Artikel Asli DRUG HYPERSENSITIVITY SYNDROME (DHS) DI RSUP DR SARDJITO Sa'adatul Huriyah, Ika Fatimah Damayanti, Aprilina Dwi Sulistyowati, Fajar Waskito, Hardyanto Soebono Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Gadjah Mada, RSUP Dr Sardjito Yogyakarta ABSTRAK Drug hypersensitivity syndrome (DHS) merupakan reaksi obat berat, idiosinkratik, ditandai dengan demam, ruam, kegagalan multiorgan, dapat berakibat fatal. Laporan ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik klinis dan laboratoris kasus DHS serta kemungkinan obat penyebab. Subyek adalah pasien rawat inap kasus DHS di RSUP dr Sardjito periode 2007 - 2011, yang memenuhi kriteria diagnosis RegisCar atau kriteria Japanese consensus group. Data yang diambil meliputi umur, jenis kelamin, gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, dan jenis obat yang dicurigai. Dilaporkan 18 kasus DHS (8 perempuan dan 10 laki-laki), usia 16 - 68 tahun. Gambaran klinis subyek berupa demam (94,44%), limfadenopati (38,89%), gangguan hati (50%), lesi kulit [makulopapular/plak eritematosa (88,89%), purpura (33,33%), edema (16,67%), deskuamasi (66,67%)], dan kelainan mukosa (72,22%). Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (72,22%), eosinofilia (61,11%), peningkatan enzim hati (94,44%), penurunan protein total (61,11%), penurunan albumin (83,33%), hiponatremia (66,67%), dan abnormalitas urinalisis rutin (22,22%). Obat penyebab yang dicurigai antara lain sefadroksil, parasetamol, amoksisilin, metampiron, asam mefenamat, natrium diklofenak, diazepam, dan fenitoin. Kelompok obat terbanyak sebagai penyebab adalah NSAID, antibiotik dan antikonvulsan. Pasien memiliki manifestasi klinis dan laboratoris yang bervariasi.(MDVI 2014; 41/1:14 - 18) Kata kunci: drug hypersensitivity syndrome, karakteristik klinis dan laboratoris, obat penyebab ABSTRACT Korespondensi : Gd. Radiopoetra Lt.3 Jl. Farmako, Sekip, - Yogyakarta Telp. 027 4-560700 Email: [email protected] 14 Drug hypersensitivity syndrome (DHS) is a severe drug reaction, idiosyncratic, characterized by fever, rash, multiorgan failure, which can be fatal. To identify the clinical and laboratory characteristics of DHS with the suspected drug, a study was done. The subjects are DHS inpatients and outpatients dr Sardjito hospital within 2007 - 2011, fulfilling the RegisCar or Japanese consensus group criteria. It was a retrospective descriptive study by collecting data such as patient age, sex, clinical symptoms, laboratory results, and the suspected drugs. Reported 18 cases (8 women and 10 men) between 16-68 years old. The clinical features: fever (94,44%), lymphadenopathy (38,89%), liver disorders (50%), skin lesions [maculopapular / erythematous plaques (88,89%), purpura (33,33%), swelling (16,67%), desquamation (66,67%)], mucosal abnormalities (72,22%). Laboratory results leukocytosis (72,22%), eosinophilia (61,11), elevated liver enzymes (94,44%), decreased total protein (61,11%), hypoalbuminemia (83,33%), hyponatremia (66,67%), and routine urinalysis abnormalities (22,22%). The suspected drugs cephadroxyl, pa racetamol, amoxicillin, meth ampyron, mefenamic acid, dic lofenac sodium, diazepam, and phenytoin. The most common causal drugs were NSAIDs, antibiotics and anticonvulsants. Patients had various clinical manifestations and laboratory results.