanya dihubungkan dengan kegiatan pembalakan kabel yang dilakukan di kawasan barat daya Amerika dan Canada sehingga memang akan terlihat sedikit ganjil bila digunakan di hutan Foto 12 : Thundebird TTY-70 skyline yarder, Dipterocarp, Kalimantan memang biasanya dihubungkan dengan kegiatan Timur. Namun demikian pembalakan di kawasan Amerika dan Canada.. 33 Peran Teknologi dan Keahlian Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil PT Sumalindo menggunakan alat tersebut pada kawasannya di mana bentang alamnya berbukit dan ternyata cukup berhasil karena alat tersebut dapat mengakses lereng yang sangat curam sehingga tidak perlu menerapkan kegiatan pembalakan traktor yang cenderung merusak. Namun demikian, memilih untuk menggunakan alat ini bukanlah sesuatu hal yang dapat dipertimbangkan secara sepintas lalu karena membutukan cukup banyak biaya program pelatihan khusus serta kegiatan perencanaan yang khusus. Alat Rimbaka Timber Harvester merupakan inovasi setempat yang mampu melaksanakan kegiatan pembalakan berdampak rendah secara efektif. Alat ini merupakan ekskavator yang dimodifikasi dan merupakan hasil kerja sama antara perusahaan Malaysia dengan Hyundai, Korea. Lengan ekskavator Hyundai 320 ini diganti dengan sebuah tiang yang didukung dengan lengan ekskavator yang lebih kecil untuk memberi dukungan pada mesin saat melakukan winching dan juga bisa digunakan untuk mengangkat balok kayu serta melakukan ekskavasi jalan sarad. BAB IV Sebuah drum yang diletakkan di sebelah tiang memungkinkan dilakukannya winching pada berbagai macam bentuk kelerengan dari ke dua sisi jalan sarad. 34 Harga beli serta kapasitas produksi mesin ini setara dengan Caterpillar D7G. Sedangkan masalah dampak tidak ada bandingnya. Rimbaka Timber Harvester dapat melakukan winching balok kayu di berbagai bentuk kelerengan dan meninggalkan hutan dalam keadaan yang cukup baik. Suatu alternative yang perlu Foto 13 : Alat Rimbaka Timber Harvester dipertimbangkan!! Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Peran Teknologi dan Keahlian Penampilan memang ada kalanya bisa mengelabui. Alat ini bukanlah traktor crawler yang biasa. Caterpillar 527 Track Skidder mewakili perancangan ulang dari bulldozer standar. Dibangun di atas chasis D-5 dengan pusat gravitasi yang diposisi Foto 14 : Penampilan bisa mengelabui. Alat ini ulang, alat ini memiliki bukanlah traktor crawler yang biasa. Caterpillar kekuatan setara dengan 527 Track Skidder D-6 dan kapasitas winching dan penarikan tidak begitu beda jauh dengan D-7. Beratnya yang lebih ringan, konfigurasi idler yang lebih tinggi, serta mobilitas yang lebih baik memungkinkan alat ini memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan alat caterpillar D7G pada waktu melakukan penyaradan. Dirancang khusus untuk menarik, alat ini merupakan alat penyarad berdampak rendah yang sangat sesuai untuk digunakan pada topografi kelerengan, lapisan tanah serta kondisi kayu di Asia Tenggara. Alat ini banyak digunakan di Serawak dan Sabah, namun hanya sedikit digunakan di kawasan pembalakan di Indonesia, karena persaingan harga dan lebih banyak digunakannya D7-G. Untuk seorang manajer yang menginginkan produktivitas tinggi, mesin pembalakan yang dapat mengurangi dampak merupakan pilihan yang perlu dipertimbangkan. Alat penyarad dengan ban karet merupakan alat yang banyak digunakan pada industri pembalakan di Amerika Selatan dan Afrika, namun hanya sedikit sekali penggunaannya di Asia Tenggara. Tropical Forest Foundation BAB IV Alat ini merupakan mesin pembalakan yang gerakannya lebih cepat dan lebih produktif dibandingkan traktor crawler, tapi penggunaannya di Asia Tenggara sangat terbatas karena curamnya kondisi lahan serta jenis tanah liat yang terdapat di kawasan tersebut. 35 Peran Teknologi dan Keahlian Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Foto 15 : Alat penyaradan dengan ban karet. Apabila areal konsesi Anda memiliki kelerengan yang sesuai, maka alat ini merupakan pilihan yang perlu dipertimbangkan karena relatif murah, memiliki dampak rendah serta produktivitas yang tinggi. 4.1.2 Alat yang Tepat Seringkali, hal-hal kecil memberi perbedaan yang besar. Para manajer harus memiliki sikap terbuka terhadap berbagai saran teknis yang diajukan oleh staf mereka yang dapat membuat perbedaan dalam mencapai efi siensi atau dampak yang lebih rendah. BAB IV Dapat berupa penggunaan pita survei, gergaji rantai model baru dengan alat anti getar, mesin pembuat lembar biru (blue print machine) di bagian produksi, atau sesuatu yang sangat sederhana seperti menebang / memotong tumbuhan liar. 36 Foto 16 : Pengunaan baji; adalah Banyak cara yang dapat dilakukan cara sederhana tapi efektip dalam untuk mencapai tujuan RIL, dan memperbaiki arah rebah. memiliki alat yang tepat akan sangat membantu pencapaiannya! Tropical Forest Foundation Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Sebagian besar adalah menge n a i k e a h l i a n Memang banyak pilihan teknis untuk menggantikan traktor crawler yang konvensional, berdampak tinggi, akan tetapi hal ini memang membutuhkan keputusan investasi yang cukup berat. Peran Teknologi dan Keahlian 4 .2 Usaha untuk menurunkan dampak pembalakan memang dapat dilakukan melalui berbagai teknik yang sudah diperbarui. Bahkan Rimbaka yang berdampak rendah atau alat penyarad 527 tidak akan menghasilkan perbedaan bila tidak digunakan secara tepat. Dan, melalui cara yang sama, kinerja traktor crawler yang tradisional juga dapat diperbaiki guna meningkatkan produktivitas dan menurunkan dampak dengan jalan menerapkan teknik RIL. Informasi, perencanaan yang lebih baik, serta pengendalian kegiatan operasional yang lebih ketat merupakan teknik sederhana yang dapat memberi dividen yang cukup banyak pada investasi yang minimal. Memang pada akhirnya semua itu bergantung pada manajer untuk mengusahakan tercapainya tujuan RIL dengan menggunakan teknik-teknik yang sudah diperbaiki. Hal ini dapat dilakukan melalui: • memberikan dukungan atas prakarsa individual. • menjalankan sistem manajemen yang memastikan terciptanya sinergi untuk perbaikan. • mempromosikan program pelatihan serta peningkatan ketrampilan para pekerja. • memberi dukungan terhadap perubahan teknis, inovasi, dan, • mendorong dilakukannya percobaan serta riset operasional. Bila sampai pada peran teknologi yang digunakan untuk menerapkan RIL, maka sebenarnya yang dibicarakan adalah mengenai tekniknya. BAB IV Tropical Forest Foundation 37 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil LAMPIRAN I Contoh Prosedur Standar Oper asional (SOP) Prosedur Standar Operasional (SOP) dapat dikatakan sebagai petunjuk kerja tapi sebenarnya lebih dari itu. SOP yang baik harus mampu menjelaskan lingkup dari pekerjaan atau tugas yang akan dilakukan. SOP juga harus dapat menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dan dapat menunjukkan hubungan antara suatu tugas dengan fungsi sebelum dan sesudahnya dalam keseluruhan proses produksi. Sistem SOP merupakan kerangka kerja yang sangat berguna untuk memperkuat kendali sistem manajemen dan arah proses produksi. Perumusan kerangka kerja adalah tanggung jawab manajemen dan merupakan urusan internal perusahaan. Lampiran I TFF menyampaikan beberapa contoh SOP dalam lampiran ini guna membantu para manajer mengembangkan sistem SOP mereka. Tabel berikut memberikan ringkasan perumusan serta pelaksanaan sistem SOP yang mencakup: 38 1. Nomor dokumen: sejumlah nomor yang ditentukan untuk beberapa fungsi yang serupa pada sistem manajemen atau proses produksi. Dalam tabel ini, nomor 0-9 untuk fungsi pekerjaan yang berkaitan dengan Administrasi; nomor 10 -19 untuk fungsi pekerjaan yang yang berkaitan dengan Perencanaan sistem Manajemen serta Kebijakaan; nomor 20 – 29 untuk hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan kegiatan operasional, dan seterusnya. 