SPO-RAD-2016-Revisi

advertisement
PELAYANAN PASIEN INSTALASI RAWAT INAP
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.01
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pelayanan pasien yang dimaksud adalah tahap-tahap yang harus
dilaksanakan untuk mendapatkan pelayanan, khususnya radiologi.
Tujuan
:
Untuk memudahkan pelaksanaan pelayanan radiologi bagi pasien
Instalasi Rawat Inap
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi dilakukan selama 24 jam dengan
ketentuan jaga dinas pagi pada jam kerja secara onsite dan jaga
dinas siang / malam secara on call. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Pasien yang akan diperiksa mendaftar terlebih dahulu pada
bagian administrasi Instalasi Radiologi dengan membawa surat
permintaan tindakan pelayanan radiologi yang berisi data pasien,
jenis pemeriksaan serta indikasi klinis dari dokter pengirim.
2. Petugas administrasi radiologi menuliskan data pasien pada buku
registrasi pasien radiologi, serta membuatkan billing radiologi
rawat inap yang dilampirkan di dalam buku rekam medis pasien.
3. Pasien yang telah mendaftar dipersilakan menunggu di ruang
tunggu.
4. Petugas radiologi memanggil pasien untuk dilakukan identifikasi
pasien sesuai SPO, selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologi
dengan didampingi petugas bangsal hingga pemeriksaan selesai
dilaksanakan.
5. Setelah pemeriksaan selesai, pasien dipersilakan menunggu
kembali di ruang tunggu.
6. Petugas radiologi memastikan foto telah jadi, bila kualitas foto
belum optimal,maka dilakukan pengulangan foto dan bila tidak
memungkinkan dilakukan pengulangan foto maka petugas
radiologi membatalkan pemeriksaan dengan memberikan
keterangan tentang penyebabnya pada status pasien.
7. Bila pemeriksaan telah selesai, pasien bisa kembali lagi ke
bangsal dengan diantar petugas bangsal.
8. Petugas bangsal mengambil hasil pemeriksaan foto dalam
waktu paling lambat 2x24 jam dengan menandatangani buku
pengambilan hasil foto.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Instalasi Rawat Inap, Uper
PELAYANAN PASIEN INSTALASI RAWAT
JALAN
No. Dokumen :
03.08.02
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pelayanan pasien yang dimaksud adalah tahap-tahap yang harus
dilaksanakan untuk mendapatkan pelayanan, khususnya radiologi
Tujuan
:
Untuk memudahkan pelaksanaan pelayanan radiologi bagi pasien
Instalasi Rawat Jalan
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi dilakukan selama 24 jam dengan
ketentuan jaga dinas pagi pada jam kerja secara onsite dan jaga
dinas siang / malam secara on call. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Pasien
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Unit Terkait
:
Referensi
:
yang akan diperiksa mendaftar terlebih dahulu pada
bagian administrasi Instalasi Radiologi dengan membawa surat
permintaan tindakan pelayanan radiologi yang berisi data pasien,
jenis pemeriksaan serta indikasi klinis dari dokter pengirim.
Pasien atau keluarga pasien melengkapi tagihan administrasi ke
bagian uper dengan membawa billing radiologi rawat jalan dari
radiologi.
Setelah administrasi dilengkapi serta billing tagihan diserahkan
kembali kepada petugas radiologi maka pasien dipersilakan
menunggu di ruang tunggu radiologi.
Petugas radiologi memanggil pasien untuk dilakukan identifikasi
pasien sesuai SPO, selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologi
dan jika diperlukan, pihak keluarga/ pengantar pasien membantu
jalannya pemeriksaan.
Setelah pemeriksaan selesai, pasien dipersilahkan menunggu
kembali di ruang tunggu.
Petugas radiologi memastikan foto telah jadi, bila kualitas foto
belum optimal,maka dilakukan pengulangan foto dan bila tidak
memungkinkan dilakukan pengulangan foto, petugas radiologi
membatalkan pemeriksaan dengan memberikan keterangan
tentang penyebabnya pada status pasien.
Bila pemeriksaan telah selesai, pasien bisa pulang dan hasil bisa
diambil pada waktu yang telah dijanjikan.
Pengambilan hasil radiologi dilakukan paling lambat 2x24 jam
dengan menandatangani buku pengambilan hasil foto.
Instalasi Rawat Jalan, Uper
PELAYANAN PASIEN INSTALASI RAWAT
DARURAT
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
No. Dokumen :
03.08.03
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pelayanan pasien yang dimaksud adalah tahap-tahap yang harus
dilaksanakan untuk mendapatkan pelayanan, khususnya radiologi.
Tujuan
:
Untuk memudahkan pelaksanaan pelayanan radiologi bagi pasien
Instalasi Rawat Darurat.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi dilakukan selama 24 jam dengan
ketentuan jaga dinas pagi pada jam kerja secara onsite dan jaga
dinas siang / malam secara on call Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Keluarga pasien yang akan diperiksa mendaftar dahulu pada
bagian administrasi Instalasi Radiologi dengan membawa surat
permintaan tindakan pelayanan radiologi yang berisi data pasien,
jenis pemeriksaan serta indikasi klinis dari dokter pengirim.
2. Petugas administrasi radiologi menuliskan data pasien pada buku
registrasi pasien radiologi, serta membuatkan billing radiologi
yang dilampirkan di dalam buku rekam medis pasien.
3. Pasien yang telah mendaftar dipersilakan masuk ruang
pemeriksaan untuk dilakukan identifikasi pasien sesuai
SPO,selanjutnya dilakukan pemeriksaan hingga pemeriksaan
selesai.
4. Setelah pemeriksaan selesai, pasien dipersilakan menunggu
kembali di ruang tunggu.
5. Petugas radiologi memastikan foto telah jadi, bila kualitas foto
belum optimal,maka dilakukan pengulangan foto dan bila tidak
memungkinkan dilakukan pengulangan foto ,petugas radiologi
membatalkan pemeriksaan dengan memberikan keterangan
tentang penyebabnya pada status pasien
6. Bila pemeriksaan telah selesai, pasien bisa kembali lagi ke
Instalasi Rawat Darurat dengan diantar petugas Instalasi Rawat
Darurat.
7. Petugas Instalasi Rawat Darurat bisa mengambil foto tanpa
bacaan terlebih dulu ( pinjam basah ) bila diperlukan, dalam
keadaan cito, foto bisa segera diberi hasil oleh radiolog, dan bila
tidak cito, hasil bacaan foto bisa diambil paling lambat 2x24 jam
dengan menandatangani buku pengambilan hasil foto.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Instalasi Rawat Darurat, Uper
PELAYANAN ADMINISTRASI RADIOLOGI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.04
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Alur Pelayanan adalah tahap-tahap yang harus dilaksanakan
untuk mendapatkan pelayanan, khususnya radiologi
Tujuan
:
Untuk memudahkan pelaksanaan pelayanan, serta tertib administrasi.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi dilakukan selama 24 jam dengan
ketentuan jaga dinas pagi pada jam kerja secara onsite dan jaga
dinas siang / malam secara on call. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Pasien yang akan diperiksa, didaftarkan terlebih dahulu pada
bagian administrasi Instalasi Radiologi
2. Petugas administrasi radiologi menuliskan data pasien pada buku
registrasi.
3. Petugas administrasi radiologi membuatkan billing radiologi
kepada pasien/keluarga pasien/pengantar pasien untuk
dibayarkan di uper, khusus untuk pasien rawat inap, tagihan
dilampirkan pada buku rekam medis pasien.
4. Petugas administrasi radiologi meminta bukti tanda lunas
pembayaran dari uper kepada pasien/ keluarga pasien/ pengantar
pasien.
5. Pasien dipersilakan menunggu di ruang tunggu.
6. Petugas radiologi memanggil pasien untuk dilakukan identifikasi
pasien sesuai SPO dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan
radiologi
7. Setelah pemeriksaan selesai, pasien dipersilakan menunggu
kembali di ruang tunggu.
8. Petugas radiologi memastikan foto telah jadi, bila kualitas foto
belum optimal,maka dilakukan pengulangan foto.
9. Bila pemeriksaan telah selesai, pasien bisa pulang/ kembali lagi
ke bangsal (pada pasien rawat inap).
10. Hasil pemeriksaan foto dapat diambil dalam waktu paling lambat
2x24 jam dengan menandatangani buku pengambilan hasil foto.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Darurat,
dan Uper
PENDOKUMENTASIAN HASIL EXPERTISE
RADIOGRAFI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.05
No. Revisi :
02
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Halaman :
1 dari 1
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Hasil expertise adalah hasil pembacaan radiografi oleh dokter
spesialis radiologi yang dilakukan secara tertulis pada blangko
expertise
Tujuan
:
Untuk menertibkan administrasi
dokumen hasil expertise
Kebijakan
:
Pembacaan atau ekspertise dilakukan oleh dokter spesialis radiologi
sesuai jadwal.Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014
Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Dokter radiologi memberi expertise rangkap 3, berwarna putih,
pink, kuning.
2. Petugas administrasi memilahkan hasil expertise tersebut, yang
berwarna putih disertakan bersama hasil radiograf dan
dimasukkan ke dalam amplop hasil, lembar warna pink
dimasukkan dalam buku rekam medis pasien, sedangkan lembar
yang berwarna kuning untuk arsip radiologi.
3. Petugas administrasi mengarsipkan hasil expertise lembar warna
kuning di lemari arsip radiologi.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Instalasi Rawat Inap
dan
memudahkan
pencarian
PENGGUNAAN PROTEKSI RADIASI BAGI
PETUGAS RADIASI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.06
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
1. Proteksi Radiasi adalah alat/cara yang digunakan untuk
melindung diri dari bahaya radiasi.
2. Petugas Radiasi adalah petugas radiologi yang saat itu
menjalankan pemeriksaan dengan sinar X- ray.
3. Alat Pelindung diri bisa berupa tabir pelindung, apron, gonad
shield, atau sarung tangan Pb.
Tujuan
:
Menghindari resiko bahaya radiasi bagi petugas radiasi.
Kebijakan
:
Rumah sakit menyelenggarakan program proteksi radiasi, yang
mengacu pada perundang-undangan yang menjadi bagian dari K3
rumah sakit. Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit
Jiwa
Daerah
Surakarta
Provinsi
Jawa
Tengah
No.
188/2885.9/08/2014 lampiran No. 13
Prosedur
:
1. Petugas radiasi berlindung di belakang tabir pelindung pada
waktu eksposi berlangsung.
2. Jika petugas radiasi harus memegang pasien,dikarenakan
keluarga pasien atau petugas bangsal tidak ada, maka petugas
radiasi diharuskan memakai apron.
3. Petugas
radiasi
menggunakan
lapangan penyinaran
sesuai besarnya obyek sehingga mengurangi radiasi hambur.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Peraturan Perundangan Keselamatan Nuklir, Bapeten 2000
PENGGUNAAN PROTEKSI RADIASI BAGI
PASIEN
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.07
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
1. Proteksi Radiasi adalah alat/cara yang digunakan untuk
melindung diri dari bahaya radiasi.
2. Pasien yang dimaksud adalah pasien yang saat itu menjalani
pemeriksaan.
3. Alat Pelindung diri bisa berupa tabir pelindung, apron, gonad
shield, atau sarung tangan Pb
Tujuan
:
Menghindari resiko bahaya radiasi bagi pasien.
Kebijakan
:
Rumah sakit menyelenggarakan program proteksi radiasi, yang
mengacu pada perundang-undangan yang menjadi bagian dari K3
rumah sakit.Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014
Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi hanya mengerjakan pemeriksaan atas
perintah dokter secara tertulis.
2. Petugas radiologi menggunakan radiasi seefektif mungkin
dan mengatur kolimator / luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya obyek yang diperiksa untuk mengurangi radiasi
hambur yang akan diterima oleh pasien.
3. Petugas radiologi berusaha menghindari pengulangan foto.
4. Bila memungkinkan, pasien dipakaikan apron sehingga radiasi
yang diterima sekecil mungkin.
5. Petugas radiologi menghindari pemeriksaan bagi wanita hamil
kecuali sangat diperlukan.
6. Khusus untuk wanita hamil tersebut, petugas radiologi
memfokuskan pemasangan load atau apron di sekitar perut.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Peraturan Perundangan Keselamatan Nuklir, Bapeten 2000
PENGGUNAAN PROTEKSI RADIASI BAGI
LINGKUNGAN
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.08
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
1. Proteksi Radiasi adalah alat/cara yang digunakan untuk
melindung diri dari bahaya radiasi.
2. Lingkungan yang dimaksud adalah setiap orang yang berada
disekitar daerah radiasi.
Tujuan
:
Menghindari resiko bahaya radiasi bagi lingkungan
Kebijakan
:
Rumah sakit menyelenggarakan program proteksi radiasi, yang
mengacu pada perundang-undangan yang menjadi bagian dari K3
rumah sakit.Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014
Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi hanya menggunakan alat radiologi yang telah di
kaliberasi dan mendapatkan sertifikat keamanan radiasi dari
BAPETEN(Badan Pengawasan Tenaga Nuklir)
2. Petugas radiologi menggunakan peralatan sesuai dengan prosedur
yang berlaku.
3. Memberi tanda di atas pintu ruangan dengan lampu merah yang
bila menyala menandakan berlangsungnya pemeriksaan.
4. Memberi tanda yang bisa dibaca oleh umum bahwa ruangan
tersebut daerah radiasi.
5. Memberi pengertian kepada pengantar pasien agar tidak ikut
masuk dalam ruangan pemeriksaan kecuali sangat diperlukan dan
atas ijin petugas radiologi.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Peraturan Perundangan Keselamatan Nuklir, Bapeten 2000
PEMERIKSAAN KESEHATAN BAGI PETUGAS
RADIASI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.09
Tanggal Terbit :
01Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
1. Pemeriksaan kesehatan yang dimaksud adalah cek fisik petugas
radiologi berhubungan dengan efek radiasi yang ditimbulkan oleh
X-ray.
2. Pemeriksaan
kesehatan
tersebut
meliputi
pemeriksaan
Laboratorium darah lengkap, urin, pemeriksaan radiologi foto
thorax , EKG serta konsultasi dengan dokter perihal kesehatan
yang dihadapi.
3. Petugas radiologi yang dimaksud adalah dokter spesialis radiologi,
radiografer, petugas administrasi radiologi dan petugas teknisi
radiologi.
Tujuan
:
Menghindari sekecil mungkin resiko bahaya radiasi bagi petugas
radiologi
Kebijakan
:
Rumah sakit menyelenggarakan program proteksi radiasi, yang
mengacu pada perundang-undangan yang menjadi bagian dari K3
rumah sakit. Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014
Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi meminta persetujuan untuk pemeriksaan
kesehatan dari dokter dengan di ketahui Kepala Instalasi Radiologi
2. Petugas radiologi membawa surat pengantar ke bagian
laboratorium dan radiologi untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan.
3. Segala hasil pemeriksaan dibukukan dan dievaluasi, apabila
memerlukan tindak lanjut maka Kepala Instalasi Radiologi
memberikan pengantar untuk meneruskan pemeriksaan ke
bagian yang dibutuhkan.
4. Pemeriksaan kesehatan dilakukan 1 (satu) kali dalam setahun atau
lebih sesuai kebutuhan.
5. Setiap biaya yang berhubungan dengan cek fisik tersebut serta
pengobatan yang memungkin ditanggung oleh pihak manajemen
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Peraturan Perundangan Keselamatan Nuklir, Bapeten 2000
PEMELIHARAAN PESAWAT RADIOLOGI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.10
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeliharaan pesawat radiologi adalah tata cara penerapan
langkah-langkah
pemeliharaan
pesawat
radiologi yang
dilakukan oleh petugas radiologi bersama dengan teknisi
radiologi, hal ini dilakukan secara rutin 1 bulan sekali.
Tujuan
:
Agar pesawat sinar-X selalu dalam kondisi baik dan siap dipakai.
Kebijakan
:
Peralatan radiologi harus memiliki izin operasional yang dikeluarkan
oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir ( BAPETEN ) serta harus
dilakukan pemeliharaan, kalibrasi, dan uji fungsi secara rutin sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi membersihkan bagian-bagian pesawat
rontgen
serta mempersiapkan dan menata peralatan yang
dibutuhkan untuk pemeriksaan
2. Petugas radiologi menghidupkan pesawat rontgen sesuai dengan
standar prosedur operasional pemakaian pesawat.
3. Petugas radiologi bersama-sama dengan teknisi radiologi
melakukan uji fungsi tombol-tombol pada meja kontrol dan meja
pasien radiologi.
4. Petugas radiologi melakukan pemanasan alat dan memastikan
alat masih berfungsi baik.
5. Bila telah selesai digunakan pemeriksaan, petugas memastikan
pesawat sinar- X masih tetap dalam kondisi baik dan bersih
6. Petugas radiologi mematikan pesawat kembali sesuai standar
prosedur operasional pemakaian alat.
7. Pemanasan alat dilakukan tiap hari sebelum dilakukan
pemeriksaan dan uji fungsi dilakukan berkala bersama dengan
teknisi radiologi setiap 1 (satu) bulan sekali meliputi keseluruhan
fungsi pesawat X-ray serta mengisi kartu perawatan pesawat.
8. Bila terjadi hal yang kurang baik dan atau ada suatu kerusakan,
dilakukan sesuai prosedur perbaikan alat radiologi.
Unit Terkait
:
IPSRS
Referensi
:
Peraturan Perundangan Keselamatan Nuklir, Bapeten 2000
PERBAIKAN ALAT,SARANA & PRASARANA
RADIOLOGI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.11
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
1. Alat radiologi yang dimaksud adalah pesawat General X-ray,
pesawat Panoramic, ID Camera, Automatic Processing Film dan
Lampu Baca Rontgen
2. Sarana dan prasarana meliputi alat-alat non medis, barang rumah
tangga, dan fisik bangunan.
3. Perbaikan dilakukan apabila pada saat perawatan atau
pemakaian alat / sarana dan prasarana radiologi ditemukan
kerusakan dan tidak berfungsi.
Tujuan
:
Agar alat, sarana dan prasarana radiologi selalu dalam kondisi
aman,baik dan siap pakai untuk menunjang pelayanan di Instalasi
Radiologi.
Kebijakan
:
1. Peralatan radiologi harus memiliki izin operasional yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir ( BAPETEN )
serta harus dilakukan pemeliharaan, kalibrasi, dan uji fungsi
secara rutin sesuai dengan prosedur yang berlaku. Sesuai
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan
Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
2. Rumah sakit menyelenggarakan program proteksi radiasi dan
keselamatan pasien, yang mengacu pada perundang-undangan
yang menjadi bagian dari K3 rumah sakit. Sesuai Peraturan
Direktur
Rumah
Sakit
Jiwa
Daerah
Surakarta
No.
188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan
Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi melaporkan secara lisan perihal kerusakan alat
,sarana dan prasarana rumah sakit kepada IPSRS / Sub Bag.
Rumah Tangga dan Umum sesuai jenis kerusakan.
2. Petugas radiologi mengisi form permohonan perbaikan alat ,
sarana dan prasarana untuk diserahkan ke IPSRS / Sub.Bag
Rumah Tangga dan Umum.
3. Teknisi radiologi / staf Sub.Bag Rumah Tangga dan Umum
mengecek fungsi alat radiologi / sarana & prasarana yang
dimaksud dan apabila ditemukan kerusakan maka segera
dilakukan perbaikan jika memungkinkan.
PERBAIKAN ALAT, SARANA & PRASARANA
RADIOLOGI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.11
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
2 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Prosedur
:
4. Apabila ternyata saat itu alat radiologi / sarana & prasarana yang
dimaksud tidak memungkinkan diperbaiki oleh teknisi radiologi /
staf Sub.Bag.Rumah Tangga dan Umum, maka teknisi radiologi
/ Staf Sub.Bag Rumah Tangga dan Umum segera melaporkan
kepada Kepala Instalasi Radiologi, untuk dilakukan perbaikan
oleh pihak ketiga.
5. Selama alat radiologi yang dimaksud dalam kondisi tidak bisa
dipakai maka segala pemeriksaan yang berhubungan dengan
alat radiologi tersebut dihentikan untuk sementara waktu sampai
pesawat radiologi bisa digunakan lagi, dan jika diperlukan bisa
memberitahukan ke bangsal yang sering mengirimkan pasien.
Unit Terkait
6.
: IPSRS, Sub.Bagian Rumah Tangga dan Umum, Instalasi Rawat Inap,
Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Darurat
Referensi
:
PEMAKAIAN PESAWAT GENERAL X-RAY
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.12
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pesawat General X- ray adalah pesawat sinar X yang digunakan
untuk pemeriksaan radiologi konvensional.
Tujuan
:
Agar pesawat radiologi selalu dalam kondisi baik dan siap pakai.
Kebijakan
:
Peralatan radiologi harus memiliki izin operasional yang dikeluarkan
oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir ( BAPETEN ) serta harus
dilakukan pemeliharaan, kalibrasi, dan uji fungsi secara rutin sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi menghidupkan handle pesawat dengan posisi
“on”
2. Petugas radiologi menghidupkan power pesawat dengan tombol
“I” hingga lampu indikator menyala.
3. Petugas radiologi menyamakan arus masuk ke pesawat melalui
selector line voltage dengan posisi “220”
4. Petugas radiologi memilih program yang akan digunakan
pemeriksaan dengan menekan tombol.
5. Petugas radiologi melakukan pemanasan alat dengan memilih
dari kondisi tegangan (kV) dan arus (mA)yang terkecil dahulu
berangsur hingga yang besar.
6. Pemanasan dilakukan dengan menekan tombol “ready”, setelah
indikator menyala baru tekan “expose”.
7. Petugas radiologi melakukan pemanasan 3-5 kali expose.
8. Petugas radiologi menggunakan untuk pemeriksaan setelah 10
menit, dimaksudkan agar pesawat dalam kondisi yang lebih
stabil.
9. Apabila pesawat radiologi sudah tidak digunakan untuk
pemeriksaan lagi maka power pesawat dimatikan ”O” setelah
seluruh selektor diputar pada kondisi yang paling kecil.
10. Petugas radiologi mematikan handle pesawat dengan posisi”Off”
11. Apabila terjadi hal yang kurang baik dan atau ada suatu
kerusakan, segera dicari penyebabnya yang mungkin untuk
dilakukan perbaikan oleh teknisi radiologi
12. Bila teknisi radiologi tidak dapat memperbaiki maka teknisi
radiologi mengajukan perbaikan sesuai prosedur perbaikan alat
radiologi.
Unit Terkait
:
IPSRS
Referensi
:
Peraturan Perundangan Keselamatan Nuklir, Bapeten 2000
PEMAKAIAN ALAT AUTOMATIC PROCESSING
FILM
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.13
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Automatic Processing Film adalah alat untuk mencuci film secara
otomatis
Tujuan
:
Agar automatic processing film selalu dalam kondisi baik dan siap
pakai.
Kebijakan
:
Peralatan radiologi harus memiliki izin operasional yang dikeluarkan
oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir ( BAPETEN ) serta harus
dilakukan pemeliharaan, kalibrasi, dan uji fungsi secara rutin sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi menghidupkan saklar listrik (dalam posisi “on”).
2. Petugas radiologi menghidupkan power automatic processing
(dalam posisi “on”) hingga lampu petunjuk menyala.
3. Setelah 10 menit petugas radiologi memanaskan alat automatic
processing dengan memasukkan film tester (film yang tidak
terpakai) untuk mengecek fungsi sistem alat hingga alat sudah
benar-benar operasional.
4. Petugas radiologi memasukkan film yang telah digunakan untuk
pemeriksaan dalam keadaan kamar sudah gelap dengan cahaya
bantu saja (safety light) hingga lampu penunjuk yang ada pada
alat mati, dan baru bisa dimasukkan film lagi bila lampu penunjuk
tersebut menyala.
5. Petugas radiologi mematikan kembali power pesawat radiologi
apabila sudah tidak digunakan lagi(dalam posisi “off”) hingga
lampu penunjuk pada pesawat radiologi mati.
6. Petugas mematikan kembali saklar listrik dalam posisi “off”.
Unit Terkait
:
Referensi
:
IPSRS
PERAWATAN ALAT AUTOMATIC PROCESSING
FILM
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.14
No. Revisi :
02
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Halaman :
1 dari 1
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Automatic Processing Film adalah
dengan proses secara otomatis
alat
untuk
mencuci
film
Tujuan
:
Agar automatic processing film selalu dalam kondisi baik dan siap
pakai.
Kebijakan
:
Peralatan radiologi harus memiliki izin operasional yang dikeluarkan
oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir ( BAPETEN ) serta harus
dilakukan pemeliharaan, kalibrasi, dan uji fungsi secara rutin sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas
radiologi
membersihkan
bagian-bagian
alat
automatic processing serta mempersiapkan
dan menata
peralatan yang dibutuhkan
2. Petugas radiologi menghidupkan alat automatic processing
sesuai standar prosedur operasional pemakaian automatic
processing
3. Petugas radiologi melakukan uji fungsi alat automatic processing
tersebut.
4. Petugas
radiologi
melakukan
pemanasan
alat
dan
memastikan alat masih berfungsi baik.
5. Petugas radiologi mematikan alat automatic processing kembali
sesuai standar prosedur operasional pemakaian alat, jika sudah
tidak digunakan.
6. Perawatan dilakukan oleh petugas radiologi tiap hari sebelum
dilakukan pemeriksaan dan pengecekan berkala dilakukan oleh
teknisi radiologi setiap 1 (satu) minggu sekali meliputi
keseluruhan fungsi automatic processing.
7. Bila terjadi hal yang kurang baik atau ada suatu kerusakan,
lakukan sesuai standar prosedur operasional perbaikan alat
automatic proccessing
Unit Terkait
:
IPSRS
Referensi
:
PENGGANTIAN LARUTAN PADA ALAT
AUTOMATIC PROCESSING FILM
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.15
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
1. Automatic Processing Film adalah alat untuk mencuci film
dengan proses secara otomatis
2. Larutan yang dimaksud adalah larutan yang digunakan untuk
mencuci film yang dimasukkan dalam alat automatic processing
berupa larutan developer dan larutan fixer.
Tujuan
:
Agar alat automatic processing selalu dalam kondisi siap
pakai dan menghasilkan gambar yang sesuai harapan.
Kebijakan
:
Pelaksanaan pemeriksaan radiologi non kontras dan kegiatan di
kamar gelap yang meliputi pembuatan dan penggantian larutan
automatic processor, identifikasi foto, serta pencucian film dilakukan
oleh radiografer. Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014
Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mengganti larutan developer dan fixer
setiap 1(satu) minggu sekali dan dilakukan pada hari senin
sebelum pelayanan, dan apabila sebelum 1(minggu) minggu
gambaran yang dihasilkan alat automatic processing tersebut
tidak sempurna maka larutan developer dan fixer diganti pada
hari tersebut.
2. Petugas radiologi menampung
larutan develover dan fixer
tersebut pada wadah yang telah tersedia.
3. Petugas radiologi membersihkan sisa larutan yang masih
menempel pada rol-rol automatic processor dan pada wadah
automatic processor dengan disikat dan dibilas air berkali-kali
sehingga bersih.
4. Petugas radiologi mengisi larutan developer dan larutan fixer baru
pada wadah yang terdapat pada alat automatic processing, untuk
larutan developer pada wadah developer dan larutan fixer pada
wadah fixer.
5. Petugas radiologi membersihkan kembali alat automatic
processing sehingga tidak ada bekas-bekas tumpahan air
sewaktu mengisi larutan diatas.
6. Petugas radiologi menghidupkan alat automatic processing
tersebut, sesuai standar prosedur operasional pemakaian alat
automatic processing, sehingga alat bisa dipakai kembali seperti
biasa.
Unit Terkait
:
Referensi
:
IPSRS
PEMBUANGAN LIMBAH LARUTAN
ALAT AUTOMATIC PROCESSING FILM
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.16
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
1. Automatic Processing Film adalah alat untuk mencuci film
secara otomatis
2. Larutan yang dimaksud adalah larutan yang digunakan untuk
mencuci film yang dimasukkan dalam alat automatic processing
berupa larutan developer dan larutan fixer.
3. Limbah yang dimaksud adalah sisa larutan yang sudah tidak
digunakan lagi.
Tujuan
:
Kebijakan
:
Limbah pencucian film dikelola oleh Instalasi Sanitasi. Sesuai
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan
Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi dalam bekerja menggunakan alat pelindung diri
( APD ) dan pakaian kerja.
2. Petugas radiologi menampung limbah larutan pencucian( developer
dan fixer ) ke dalam wadah yang telah tersedia.
3. Petugas radiologi menyerahkan limbah tersebut ke Instalasi
Sanitasi untuk dikelola lebih lanjut.
4. Petugas radiologi mengisi buku ekspedisi penyerahan limbah
radiologi yang ditandatangani oleh petugas radiologi dan petugas
sanitasi.
Unit Terkait
:
Instalasi Sanitasi
Referensi
:
1. Agar limbah larutan tidak mencemari lingkungan sekitar.
2. Mencegah infeksi Nosokomial.
PEMBUATAN LARUTAN DEVELOPER DAN
FIXER PADA AUTOMATIC PROCESSING FILM
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.17
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
1. Automatic Processing Film adalah alat untuk mencuci film
secara otomatis
2. Larutan yang dimaksud adalah larutan yang digunakan untuk
mencuci film yang dimasukkan dalam alat automatic processing
berupa larutan developer dan larutan fixer.
3. Larutan developer adalah larutan pembangkit untuk mengubah
bayangan tak tampak menjadi tampak
4. Larutan Fixer adalah larutan penetap yaitu untuk menetapkan
bayangan dan melindungi bayangan dari kerusakan.
Tujuan
:
Agar larutan yang dibuat selalu pada kemampuan optimal yang sama
sehingga alat automatic processing film selalu siap pakai.
Kebijakan
:
Pelaksanaan pemeriksaan radiologi non kontras dan kegiatan di
kamar gelap yang meliputi pembuatan dan penggantian larutan
automatic processor, identifikasi foto, serta pencucian film dilakukan
oleh radiografer. Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014
Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mengambil bahan dan alat yang digunakan
untuk pembuatan larutan developer dan fixer ditempat
penyimpanan bahan
2. Petugas radiologi membuat cairan developer dan fixer dengan
aturan:Developer air 3,650 L, cairan A : 1, 250 L, cairan B : 62,5
ml,
cairan
C
:
72
ml.
Fixer
air 3,875 L, cairan A : 1 L, cairan B : 125 ml.
3. Petugas radiologi mencampur masing-masing larutan tersebut
sampai homogen
4. Petugas radiologi memasukan larutan developer dan fixer
tersebut kedalam automatic processing film.
5. Petugas radiologi bisa menggunakan automatic processing film
tersebut sesuai standar prosedur operasional pemakaian
automatic processing film.
6. Petugas merapikan dan membersihkan kembali alat atau bahan
yang telah dipakai dan dikembalikan ketempat semula.
Unit Terkait
:
Referensi
:
PEMBERIAN IDENTITAS PASIEN PADA FILM
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.18
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Identitas pasien berisi tentang data pasien yang diperiksa, berupa
nama, umur, serta tanggal pemeriksaan.
Tujuan
:
Untuk memudahkan administrasi serta menghindari terjadinya
kekeliruan dan atau tertukarnya film
Kebijakan
:
Pelaksanaan pemeriksaan radiologi non kontras dan kegiatan di
kamar gelap yang meliputi pembuatan dan penggantian larutan
automatic processor, identifikasi foto, serta pencucian film dilakukan
oleh radiografer. Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014
Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Sebelum dilakukan exposi petugas radiologi memberi tanda
pada kaset film yang akan digunakan pemeriksaan, meliputi
tanda posisi R/L,
2. Setelah dilakukan exposi, petugas radiologi mencetak identitas
pasien pada alat ID Camera sesuai standar prosedur operasional
pemakaiannya, meliputi: nama pasien, umur, serta tanggal
dilakukan pemeriksaan.
3. Petugas radiologi menyerahkan film yang telah diproses kepada
petugas administrasi
Unit Terkait
:
Referensi
:
PEMAKAIAN ALAT ID CAMERA
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.19
No. Revisi :
02
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Halaman :
1 dari 1
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
ID CAMERA adalah alat yang digunakan untuk mencetak identitas
film
Tujuan
:
Untuk memudahkan administrasi
kekeliruan dan atau tertukarnya film
Kebijakan
:
Identifikasi foto berupa marker ( R / L), nama pasien, tanggal lahir,
umur, dan nomor rekam medis pasien. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi
Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah
Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi menghidupkan power “on” pada alat ID Camera
2. Petugas radiologi menyalakan lampu test yang menandakan alat
tersebut bisa digunakan.
3. Petugas radiologi menyelipkan tulisan identitas pasien yang akan
dicetak ke film yang meliputi: nama, umur, tanggal pemeriksaan.
4. Petugas radiologi memasukkan kaset yang sudah terexposi ke
alat ID Camera dengan cara memasukkan ujung kaset tempat
cetakan secara tertelengkup hingga indikator lampu menyala.
5. Petugas radiologi mencabut kaset yang telah dicetak setelah
lampu indikatornya mati.
6. Petugas radiologi mematikan kembali alat ID Camera dalam
posisi “off”.
Unit Terkait
:
Referensi
:
serta menghindari terjadinya
PERMINTAAN FOTO CITO
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.20
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Permintaan Foto cito adalah permintaan foto dengan kasus khusus
yang sifatnya darurat dan harus segera dilaksanakan.
Tujuan
:
Agar pasien yang memerlukan foto cito segera dapat dilayani dengan
baik.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi dilakukan selama 24 jam dengan
ketentuan jaga dinas pagi pada jam kerja secara onsite dan jaga
dinas siang / malam secara on call. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi
Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah
Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Permintaan foto cito pada jam kerja, petugas Instalasi Rawat
Inap, Instalasi Rawat Jalan atau Instalasi Rawat Darurat, pasien