(MDVI 2014; 41/1:14 - 18) Key words: drug hypersensitivity syndrome, clinical and laboratory characteristics, the causal drug S Huriyah, dkk. Drug hypersensitivity syndrome (DHS) di RSUP Dr. Sardjito PENDAHULUAN Drug hypersensitivity syndrome (DHS), juga dikenal dengan hypersensitivity syndrome reaction (HSR), druginduced hypersensivity syndrome (DIHS) maupun drug rash with eosinophilia and systemic symptoms (DRESS) syndrome, merupakan reaksi obat berat, idiosinkratik, ditandai dengan demam, ruam dan kegagalan multiorgan.1-3 Sindrom tersebut jarang terjadi, memiliki awitan lambat,2,4 perjalanan penyakit yang lama2 dan dapat berakibat fatal.3 Insidens sindrom tersebut tidak diketahui dengan pasti. Pada kasus yang berkaitan dengan penggunaan obat anti-epilepsi, insidens DHS dilaporkan sebanyak 1/1.000 1/10.000 paparan obat5,6 dan meningkat pada infeksi HIV.7 Patogenenesis DHS diduga melibatkan berbagai faktor yang saling berinteraksi, meliputi pajanan obat, ketidakmampuan detoksifikasi metabolit obat reaktif, predisposisi genetik, interaksi obat, predisposisi penyakit, hipogamaglobulinemia transien, reaktivasi infeksi virus laten, respons imun terhadap metabolit obat, dan respons imun terhadap reaktivasi virus.4,8-11 Obat penyebab DHS tersering adalah obat anti-epilepsi (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, lamotrigin), 5,12 antibiotik (sulfonamid, trimetoprim, minosiklin, metronidazol), alopurinol, azatioprin, nevirapin, dan abacavir.3,12 Sindrom tersebut memiliki spektrum klinis yang cukup luas dan periode laten sehingga sering terlambat didiagnosis. 4 Manifestasi klinis dapat terjadi setelah pajanan obat penyebab yang pertama kali, muncul sekitar 3 minggu setelah obat dikonsumsi, dalam literatur lain disebutkan tentang rentang waktu 1 - 12 minggu setelah paparan obat.13 Pada umumnya lesi kulit cukup jelas, dapat berupa urtika, erupsi makulopapular (paling sering), vesikel, bula, pustul, keilitis, purpura, lesi target, dan angioedema. 14 Edema wajah yang sering salah dikenali sebagai angioedema, merupakan gejala khas untuk sindrom ini. Selain erupsi kulit yang cukup jelas dan luas, morbiditas DHS ditandai dengan demam > 38 o C, limfadenopati, abnormalitas hematologi, dan melibatkan hati, ginjal, paru, dan jantung. Angka mortalitas akibat DHS berkisar 10% dan sebagian besar meninggal karena kegagalan hati. Untuk menegakkan DHS, terdapat beberapa kriteria diagnosis yang mudah diterapkan, antara lain kriteria RegiSCAR15 dan Japanese consensus group.16 Pada makalah ini akan dilaporkan berbagai manifestasi klinis dan laboratoris pada pasien DHS yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito dari 2007 - 2011. METODE Data diperoleh secara retrospektif dari rekam medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, periode 2007 - 2011. Dilakukan pengambilan data yang meliputi umur, jenis kelamin, riwayat obat yang diduga sebagai penyebab, gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, terapi, dan perkembangan selama perawatan yang diambil pada saat ditegakkan diagnosis DHS. Kriteria Diagnosis Diagnosis DHS ditegakkan berdasarkan riwayat klinis maupun pemeriksaan penunjang yang memenuhi kriteria RegiSCAR