2. Kerangka kerja SOP serta Judulnya mengidentifikasikan bagian umum atau fungsi-fungsi departemen serta petunjuk kerja masing-masing staf. 3. Kolom Deskripsi dan pandangan/pendapat menjelaskan secara singkat mengenai bagian umum atau masing-masing SOP. Tropical Forest Foundation Memang mudah untuk terbawa arus saat mengembangkan kerangka kerja SOP. Kegiatan umumnya diawali dengan membuat konsep dari sistem secara menyeluruh serta metode pelaksanaannya. Setelah itu baru mengembangkan masingmasing SOP yang dimulai dengan merumuskan petunjuk kerja yang memang sangat memerlukan penjelasan. Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Apabila tujuannya adalah untuk mengimplementasi RIL, maka sebagai awalnya adalah merumuskan SOP untuk pekerjaan pokok yang dianggap baru dalam kegiatan operasional dan yang dianggap masih memerlukan perubahan atau penjelasan yang lebih mendalam. Dalam table berikut contoh SOP dalam fungsi pekerjaan diberi warna biru. Perhatikan bahwa dalam masing-masing SOP, yang berwarna biru merupakan bagian editorial dan bukan merupakan bagian dari SOP. Struktur SOP yang digambarkan dalam table berikut serta isi dari contoh SOP hanyalah merupakan saran saja. Setiap perusahaan harus mampu mengembangkan SOP yang secara tepat merefleksikankan sistem manajemen dan operasioanal mereka. SOP merupakan dokumen yang berkembang. SOP tidak dibuat dari batu sehingga bilamana perlu dapat direvisi dari waktu ke waktu. Perumusan sistem SOP harus mempertimbangkan kenyataan ini. Gambar 1 : Anda bisa membuat SOP untuk meruncingkan pensil. Tetapi apakah itu berguna ?!! Tropical Forest Foundation Lampiran I Sistem SOP tidak akan bermanfat bagi siapapun apabila tidak diterapkan. Para penyelia harus benar-benar menguasai SOP pekerjaan yang berada dalam jurisdiksi mereka. Setiap pegawai juga harus memahami tanggung jawab mereka sebagaimana yang telah dijelaskan dalam SOP yang mencakup deskripsi pekerjaan mereka. Manajemen harus dapat memastikan bahwa sistem SOP telah disosialisasikan guna menjamin efektifi tasnya secara maksimal. 39 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Tabel 3 : No. 0-9 Kerangka Kerja SOP dan Judul Deskripsi dan ulasan Administrasi Selurruh kegiatan administrasi; 10-19 Perencanaan, manajemen dan kebijakaan perusahaan Inventarisasi intensitas rendah; rencana 20 tahun dan 5 tahunan; kebijakan lingkungan; kebijakan tentang spesies langka; 20-29 Perencanaan kegiatan Pemetaan potensi pohon (100% inventory); pemetaan kontur; perencanaan blok; penandaan tapal batas; dan survai, dll. 20 Inventarisasi hutan (100%) dan penandaan pohon Mengorganisasi persyaratan yang ada kedalam format SOP standar; cross-reference dengan prosedur serta petunjuk pemerintah yang ada; menambah perbaikan yang berkaitan dengan persyaratan penambahan data 21 Pembuatan peta kontur Memberi dukungan 100% terhadap SOP Inventarisasi yang berkaitan dengan pengumpulan data dan pemetaan 22 Pengelolaan Wilayah Khusus Zona Riparian; lereng yang curam; kawasan penyangga; spesies yang dilindungi.dll 24 Mempersiapkan rencana pembalakkan Merencanakan petak yang mencakup pertimbangan tentang keadaan lingkungan, operasional ; pemanfaatan peta kontur dan peta lain. 25 Lokasi jalan sarad dan Tpn 30-39 Jalan hutan Merencanakan jaringan jalan; lokasi jalan; survai dan design; pembangunan jalan; pemeliharaan jalan; menon-aktifkan jalan; 32 Lokasi jalan, pemetaan 34 Pembangunan jalan utama 35 Penyelamatan pohon-pohon yang lokasinya terarah. 36 Pemeliharaan jalan utama 37 Tindakan pencegahan terjadinya erosi 39 Menon-aktifkan jalan utama 40-49 Lampiran I Usulan kerangka kerja SOP yang mencakup administrasi kehutanan, perencanaan serta pelaksanaannya. survai dan Kegiatan pemanenan 40 Pembangunan jalan sarad dan TPn 41 Standar pemanfaatan Konstruksi jalan sarad dan TPn; penebangan dan bucking; kebijakan pemanfaatan; pemanenan; BIRU manandakan kategori secara luas yang mengindikasikan sistem SOP yang harus MERAH mengindikasikan bahwa masing-masing SOP akan dikembangkan menjadi prioritas utama oleh TFF Entri secara numeric menjukkan sistem penomoran yang sistematis dari SOP. 40 Tropical Forest Foundation No. Kerangka Kerja SOP dan Judul 42 Penebangan dan Bucking 43 Kegiatan penebangan 44 Mempersipakan balok kayu serta pemahatan 45 Penandaan balok kayu dan administrasinya 46 Menon-aktifkan jalan sarad dan TPn 50-59 Pemantauan dan Evaluasi Membuat penilaian tentang petak, pengajuan laporan, pemetaan; survai paska pemanenan; 51 Pengawasa dan pengendalian saat penebangan 52 Penilaian blok penebangan 60-69 Kegiatan silvikultur penebangan 70-79 Kesehatan pegawai 80-89 Hubungan dengan masyarakat dan Deskripsi dan ulasan Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil paska Pembibitan hutan; kebijakan dan praktik penanaman; pemeliharaan tegakan; plot percontohan keselamatan BIRU manandakan kategori secara luas yang mengindikasikan sistem SOP yang harus MERAH mengindikasikan bahwa masing-masing SOP akan dikembangkan menjadi prioritas utama oleh TFF Entri secara numeric menjukkan sistem penomoran yang sistematis dari SOP. Lampiran I Tropical Forest Foundation 41 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil SOP # 22 STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.specialV-2.0 1. Version 2.0 PENGELOLAAN WILAYAH KHUSUS No. Hal. 1 LINGKUP Areal yang membutuhkan pengelolaan khusus mencakup areal yang memiliki nilai-nilai lingkungan dan sosial bagi penduduk setempat sehingga membutuhkan pertimbangan khusus saat melakukan perencanaan dan kegiatan pemanenan. Hal ini mungkin mencakup peniadaan kegiatan atau pembatasan kegiatan pembalakaan di dalam areal pengelolaan khusus. Areal dengan pengelolaan khusus ini mencakup: • • • • 2. Areal dengan kelerengan yang curam Zona penyangga sungai Areal yang letaknya bersebelahan dengan kawasan pemukiman atau areal peladangan desa Situs yang dilindungi atau yang memiliki nilai sosial yang signifikan bagi penduduk setempat. TUJUAN 2.1 Mentaati petunjuk serta peraturan nasional yang mengatur perlindungan lingkungan serta pelestarian spesies pohon yang dilindungi. 2.2 Mengurangi risiko erosi pada lereng yang curam. Lampiran I 2.3 Mengurangi risiko sedimentasi pada sistem jaringan sungai dalam hutan. 