bisa langsung dibawa ke Instalasi Radiologi.
2. Permintaan foto cito diluar jam kerja, petugas Instalasi Rawat
Darurat menghubungi petugas jaga radiologi. Untuk pasien rawat
inap, bisa langsung menghubungi Instalasi Rawat Darurat untuk
diteruskan kepada petugas radiologi.
3. Petugas radiologi datang dan melakukan pemeriksaan foto cito
sesuai permintaan dokter pengirim.
4. Hasil radiograf langsung diserahkan kepada dokter pengirim /
dokter jaga ( pinjam basah ) untuk interpretasi awal maksimal 1
jam.
5. Jika diperlukan pembacaan/ekspertise foto maka petugas
radiologi menghubungi dokter spesialis radiologi untuk
memberikan ekspertise.
6. Hasil radiograf dengan ekspertise bisa diambil di Instalasi
Radiologi dalam waktu 1 x 24 jam
7. Petugas radiologi mengarsipkan hasil bacaan/expertise.
Unit Terkait
:
Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Darurat
Referensi
:
PERMINTAAN BAHAN HABIS PAKAI ALKES
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.21
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Bahan habis pakai alkes (alat kesehatan) yang dimaksud adalah
bahan-bahan yg digunakan untuk pelaksanaan pemeriksaan yang
bisa habis setelah digunakan, seperti : film rontgen , larutan
automatic processing film, dan lain-lain.
Tujuan
:
Untuk menertibkan langkah-langkah dalam penerimaan barang.
Kebijakan
:
Pengadaan perbekalan alkes, obat emergency, film X-ray, dan
larutan pencucian automatic processor melalui gudang farmasi dan
untuk pengadaan perbekalan non alkes melalui gudang umum.
Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan
Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas administrasi radiologi menulis daftar permintaan pada
blangko permintaan rangkap 3 sesuai dengan daftar kebutuhan
bahan habis pakai alkes (alat kesehatan) radiologi
2. Petugas administrasi radiologi menyerahkan blangko tersebut
kepada Kepala Instalasi Radiologi untuk disetujui dan diteruskan
kepada Kasie Penunjang Medis Diagnostik dan Kabid Penunjang
Medis.
3. Setelah semua blangko terisi berikut persetujuannya maka
lembar tersebut diserahkan kepada gudang farmasi untuk
direalisasikan.
4. Petugas radiologi menunggu realisasi barang tersebut dari
gudang farmasi.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Gudang Farmasi
PERMINTAAN BAHAN HABIS PAKAI
NON ALKES
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.22
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Bahan habis pakai non alkes (alat kesehatan) yang dimaksud adalah
bahan-bahan bukan alkes yg digunakan untuk menunjang pelayanan
radiologi secara umum yang bisa habis setelah digunakan, seperti :
alat tulis, alat kebersihan, dan lain-lain.
Tujuan
:
Untuk menertibkan langkah-langkah dalam penerimaan barang
Kebijakan
:
Pengadaan perbekalan alkes, obat emergency, film X-ray, dan
larutan pencucian automatic processor melalui gudang farmasi dan
untuk pengadaan perbekalan non alkes melalui gudang umum.
Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah No. 188/2885.9/08/2014
lampiran No. 13
Prosedur
:
1. Petugas administrasi radiologi menulis daftar permintaan pada
blangko permintaan rangkap 3 sesuai dengan daftar kebutuhan
bahan habis pakai non alkes(alat kesehatan) radiologi
2. Petugas administrasi radiologi menyerahkan blangko tersebut
kepada Kepala Instalasi Radiologi untuk disetujui dan diteruskan
kepada Kasie Penunjang Medis Diagnostik dan Kabid Penunjang
Medis.
3. Setelah semua blangko terisi berikut persetujuannya maka
lembar tersebut diserahkan kepada gudang umum untuk
direalisasikan.
4. Petugas radiologi menunggu realisasi barang tersebut dari
gudang umum.
Unit Terkait
:
Gudang Umum
Referensi
:
PENERIMAAN BAHAN HABIS PAKAI ALKES
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.23
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Bahan habis pakai alkes(alat kesehatan) yang dimaksud adalah
bahan-bahan yg digunakan untuk pelaksanaan pemeriksaan yang
bisa habis setelah digunakan, seperti : film rontgen , larutan
automatic processing film, dan lain-lain.
Tujuan
:
Untuk menertibkan langkah-langkah dalam penerimaan barang.
Kebijakan
:
Pengadaan perbekalan alkes, obat emergency, film X-ray, dan
larutan pencucian automatic processor melalui gudang farmasi dan
untuk pengadaan perbekalan non alkes melalui gudang umum.
Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan
Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Pihak gudang farmasi memberitahukan bahwa permintaan
barang sudah dipenuhi.
2. Petugas radiologi mengecek barang yang akan diterima ke
gudang farmasi, berupa nama barang, tanggal kadaluwarsa serta
volume/ukuran lainnya, disesuaikan dengan permintaan barang.
Apabila tidak sesuai dengan permintaan dan atau tanggal
kadaluwarsa terlewat atau terlalu dekat maka barang
dikembalikan pihak gudang.
3. Setelah barang sesuai dengan pesanan maka barang dicatat
dalam buku penerimaan barang serta menandatangani lembar
penerimaan barang.
4. Petugas radiologi membawa barang tersebut ke bagian radiologi
Unit Terkait
:
Gudang Farmasi
Referensi
:
PENERIMAAN BAHAN HABIS PAKAI
NON ALKES
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.24
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Bahan habis pakai non alkes (alat kesehatan) yang dimaksud adalah
bahan-bahan bukan alkes yg digunakan untuk menunjang pelayanan
radiologi secara umum yang bisa habis setelah digunakan, seperti :
alat tulis, alat kebersihan, dan lain-lain.
Tujuan
:
Untuk menertibkan langkah-langkah dalam penerimaan barang.
Kebijakan
:
Pengadaan perbekalan alkes, obat emergency, film X-ray, dan
larutan pencucian automatic processor melalui gudang farmasi dan
untuk pengadaan perbekalan non alkes melalui gudang umum.
Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan
Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Pihak gudang umum memberitahukan bahwa permintaan
barang sudah dipenuhi.
2. Petugas radiologi mengecek barang yang akan diterima ke gudang
umum, berupa nama barang, tanggal kadaluwarsa serta
volume/ukuran lainnya, disesuaikan dengan permintaan barang.
Apabila tidak sesuai dengan permintaan dan atau tanggal
kadaluwarsa terlewat atau terlalu dekat maka barang dikembalikan
pihak gudang.
3. Setelah barang sesuai dengan pesanan maka barang dicatat
dalam buku penerimaan barang serta menandatangani lembar
penerimaan barang.
4. Petugas radiologi membawa barang tersebut ke bagian radiologi
Unit Terkait
:
Gudang Umum
Referensi
:
PEMERIKSAAN THORAX
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.25
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Thorax ialah pemeriksaan radiologi di daerah rongga
dada untuk melihat jantung dan seluruh lapangan paru-paru dari apex
paru hingga sinus prenicus costalis.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada jantung dan paru-paru, seperti TB,
cardiomegali, massa, dll.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur . Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan, serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan. Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain untuk menanggalkan bendabenda yang terbuat dari logam/semua benda yang dapat
mengganggu pemeriksaan yang berada di sekitar lapangan paru
(seperti kalung dll) serta berganti baju pemeriksaan yang telah
disediakan.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. Proyeksi PA : Pasien
berdiri
membelakangi
sinar, dada
menempel kaset dengan seluruh bayangan lapangan paru
masuk kaset. Kedua tangan bertolak pinggang, siku didorong
kedepan.
Penempatan kaset : kedua acromion 5 cm dari atas kaset, CP :
V.Thoracal IV, CR : horizontal tegak lurus obyek, FFD : 150 cm
5. Proyeksi AP : Pasien supine / erect , menghadap sinar, dengan
penempatan kaset di punggung, kedua lengan dilipat ke atas /
diletakkan disamping kepala, CP pada V. Thoracal IV,CR : tegak
lurus obyek, FFD : 150 cm
6. Proyeksi Lateral : Posisi tubuh pasien miring 90˚ ( true lateral ),
kedua lengan dilipat diatas kepala, MSP tubuh sejajar dengan
kaset, CP pada V.Thoracal IV, CR : tegak lurus obyek, FFD : 150
cm
PEMERIKSAAN THORAX
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.25
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Prosedur
:
Unit Terkait
:
Referensi
:
No. Revisi :
02
Halaman :
2 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
7. Pada waktu eksposi, pasien diinstruksikan untuk inspirasi penuh
dan menahan nafas.
8. Bila telah selesai, petugas mempersilahkan pasien ganti baju
kembali dan membereskan perlengkapan yang telah dipakai.
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN OS. CRANIUM
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.28
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Cranium adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
tulang-tulang kepala.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada cranium, seperti fraktur, fissure, tumor,
corpus allineum, dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur . Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar kepala.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. Proyeksi AP : Pasien supine, kepala menempel pada kaset,
dengan posisi true AP, bila perlu digunakan alat bantu seperti
sand bag / gabus, MSP (mid sagital plane) kepala tegak lurus
kaset, CR : Vertikal tegak lurus obyek, CP : glabella, FFD : 90
cm
5. Proyeksi Lateral : Pasien miring ke salah satu sisi, dengan posisi
kepala true lateral, bila perlu digunakan alat bantu seperti sand
bag / gabus, MSP (mid sagital plane) kepala sejajar kaset, CR :
vertical tegak lurus obyek, CP : sella turcica, FFD : 90 cm
6. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN CERVICAL
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.29
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Cervical adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
tulang- tulang leher / tulang penyangga kepala.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada tulang-tulang leher, seperti fraktur,
compressi, penyempitan pada foramen intervertebralis, dll.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar cervical.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. Proyeksi AP : Pasien supine / erect, leher menempel pada kaset
dan bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus,
MSP tubuh tegak lurus kaset dengan kepala agak ekstensi, CR :
5˚ kearah cranial, CP pada Cervical 4-5, FFD : 90 cm.
5. Proyeksi Lateral : Pasien miring ke salah satu sisi dengan posisi
true lateral, MSP tubuh sejajar kaset dengan kepala agak
ekstensi, CR : tegak lurus obyek, CP pada Cervical 4-5, FFD :
90 cm.
6. Proyeksi Oblique : Posisi pasien miring dengan MSP tubuh
membentuk sudut 45˚ kanan dan kiri , CR : tegak lurus obyek, CP
pada Cervical 4-5, FFD : 90 cm
7. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN
THORACO-LUMBAL
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.30
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Thoraco-lumbal adalah pemeriksaan radiologi untuk
melihat tulang belakang pada persambungan antara Vertebrae
Thoracal dan Vertebrae Lumbal.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada daerah thoraco-lumbal.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar Thoraco-lumbal serta berganti baju pemeriksaan yang telah
disediakan.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
4. Proyeksi AP : Pasien supine, daerah thoraco-lumbal menempel
pada kaset, bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag /
gabus, MSP tubuh tegak lurus kaset ,CR : vertical tegak lurus
obyek, CP : V.thoraco-lumbal, FFD : 90 cm.
5. Proyeksi Lateral : Posisi pasien miring ke salah satu sisi, kedua
tangan dilipat diatas kepala, Mid axillary line ( MAL) pada
pertengahan kaset, CR : vertical tegak lurus obyek, CP :
V.thoraco-lumbal, FFD : 90 cm.
6. Proyeksi Oblique : Posisi pasien miring dengan MSP tubuh
membentuk sudut 45˚ kanan dan kiri , kedua tangan dilipat diatas
kepala, CR : vertical tegak lurus, CP : V.thoraco-lumbal, FFD : 90
cm.
7. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN LUMBAL
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.31
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Lumbal adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
tulang belakang antara Vertebra Thoracal dan os.Sacrum
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada Lumbal, seperti fraktur, compressi, low
back pain, dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan. Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar vertebra lumbal serta berganti baju pemeriksaan yang telah
disediakan.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
4. Proyeksi AP : Pasien supine, daerah lumbal menempel pada
kaset, bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus,
MSP tubuh tegak lurus kaset, CR : vertical tegak lurus obyek, CP :
V. lumbal 3-4, FFD : 90 cm.
5. Proyeksi Lateral : Posisi pasien miring ke salah satu sisi dengan
Mid axillary line ( MAL) pada pertengahan kaset, kedua tangan
dilipat diatas kepala, CR : vertical tegak lurus obyek, CP : V.
lumbal 3-4, FFD : 90 cm.
6. Proyeksi Oblique : Posisi pasien miring dengan MSP tubuh
membentuk sudut 45˚ kanan dan kiri, kedua tangan dilipat diatas
kepala ,CR : vertical tegak lurus obyek, CP : V. lumbal 3-4, FFD :
90 cm.
7. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN LUMBO-SACRAL
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.32
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Lumbo-sakral adalah pemeriksaan radiologi untuk
melihat tulang belakang pada persambungan antara Vertebra Lumbal
dan os Sacrum.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada Lumbo-sakral.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar lumbo-sacral serta berganti baju pemeriksaan yang telah
disediakan.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
4. Proyeksi AP : Pasien supine, daerah lumbo-sakral menempel
pada kaset dan bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag /
gabus, MSP tubuh tegak lurus kaset , CR : vertical tegak lurus
obyek, CP : V.Lumbo-sakral, FFD : 90 cm.
5. Proyeksi Lateral : Posisi pasien miring ke salah satu sisi , kedua
tangan dilipat diatas kepala, Mid axillary line ( MAL) pada
pertengahan kaset, CR : vertical tegak lurus obyek, CP :
V.Lumbo-sakral, FFD : 90 cm.
6. Proyeksi Oblique : Posisi pasien miring dengan MSP tubuh
membentuk sudut 45˚ kanan dan kiri, CR : vertical tegak lurus
obyek, CP pada V.Lumbo-sakral, FFD : 90 cm.
7. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN OS. SACRUM
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.33
No. Revisi :
02
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Halaman :
1 dari 1
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Os. Sacrum adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
ulang belakang antara Lumbal dan Os. Coccygeus.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada Os. Sacrum.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar os. Sacrum serta berganti baju pemeriksaan yang telah
disediakan.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
4. Proyeksi AP : Pasien supine ( true AP ), daerah sacrum menempel
pada kaset dan bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag /
gabus, MSP tubuh tegak lurus kaset ,CR : 15˚ cephalad, CP :
pada pertengahan spina illiaca anterior superior dan simpisis
pubis, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN OS. COCCYGEUS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.34
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Os. Coccygeus adalah pemeriksaan radiologi untuk
melihat tulang belakang antara Lumbal dan Os. Coccygeus / tulang
ekor.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada Os Coccygeus
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur . Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar os. coccygeus serta berganti baju pemeriksaan yang telah
disediakan.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
4. Proyeksi Lateral : Pasien miring ke salah satu sisi, batas atas
lumbal 5 dan batas bawah os. coxygeus, 10 cm belakang Mid
axillary line ( MAL) pada pertengahan kaset,, CR : vertical tegak
lurus obyek, CP : pada coccygeus yaitu kira-kira 10 cm di
belakang mid axillary line ( MAL ) , FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN OS PELVIS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.35
No. Revisi :
02
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Halaman :
1 dari 1
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Os Pelvis adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
tulang-tulang pembentuk panggul.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada panggul.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar panggul serta berganti baju pemeriksaan yang telah
disediakan.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
4. Proyeksi AP : Pasien supine ( true AP ), panggul menempel pada
kaset dengan batas atas lumbal 3-4 dan batas bawah simpisis
pubis, MSP tubuh tegak lurus kaset ,CR : vertical tegak lurus
obyek, CP : 5 cm di atas simpisis pubis, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN ABDOMEN
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.36
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan abdomen adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
rongga perut dengan batas atas processus xyphoideus dan batas
bawah simpisis pubis
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada Abdomen, seperti illeus, massa, batu, dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar abdomen serta berganti baju pemeriksaan yang telah
disediakan.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
4. Proyeksi AP : Pasien supine, daerah abdomen menempel pada
kaset dengan batas atas processus xyphoideus dan batas bawah
simpisis pubis. MSP tubuh tegak lurus kaset, CR : vertical tegak
lurus obyek, CP pada Lumbal 3-4, FFD : 90 cm.
5. Proyeksi LLD : Posisi pasien miring dengan sisi kiri tubuh
menempel pada meja pemeriksaan, kedua tangan dilipat diatas
kepaala, MSP tubuh sejajar kaset, CR : horizontal tegak lurus
kaset, CP : lumbal 3-4, FFD : 90 cm
6. Proyeksi ½ Duduk : Posisi pasien 1/2 duduk di salah satu sisi
meja pemeriksaan, MSP tubuh tegak lurus kaset, CR : tegak lurus
kaset, CP : pertengahan kaset, FFD : 90 cm
7. Pada waktu eksposi pasien diinstruksikan ekspirasi dan menahan
nafas.
8. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN BONE SURVEY
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.37
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Bone Survey adalah pemeriksaan radiologi untuk
melihat seluruh tulang panjang yaitu Kepala (AP), Cervical (AP),
Thoracal (AP), Lumbal (AP), Pelvis (AP), Humerus kanan kiri (APLateral), Antebrachii (AP-Lateral), Manus (AP-Lateral), Femur (APLateral), Cruris (AP-Lateral), Pedis (AP-Lateral).
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada tulang yang menyeluruh. ( Proses
metastase pada kasus keganasan)
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur . Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar obyek yang hendak diperiksa serta berganti baju
pemeriksaan yang telah disediakan.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
4. Proyeksi Cranium (AP), Cervical (AP), Thoracal (AP), Lumbal
(AP), Pelvis(AP), Humerus kanan kiri (AP-Lateral), Antebrachii
(AP-Lateral), Manus(AP-Lateral), Femur (AP-Lateral), Cruris (APLateral), Pedis (AP-Lateral).
5. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN PANORAMIC
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.38
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Panoramic adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
susunan gigi geligi dengan menggunakan pesawat khusus. ( pesawat
panoramic )
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada gigi geligi seperti impaksi, radang,carries
gigi, dll.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan perlengkapan yang akan
digunakan berupa kaset panoramic dan plastic untuk alas gigi, dan
hanya melayani pemeriksaan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar obyek pemeriksaan seperti anting, gigi palsu, kawat behl.
3. Persilakan pasien duduk di tempat duduk pada pesawat
panoramic tersebut dengan menghadap kaca.
4. Atur ketinggian pesawat sesuai dengan ketinggian pasien.letakkan
dagu pada chin rest sehingga posisi kepala dari pasien
simetris.Gigi incisivus ( gigi depan ) pasien menggigit bite block.
Temporal claps di gunakan untuk fiksasi kepala. Hidupkan lampu
indikator untuk mengecek kesimetrisan kepala. Bila kepala sudah
simetris, lampu indikator di matikan. Tentukan KV / Daya tembus
sesuai ketebalan obyek. Tekan tombol reset.
5. Pada saat ekspose, instruksikan pasien untuk tetap diam.
6. Petugas radiologi melakukan ekspose hingga suara bel mati,
kemudian pasien dibebaskan dari posisi semula, dan dengan
demikian pemeriksaan selesai dilakukan.
7. Petugas radiologi membereskan kembali alat dan bahan yang
telah digunakan.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMAKAIAN ALAT PERSONAL MONITOR
( FILM BADGE )
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.39
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Prosedur pemakaian personil monitoring adalah tata cara
menggunakan film badge untuk semua petugas yang bekerja di
radiologi, yang berfungsi untuk memantau besarnya dosis yang
diterima masing-masing petugas.
Tujuan
:
1. Untuk mengetahui berapa dosis radiasi yang diterima oleh
pekerja radiasi.
2. Untuk menyelamatkan / menghindari dari radiasi yang berlebihan.
3. Sebagai tindak lanjut apabila seseorang mendapatkan radiasi
melebihi dosis yang ditentukan.
Kebijakan
:
Petugas radiologi selama menjalankan tugas di Instalasi Radiologi
harus memakai film badge. Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus
2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Setiap satu bulan sekali Instalasi Radiologi mendapat film badge
dari BPFK Surakarta sejumlah petugas radiologi yang ada.
2. Setelah menerima film badge yang dikirim oleh BPFK Surakarta,
maka dibagikan kepada masing-masing petugas radiologi sesuai
dengan nomor, nama personal, bulan dan tahun pemakaian yang
tertera pada film badge.
3. Petugas radiologi setiap hari harus memakai film badge.
4. Setiap akhir bulan film badge yang telah dipakai dikumpulkan dan
diganti dengan film badge yang baru.
5. Film badge yang telah dipakai dikirim ke BPFK Surakarta untuk
mendapatkan data dari masing-masing orang.
6. Selanjutnya untuk bulan berikutnya Instalasi Radiologi sudah
mendapat hasil dari catatan film badge.
7. Secara periodik hasil film badge tersebut dicatat dalam buku dan
dilaporkan kepada Kepala Instalasi Radiologi.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Peraturan Perundangan Keselamatan Nuklir, Bapeten 2000
PENGGUNAAN ALAT PROTEKSI RADIASI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.40
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Penggunaan alat pelindung proteksi radiasi adalah tata cara
menggunakan alat pelindung radiasi pada saat pemeriksaan radiologi
berlangsung.
Tujuan
:
1. Untuk keselamatan kerja bagi petugas radiasi.
2. Untuk mengurangi penerimaan dosis radiasi bagi petugas radiasi.
Kebijakan
:
Rumah sakit menyelenggarakan program proteksi radiasi, yang
mengacu pada perundang-undangan yang menjadi bagian dari K3
rumah sakit. Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014
Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Setiap pekerja radiasi harus berlindung dibelakang tabir proteksi
radiasi (tembok beton/Pb).
2. Menggunakan tabir Pb yang dilengkapi dengan kaca Pb.
3. Setiap pekerja radiasi bila terpaksa memegang pasien pada saat
pemeriksaan berlangsung harus memakai APRON.
4. Penggunaan radiasi seefektif mungkin dan kolimator / luas
lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya obyek sehingga
mengurangi radiasi hambur.
5. Mencegah pengulangan foto.
6. Mengatur jarak antara petugas radiasi dengan sumber radiasi
(makin jauh dari sumber radiasi makin kecil terkena radiasi).
Unit Terkait
:
Referensi
:
Peraturan Perundangan Keselamatan Nuklir, Bapeten 2000
PENYERAHAN HASIL RADIOLOGI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.41
Tanggal Terbit :
22 Oktober 2015
No. Revisi :
03
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R Basoeki SoetARJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Hasil radiologi yang dimaksud adalah foto rontgen hasil pemeriksaan
radiologi beserta dengan ekspertisenya.
Tujuan
:
1. Untuk menertibkan administrasi.
2. Untuk menghindari terjadinya insiden pada pasien dikarenakan
tertukarnya hasil pemeriksaan radiologi.
3. Untuk menyerahkan hasil foto tersebut terhadap orang yang
berhak menerima.
Kebijakan
:
Setiap produk hasil pemeriksaan radiologi harus dilakukan verifikasi
terlebih dahulu oleh petugas radiologi sebelum di ekspertise dan
sebelum diserahkan kepada pasien. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Pengambilan hasil radiologi untuk pasien dari Instalasi Rawat
Jalan dan Instalasi Rawat Darurat dilakukan diruang administrasi
radiologi.
2. Setiap penyerahan hasil radiologi dicatat dalam buku penyerahan
hasil dan ditandatangani oleh pasien / keluarga pasien / petugas
bangsal.
3. Sebelum hasil radiologi diserahkan kepada pasien, petugas
radiologi harus mengecek kesesuaian antara identitas yang tertulis
di amplop, hasil radiograf, dan di lembar ekspertise dokter spesialis
radiologi.
4. Untuk pasien dari Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat
Darurat, setelah selesai pemeriksaan, pasien/penanggung jawab
pasien diberikan kartu pengambilan hasil, dan pengambilan hasil
radiologi dilakukan dengan cara menyerahkan kartu tersebut.
5. Untuk pasien dari Instalasi Rawat Inap, penyerahan hasil dilakukan
oleh petugas administrasi radiologi ke bangsal yang bersangkutan.
Unit Terkait
:
Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Darurat
Referensi
:
PEMINJAMAN FOTO SEBELUM DIBERI HASIL
EXPERTISE ( PINJAM BASAH )
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.42
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Yang dimaksud pinjam basah yaitu setelah dilakukan pemeriksaan
radiologi, atas pertimbangan tertentu maka hasil radiograf / foto di
pinjam terlebih dahulu sebelum diberi expertise oleh dokter spesialis
radiologi.
Tujuan
:
Kebijakan
:
Hasil radiologi diserahkan setelah ada ekspertise dari dokter spesialis
radiologi, terkecuali status dipinjam basah. Untuk hasil radiologi
panoramic tidak memerlukan ekspertise. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal
02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Setiap peminjaman dicatat dalam buku registrasi
2. Peminjam mencatat nama dan menandatangani dibuku registrasi.
3. Setiap peminjaman wajib dikembalikan untuk kemudian diberi hasil
ekspertise.
4. Setiap foto yang dipinjam bila melebihi 1 hari kerja maka bukan
lagi menjadi tanggung jawab Instalasi Radiologi.
Unit Terkait
:
Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Darurat
Referensi
:
1. Agar tertib administrasi.
2. Agar foto yang dipinjam bisa dipertanggungjawabkan
PENGUKURAN SASARAN MUTU INSTALASI
RADIOLOGI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.43
Tanggal Terbit :
2 Januari 2016
No. Revisi :
08
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Yang dimaksud adalah bagaimana cara pengukuran sasaran mutu
Tujuan
:
Untuk memudahkan pelaksanaan pengukuran sasaran mutu.
Kebijakan
:
Untuk peningkatan mutu pelayanan di Instalasi Radiologi dibuat
indikator mutu dan sasaran mutu secara periodik. Sesuai Peraturan
Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
Untuk sasaran mutu waktu pelayanan pemeriksaan pasien radiologi
untuk tiap jenis posisi sampai hasil radiograf jadi maksimal 10 menit :
1. Pengukuran dilakukan untuk semua pasien radiologi
2. Pengukuran waktu dimulai dari pasien dipanggil masuk ke ruang
pemeriksaan hingga hasil radiograf jadi.
3. Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan tersebut diatas dicatat
oleh petugas administrasi dalam buku register pasien.
4. Hasil Pengukuran: Jumlah pemeriksaan pasien yang dilayani
dibawah 10 menit di bagi dengan jumlah seluruh pemeriksaan
pasien dalam satu bulan dikalikan 100 %.
Untuk sasaran mutu pelaksanaan ekspertise dilaksanakan oleh
dokter spesialis radiologi maksimal 3 jam :
1. Pengukuran dilakukan untuk semua pasien radiologi
2. Pengukuran waktu dimulai dari pasien dipanggil masuk ke ruang
pemeriksaan hingga hasil radiograf selesai di ekspertise oleh
dokter spesialis radiologi.
3. Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan tersebut diatas dicatat
oleh petugas administrasi dalam buku register pasien
4. Hasil pengukuran : Jumlah tindakan yang diberi hasil ekspertise
dibawah 3 jam di bagi dengan jumlah tindakan keseluruhan
dalam satu bulan dikalikan 100 %
5.
PENGUKURAN SASARAN MUTU INSTALASI
RADIOLOGI
No. Dokumen :
03.08.43
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Prosedur
Tanggal Terbit :
02 Januari 2016
:
No. Revisi :
07
Halaman :
2 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Kepuasan pelanggan :
Dilakukan survey kepuasan pelanggan oleh Humas dan pemasaran.
Unit terkait
:
Instalasi Radiologi, Humas dan pemasaran
Referensi
:
-
PELAPORAN FILM BADGE
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.44
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Film badge adalah film kontrol dosis radiasi yang diterima oleh
pekerja di lingkungan radiasi
Tujuan
:
Agar jika terjadi jumlah dosis yang melebihi batas maka segera
ditindak-lanjuti
Kebijakan
:
Film badge dikirim ke BPFK Surakarta setiap 3 bulan sekali untuk di
evaluasi dan di dokumentasikan. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mengumpulkan berkas film badge.
2. Petugas radiologi mengirimkan kembali film badge kepada BPFK
Surakarta sekaligus dalam 3 bulan.
3. Setiap hasil jawaban dari BPFK dibukukan untuk kemudian di
evaluasi.
4. Jika ada hal yang perlu di tindaklanjuti maka segera dilaporkan.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Peraturan Perundangan Keselamatan Nuklir, Bapeten 2000
PERSIAPAN PASIEN
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.45
Tanggal Terbit :
01 Oktober 2016
No. Revisi :
03
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Persiapan pasien adalah persiapan yang harus dilakukan pasien
sebelum pemeriksaan radiologi. Contoh pemeriksaan BNO,USG
abdomen, MSCT Scan Abdomen, dan pemeriksaan radiologi dengan
aplikasi kontras water soluble intravena.
Tujuan
:
1. Untuk membersihkan rongga abdomen dari udara dalam usus dan
faeces yang akan mengganggu gambaran foto sehingga
menghasilkan kualitas radiograf / foto yang lebih optimal untuk
membantu menegakkan diagnosa.
2. Pada pemeriksaan USG agar obyek yang diperiksa bisa terlihat
jelas.
3. Untuk mencegah terjadinya Contrast Injure Nephrophaty (CIN).
Kebijakan
:
Pengaturan jadwal dan persiapan pemeriksaan radiologi dan USG
dilakukan oleh petugas radiologi. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Petugas memastikan bahwa pemeriksaan tersebut dengan
menggunakan persiapan
2. Petugas memberitahukan persiapan yang perlu dilakukan.
3. Persiapan yang perlu dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan BNO
1) Sehari sebelum pemeriksaan pasien makan bubur
kecap / makanan yang tidak berserat. Selanjutnya
pasien puasa 12 jam sebelum pemeriksaan, pasien
diperbolehkan minum air putih.
2) Pasien melakukan urus-urus 4 jam sebelum
pemeriksaan.
3) Pasien tidak diperbolehkan banyak bicara dan merokok.
b. Pemeriksaan USG Upper Abdomen dan Whole Abdomen
Pasien puasa minimal 6 jam sebelum pemeriksaan USG.
Makan terakhir tidak boleh mengandung lemak / santan. Tidak
diperbolehkan minum susu.
c. Pemeriksaan USG Lower Abdomen
1 jam sebelum pemeriksaan pasien minum banyak air putih ( 3
gelas) dan menahan kencing sampai dengan dilakukan
pemeriksaan USG.
.
PERSIAPAN PASIEN
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.45
Tanggal Terbit :
01 Oktober 2016
No. Revisi :
03
Halaman :
2 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
d. Pemeriksaan Radiologi dengan aplikasi kontras water soluble
intravena.
1. Melakukan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin serum
maksimal 5 hari sebelum hari pemeriksaan.
2. Kadar creatinin optimal untuk melakukan pemeriksaan
radiologi dengan aplikasi kontras adalah < 1,5 gr/dl.
Unit Terkait
:
Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Darurat
Referensi
:
- Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
- Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011.
HASIL FOTO RONTGEN YANG BELUM DIAMBIL
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.46
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Yang dimaksud adalah hasil pemeriksaan yang sudah diproses dan
diberi hasil expertise, namun karena suatu hal hasil tersebut belum
diambil oleh pasien/keluarga pasien/yang bertanggung-jawab.
Tujuan
:
Agar tertib administrasi
Kebijakan
:
Waktu pemberian hasil pemeriksaan radiologi pada jam kerja
maksimal 3 jam. Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit
Jiwa
Daerah
Surakarta
Provinsi
Jawa
Tengah
No.
188/2885.9/08/2014 lampiran No. 13
Prosedur
:
1. Petugas administrasi radiologi menempatkan foto yang telah
diberi expertise pada kotak almari yang ”telah dibaca”.
2. Untuk Pasien Rawat Inap, petugas administrasi radiologi
memberitahukan pihak bangsal yang bersangkutan untuk
mengambil hasil foto tersebut.
3. Apabila ada hasil foto yang telah 1 minggu lebih belum diambil,