atau kriteria Japanese consensus group yaitu (1) Adanya erupsi makulopapular yang berkembang >3 minggu setelah penggunaan obat tertentu (2) Gejala klinis yang masih ada hingga 2 minggu setelah penghentian obat (3) Demam(>38oC) (4) Abnormalitas fungsi hepar ( Alanine Aminotransferase (ALT) >100U/L) (5) Abnormal leukosit (minimal 1 kriteria : leukositosis >11x109/L, limfosit atipikal >5% dan eosinofilia 1,5x109/L) (6) Limfadenopati (7) Reaktivasi virus Human Herpesvirus (HHV6). Diagnosis DHS terpenuhi jika minimal 5 kriteria ditemukan. HASIL Selama periode 2007 - 2011 terdapat 18 kasus DHS yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito dengan catatan medis lengkap. Data demografi kasus tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data demografik pasien DHS di RSUP Dr. Sardjito periode 2007-2011 Parameter Jumlah pasien(%) Umur (rentang umur: 16 - 68 tahun) 0 - 18 tahun 4 (22,22) 19 - 49 tahun 9 (50) > 50 tahun 5 (27,78) Jenis Kelamin Perempuan 8 (44,44) Laki-laki 10 (55,56) Jumlah obat yang dicurigai sebagai penyebab DHS terdapat pada tabel 2. Tabel 2. Jumlah obat yang dicurigai sebagai penyebab DHS di RSUP Dr. Sardjito periode 2007-2011 Jumlah obat Frekuensi 1-3 11 4-6 6 7-9 2 TOTAL 18 Jenis obat yang dicurigai sebagai penyebab DHS dapat dilihat pada tabel 3. 15 MDVI Vol. 41 No. 1 Tahun 2014; 14 - 18 Tabel 3. Jenis obat yang dicurigai sebagai penyebab DHS di RSUP Dr. Sardjito periode 2007-2011 Nama obat Jumlah pasien yang mengkonsumsi obat (%) Sefadroksil Parasetamol Amoksisilin Amitriptilin Asam mefenamat Diazepam Fenitoin Metampiron Natrium diklofenak Seftriakson Furosemid HP Pro Ketorolac Meloxicam Sefotaksim Asam traneksamat Diltiazem Karbamazepin Metronidazol Petidin Piroxicam Sefiksim Sodium divalproat SNMC Aspilet Captopril ISDN Lamivudin Nevirapin Stavudin Zidovudin Tidak diketahui 11 (61,11) 11 (61,11) 4 (22,2) 3 (16,67) 3 (16,67) 3 (16,67) 3 (16,67) 3 (16,67) 3 (16,67) 3 (16,67) 2 (11,11) 2 (11,11) 2 (11,11) 2 (11,11) 2 (11,11) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 1 (5,56) 2 (11,11) Tabel 5. Karakteristik hasil pemeriksaan penunjang pada pasien DHS di RSUP Dr. Sardjito periode 2007-2011 Hasil pemeriksaan penunjang Jumlah pasien (%) 17 (94,44) 7 (38,89) 9 (50%) 1 (5,56) 16 (88,89) 6 (33,33) 3 (16,67) 12 (66,67) 13 (72,22) Limfadenopati terdapat pada kelenjar getah bening (KGB) inguinal saja pada 6 pasien, KGB inguinal dan aksila pada 1 pasien. Edema yang ditemukan terutama pada regio wajah. Kelainan yang ditemukan berupa xerotic, fisura atau erosi di bibir pada 13 pasien, 1 pasien disertai erosi di kelamin. 16 Leukositosis 13 (72,22) Eosinofilia 11 (61,11) Trombositopenia 3 (16,67) Peningkatan enzim hati 17 (94,44) Peningkatan ureum/kreatinin 8 (44,44) Penurunan protein total 11 (61,11) Penurunan kadar albumin 15 (83,33) Hiponatremia 12 (66,67) Abnormalitas urinalisa rutin 4 (22,22) Marker hepatitis positif 3 (16,67) Peningkatan bilirubin 4 (22,22) PEMBAHASAN Tabel 4. Gambaran klinis pasien DHS di RSUP Dr. Sardjito periode 2007-2011 Demam > 38oC Limfadenopati Gangguan hati Splenomegali Lesi kulit: makulopapular/plak eritematosa purpura edema deskuamasi Kelainan mukosa Jumlah pasien (%) Beberapa abnormalitas urinalisis rutin yang ditemukan berupa