42 2.4 Mengurangi risiko terjadinya konflik sosial dengan jalan melindungi nilai-nilai yang dianggap signifikan oleh penduduk setempat, juga dengan jalan mengurangi dampak terhadap nilai-nilai lingkungan yang dianggap dapat mempengaruhi kehidupan penduduk setempat. 3. KEPUSTAKAAN • TPTI Guidelines BPHH/1993 Tropical Forest Foundation / Pedoman TPTI, 151/KPTS/IV- STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.specialV-2.0 • • • 4. PENGELOLAAN WILAYAH KHUSUS SOP # 22 Version 2.0 No. Hal. 2 Principles and Practices for Forest Harvesting in Indonesia” “Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah” (TFF technical procedures manual) SOP # 70+ Hubungan dengan Mesyarakat SOP # 24 Persiapan Perencanaan Pembalakan SOP # 42 Penebangan dan pembagian batang SOP # 40 Jalan Sarad dan TPN SOP # 20 Inventarisasi dan Penandaan Pohon Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil PROSEDUR 4.1 Lereng Curam: 4.1.1 Di areal yang curam tidak akan dilakukan pembalakan ground-base bila derajat kemiringannya secara kontinu >50% untuk jarak 100 m atau lebih. 4.1.2 Tidak diperkenankan membangun jalan sarad pada lereng dengan kemiringan >50% kecuali bila tidak dapat dihindari yaitu misalnya pada saat hendak mencapai areal dengan kelerengan yang tidak curam yang cocok untuk melakukan pemanenan dengan ground-based. 4.1.3 Penebangan dapat dilakukan pada areal dengan kemiringan >50% asalkan setelah penebangan dilakukan balok kayu dapat ditarik keluar dari areal yang curam. 4.2 Zona Penyangga Sungai: 4.2.2 Klasifikasi sungai biasanya dilakukan berdasarkan ratarata lebar sungai pada saat air pasang. Sungai akan dilindungi dengan zona penyangga sebagai berikut: Tropical Forest Foundation Lampiran I 4.2.1 Secara jelas sungai diartikan sebagai wadah yang sedikitnya memiliki aliran air selama 2bulan per tahun, Anak sungai biasanya memiliki ciri-ciri seperti terdapat bebatuan, kerikil, atau lapisan tanah yang mengandung mineral dan dilengkapi dengan saluran yang jelas. 43 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENGELOLAAN WILAYAH KHUSUS TFF.specialV-2.0 SOP # 22 Version 2.0 No. Hal. 3 Kelas Lebar Sungai Penyangga sungai (Kiri & Kanan) 1 10 meter / lebih 50 meter 2 5-10 meter 25 meter 3 < 5 meter 10 meter 4.2.3 Zona penyangga untuk Sungai Kelas 1 dan 2 akan ditandai di lapangan dengan memberi cat atau pita survai pada pohon. Pohon yang telah ditandai dengan cat atau pita survai akan terlihat dari jauh. Tanda cat harus menghadap ke areal pembalakan. 4.2.4 Zona penyangga di sepanjang sungai kelas 3 tidak perlu diberi tanda di lapangan, namun hambatan-hambatan yang mungkin terjadi perlu diamati untuk digunakan saat membuat perencanaan dan pada saat melakukan pembalakan. 4.2.5 Zona penyangga 100 m akan tetap dipertahankan dan diberi tanda secara jelas di sekeliling danau, pesisir pantai, atau areal rawa yang ditumbuhi bakau. 4.2.6 Zona penyangga 50 m akan tetap dipertahankan dan diberi tanda secara jelas di lapangan, di sekitar mata air. Lampiran I 4.2.7 Di daerah penyangga tidak diperkenankan ada jalan sarad kecuali di tempat perlintasan sungai yang sudah ditetapkan sebelumnya dan yang seperti dalam rencana pembalakan sesuai dengan lokasinya di lapangan. 4.2.8 Di tempat-tempat di mana perlintasan sungai tidak dapat dihindari, sudah termasuk dalam perencanaan, dan sudah melalui peninjauan lapangan, maka perhatian benar-benar perlu dilakukan saat mempersiapkan areal perlintasan sungai seperti yang dijelaskan dalam SOP # 40 sehubungan dengan pembangunan jalan sarad dan tempat penyimpanan balok kayu / TPN. 4.2.9 Penebangan pohon-pohon di daerah penyangga dapat 44 Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.specialV-2.0 PENGELOLAAN WILAYAH KHUSUS SOP # 22 Version 2.0 No. Hal. 4 dilakukan asalkan hasil penebangan tersebut tidak jatuh ke dalam sungai, menutupi saluran sungai atau bila kayu-kayu tersebut dapat di”winch” keluar dari daerah penyangga. Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil 4.3 Zona Penyangga Desa: 4.3.1 Zona penyangga akan ditetapkan di areal desa serta ladang tradisional yang berlokasi di sekitar hutan. 4.3.2 Areal tapal batas desa atau ladang desa ini akan ditetapkan melalui negosiasi dengan para wakil desa yang resmi dan akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang dijelaskan dalam SOP #70+ mengenai Resolusi Konflik. 4.3.3 Penetapan tapal batas areal ladang tradisional serta pemberian tanda akan dilakukan bersama para wakil perusahaan dan desa. 4.3.4 Penetapan semua tapal batas desa akan dilakuakn melalui survai dan akan ditampilkan dalam semua peta perusahaan. 4.3.5 Di daerah penyangga desa tidak diperkenankan dilakukan kegiatan pembalakan kecuali memperoleh persetujuan secara tertulis dari pihak yang berwenang di desa sebagaimana dijelaskan dalam SOP #70+ mengenai Resolusi Konflik. 4.4 Situs dengan nilai budaya khusus: 4.4.2 Dalam kegiatan inventarisasi 100% yang dilakukan dua tahun sebelum pemanenan, tim inventarisasi akan mencatat semua tempat-tempat khusus (seperti Tropical Forest Foundation Lampiran I 4.4.1 Situs pemakaman, tempat yang dianggap keramat atau situs lain yang memiliki nilai budaya atau religius akan diidentifikasikan dan dilindungi. 45 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.specialV-2.0 PENGELOLAAN WILAYAH KHUSUS SOP # 22 Version 2.0 No. Hal. 5 tempat pemakaman, tempat keramat, pohon-pohon yang memiliki nilai budaya tertentu) yang ditemukan dalam survai mereka. Tempat-tempat khusus ini akan ditampilkan dalam peta kontur serta peta posisi pohon yang disiapkan untuk setiap petak sesuai dengan prosedur yang diberikan dalam SOP # 20. 4.4.3 Perusahaan akan melibatkan masyarakat setempat dalam menetapkan zona penyangga yang tepat atau menetapkan perlindungan yang sesuai bagi situs-situs yang memiliki nilai budaya yang signifikan yang telah ditemukan dalam areal penebangan tahunan. 4.4.4 Penandaan Zona ekslusif akan diberikan pada situssitus yang memiliki nilai budaya yang signifikan sebagaimana yang telah didiskusikan dan disetujui besama masyarakat setempat. Zona eksklusif ini juga akan ditampilkan dalam rencana RIL (Pembalakan berdampak rendah) dan peta operasional. 4.5 Spesies pohon yang Dilindungi: 4.5.1 Berikut ini adalah spesies yang tidak diikutsertakan dalam pemanenan komersial sebagaimana yang telah ditetapkan dalam SK Menteri Kahutanan, namun demikian spesies ini dapat dipanen untuk konsumsi lokal melalui izin khusus. Lampiran I • Ulin (Eusideroxylon zwagery) • Pulai (Alstonia scholaris) • Jelutung (Dyera costulata) 46 (Kemungkinan ada tambahan spesies dalam daftar ini. diketahui melalui peraturan daerah yang berlaku) Dapat 4.5.2 Sehubungan dengan hak adat masyarakat setempat, pohon-pohon yang menghasilkan buah seperti durian dan Tengkawang tidak akan ditebang. Pohon Sialang Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.specialV-2.0 PENGELOLAAN WILAYAH KHUSUS SOP # 22 Version 2.0 No. Hal. 6 (pohon-pohon di mana terdapat sarang lebah) juga tidak boleh ditebang. Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil 4.5.3 Spesies yang dilindungi akan diberi tanda, dicatat dan dipetakan sebagaimana dijelaskan dalam SOP #20 sehubungan dengan Inventarisasi dan Pemberian tanda pada pohon. 4.5.4 Situs-situs yang berwawasan ekologis seperti habitat rawa, gua, pohon-pohon tempat pembiakan, dll sedapat mungkin akan diidentifikasikan pada saat dilakukan inventarisasi 100% dan ditampilkan dalam peta perencanaan RIL dan peta operasional. Setelah situs-situs tersebut berhasil diidentifikasikan saat inventarisasi dilaksanakan, informasi yang diperoleh akan dimasukkan kedalam peta perencanaan RIL dan disertakan dalam proses perencanaan RIL. Lampiran I Gambar 22-1 : Batasan Pembalakan Tropical Forest Foundation 47 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.specialV-2.0 1. PERENCANAAN PEMBALAKAN SOP # 24 Version 2.0 No. Hal. 1 LINGKUP Rencana pembalakan yang rinci akan dilakukan berdasarkan petak demi petak dalam seluruh areal operasional (RKT). Tingkat perencanaan ini ditujukan untuk mengarahkan kegiatan pembalakan dan akan memanfaatkan informasi berikut guna memfasilitasikan proses perencanaan: • • • • 2. Peta posisi pohon Peta Kontur Prosedur Standar Operasional (sebagaimana diuraikan dalam SOP # 22 tentang Pengelolaan Wilayah Khusus). Standar Lingkungan (sebagaimana didefinisikan dalam SOP #22 tentang Pengelolaan Wilayah Khusus). TUJUAN Tujuan rencana pembalakan adalah memberi petunjuk yang rinci dan mudah dimengerti sehubungan dengan kegiatan pembalakan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efi siensi kegiatan pembalakan, meningkatkan tahap pemulihan paska penebangan dan memastikan minimisasi dampak lingkungan. Rencana pembalakan yang rinci ditujukan untuk menambah informasi pada rencana Karya Tahunan (RKT). Tujuan khusus dari rencana pembalakan adalah: Lampiran I i) 48 Mendefinisikan batas kegiatan operasional yang berkaitan dengan petunjuk mengenai hambatan lingkungan dan sosial seperti yang dikemukakan dalam SOP #22 mengenai Pengelolaan Wilayah Khusus. ii) Mendefinisikan jaringan ekstraksi maksimum dalam batas hambatan operasional guna mengoptimalkan efi siensi kegiatan pemanenan. iii) Memberikan patokan yang jelas agar seluruh kegiatan lapangan dan pemanenan dapat dikelola dan dipantau. Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.specialV-2.0 3. No. Hal. 2 DAFTAR KEPUSTAKAAN • • • • • 4. PERENCANAAN PEMBALAKAN SOP # 24 Version 2.0 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil TPTI Guidelines / Pedoman TPTI, 151/KPTS/IVBPHH/1993 “Prinsip dan Praktik Pemanenan Hutan di Indonesia” Reduced Impact Logging Guidelines for Indonesia / Pedoman Reduced Impact Logging Indonesia (CIFOR 2001: Elias, Applegate, Kartawinata, Machfudh, Klassen) “Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah” (TFF technical procedures manual) SOP #22 Pengelolaan Wilayah Khusus PROSEDUR 4.1 Tanggungjawab: 4.1.1 Mempersiapkan rencana pembalakan yang rinci merupakan tanggung jawab Staf yang ditunjuk dalam Bidang Perencanaan. 4.1.2 Rencana petak yang rinci harus memperoleh persetujuan Kepala Bidang Perencanaan dan Kepala Bidang Produksi. 4.2 Pemetaan: 4.2.1 Rencana petak yang rinci akan ditambahkan pada peta kontur dan posisi pohon yang memiliki skala operasional yang dibuat sebagai hasil dari inventarisasi 100% (lihat SOP # 20 tentang Kegiatan Inventarisasi (100%) dan Pemetaan Pohon, di samping itu juga SOP # 21 untuk Pembuatan Peta Kontur dan Posisi Pohon). Tropical Forest Foundation Lampiran I 4.2.2 Lembar peta rencana operasional yang rinci yang telah disetujui akan disediakan bagi para penyelia produksi, para mandor yang bertanggung jawab atas berbagai kegiatan pemanenan, untuk ditempatkan pada setiap petak penebangan, dan diberikan kepada setiap 49 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil SOP # 24 STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) Version 2.0 PERENCANAAN PEMBALAKAN TFF.specialV-2.0 No. Hal. 3 penebang dan operator traktor (lihat contoh peta, Gambar 24-1). 4.3 Pertimbangan Operasional mengenai perencanaan - Hambatan Perencanaan jalan sarad dan tempat penimbunan balok kayu / TPN akan dilakukan dengan mempertimbangkan hambatan operasional yang mungkin terjadi seperti: - Jalan sarad harus direncanakan sesuai dengan kondisi kecuraman: Jalan sarad yang baik (Menuruni bukit menuju tempat penyimpanan kayu) 35 % Tanah liat 45 % Tanah berbatu Lampiran I Jalan Sarad yang tidak baik (naik bukit menuju tempat penyimpanan kayu) 50 30 % Tanah liat 35 % Tanah berbatu - Bilamana mungkin, jalan sarad harus berlokasi di atas punggung bukit dengan kelerengan yang tidak terlalu curam. - Rencana yang dibuat harus mampu mengurangi jarak penyaradan dalam batas yang telah ditetapkan berdasarkan pertimbangan lingkungan yang dijelaskan pada bagian 4.4 dari SOP ini. - Penetapan lokasi penyimpanan kayu / TPK harus direncanakan pada lokasi yang memiliki kelerengan yang tidak terlalu curam atau yang berlokasi di atas punggung bukit sehingga memungkinkan drainase yang baik. 4.4 Pertimbangan Perencanaan - Hambatan lingkungan Pertimbangan lingkungan yang perlu diperhatikan saat membuat rencana pembalakan yang rinci mencakup semua Tropical Forest Foundation SOP # 24 STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.specialV-2.0 Version 2.0 PERENCANAAN PEMBALAKAN No. Hal. 4 hambatan lingkungan yang berhasil diidentifikasikan dalam SOP # 22 tentang pengelolaan wilayah khusus dan hal ini mencakup hal berikut: - Sebaiknya jalan sarad tidak melintasi aliran sungai, kecuali bila memang tidak dapat dihindari, Apabila memang harus melintasi aliran sungai, maka perlu diperhatikan agar pemilihan lintasan aliran sungai pada peta haruslah aliran yang menunjukkan kelerengan yang tidak curam. Rencana pelintasan aliran sungai harus dikonfirmasikan di lapangan. - Di zona penyangga riparian, sebaiknya tidak dibangun jalan sarad kecuali bila memang dibutuhkan untuk menyeberangi sungai. - Pada lereng dengan kemiringan > 50% sebaiknya tidak dibangun jalan sarad kecuali memang diperlukan untuk mengakses areal dengan kemiringan yang tidak begitu curam. Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil 4.5 Mempersiapkan perencanaan: Rencana pembalakan yang rinci akan dipersiapkan sesuai dengan prinsip dan petunjuk yang diberikan dalam manual, “Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah”. Rencana pembalakan yang rinci ini akan dibuat berdasarkan peta kontur dan posisi pohon yang memiliki skala operasional. Persiapan dalam membuat rencana ini akan mencakup langkah-langkah berikut: 2. Mengidentifikasi beberapa penyimpanan balok kayu / TPK. 3. Mengidentifikasi sub-petak kemungkinan berdasarkan batas lokasi Lampiran I 1. Memastikan bahwa peta yang digunakan dalam menyusun perencanaan memiliki semua informasi yang dibutuhkan termasuk semua jalan utama yang ada maupun yang sedang direncanakan pembangunannya. alami Tropical Forest Foundation 51 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.specialV-2.0 PERENCANAAN PEMBALAKAN SOP # 24 Version 2.0 No. Hal. 5 (sungai) dan lokasi tempat penyimpanan balok kayu (TPk). Batas dari sub-petak ini harus sesuai dengan batas penyaradan. 