maka foto tersebut ditempatkan oleh petugas administrasi
radiologi pada kotak almari yang bawah.
4. Apabila ada hasil foto yang lebih dari 1 bulan tetap belum diambil
maka foto tersebut ditempatkan oleh petugas administrasi
radiologi pada kotak almari yang paling bawah.
5. Apabila ada hasil foto yang lebih dari 1 tahun tetap belum diambil
maka foto tersebut ditempatkan oleh petugas administrasi
radiologi digudang Radiologi.
6. Hasil foto yang telah 2 tahun digudang Radiologi menjadi hak
penuh Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dan akan
dimusnahkan.
Unit Terkait
:
Referensi
:
PENGATURAN FAKTOR EKSPOSI X-RAY
UNTUK PESAWAT GENERAL X-RAY UNIT
SHIMADZU
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.47
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Pengertian
:
Tujuan
:
Kebijakan
:
Prosedur
:
:
Referensi
:
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengaturan faktor eksposi adalah pengaturan salah satu variable dari
pesawat general X-ray yang terdiri dari kV ( tegangan / daya tembus)
dan mAs ( arus listrik / menentukan derajat kehitaman) untuk
menghasilkan kualitas radiograf yang optimal.
1. Agar setiap pemeriksaan radiologi menghasilkan kualitas
radiograf yang optimal dalam membantu menegakkan diagnosa
dokter.
2. Untuk mengurangi angka pengulangan foto sehingga dosis yang
diterima pasien bisa seminimal mungkin.
Rumah sakit menyelenggarakan program proteksi radiasi , yang
mengacu pada perundang-undangan yang menjadi bagian dari K3
rumah sakit. Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang
Kebijakan Pelayanan Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Sebelum melakukan ekspose, petugas radiologi terlebih dahulu
menentukan kV dan mAs yang disesuaikan dengan ketebalan obyek
dan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Sebagai acuan untuk
menentukan kondisi faktor ekspose, dapat melihat tabel berikut ini :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Unit Terkait
No. Revisi :
02
Thorax PA Dewasa (kurus-gemuk) kV : 55 - 65 mAs : 5,6 – 11
Thorax anak (kurus-gemuk) kV : 45 - 55 mAs : 4,5 6,3
Cranium kV : 57 - 60 mAs : 16 - 18
BNO (kurus-gemuk) kV : 57 - 65 mAs : 16 – 20
Cervical kV : 50 - 55 mAs : 10 - 12,5
Thoracal/Lumbal (kurus-gemuk) kV : 57 – 65 mAs : 16 – 20
Pelvis (kurus-gemuk) kV : 52 – 60 mAs : 14 - 20
Ekstremitas atas kV : 45 – 48 mAs : 1,2 – 2
Ekstremitas bawah 45 – 55 mAs : 1,8 – 14
PENYIMPANAN DOKUMEN PAPARAN RADIASI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.48
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Dokumen paparan radiasi adalah dokumen yang berisi pelaporan
dosis radiasi tiap bulan dari Badan Pengamanan Fasilitas Kesehatan
(BPFK) serta laporan catatan dosis radiasi yang diterima masingmasing petugas radiologi yang dibuat oleh Petugas Proteksi Radiasi
(PPR)
Tujuan
:
Agar setiap petugas radiologi dapat dipantau dosis radiasi yang
diterima setiap bulan sehingga tidak melebihi NBD (Nilai Batas Dosis)
yang ditentukan.
Kebijakan
:
Film badge dikirim ke BPFK Surakarta setiap 3 bulan sekali untuk
dievaluasi,dicatat ,dan diarsipkan dalam dokumen paparan radiasi.
Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan
Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Setiap satu bulan sekali Instalasi Radiologi mendapat laporan
dosis radiasi dari BPFK Surakarta.
2. Laporan tersebut diarsipkan dalam dokumen paparan radiasi.
3. Petugas Proteksi Radiasi membuat laporan dosis yang diterima
oleh masing-masing petugas radiologi dan diarsipkan dalam
dokumen paparan radiasi.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Peraturan Perundangan Keselamatan Nuklir, Bapeten 2000
PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI (USG)
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.49
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
USG (ultrasonografi) adalah pemeriksaan dengan menggunakan
gelombang suara yang telah dikemas sedemikian rupa melalui alat
USG.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada organ tubuh bagian dalam seperti:
hepar, lien, limpa, ginjal, kandung empedu, uterus, prostat dan organ
sekitarnya pada kasus-kasus tertentu.
Kebijakan
:
Instalasi Radiologi memberikan pelayanan diagnostik radiologi
konvensional, panoramic, dan USG general. Sesuai Peraturan
Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Pelayanan Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Pelayanan pemeriksaan USG dilaksanakan setiap hari sabtu.
2. Pendaftaran pasien untuk program pemeriksaan USG maksimal
1 hari sebelum pemeriksaan dilaksanakan.
3. Petugas radiologi memberikan informasi kepada pasien /
keluarga pasien / petugas bangsal tentang persiapan yang harus
dilakukan sebelum pemeriksaan USG sesuai SPO.
4. Petugas radiologi memberikan informasi tentang waktu
pelaksanaan pemeriksaan USG.
5. Sebelum pemeriksaan USG dilakukan, petugas
radiologi
mempersiapkan kelengkapan yang akan digunakan berupa
persiapan alat, jeli USG, tissue, dan hanya melayani
pemeriksaan sesuai dengan permintaan dokter pengirim.
6. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan. Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Selanjutnya pasien berganti baju pemeriksaan yang
telah disediakan.
7. Petugas radiologi mempersilakan pasien tidur di tempat tidur
pada ruang USG.
8. Dokter radiologi memeriksa sesuai dengan permintaan dokter
pengirim.
9. Setelah pemeriksaan selesai, petugas radiologi membersihkan
kembali bagian tubuh yang sudah diperiksa dan meminta pasien
untuk menunggu di ruang tunggu pasien.
10. Setelah hasil tertulis sudah diberikan maka pasien bisa
meninggalkan radiologi.
Unit Terkait
:
Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan,Instalasi Rawat Darurat
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PENGADAAN BMHP EMERGENSI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.50
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
BMHP emergensi adalah Bahan Medis Habis Pakai / obat-obat dan
alkes yang digunakan untuk mengatasi situasi gawat darurat atau
mengancam nyawa atau untuk resusitasi / life support.
Tujuan
:
Agar obat-obatan BMHP emergensi selalu tersedia setiap saat
apabila diperlukan.
Kebijakan
:
Instalasi Radiologi menyimpan perbekalan alkes, obat emergency,
film X-ray, dan larutan pencucian automatic processor pada tempat
yang sesuai dengan standar perbekalan. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas
administrasi radiologi
menulis permintaan BMHP
emergensi pada blangko permintaan rangkap 3
2. Petugas administrasi radiologi menyerahkan blangko tersebut
kepada Kepala Instalasi Radiologi untuk disetujui dan diteruskan
kepada Kasie Penunjang Medis Diagnostik dan Kabid Penunjang
Medis
3. Setelah semua blangko terisi berikut persetujuannya maka
lembar tersebut diserahkan kepada Unit Farmasi IGD untuk
direalisasikan.
4. Petugas radiologi menunggu realisasi barang tersebut dari Unit
Farmasi IGD.
5. Bila sudah terealisasi petugas Unit Farmasi IGD mendistribusikan
BMHP emergensi ke Instalasi Radiologi dan menandatangani
blangko catatan pemakaian obat emergensi.
6. Petugas Radiologi menyimpan obat-obatan tersebut di lemari obat
dengan mengisi buku daftar catatan obat dan bahan medis habis
pakai.
Unit Terkait
:
Unit Farmasi IGD
Referensi
:
PENGISIAN FORM PERMINTAAN
TINDAKAN RADIOLOGI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.51
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Form permintaan tindakan radiologi adalah blangko yang berisi
tentang jenis tindakan pemeriksaan radiologi yang ada di Instalasi
Radiologi RSJD Surakarta yang disertai dengan indikasi klinis pasien.
Tujuan
:
Agar tindakan pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan
permintaan dokter sehingga penegakan diagnosa dapat dilakukan.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai prosedur. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Dokter memeriksa pasien
2. Bila ditemukan gejala yang memerlukan tindakan radiologi, dokter
meminta formulir tindakan pemeriksaan radiologi kepada petugas
bangsal.
3. Dokter mengisi formulir permintaan tindakan pemeriksaan
radiologi serta mencantumkan indikasi klinis pasien.
4. Blangko permintaan dimasukkan ke dalam status pasien untuk
selanjutnya pasien dikirim Instalasi Radiologi untuk dilakukan
tindakan pemeriksaan.
Unit Terkait
:
Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Darurat
Referensi
:
Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan
Kesehatan
INFORMASI TINDAKAN RADIOLOGI KEPADA
PASIEN DAN KELURGA
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.52
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Informasi tindakan radiologi adalah penjelasan pada pasien dan
keluarga pasien mengenai tindakan pemeriksaan yang dilakukan dan
persiapan yang diperlukan beserta besarnya biaya pemeriksaan.
Tujuan
:
Agar pasien dan keluarga bisa bekerjasama dengan petugas radiologi
untuk menghasilkan radiograf yang optimum.
Kebijakan
:
Setiap akan melaksanakan tindakan pelayanan radiologi, radiografer
harus melakukan identifikasi pasien, jenis pemeriksaan, dan indikasi
klinis. Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang
Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Pasien datang ke Instalasi radiologi dengan membawa formulir
permintaan pemeriksaan radiologi dari dokter pengirim.
2. Petugas administrasi menerima formulir permintaan dan
memberi penjelasan mengenai besarnya biaya pemeriksaan,
kemudian diadministrasikan
3. Petugas radiologi mengambil formulir permintaan pemeriksaan
radiologi dan pasien dipersilakan masuk ke ruang pemeriksaan.
4. Petugas radiologi melakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO
5. Dalam proses identifikasi pasien tersebut dijelaskan juga tentang
tindakan pemeriksaan radiologi yang akan dilakukan pada pasien
beserta persiapan yang harus dilakukan sebelum pemeriksaan.
6. Setelah pemeriksaan selesai pasien diminta menunggu beberapa
saat sampai hasil radiograf keluar dari automatic prosesing.
7. Bila hasil radiograf
sudah optimal,
petugas radiologi
mempersilakan pasien dan keluarga kembali ke ruangan.
Unit Terkait
:
Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Darurat
Referensi
:
PENGUKURAN INDIKATOR MUTU INSTALASI
RADIOLOGI
No. Dokumen :
03.08.54
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
2 Januari 2016
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
-Yang dimaksud indikator mutu ketepatan
pemberian hasil
pemeriksaan radiologi yaitu waktu yang diperlukan untuk satu
pemeriksaan radiologi dimulai dari dilakukan tindakan pemeriksaan
sampai dengan pemberian hasil expertise oleh Dokter Spesialis
Radiologi maksimal 1 jam.
-Tidak ada Kejadian kerusakan film yaitu semua radiograf dihasilkan
dengan kualitas yang optimal (100 % optimal)
- Kelengkapan pengisian indikasi medis pada form / blangko
permintaan pemeriksaan radiologi yaitu semua form/blangko
permintaan diisi indikasi medisnya.
- Kesesuaian identitas pasien pada hasil pemeriksaan radiologi yaitu
adanya kesesuaian identitas pada hasil pemeriksaan, pada lembar
ekspertise maupun pada amplop hasil.
1. Meningkatkan mutu Pelayanan Radiologi.
2. Mempercepat tindakan terapi lanjutan / tindakan medis lainnya
3. Meminimalisasi dosis yang diterima oleh pasien.
Tujuan
:
Kebijakan
:
Untuk peningkatan mutu pelayanan di Instalasi Radiologi dibuat
indikator mutu dan sasaran mutu secara periodik. Sesuai Peraturan
Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
Untuk indikator mutu ketepatan pemberian hasil pemeriksaan
radiologi
1.
Pengukuran dilakukan untuk semua pasien radiologi
2. Pengukuran waktu dimulai dari pasien dipanggil masuk ke ruang
pemeriksaan hingga pemberian hasil ekspertise oleh Dokter
Spesialis Radiologi maksimum 1 jam.
3. Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan tersebut diatas dicatat
oleh petugas administrasi dalam buku register pasien.
4. Hasil Pengukuran: Jumlah pemberian hasil pemeriksaan radiologi
yang kurang dari 1 jam di bagi jumlah seluruh pemberian hasil
pemeriksaan radiologi dalam periode tertentu dikalikan 100 %.
PEMERIKSAAN WRIST JOINT
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.55
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan wrist joint adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
tulang-tulang pada pergelangan tangan.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada tulang pergelangan tangan, seperti
fraktur, fissure, dislokasi, luksasi, corpus allienum,dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam / semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar wrist joint.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
4. - Proyeksi PA : Wrist joint yang hendak difoto menempel pada
kaset, bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus.
CR : Vertikal tegak lurus obyek, CP : Pada pertengahan
processus styloideus os. radius dan processus styloideus
os.ulna, FFD : 90 cm.
- Proyeksi Lateral : wrist joint yang hendak difoto menempel pada
kaset dengan posisi true lateral, bila perlu digunakan alat bantu
seperti sand bag / gabus. CR : Vertical tegak lurus obyek, CP :
pada pertengahan obyek, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas radiologi membereskan kembali
kelengkapan yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN OS. ANTEBRACHII
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.56
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Os. Antebrachii adalah pemeriksaan radiologi untuk
melihat tulang-tulang lengan bawah , yang terdiri dari os.radius dan
os.ulna.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada tulang telapak tangan seperti fraktur,
fissure, corpus allienum, dll.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar os.antebrachii.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
4. - Proyeksi AP : Os. Antebrachii yang hendak difoto menempel
pada kaset, dengan batas atas elbow joint dan batas bawah wrist
joint, bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus. CR
: Vertikal tegak lurus obyek, CP : pada pertengahan obyek, FFD :
90 cm.
- Proyeksi Lateral : Os. antebrachii yang hendak difoto menempel
kaset pada sisi ulnar, dan diatur true lateral, bila perlu digunakan
alat bantu seperti sand bag / gabus. CR : Vertical tegak lurus
obyek, CP : pada pertengahan obyek, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas radiologi membereskan kembali
kelengkapan yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN ELBOW JOINT
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.57
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan elbow joint adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
sendi siku.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada sendi siku seperti fraktur, fissure,
dislokasi, luksasi, corpus allienum,dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar elbow joint.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. - Proyeksi AP : Elbow joint yang hendak difoto menempel pada
kaset, bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus.
CR : Vertikal tegak lurus obyek, CP : pada pertengahan obyek,
FFD : 90 cm.
- Proyeksi Lateral : Elbow Joint yang hendak difoto menempel
pada kaset dengan posisi true lateral, bila perlu digunakan alat
bantu seperti sand bag / gabus. CR : Vertical tegak lurus obyek,
CP : pada pertengahan obyek, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas radiologi membereskan kembali
kelengkapan yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN OS. HUMERUS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
No. Dokumen :
03.08.58
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Os. Humerus adalah pemeriksaan radiologi untuk
melihat tulang lengan atas.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada tulang lengan atas seperti fraktur,
fissure, corpus allienum,dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar os humerus.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. - Proyeksi AP : Os. humerus yang hendak difoto menempel pada
kaset dengan batas atas shoulder joint dan batas bawah elbow
joint, bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus.
CR : AP supine arah sinar vertikal tegak lurus obyek, AP erect
arah sinar horizontal tegak lurus obyek, CP : pada pertengahan
obyek , FFD : 90 cm.
- Proyeksi Lateral : Os. humerus yang hendak difoto menempel
pada kaset dengan posisi true lateral, bila perlu digunakan alat
bantu seperti sand bag / gabus. CR : AP supine arah sinar
vertical tegak lurus obyek, AP erect arah sinar horizontal tegak
lurus obyek, CP : pada pertengahan obyek, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas radiologi membereskan kembali
kelengkapan yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN SHOULDER JOINT
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
No. Dokumen :
03.08.59
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Shoulder Joint adalah pemeriksaan radiologi untuk
melihat sendi bahu.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada sendi bahu, seperti fraktur, fissure,
dislokasi, luksasi , corpus allienum,dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar shoulder joint.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. - Proyeksi AP Eksorotasi : Shoulder joint yang hendak difoto
menempel pada kaset, lengan bawah dan telapak tangan diputar
ke arah luar semaksimal mungkin, bila perlu digunakan alat
bantu seperti sand bag / gabus. CR : AP supine arah sinar
vertikal tegak lurus obyek, AP erect arah sinar horizontal tegak
lurus obyek, CP : pada pertengahan obyek , FFD : 90 cm.
- Proyeksi AP endorotasi : Shoulder Joint yang hendak difoto
menempel pada kaset, lengan bawah dan telapak tangan diputar
ke arah dalam semaksimal mungkin, bila perlu digunakan alat
bantu seperti sand bag / gabus. CR : AP supine arah sinar
vertical tegak lurus obyek, AP erect arah sinar horizontal tegak
lurus obyek, CP : pada pertengahan obyek, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas radiologi membereskan kembali
kelengkapan yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN OS. PEDIS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
No. Dokumen :
03.08.27
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Os. Pedis adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
tulang-tulang pada telapak kaki, yang terdiri dari os. tarsal,
metatarsal, dan phalanges
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada tulang telapak kaki seperti fraktur,
fissure, dislokasi, luksasi, corpus allienum,dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar os pedis.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. - Proyeksi AP : Os. Pedis yang hendak difoto menempel pada
kaset, bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus.
CR : Vertikal tegak lurus obyek, CP : Methatarsophalangeal joint
digiti III, FFD : 90 cm.
- Proyeksi Oblique : Os. Pedis yang hendak difoto menempel
pada kaset dan membentuk sudut 45˚,bila perlu digunakan alat
bantu seperti sand bag / gabus. CR : Vertical tegak lurus obyek,
Methatarsophalangeal joint digiti III, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas radiologi membereskan kembali
kelengkapan yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN OS. CRURIS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
No. Dokumen :
03.08.60
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Os. Cruris adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
tulang-tulang pada daerah betis, yang terdiri dari os. Tibia dan os.
Fibula.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada daerah betis seperti fraktur, fissure,
dislokasi, luksasi, corpus allienum,dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar os cruris.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. - Proyeksi AP : Os. Cruris yang hendak difoto menempel pada
kaset dengan batas bawah ankle joint dan batas atas knee joint,
bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus. CR :
Vertikal tegak lurus obyek, CP : pada pertengahan obyek, FFD :
90 cm.
- Proyeksi Lateral : Os. Cruris yang hendak difoto menempel
pada kaset dengan posisi true lateral, bila perlu digunakan alat
bantu seperti sand bag / gabus. CR : Vertical tegak lurus obyek,
CP : pada pertengahan obyek, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas radiologi membereskan kembali
kelengkapan yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN ANKLE JOINT
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.61
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Ankle Joint adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
sendi pergelangan kaki.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada sendi pergelangan kaki seperti fraktur,
fissure, dislokasi, luksasi, corpus allienum,dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar ankle joint.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. - Proyeksi AP : Ankle joint yang hendak difoto menempel pada
kaset, bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus.
CR : Vertikal tegak lurus obyek, CP : pada pertengahan obyek,
FFD : 90 cm.
- Proyeksi Lateral : Ankle Joint yang hendak difoto menempel
kaset pada sisi medial atau lateral, bila perlu digunakan alat
bantu seperti sand bag / gabus. CR : Vertical tegak lurus obyek,
CP : pada pertengahan obyek, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas radiologi membereskan kembali
kelengkapan yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN KNEE JOINT
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.62
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Knee Joint adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
sendi lutut .
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada sendi lutut seperti fraktur, fissure,
dislokasi, luksasi, corpus allienum,dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar knee joint.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. - Proyeksi AP : Knee joint yang hendak difoto menempel pada
kaset, bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus.
CR : Vertikal tegak lurus obyek, CP : patella, FFD : 90 cm.
- Proyeksi Lateral : Knee Joint yang hendak difoto menempel
kaset pada sisi medial dengan posisi true lateral, bila perlu
digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus. CR : Vertical
tegak lurus obyek, CP : pada pertengahan obyek, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas radiologi membereskan kembali
kelengkapan yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN OS. FEMUR
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.69
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Os. Femur adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
tulang paha.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada sendi pergelangan kaki seperti fraktur,
fissure, dislokasi, luksasi, corpus allienum,dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar os. femur
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. - Proyeksi AP : Os. Femur yang hendak difoto menempel pada
kaset, dengan batas atas hip joint dan batas bawah knee joint,
bila perlu digunakan alat bantu seperti sand bag / gabus. CR :
Vertikal tegak lurus obyek, CP : pada pertengahan obyek, FFD :
90 cm.
- Proyeksi Lateral : Os. Femur yang hendak difoto menempel
kaset pada sisi medial dengan batas atas hip joint dan batas
bawah knee joint, bila perlu digunakan alat bantu seperti sand
bag / gabus. CR : Vertical tegak lurus obyek, CP : pada
pertengahan obyek, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas radiologi membereskan kembali
kelengkapan yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL
No. Dokumen :
03.08.63
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
02
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
Halaman :
1 dari 1
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Sinus Paranasal adalah pemeriksaan radiologi untuk
melihat sinus – sinus di daerah kepala.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan
(sinusitis),massa, dll.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur . Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1.
2.
3.
4.
5.
Unit Terkait
:
Referensi
:
pada
sinus,
seperti
peradangan
Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar kepala.
Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
- Proyeksi Waters : Dagu menempel pada kaset, MSP (mid
sagital plane) kepala tegak lurus kaset, atur kepala sehingga
OML ( orbito meatal line ) membentuk sudut 37˚, CR : horizontal
tegak lurus obyek, CP : keluar accanthion, FFD : 90 cm
- Proyeksi Facebone Lateral : Pasien miring ke salah satu sisi,
dengan posisi kepala true lateral, bila perlu digunakan alat bantu
seperti sand bag / gabus, MSP (mid sagital plane) kepala sejajar
kaset, CR : vertical tegak lurus obyek, CP : arcus zygomathicum,
FFD : 90 cm.
Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN OS.MANDIBULA
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.64
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Mandibula adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
tulang rahang bawah.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada tulang rahang bawah, seperti fractur,
fissure, dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur . Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien
sesuai SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien
diberikan penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan, antara lain memberitahu pasien untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar kepala.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter
pengirim secara tertulis.
4. - Proyeksi PA : Posisi pasien prone.Dahi dan hidung menempel
pada kaset, MSP (mid sagital plane) kepala tegak lurus kaset,
CR : vertical tegak lurus obyek, CP : keluar accanthion, FFD : 90
cm
- Proyeksi Eisler : Pasien prone / erect, pipi menempel pada
kaset, kepala sedikit tengadah sehingga corpus mandibula
sejajar dengan pertengahan kaset, bila perlu digunakan alat
bantu seperti sand bag / gabus, CR : 25˚, CP : angulus
mandibula, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PENYIMPANAN FILM DAN LARUTAN
PENCUCIAN AUTOMATIC PROCESSOR
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.66
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Proses dimana film dan larutan pencucian automatic processor baru
disimpan di tempat yang aman dan memenuhi syarat.
Tujuan
:
1. Untuk menghindari kerusakan film dan larutan pencucian
automatic processor karena penyimpanan yang tidak benar.
2. Mempermudah pengambilan film dan larutan pencucian automatic
processor sesuai dengan urutan masa kadaluarsa.
Kebijakan
:
Instalasi radiologi menyimpan perbekalan alkes, obat emergency, film
X-Ray dan larutan pencucian automatic processor pada tempat yang
sesuai dengan standar perbekalan. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Setelah barang diterima dari gudang farmasi dan dicek
kesesuaiannya dengan bon permintaan, tulis jumlah dan jenis
barang pada kartu stok radiologi.
2. Barang- barang tersebut disimpan di gudang dengan syarat :
ruangan bersih, sirkulasi udara baik, suhu ruangan antara
20 ˚- 25 ˚ C.
3. - Untuk penyimpanan film, atur sesuai ukuran film, disusun
vertical pada rak penyimpanan. Diurutkan sesuai sistem FIFO
( first in first out ).
- Untuk penyimpanan larutan pencucian film automatic
processor, dibedakan menjadi 2 yaitu penyimpanan larutan
fixer dan larutan developer yang telah diberi tanda beracun.
Letakkan kedua larutan tersebut pada rak masing-masing dan
susun sesuai sistem FIFO ( first in first out )
Unit Terkait
:
Referensi
:
PEMERIKSAAN BNO
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.65
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan BNO ( Blass Nier Overzicht ) adalah pemeriksaan
radiologi untuk melihat rongga perut dengan batas atas processus
xyphoideus dan batas bawah simpisis pubis dengan persiapan
pasien.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada Abdomen, seperti illeus, massa, batu, dll
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. 1 ( Satu ) hari sebelum pemeriksaan, pasien / keluarga pasien /
petugas bangsal datang ke bagian radiologi untuk diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan BNO ( lihat SPO persiapaan pasien ).
2. Pada hari yang telah ditentukan, pasien datang ke bagian radiologi
untuk dilakukan pemeriksaan. Petugas radiologi mempersiapkan
kelengkapan yang akan digunakan serta memberi tanda/marker
R/L yang sesuai.
3. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar abdomen serta berganti baju pemeriksaan yang telah
disediakan.
4. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
5. Proyeksi AP : Pasien supine,abdomen menempel pada kaset
dengan batas atas processus xyphoideus dan batas bawah
simpisis pubis, MSP tubuh tegak lurus kaset, CR : vertical tegak
lurus obyek, CP pada Lumbal 3-4, FFD : 90 cm.
6. Pada waktu eksposi pasien diinstruksikan ekspirasi dan menahan
nafas.
7. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMAKAIAN FILM
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.67
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Proses dimana setiap pemakaian film dalam pemeriksaan radiologi
harus dicatat dalam buku pemakaian film.
Tujuan
:
Untuk tertib administrasi.
Kebijakan
:
Pengadaan perbekalan alkes, obat emergency, film X-Ray dan
larutan pencucian automatic processor melalui gudang farmasi dan
untuk pengadaan perbekalan non alkes melalui gudang umum.
Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2885.9/08/2014 Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan
Instalasi Radiologi Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Setelah melakukan pemeriksaan radiologi, petugas radiologi
mencatat jumlah pemakaian film sesuai ukuran film pada buku
catatan pemakaian film.
2. Setiap akhir bulan, petugas radiologi menghitung jumlah total
pemakaian film masing-masing ukuran.
3. Setiap pengambilan box film baru dari gudang radiologi,dicatat di
kartu stok radiologi.
Unit Terkait
:
Referensi
:
PENYIMPANAN DAN PERAWATAN KASET
RADIOLOGI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.70
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
01
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ.M.Si
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Proses penyimpanan dan perawatan kaset radiologi di tempat yang
aman dan mudah dijangkau oleh petugas radiologi.
Tujuan
:
1. Menghindari kerusakan kaset akibat salah penyimpanan.
2. Agar kaset radiologi selalu siap dipakai dan bersih dari artefakartefak yang dapat mengganggu hasil radiograf.
Kebijakan
:
Instalasi radiologi menyimpan perbekalan alkes, obat emergency, film
X-Ray dan larutan pencucian automatic processor pada tempat yang
sesuai dengan standar perbekalan. Sesuai Peraturan Direktur Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014 Tanggal 02
Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran No.13
Prosedur
:
1. Kaset disimpan di meja ruang kamar gelap dengan posisi
vertical, jangan ditumpuk.
2. Perawatan kaset dilakukaan setiap satu bulan sekali dengan
membersihkan bagian luar kaset dan screen dengan
menggunakan kapas dan alkohol.
Unit Terkait
:
Referensi
:
PEMERIKSAAN HIP JOINT
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.68
Tanggal Terbit :
01 Desember 2014
No. Revisi :
02
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
Dr. ENDRO SUPRAYITNO,Sp.KJ
NIP. 19601005 198610 1 001
Pengertian
:
Pemeriksaan Hip joint adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
sendi panggul.
Tujuan
:
Untuk melihat kelainan pada sendi panggul, seperti fractur, fissure,
dislokasi, luksasi, dll.
Kebijakan
:
Pelayanan pemeriksaan radiologi harus berdasarkan permintaan dari
dokter pengirim secara tertulis dan setiap pemeriksaan yang
dilakukan harus sesuai dengan prosedur. Sesuai Peraturan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No. 188/2885.9/08/2014
Tanggal 02 Agustus 2014 Tentang Kebijakan Instalasi Radiologi Pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah Lampiran
No.13
Prosedur
:
1. Petugas radiologi mempersiapkan kelengkapan yang akan
digunakan serta memberi tanda/marker R/L yang sesuai.
2. Petugas radiologi memanggil pasien untuk masuk ke ruang
pemeriksaan.Kemudian dilakukan proses identifikasi pasien sesuai
SPO. Dan dalam proses identifikasi tersebut, pasien diberikan
penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan,
antara
lain
memberitahu
pasien
untuk
menanggalkan benda-benda yang terbuat dari logam/semua
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan yang berada di
sekitar panggul serta berganti baju pemeriksaan yang telah
disediakan.
3. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan permintaan dokter pengirim
secara tertulis.
4. Proyeksi AP : Pasien supine ( true AP ), daerah hip joint yang
hendak diperiksa diletakkan pada pertengahan kaset, kedua kaki
lurus, CR : vertical tegak lurus obyek, CP : pada pertengahan
spina illiaca anterior superior dan simpisis pubis, FFD : 90 cm.
5. Bila telah selesai petugas membereskan kembali kelengkapan
yang dipakai.
Unit Terkait
:
Referensi
:
Radiographic Positions and Radiologic Prosedured, Merrill 1991
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI KEPALA
No. Dokumen :
03.08.76
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
1 dari 1
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan
dengan teknologi Ultrasound pada kelainan intrakranial pasien bayi
dan anak-anak yang fontanelanya belum tertutup.
Tujuan
:



Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Kecurigaan adanya SOP intrakranial.
 Kecurigaan kelainan pada sistema ventrikel.
 Kelainan pada kenaikan tekanan intrakranial dengan sebabsebab yang tidak jelas secara klinis.
Kontra indikasi :
 Tidak terdapat kontra indikasi absolut.
 Pasien gelisah.
Persiapan Pasien
 Bayi atau anak disiapkan untuk dapat diperiksa dalam kondisi
tidur dengan pemberian obat-obatan hipnotika.
Persiapan Peralatan
 Digunakan transduser sektoral dengan frekuensi 3 MHz atau 5
MHz.
Tata laksana pemeriksaan
 Setelah seluruh tindakan teknis awal yang tercantum dalam
ketentuan umum dilakukan, pemeriksaan dapat dimulai..
 Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan
transduser sesuai dengan kebutuhan diagnostik.
 Apabila ditemukan adanya tumor atau pembesaran ukuran
ventrikel, dimensinya (ukurannya) harus dicantumkan.
 Diampbil beberapa “image” yang dipertimbangkan cukup dapat
memberikan informasi diagnostik.
Hasil pengambilan “image” segera diberi ekspertise secara tertulis
(diketik) pada blangko ekspertise yang telah dipersiapkan
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Referensi
:
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
Memeriksa echostruktur dari cerebrum atau cerebellum.
Memeriksa echostruktur giri dan sulci.
Memeriksa sistema ventrikel intrakranial.
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI KELENJAR TIROID
No. Dokumen :
03.08.77
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan
dengan teknologi Ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada
kelenjar Tiroid.
Tujuan
:



Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Kelainan morphologi anatomi kelenjar Tiroid..
 Kecurigaan kelainan jaringan kelenjar Tiroid.
 Tumor leher yang dicurigai berhubungan dengan
 kemungkinan pembesaran kelenjar tiroid.
Kontra indikasi :
 Tidak terdapat kontra indikasi absolut.
 Relatif : Pasien gelisah sehingga menganggu manuver
penempatan transduser.
Persiapan Pasien
 Tidak memerlukan persiapan pasien.
 Pasien diperiksa pada posisi supine, dengan leher
hiperekstensi
Persiapan Peralatan
 Digunakan transduser sektoral atau linier dengan frekuensi 5
MHz.
Tata laksana pemeriksaan
 Setelah seluruh tindakan teknis awal yang tercantum dalam
ketentuan umum dilakukan, pemeriksaan dapat dimulai.
 Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan
transduser sesuai dengan kebutuhan diagnostik.
 Arteria Carotis dan atau Vena Jugularis dextra atau sinistra
digunakan sebagai “land mark”.
 Apabila ditemukan adanya tumor atau pembesaran ukuran
kelenjar Tiroid, dimensinya (ukurannya) harus dicantumkan.
 Diambil beberapa “image” yang dipertimbangkan cukup dapat
memberikan informasi diagnostik.
Memeriksa echostruktur dari kelenjar Tiroid.
Mengevaluasi ukuran kelenjar Tiroid.
Memeriksa / mengevaluasi jenis nodule pada kelenjar Tiroid.
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI KELENJAR TIROID
No. Dokumen :
03.08.77
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016