proteinuria, ketonuria, glukosuria, albuminuria, peningkatan leukosit. Kelainan rontgen toraks yang didapatkan berupa kardiomegali dan edema paru. Dari 17 pasien dengan peningkatan enzim hati didapatkan 3 pasien dengan marker hepatitis A positif. Gambaran klinis pasien DHS tercantum pada tabel 4. Parameter klinis Dilakukan pemeriksaan laboratorium yang terdiri atas hematologi lengkap, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, gula darah sewaktu, bilirubin, protein total dan albumin, elektrolit, urinalisis, kultur darah, marker hepatitis, IgM dan IgG anti HSV1 dan HSV2, serta pemeriksaan penunjang lain yaitu elektrokardiogram (EKG) dan rontgen toraks terhadap pasien DHS tersebut. Hasil pemeriksaan penunjang terdapat pada tabel 5. Dari 18 pasien DHS di RSUP Dr. Sardjito periode 2007 2011, jumlah pasien laki-laki (55,56%) lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan (44,44%). Hal tersebut sesuai dengan penelitian di Korea yang menyebutkan jumlah pasien laki-laki yang menderita DRESS syndrome sebanyak 63,6%,18 namun pada penelitian di Perancis pasien DHS laki-laki dan perempuan diperoleh jumlah sama,19 sedangkan pada penelitian lain menyebutkan pasien perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu sebesar 67%.12 Frekuensi rentang umur pasien terbanyak meliputi remaja dan dewasa, hal tersebut sesuai dengan penelitian di Perancis dengan rentang umur 15 - 71 tahun12 dan penelitian Korea (15 - 72 tahun),18 sedangkan penelitian lain di Perancis kasus DHS hanya mengenai usia dewasa.19 Obat yang diduga sebagai penyebab DHS pada laporan ini terbanyak berturut-turut adalah kelompok obat antiinflamasi non steroid (NSAID), antibiotik, antikonvulsan. Beberapa penelitian DHS sebelumnya menyebutkan antikonvulsan merupakan obat tersering sebagai penyebab DHS, misalnya karbamazepin, fenitoin, dan lamotrigin.2,12,18-20 S Huriyah, dkk. Drug hypersensitivity syndrome (DHS) di RSUP Dr. Sardjito Namun obat lain misalnya diazepam dan sodium valproat juga telah dilaporkan berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas,21,22 bahkan penggunaan sodium valproat dapat berakibat fatal.22 Beberapa antibiotik yang pernah dilaporkan sebagai penyebab DHS antara lain minosiklin, vankomisin, siprofloksasin, seftriakson, dapson, metisilin, eritromisin, dan kotrimoksazol.2,3,12,18,19,23 Sedangkan pada penelitian ini, antibiotik terbanyak yang dicurigai sebagai penyebab DHS adalah sefadroksil. Hasil survei mengenai hipersensitivitas obat pada 432 pasien yang dilaporkan mengalami efek samping setelah konsumsi sefadroksil, 6 di antaranya mengalami gejala hipersensitif terhadap obat tersebut yang muncul 1 - 16 bulan setelah pajanan obat, dengan rentang umur pasien 10 - 59 tahun, namun tidak dilaporkan adanya manifestasi yang berat. 24 Pernah dilaporkan kejadian DRESS syndrome akibat sefadroksil yang dibuktikan dengan pemeriksaan patch test.25 Parasetamol merupakan NSAID tersering yang dicurigai sebagai penyebab DHS pada penelitian ini. Reaksi hipersensitivitas karena NSAID diklasifikasikan menjadi beberapa tipe dan DHS merupakan tipe non-immediate selective reaction. Parasetamol dilaporkan menyebabkan DRESS syndrome pada pasien yang sebelumnya mengalami DRESS oleh karena karbamazepin yang dibuktikan dengan pemeriksaan patch test.26 Penelitian DHS pada drug-induced liver injury (DILI), parasetamol juga mengakibatkan kematian pada DILI.27 Kelompok NSAID lain yang dilaporkan sebagai penyebab DHS tersering yaitu ibuprofen. 