4. Dalam peta kontur memberi tanda pada semua wilayah yang memiliki kemiringan lebih dari 50%. 5. Memberi tanda pada semua zona penyangga riparian 6. Memberi tanda pada posisi semua pohon yang memiliki potensi komersial 7. Memproyeksikan jaringan jalan sarad yang mempertimbangkan hambatan dalam perencanaan operasional dan lingkungan sebagaimana yang telah didefinisikan di atas. 4.6 Rencana Tertulis: Untuk setiap petak akan disiapkan satu rencana tertulis. Rencana tertulis ini dibuat berdasarkan peta rencana pembalakan yang menunjukkan bagaimana petak akan dibagi menjadi unit-unit operasional atau sub-petak, dengan menggunakan batas alam atau pembatasan kegiatan pembalakan berdasarkan pertimbangan topografi s (Lihat contoh peta, Gambar 24-1). Lampiran I Rencana tertulis ini akan memuat ringkasan table tentang sub-petak dan akan menunjukkan areal yang akan ditebang (dalam hektar), jumlah pohon potensial berdasarkan spesies serta volume yang akan ditebang berdasarkan spesies. 52 Rencana tertulis ini juga akan memuat informasi tentang areal yang terdapat dalam peta, yang membutuhkan perhatian atau perlindungan khusus seperti kawasan yang memiliki nilai budaya khusus, nilai ekologis, informasi tentang spesies yang dilindungi, dll. Rencana tertulis ini juga akan mengidentifikasikan staf yang bertanggung jawab untuk mengimplementasi, mensupervisi, Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.specialV-2.0 PERENCANAAN PEMBALAKAN SOP # 24 Version 2.0 No. Hal. 6 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Lampiran I Gambar 24-1 : Contoh Perencanaan Pembalakan Tropical Forest Foundation 53 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Skid-TPN / V-2.0 1. PENETAPAN LOKASI JALAN SARAD DAN TPN SOP # 25 Version 2.0 No. Hal. 1 LINGKUP Petunjuk ini menjelaskan lokasi dari semua tempat penimbunan kayu, jalan sarad dan memberikan standar serta prosedur dasar dari kegiatan-kegiatan tersebut. 2. TUJUAN 2.1 Menempatkan tempat penimbunan kayu sedemikian rupa sehingga mampu meminimalkan hilangya area hutan produktif dan tetap dapat memberikan lingkungan kerja yang efi sien serta aman saat memuat kayu balok. 2.2 Memandu penetapan lokasi jalan sarad agar dapat mengoptimalkan jarak penyaradan dan menetapkan jaringan jalan sarad yang dapat mengurangi masalah dampak dari penebangan. Lampiran I 2.3 Menempatkan lokasi jalan sarad melalui cara yang dapat mengurangi dampak dari proses penebangan pada tegakan sisa, pada lapisan tanah, dan pada hidrologi hutan. 3. DAFTAR KEPUSTAKAAN • “Principles and Practices for Forest Harvesting in Indonesia” • TPTI Guidelines / Pedoman TPTI, 151/KPTS/IVBPHH/1993 • Reduced Impact Logging Guidelines for Indonesia (CIFOR 2001: Elias, Applegate, Kuswata, Machfudh, Klassen) • “Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah” (TFF technical procedures manual) • SOP #24 Persiapan Perencanaan Logging 4. PROSEDUR 4.1 Tempat Penimbunan Kayu (TPN) 4.1.1 TPN akan dibuat di luar areal di mana tidak akan 54 Tropical Forest Foundation SOP # 25 STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Skid-TPN / V-2.0 Version 2.0 PENETAPAN LOKASI JALAN SARAD DAN TPN No. Hal. 2 dilakukan pemanenan dan yang sedikitnya berjarak 50 meter dari tepi sungai. Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil 4.1.2 Dimana memungkinkan, TPn akan dibuat di areal yang berlokasi di atas punggung bukit dan/atau di areal dengan kemiringan yang tidak terlalu curam dengan drainase yang baik. 4.1.3 Lokasi TPn ditempatkan sedemikian mengoptimalkan jarak penyaradan. rupa untuk 4.1.4 Bilamana diperlukan suatu TPn besar, maka luasnya tidak boleh melebih 900 m2. Ukuran TPn biasanya sudah mencakup areal penumpukan kayu dan areal pekerjaan. Ukuran TPn ditentukan berdasakan jumlah balok kayu yang diperkirakan akan disarad menuju TPn tersebut. Informasi ini dapat diperoleh melalui peta kontur serta peta posisi pohon setelah membuat rencana jalan sarad. 4.1.5 Pembangunan TPn akan dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak pohon-pohon yang terdapat di sekitarnya, juga utk memastikan adanya drainase yang baik. 4.2 Menentukan Lokasi Jalan Sarad 4.2.1 Jalan sarad akan ditempatkan serta diberi tanda oleh staf Bagian Perencanaan. Jalan sarad dapat ditandai dengan tanda plastik atau cat yang mudah diikuti oleh operator traktor. 4.2.3 Lokasi jalan sarad akan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menghindari perubahan arah yang tibaTropical Forest Foundation Lampiran I 4.2.2 Lokasi jalan sarad akan dibuat berdasarkan rencana pembalakan dengan mempertimbangkan semua standar operasional dan lingkungan. 55 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Skid-TPN / V-2.0 PENETAPAN LOKASI JALAN SARAD DAN TPN SOP # 25 Version 2.0 No. Hal. 3 tiba. Hal ini ditujukan untuk mengurangi kerusakan sisa tegakan pohon yang letaknya berdekatan dengan jalan sarad dan memastikan bahwa kayu balok tidak akan tertahan pada jalan sarad yang lokasinya kurang baik karena adanya perubahan arah jalan sarad yang terjadi secara tiba-tiba. 4.2.4 Apabila kondisi tanah dan lereng tidak memungkinkan implementasi rencana pembalakan, atau apabila pohon yang terdapat dalam peta ternyata tidak memenuhi syarat untuk ditebang, maka rencana pembalakan dapat dimodifikasi di lapangan. Lampiran I 4.2.5 Penempatan lokasi akhir dari jalan sarad serta TPn akan digambarkan secara tepat pada peta rencana pembalakan. Kopi dari peta ini harus disediakan bagi supervisor pembalakan, mandor serta semua penebang dan operator traktor di setiap petak penebangan. 56 Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Skid-TPN / V-2.0 1. PEMBANGUNAN JALAN SARAD DAN TEMPAT PENIMBUNAN KAYU / TPN SOP # 40 Version 2.0 No. Hal. 1 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil LINGKUP Penyaradan mencakup semua kegiatan yang berkaitan dengan pembukaan hutan sehubungan dengan persiapan kegiatan penebanagan dan penyaradan. Dua kegiatan utama dalam SOP ini adalah: • • Persiapan pembangunan TPn. Pembukaan jaringan jalan sarad. Diasumsikan bahwa operator traktor hanya sarad di lokasi yang telah ditetapkan dan berdasarkan prosedur serta standar yang SOP # 25 mengenai penandaan jalan Sarad akan membuka jalan ditandai di lapangan dikemukakan dalam dan Lokasi TPn. Asumsi dasar adalah bahwa operator traktor akan mentaati petunjuk serta standar yang jelas sehubungan dengan pembukaan hutan yang mampu memperkecil dampak pada seluruh asas sumber daya alam, dan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan efi siensi produksi. 