Halaman :
2 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi
pada lesi yang dicurigai patologis.
“Image” yang dihasilkan sesegera diberi ekspertise secara
tertulis (diketik) pada blangko ekspertise yang telah disiapkan.
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Referensi
:
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI PAYUDARA
No. Dokumen :
03.08.78
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan
dengan teknologi Ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada
Payudara
dan
Limfonodi
lokoregional
(Lnn.
Axilla,
Lnn.supraclavicular, dan Lnn. Infraclavicular) yang diduga mengalami
infiltrasi keganasan.
Tujuan
:



Memeriksa echostruktur dari jaringan Payudara.
Mengevaluasi morphologi anatomi suatu massa tumor di jaringan
Payudara.
Memeriksa / mengevaluasi Limfonodi lokoregional Payudara.
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Tumor Payudara.
 Kecurigaan proses keganasan pada Payudara.
Kontra indikasi :
 Tidak terdapat kontra indikasi absolut.
 Relatif : Pasien gelisah sehingga menganggu manuver
penempatan transduser.
Persiapan Pasien
 Tidak memerlukan persiapan pasien.
 Pasien diperiksa pada posisi supine, dengan lengan atas pada
sisi lesi abduksi kearah cranial, telapak tangan dibawah
kepala.
Persiapan Peralatan
 Digunakan transduser linier dengan frekuensi 5 MHz.
Tata laksana pemeriksaan
 Setelah seluruh tindakan teknis awal yang tercantum dalam
ketentuan umum dilakukan, pemeriksaan dapat dimulai.
Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan
transduser sesuai dengan kebutuhan diagnostik.
 Apabila ditemukan adanya tumor pada jaringan Payudara
(intra maupun ekstraduktal), dimensinya (ukurannya) harus
dicantumkan.
 Diambil beberapa “image” dari massa tumor yang
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI PAYUDARA
No. Dokumen :
03.08.78
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016



Halaman :
2 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
dipertimbangkan cukup dapat memberikan informasi
diagnostik, dengan merubah posisi transduser pada posisi
longitudinal, sagital, dan oblique.
(Teknis yang sama dilakukan pada eksplorasi limfonodi
lokoregional).
Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi
pada lesi yang diduga patologis.
“Image” yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara
tertulis (diketik) pada blangko ekspertise yang telah disiapkan.
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Referensi
:
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI HEPATOBILIER
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.79
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan
dengan teknologi Ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada
sistema Hepatobillier meliputi Hepar, Vesikafellia, Ductus billiaris,
Pancreas, dan Lien.
Tujuan
:
 Memeriksa echostruktur dari jaringan Hepar, Ductus billiaris
intrahepatal, Vena porta dan Vena hepatica.
 Mengevaluasi morphologi anatomi Hepar dengan mengukur sudut
lobus kanan dan kiri Hepar.
 Memeriksa / mengevaluasi echostruktur dari vesika fellia,
Pancreas, dan Lien.
 Menilai morphologi anatomi dari Vesika fellia, Pnacreas, dan Lien
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Hepatosplenomegali dengan atau tanpa disertai tanda-tanda
ikterus.
 Kecurigaan proses keganasan primer maupun sekunder pada
Hepar.
 Kecurigaan batu intravesika fellia.
 Kecurigan gangguan pada ductus billiaris.
 Kecurigaan proses patologis pada Pancreas (keganasan
maupun peradangan).
Kontra indikasi :
 Tidak terdapat kontra indikasi absolut.
 Relatif : Pasien gelisah sehingga menganggu manuver
penempatan transduser.
Persiapan Pasien
 Pasien puasa minimal 6 jam sebelum pemeriksaan dilakukan.
 Usus dibersihkan dari material maupun sisa faekal udara yang
berlebihan..
Persiapan Peralatan
 Digunakan transduser linier dengan frekuensi 3,5 MHz.
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI HEPATOBILIER
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.79
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
2 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Tata laksana pemeriksaan
 Setelah seluruh tindakan awal pemeriksaan yang tercantum
dalam ketentuan umum dilakukan, pemeriksaan dapat
dilakukan.
 Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan
transduser sesuai dengan kebutuhan diagnostik.
 Apabila ditemukan adanya tumor pada jaringan Payudara
(intra maupun ekstraduktal), dimensinya (ukurannya) harus
dicantumkan(Teknis yang sama dilakukan pada eksplorasi
limfonodi lokoregional).

Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi
pada lesi yang diduga patologis.
 “Image” yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara
tertulis (diketik) pada blangko ekspertise yang telah disiapkan.
 Diambil beberapa “image” dari massa tumor yang
dipertimbangkan cukup dapat memberikan informasi
diagnostik, dengan merubah posisi transduser pada posisi
longitudinal, sagital, dan oblique.
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Referensi
:
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI UROPOETIKA
No. Dokumen :
03.08.80
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan
dengan teknologi Ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada
sistema Uropoetika meliputi kedua Ginjal, Ureter, dan Vesika Urinaria
Tujuan
:





Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Kecurigaan Urolithiasis (Nephrolithiasis, Ureterolithiasis dan
Vesicolithiasis) dengan atau tanpa tanda-tanda uropati
obstruktif.
 Kecurigaan Hidronephrosis.
 Kecurigaan Tumor ginjal, tumor intra vesikal.
Kontra indikasi :
 Tidak terdapat kontra indikasi absolut.
 Relatif : Pasien gelisah sehingga menganggu manuver
penempatan transduser.
Persiapan Pasien
 Vesika urinaria diupayakan terisi penuh.
 Usus bersih dari sisa faekal material maupun udara yang
berlebihan.
Persiapan Peralatan
 Digunakan transduser linier dengan frekuensi 3,5 MHz.
Tata laksana pemeriksaan
 Vesika urinaria diupayakan terisi penuh.
 Setelah seluruh tindakan awal pemeriksaan yang tercantum
dalam ketentuan umum dilakukan, pemeriksaan dapat
dilakukan.
 Pasien diposisikan pada oblique kanan atau kiri (sesuai sisi
pemeriksaan) dengan lengan abduksi keatas.
Memeriksa echostruktur dari jaringan Ginjal.
Mengevaluasi morphologi anatomi kedua Ginjal.
Memeriksa / mengevaluasi echostruktur kedua Ureter.
Menilai morphologi anatomi dari kedua Ureter.
Memeriksa kontur dari vesika urinaria, eksplolasi intravesikal.
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI UROPOETIKA
No. Dokumen :
03.08.80
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
2 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009

Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan
transduser sesuai dengan kebutuhan diagnostik :
 Untuk pemeriksaan ginjal posisi transduser oblique
intercostals (posisi penderita oblqur dan prone).
 Untuk pemeriksaan vesika urinaria, pasien posisi
supine dengan posisi transduser transversal dan
longitudinal Apabila ditemukan adanya kelainan
morphologi anatomi pada ginjal atau vesika urinaria,
dimensinya (ukurannya) harus dicantumkan.
 Pada pemeriksaan contour dinding vesika urinaria diamati
 kemungkinan adanya indentasi, atau divertikel.
 Diambil beberapa “image” dari lesi patologis yang
dipertimbangkan cukup dapat memberikan informasidiagnostik,
dengan merubah posisi transduser pada posisi longitudinal,
sagital, atau oblique.
 Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi
pada lesi yang diduga patologis.
 “Image” yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara tertulis
(diketik) pada blangko ekspertise yang telah disiapkan..
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Referensi
:
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI GENITALIA INTERNA
WANITA
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.81
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik dengan menggunakan
peralatan dan teknologi ultrasonografi untuk mengevaluasi kelainan
pada uterus, parametrium, dan ovarium atau folikel kanan dan kiri.
Tujuan
:
 Memeriksa echostruktur dari jaringan uterus, parametrium, dan
ovarium.
 Mengevaluasi morphologi anatomi uterus.
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Tidak terdapat kontra indikasi.
 Kecurigaan kehamilan intrauterin atau ekstrauterine.
 Evaluasi janin intra uterine.
 Kecurigaan placenta previa.
 Kecurigaan Endometriosis.
 Kecurigaan tumor intra uterin maupun ekstrauterin.
 Kecurigaan massa tumor (kistik atau solid) di pelvis atau
parametrium.
 Kasus-kasus infertilitas primer maupun Sekunder
Kontra indikasi :
 Tidak terdapat kontra indiikasi.
 Relatif : Pasien gelisah sehingga menganggu manuver
penempatan transduser.
Persiapan Pasien
 Vesika urinaria diupayakan terisi penuh.
 Usus bersih dari sisa faekal material maupun udara yang
berlebihan.
Persiapan Peralatan
 Digunakan transduser convex dengan frekuensi 3,5 MHz.
Tata laksana pemeriksaan
 Pasien diposisikan pada supine.
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI GENITALIA INTERNA
WANITA
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
No. Dokumen :
03.08.81
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016






Halaman :
2 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Setelah seluruh tindakan awal pemeriksaan yang tercantum
dalam ketentuan umum dilakukan, pemeriksaan dapat
dilakukan.
Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan
transduser sesuai dengan kebutuhan diagnostik. Untuk
pemeriksaan parametrium posisi transduser transversal.
Apabila ditemukan adanya kelainan morphologi anatomi pada
Uterus, atu ditemukan massa pada daerah parametrium,
dimensinya (ukurannya) harus dicantumkan.
Diambil beberapa “image” dari lesi patologis yang
dipertimbangkan cukup dapat memberikan informasi
diagnostik, dengan merubah posisi transduser pada posisi
longitudinal, sagital, atau oblique.
Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi
pada lesi yang diduga patologis.
“Image” yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara tertulis
(diketik) pada blangko ekspertise yang telah disiapkan
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Referensi
:
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI TESTIS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.82
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan
dengan teknologi ultrasound (gelombang suara denga frekuensi ultra)
untuk mengevaluasi kelainan pada testis.
Tujuan
:
 Memeriksa echostruktur testis dan ductus defferens
 Mengevaluasi morphologi anatomi estis dan ductus deferens.
 Mencari kemungkinan adanya testis ectopik, atau adenscensus
testicularum.
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Kecurigaan testis ektopik, atau adenscensus testicularum.
 Kecurigaan keganasan pada testis.
 Kecurigaan massa tumor (kistik atau solid) pada testis.
 Proses peradangan pada testis.
Kontra indikasi :
 Tidak terdapat kontra indiikasi.
 Relatif : Pasien gelisah sehingga menganggu manuver
penempatan transduser.
Persiapan Pasien
 Pada pasien anak-anak diperlukan diberikan obat tidur
(hipnotika).
Persiapan Peralatan
 Digunakan transduser linier dengan frekuensi 5 MHz.
Tata laksana pemeriksaan
 Pasien diposisikan pada supine dengan kedua lengan abduksi
keatas.
 Setelah seluruh tindakan awal pemeriksaan yang tercantum
dalam ketentuan umum dilakukan, pemeriksaan dapat
dilakukan.
 Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan
transduser sesuai dengan kebutuhan diagnostik (longitudinal
dan transversal).
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI TESTIS
No. Dokumen :
03.08.82
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016




Halaman :
2 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Apabila ditemukan adanya kelainan morphologi anatomi atau
adanya massa (solid atau kistik) pada testis, dimensinya
(ukurannya) harus dicantumkan.
Diambil beberapa “image” dari lesi patologis yang
dipertimbangkan cukup dapat memberikan informasi
diagnostik, dengan merubah posisi transduser.
Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi
pada lesi yang diduga patologis.
“Image” yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara tertulis
(diketik) pada blangko ekspertise yang telah disiapkan.
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Referensi
:
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI VARICOCELE
No. Dokumen :
03.08.83
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
1 dari 1
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan
dengan teknologi ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada vena
di plexus pampiniformis
Tujuan
:

Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Kecurigaan adanya varicocele.
Persiapan pemeriksaan tatalaksana pemeriksaan
 Persiapan pasien

Penjelasan pada pasien saat akan dimulai pemeriksaan
dengan posisi pasien terlentang.
 Persiapan peralatan

Digunakan transduser linier dengan frekuensi 10-12 MHz.
 Tata Laksana Pemeriksaan

Pasien tidur terlentang.

Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.

Transducer diletakkan dimulai dari cranial dari testis (caput
epididymis-plexus pampiniformis).

Dilakukan pemeriksaan greyscale dan diukur caliber dari
vasa-vasa di plexus pampiniformis, kemudian dilakukan color
flow mapping disertai valsava, adakah regurgitasi.
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Referensi
:
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
Memeriksa dan
pampiniformis..
mengukur
caliber
vasa-vasa
di
plexus
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI ARTERI
EKSTREMITAS SUPERIOR
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
No. Dokumen :
03.08.84
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan
dengan teknologi Ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada arteri
ekstremitas superior.
Tujuan
:



Memeriksa dan mengukur diameter arteri ekstremitas superior
(arteri subclavia, arteri axillaris, arteri brachialis, arteri radialis, dan
arteri ulnaris).
Menilai ada tidaknya oklusi atau stenosis pada arteri ekstremitas
superior
Menilai velositas arteri ekstremitas superior
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Kecurigaan adanya oklusi atau stenosis di arteri ekstremitas
superior.
Kontra indikasi :
 Tidak terdapat kontra indikasi absolut.
 Relatif : Pasien gelisah sehingga menganggu manuver
penempatan transduser.
Persiapan pemeriksaan tatalaksana pemeriksaan :
 Persiapan pasien

Penjelasan pada waktu akan dimulai pemeriksaan dengan
posisi pasien terlentang dan kaki lebih rendah daripada
kepala.
 Persiapan peralatan

Digunakan transduser linier dengan frekuensi 10-12 MHz.
 Tata Laksana Pemeriksaan

Pasien tidur terlentang.

Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.

Transducer diletakkan dimulai dari arteri subclavia ke arah
kaudal sampai arteri radialis dan arteri ulnaris. Dilakukan
analisa spektral dan pengukuran velositas pada setiap
segmen.
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI VENA
EKSTREMITAS SUPERIOR
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
No. Dokumen :
03.08.85
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
1 dari 1
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan
dengan teknologi Ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada vena
ekstremitas superior.
Tujuan
:


Memeriksa dan mengukur diameter vena ekstremitas superior
(vena subclavia, vena axillaris, vena cephalica, vena basilica,
vena brachialis, vena radialis, dan vena ulnaris).
Menilai ada tidaknya thrombus
Kebijakan
: 3. 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/ SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana
Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Kecurigaan adanya thrombus di vena ekstremitas superior.
Kontra indikasi :
 Tidak terdapat kontra indikasi absolut.
 Relatif : Pasien gelisah sehingga menganggu manuver
penempatan transduser.
Persiapan pemeriksaan tatalaksana pemeriksaan :
 Persiapan pasien

Penjelasan pada waktu akan dimulai pemeriksaan dengan
posisi pasien terlentang dan kaki lebih rendah daripada
kepala.
 Persiapan peralatan

Digunakan transduser linier dengan frekuensi 10-12 MHz.
 Tata Laksana Pemeriksaan

Pasien tidur terlentang.

Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.

Transducer diletakkan dimulai dari vena subclavia ke arah
kaudal sampai vena radialis dan vena ulnaris. Bila tidak ada
thrombus boleh dilakukan kompresi pada setiap segmen. Bila
ada thrombus cukup dilakukan dengan color flow mapping.
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Referensi
:
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI ARTERI
EKSTREMITAS INFERIOR
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
No. Dokumen :
03.08.86
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 1
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan
dengan teknologi Ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada arteri
ekstremitas inferior.
Tujuan
:



Memeriksa dan mengukur diameter arteri ekstremitas inferior
(arteri femoralis, arteri poplitea, dan arteri tibialis anteriorposterior).
Menilai ada tidaknya oklusi atau stenosis pada arteri ekstremitas
inferior
Menilai velositas arteri ekstremitas inferior
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Kecurigaan adanya oklusi atau stenosis arteri ekstremitas inferior.
Kontra indikasi :
 Tidak terdapat kontra indikasi absolut.
 Relatif : Pasien gelisah sehingga menganggu manuver
penempatan transduser.
Persiapan pemeriksaan tatalaksana pemeriksaan :
 Persiapan pasien

Penjelasan pada waktu akan dimulai pemeriksaan dengan
posisi pasien terlentang dan kaki lebih rendah daripada
kepala.
 Persiapan peralatan

Digunakan transduser linier dengan frekuensi 10-12 MHz.
 Tata Laksana Pemeriksaan

Pasien tidur terlentang.

Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.