2,18 Obat lain misalnya amitriptilin, diltiazem, captopril juga dapat menyebabkan DHS.28-30 Pada tabel 2 ditampilkan jumlah obat yang dicurigai, jumlah obat 1 - 3 dijumpai pada 11 pasien, 4 - 6 macam obat terdapat pada 5 pasien, dan 7 - 9 macam obat pada 2 pasien. Sehingga belum dapat ditetapkan jenis obat yang menjadi penyebab. Kekurangan pada penelitian ini adalah tidak dilakukan patch test karena kondisi klinis dan follow-up pasien. Manifestasi klinis DHS muncul dengan awitan lambat, yaitu 3 minggu setelah pajanan obat. Erupsi kulit yang timbul biasanya dimulai dengan makula eritematosa, sedikit gatal, kemudian akan meluas dan berkonfluens. Lesi kulit awalnya muncul di daerah wajah, tubuh bagian atas dan ekstremitas atas, kemudian diikuti ekstremitas bawah. Pada wajah dapat dijumpai edema, konjungtivitis dan edema periorbita. Telapak tangan biasanya tidak terkena, namun dapat dijumpai lesi dalam jumlah sedikit. Demam muncul mendahului ruam kulit dengan kisaran suhu 38 - 40oC dan dapat berlanjut walaupun obat telah dihentikan.1 Pada penelitian ini, manifestasi kulit terbanyak adalah lesi makulopapular/plak eritematosa (88,89%). Kelainan mukosa bibir berupa xerotic dan fisura ditemukan pada 72,22%, diikuti deskuamasi (66,67%). Demam dikeluhkan pada semua pasien, namun pada saat pemeriksaan peningkatan suhu > 38oC dijumpai pada 94,44% pasien. Limfadenopati inguinal dan aksila ditemukan sebanyak 38,89%. Pada penelitian di Perancis, limfadenopati ditemukan pada 33% kasus DHS, mengenai KGB servikal dan inguinal, dengan ukuran diameter lebih dari 1 cm.19 Pada penelitian lain, limfadenopati dijumpai lebih banyak yaitu 75% pasien.2 Sklera ikterik ditemukan sebanyak 33,3%, diikuti asites dan hepatomegali sebesar 5,56%. Keadaan tersebut dapat berkaitan dengan kegagalan hati akut.31 Kelainan hematologi (50%) dapat muncul sebagai manifestasi toksik (trombositopenia, netropenia, agranulositosis, anemia hemolitik Coombs negatif) maupun reaktif (anemia hemolitik Coombs positif, limfosit atipikal, eosinofilia).32,33 Pada penelitian ini ditemukan leukositosis, leukopenia, limfosit atipikal, limfopenia, eosinofilia, trombositopenia, dan anemia. Keterlibatan hati merupakan kelainan organ terbanyak yang sering dijumpai pada DHS selain kelainan kulit.2,12,18,19 Selain itu juga dapat mengenai organ ginjal,2,12,18,19 jantung, bilier, paru-paru, otak, sendi, limpa dan pankreas.19 Pada penelitian ini, keterlibatan hati ditandai dengan peningkatan enzim hati ditemukan pada 94,44% kasus, penurunan kadar albumin (83,33%) dan protein total (61,11%). Keterlibatan bilier juga mengenai 22,22% pasien. Keterlibatan ginjal didapatkan pada 44,44% pasien ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, 4 pasien di antaranya disertai dengan kelainan urinalisis rutin. Kerusakan ginjal akibat DHS dilaporkan sebanyak 10%, hal tersebut diakibatkan karena terjadi acute interstitial nephritis dan pembentukan granuloma (granulomatous interstitial nephritis)33,34 Kenaikan kadar glukosa darah terjadi pada pasien yang sebelumnya tidak