2. TUJUAN 2.1 Membangun TPn sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi hilangnya kawasan hutan produksi dan pada saat yang bersamaan masih dapat memberikan lingkungan kerja yang efi sien dan aman guna melakukan pengumpulan, penyimpanan serta pemuatan kayu balok. Tropical Forest Foundation Lampiran I 2.2 Membuka lokasi jalan sarad sesuai dengan perencanaan yang dibuat sebelum kegiatan penebangan dimulai guna memfasilitasi kegiatan penebangan dan proses ekstraksi. Di samping itu juga untuk mengurangi dampak pada lapisan tanah hutan, sungai dan tegakan sisa. 57 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Skid-TPN / V-2.0 3. No. Hal. 2 DAFTAR PUSTAKA • • • • • • 4. PEMBANGUNAN JALAN SARAD DAN TEMPAT PENIMBUNAN KAYU / TPN SOP # 40 Version 2.0 “Principles and Practices for Forest Harvesting in Indonesia” TPTI Guidelines / Pedoman TPTI, 151/KPTS/IVBPHH/1993 Reduced Impact Logging Guidelines for Indonesia / (CIFOR, 2001: Elias, Applegate, Kartawinata, Machfudh, Klassen) SOP #25 Penandaan jalan sarad dan TPN “Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah” (TFF technical procedures manual). “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan Berdampak Rendah” (TFF technical procedures manual). PROSEDUR 4.1 Tempat penimbunan kayu (TPN) 4.1.1 Seorang supervisor atau staf bagian perencanaan akan memberi tanda pada areal TPn sebelum operator traktor mulai melakukan kegiatan pembersihan. 4.1.2 TPn tidak akan dibangun di kawasan di mana tidak diperkenankan dilakukan pemanenan dan sedikitnya harus berjarak 50 m dari tepi sungai. Lampiran I 4.1.3 Dimana dimungkinkan TPn dibangun di lokasi areal yang terletak di atas punggung bukit dengan kelerengan yang tidak begitu curam dan memiliki drainase yang baik. 58 4.1.4 TPn dibangun di lokasi yang dapat meningkatkan jarak penyaradan. 4.1.5 Ukuran TPn ditetapkan berdasarkan volume balok kayu yang diperkirakan akan dibawa ke TPn tersebut. Sebelum membangun TPn, harus melihat peta Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Skid-TPN / V-2.0 PEMBANGUNAN JALAN SARAD DAN TEMPAT PENIMBUNAN KAYU / TPN SOP # 40 Version 2.0 No. Hal. 3 perencanaan pemanenan yang menunjukan lokasi jalan sarad serta posisi pohon. Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil 4.1.6 Di mana diperlukan TPn yang besar, maka perlu diperhatikan bahwa ukurannya tidak boleh melebihi 900m2. Ukuran TPn mencakup areal pembuangan serta areal kerja. 4.1.7 Pembangunan TPn harus dilakukan secara hati-hati sehingga tidak merusak pohon-pohon yang tumbuh di sekitarnya dan juga guna memastikan adanya drainase yang baik. Drainase sebaiknya diarahkan ke hutan didekatnya. 4.2 Membuka jalan sarad 4.2.1 Jalan sarad akan dibuka di tempat yang telah ditetapkan dan diberi tanda di lapangan oleh Bidang Perencanaan. 4.2.2 Jalan sarad akan dibuka di setiap petak penebangan sebelum kegiatan penebangan dimulai. 4.2.3 Pada saat pembukaan jalan sarad, harus diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan pada lapisan tanah. Operator traktor akan menjaga mata pisau traktor tetap di atas kecuali bila lokasi jalan sarad tersebut memerlukan pemotongan pada bagian dengan kelerengan yang curam. Tropical Forest Foundation Lampiran I 4.2.4 Operator Chainsaw/pemegang gergaji mesin sebaiknya mengikuti operator traktor guna memotong pohonpohon tua yang mungkin akan memblokir jalan sarad atau memotong pohon guna membuka jalan sarad tersebut. Hal ini ditujukan untuk mengurangi kerusakan pada pohon-pohon yang tumbuh di sekitar jalan sarad dan memudahkan traktor menyingkirkan sisa-sisa kayu yang berserakan. 59 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Skid-TPN / V-2.0 PEMBANGUNAN JALAN SARAD DAN TEMPAT PENIMBUNAN KAYU / TPN SOP # 40 Version 2.0 No. Hal. 4 Gambar 40-1 : Membuat tempat penyeberangan dari kayu log pada sungai kecil. Lampiran I 4.2.5 Di mana perlintasan sungai tidak dapat dihindari dan merupakan bagian dari lokasi jalan sarad yang direncanakan, maka akan diletakkan balok kayu di sungai guna memberi semacam landasan saat mesin menyeberangi sungai. Pemegang gergaji mesin akan menebang pohon dan memotongnya dengan ukuran yang sesuai bila dianggap perlu untuk membuat landasan penyeberangan. 60 4.2.6 Sebaiknya luas jalan sarad tidak melebihi ukuran mata pisau yang terdapat pada traktor. Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Utility / V-2.0 1. STANDAR PEMANFAATAN SOP # 41 Version 2.0 No. Hal. 1 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil LINGKUP Standar pemanfaatan mendasari kebijakan perusahaan tentang bagian mana dari pohon yang telah ditebang akan dibawa keluar hutan untuk digunakan pada pabrik pemrosesan kayu di hilir. Standar pemanfaatan adalah bagian konfigurasi industri perusahaan, sebagai akibatnya akan berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Standar pemanfaatan ini juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah sedemikian rupa sehingga perusahaan memiliki peluang memilih jenis pohon yang akan ditebang dan seefektif mana pohon yang sudah ditebang itu akan dimanfaatakan. SOP ini merupakan petunjuk pengelolaan yang digunakan untuk menetapkan kebijakan pemanfaatan perusahaan. Merupakan kebijakan perusahaan untuk meningkatkan pemulihan volume sisa dari pohon-pohon yang telah ditebang. Diakui bahwa para penebang merupakan pembuat keputusan utama dalam pengelolaan hutan. Juga diakui bagaimana seorang penebang mengubah pohon menjadi balok kayu adalah penentu utama yang paling penting untuk dapat melihat efektivitas pemanfaatan pohon. Lebih lanjut dikatakan bahwa implementasi akhir kebijakan perusahaan tentang pemanfaatan di tingkat hutan ditentukan oleh scaler di TPn. 2. TUJUAN Tropical Forest Foundation Lampiran I Tujuan dari SOP ini adalah untuk menjelaskam kebijakan perusahan tentang pemanfaatan di tingkat hutan guna memastikan bahwa semua kegiatan penebangan, pemotongan dapat mencapai pemanfaatan maksimum sumber daya kayu bagi industri. 61 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Utility / V-2.0 3. No. Hal. 2 DAFTAR PUSTAKA • • • • • • • • 4. STANDAR PEMANFAATAN SOP # 41 Version 2.0 “Principles and Practices for Forest Harvesting in Indonesia” “Reduced Impact Logging Guidelines for Indonesia” / (CIFIR, 2001: Elias, Applegate, Kartawinata, Machfudh, Klassen) Indonesia Grading Rules Ministry of Forests, Decree 212/KPTS/IV-PHH/90 “Technical Guidelines for Minimization and Utilization of Logging Waste” (Pedoman Teknis Penekanan dan Pemanfaatan Kayu Limbah Pembalokan) “Chainsaws in Tropical Countries”, 1980, FAO Training Series 2 “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan Berdampak Rendah” (TFF technical procedures manual) SOP #42, Penebangan dan Pemotongan SOP #44, Persiapan dan Pengukuran PROSEDUR Standar pemanfaatan ini akan mengarahkan kegiatan pembalakan perusahaan sehingga dapat mencapai pemulihan maksimum dari pohon yang sudah ditebang dan guna menghindari penebangan pohon yang tidak memenuhi standar pemanfaatan perusahaan. 4.1 Tanggung jawab: Lampiran I 4.1.1 Supervisor pembalakan atau (mandor pembalakan) bertanggung jawab memastikan keefektifan implementasi kebijakan mengenai pemanfaatan ini. 62 4.1.2 Setiap penebang dilengkapi dengan buku saku kecil tentang standar bucking agar kebijakan pemanfaatn ini dipahami dan diimplementasikan secara benar. 