Transducer diletakkan dimulai dari arteri femoralis ke arah
kaudal sampai arteri tibialis anterior-posterior. Dilakukan
analisa spektral dan pengukuran velositas pada setiap
segmen.
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI VENA
EKSTREMITAS INFERIOR
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
No. Dokumen :
03.08.87
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan
dengan teknologi Ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada vena
ekstremitas inferior.
Tujuan
:



Memeriksa dan mengukur diameter vena ekstremitas inferior
(vena femoralis, vena saphena magna, vena poplitea, vena
saphena parva, dan vena tibialis anterior- posterior).
Menilai ada tidaknya thrombus
Menilai kemampuan/patensi katup vena.
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Kecurigaan adanya thrombus di vena ekstremitas inferior.
 Kecurigaan adanya insufisiensi katup vena di ekstremitas inferior.
Kontra indikasi :
 Tidak terdapat kontra indikasi absolut.
 Relatif : Pasien gelisah sehingga menganggu manuver
penempatan transduser.
Persiapan pemeriksaan tatalaksana pemeriksaan :
 Persiapan pasien

Penjelasan pada waktu akan dimulai pemeriksaan dengan
posisi pasien terlentang dan kaki lebih rendah daripada
kepala.
 Persiapan peralatan

Digunakan transduser linier dengan frekuensi 10-12 MHz.
 Tata Laksana Pemeriksaan

Pasien tidur terlentang.

Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.

Transducer diletakkan dimulai dari vena femoralis ke arah
kaudal sampai vena tibialis anterior-posterior. Bila tidak ada
thrombus boleh dilakukan kompresi pada setiap segmen. Bila
ada thrombus cukup dilakukan dengan color flow mapping.

Dilakukan valsava test, dan augmented test untuk
mengetahui patensi katup vena.
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI VENA
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
EKSTREMITAS INFERIOR
No. Dokumen :
03.08.87
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
2 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Referensi
:
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
PEMERIKSAAN
CT SCAN TANPA MEDIA KONTRAS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.88
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
1 dari 4
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan Imejing Radiodiagnostik Tomografi Komputer
dengan peswat, Whole Body CT Scan tanpa media kontras.
Tujuan
:
Pemeriksaan/ pembuatan Imejing lapis – demi lapis sesuai dengan
ketebalan dan organ yang dikehendaki.
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Dilakukan jika pasien sudah diperiksa dengan modalitas lain
tetapi hasilnya belum memuaskan, atau tidak mungkin dilakukan
dengan modalitas lain.
Posisi pasien dan rincian teknis irisan (“slicing”) tergantung pada
organ target yang akan di periksa dan latar belakang klinis yang
mendasari permintaan pemeriksaan.
A. CT Scan Kepala
1. Kasus Trauma Kepala

Posisi pasien supine, leher flexi ( kepala pada penyangga
kepala).

Irisan sejajar garis OM ( orbito meatal line ), kearah
vertex.

Interval irisan 10mm (1cm)

Tampilan citra: parenhcym (FC2) jaringan otak , dan citra
sistema tulang (FC3) ossa calvaria, ossa basis tengkorak
(neurocranium).
2. Kasus Stroke dan Space Occupying Process (SOP)

Parameter pencitraan sama dengan kasus trauma
kepala, kecuali tampilan citra hanya parenhcym jaringan
otak (FC2).

Sering di ikuti dengan tindakan pemeriksaan
menggunakan media kontras.
PEMERIKSAAN
CT SCAN TANPA MEDIA KONTRAS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.88
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
2 dari 4
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
3. CT-Scan Cerebellum

Irisan l.k. 15 derajat dari tepi orbital kearah meatus

Interval irisan 5mm

Tampilan citra FC2

Sering diikuti dengan pemeriksaan dengan media kontras
4 . CT-Scan Orbita

Irisan sejajar dengan OM line

Interval irisan 5mm

Tampilan citra FC3

Pada kasus tertentu dilanjutkan pemeriksaan dengan

menggunakan media kontras
5. CT Scan Viscerocranial

Posisi supine , irisan sejajar pallatum ( cross section)
posisi prone , irisan tegak lurus pallatum

(coronal section)

Interval irisan 8-10mm

Tampilan citra FC2
6. CT-Scan Nasopharynx

Posisi supine, irisan cross sectional daerah nasopharynx
posisi prone, irisan sejajar dinding nasopharynx

Interval irisan 8-10mm

Tampilan citra FC2
7. CT Scan Os Petrossum

Irisan sejajar dengan OM line

Interval irisan 2-3mm

Tampilan citra FC3 dengan “ zooming techniques”
PEMERIKSAAN
CT SCAN TANPA MEDIA KONTRAS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.88
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
3 dari 4
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
B. CT Scan Leher ( Colli)
Dilaksanakan dengan acuan teknis yang secara umum sama
dengan pemeriksaan CT Scan Kepala :

Posisi supine dengan irisan cross sectional

Sudut irisan dengan sumbu panjang disesuaikan dengan
indikasi pemeriksaan ( tulang vertebra cervical, discus
intervertebral cervicalis, atau soft tissue).

Interval irisan 5-10mm.

Tampilan citra FC2 dan atau FC3

Pada situasi tertentu ( atas indikasi ) tampailan citra dibuat
dengan “ zooming techniques”
C. CT Scan Thorax
1. CT Scan Paru

Posisi supine dengan leher sejajar dengan meja
pemeriksaan.

Irisan tegak lurus dengan sumbu tubuh.

Interval irisan 10-15mm, dan pada daerah yang dicurigai
terdapat proses patologi interval irisan 5-8mm.

Tampilan citra FC3
2. CT Scan Mediastinum

Posisi supine , dengan lengan keatas ( cranial)

Irisan tegak lurus dengan sumbu tubuh.

Interval irisan 10mm.

Tampilan citra FC2
D. CT Scan Abdomen dan Pelvis
Secara umum acuan teknis sama dengan CT Scan thorax

Posisi: supine, sumbu tubuh sejajar dengan meja
pemeriksaan

Scan parameter sama dengan CT Scan Thorax

Secara teknis sering dilaksanakan menggunakan media
kontras.
PEMERIKSAAN
CT SCAN TANPA MEDIA KONTRAS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.88
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
4 dari 4
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
E. CT Scan Vertebra
Dilaksanakan dengan acuan parameter scanning yang secara
umum sama dengan CT Scan sistema muskuloskeletal.
1. CT Scan Vertebra Cervical




Posisi: supine, sumbu tubuh sejajar dengan meja
pemeriksaan
Irisan sejajar dengan sumbu tegak discus intervertebralis
dan atu corpus vertebrae.
Interval irisan : 5mm
Tampilan citra FC3, dengan teknik zooming
2. CT Scan Vertebra Thoracal, Lumbal, dan Sacrococecygeal.

Posisi: supine, sumbu tubuh sejajar dengan meja
pemeriksaan

Irisan sejajar dengan sumbu tegak discus intervertebralis
dan atau corpus vertebrae.

Interval irisan 5-10 mm.

Tampilan citra: FC3, dengan teknik zooming.
F. CT Scan Ekstremitas
Dilaksanakan dengan acuan parameter scanning sama dengan CT
Scan sistem Muskuloskeletal pada umumnya.
1. CT Scan Ekstremitas atas

Posisi: supine, sumbu tubuh sejajar dengan meja
pemeriksaan

Irisan tegak lurus sumbu panjang ( axis) tulang yang
diperiksa

Interval irisan 10-12mm, pada daerah lesi 5-6mm.

Tampilan citra FC3 ( apabila diperlukan digunakan
technique zooming).
2. CT Scan Ekstremitas Bawah




Posisi supine dengan tungkai ( ekstremitas bawah)
ditempatkan pada bagian kranial meja pemeriksaan.
Irisan tegak lurus sumbu panjang tulang yang diperiksa.
Interval irisan 10-12mm, pada daerah 5-6mm.
Tampilan citra FC3 ( apabila diperlukan di gunakan teknik
“ zooming”).
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Referensi
:
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
PEMERIKSAAN
CT SCAN DENGAN MEDIA KONTRAS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.89
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksan Imejing Radiodiagnostik Tomografi Komputer
dengan pesawat Whole Body CT-Scan menggunakan media kontras
Tujuan
:
Pemeriksaan/ pembuatan Imejing lapis – demi lapis sesuai dengan
ketebalan dan organ yang dikehendaki.
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi :
 Dilakukan jika pasien sudah diperiksa dengan modalitas lain
tetapi hasilnya belum memuaskan, atau tidak mungkin dilakukan
dengan modalitas lain.
Kontra indikasi :
 Absolut :
 Allergi terhadap media kontras yang digunakan.
 Renal Failure
 Pasien gelisah / tidak cooperatif.
 Relatif : keadaan pasien yang buruk.
Persiapan peralatan dan bahan pemeriksaan
1. Unit Whole Body CT-Scan. Dilakukan checking fungsi seluruh
module (bagian) instrument.
2. Peralatan pendukung imejing : handschoon, spuit, kapas alkohol
3. Bahan kontras iv dan intrathecal : media kontras cair yang larut
dalam air, jenis non ionic ( dengan dosis 1-2 ml per kg Berat
Badan, baik pada bayi, anak dan dewasa ), sedangkan kontras
per.oral dapat digunakan larutan barium maupun kontras cair nonionik.
4. Bahan obat-obatan untuk penanganan reaksi allergi terahadap
media kontras.
PEMERIKSAAN
CT SCAN DENGAN MEDIA KONTRAS
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.89
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
2 dari 4
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Teknis pemeriksaan
1. Posisi pasien dan rincian teknis irisan (“slicing”) tergantung pada
organ target yang akan di periksa dan latar belakang klinis yang
mendasari permintaan pemeriksaan.
2. Dokter menyapa pasien dan memberikan informasi dan
penjelasan tentang prosedur pemeriksaan, indikasi, kontra
indikasi, efek samping dan komplikasi pemeriksaan
3. Dokter memberikan formulir persetujuan tindakan medic (informed
concent) kepada pasien atau keluarga pasien, untuk ditandatangani, pasien / keluarga berhak untuk menyetujui / menolak
tindakan medik tsb.
4. Dokter dan perawat mencuci tangan dan memakai handschoon
Media kontras i.v dan intra thecal diinjeksikan sesaat sebelum
pemeriksaan CT-Scan dilakukan, dengan melakukan skin test
terlebih dahulu.
5. Untuk pasien anak-anak yang gelisah, dapat diberikan
premedikasi dengan obat penenang ( Chlorhidrat 1ml per kg Berat
Badan yang diminumkan l.k 15 menit sebelum pemeriksaan )
dengan terlebih dahulu dikonsulkan ke Instalasi Anesthesi,
sedangkan kontras per.oral diberikan kepada pasien l.k 30 menit
sebelum pemeriksaan.
6. Teknik setting scano-progam dibuat berdasarkan jenis
pemeriksaan CT-Scan yang akan dilakukan
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
PEMERIKSAAN
OESOPHAGUS MAAG DUODENUM (OMD)
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.90
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 3
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing Radiodiagnostik menggunakan media
kontras pada Oesophagus (O), Maag (M), dan Duodenum (D)
Tujuan
:
Mendiagnosa / melihat semua dugaan yang terkait dengan kelainan
pada daerah Oesophagus (O), Maag (M), dan Duodenum (D)
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Kontras menggunakan Barium sulfat
 Serbuk effervescent
 Apabila terdapat kecurigaan adanya fistel digunakan media
kontras non ionik
 Perlengkapan pendukung khusus :
 Gelas dan sendok.
 Kertas tissue.
 Pipet / sedotan.
Teknis pemeriksaan Oesophagus (O)
Tujuan
: menilai passage media kontras (fluoroskopi), dan
memvisualisasi gambaran mukosa, bentuk, ukuran, dam posisi
oesophagus.
 Untuk pemeriksaan passage media kontras, pasien
berdiri
(erect), dengan proyeksi semi oblique kiri terhadap bidang
vertikal.
 Media kontras Barium sulfat kental (1:1) dimasukkan secara oral
sejumlah l.k 1 sendok makan. Bersamaan diperintahkan menelan.
 Dibuat foto (radiografi) :
 Pada posisi pasien semi oblique, CR horizontal, CP
pertengahan oesophagus
 Pada posisi LAT, CR horizontal, CP pertengahan oesophagus
PEMERIKSAAN
OESOPHAGUS MAAG DUODENUM (OMD)
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.90
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
2 dari 3
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Teknis pemeriksaan Maag (M) :
 Pasien diposisikan berbaring diatas meja pemeriksaan oleh dokter
pemeriksa. Selama pemeriksaan pasien diminta untuk tidak
mengeluartakan udara dari lambung (ructus) dan diberikan serbuk
effervescent.
 Dilakukan pengambilan foto :
 Seluruh lambung, proyeksi prone dan supine
Serial spot film :
 Proyeksi RAO (supine) : daerah antrum dan cardia dan
curvatura mayor.
 Proyeksi AP (supine) : daerah antrum dan corpus.
 Proyeksi LAO (supine) : curvatura minor secara en-face.
 Proyeksi LL (left lateral), dengan sudut badan 450, CP pada
fundus gaster
 Dilanjutkan dengan pemberian kontras barium sulfat encer (1:4)
secukupnya sampai lambung terisi penuh (full-filling).
 Dilakukan pengambilan foto pada proyeksi :
 Proyeksi AP.
 Proyeksi Lateral.
 Proyeksi prone.
Teknis pemeriksaan Duodenum (D) :
 Segera setelah selesai pemeriksaan lambung, pasien diposisikan
erect atau bila kondisi pasien tidak memungkinkan dapat tetap
dilakukan pada posisi supine
 Dilakukan pengambilan foto :
 Bulbus duodenum, proyeksi LPO
 C-loop duodenum, proyeksi AP
Perawatan pasien
 Pasca pemeriksaan pasien diberi obat-obatan laxative ringan.
 Pasien diijinkan meninggalkan ruang pemeriksaan apabila tidak
terdapat keluhan
Kemungkinan komplikasi
 Aspirasi.
 Barium leakage akibat adanya mikro perforasi yang tidak
diketahui sebelumnya.
 Barium appendicitis.
 Allergi (delayed reaction)
PEMERIKSAAN
OESOPHAGUS MAAG DUODENUM (OMD)
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Unit Terkait
No. Dokumen :
03.08.90
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
:
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
Halaman :
3 dari 3
PEMERIKSAAN
USUS HALUS (BARIUM FOLLOW THROUGH)
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.91
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing Radiodiagnostik menggunakan media
kontras pada sistema usus halus
Tujuan
:
Mendiagnosa / melihat semua dugaan yang terkait dengan kelainan
pada daerah sistema usus halus
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Digunakan kontras barium sulfat encer
 Apabila terdapat kecurigaan adanya fistel digunakan media
kontras water-soluble (kontras non ionik)
 Peralatan pendukung :
 Gelas dan sendok.
 Kertas tissue.
 Pipet / sedotan.
Persiapan Pasien :
 Sebelum pemeriksaan dimulai, pasien menjalani lavement untuk
pengosongan fecal material pada sistema colon.
 Pasca lavement pasien dipuasakan sampai dengan pemeriksaan
selesai dilakukan.
Teknis pemeriksaan :
 Posisi pasien supine, dibuat foto polos abdomen (AP). (Dilakukan
penilaian tentang kualitas persiapan pasien. Pada keadaan
dimana persiapan pasien dinilai tidak cukup adekuat,
pemeriksaan dapat dibatalkan untuk dilakukan perbaikan
persiapan pasien.)
 Media kontras dimasukkan per oral (diminum), sampai dengan
mengisi daerah ileum terminale / caecum. Dilakukan pemotretan
pada proyeksi :
 Antero Posterior (AP)
 Additional view dilakukan apabila diperlukan.
 Untuk additional view tidak terdapat proyeksi standar.
PEMERIKSAAN
USUS HALUS (BARIUM FOLLOW THROUGH)
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Unit Terkait
No. Dokumen :
03.08.91
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
:
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
Halaman :
2 dari 2
PEMERIKSAAN
LOPOGRAFI
No. Dokumen :
03.08.92
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
1 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing Radiodiagnostik menggunakan media
kontras pada punctum proksimalis dan atau punctum distalis sistema
colon pasca operasi colostomi atau sistema usus halus pasca
ileostomi
Tujuan
:
Mendiagnosa / mengevaluasi semua dugaan yang terkait dengan
kelainan pada punctum proksimalis dan/atau punctum distalis sistema
colon pasca operasi colostomi atau sistema usus halus pasca
ileostomi.
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Media kontras Barium sulfat untuk lopografi punctum
proksimal, dan media kontras water-soluble (urografin,
gastrografin) untuk lopografi distal.

Peralatan pendukung :
 DC (ukuran disesuaikan)
 Spuit injeksi 50 cc
 Spuit injeksi 10 cc
 Gelas dan sendok.
 Kertas tissue.
Persiapan Pasien :
 Sebelum pemeriksaan dimulai, pasien menjalani lavement untuk
pengosongan fecal material pada sistema colon.
 Pasca lavement pasien dipuasakan sampai dengan pemeriksaan
selesai dilakukan.
Teknis pemeriksaan :


Pasien posisi supine.
media kontras dimasukan melalui kateter yang dipasang pada
ostium punctum proksimal atau ostium punctum distal,
tergantung/sesuai dengan jenis pemeriksaan lopografi yang akan
dilakukan.
PEMERIKSAAN
LOPOGRAFI
No. Dokumen :
03.08.92
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Mei 2016
:
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Dilakukan pengambilan spot film untuk mendapatkan informasi
tentang morphologi anatomi (bentuk, ukuran dan posisi) segmen
colon atau usus halus yang diperiksa.
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
Halaman :
2 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :

Unit Terkait
No. Revisi :
00
PEMERIKSAAN
COLON IN LOOP
No. Dokumen :
03.08.92
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing Radiodiagnostik menggunakan media
kontras pada sistema colon
Tujuan
:
Mendiagnosa / melihat semua dugaan yang terkait dengan kelainan
pada daerah sistema colon
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Kontras Barium sulfat , apabila dicurigai adanya perforasi
menggunakan kontras water-soluble non ionik
 Peralatan pendukung :
 Tabung irrigator berikut standarnya
 Klem / penjepit.
 Kateter.
 Pompa udara manual.
 Bengkok
Persiapan Pasien :
 Sebelum pemeriksaan dimulai, pasien menjalani lavement untuk
pengosongan fecal material pada sistema colon.
 Pasca lavement pasien dipuasakan sampai dengan pemeriksaan
selesai dilakukan.
 Pemeriksaan colon in loop pada pasien anak/ bayi dengan
kecurigaan megacolon congenital, tidak dilakukan tindakan
manipulasi setidaknya selama 3 x 24 jam sebelum pemeriksaan.
Teknis pemeriksaan :


Posisi pasien supine, dibuat foto polos abdomen (AP). (Dilakukan
penilaian tentang kualitas persiapan pasien. Pada keadaan
dimana persiapan pasien dinilai tidak cukup adikwat, pemeriksaan
dapat dibatalkan untuk dilakukan perbaikan persiapan pasien.)
Dilakukan pemasangan kateter per rectal, media kontras
dimasukkan secara perlahan sampai dengan mengisi daerah
recto-sigmoid. Dilakukan pemotretan pada proyeksi :
 Antero Posterior (AP) dan Lateral kiri.
 Additional view dilakukan apabila diperlukan.
PEMERIKSAAN
COLON IN LOOP
No. Dokumen :
03.08.92
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Mei 2016
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009

Dilakukan pengisian kontras full filling sampai mencapai caecum
secara penuh untuk menilai patensi katup iliocaecal.