menderita diabetes melitus. Peningkatan kadar glukosa darah pernah dilaporkan pada penelitian DHS di Korea 18 dan penelitian di Amerika melaporkan terjadinya penyakit tiroid dan diabetes setelah menderita DHS.3 Gangguan elektrolit ditemukan cukup banyak pada penelitian ini terutama hiponatremia (66,67%). Gangguan elektrolit juga pernah dilaporkan pada satu laporan kasus DRESS dengan acute interstitial nephritis onset lambat berupa hipokalemia dan hipoklorida.35 Pada penelitian ini terdapat 3 pasien dengan kelainan hasil EKG. Hal tersebut berkaitan dengan penyakit yang diderita pasien sebelumnya, yaitu pada pasien gagal jantung kronis dan hipertensi. Kelainan rontgen toraks berupa 3 kasus dengan kardiomegali dijumpai pada 1 pasien dengan gagal jantung kronis, sedangkan 2 pasien tanpa riwayat hipertensi dan penyakit jantung sebelumnya, sedangkan edema paru ditemukan pada 2 pasien. KESIMPULAN Telah dilakukan pengumpulan data dari 18 pasien DHS di RSUP Dr. Sardjito yang terdiri atas 10 orang laki-laki dan 8 orang perempuan, dengan rentang umur 16 - 68 tahun. Kelompok obat terbanyak yang diduga sebagai penyebab adalah NSAID, antibiotik dan antikonvulsan. Gambaran klinis dan laboratoris tiap pasien cukup bervariasi. 17 MDVI DAFTAR PUSTAKA 1. Shear NH, Knowles SR, Shapiro L. Cutaneous reactions to drug. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick's germatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: The Mc GrawHill Company; 2008.h.355-62. 2. Muller P, Dubreil P, Mahe A, Lamaury I, Salzer B, Deloumeaux J, dkk. Drug hypersensitivity syndrome in westIndian population. Eur J Dermatol. 2003;13: 478-81. 3. Brown RJ, Rother KI, Artman H, Mercurio MG, Wang R, Looney J, dkk. Minocycline-induced drug hypersensitivity syndrome followed by multiple autoimmune sequelae. Arch Dermatol. 2009;145: 63-6. 4. Walsh SA, Creamer D. Drug reaction with eosinophilia and systemic symptoms (DRESS): a clinical update and review of current thinking. Clin Expert. 2009;145: 67-72. 5. Knowles SR, Shapiro LE, Shear NH. Anticonvulsant hypersensitivity síndrome: incidence prevention and management. Drug Saf. 1999; 21: 489-501. 6. Vittorio CC, Muglia JJ. Anticonvulsant hypersensitivity syndrome. Arch Intern Med. 1995;155: 2285-90. 7. Coopman SA, Johnson RA, Platt R, Stern RS. Cutaneous disease and drug reaction in HIV infection. N Engl J Med.1993; 328:1670-4. 8. Wong GAE, Shear NH. Is a drug alone sufficient to cause the drug hypersensivity syndrome? Arch Dermatol. 2004; 22630. 9. Sullivan JR, Shear NH. The drug hypersensitivity syndrome, what is the pathogenesis? Arch Dermatol. 2001;137: 357-64. 10. Oskay T, Karademir A, Erturk OI. Association of anticonvulsant hypersensitivity syndrome with herpesvirus 6,7. Epilepsy Research. 2006; 70: 27-40. 11. Asano Y, Kagawa H, Kano Y, Shiohara T. Cytomegalovirus disease during severe drug eruption. Arch Dermatol. 2009;145:1030-6. 12. Eshki M, Allanore L, Mussete P, Milpied B, Grange A, Guillaume JC, dkk. Twelve-year analysis of severe cases of drug reaction with eosinophilia and systemic symptoms. Arch Dermatol. 2009;145: 67-72. 13. Cit Shear N, Spielberg S. Anticonvulsant hypersensitivity syndrome: in vitro assessment of risk. J Clin Invest 1988;82:1826-32. 