4.2 Spesies: Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Utility / V-2.0 STANDAR PEMANFAATAN SOP # 41 Version 2.0 No. Hal. 2 (Memberikan kepada para penabang daftar spesies pohon yang boleh ditebang. Daftar ini akan berbeda dari satu perusahaan dengan perusahaahn lain karena sangat bergantung pada persyaratan perusahaan serta hambatan transportasi yang mungkin dialami). Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil Juga memberikan kepada para penebang daftar dari pohon2 yang dilindungi. 4.3 Penebangan: 4.3.1 Hanya pohon-pohon dengan spesies komersial dan bebas cacat yang akan ditebang. 4.3.2 Tinggi penebangan pohon tidak berbanir harus sedekat mungkin dengan tanah. Sedangkan penebangan pohon yang berbanir tinggi penebangan tidak boleh lebih dari titik di mana diameter dari batang mulai melebur ke bagian banir dari pohon. 4.4 Toleransi Kerusakan: Toleransi terhadap kerusakan sangat khusus bagi perusahaan. Setiap perusahaan perlu mengembangkan batas toleransi terhadap berbagai bentuk kerusakan dan memastikan bahwa mandor pembalakan, supervisor, penebang, dan scaler benarbenar mengetahui standar yang telah ditetapkan. 4.4.1 Lubang pada batang pohon masih dapat ditolerir bila batang pohon tersebut memiliki diameter lebih dari 50 cm asalkan maksimum diameter dari lubang tersebut tidak melebihi 25% dari diameter balok kayu. 4.4.3 Spiral grain / Pelintir : umumnya tidak diperkenankan. Toleransi yang diberikan pada spiral grain perlu dijelaskan. Tropical Forest Foundation Lampiran I 4.4.2 Mata kayu : toleransi sehubungan dengan jumlah mata kayu per meter dan ukuran dari mata kayu harus benarbenar dirinci. 63 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Utility / V-2.0 STANDAR PEMANFAATAN SOP # 41 Version 2.0 No. Hal. 3 4.4.4 ‘Mata buaya : umumnya hanya diperkenankan untuk kayu gergaji. 4.4.5 Ring shake / Pecah melingkar : umumnya diperkenankan untuk kayu gergaji dengan batas toleransi maksimum. 4.4.6 Hati pinggir : Derajat toleransi umumnya dijelaskan untuk kayu lapis; dan biasanya masih ditolerir untuk kayu gergaji. 4.5 Diameter dan Panjang: 4.5.1 Minimum diameter dibawah kulit pohon adalah 30 cm. Lampiran I 4.5.2 Minimum panjang batang pohon, bebas mata kayu / knot free yang masih ditolerir pada kegiatan bucking adalah sepanjang 2m. (Lihat gambar). 64 Gambar 41-1 : Perbaikan pemanfaatan volume kayu dari batang pohon. Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Utility / V-2.0 STANDAR PEMANFAATAN SOP # 41 Version 2.0 No. Hal. 4 4.6 Bucking: Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil 4.6.1 Panjang batang kayu yang diperlukan untuk bucking umumnya ditetapkan secara khusus oleh perusahaan. 4.6.2 Banir yang perlu di potong dari titik di mana diameter balok kayu mulai mengecil. Sisa pinggiran akan di potong pada lokasi penebangan. 4.6.3 Apabila melakukan bucking / pemotongan pada mahkota pohon, pastikan bahwa bagian batang pohon tanpa mata kayu sepanjang 2 m disertakan pada bagian atas balok kayu. Cabang atau mata kayu yang menonjol keluar akan di potong di lokasi penebangan. Lampiran I Tropical Forest Foundation 65 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Felling_B / V-2.0 1. PENEBANGAN DAN BUCKING SOP # 42 Version 2.0 No. Hal. 1 LINGKUP Penebangan pohon serta bucking merupakan kegiatan yang sangat signifikan dalam pengelolaan hutan karena: • Cara penebangan pohon membawa dampak pada tegakan sisa yang harus dilindungi untuk pemanenan di masa depan, oleh karenanya, kegiatan penebangan memiliki dampak langsung pada keberlanjutan fungsi produksi dari hutan. • Penebangan juga dapat memberi pengaruh yang signifikan pada produktivitas jalan sarad, dan oleh karenanya juga memiliki pengaruh langsung pada produktivitas operasional. • Penebangan dan bucking merupakan tugas-tugas yang cukup beresiko karena sering mengakibatkan insiden luka dan fatal pada kegiatan hutan. Oleh karena itu pertimbangan mengenai segi keamanan sangat penting. • Bucking dari pohon yang sudah ditebang merupakan tindakan yang sangat signifikan yang dapat digunakan untuk memastikan peningkatan pemanfaatan hutan sehingga oleh karenanya memiliki signifikansi financial yang cukup tinggi. Lampiran I SOP ini mencakup semua aspek yang berkaitan dengan penebangan dan bucking, dan oleh karenanya merupakan salah satu aspek utama dari realisasi kebijakan perusahaan tentang pemanfaatan (SOP # 41). 66 2. TUJUAN Tujuan dari SOP ini berkaitan dengan kegiatan penebangan serta bucking. Beberapa tujuan khusus dari SOP ini adalah untuk memastikan: Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Felling_B / V-2.0 PENEBANGAN DAN BUCKING SOP # 42 Version 2.0 No. Hal. 2 Penebangan: 2.1 Pohon-pohon ditebang scara aman. Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil 2.2 Pohon-pohon ditebang sedemikian rupa sehingga akan memudahkan kegiatan ektraksi menghasilkan produksi yang efi sien. 2.3 Kerusakan pada pohon-pohon yang akan ditebang di kemudian hari dan pada pohon-pohon yang dilindungi semakin berkurang. 2.4 Pohon ditebang sedemikian rupa sehingga kerusakannya dapat diminimisasikan dan pohon tidak akan ditebang ke arah posisi di mana tidak dapat dilakukan ekstraksi. 2.5 Pengamatan terhadap zona penyangga dan kawasan yang dilindungi. Bucking: 2.6 Bucking terhada pohon dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan pemulihan kayu sesuai dengan standar pemanfaatan perusahaan. 2.7 Bucking dilakukan secara aman. 2.8 Melaksanakan kebijakan pemerintah dan perusahaan mengenai pencatatan kayu balok dan pemantauan kegiatan produksi. 3. DAFTAR PUSTAKA • • • Tropical Forest Foundation Lampiran I • “Principles and Practices for Forest Harvesting in Indonesia” “Reduced Impact Logging Guidelines for Indonesia”, (CIFOR 2001: Elias, Applegate, Kartawinata, Machfudh, Klassen) Indonesia Grading Rules “Chainsaws in Tropical Countries, 1980, FAO Training 67 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Felling_B / V-2.0 • • • • 4. PENEBANGAN DAN BUCKING SOP # 42 Version 2.0 No. Hal. 3 Series 2 “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan Berdampak Rendah” (TFF technical procedures manual) SOP #41 Standar Pemanfaatan SOP #22 Pengelolaan Wilayah Khusus Ada kemungkinan perusahaan akan mengembangkan buku pegangan mengenai standar penebangan dan bucking yang mencakup petunjuk pemanfaatan. Buku petunjuk ini sebaiknya memiliki ukuran yang mudah dimasukkan ke dalam kantung lengkap dengan ilustrasi dan dibagikan kepada setiap penebang. PROSEDUR 4.1 Tanggung Jawab: 4.1.1 Setiap penebang memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa tujuan serta prosedur dari SOP ini dilaksanakan. 4.1.2 Supervisor serta mandor para penebang bertanggung jawab untuk memastikan semua penebang dibawah tanggung jawabnya mentaati peraturan yang berlaku. 4.2 Keamanan para Penebang: 4.2.1 Perusahaan melengkapi para penebang dengan peralatan dasar demi keamanan mereka seperti helm, sarung tangan dan lain-lain. Lampiran I 4.2.2 Gergaji mesin dilengkapi dengan alat keamanan dasar seperti rem rantai. 68 4.2.3 Pengawas para penebang memastikan bahwa para penebang menggunakan peralatan keamanan dasar selama jam kerja. 