Seluruh sistema colon terisi penuh, dilakukan pemotretan seluruh
abdomen, pada proyeksi PA
Dilakukan pemeriksaan double contras dengan memasukkan
sejumlah udara secara pompa manual sampai seluruh sistema
colon terisi udara.
Additional foto dapat dilakukan apabila diperlukan.

:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
Halaman :
2 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :

Unit Terkait
No. Revisi :
00
PEMERIKSAAN
APPENDICOGRAFI
No. Dokumen :
03.08.93
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
1 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Prosedur ini Penjelasan
tentang tatacara pelaksanaan teknik
pemeriksaan dengan media kontras positif melihat kelainan pada
usus buntu.
Tujuan
:
Mendiagnosa dugaan yang terkait dengan kelainan pada appendiks
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Media kontras BaSO4 100 cc dan air minum
 Gelas dan sendok makan
Persiapan Pasien :
 Tidak ada persiapan khusus.
 Beri penjelasan pasien atau keluarga pasien mengisi surat
persetujuan tindakan pemeriksaan (inform consent).
Teknis pemeriksaan :



Unit Terkait
:
Lakukan Foto polos abdomen untuk mengetahui persiapan pasien
dan untuk menentukan faktor eksposi selanjutnya. Dengan
menggunakan proyeksi anteroposterior (AP)
Kontras media yang telah disediakan diminumkan (di bangsal atau
di rumah). Dilakukan foto abdomen lagi selang 9-12 jam setelah
pasien minum kontras dengan menggunakan proyeksi antero
posterior (AP).
Pada kasus tertentu dibuat proyeksi Obliq kanan dengan MSP
diatur membentuk sudut 30° dari meja pemeriksaan atau kaset.
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
PEMERIKSAAN
PYELOGRAFI INTRAVENA (IVP)
No. Dokumen :
03.08.94
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing Radiodiagnostik menggunakan media
kontras pada sistema traktus urinarius
Tujuan
:
Mendiagnosa / melihat semua dugaan yang terkait dengan kelainan
pada pada sistema Traktus urinarius terutama morphologi anatomi
dan fungsional pyelum, ureter dan vesica urinaria .
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi pemeriksaan IVP :
 Nephrolithiasis, pyelonephritis, Hydronephrosis, Tumor, Anomaly
Conginetal, Stogging pada kasus proses keganasan
Kontra Indikasi pemeriksaan IVP :
 Absolut : Alergi terhadap media kontras
 Relatif : Gangguan fungsi ginjal derajat berat dengan keadaan
umum pasien buruk, Tensi tinggi, Suhu badan tinggi
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Media kontras Non Ionik
 Peralatan injeksi (iv)
 Tensimeter
 Stetoskop
 Perlengkapan pertolongan darurat medis untuk kemungkinan
terjadinya hipersensitivitas terhadap media kontras.
 Dosis media kontras : 1ml/kg berat badan ( kadar ureum kreatinin
normal, kadar kreatinin < 1,5 ).
Persiapan Pasien :
 Sebelum pemeriksaan (2-3 hari) pasien disarankan untuk tidak
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat.
 Maksimal dalam 2 minggu sebelum pemeriksaan IVP,pasien
sudah menjalani pemeriksaan laboratorium kadar Ureum dan
Kreatinin Darah. Pemeriksaan IVP pada pasien dengan kadar
Ureum dan Kreatinin normal dapat memberikan informasi
diagnostik maksimal.
.
PEMERIKSAAN
PYELOGRAFI INTRAVENA (IVP)
No. Dokumen :
03.08.94
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016




Halaman :
2 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Malam sebelum pemeriksaan pasien diminta untuk minum obat
pencahar (“urus-urus”), untuk membersihkan sistema usus dari
sisa-sisa fecal material.
Intake cairan malam hari sebelum pemeriksaan diabatasi untuk
menciptakan kondisi relatif dehidrasi (dehidrasi ringan), dan
dilarang merokok serta banyak bicara.
Penderita diminta untuk puasa makan minimal 8 jam sebelum
pemeriksaan sampai dengan pemeriksaan selesai dilakukan.
Untuk menghindari Contrast Induced Nephropathy setelah
pemeriksaan, pasien diminta minum sebanyak-banyaknya.
Teknis pemeriksaan




Unit Terkait
:
Posisi pasien supine , dibuat plain foto abdomen (BNO) sebagai
base line foto.
Injeksi media kontras (i.v).
Dibuat serial foto dengan proyeksi AP pada menit ke-5, 15, 45
dan/atau 60 (sesuai situasi dan kondisi selama pemeriksaan)
serta post voiding; sedangkan proyeksi PA pada menit ke-30.
Pada kasus dimana terjadi delayed visualization kedua ginjal
(akibat kadar ureum dan kreatinin darah diatas nilai normal),
waktu/saat eksposi dapat ditambah / diperpanjang sesuai kondisi
pemeriksaan. Pada kasus tertentu dapat dilakukan penambahan
posisi sebagai konfirmasi dari kelainan yang didapatkan.
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
PEMERIKSAAN
CYSTOGRAFI
No. Dokumen :
03.08.95
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
1 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Prosedur ini Penjelasan
tentang tatacara pelaksanaan teknik
pemeriksaan vesica urinaria dengan menggunakan media kontras
positif yang dimasukan langsung ke dalam vesica urinaria melalui
kateter
Tujuan
:
Mendiagnosa / melihat semua dugaan yang terkait dengan kelainan
pada vesica urinaria .
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Media kontras water soluble non ionik/ionik
 Spuit 50cc jarum tengah
 Catether no.18
 Klem
 Aquabidest atau NaCl
Persiapan Pasien :
 Tidak ada persiapan khusus baik dari segi alat maupun pasien
nya, hanya benda – benda yang terbuat dari logam yang dapat
mengganggu gambaran harus dilepas.
 Beri penjelasan kepada pasien atau keluarga pasien mengenai
tujuan dari pemeriksaan tersebut serta mengisi surat persetujuan
pemeriksaan (inform consent).
Teknis pemeriksaan




Teknik pemasukan media kotras dilakukan oleh dokter spesialis
radiologi.
Teknik radiografi dilakukan oleh radiografer.
Lakukan foto polos Antero-Posterior dengan
Kontras media positif yang telah larurkan dengan aquabidest
perbandingan 1:3 sebanyak 100-200 cc dimasukan melalui
katether
.
PEMERIKSAAN
CYSTOGRAFI
No. Dokumen :
03.08.95
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
25 Mei 2016
:
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Proyeksi Antero-posterior, Oblique kanan, Oblique kiri bila perlu
lateral. Tergantung dari permintaan dokter spesialis radiologi
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
Halaman :
2 dari 2
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :

Unit Terkait
No. Revisi :
00
PEMERIKSAAN
URETHROGRAFI
No. Dokumen :
03.08.96
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
1 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Prosedur ini Penjelasan
tentang tatacara pelaksanaan teknik
pemeriksaan urethra secara radiologi dengan menggunakan media
kontras positif
Tujuan
:
Mendiagnosa / melihat semua dugaan yang terkait dengan kelainan
pada urethra .
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi
 Retensi urin, Kelainan congenital, Fistule, Tumor , Batu uretra
Kontra indikasi
 Radang uretritis akut
 Radang prostat
 Penderita terdapat riwayat alergi kontras.
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Media kontras positif (Urografin)
 Spuit 50 cc jarum tengah
 Aquabidest atau NaCl
 Kateter no 8
Persiapan Pasien :
 Tidak ada persiapan khusus baik dari segi alat maupun pasien
nya, hanya benda – benda yang terbuat dari logam yang dapat
mengganggu gambaran harus dilepas.
 Beri penjelasan kepada pasien atau keluarga pasien mengenai
tujuan dari pemeriksaan tersebut serta mengisi surat persetujuan
pemeriksaan (inform consent).
Teknis pemeriksaan

Setelah dilakukan foto polos lakukan pemasukan media kontras
±50 cc melalui kateter yang sudah terpasang. lakukan foto AP
(Anterio Posterior), Oblik kanan atau kiri.
 Antero-Posterior (AP) Polos
 Mengetahui ketepatan obyek serta ketepatan faktor eksposi
yang akan digunakan.
.
PEMERIKSAAN
URETHROGRAFI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.96
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
2 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
 Antero-Posterior (AP ) post kontras
 Tujuan untuk melihat kandung kemih dan seluruh bagian
uretra.
 Oblik kanan atau kiri
 Bertujuan untuk menilai bagian uretra dan kandung kemih
tidak superposisi dengan simphisis pubis.
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
PEMERIKSAAN
ANTEGRADE PYELOGRAPHY (APG)
No. Dokumen :
03.08.97
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
1 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Prosedur ini Penjelasan
tentang tatacara pelaksanaan teknik
pemeriksaan Antegrade Pyelography dengan media kontras untuk
menampakkan morfologi dari sistema pelvicocalyces (SPC) ginjal dan
pemeriksaan letak obstruksi pada ureter
Tujuan
:
Mendiagnosa / melihat semua dugaan yang terkait dengan kelainan
pada sistema traktur urinarius terutama SPC dan ureter.
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi dilakukan pemeriksaan APG :
 Apabila pada pemeriksaan IVP tidak memberikan hasil yang baik
dan retrograde pyelography (RPG) tidak dapat dilakukan atau
terdapat kontra indikasi
 Kecurigaan obstruksi pada ureterdengan lokasi yang tidak jelas
padapemeriksaan IVP
 Terpotongnya ureter pada kasus pasca tindakan bedah
abdomen/ginekologis
 Dugaan abses atau fistula
Kontra Indikasi
 Absolut : Alergi terhadap media kontras positif
 Relatif
: Riwayat alergi terhadap bahan (obat-obatan) atau
makanan tertentu
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Media kontras water soluble non ionik
 Peralatan injeksi 10 – 20 ml
Persiapan Pasien :
 Pada pemeriksaan ini pasien
sudah terpasang katether
nephrostomi dari ruang bedah
 Beri penjelasan kepada pasien atau keluarga pasien mengenai
tujuan dari pemeriksaan tersebut serta mengisi surat persetujuan
pemeriksaan (inform consent).
.
PEMERIKSAAN
ANTEGRADE PYELOGRAPHY (APG)
No. Dokumen :
03.08.97
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
2 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Teknis pemeriksaan




Unit Terkait
:
Posisikan pasien tidur terlentang di atas meja pemeriksaan,
Lakukan pemotretan plain abdomen proyeksi Antero-Posterior
Masukkan media kontras melalui kateter secara perlahan oleh
dokter spesialis radiologi dengan radiografer
Buat serial pemotretan untuk mendokumentasikan jalannya media
kontras sesuai dengan arahan dokter spesialis radiologi
Gunakan proyeksi pemotretan tegantung kebutuhan sesuai tujuan
indikasi pemotretan.
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
PEMERIKSAAN
RETROGRADE PYELOGRAPHY (RPG)
No. Dokumen :
03.08.98
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
1 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Prosedur ini Penjelasan
tentang tatacara pelaksanaan teknik
pemeriksaan Retrograde Pyelography dengan media kontras untuk
menampakan sistema traktus urinarius dengan cara pemasukan
media kontras positif kedalam ginjal melalui kateter ureter
Tujuan
:
Mendiagnosa / melihat semua dugaan yang terkait dengan kelainan
pada sistema traktur urinarius terutama ureter dan SPC.
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi dilakukan pemeriksaan RPG :
 Apabila pada pemeriksaan IVP tidak memberikan hasil yang baik
 Menentukan batas bawah stenosis ureter, atau letak obstruksi
pada ureter secara difinitif
Kontra Indikasi
 Absolut : Alergi terhadap media kontras positif
 Relatif : Keadaan umum pasien yang buruk
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Media kontras water soluble non ionik
 Peralatan injeksi 10 – 20 ml
Persiapan Pasien :
 Pada pemeriksaan ini pasien sudah terpasang kateter RPG dari
ruang bedah
 Beri penjelasan kepada pasien atau keluarga pasien mengenai
tujuan dari pemeriksaan tersebut serta mengisi surat persetujuan
pemeriksaan (inform consent).
.
PEMERIKSAAN
RETROGRADE PYELOGRAPHY (RPG)
No. Dokumen :
03.08.98
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
2 dari 2
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Teknis pemeriksaan




Unit Terkait
:
Posisikan pasien tidur terlentang di atas meja pemeriksaan,
Lakukan pemotretan plain abdomen proyeksi Antero-Posterior
Masukkan media kontras melalui kateter secara perlahan oleh
dokter spesialis radiologi dengan radiografer
Buat serial pemotretan untuk mendokumentasikan jalannya media
kontras sesuai dengan arahan dokter spesialis radiologi
Gunakan proyeksi pemotretan tegantung kebutuhan sesuai tujuan
indikasi pemotretan.
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
PEMERIKSAAN
FISTULOGRAFI
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.99
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
1 dari 1
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Prosedur ini Penjelasan tentang pemeriksaan secara radiologis pada
lubang / fistula dengan bantuan kontras positif
Tujuan
:
Mengidentifikasi saluran patologis beserta cabang-cabangnya yang
menghubungan dua
ruangan atau kompartemen yang secara
fisiologis tidak berhubungan.
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Media kontras water soluble non ionik
 Peralatan injeksi 10 – 20 ml
 Kateter atau surflow (ukuran disesuaikan dengan besar stoma)
 Handscoon steril dan non-steril
Persiapan Pasien :
 Tidak ada persiapan khusus bagi pasien , hanya pasien
diharuskan mengisi surat persetujuan tindakan (informed consent)
atau dapat diwakilkan pada keluarganya.
 Penjelasan
kepada pasien / keluarga pasien (pasien tidak
sadar) tentang tujuan dilakukan pemeriksaan tersebut.
Teknik Pemeriksaan
 Buat foto polos pada daerah fistel dengan marker pada lubang
fistel.
 Masukkan media kontras sesuai kebutuhan oleh dokter spesialis
radiologi dengan radiografer.
 Buat foto setelah media kontras masuk sesuai kebutuhan oleh
radiografer.
Unit Terkait
:
IRJ, IRI, IGD, ICU
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
PEMERIKSAAN
HISTEROSALPINGOGRAFI (HSG)
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.100
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
1 dari 3
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pengertian
:
Adalah pemeriksaan imejing Radiodiagnostik menggunakan media
kontras pada Uterus, Tuba Fallopii berikut organ sekitarnya
(Salphynx)
Tujuan
:
Mendiagnosa / melihat semua dugaan yang terkait dengan kelainan
pada pada Uterus, Tuba Fallopii berikut organ sekitarnya (Salphynx)
Kebijakan
:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/Menkes/
SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di
Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta No.
188/2128.2/05/2016 Tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perubahan
Atas Kebijakan Pelayanan Instalasi Radiologi (Lampiran 13) Pada
Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi
Jawa Tengah
Prosedur
:
Indikasi:
 Infertilitas
 Abortus spontan rekurent
 Evaluasi post operasi ligasi tuba atau pelepasan ligasi tuba
 Evaluasi pre operasi myomektomi
Kontra Indikasi
 Wanita hamil
 Peradangan aktif pada pelvis
Persiapan Peralatan dan Bahan :
 Tenakulum
 Sonde uterus.
 Unit peralatan HSG (aplikator, conus dengan ukuran small,
medium dan large, dll)
 Sarung tangan disposable.
 Kassa sterile (deeperes).
 Doek Steril Berlubang..
 Peralatan yang tidak harus steril :
 Bengkok.
 Lampu penerang atau Head lamp.
 Bahan kontras : jenis yang larut dalam air (ionic atau non ionic).
 Bahan – bahan untuk desinfeksi kulit.
PEMERIKSAAN
HISTEROSALPINGOGRAFI (HSG)
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen :
03.08.100
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
No. Revisi :
00
Halaman :
2 dari 3
Ditetapkan
DIREKTUR
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Persiapan Pasien :
 Tidak ada persiapan khusus bagi pasien
 Pemeriksaan dilakukan pada hari ke 9-12 siklus menstruasi (hari
pertama dihitung pada hari keluar darah menstruasi pertama kali)
 Pasien tidak diperbolehkan berhubungan badan sejak awal
menstruasi sampai selesai pemeriksaan
 Jika siklus menstruasi tidak teratur atau ada kecurigaan hamil,
maka dilakukan pemeriksaan β human chorionic gonadotropin (βHCG)
 Pasien diharuskan mengisi surat persetujuan tindakan (informed
consent)
Teknik Pemeriksaan
 Pasien supine dengan posisi lithotomic.
 Daerah perineal dan sekitar labia mayor, moon veneris, dilakukan
desinfeksi.
 Dengan teknik aseptic dilakukan :
 Desinfeksi pada liang vagina dan fornix.
 Pemasangan kanula aplikator dan conus yang ukurannya
sesuai melalui orificium cervix uteri externa. Ukuran panjang
kanula aplikator disesuaikan dengan ukuran leher rahim.
 Dilakukan fiksasi aplikator.
 Pasien diposisikan pada lapangan pemotretan, dengan digeser
secara perlahan, kedua kaki pasien diluruskan.
 Pemasukan media kontras dapat dilakukan dengan atau tanpa
control fluoroskopi.
 Pemotretan dilakukan setelah media kontras dimasukkan secara
perlahan dengan jumlah/volume sebagai berikut :
 Tahap pertama, volume 4-6ml, dilakukan pemotretan AP.
 Tahap kedua, volume kontras yang masuk ditambah sehingga
mencapai kurang lebih 8 ml, dilakukan pemotretan pada
proyeksi antero posterior(AP), Oblique kanan dan Oblique kiri.
Apabila sudah didapat spill-over pada daerah sekitar fimbrie,
pemeriksaaan dapat dianggap selesai.
 Apabila spill-over belum diperoleh dapat dilakukan
penambahan volume kontras hingga mencapai lebih kurang
10-12ml, dan dilakukan pemotretan additional (tambahan).
 Additional film posisi lateral dan pasca pelepasan kanule
aplikator dapat dilakukan apabila dipandang perlu.
PEMERIKSAAN
HISTEROSALPINGOGRAFI (HSG)
No. Dokumen :
03.08.100
RS. JIWA DAERAH
SURAKARTA
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Revisi :
00
Ditetapkan
DIREKTUR
Tanggal Terbit :
25 Mei 2016
Halaman :
3 dari 3
drg. R. BASOEKI SOETARDJO, MMR
NIP. 19581018 198603 1 009
Pasca tindakan



Setelah kanule aplikator dilepas,dilakukan perawatan untuk
menghentikan kemungkinan terjadinya perdarahan.
Pasien diberikan penjelasan tentang kemungkinan adanya spot
bleeding pervaginam dan tata cara penanganannya
Apabila ada komplikasi yang muncul, pasien harus segera
menghubungi dokter yang melakukan pemeriksaan
Kemungkinan komplikasi
 Sehubungan dengan pengguanaan media kontras :
 Allergi (delayed reaction).
 Rasa mual akibat rangsangan peritoneum.
 Sehubungan dengan teknik pemeriksaan:
 Infeksi
 Perdarahan pervaginam
 Rasa nyeri pada daerah pelvic
Unit Terkait
:
IRJ, IRI
Dokumen terkait:
Surat Persetujuan Tindakan Medis
Referensi
Standar Pelayanan Radiologi PDSRI 2011
:
Download