14. Peyriere H, Dereure O, Breton H, Demoly P, Cociqlio M, Blayac JP, dkk. Variability in the clinical pattern of cutaneous side-effects of drugs with systemic symptoms: does a DRESS syndrome really exist? Br J Dermatol. 2007;155: 422-8. 15. Kardaun SH, Sidoroff A, Valeyrie-Allanore L, Halevy S, Davidovici BB, Mockenhaupt M, dkk. Variability in the clinical pattern of cutaneous side-effects of drugs with systemic symptoms: does a DRESS syndrome really exist? BJD. 2007;156: 609-11. 16. Shiohara T, Iijima M, Ikezawa Z, Hashimoto K. The diagnosis of DRESS syndrome has been sufficiently established on basis of typical clinical features and viral reactivations. Br J Dermatol. 2007;156:1045-92. 18 Vol. 41 No. 1 Tahun 2014; 14 - 18 17. Register Rawat Inap Bangsal Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sardjito tahun 2007 - 2011. 18. Jeung YJ, Lee JY, Oh MJ, Choi DC, Lee BJ. Comparison of the causes and clinical features of drug rash with eosinophilia and systemic symptom and steven-johnson syndrome. Allergy Asthma Immunol Res. 2010; 2:123-6. 19. Ben m'rad M, Leclerc-Mercier S, Blanche P, Franck N, Rozenberg F, Fulla Y, dkk. Drug-induced hypersensivity syndrome, clinical and biologic disease pattern in 24 patients. Medicine. 2009; 88:131-40. 20. Kano Y, Inaoka M, Shiohara T. Association between anticonvulsant hypersensitivity syndrome and human herpes virus 6 reaction and hypogammaglobulinemia. Arch Dermatol. 2004;140:183-8. 21. Asero R. Hypersensivity to diazepam. Allergy. 2002; 59:1209. 22. Huang YL, Hong HS, Wang ZW, Kuo TT. Fatal sodium valproat-induced hypersensitivity syndrome with lichenoid dermatitis and fulminant hepatitis. J Am Acad Dermatol. 2003; 49: 316-9. 23. Kwon HS, Chang YS, Jeong YY, Lee SM, Song WJ, Kim HB, dkk. A case of hypersensitivity syndrome to both vancomycin and teicoplanin. J Korean Med Sci. 2006; 21: 1108-10. 24. Anonim. Drug hypersensitivity. Disitasi 1 Oktober 2011. Tersedia di: http://www.ehealthme.com/ds/cefadroxil/ hypersensitivity. 25. Suswardana, Hernanto M, Yudani BAD, Pudjiati SR, Indrastuti N. DRESS syndrome from cefadroxil confirmed by positive patch test. Allergy. 2007; 62:1216-7. 26. Gaig P, Garcia-Ortega P, Baltasar M, Bartra J. Drug neosensitization during anticonvulsant hypersensitivity syndrome. J Investig Allergol Clin Immunol. 2006;16: 321-6. 27. Lens S, Crespo G, Carrion JA, Miquel R, Navasa M. Severe acute hepatitis in the DRESS syndrome. Ann Hepatol. 2010; 9:198-201. 28. Milionis HJ, Skopelitou A, Elisaf MS. Hypersensitivity syndrome caused by amitriptilyne administration. Postgrad Med J. 2007; 76: 361-3. 29. Knowles S, Gupta AK, Shear NH. The spectrum of cutaneous reactions associated with diltiazem: three cases and a review of the literature. J Am Acad Dermatol. 1998; 38: 201-6. 30. Crantock L, Prentice R, Powell L. Cholestatic jaundice associated with captopril therapy. J Gastroenterol Hepatol. 1991; 6: 528-30. 31. Devarbhavi H, Karanth D, Prasanna KS, Adarsh CK, Patil M. Drug-induced liver injury with hypersensitivity features has a better outcome: a single-center experience of 39 children and adolescent. Hepatol. 2011; 54:1344-50. 32. Kumari R, Timshina DK, Thappa DH. Drug hypersensitivity syndrome. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2001; 77: 714.