4.2.4 Para penebang menjaga keamanan di lokasi kerja dengan jalan: Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Felling_B / V-2.0 PENEBANGAN DAN BUCKING SOP # 42 Version 2.0 No. Hal. 4 - Memperkirakan arah jatuhnya pohon; - Membersihkan lokasi sekitar pohon yang akan ditebang - Memilih dan membersihkan dua jalur penyelamatan di setiap saat penebangan. - Memeriksa kemungkinan adanya hal-hal yang dapat menghambat kegiatan penebangan, cabang pohon atau tajuk mahkota yang berkaitan satu dengan lainnya - Menggunakan undercuts yang sesuai untuk pohon yang tegak, pohon yang miring, dll berdasarkan manual prosedur teknis. - Melaksanakan prosedur peringatan setiap saat sebelum kegiatan penebangan dilakukan. - Menjaga jarak yang aman antar para penebang. 4.3 Pertimbangan mengenai membuat keputusan penebangan: Kerangka Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil dalam Bagi para penebang prosedur penebangan perlu dilihat sebagai “kerangka kerja dalam membuat keputusan”. Berikut ini beberapa petunjuk yang perlu dipertimbangkan para penebang sebelum menebang pohon. Proses pembuatan keputusan ini bisa mencakup seluruh atau sebagian dari pertimbangan berikut. 4.3.1 Menentukan apakah pohon yang akan ditebang itu termasuk spesies serta memiliki kualitas yang diinginkan. Apabila penebang memperkirakan pohon yang akan ditebang itu berlubang, ia dapat membuat potongan vertical guna menentukan diameter dari lubang tersebut. Tropical Forest Foundation Lampiran I 4.3.2 Saat menentukan arah jatuhnya pohon, penebang perlu mempertimbangkan hal-hal seperti: - Secara alami batang pohon cenderung condong ke arah mana - Lokasi dari jalan sarad terdekat, dengan demikian arah jatuh pohon dapat disesuaikan dengan jalan 69 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Felling_B / V-2.0 PENEBANGAN DAN BUCKING SOP # 42 Version 2.0 No. Hal. 5 sarad untuk memudahkan ekstraksi. - Lokasi pohon inti untuk penebangan di masa depan yang letaknya berdekatan - Hindari untuk melakukan penebangan pohon yang arah jatuhnya langsung ke lapangan yang bergelombang guna mengurangi risiko patahnya batang pohon utama saat penebangan dilakukan. 4.3.3 Melakukan penebangan di kawasan curam (kemiringan >50%) hanya diperkenankan bila hasilnya dapat diekstraksi melalui winching. 4.3.4 Setiap saat perlu memperhatikan petunjuk mengenai zona penyangga serta kawasan yang dilindungi sebagaimana yang dijelaskan dalam SOP #22. Tidak diperkenankan melakukan penebangan yang hasilnya akan langsung masuk atau melintasi sungai. 4.4 Bucking guna meningkatkan pemanfaatan Merupakan kebijakan perusahaan untuk melakukan bucking guna meningkatkan pemulihan sebagaimana yang dikemukakan dalam SOP #41. Disarankan agar setiap perusahaan mengembangkan buku atau kartu kecil yang telah dilaminasi yang dapat menjelaskan standar pemanfaatan yang harus diikuti para penebang. Lampiran I 4.5 Adminstrasi kayu balok 70 Apabila pohon telah ditebang (dan dibucking bilamana perlu), penebang akan menyimpan bagian dari label pohon yang berwarna merah utk catatan produksinya. Bagian lain dari label tersebut akan di tempatkan pada bagian ujung balok kayu dan bagian ketiga akan ditempatkan pada tungak sisa. Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Felling_B / V-2.0 PENEBANGAN DAN BUCKING SOP # 42 Version 2.0 No. Hal. 6 Tropical Forest Foundation Lampiran I Gambar 42-1 : Kerangka pengambilan keputusan untuk penebang. Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil 71 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Extract / V-2.0 1. KEGIATAN EKSTRAKSI SOP # 43 Version 2.0 No. Hal. 1 LINGKUP Penyaradan mencakup semua kegiatan yang berhubungan dengan ekstraksi balok kayu dari hutan ke tepi jalan utama atau TPn. 2. TUJUAN 2.1 Melakukan kegiatan ekstraksi balok kayu dengan cara yang paling efi sien. 2.2 Mengurangi dampak proses ekstraksi pada tegakan sisa, lapisan tanah, serta pada hidrologi hutan. 3. DAFTAR KEPUSTAKAAN • • • • • 4. “Principles and Practices for Forest Harvesting in Indonesia” TPTI Guidelines / Pedoman TPTI, 151/KPTS/IVBPHH/1993 Reduced Impact Logging Guidelines for Indonesia / (CIFIR, 2001: Elias, Applegate, Kartawinata, Machfudh, Klassen) SOP #40 Jalan Sarad dan TPN “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan Berdampak Rendah” (TFF technical procedures manual). PROSEDUR Lampiran I 4.1 Tanggung Jawab: 72 4.1.1 Setiap operator traktor memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa tujuan serta prosedur SOP ini diimplementasi. 4.1.2 Supervisor pembalakkan atau Mandor bertanggung jawab untuk memastikan operator traktor di bawah tanggungjawabnya mentaati secara menyeluruh peraturan yang berlaku. Tropical Forest Foundation STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Extract / V-2.0 KEGIATAN EKSTRAKSI SOP # 43 Version 2.0 No. Hal. 2 4.1.3 Operator traktor bertanggung jawab merawat traktornya dan memastikan traktor tersebut selalu berada dalam kondisi yang baik. Di samping itu operator traktor juga bertanggung jawab atas traktornya dan perawatan mesinnya sehingga traktor tersebut selalu berada dalam kondisi baik. Operator traktor juga perlu melakukan prosedur pemeriksaan keamanan dan operasional harian juga sebelum memulai pekerjaannya. Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil 4.2 Penyaradan 4.2.1 Operator traktor membatasi geraknya hanya pada jalan sarad yang sudah disetujui dan sudah dibuka. Apabila jelas terlihat adanya kebutuhan akan jalan sarad yang baru, sehubungan dengan kegiatan penebangan dan penyaradan, atau karena terlewatkan oleh Bagian Perencanaan, maka operator traktor perlu menghubungi supervisornya untuk memperoleh petunjuk. 4.2.2 Bila memungkinkan sling/tali baja dan winch akan digunakan untuk mengakses balok kayu yang baru ditebang, dengan jarak masksimum 20m dari jalan sarad. 4.2.3 Apabila traktor harus menjauhi jalan sarad untuk mendapat akses ke pohon, operator traktor harus memundurkan posisi traktor sedemikian rupa sehingga memungkinkan dilakukan winching. 4.2.4 Jika memungkinkan, jalan sarad bisa memasuki TPn dengan cara menanjak guna menghindari tergelincir saat memasuki areal penyimpanan kayu/ TPN. Tropical Forest Foundation Lampiran I 4.3 Turunnya Hujan Kegiatan penyaradan berhenti bila hujan turun dan baru akan mulai kembali sedikitnya empat jam setelah hujan berhenti. 73 Contoh Prosedur Standar Operasional (SOP) Pertimbangan Manajemen Untuk Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah Yang Berhasil STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) TFF.Extract / V-2.0 KEGIATAN EKSTRAKSI SOP # 43 Version 2.0 No. Hal. 3 4.4 Keamanan Bekerja 4.4.1 Operator traktor sebaiknya tidak mulai melakukan kegiatan winching balok kayu hingga ia menerima petunjuk yang jelas dari chockerman. Lampiran I 4.4.2 Chockerman akan membimbing operator traktor ke balok kayu berikut dan memberi indikasi posisi terbaik guna mengakses balok kayu. 74 Tropical Forest Foundation The Tropical Forest Foundation Manggala Wanabakti Build., Block IV, 7th Floor, Room 718B Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270, Indonesia